Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

MATERNAL SEPSIS

DISUSUN OLEH :

NAMA : Ongen Y Leuwol

NPM : 1420118033

KELOMPOK :X

RUANGAN : ICU

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)

MALUKU HUSADA

MASOHI

2021
A. Tinjauan Teori Kasus
1. Diagnosa Medik
a. Definisi Sepsis maternal
Sepsis maternal adalah infeksi bakteri yang parah pada uterus (rahim),
umumnya terjadi beberapa hari setelah seorang ibu melahirkan. Penyebab
utamanya adalah bakteri yang disebut Group A Streptococcus (GAS) yang
memasuki tubuh melalui kulit atau jaringan yang rusak saat melahirkan. Sepsis
dapat menyebar dari rahim ke saluran tuba dan ovarium atau ke dalam aliran darah.
Sepsis maternal dapat terjadi mulai dari pecahnya ketuban atau saat
persalinan sampai dengan hari ke 42 paska bersalin. Infeksi yang terjadi setelah
melahirkan ini juga dikenal sebagai sepsis puerperalis

b. Etiologi
Infeksi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gabungan antara beberapa
macam bakteri. Bakteri tersebut bisa endogen dan eksogen
a) Bakteri endogen:
Bakteri ini secara normal hidup di vagina dan rektum tanpa menimbulkan
bahaya (misal: beberapa jenis streptokokus dan stapilokokus, E.Coli,
Clostridium welchii). Bahkan jika teknik steril sudah digunakan untuk
persalinan, infeksi masih dapat terjadi akibat bakteri endogen. Bakteri
endogen dapat juga membahayakan dan menyebabkan infeksi jika:
1) Bakteri ini masuk ke dalam uterus melalui jari pemeriksa atau melalui
instrumen pemeriksaan pelvik.
2) Bakteri terdapat dalam jaringan yang memar, robek/laserasi, atau jaringan
yang mati (misal: setelah persalinan traumatik atau setelah persalinan
macet)
3) Bakteri masuk sampai ke dalam uterus jika terjadi pecah ketuban yang
lama.
b) Bakteri eksogen :
Bakteri ini masuk ke dalam vagina dari luar (streptokokus, clostridium tetani ,
dsb) Bakteri eksogen dapat masuk ke dalam vagina:
1) Melalui tangan yang tidak bersih dan istrumen yang tidak steril
2) Melalui substansu/benda asing yang masuk ke dalam vagina (misal:
ramuan/jamu, minyak, kain)
3) Melalui aktivitas seksual
Ditempat-tempat dimana penyakit menular seksual (PMS) (misal: gonorrhea
dan infeksi klamidia) penyakit tersebut merupakan penyebab terbesar terjadinya
infeksi uterus. Jika seseorang ibu terkena PMS selama kehamilan dan tidak
diobati, bakteri penyebab PMS itu akan tetap berada di vagina dan bisa
menyebabkan infeksi uterus setelah persalinan. Infeksi uterus yang disebabkan
oleh PMS dapat dicegah dengan mendiagnosis dan mengobati ibu yang terkena
PMS selama kehamilan mereka.
Bisa juga ditularkan melalui kontak langsung dengan pasien (misal:
penggunaan alat yang sama dari satu pasien dengan pasien lain). Sumber infeksi
bisa dari bidan, perawat, dokter dan pasien lain atau pengunjung. Air dan debu di
lingkungan juga dapat menyebabkan infeksi pada pasien.

c. Manifestasi Klinis
1) Demam.
2) Nyeri pada perut bagian bawah.
3) Detak jantung menjadi cepat.
4) Pendarahan.
5) Sakit kepala.
6) Gangguan kesadaran.
7) Tekanan darah rendah.
8) Berkurangnya produksi urine.
9) Berkurangnya suplai oksigen ke dalam tubuh hingga terjadinya gangguan
pernapasan.
d. Pemeriksaan Penunjang
Pada penderita dengan infeksi nifas perlu diketahui apakah terbatas pada
tempat-tempat masuknya kuman-kuman ke dalam badan atau menjalar keluar
tempat. Seorang penderita dengan infeksi yang meluas diluar port de entery
tampaknya suhu akan meningkat dengan kadang–kadang disertai mengigil, nadi
cepat, keluhannya juga lebih banyak. Laju endap darah (LED) dan jumlah sel
darah merah (SDM) sangat meningkat dengan adanya infeksi. Hemoglobin atau
hematokrit (Hb/Ht) mengalami penurunan pada keadaan anemia.
Jika ada fasilitas penderita dengan infeksi nifas hendaknya diambil getah
dari vagina sebelah atas untuk pembiakan, dan pada infeksi yang tampaknya berat
juga diambil darah untuk maksud yang sama. Usaha ini dilakukan untuk
mengetahui penyebab infeksi nifas dan guna memilih antibiotik yang paling tepat
untuk pengobatan. Ultrasonografi menentukan adanya fragmen-fragmen plasenta
yang tertahan melokalisasi abses perineum.

