Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

RHINOSINUSITIS KRONIS DENGAN POLIP NASI

Disusun oleh:
dr. Salim

Konsulen Pembimbing:
Dr. M. Bima Mandraguna, Sp.THT-KL

Pembimbing:
dr. Susy Andriati

DISUSUN DALAM RANGKA MEMENUHI TUGAS


PROGRAM KEMENKES DOKTER INTERNSIP
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
TAHUN 2021
BERITA ACARA DISKUSI / PRESENTASI LAPORAN KASUS

Pada hari ini, tanggal Juli 2021, telah dipresentasikan kasus, oleh:
Nama : dr. Salim
Judul : Rhinosinusitis Kronis Dengan Polip Nasi
Nama Wahan : RSUD KARAWANG
No Nama Peserta Tanda tangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya :

Konsulen
Pembimbing

dr. M. Bima Mandraguna, Sp.THT-KL

DAFTAR ISI

Berita Acara ...............................................................................................................................i

i
Daftar Isi ....................................................................................................................................ii
Kata Pengantar...........................................................................................................................iii

BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
BAB II.............................................................................................................................................2
LAPORAN KASUS........................................................................................................................2
BAB III............................................................................................................................................9
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................9
3.1. Definisi...............................................................................................................................9
3.2. Epidemiologi......................................................................................................................9
3.3. Etiologi.............................................................................................................................10
3.4. Patofisiologi.....................................................................................................................11
3.5. Gejala...............................................................................................................................12
3.6. Diagnosis..........................................................................................................................13
3.7. Penatalaksanaan ..............................................................................................................15
3.8. Komplikasi.......................................................................................................................20
BAB IV..........................................................................................................................................22
ANALISA KASUS........................................................................................................................22
BAB IV..........................................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................24

KATA PENGANTAR

ii
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan kasus “Rhinosinusitis Kronis
dengan Polip Nasi. Laporan kasus ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas
internsip.

Dalam proses penyusunan laporan kasus ini tidak terlepas dari campur tangan teman Para
pembimbing. Oleh karenanya, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dokter Konsulen
Pembimbing dr. M. Bima Mandraguna, Sp.THT-KL Dan Dokter pembimbing dr. Susy Andriati.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki kekurangan, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak agar laporan
kasus ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga pembuatan laporan kasus ini dapat memberikan
manfaat, yaitu menambah ilmu pengetahuan bagi seluruh pembaca, khususnya untuk rekan-rekan
kedokteran maupun paramedis lainnya dan masyarakat pada umumnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Karawang, Juli 2021

(Penulis)

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Rinosinusitis merupakan proses inflamasi mukosa sinus paranasal yang sangat


menggangu, dapat menurunkan kualitas hidup, dan mempengaruhi produktivitas kerja.
Proses terjadinya rinosinusitis biasanya dipicu oleh infeksi saluran napas atas, rinitis
alergi, polip hidung, dan kelainan lain yang menimbulkan sumbatan hidung. Penyebab
utamanya ialah common cold yaitu reaksi inflamasi pada saluran pernapasan yang
disebabkan oleh infeksi virus, selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.1
Rinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter
seharihari, bahkan dianggap sebagai masalah yang penting dan permasalahan kesehatan
pada masyarakat luas, karena sebagian besar penyakit ini penatalaksanaannya sering
mengalami kegagalan. Prevalensi rinosinusitis akut dan rinosinusitis kronis masing-
masing berkisar antara 6% sampai 15% pada populasi Barat. Sementara itu, penelitian
dari beberapa negara Asia menunjukkan tingkat prevalensi rinosinusitis kronis lebih
rendah berkisar antara 2,7% dan 8%.2,3
Rinosinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa hidung dan sinus
paranasal, yang ditandai dengan adanya dua atau lebih gejala, salah satunya harus
termasuk sumbatan hidung /obstruksi / kongesti (sekret hidung anterior / posterior),
nyeri / tekanan wajah, penurunan / hilangnya penghidu. Salah satu dari temuan
endoskopi berupa polip dan / atau sekret mukopurulen dari meatus medius dan / atau
edema / obstruksi mukosa dimeatus media. Kemudian pada gambaran tomografi
komputer memperlihatkan perubahan mukosa dikompleks osteomeatal dimeatus
media.4,5
Salah satu penyebab terjadinya rinosinusitis adalah polip nasi, dimana polip nasi
dapat timbul pada hidung yang tidak terinfeksi kemudian menyebabkan sumbatan yang
mengakibatkan rinosinusitis, tetapi polip nasi dapat juga timbul setelah ada rinosinusitis
kronis. Sampai saat ini penanganan rinosinusitis dengan polip nasi atau tanpa polip nasi
adalah secara medikamentosa dan operatif bila dengan penanganan medikamentosa
gagal, yaitu polipektomi dan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF).3

1
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Tn. R
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 29 tahun
Tempat, Tanggal Lahir : Karawang,09 Juni 1992
Alamat : Perumahan Citra Kebun Mas
Agama : Islam
Status Pernikahan : Sudah menikah
Pendidikan Terakhir : SMP
Pekerjaan : Buruh
Tanggal Masuk RS : 27 Juni 2021, dari Poli

