Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

AKHLAK DAN ILMU AKHLAK


Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam 4
Diampu oleh dosen : Parihat Kamil, DRA., M.SI

Disusun Oleh :

Azizah Khairunnisa 10050019046


Mutiara Alifa Gunawan 10050019047
Kintana Shakira 10050019062
Pramesti Noer Aliffah 10050019087
Kelompok 1
Kelas B

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang, puji syukur
kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah Pendidikan Agama Islam
dengan judul “Akhlak dan Ilmu Akhlak” tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa
kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
membuat makalah ini.
Namun tidak terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik maupun saran dari pembaca demi memperbaiki makalah ini.
Kami sangat mengharapkan semoga dari makalah ini dapat diambil manfaatnya dan
besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat makalah lain
yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya.

Bandung, 10 Februari 2021

Penyusun,

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................I

DAFTAR ISI............................................................................................................................II

PENGERTIAN AKHLAK......................................................................................................1

ISTILAH-ISTILAH LAIN DALAM AHLAK......................................................................3

1. ETIKA.................................................................................................................................3
2. MORAL...............................................................................................................................4
3. ADAT ISTIADAT..................................................................................................................4

CIRI-CIRI KEBAIKAN DALAM ISLAM............................................................................6

ALIRAN-ALIRAN TENTANG PEMBENTUKAN AKHLAK...........................................8

CONTOH KASUS..................................................................................................................12

PENUTUP...............................................................................................................................13

I. KESIMPULAN............................................................................................................13
II. SARAN ....................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................0

II
PENGERTIAN AKHLAK

Kata Akhlak dalam bahasa Indonesia “baik/perilaku baik” adalah kelakuan yang baik
yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliqnya dan terhadap sesama
manusia. Kata “Akhlak” berasal dari bahasa Arab dan merupakan jamak taksir dari kata
khuluq, yang artinya tingkah laku atau tabiat, adat kebiasaan, dan budi pekerti. Dapat
diartikan sebagai syakhsiyyah, yang artinya kepribadian (personality).
Khuluq memiliki arti :
1. Tabiat : Budi pekerti
2. Al-’adah : Kebiasaan
3. Al-Muru’ah : Keperwiraan, kesatriaan
4. Ad-dien : Agama
5. Al-Ghadlabu : Kemarahan

Al-qur’an menjelaskan norma etik yang bersifat perintah dan larangan, seperti :
- Keharusan berlaku adil dan larangan berbuat dzolim,
- Keharusan berbakti pada orang tua dan larangan menyakiti mereka,
- Keharusan menolong dalam kebajikan dan larangan menolong dalam kejahatan.

Namun, secara terminologis kata “akhlak” mengacu pada masalah tabi’at/perbuatan


batin manusia yang memengaruhi dan mendorong lahirnya perbuatan nyata. Tidak semua
kata “akhlak” mengandung konotasi baik, seperti yang diungkapkan oleh :
1. Imam Al-Ghazali (Kitab Ihya Ulum Al-Din III:52) :
“akhlak adalah suatu sifat yang tetap pada jiwa seseorang yang mendorong untuk
melakukan sesuatu perbuatan (lahir) dengan mudah tanpa membutuhkan pemikiran
(lagi).”
2. Ibrahim Anis :
“akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-
macam perbuatan baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan
pertimbangan.”

1
3. Abdul Karim Zaidan :
“Akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan
sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk,
untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya.”

Hakikat “akhlak”/”khuluq” adalah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam
jiwa dan menjadi kepribadian. Akhlak menurut pandangan akal dan syar’a yaitu :
- Akhlak Mahmudah (terpuji)
- Akhlak Mazmumah (tercela)

Anis Matta (2006:14), akhlak adalah nilai dan pemikiran yang telah menjadi sikap
mental yang mengakar dalam jiwa dan tampak dalam bentuk dan perilaku yang bersifat tetap,
natural/alamiah. Dapat disimpulkan makna akhlak di atas, secara substansial tampak saling
melengkapi, dan ada 5 ciri perbuatan akhlak, yaitu :
1. Perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi
kepribadian.
2. Perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pikiran.
3. Perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa paksaan atau
tekanan dari luar.
4. Perbuatan yang dilakukan sesungguhnya bukan main-main atau bersandwara.
5. Perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena
ingin dipuji.