e. Komplikasi
1) Endokarditis
Salah satu komplikasi yang disebabkan oleh infeksi yang terjadi ketika
operasi caesar adalah endokarditis. Gangguan ini termasuk dalam kondisi
langka yang melibatkan radang selaput jantung, otot jantung, dan katup
jantung. Infeksi ini disebabkan oleh bakteri streptokokus atau stafilokokus.
2) Osteomielitis
Osteomielitis adalah salah satu infeksi yang dapat terjadi pasca operasi caesar
dilakukan. Gangguan ini terjadi ketika infeksi dan peradangan pada tulang
atau sumsum tulang. Penyakit ini terjadi ketika infeksi tersebut masuk ke
aliran darah. Gejala dari gangguan ini dapat menyebabkan kejang otot pada
area yang radang.
3) Bakteremia
Operasi caesar yang dilakukan juga dapat menyebabkan infeksi yang
berkembang menjadi bakteremia. Hal ini terjadi ketika bakteri masuk
kealiran darah. Bakteri yang tidak dapat dibunuh oleh sistem imun tubuh
akan menyebabkan infeksi serius

2. Patofisiologi
Setelah kala III daerah bekas insersio plasenta merupakan daerah bekas luka
berdiameter kira-kira 4cm, permukaan tidak rata, berbenjol-benjol, karena banyaknya
vena yang di tutupi trombus dan merupakan area yang baik untuk perkembangbiakan
kuman-kuman dan masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks
sering mengalami perlukaan pada persalinan, begitu juga vulva, vagina, perineum yang
merupakan tempat masuknya kuman patogen. Proses radang dapat terbatas pada luka-
luka tersebut atau dapat menyebar di luar luka asalnya.
Kuman-kuman tersebut masuk melalui:

1) Tangan pemeriksa atau penolong yang memakai sarung tangan pada


pemeriksaan berperan dalam membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina
kedalam uterus. Kemungkinan lain adalah sarung tangan dan alat-alat lain yang
dimasukkan dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
2) Droplet Infection. Sarung tangan dan alat-alat terkena kontaminasi bakteri
yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau tenaga pembantu
lainnya. Oleh karena itu mulut dan hidung petugas yang bekerja dalam kamar
bersalin harus ditutup dengan masker, dan penderita infeksi saluran nafas
dilarang masuk kamar bersalin.
3) Dalam Rumah Sakit selalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari
penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa
dibawa oleh aliran udara keman-mana, antara lain handuk, kain-kain dan alat-
alat yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu
nifas.
4) Koitus pada waktu akhir kehamilan tidak merupakan penyebab penting
terjadinya infeksi, kecuali apabila menyebabkan pecahnya ketuban.
5) Infeksi intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu
berlangsungnya persalinan. Infeksi intrapartum biasanya terjadi pada partus
lama, apalagi jika ketuban sudah lama pecah dan beberapa kali dilakukan
pemeriksaan dalam. Gejalanya adalah kenaikan suhu, biasanya disertai dengan
leukositosis dan takikardia; denyut jantung janin dapat meningkat pula. Air
ketuban biasa menjadi keruh dan bau.

Tidak hanya faktor diatas yang bisa memicu terjadinya infeksi ini, hygiene yang
buruk pasca persalinan pun dapat membuka akses bakteri pada vulva. Perdarahan yang
telah terjadi selama proses persalinan juga melemahkan daya tahan tubuh ibu sehingga
kuman lebih mudah dalam menginfeksi.

Penyebab infeksi diatas masing-masing membawa kuman untuk memasuki port


deentry yaitu luka desidua plasenta yang selanjutnya akan terjadi perkembang biakan
bakteri pada lapisan uterus dan jaringan darah yang dapat memicu reaksi inflamasi pada
uterus

1. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan

1) Inspeksi perineum 2 kali sehari, apakah ada kemerahan, edema, ekimosis.