II. ANAMNESA

a. Keluhan utama
Lubang hidung sebelah kiri rasa tersumbat

b. Riwayat penyakit sekarang


Ps masuk dari poli dengan keluhan lubang hidung sebelah kiri rasa
tersumbat sejak 2 bulan smrs, 3 hari yang lalu pasien sulit bernafas lewat lubang
hidung sebelah kiri. Penciuman pada hidung sebelah kiri terasa berkurang sejak
1 bulan yang lalu, semakin lama sulit untuk mencium baubauan, suara pasien
juga menjadi sengau.Pasien juga mengeluhkan ingus rasa tertelan, sakit kepala
hilang timbul serta nyeri pada pipi sebelah kiri hilang timbul. Riwayat bersin-
bersin di pagi hari, lebih dari 5 kali sekali serangan dan disertai rasa gatal pada
hidung dan mata semenjak usia 6 tahun.

2
Keluhan demam, kepala terasa penuh, nyeri daerah wajah, telinga terasa
penuh, berdenging, nyeri telinga dan gangguan pendengaran, sulit menelan, rasa
menelan cairan di tenggorokkan, hidung berdarah, cairan hidung berbau dan
nyeri hidung, serta penglihatan ganda disangkal oleh pasien.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengaku sering mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien


terkadang bersin-bersin disertai keluarnya cairan jernih encer, hidung gatal dan
tersumbat, serta mata gatal dan berair apabila pasien terpajan debu ataupun
udara dingin. Keluhan ini sudah dirasakan sejak kecil. Pasien dikatakan
menderita Rhinitis alergi oleh dokter, dan pernah berobat ke dokter umum dan
spesialis. Riwayat alergi obat disangkal dan riwayat asma disangkal. Pasien
menyangkal adanya penyakit kencing manis, darah tinggi, keganasan, penyakit
paru, atau penyakit lain. Tidak ada riwayat alergi obat dan tidak ada riwayat
operasi sebelumnya.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengidap penyakit seperti ini. Tidak ada
riwayat keluarga yang mengalami penyakit kencing manis, darah tinggi dan
riwayat alergi dalam keluarga.

e. Riwayat Sosioekonomi

Pasien bekerja sebagai kepala keluarga, sudah menikah. Aktivitas pasien


sehari-hari adalah bekerja buruh. Pekerjaannya lebih sering terkena debu.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis

3
Kesan sakit : Sakit sedang
Kesadaran : CM, GCS E4V5M6
Tinggi Badan : 163 cm
Berat Badan : 60 Kg
IMT : 22,6 (Normal)
Tanda Vital
Tekanan Darah : 120 / 85 mmHG
Frekuensi nadi : 88 x/menit, reguler, kuat angkat
Frekuensi napas : 20 x/menit, reguler
Suhu : 36,6⁰C
VAS skor :6

Kepala / leher
Mata : Ca -/-, Si -/-
Hidung : I: edema (-/-), deformitas (-/-)
Rinoskopi anterior :
Dekstra Sinistra
Cavum Sempit (-), massa (-), sekret (-) Sempit (+), massa (+) berwarna
putih pucat, mengkilat, licin,
mudah digerakkan, bertangkai,
sekret (+)
Conca Hiiperemis (-), edema (-) Hiperemis (+), edema (+)
Septu Deviasi (-) Deviasi (-)
m

Tenggorokan :
Tonsil : T1/T1
Dinding faring : hiperemis (-), post nasal drip (-)

4
Leher :
Kelenjar liimfe : tidak terdapat pembesaran
Tyroid : tidak terdapat pembesaran
Toraks
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS 5 linea midclavicula kiri
Perkusi : Batas jantung kanan: ICS 4 linea parasternal kanan
Batas jantung kiri: ICS 5 linea midclavikula kiri
Auskultasi : S1S2 reguler, bising jantung(-)
Paru
Inspeksi : gerakan pernafasan simetris kiri = kanan
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor kiri = kanan
Auskultasi : suara pernafasan vesikuler, Ronki -/-, Wheezing -/-

Abdomen
Inspeksi : Flat (+) distended (-)
Palpasi : Soefl (+) Hepar dan lien tidak teraba. Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani (+) Asites (-)
Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal
Ekstremitas

Akral hangat, sianosis (-), edema (-) pada kedua tungkai, CRT <2 detik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium
Tanggal 15/06/2021
Parameter Hasil Nilai Rujukan

5
Hemoglobin 14,6 g/Dl 13,2-17,3 g/dL
Eritrosit 5,45 x10^6/Ul 4,50 – 5,90 x10^6/uL
Leukosit 10,91 x10^3/uL 4,40-11,30 x10^3/uL
Trombosit 352 x10^3/Ul 150-400 x10^3/uL
Hematokrit 42,6 % 40,0-52,0 %
Basofil 0% 0-1 %
Eosinofil 4% 2-4 %
Neutrofil 71 % 50-70 %
Limfosit 18 % 25-40 %

Monosit 7% 2-8 %
MCV 78 fL 80-100 fL
MCH 27 pg 26-34 pg
MCHC 34 g/dL 32-36 g/dL
RDV-CV 13,6 % 12,2-15,3 %
GDS 181 mg/Dl 70-110 mg/dL
Ureum 23 mg/Dl 15,0-50,0 mg/dL
Creatinin 0,94 mg/Dl 0,60-1,10 mg/dL
Masa perdarahan 2 Menit 1 – 3 Menit
(BT)
Masa Pembekuan 10 Menit 5 – 11 Menit
(CT)
HNsAg Rapid Non reaktif Non reaktif