Perbuatan manusia yang termasuk pada “akhlak” harus memenuhi syarat-syarat


sebagai berikut :
1. Perbuatannya berulang-ulang.
2. Perbuatannya timbul dengan mudah/sudah menjadi kebiasaan tanpa berpikir panjang.
3. Perbuatannya dilakukan sengaja.
4. Perbuatannya dilakukan dengan bebas.

2
ISTILAH-ISTILAH LAIN DALAM AHLAK

1. Etika

Secara_kebahasaan, kata "Etika" berasal dari bahasa Yunani "ethikos, ethos" yang
berarti: adat, kebiasaan, praktik." (Kamus Filsafat,1996: 217). Etika merupakan bagian dari
pembahasan filsafat. Sebagaimana disebutkan di dalam Kamus Istilah Pendidikan dan Umum
(1981: 144) bahwa "etika adalah bagian dari fisafat yang mengajarkan keluhuran budi (baik
dan buruk)."

Di dalam Ensiklopedi Pendidikan diterangkan bahwa "etika adalah filsafat tentang


nilai, kesusilaan tentang baik dan buruk, Etika mempelajari nilai-nilai, ia juga merupakan
pengetahuan tentang nilai-nilai itu sendiri."

Di dalam Dictionary of Education (1973: 219) dikatakan; Ethics; the study of human
behavior not only to find the truth of things as they are but also to enquire into the worth or
goodness of human actions (Etika adalah studi tentang tingkah laku manusia, tidak hanya
menentukan kebenaran sebagaimana adanya, tetapi juga menyelidiki manfaat atau kebaikan
dari seluruh tingkah laku manusia).

Sebagai salah satu cabang dari filsafat, etika menentukan ukuran baik dan buruk
melalui pertimbangan akal pikiran, Dalam konteks ini, Hamzah Ya'qub (1983: 13)
merumuskan bahwa: 'Etika ialah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang
buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal
pikiran." Perbedaan akhlak dengan etika:

Akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika, jika etika dibatasi
pada sopan santun antar sesama manusia, serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiniah.
Akhlak lebih luas maknanya dari pada yang telah dikemukakan terdahulu serta mencakup
pula beberapa hal yang tidak merupakan sifat lahiriah. Misalnya yang berkaitan dengan sikap
batin maupun pikiran (M. Quraish Shihab, 1996: 261). Sebagai ilustrasi: seorang kaya yang

3
sebenarnya pelit atau kikir pada suatu saat dapat memberikan hartanya kepada orang lain,
karena ingin disebut dermawan atau demi popularitas. Sebaliknya, ada orang yang berjiwa
dermawan tetapi di satu saat tidak memberi apa-apa kepada orang lain, lantaran tidak
memiliki harta lagi setelah ditimpa musibah.

Dari ilustrasi di atas dapat diketahui bahwa seseorang yang menampakkan perilaku
secara lahir belum tentu menggambarkan sisi batinnya. Orang kaya di atas mau memberi
sumbangan, karena sedang mencari popularitas. Sebaliknya, orang yang jatuh miskin di atas
tidak memberi bukan lantaran tidak memiliki jiwa/hati kedermawanan, tetapi tidak ada yang
dapat diberikannya.

2. Moral

Moral merupakan penjabaran dari nilai, tetapi tidak seoperasional etika. Secara
etimologis, kata moral (Inggris) berasal dari bahasa Latin: moralis, mos, atau mores (adat,
istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku, kelakuan). (Kamus Filsafat, 1996: 672)

Dalam bahasa Indonesia, kata moral diartikan sebagal "ajaran tentang baik dan/atau
buruk yang diterima umum, mengenai perbuatan, sikap, budi pekerti, dan susila". Atau
disebut juga kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah,
berdisiplin, dan sebagainya. Jika seseorang dikatakan bermoral, maka orang itu memnpunyai
pertimbangan baik dan buruk. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1997: 665)

Hamzah Ya'qub mengatakan, "yang disebut moral adalah sesuai dengan ide-ide yang
umum diterima tentang tindakan manusia yang baik dan wajar".

