1, Juni 2010
Abstract
Civil service quality correlated with bureaucracy quality at one state that civil service reform is absolute prerequisite
required just for secure for professional governance management. Indonesian government, utilizing reform momentum
on 1999 by publishes Law No. 43 Years 1999 on the changes in Law No. 8 Years 1974 on the Ordinance of the Civil
Service. Reform is done in each civil service aspect, but fact points out is still a lot of problems in principle consisting of
two highlights: (1) internal problems of the civil service itself; (2) external problems that regard civil service function and
professionalism. Started from merit system’s principle that can’t be implemented in recruitment process yet. Government
failure for civil service reform have borne moral hazard bureaucrat and also ability gap between task and responsibility
(lack of competencies). Need to repair comprehensively not just in system domain and regulation, but also touch norm
and value structure that shall be embedded to civil servant as giving as public service. Fixed up comprehensively that
expected will form quality and bureaucracy performance that orient to society need (service delivery culture).
Abstrak
Kualitas kepegawaian berkorelasi dengan kualitas birokrasi di suatu negara di mana reformasi kepegawaian adalah
prasyarat mutlak untuk menjamin terselenggaranya manajemen tata pemerintahan yang profesional. Pemerintah
Indonesia memanfaatkan momentum reformasi pada tahun 1999 dengan menetapkan Undang-Undang No 43 Tahun
1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Reformasi
dilakukan di setiap aspek kepegawaian, namun masih ada berbagai permasalahan yang dapat dikemukakan sebagai
berikut: (1) permasalahan internal kepegawaian itu sendiri; (2) permasalahan eksternal yang berkaitan dengan fungsi
dan profesionalisme kepegawaian. Mulai dari prinsip sistem merit yang belum diterapkan dalam proses rekrutmen.
Kegagalan pemerintah melaksanakan reformasi kepegawaian melahirkan perilaku birokrat yang menyimpang dan
juga kesenjangan kemampuan dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab (tidak kompeten). Perbaikan secara
komprehensif perlu dilakukan tidak sekedar pada domain sistem dan regulasi, namun juga pada norma dan tatanan nilai
yang harus ditanamkan kepada pegawai negeri sebagai pelayan publik. Perbaikan secara komprehensif diharapkan
akan mampu meningkatkan kualitas dan kinerja birokrasi yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat (budaya
penyelenggara pelayanan publik).
pelayanan dan pemerintahan. Baik buruknya di Indonesia. Pada masa Orde Baru, wajah
suatu birokrasi negara sangat dipengaruhi oleh birokrasi termasuk pegawai sebagai salah
kualitas kepegawaian negaranya. satu unsurnya, sangat kental dengan kekuatan
Kinerja birokrasi pelayanan publik politik dalam sistem korporatisme negara.
menjadi isu kebijakan sentral yang semakin Pada masa reformasi, pilar birokrasi sangat
strategis karena perbaikan kinerja birokrasi rawan terhadap intervensi politik sehingga
memiliki implikasi dan dampak yang luas netralitas dan independensi PNS sebagai
dalam kehidupan bernegara. Penyelenggaraan penyelenggara pemerintahan menjadi sangat
pemerintahan yang baik dan demokratis terganggu dan berada pada posisi yang
mensyaratkan kinerja dan akuntabilitas aparatur dilematis. Para pegawai beranggapan bahwa
yang makin meningkat. Oleh karenanya lebih baik memiliki koneksi dengan kekuasaan
reformasi birokrasi merupakan kebutuhan yang sangat menguntungkan bagi jabatan,
dan harus sejalan dengan perubahan golongan, dan karirnya.
tatanan kehidupan politik, kemasyarakatan, Kondisi yang demikian telah
dan dunia usaha. Dalam peta tantangan mendorong perilaku PNS untuk bekerja secara
nasional, regional, dan internasional, aparatur instant, malas-malasan, cenderung cari muka,
negara dituntut untuk dapat mewujudkan dan mengutamakan pelayanan kepada atasan
profesionalisme, kompetensi dan akuntabilitas. daripada melayani masyarakat. Tidak ada
Mengutip pernyataan Effendi (2006) semangat dalam menciptakan inovasi, kreasi,
mungkin Indonesia adalah salah satu negara dan invensi yang tumbuh dari dalam diri PNS.