Tanggal 27/06/2021

PCR SARS CoV-2 NEGATIF NEGATIF

6
Radiologi
15/06/2021

MSCT sinus paranasalis tanpa kontras intravena, potongan axial dengan


rekonstruksi coronal, softtissue dan bone window, hasil sbb:
Tampak massa solid hipodens berbatas tegas, tepi regular memenuhi antrum
maxilla kiri melewati osteomeatal complex hingga cavum nasi posterior kiri dan
choane. Massa tampak mengobliterasi cavum nasi kiri.
Tidak tampak erosi/destruksi tulang, dinding sinus intak.
Sinus paranasalis lainnya tampak penebalan mukosa, tak tampak perselubungan
yang mengesankan sinusitis.

7
Septum nasi tampak di tengah.
Concha nasi kanan dan kiri tidak menebal. Tak tampak concha bullosa
Tak tampak haller/agen cells.
Aircell mastoid bilateral.
Tak tampak lesi hipo/hiperdens patologis pada parenkim otak yangtervisualisasi.

Kesan: Massa solid memenuhi antrum maxilla kiri hingga cavum nasi posterior
kiri dan choane dengan karakteristik benign suspect antrochoanal polyp kiri.

V. RESUME

Pasien laki-laki, 29 tahun, dengan keluhan lubang hidung sebelah kiri rasa
tersumbat sejak 2 bulan smrs, makin lama makin tersumbat dan 3 hari yang lalu
pasien tidak bisa bernafas lewat lubang hidung sebelah kiri. Penciuman pada
hidung sebelah kiri terasa berkurang sejak 1 bulan yang lalu, makin lama makin
menghilang, pasien juga mengeluhkan ingus rasa tertelan, sakit kepala hilang
timbul serta nyeri pada pipi sebelah kiri hilang timbul. Riwayat bersin-bersin di
pagi hari, lebih dari 5 kali sekali serangan dan disertai rasa gatal pada hidung dan
mata semenjak usia 6 tahun. Pada pemeriksaan fisik tanda vital, status generalis
dalam batas normal, Pada pemeriksaan rinoskopi anterior: Terlihat massa pada
kavum nasi sinistra berwarna putih pucat, mengkilat, licin, mudah digerakkan,
bertangkai dan tidak menyebabkan nyeri jika disentuh. Pemeriksaan MSCT sinus
paranasalis, Massa solid memenuhi antrum maxilla kiri hingga cavum nasi
posterior kiri dan choane dengan karakteristik benign suspect antrochoanal polyp
kiri.

VI. DIAGNOSA

8
Rhinosinusitis Kronis dengan Polip Nasi

VII. PENATALAKSANAAN
Tindakan Operatif:
Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS)

Medikamentosa:
Ivfd RL 20 Tpm
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Inj. Asam Tranexamat 500 mg/8 jam
Inj. Ketorolac 1 amp/12 jam

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad Fungsionam : ad bonam
Ad Sanasionam : ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Rinosinusitis didefinisikan sebagai peradangan pada mukosa hidung dan salah
satu atau lebih mukosa sinus paranasal, umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis
sehingga sering disebut sebagai rinosinusitis. Bila mengenai beberapa sinus disebut
multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.6
Definisis rinosinusitis menurut kriteria adalah inflamasi pada mukosa hidung dan
sinus paranasal yang ditandai dengan adanya dua atau lebih gejala, salah satunya harus
termasuk sumbatan hidung /obstruksi / kongesti (sekret hidung anterior / posterior),
nyeri / tekanan wajah, penurunan / hilangnya penghidu. Salah satu dari temuan
endoskopi berupa polip dan / atau sekret mukopurulen dari meatus medius dan / atau
edema / obstruksi mukosa dimeatus media. Kemudian pada gambaran tomografi

9
komputer memperlihatkan perubahan mukosa dikompleks osteomeatal dimeatus
media.2,5
Berdasarkan definisi di atas, dapat dilihat bahwa rinosinusitis dapat dibedakan lagi
menjadi kelompok dengan polip nasi dan kelompok tanpa polip nasi. Alasan rasional
rinosinusitis kronik dibedakan antara dengan polip dan tanpa polip nasi berdasarkan
pada beberapa studi yang menunjukkan adanya gambaran patologi jaringan sinus dan
konka media yang berbeda pada kedua kelompok tersebut.7

Berdasarkan beratnya penyakit, rinosinusitis dapat dibagi menjadi, ringan, sedang


dan berat berdasarkan skor total visual analoque scale (VAS). Ringan = 0-3, sedang = 3-
7,dan berat = 7-10, nilai VAS > 5 mempengaruhi kualitas hidup pasien. Berdasarkan
lamanya penyakit, rinosinuitis dibagi menjadi rinosinusitis akut yakni kurang dari 12
minggu dan Kronik, lebih dari 12 minggu.2,3