3. Adat Istiadat

Adat istiadat, merupakan konsep yang mencerminkan perilaku aktual dari anggota-
anggota kelompok sosial yang besar atau kecil. Adat istiadat juga merupakan konsep yang
mencerminkan apa yang dizinkan atau dilarang untuk diperbuat oleh anggota-anggota itu
sendir, Konsep ini merupakan model-model dan patokan-patokan kelakuan yang dianut

4
orang. Adat-istiadat secara keseluruhan mengandung moralitas dari suatu komunitas sosial.
Adat istiadat dapat berbeda karena perbedaan antara kelas-kelas dan lapisan sosial, perbedaan
tempat mereka dalam sistem sosial dan tingkat kebudayaannya (Kamus Filsafat, 1996: 673).

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa, antara moral, etika, adat istiadat, dan Ilmu
Akhlak memiliki persamaan dan sekaligus memiliki perbedaan. Persamaannya adalah sama-
sama menentukan hukum dan nilai perbuatan manusia dengan keputusan baik atau buruk.
Adapun perbedaannya terletak pada tolak ukur yang digunakan oleh masing- masingnya. Imu
Akhlak menilai perbuatan manusia dengan tolak ukur Al-Quran dan A1-Sunnah serta ljthad.
Etika dengan pertimbangan akal pikiran. Sedangkan moral dengan adat kebiasaan yang
umum berlaku pada masyarakat.

Dilihat dari segi sumbernya, baik nilai maupun moral dapat diambil dari wahyu Ilahi
ataupun dari budaya. Sementara etika lebih merupakan kesepakatan masyarakat pada suatu
waktu dan di tempat tertentu. Bila masyarakat bercorak religius, maka etika yang
dikembangkan pada masyarakat akan bercorak religius. Akan tetapi, bila suatu masyarakat
bercorak sekuler, maka etika yang dikembangkannya adalah kongkritisasi dari jiwa sekuler.

5
CIRI-CIRI KEBAIKAN DALAM ISLAM

Kebaikan akhlak adalah kebaikan yang didasarkan petunjuk syara’ dan akal sehat
manusia. Ibnu Miskawih menyatakan bahwa kebaikan manusia terletak pada “berpikir”.
Menurutnya manusia akan bahagia jika seluruh tingkah laku yang timbul didasarkan pada
pemikiran.
Menurut Al-Ghazali, akhlak yang baik selalu erat kaitannya dengan Allah SWT.
Sehingga untuk dapat mencapai akhlak yang mulia hanya dapat diraih dengan selalu
menjauhi segala larangannya dan selalu menjalankan segala perintahnya. Dapat diartikan,
standarisasi yang merupakan ciri akhlak yang baik adalah sebuah pengendalian dalam
menahan, mengatur, serta mendidik agar tidak berlebihan. Seperti sifat dermawan yang
merupakan upaya mendekatkan diri kepada Allah, hal itu merupakan akhlak yang mulia.
Al-Ghazali mengambil kesimpulan bahwa landasan akhlak yang baik itu jika sesuai
dengan pokok-pokok yang terdiri atas empat prinsip, yaitu:
1) Hikmah (kebijaksanaan), yaitu suatu keadaan jiwa yang dapat dipergunakan untuk
mengatur sikap marah dan mengendalikan nafsu syahwat, seerta mendorongnya
menurut kehendak hikmah.
2) Asy-Syaja’ah (keberanian), dimana keberanian menurut Al-Ghazali tidak boleh
berlebihan atau dinamakan tahawwur yakni berani tanpa perhitungan dan pemikiran
yang matang karena akan menimbulkan sifat sombong, cepat marah, dan takabur.
3) Al-Iffah (menjaga kehormatan diri),
4) Al-’Adl (bersikap adil)
Sedangkan akhlak tercela seperti yang digambarkan dalam Al-Quran memberikan
gambaran bahwa perilaku itu merupakan kemenangan tabiat buruk manusia bahwa pada
dasarnya kecenderungan manusia kepada keburukan dipengaruhi oleh hawa dan syahwatnya.
Oleh karena itu, dalam Al-Quran menjelaskan bahwa menuruti hawa nafsu merupakan ahlak
tercela. Ahlak tercela juga menggambarkan kebodohan, kesombongan, kerakusan, dsb.
Uraian tentang ukuran baik dan buruk menurut ajaran Islam mengisyaratkan bahwa
nilai kebaikan yang terkandung di dalamnya memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakannya
dengan ahlak wadh’iyah (ahlak ciptaan manusia). Ciri-ciri yang dimaksud adalah:

1. Tidak menentang fitrah manusia

6
2. Bersifat rasional. Tidak terdistorsi oleh perjalanan sejarah dan tidak teranomali oleh
kehidupan modern
3. Bersifat mutlak (al-khairiyah al-muthlaqah), yakni “kebaikan yang murni, baik untuk
individu maupun untuk masyarakat (dalam lingkungan, keadaan, waktu, dan tempat
apapun)”.
4. Bersifat menyeluruh (as-shalahiyyah al-’ammah), yaitu “kebaikan yang terkandung di
dalamnya merupakan kebaikan untuk seluruh umat manusia di segala zaman dan di
semua tempat”.
5. Bersifat tetap, langgeng, dan mantap. kebaikan yang terkandung di dalamnya bersifat
tetap, tidak berubah karena perubahan waktu, tempat, dan kehidupan masyarakat atau
zaman.
6. Bersifat kewajiban yang harus dipatuhi (al-ilzam al-mustajab). Yaitu kebaikan yang
terkandung dalam akhlak Islam merupakan hukum yang harus dilaksanakan sehingga
ada sanksi hukum bagi orang yang tidak melaksanakannya.
7. Pengawasan yang menyeluruh dan melekat (al-Raqabah al-muhithah).

7
ALIRAN-ALIRAN TENTANG PEMBENTUKAN AKHLAK

Dalam menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya akhlak, terdapat


tiga aliran yang sudah amat populer. Pertama,aliran nativisme, Kedua, aliran empirisme. Dan
ketiga, aliran konvergensi (Abuddinata, 2002 : 165)

1. Aliran nativisme : menurut aliran ini, bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap
pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaan dari dalam yang bentuknya
dapat berupa kecenderungan, bakat akal, dan lain-lain. Jika seseorang sudah memiliki
pembawaan atau kecenderungan kepada yang baik maka dengan sendiri nya orang
tersebut akan menjadi baik.

Aliran ini tampaknya begitu yakin terhadap potensi batin yang ada dalam diri
manusia, dan hal ini kelihatannya terkait erat dengan pendapat aliran intuisisme dalam
penentuan baik dan buruknya. Aliran ini juga terlihat kurang menghargai atau kurang
memperhitungkan pembinaan dan pendidikan atau pembentukan dan pendidikan.

2. Aliran empirisme : bahwa faktor yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan diri
seseorang adalah faktor dari luar, yaitu lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan
pendidikan yang diberikan. Jika pembinaan dan pendidikan itu baik, maka akan baik
pula anak itu. Aliran ini tampak begitu percaya kepada peranan yang dilakukan oleh
dunia pendidikan dan pengajaran.

3. Aliran konvergensi : aliran ini berbeda, karena aliran ini berpendapat bahwa
pembentukan akhlak di pengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan si anak dan
faktor dari luar (eksternal) yaitu pendidikan atau pembentukan dan pembinaan yang
dibuat secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial. Fitrah atau
kecenderungan kearah yang lebih baik yang ada di dalam diri manusia dibina secara
intensif melalui berbagai metode.