yang tidak memberikan perhatian besar pada Demikian pula dengan disiplin, integritas,
reformasi administrasi. Hal ini terbukti dengan loyalitas, kapabilitas, dan kompetensi dalam
program reformasi kepegawian yang justru bekerja juga tidak diperhatikan yang kemudian
terlihat jalan ditempat. Setelah melakukan berujung pada rendahnya produktivitas kerja
reformasi melalui Ditetapkannyan Undang- dan capaian sasaran kinerja yang telah
UndangNo 43 Tahun 1999 tentang Pokok- ditetapkan sebelumnya. Hal ini diperkuat
Pokok Kepegawaian, tidak terlihat upaya konkrit dengan hasil penelitian yang menunjukkan
pemerintah untuk segera mereformasi sistem bahwa tingkat etos kerja dan produktivitas
kepegawaian secara menyeluruh. Seolah kerja PNS jauh lebih rendah yaitu hanya sekitar
dapat dilihat bahwa reformasi kepegawaian 50%, jika dibandingkan dengan etos kerja dan
identik dengan perubahan remunerasi semata, produktivitas dari pegawai yang bekerja di
bukan upaya peningkatan kompetensi dan sektor swasta (Lemlit UNPAD, 2006).
profesionalisme kerja. Akar permasalahan buruknya
Beberapa hasil survei yang dilakukan kepegawaian negara di Indonesia pada
oleh lembaga ilmiah menunjukkan bahwa para prinsipnya terdiri dari dua hal penting
pegawai lebih banyak mengedepankan materi, (Prasojo, 2007): (1) persoalan internal sistem
uang, kekuasaan, dan jabatan saat bekerja, kepegawaian negara itu sendiri, (2) persoalan
tanpa adanya upaya menunjukkan prestasi/ eksternal yang mempengaruhi fungsi dan
kinerja yang baik (Jipolis, Vol.II, No.21 Tahun profesiolisme kepegawaian negara. Dan
2007). Hal ini sebenarnya bukan merupakan situasi problematis terkait dengan persoalan
hal baru karena sudah berlangsung sejak internal sistem kepegawaian dapat dianalisis
lama dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memperhatikan subsistem yang
pembangunan. Karena posisi penting inilah dan netralitas aparatur negara, desentralisasi
reformasi kepegawaian dalam konteks reformasi kewenangan kepegawaian dengan tetap
birokrasi perlu terus menerus dilakukan. mempertahankan mobilitas dan peningkatan
Reformasi kebijakan manajemen kepegawaian kesejahteraan PNS. Fakta menunjukkan bahwa
di Indonesia ditandai dengan ditetapkannya reformasi yang dilakukan belum memberikan
Undang- Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang hasil yang sesuai. Masih terdapat banyak
Pokok-Pokok Kepegawaian yang merupakan permasalahan yang terjadi dalam setiap level
penyempurnaan dari peraturan sebelumnya manajemen PNS, mulai dari rekruitmen hingga
yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 pemberhentian.
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Ada Rekrutmen pegawai masih dipandang
beberapa kondisi yang melatarbelakangi seakan-akan menjadi kebutuhan proyek
perlunya dilakukan penyempurnaan tersebut. tahunan dan bukan sebagai kebutuhan akan
Pertama, penyempurnaan diperlukan guna peningkatan kualitas pelayanan publik dan
mempersiapkan kepegawaian negara yang penyelenggaraan pemerintahan. Indikasi ini
mampu melaksanakan Tap MPR RI Nomor sangat nyata apabila dilihat bahwa job analysis
X/MPR/1998 dan Tap MPR RI Nomor IX/ sebagai persyaratan untuk menentukan
MPR/1998. Karena perubahan stratejik job requirement masih belum dimiliki oleh
yang akan terjadi setelah pemilu 1999, pemerintah. Pernyataan ini turut diperkuat oleh
maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun Naqib (2000) yang menyebutkan bahwa faktor
1974 dipandang tidak cukup memadai untuk dominan sebagai penyebab kinerja pegawai
mendukung kebutuhan pembangunan nasional negeri sipil tidak efektif dan belum memberikan
dan karena itu harus disempurnakan dengan kontribusi yang optimal khususnya dalam
pendekatan manajemen sumber daya manusia memberikan pelayanan kepada masyarakat,
sebagai landasan pikirnya. Pendekatan sumber bahkan terkesan menjadi pengangguran
daya manusia memandang keseluruhan terselubung adalah karena kebijakan
siklus pengembangan kepegawaian, mulai rekrutmen pegawai di instansi pemerintah tidak
dari tahap perencanaan, pendidikan dan berdasarkan perencanaan tenaga kerja tetapi
pelatihan, pemanfaatan dan pembinaan serta lebih didasarkan pada faktor kepentingan politik
penetapan kompensasi sebagai suatu proses dan kekuasaan (Herman, 2006). Keadaan ini
yang terintegrasi dan tak dapat dipisahkan. diperburuk dengan adanya faktor KKN tanpa
Sementara itu, perubahan stratejik setelah perhitungan dan pertimbangan kemampuan
pemilu yang dimaksud adalah perubahan dan keahlian.