3.2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, prevalensi RSK pada dewasa mencapai 13-16 % dari populasi
penduduk. Berdasarkan data DEPKES RI tahun 2003 menyatakan bahwa penyakit
hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama.8
Rinosinusitis lebih banyak mengenai dewasa muda, paling sering pada kelompok
umur 15-24 tahun (30.6%), dengan umur paling muda adalah 15 tahun dan yang paling
tua adalah 75 tahun. Menurut European Position Paper on rhinosinusitis and nasal
polyps, prevalensi rinosinusitis kronik meningkat setelah masa pubertas dan berangsur-
angsur menurun pada usia pertengahan dan umur tua.9

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewi dkk, 2012 didapatkan 111
penderita yang terdiri dari 59 penderita rinosinusitis kronik tanpa polip dan 52 penderita
rinosinusitis kronik dengan polip, dengan umur termuda 15 tahun dan tertua 75 tahun.
Dimana angka kejadian laki-laki lebih banyak dari pada perempuan yaitu masing-
masing 52.3% dan 47% dimana laki-laki lebih sering berada di luar rumah sehingga
lebih sering terpapar polusi udara, debu, udara dingin dan kering dapat mengakibatkan

10
perubahan pada mukosa dan kerusakan silia. Seperti diketahui bahwa faktor lingkungan
seperti polusi udara, debu, udara dingin dan kering dapat mengakibatkan perubahan
pada mukosa dan kerusakan silia.10

3.3. Etiologi
Beberapa etiologi dan faktor predisposisi dalam rinosinusitis antara lain ISPA
akibat virus, bermacam rinitis, terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita
hamil, polip nasi, kelainan anatomi seperti septum deviasi atau konka hipertrofi,
sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan
imunologik, diskinesia silia seperti pada sindrom Kartagener, keadaaan ini lama-
kelamaan menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia.3
Salah satu etiologi rinosinusitis adalah polip nasi yang dapat timbul pada hidung
yang tidak terinfeksi kemudian menyebabkan sumbatan yang mengakibatkan
rinosinusitis. Sampai saat ini etiologi polip masih belum diketahui dengan pasti tapi ada 3
faktor yang penting dalam terjadinya polip, yaitu, adanya peradangan kronik yang
berulang pada mukosa hidung dan sinus, adanya gangguan keseimbangan vasomotor dan
adanya peningkatan tekanan cairan interstisial dan edema mukosa hidung.3

3.4. Patofisologi
Dalam keadaan sehat, sinus berada dalam kondisi steril, tetapi karena
kedekatannya dengan flora hidung dan nasofaring, bila terjadi rinitis dapat terjadi
inokulasi bakteri dan atau virus. Sekret yang diproduksi oleh mukosa sinus pada
keadaan normal mengandung antimikroba dan sangat sedikit nutrien sehingga akan
menyulitkan pertumbuhan bakteri. Sekret ini akan selalu dikeluarkan dari rongga sinus
melalui transpor mukosiliar.2,3
Kompleks ostiomeatal (KOM) meliputi semua ostium yang bermuara pada meatus
medius dan secara anatomis merupakan daerah konstriksi yang cenderung untuk terjadi
blokade. Disamping itu, diameter fungsionalnya juga kecil, seperti misalnya ostium
sinus maksila hanya sebesar 2-4 mm, sedangkan ostium sel etmoid lebih kecil lagi.

11
Kompleks ostiomeatal memegang peranan penting untuk terjadinya fungsi sinus yang
normal dan kesehatan sinus. Pada KOM terdapat hubungan antara meatus medius dan
sinus grup anterior terutama sel etmoid anterior. Bila ada deformitas anatomis (misalnya
konka bulosa) atau ada proses penyakit yang menyebabkan dua permukaan mukosa
kontak langsung, akan timbul stasis siliar lokal dan selanjutnya dapat timbul satu atau
lebih infeksi sinus.11
Sebagai lingkaran tertutup, dimulai dengan adanya inflamasi mukosa hidung yang
kemudian akan menyebabkan timbulnya pembengkakan (udem) dan proses eksudasi.
Pembengkan yang terja di seluruh permukaan mukosa hidung termasuk ostium sinus
paranasal pada daerah KOM akan mengakibatkan terjadinya obstruksi (blokade) pada
ostium sinus. Obstruksi ostium sinus akan menyebabkan gangguan ventilasi dan
drainase. Gangguan drainase ini akan menyebabkan sistem transpor mukosiliar yang
normal terganggu dimana keadaan ini akan memberi suatu kondisi yang ideal untuk
terjadinya multiplikasi bakteri. Bakteri juga memproduksi toksin yang akan merusak
silia. Selanjutnya dapat terjadi perubahan jaringan menjadi hipertofi, polipoid atau
terbentuk polip dan kista.3,11
Oksigen yang ada di dalam rongga sinus akan diresorbsi oleh mukosa sehingga
terjadi hipoksia. Hipoksia merupakan suatu keadaan dengan kadar oksigen dan pH yang
menurun serta didapatkan tekanan negatif dalam rongga sinus. Kondisi ini akan
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan sekresi kelenjar sehingga terjadi
transudasi. Peningkatan eksudat serous serta penurunan fungsi silia mengakibatkan
terjadinya retensi sekresi di rongga sinus.12