Aliran yang ketiga ini, yaitu konvergensi, tampak sesuai dengan ajaran islam. Hal ini
dapat di pahami dari QS: An-nahl [16] : 78 :

8
‫هّٰللا‬
ۙ َ‫ َد ‌ة‬QRِٕ‫ َر َوااۡل َ ۡفٕـ‬Q‫ص‬
ٰ ‫مۡ َع َوااۡل َ ۡب‬Q‫الس‬ َ ‫ا ۙ َّو َج َع‬Qiًٔ‫ونَ َش ۡيــٔـ‬Qۡ ‫و ِن اُ َّم ٰهتِ ُكمۡ اَل ت َۡعلَ ُم‬Qۡ ُ‫َو ُ اَ ۡخ َر َج ُكمۡ ِّم ۡۢن بُط‬
َّ ‫ل لَـ ُك ُم‬Q
َ‫لَ َعلَّ ُكمۡ ت َۡش ُكر ُۡون‬

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar
kamu bersyukur.”

Ayat tersebut memberikan petunjuk bahwa manusia lebih memiliki potensi untuk
dididik, yaitu penglihatan, pendengaran, dan hati sanubari. Potensi tersebut harus
disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran dan pendidikan.

Menurut Hamzah Ya’kub (1993:57) Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya


akhlak atau moral pada prinsipnya di pengaruhi dan di tentukan oleh dua faktor utama
yaitu faktor intern dan ekstern.

1. Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor yang datang dari diri sendiri yaitu fitrah yang
suci yang merupakan bakat bawaan sejak manusia lahir dan mengandung
pengertian tentang kesucian anak lahir dari pengaruh-pengaruh luarnya.

Setiap anak yang lahir ke dunia ini telah memiliki naluri keagamaan yang
nantinya akan mempengaruhi dirinya seperti unsur unsur yang ada dalam
dirinya yang turut terbentuk akhlak atau moral, diantaranya adalah:

a. instink adalah kesanggupan melakukan hal hal yang kompleks tanpa


latihan sebelumnya, terarah pada tujuan yang berarti bagi si subyek,
tidak disadari dan berlangsung secara mekanis (Kartini, Kartono, 1996)
: 100). Ahli-ahli psikologi menerangkan berbagai naluri yang menjadi
pendorong tingkah lakunya diantaranya, naluri makan, naluri berjodoh,
naluri keibu-bapakkan, naluri berjuang, naluri bertuhan, dan
sebagainya (Hamzah Ya’kub, 1993 : 30)

9
b. Kebiasaan. Salah satu faktor yang penting dalam pembentukan akhlak
adalah kebiasaan atau adat istiadat. yang dimaksud dengan kebiasaan
adalah perbuatan yang di ulang ulang sehingga menjadi mudah di
kerjakan (Hamzah Ya’kub, 1993 : 31)
c. Keturunan. Ahmad amin mengatakan bahwa perpindahan sidat sifat
tertentu dari orangtua kepada keturunannya, maka di sebut al-
Waratsah atau warisan sifat sifat. Warisan sifat tersebut, ada yang
diturunkan secara langsung ada yang tidak. Yang berarti bahwa,
langsung terhadap anaknya, kemudian yang tidak langsung misalnya
terhadap cucunya.
d. Keinginan atau kemauan keras, salah satu kekuatan untuk berlindung
dibalik tingkah laku manusia adalah kemauan keras atau kehendak.
Kehendak disini merupakan suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai
sesuatu. Itulah yang menggerakan manusia berbuat sungguh sungguh.
Seseorang dapat bekerja hingga laru malam dan pergi menuntut ilmu
yang jauh berkat kekuatan azam (kemauan keras).
e. Hati nurani. Pada diri manusia terdapat suatu kekuatan yang sewaktu
waktu memberikan pengertian (isyarat) apabila tingkah laku manusia
berada di ambang bahaya dan keburukan. Kekuatan tersebut adalah
“suara batin” yang dalam bahasa arab disebut “dhami” (Basuni
Imamuddin, 2001 : 314). Dalam Bahasa Inggris “Conscience” (John.
M. Echol,1987 : 139). Conscience adalah sistem moral seseorang,
kesadaran akan benar dan salah dalam tingkah laku. Fungsi hati nurani
adalah mengingat bahaya dalam melakukan perbuatan buruk.