sistem pemerintahan, hubungan pusat- Melihat ujian yang dilakukan dalam proses
daerah, serta dalam penyelenggaraan rekrutmen, maka rekrutmen PNS di Indonesia
pelayanan publik. Terkait dengan hal ini, sesungguhnya didasarkan pada berapa
Undang-UndangNomor 8 Tahun 1974 jumlah (formasi) yang dibutuhkan dan pada
dinilai sudah tidak sesuai dengan tuntutan tingkat serta kualifikasi pendidikan seperti
dinamika serta perkembangan masyarakat apa yang dibutuhkan. Jadi secara umum,
dan pemerintahan. Penyempurnaan yang sistem rekrutmen PNS yang berjalan selama
dituangkan dalam Undang-UndangNomor ini belum dilakukan secara merit sistem
43 Tahun 1999 diarahkan untuk mengatur yang mengutamakan kompetensi, melainkan
struktur kepegawaian negara, profesionalitas sebatas didasarkan pada tingkat dan kualifikasi
lain, jenis tunjangan sangat banyak, tetapi terendah dan tertinggi terlalu kecil (1:3)
tidak memperhatikan tugas, wewenang dan 4. Sistem pensiun yang kurang menjamin
tanggungjawab, serta prinsip-prinsip keadilan. kesejahteraan pegawai negeri setelah
Bahkan, total tunjangan yang diberikan lebih memasuki masa pensiun.
besar dari gaji yang diterima PNS (Hainudy, Sistem reformasi pemberhentian
2010). PNS juga belum dilakukan secara cermat.
Skala penggajian yang diterapkan Masih banyak kendala yang dihadapi di
mungkin merupakan sistem penggajian yang setiap kategori pemberhentian yang berlaku.
paling kompleks di dunia sebab meng-gunakan Misalnya, bervariasinya Batas Usia Pensiun
skala gabungan dan rasio antara gaji pokok (BUP) PNS yang ada saat ini bergantung
tertinggi dan terendah yang terlalu tipis. pada jenjang jabatan atau kedudukan tidak
Dalam PGPS, berdasarkan PP No. 8 Tahun memiliki dasar pertimbangan yang konkrit dan
2009 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri jelas. Disamping itu, ada BUP PNS yang dapat
Sipil dikenal gaji pokok terendah sebesar diperpanjang dan ada yang tidak. Disamping
Rp 1.040.000 (Gol. I/a dengan masa kerja 0 itu, permasalahan juga muncul terkait dengan
tahun) dan gaji tertinggi Rp 2.306.500 (Gol. filosofi dasar perpanjangan BUP, yaitu alasan
IV/e dengan masa kerja 0 tahun). Selain itu, situasi kondisional karena ketidak-tersediaan
ada tunjangan struktural untuk para pejabat PNS supaya ada waktu untuk melakukan
eselon IV sampai eselon I. kaderisasi. Padahal faktanya seringkali
Dalam Undang-Undang No 43 Tahun kebijakan tersebut hanya menjadi bahan
1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian komoditi politis dan menjadi dasar legitimasi
Pasal 7 Ayat 1 dikatakan bahwa ”Setiap untuk memperpanjang BUP. Semua bermuara
Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang dari tidak dilakukannya pengaturan tentang
adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan BUP yang tidak terhimpun dalam suatu wadah
dan tanggungjawabnya”. Selanjutnya dalam khusus, melainkan terpencar-pencar dalam
ayat (2) disebutkan bahwa ”Gaji yang diterima berbagai peraturan, keputusan, dan bentuk
oleh Pegawai Negeri harus mampu memacu peraturan lainnya.