Pada dasarnya patofisiologi rinosinusitis kronik memiliki banyak kesamaan dengan


rinosinusitis akut tetapi dengan beberapa perbedaan. Adanya episode rinosinusitis akut
yang multipel dapat menimbulkan disfungsi mukosa yang kemudian mengarah pada
terjadinya RSK. Selain itu, proses yang mendasari RSK tidak selalu infeksi, lebih sering
karena adanya proses inflamasi yang terus menerus. Secara histologis, pada rinosinusitis
akut, didapatkan proses eksudatif yang ditandai dengan infiltrasi netrofil dan nekrosis,
sedangkan pada RSK didapatkan proses proliferatif yang ditandai dengan adanya

12
penebalan mukosa dan lamina propria dan sel infiltratif yang dominan adalah eosinofil
pada penderita alergi maupun yang non alergi.12

3.5. Gejala Klinis


Banyak kasus rinosinusitis kronis yang asimptomatik, atau bermanifestasi
dengan tanda dan gejala tidak spesifik seperti kelelahan, sakit kepala, dan / atau nyeri
pada area wajah. Manifestasi lain dapat mencakup hidung tersumbat, dan keluarnya
cairan hidung / bernanah.13
Menurut EP3OS keluhan subyektif yang dapat menjadi dasar rinosinusitis
kronik adalah, Keluhan buntu hidung pasien biasanya bervariasi dari obstruksi aliran
udara mekanis sampai dengan sensasi terasa penuh daerah hidung dan sekitarnya,
Sekret / discharge nasal dapat berupa anterior atau posterior nasal drip. Abnormalitas
penciuman, fluktuasi penciuman berhubungan dengan rinosinusitis kronik yang
mungkin disebabkan karena obstruksi mukosa fisura olfaktorius dengan/tanpa alterasi
degeneratif pada mukosa olfaktorius. Nyeri tekanan fasial lebih nyata dan terlokalisir
pada pasien dengan rinosinusitis akut, pada rinosinusitis kronik keluhan lebih difus dan
fluktuatif.14

Tabel 1. Faktor-faktor yang berkaitan dengan diagnosis rinosinusitis kronik.14


Major factors Minor factors
Facial pain, pressure (alone does not constitute a Headache
suggestive history for rhinosinusitis in absence of another Fever
major symptom) (all nonacute)
Facial congestion, fullness Halitosis
Obstruksi nasal /blockage Fatigue
Nasal discharge/ purulence/ discolored nasal drainage Dental pain
Hyposmia/anosmia Cough
Purulence in nasal cavity on examination Ear pain/pressure/
Fever (acute rhinosinusitis only) in acute sinusitis alone fullness
does not constitute a strongly supportive history for acute
in the absence of another major nasal symptom or sign

13
Pada hasil pemeriksaan fisik rinoskopi anterior dengan cahaya lampu kepala
yang adekuat dan kondisi rongga hidung yang lapang (sudah diberi topikal dekongestan
sebelumnya). Dengan rinoskopi anterior dapat dilihat kelainan rongga hidung yang
berkaitan dengan rinosinusitis kronik seperti udem konka, hiperemi, sekret (nasal drip),
krusta, deviasi septum, tumor atau polip. Rinoskopi posterior bila diperlukan untuk
melihat patologi di belakang rongga hidung.14
Gejala polip nasi primer adalah hidung tersumbat, terasa ada masa dalam
hidung, sukar mengeluarkan ingus dan hiposmia atau anosmia. Gejala sekunder
termasuk ingus turun kearah tenggorok (post nasal drip), rinore, nyeri wajah, sakit
kepala, telinga rasa penuh, mengorok, gangguan tidur, dan penurunan prestasi kerja.3,14
Biasanya polip sudah dapat terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior. Polip
yang sangat besar dapat mendesak dinding rongga hidung sehingga menyebabkan
deformitas wajah (hidung mekar). Polip kecil yang berada di celah meatus medius
sering tidak terdeteksi pada rinoskopi anterior dan baru terlihat pada nasoendoskopi.
Pada pemeriksaan foto sinus paranasal sering menunjukkan rinosinusitis. Pada
pemeriksaan CT scan akan terlihat bagaimana selsel ethmoid dan kompleks ostio-meatal
tempat biasanya polip tumbuh.3

3.6. Diagnosis
Penegakan Diagnosis rinosinusitis akut untuk pelayanan primer yaitu
berdasarkan gejala, pemeriksaan radiologis tidak diperlukan (foto polos sinus paranasal
tidak direkomendasikan). Di dapatkan gejala kurang dari 12 minggu, onset tiba-tiba
dari dua atau lebih gejala, salah satunya termasuk hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti
atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior), ± nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah ±
penurunan/ hilangnya penghidu dengan interval bebas gejala bila terjadi rekurensi
dengan validasi per-telepon atau anamnesis tentang gejala alergi, seperti bersin, ingus
encer seperti air, hidung gatal dan mata gatal serta berair.9
Penegakan diagnosis rinosinusitis akut untuk dokter spesialis THT yaitu onset
tiba-tiba dari dua atau lebih gejala, salah satu termasuk hidung tersumbat/ obstruksi/
kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior): ± nyeri wajah/ rasa tertekan di
wajah ± penurunan/ hilangnya penghidu. Pemeriksaan hidung (edema, hiperemis, pus) .