2) Evaluasi nyeri abdomen, demam, malaise, takikardi, dan lokhea yang berbau
3) Periksa spesimen untuk analisis laboratorium, laporkan hasilnya.
4) Anjurkan sering minum dan lakukan ambulasi dini
5) Beri antibiotik sesuai resep dan catat respon pasien
PATHWEY
Trauma jalan lahir Episiotomi yg lebar Gangguan koagulasi Kegagalan kompresi pembuluh
darah Laserasi perineum
Miometrium hipotonus Retensi
Vagina dan Serviks Ruptur sisa plasenta

Perifer kompresi jantung ginjal mengeluarkan paru Eritroprotein

Hipovolemi (kurang suplai) vasokontriksi intake

GFR menurun hipoksia

Keterlambatan pengisian kapiler perdarahan

Pucat,kulit dingin/lembab kehilangan Vaskular yang berlebihan

Perubahan perfusi
A.jaringan Oliguria
B.
Gangguan sirkulasi

Takikardi hipertropi

Tidak terkompensasi

Urine output menurun sianosis respiratorik


Resiko penurunan
curah jantung Takipnea Dyspnea

Gangguan pola Gangguan pola


eliminasi nafas
Hemato porsi atas vagina

Nyeri kemerahan,edema

Nyeri resiko tinggi


infeksi

1. Pengkajian
Identitas : nama,umur alamat,suami,anak dll
a. Aktivitas / istirahat
Malaise, letargi. Kelelahan dan/ atau keletihan yang terus menerus (persalinan lama,
stresor pascapartum multipel).
b.Sirkulasi
Takikardia dari dengan berat bervariasi.
c.Eliminasi
Diare mungkin ada. Bising usus mungkin tidak ada jika terjadi paralitik ileus.
d.Integritas ego
Ansietas jelas (peritonitis).
e.Makanan/ cairan
Anoreksia, mual, muntah. Haus, membran mukosa kering. Distensi abdomen kekauan,
nyeri lepas (peritonitis).
f.Neurosensori
Sakit kepala.
g.Nyeri/ ketidaknyaman
Nyeri lokal, disuria, ketidaknyamanan abdomen. Afterpain berat atau lama, nyeri
abdomen bawah atau uterus serta nyeri tekan guarding (endometritis). Nyeri/kekakuan
abdomen unilateral/ bilateral (salpingitis/ooferitis, parametritis).
h.Pernafasan
Pernafasan cepat/dangkal (berat/proses sistemik).
i.Keamanan
Suhu: 100,4ᵒ F (38,0ᵒ C) atau terjadi lebih tinggi pada dua hari terus menerus, diluar 24
jam pasca partum adalah tanda infeksi. Namun suhu lebih tinggi dari 101ᵒ F (38,9ᵒ C)
pada24jam pertama menandakan berlanjutnya infeksi. Demam ringan kurang dari 101ᵒ
F menunjukkan infeksi insisi, demam lebih tinggi dari 102 ᵒ F (38,9ᵒ C) adalah petunjuk
atau infeksi lebih berat (misalnya salpingitis, parametritis, peritonitis). Dapat terjadi
menggigil, menggigil berat atau berulang(seringberakhir 30-40 menit), dengan suhu
memuncak sampai 104ᵒF, menunjukkan infeksi pelvis, tromboflebitis atau peritonitis.
Melaporkan pemantauan internal, pemeriksaan vagina intra partum sering, kecerobohan
pada teknik aseptik.
j. Interaksi sosial
Status sosio ekonomi rendah dengan stresor bersamaan.

2. Diagnosa keperawatan
a.Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan infeksi nosokomial.
b.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat, anoreksia, mual, muntah, dan pembatasan medis.
c.Nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi

3. Rencana keperawatan
a. Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan infeksi nasokomial.
Tujuan 1:mencegah dan mengurangi infeksi.
Intervensi:
• Kaji data pasien dalam ruang bersalin.Infeksi perineum (menggunakan senter yang
baik), catat warna, sifat episiotomi dan warnanya. Perkiraan pinggir epis dan
kemungkinan “perdarahan” / nyeri.
• Kaji tinggi fundus dan sifat.
• Kaji lochia: jenis, jumlah, warna dan sifatnya. Hubungkan dengan data post partum.
• Kaji payudara: eritema, nyeri, sumbatan dan cairan yang keluar (dari puting).
Hubungkan dengan data perubahan post partum masing-masing dan catat apakah
klien menyusui dengan ASI.
• Monitor vital sign, terutama suhu setiap 4 jam dan selama kondisi klien kritis. Catat
kecenderungan demam jika lebih dari 38o C pada 2 hari pertama dalam 10 hari post
partum. Khusus dalam 24 jam sekurang-kurangnya 4 kali sehari.
• Catat jumlah leukosit dan gabungkan dengan data klinik secara lengkap.
• Lakukan perawatan perineum dan jaga kebersihan, haruskan mencuci tangan pada
pasien dan perawat. Bersihkan perineum dan ganti alas tempat tidur secara teratur.
• Pertahankan intake dan output serta anjurkan peningkatan pemasukan cairan.
• Bantu pasien memilih makanan. Anjurkan yang banyak protein, vitamin C dan zat
besi.
• Kaji bunyi nafas, frekwensi nafas dan usaha nafas. Bantu pasien batuk efektif dan
nafas dalam setiap 4 jam untuk melancarkan jalan nafas.
• Kaji ekstremitas: warna, ukuran, suhu, nyeri, denyut nadi dan parasthesi/
kelumpuhan. Bantu dengan ambulasi dini. Anjurkan mengubah posisi tidur secara
sering dan teratur.
• Anjurkan istirahat dan tidur secara sempurna.
Tujuan 2: identifikasi tanda dini infeksi dan mengatasi penyebabnya.
Intervensi:
• Catat perubahan suhu. Monitor untuk infeksi.
• Atur obat-obatan berikut yang mengindikasikan setelah perkembangan dan test
sensitivitas antibiotik seperti penicillin, gentamisin, tetracycline, cefoxitin,
chloramfenicol atau metronidazol. Oxitoksin seperti ergonovine atau methyler
gonovine.
• Hentikan pemberian ASI jika terjadi mastitis supuratif.
• Pertahankan input dan output yang tepat. Atur pemberian cairan dan elektrolit
secara intravena, jangan berikan makanan dan minuman pada pasien yang muntah

• Pemberian analgetika dan antibiotika.


b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat, anoreksia, mual, muntah, dan pembatasan medis.

Tujuan : Setelah diberikan askep diharapkan nutrisi klien terpenuhi dengan


kriteria hasil: Nafsu makan meningkat, mual muntah tidak terjadi.
Intervensi :
• Anjurkan pilihan makanan tinggi protein, zat besi, dan vitamin C, bila masukkan
oral dibatasi.
• Tingkatkan masukan sedikitnya 2000ml/hari jus, sup, dan cairan lain.
• Anjurkan istirahat/ tidur secukupnya
• Berikan cairan atau nutrisi parenteral, sesuai indikasi
• Berikan preparat zat besi dan/atau vitamin sesuai indikasi.

c. Nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi.


Tujuan : Setelah diberikan askep, diharapkan nyeri hilang atau berkurang
dengan kriteria hasil :pasien tampak rileks, skala nyeri 0-3.
Intervensi :
• Kaji lokasi dan ketidaknyamanan atau nyeri
• Instruksikan klien dalam melakukan teknik relaksasi
-Berikan analgetik atau antipiretik.
• Berikan kompres panas lokal dengan menggunakan lampu pemanas atau
rendam duduk sesuai indikasi.

d. Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan


infeksi pada proses persalinan, penyakit fisik, ancaman yang dirasakan pada
kehidupan sendiri.
Tujuan : Setelah diberikan askep diharapkan klien menunjukkan perilaku
kedekatan terus menerus selama interaksi orangtua-bayi.
Intervensi :
•Berikan kesempatan untuk kontak ibu-bayi kapan saja memungkinkan.
•Pantau respons emosi klien terhadap penyakit dan pemisahan dari bayi, seperti
depresi dan marah.
•Anjurkan klien menyusui bayi bila memungkinkan dan meningkatkan
partisipasinya dalam perawatan bayi saat infeksi teratasi.
•Observasi interaksi bayi-ibu
•Buat rencana untuk tindak lanjut evaluasi yang tepat trehadap
interaksi/respons ibu-bayi
b. Evaluasi
Evaluasi perasaan pasien mengenai perawatan yang di berikan selama di ruangan

Anda mungkin juga menyukai