produktivitas dan menjamin kesejahteraannya.” Selain terkait dengan perubahan
Namun dalam kenyataannya, sistem manajemen kepegawaian, substansi yang juga
remunerasi yang diterapkan bagi Pegawai termuat dalam reformasi kepegawaian adalah
Negeri dirasakan tidak memacu kinerja dan perlunya pembentukan Komisi Kepegawaian
produktivitas karena: Negara. Pasal 13 Ayat (3) UU No 43 Tahun
1. Jumlahnya tidak memenuhi kebutuhan 1999 tentang Perubahan terhadap UU No. 8
hidup layak dan kondisi seperti ini diduga Tahun 1974 tentang Pokok Pokok Kepegawaian
sebagai pendorong terjadinya korupsi Negara menetapkan adanya komisi independen
2. Struktur gaji dan cara penetapan gaji yaitu Komisi Kepegawaian Negara yang terdiri
yang tidak dikaitkan dengan bobot jabatan atas 5 anggota yang mewakili stakeholder
masing-masing pegawai, kompetensi dan penting yang belum dibentuk oleh Pemerintah.
prestasi mereka Bentuk lembaga independen seperti ini makin
3. Besaran gaji, khususnya untuk jabatan- banyak digunakan di berbagai negara karena
jabatan manajerial dan profesional yang dipandang sebagai bentuk kelembagaan yang
jauh dibawah sektor swata dan ratio lebih cocok untuk mewadahi proses perumusan
kebijakan yang lebih demokratis. Komisi Penilaian Prestasi Pegawai (DP3) yang tidak
Kepegawaian Negara menyiapkan desain bisa dijadikan sebagai indikator kinerja. Ada
materi eksaminasi, pelaksanaan perekrutan, dua alasan yang menyebabkan DP3 tidak
sampai kepada penetapan calon PNS yang mengukur kinerja pegawai: Pertama, indikator
terpilih. Untuk menjaga inde-pendensi Komisi yang sangat abstrak misalnya loyalitas dan
Kepegawaian Negara, para anggota direkrut kepemimpinan dalam praktek penilaian tidak
secara profesional melalui fit and proper test bisa diturunkan dalam indikator yang lebih
seperti halnya komisi-komisi lain yang ada konrit. Kedua, proses penilaian sangat subjektif
pada saat ini. Namun, sampai saat ini komisi oleh pimpinan kepada bawahan.
tersebut belum terbentuk karena berbagai Reformasi lain yang sudah dilakukan
kepentingan dari pihak-pihak yang terlibat. dalam bidang kepegawaian adalah pilot project
Beberapa reformasi yang sudah reformasi tunjangan kinerja yang dijalankan
dan sedang dilakukan oleh pemerintah di beberapa kementerian dan lembaga
terkait dengan Kepegawaian Negara adalah pemerintah lainnya. Reformasi ini dimulai
penganggaran berbasis kinerja, dimana sejak tahun 2006 di Kementerian Keuangan
setiap anggaran yang dibuat oleh instansi atas komitmen politik yang sangat kuat dari
pemerintah harus mencerminkan kinerja Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan.
yang akan dicapai. Reformasi penyusunan Dengan melakukan sejumlah perubahan
anggaran berbasis kinerja ini sebenarnya antara lain penempatan pegawai berbasis
tertuang dalam UU N0. 17 tahun 2003 tentang kompetensi, pembentukan kantor pelayanan
Keuangan Negara. Dengan ketentuan ini setiap yang baru, pemangkasan sejumlah struktur
instansi harus memiliki ukuran kinerja dalam internal yang tidak dibutuhkan, pengukuran
anggaran yang dibuatnya. Setiap individu kinerja dan pemberian tunjangan kinerja,
dalam instansi yang bersangkutan juga harus reformasi remunerasi telah mem-buahkan
memiliki kontrak kinerja individual. Setiap tahun hasil perubahan yang cukup positif. Meskipun
setiap instansi pemerintah diwajibkan untuk harus diakui bahwa reformasi ini tidaklah
membuat Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi mudah karena harus merubah budaya dan
Pemerintah (LAKIP) yang mencerminkan pola pikir para pegawai negeri. Disamping
capaian yang sudah dicapai dalam tahun itu, reformasi ini justru telah menyebabkan
yang sudah berjalan. Lembaga Administrasi berkurangnya penghasilan yang dibawa
Negara juga sudah menerbitkan pokok-pokok pulang (take home pay) oleh para pejabat
ketentuan tentang Manajemen Kinerja baik di Departemen Keuangan, karena sistem
bagi organisasi maupun pegawai negeri. yang lebih transparan dan akuntabilitas. Tiga
Ketentuan manajemen kinerja sebagaimana tahun implementasi reformasi tunjangan
diatur dalam UU No. 17 tahun 2003, dalam kinerja di Departemen Keuangan dianggap
LAKIP maupun dalam pedoman manajemen berhasil oleh pemerintahan dan dilanjutkan
kinerja ini tampaknya tidak memberikan disejumlah kementerian dan lembaga seperi
hasil yang maksimal bagi instansi maupun di Kejaksaan Agung, Kepolisian Republik
pegawai negeri sipil. Karena pada dasarnya Indonesia, Mahkamah Agung, Badan
indikator kinerja ini tidak dipergunakan sebagai Pemeriksa Keuangan dan Sekretariat Negara.