14
Pemeriksaan mulut (post nasal drip), singkirkan infeksi gigi Pemeriksaan THT termasuk
Nasoendoskopi Pencitraan (Foto polos sinus paranasal tidak direkomendasikan)
Tomografi komputer juga tidak direkomendasikan, kecuali terdapat, penyakit sangat
berat, pasien imunokompromais (penurunan imunitas), tanda komplikasi.10
Diagnosis rinosinusitis kronik dengan atau tanpa polip hidung pada ewasa untuk
pelayanan kesehatan primer yaitu, gejala lebih dari 12 minggu. Terdapat dua atau lebih
gejala, salah satunya harus berupa hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek
(sekret hidung anterior/ posterior): ± nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah ± penurunan/
hilangnya penghidu dengan validasi per-telepon atau anamnesis tentang gejala alergi,
ingus seperti air, hidung gatal, mata gatal dan berair, jika positif ada, seharusnya
dilakukan pemeriksaan alergi. (Foto polos sinus paranasal/ tomografi komputer tidak
direkomendasikan).10

Diagnosis rinosinusitis kronik dengan polip hidung pada dewasa untuk dokter
Spesialis THT yaitu, gejala selama lebih dari 12 minggu. Terdapat dua atau lebih gejala,
salah satunya harus berupa hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret
hidung anterior/ posterior): ± nyeri wajah / rasa tertekan di wajah ± penurunan/
hilangnya penghidu. Pada pemeriksaan Nasoendoskopi tampak polip bilateral yang
terlihat dari meatus medius dengan menggunakan endoskopi. Mengisi kuesioner untuk
alergi, jika positif dilakukan tes alergi bila belum dilakukan. Tingkat keparahan gejala
(dinilai berdasar skor VAS) ringan/ sedang/ berat.10

3.7. Penatalaksanaan

1. Rinosinusitis akut.

a. Antiinflamatori dengan menggunakan kortikosteroid topikal atau


sistemik. Kortikosteroid intranasal harus dipertimbangkan selama 14 - 21 hari
dalam kasus rinosinusitis akut. Kortikosteroid oral tidak boleh diresepkan
untuk mengobati rinosinusitis akut dalam layanan primer. Kortikosteroid
sistemik, banyak bermanfaat pada rinosinusitis kronik dengan polip nasi dan
rinosinusitis fungal alergi.2

15
b. Antihistamin dapat berperan dalam pengobatan rinosinusitis akut
dengan rinitis alergi yang mendasarinya. Antihistamin oral dapat mengurangi
gejala seperti, bersin, gatal hidung, sumbatan hidung dan rhinorrhoea.2
c. Antibiotik lini pertama yang direkomendasikan adalah amoksisilin-
klavulanat dengan 875/125 mg dua kali sehari selama 5-7 hari. Jika pasien
alergi amoxicillin-clavulanate, pengobatan dengan doxycycline 100 mg dua
kali sehari selama 5-7 hari. Jika pasien alergi atau tidak toleran terhadap
amoksisilin-klavulanat dan doksisiklin, pengobatan awal dapat levofloxacin
500 mg setiap hari selama 5-7 hari atau moxifloxacin 400 mg setiap hari
selama 5-7 hari.14
d. Selain itu dapat pula dipertimbangkan pemberian terapi adjuvan.
Salah satu terapi adjuvan RSK adalah irigasi nasal larutan garam. Irigasi nasal
larutan garam merupakan terapi adjuvan yang mudah dikerjakan, murah
harganya dan cukup efektif yang bertujuan untuk membantu memulihkan
fungsi mukosiliar hidung. Ditambah pula irigasi nasal larutan garam dapat
mengeluarkan bakteri, virus dan material alergi keluar dari hidung.11

16
Gambar 2. Skema penatalaksanaan rinosinusitis akut pada dewasa untuk
pelayanan kesehatan primer.9

2. Rinosinusitis Kronis
Penatalaksanaan rinosinusitis kronis dengan polip hidung pada dewasa dapat secara
non operatif dan operatif. Satu-satunya pengobatan yang efektif untuk polip nasal
adalah kortikosteroid. Baik bentuk oral maupun topikal, memberikan respon anti
inflamasi non-spesifik yang mengurangi ukuran polip dan mengurangi gejala sumbatan
hidung. Obat-obatan lain tidak memberikan dampak yang berarti.3

1. Non operatif
Kortikosteroid oral seperti prednison telah teruji untuk sumbatan yang
disebabkan polip nasal. Agen anti inflamasi nonspesifik ini secara signifikan

17
mengurangi ukuran peradangan polip dan memperbaiki gejala lain secara cepat.
Sayangnya, masa kerja sebentar dan polip sering tumbuh kembali dan munculnya
gejala yang sama dalam waktu mingguan hingga bulanan. Kortikosteroid topikal
hidung Tersedia semprot hidung steroid yang efektif dan relatif aman untuk
pemakaian jangka panjang dan jangka pendek seperti fluticson, mometason,
budesonid.3

2. Operatif
Menjelang operasi, selama 4 atau 5 hari pasien diberi antibiotik dan
kortikosteroid sistemik dan lokal. Hal ini penting untuk mengeliminasi bakteri dan
mengurangi inflamasi, karena inflamasi akan menyebabkan edema dan perdarahan
yang banyak, yang akan mengganggu kelancaran operasi. Kortikosteroid juga
bermanfaat untuk mengecilkan polip sehingga operasinya akan lebih mudah.3
Dengan persiapan yang teliti, maka keadaan pasien akan optimal untuk
menjalani bedah sinus endoskopi dan kemungkinan timbulnya komplikasi juga
ditekan seminimal mungkin.3
Dapat dilakukan ekstraksi polip (polipektomi) menggunakan senar polip atau
cunam dengan analgetik lokal, bisa juga dengan menggunakan alat yang sangat
menguntungkan seperti microdebrider yang dapat memotong langsung menghisap
polip sehingga perdarahan sangat minimal, yang terbaik ialah Bedah Sinus
Endoskopik Fungsional (BSEF).3

18
Gambar 3. Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronik dengan atau tanpa polip
hidung pada dewasa untuk pelayanan kesehatan primer.10

19
Gambar 4. Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronik dengan polip hidung pada
dewasa untuk dokter spesialis THT.10

Prinsip penatalaksanaan rinosinusitis kronik tanpa polip nasi pada orang dewasa
dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan medikamentosa dan pembedahan. Terapi
medikamentosa berupa pemberian antibiotik, antihistamin, dekongestan, kortikosteroid
dan mukolitik tergantung kuman penyebab, etiologi dan kondisi lainnya yang perlu
dipertimbangkan. Sedangkan terapi suportif atau terapi adjuvan yang dianjurkan antara
lain adalah humidifikasi, irigasi nasal. Bila terapi medikamentosa tidak berhasil atau

20
penyebabnya jelas pada KOM dapat dipertimbangkan bedah sinus endoskopi fungsional
(BSEF).14

Gambar 5. Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronik tanpa polip hidung pada


dewasa untuk dokter Spesialis THT.9

3.8. Komplikasi
Komplikasi yang disebabkan oleh rinosinusitis akut ataupun kronik dapat berupa
komplikasi lokal (mukokel, osteomielitis), komplikasi orbita dan komplikasi
intrakranial. Komplikasi orbita umumnya terjadi akibat perluasan infeksi rinosinusitis
akut pada anak sedangkan pada anak yang lebih besar dan orang dewasa dapat
disebabkan oleh rinosinusitis akut ataupun kronik.15

21
Klasifikasi komplikasi orbita menurut Chandler terdiri dari:15
1. Selulitis periorbita, peradangan pada kelopak mata yang ditandai dengan
edema pada kelopak mata.
2. Selulitis orbita, peradangan dan edema sudah meluas ke orbita, ditandai dengan
adanya proptosis, kemosis dan gangguan pergerakan bola mata. Biasanya bisa
meluas menjadi abses orbita dan kebutaan.
3. Abses periorbita (abses subperiosteal), pembentukan dan pengumpulan pus
antara periorbita dan dinding tulang orbita, yang ditandai dengan proptosis
dengan perubahan letak bola mata, gangguan pergerakan bola mata dan
penurunan visus.
4. Abses orbita: terdapat pembentukan dan pengumpulan pus di orbita ditandai
dengan optalmoplegi, proptosis dan kehilangan penglihatan
5. Trombosis sinus kavernosus: sudah terjadi perluasan infeksi ke sinus
kavernosus yang ditandai dengan proptosis, optalmoplegi, kehilangan
penglihatan disertai perluasan tanda infeksi ke mata yang sehat dan tanda-tanda
meningitis.

22
BAB IV
ANALISA KASUS

Telah dilaporkan satu kasus rinosinusitis kronis polip nasi dengan pada seorang
laki-laki usia 29 tahun dan telah menjalani operasi FESS. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, yang memberikan gambaran kearah
rinosinusitis kronis dan polip, dilakukan rinoskopi anterior, yang memberikan gambaran
polip. Pemeriksaan penunjang seperti CT Scan sinus paranasal juga sangat dibutuh
sebelum dilakukan tindakan operasi, karena dengan pemeriksaan ini kita bisa
mengetahui dari mana asal tumbuhnya polip dan bisa mengetahui secara pasti apakah
telah ada komplikasi sinusitis sehingga operasi dapat direncanakan dengan baik.
Berdasarkan kepustakaan, penegakkan diagnosis rinosinusitis kronis dengan
polip nasi dapat dilakukan dengan anamnesis yang cermat dan pemeriksaan fisik. Pada
pasien ini didapatkan keluhan utama berupa hidung tersumbat, hipoosmia dan suara
sengau yang mengarah pada diagnosis polip nasi. Terdapat ingus rasa tertelan, sakit
kepala hilang timbul serta nyeri pada pipi sebelah kiri hilang timbul, Riwayat bersin-
bersin di pagi hari, lebih dari 5 kali sekali serangan dan disertai rasa gatal pada hidung
dan mata semenjak usia 6 tahun hal ini mengarah pada diagnosis rinosinusitis.. Pada
kepustakaan disebutkan keluhan utama penderita polip nasi dan rinosinusitis adalah
hidung rasa tersumbat dari ringan hingga berat, rinore yang jernih hingga purulen,
hipoosmia atau anosmia. Dapat juga disertai bersin-bersin, rasa nyeri dihidung disertai
sakit kepala didaerah frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin didapati post nasal
drip dan rinore purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul adalah bernafas melalui
mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup. Selain itu
dapat juga menyebabkan gejala pada saluran napas bawah, berupa batuk kronik dan
mengi, terutama pada penderita polip nasi dengan asma.
Ada beberapa faktor predisposisi terjadinya polip antara lain alergi terutama
rhinitis alergi, sinusitis kronis, iritasi dan sumbatan hidung oleh kelainan anatomi
seperti deviasi septum dan hipertrofi konka. Pada pasien ini diduga kuat faktor
predisposisi untuk terjadinya polip adalah rhinitis alergi persisten yang ditegakkan