basis dalam penilaian kinerja individu untuk Tahun ini reformasi tunjangan kinerja akan
kenaikan jabatan dan penggajian. Penilaian dilanjutkan di beberapa kementerian dan
kinerja individu masih berbasis pada Daftar
42 Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 4, No.1, Juni 2010
diterima PNS semakin sulit diukur dan semakin standar kinerja, rendahnya gaji, dan promosi
tidak transparan. Sumber-sumber pembiayaan yang kental dengan afiliasi. Dalam prakteknya
gajipun sangat beragam, sehingga membuat yang terjadi adalah sulitnya mengawasi
income seseorang dalam jabatan negara membengkaknya kekayaan dan harta pegawai,
tidak transparan. Bahkan, besarnya gaji yang penerimaan hadiah dan gratifikasi menjadi hal
diterima oleh PNS hanya berkisar 20-30% dari yang lumrah, dan kehadiran pegawai menjadi
take home pay yang diterima oleh seorang tidak penting lagi.
PNS. Ini pula yang menyebabkan pemberian Arah pertumbuhan lain yang
suap dan gratifikasi dalam pelayanan publik dikehendaki untuk melakukan reformasi
dan penyelenggaraan pemerintahan. kepegawaian adalah penguatan pengawasan
Menaikkan gaji tanpa memperhatikan kode etik dan perilaku terhadap PNS. Dalam
faktor kinerja pegawai tidak akan efektif konteks ini ada dimensi yang harus diperhatikan.
bagi peningkatan kinerja birokrasi secara Pertama, terkait dengan lembaga yang akan
keseluruhan. Bahkan sebaliknya, gaji yang melakukan pengawasan, kedua terkait dengan
dinaikkan hanya akan menyebabkan inefisiensi substansi pengawasan. Berkaca dari praktek di
dan pemborosan anggaran negara. Sebagai beberapa negara, pengawasan terhadap PNS
pemicu kinerja juga perlu diterapkan sistem dilakukan oleh lembaga-lembaga independen
reward and punishment kepada pegawai yang profesional (seperti civil service gift
sehingga akan lebih mencerminkan prinsip commission, civil service property commission).
keadilan dalam penilaian kinerja. Reward Sedangkan menyangkut dimensi substansi
akan memberikan reaksi pada pegawai dapat meliputi pengawasan terhadap harta
untuk mempertahankan dan bahkan lebih dan kekayaan PNS, pengawasan terhadap
meningkatkan kinerja dan prestasi kerja. kode etik, pengawasan penerimaan hadiah,
Sebaliknya, punishment akan menimbulkan dan pengawasan terhadap PNS yang sudah
reaksi untuk meninggalkan atau tidak pensiun.
mengulang sikap yang buruk dalam melakukan Sedangkan menyangkut kooptasi
pekerjaan. Jika hal ini dapat diwujudkan, bukan politik terhadap birokrasi, perlu kiranya
tidak mungkin tercapai peningkatan kinerja dilakukan reformasi hubungan antara pejabat
pegawai yang akan berdampak terhadap politik dan pejabat karir. Pemisahan antara
produktivitas organisasi secara keseluruhan. pemilihan pejabat politik dan pejabat karir
Persoalan internal lainnya dalam dalam suatu jabatan dimaksudkan untuk
sistem kepegawaian adalah lemahnya menjamin agar birokrasi tidak diisi oleh pejabat-
pengawasan terhadap perilaku dan disiplin pejabat politik, tetapi oleh pejabat-pejabat karir
pegawai. Sebagai suatu sistem, maka yang telah meniti karir melalui jenjang karir dan
sub sistem kepegawaian saling terkait. merit yang jelas. Perlu kiranya memikirkan
Artinya ketidakjelasan sistem rekrutmen, pemisahan antara kementrian (yang dipimpin
penggajian, pengukuran kinerja dan promosi oleh seorang menteri) dan birokrasi (dengan
juga berdampak pada pengawasan terhadap istilah baru penulis “Departemen”) yang
perilaku dan disiplin pegawai. Keterkaitan ini dipimpin oleh seorang pejabat karir. Sedangkan
ibarat lingkaran setan yang sulit ditentukan untuk meng-akomodasi kepentingan politik
ujung pangkalnya. Lemahnya penegakkan menteri, perlu ditunjuk pejabat politik sebagai
pengawasan disebabkan oleh ketiadaan staf khusus menteri.
Reformasi politik yang terjadi telah yang terjadi di sejumlah kementerian dan
menyebabkan tingginya kooptasi politik atas lembaga pemerintah perlu dicatat, bahwa hal
birokrasi. Di banyak lembaga pemerintah baik ini menimbulkan sejumlah masalah: Pertama,
di pusat maupun di daerah, proses pengisian reformasi tersebut tanpa dijiwai oleh semangat
jabatan dalam birokrasi tidak ditentukan untuk memperbaiki kinerja pemerintahan.
berdasarkan sistem merit dalam birokrasi, Para pejabat dan pegawai hanya memiliki
melainkan oleh kedekatan dan afiliasi politik keinginan atas kenaikan tunjangan kinerja yang
seorang pegawai negeri kepada para politisi. akan diperolehnya, sehingga dikhawatirkan
Disamping itu, kuatnya etnosentrisme dalam tidak memiliki relevansi dengan perbaikan
otonomi daerah juga telah menyebabkan kinerja. Kedua, reformasi tunjangan kinerja
proses pengisian jabatan dalam birokrasi yang dilakukan secara bertahap ini juga
yang berdasarkan pada semangat putra menimbulkan kecemburuan bagi instansi
daerah. Sistem kepegawaian Indonesia telah pemerintah lainnya yang belum mendapatkan
mengarah pada spoil system yang terkooptasi tunjangan kinerja, sehingga menimbulkan
oleh kepentingan politik dan tidak dapat disinsentif bagi pejabat dan pegawai di instansi
ditransfer antar daerah. (Green, 2005). lain. Ketiga, sampai saat ini belum dilakukan
Pada sisi lainnya, komisi kepe- evaluasi atas pelaksanaan dan hasil reformasi
gawaian negara yang dimandatkan dalam tunjangan kinerja yang dilakukan oleh beberapa
UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok kementerian dan lembaga pemerintah tersebut.
Kepegawaian sampai saat ini belum terbentuk.
Komisi ini juga mengalami persoalan karena
ketua dan sekretarisnya dijabat oleh Ketua PENUTUP DAN KESIMPULAN
dan Sekretaris Badan Kepegawaian Negara.
Arah pertumbuhan yang harus dilakukan Pola pikir birokrat sebagai penguasa
adalah mengubah struktur keanggotaan dan bukan sebagai pelayan publik telah
Komisi Kepegawaian Negara yang berasal dari menyebabkan sulitnya melakukan perubahan
kalangan independen melalui fit dan proper test. kualitas pelayanan publik. Tidak meng-
Terbentuknya Komisi Kepegawaian Negara herankan jika kompetensi birokrat masih belum
diharapkan dapat memperkuat kebijakan dan memadai, prosedur pelayanan masih berbelit-
implementasi kebijakan kepegawaian negara. belit, dan harga pelayanan publik masih tidak
Hal lain yang patut memperoleh transparan. Hal ini tidak lepas penataan
perhatian dalam reformasi kepegawaian kepegawaian negara yang tidak pernah
di Indonesia adalah penyusunan berbagai dilakukan secara sungguh. Dapat dikatakan,
peraturan perundang-undangan (Peraturan reformasi kepegawaian negara merupakan
Pemerintah) yang dimandatkan oleh UU 43 agenda terpenting dalam reformasi birokrasi
tahun 1999. Sampai saat ini, hampir sepuluh secara keseluruhan.
tahun ditetapkannnya UU 43 tahun 1999, Reformasi kepegawaian merupakan
masih banyak Peraturan Pemerintah yang sub sistem dari reformasi birokrasi sehingga
belum dibuat sebagai peraturan pelaksanaan berhasil tidaknya reformasi kepegawaian
reformasi kepegawaian. Hal ini menyebabkan akan menentukan kualitas birokrasi yang
reformasi kepegawaian hanya menjadi wacana sedang berjalan. Reformasi kepegawaian yang
tanpa implementasi.