23
berdasarkan gejala klinis yaitu bersin berulang dengan keluarnya cairan jernih encer,
hidung dan mata gatal, kadang keluar air mata. Keluhan ini timbul saat udara dingin
ataupun terpapar debu. Sedangkan pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak kedua
cavum nasi sempit, sekret bening, konka inferior berwarna livide, terdapat massa lunak,
bertangkai, bulat, soliter, dapat digerakkan, berwarna putih keabu-abuan. Dari
kepustakaan, gambaran konka inferior berwarna livide dengan sekret serous
menunjukkan adanya rhinitis alergi. Terapi bisa berupa medikamentosa dan operatif,
berdasarkan kepustakaan tindakan operatif dilakukan jika gagal terapi medikamentosa
berupa terapi kortikosteroid baik lokal atau topikal. Pada pasien ini kemungkinan akan
terjadi rekurensi karena diperkirakan disebabkan oleh alergi, sedangkan pasien belum
dilakukan tes alergi.

24
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. Kasim M, Fitriyani N, Buchori RM. Hubungan Rinosinusitis Kronik Dengan


Rinitis Alergi. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada. 2020;11(1):271-277.
Tidak tercapainya cakupan
penderita
2. Husain S, Amilia HH, Rosli MN. Management of Rhinosinusitis DMinyang mengakses
in Adults
pelayanan kesehatan dasar di
Primary Care. Malays Fam Physician. 2018; 13(1); 28–33. Puskesmas Simpang Sungai
Duren dengan
3. Budiman BJ, Asyari A. Diagnosis Dan Penatalaksanaan Rinosinusitis Denganpencapaian 41 %
dari target 100%
Polip Nasi. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang. 2014. p.1-7.
4. Husni T, Pradista A. Faktor Predisposisi Terjadinya Rinosinusitis Kronik di
Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Zainoel Banda Aceh. J Kedokteran Syiah Kuala.
2012; 12(3): 132-6.
5. Hoffmans R, Wagemakers A, Drunen CV, Hellings P, Fokkens W. Acute and
Chronic Rhinosinusitis and Allergic Rhinitis in Relation to Comorbidity,
Ethnicity and Environment. Epidemiology of ARS, CRS and AR. Plos One. J
Phone. 2018; 13(2): 1-14.
6. Rosenfeld RM, Piccirillo JF, Chandrasekhar SS, Brook I, Kumar KA. Clinical
Practice Guideline: Adult Sinusitis.Otolaryngology-Head and Neck Surgery.
2015; 152(2S): S1-S39.
7. Selvianti, Kristyono I. Patofisiologi, Diagnosis dan Penatalaksanaan
Rinosinusitis Kronis Tanpa Polip Nasi Pada Orang Dewasa Muda. Dep/SMF
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung TenggorokBedah Kepala dan Leher. Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya. 2008. p.1-19
8. Samara AP, Sutikno B, I’tishom R. Gambaran Derajat Keparahan Gejala Pasein
Rinosinusitis Kronik di RSUD DR. SOETOMO SURABAYA. Jurnal Ilmiah
Ilmu Kesehatan.2020;8(2):235-245.
9. Fokkens W, Lund V, Mullol J, Bachert C, Cohen N, Cobo R. European Position
Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps. 2012; 23: 1-298.

25
10. Dewi E, Hasibuan M, Nursiah S, Aliandri. Profil Penderita Rinosinusitis Kronik
yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopik Fungsional di Rumah Sakit H. Adam
Malik Medan 2008-2011. The Journal of Medical School, University of
Sumatera Utara.2012;45(3):135-9.
11. Maharyati R, Kristyono I. Peran Irigasi Nasal Larutan Garam Pada Rinosinusitis
Kronis. Dep/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala
dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo
Surabaya. 2013. p. 33-45.
12. Mahardhika MR, Kristyono I. Remodeling Mukosa Pada Rinosinusitis Kronis.
Dep/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Jurnal THT – KL. 2014; 7(1): 26–36.
13. Jobran BS, Alotaibi AE, Asiri A, Alhayyani RM, Almanie NI. Nasal Polyps and
its Histo-pathological Evaluation. The Egyptian J of Hospital Medicine. 2018;
70(11): 2022-24.
14. Eric P. Skye. Acute Rhinosinusitis in Adults. UMHS Rhinosinusitis Guideline.
Guidelines for Clinical Care Ambulatory. 2018. p.1-9.

15. Huriyati E, Budiman BJ, Anwar HK. Laporan Kasus Rinosinusitis Kronis
dengan Komplikasi Abses Periorbita. Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1):
314-20.

26

Anda mungkin juga menyukai