Terkait dengan Reformasi Birokrasi
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 47
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 4, No.1, Juni 2010
dilakukan pemerintah Indonesia sejak tahun Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS.
1999 sampai saat ini belum menunjukkan Vol.2 No.2 November 2008. ISSN:1978
keberhasilannya dalam meningkatkan kualitas – 7103. Jakarta: Puslitbang Badan
PNS. Langkah reformasi birokrasi ternyata Kepegawaian Negara.
tak semudah membalikkan telapak tangan, Badan Kepegawaian Negara. Civil Service:
karena pada dasarnya perubahan sistem harus Jurnal Kebijakan dan Manajemen
dibarengi dengan perubahan pola pikir dan PNS. Vol.3 No.1 Juni 2009. ISSN:1978
pola budaya aparatur negara yang nota bene – 7103. Jakarta: Puslitbang Badan
belum memiliki kultur sebagai pemberi layanan. Kepegawaian Negara.
Secara objektif, reformasi yang dilakukan Badan Kepegawaian Negara. Civil Service:
pada tataran rekruitmen, pelatihan, promosi, Jurnal Kebijakan dan Manajemen
kompensasi hingga pemberhentian masih PNS. Vol.3 No.2. November 2009.
terkendala banyak hal yang sebagian besar ISSN:1978 – 7103. Jakarta: Puslitbang
terkait dengan kekuasaan dan kepentingan Badan Kepegawaian Negara.
politik individu atau kelompok tertentu. Effendi, Sofian. 2006. Reformasi Aparatur
Ironisnya, reformasi kepegawaian dipandang Negara Untuk Melaksanakan
identik dengan perbaikan remunerasi semata. Pemerintahan Demokratis dan
Profesionalisme pegawai sebagai outcome Ekonomi Global. Makalah disampaikan
yang diharapkan dari pelaksanaan reformasi pada seminar nasional MIPI, 3-4 Mei
justru tidak terwujud. Maka dari itu, perlu di Medan. http://sofian.staff.ugm.ac.id/
adanya langkah berani dari pihak pemerintah artikel/Reformasi-Aparatur-Negara.
dengan mengesampingkan kepentingan- Effendi, Taufik. 2007. Agenda Strategis
kepentingan politik. Reformasi Birokrasi Menuju Good
Governance. https://www.setneg.go.id/
Hainudy, Ilham. 2010. Reformasi Sistem
Penggajian. Pikiran Rakyat. 2 Februari
REFERENSI 2010.
Herman. 2009. Kebijakan Manajemen
Aristo, Mario. (2009). Reformasi Birokrasi Kepegawaian Di Daerah: Analisis
Harus Dimulai dari Kepegawaian Dampak dan Implikasinya Berdasarkan
Negara. http://mediaindonesia.com Undang-UndangKepegawaian dan
Badan Kepegawaian Negara. Civil Service: Undang-UndangPemerintahan
Jurnal Kebijakan dan Manajemen Daerah. Jakarta: LIPI Press.
PNS. Vol.1 No.1 Juni 2007. ISSN:1978 Herman. 2006. Analisis Implementasi Kebijakan
– 7103. Jakarta: Puslitbang Badan Rekrutmen PNS Nasional. Jakarta:
Kepegawaian Negara. Puslitbang Badan Kepegawaian
Badan Kepegawaian Negara. Civil Service: Negara.
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS. Green, Amanda. 2005, in: East Asia
Vol.1 No.2 November 2007. ISSN:1978 Decentralizes. Making Local
– 7103. Jakarta: Puslitbang Badan Government Work. World Bank.
Kepegawaian Negara. Washington DC.
Badan Kepegawaian Negara. Civil Service: Prasojo, Eko. 2007. Reformasi Kepegawaian
(Civil Service Reform) di Indonesia.
48 Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 4, No.1, Juni 2010
Appendix
Homepages of major HRM agencies, HRD