2. Faktor Ekstern
Faktor Ekstern adalah faktor yang diambil dari luar yang mempengaruhi kelakuan
atau perbuatan manusia, yaitu meliputi:
a. Lingkungan
Salah satu faktor yang turut menntukan kelakuan seseorang atau suatu masyarakat
adalah lingkungan (milleu). Milleu adalah suatu yang melingkupi suatu tubuh yang
hidup (Hamzah Ya’kub, 1993: 31)

b. Pengaruh keluarga

10
Setelah manusia lahir maka akan terlihat dalam pendidikan yaitu memberikan
pengalaman yang baik pada anak kepada anak baik melalui penglihatan atau
pembinaan menuju terbentuknya tingkah laku yang diinginkan oleh orangtua.

c. Pengaruh sekolah
Sekolah adalah lingkungan pendidikan kedua setelah pendidikan keluarga, yang dapat
mempengaruhi akhlak anak. Didalam sekolah berlangsung beberapa bentuk dasar dari
kelangsungan pendidikan. Pada umumnya yaitu pembentukan sikap sikap dan
kebiasaan, dan kecakapan-kecakapan pada umumnya, belajar bekerjasama sma
dengan kawan kelompok melaksanakan tuntutan tuntutan dan contoh yang baik, dan
belajar menahan diri dari kepentingan orang lain. (Abu Ahmadi, 1991:269)

d. Pendidikan masyarakat
Masyarakat dalam pengertian yang sederhana adalah kumpulan individu dalam
kelompok yang diikat oleh ketentuan negara, kebudayaan dan agama. Ahmad D.
Marimba (tt:63) mengatakan; “Corak dan ragam dalam pendidikan yang dialami
seseorang dalam masyarakat banyak sekali. Hal ini meliputi segala bidang baik
pembentukan kebiasaan. Kebiasaan pengertian (pengetahuan), sikap dan minat
maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan”

11
CONTOH KASUS

Anthony Joshua yang merupakan seorang juara dunia kelas berat (WBA, IBF,
WBO, dan IBO) merupakan pria yang berhati lembut dan penuh kasih sayang. Ia
sangat peduli terhadap sesama dan dermawan.
Meskipun AJ memiliki kekayaan yang melimpah, namun ia tidak
menghamburkan uangnya untuk kesenangan pribadi. Ia selalu membagikan uangnya
kepada mantan pelatihnya, saudaranya, timnya, dan teman-temannya. Bahkan, ia
membantu membayar perawatan medis bagi orang tak mampu dan menyekolahkan
anak yang tak mampu.
AJ memilih untuk tinggal bersama ibu dan keluarganya dan hidup sederhana
meskipun bisa saja ia membeli rumah tinggal sendiri. Ia juga melakukan trip mewah
bersama teman-temannya dan membelikan mobil mewah untuk pelatihnya. AJ pun
sangat ramah kepada fans nya meskipun ia sudah menjadi bintang, terbukti dengan
beberapa kali AJ membalas email dari para fansnya.
Dari contoh kasus tersebut, AJ adalah seorang yang dermawan. AJ memiliki
akhlak terpuji (akhlak mahmudah) karena ia selalu bersikap dermawan dan menjadi
suatu kebiasaan. Kedermawanannya pun ia lakukan dengan sengaja dan tidak ada
paksaan dari pihak lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku AJ memenuhi
kategori akhlak.

12
PENUTUP

I. KESIMPULAN
Etika adalah ajaran yang berbicara tentang baik dan buruk dan yang menjadi
ukuran baik dan buruknya adalah akal. Karena memang etika adalah bagian dari
filsafat.
Moral adalah ajaran baik dan buruk yang ukurannya adalah tradisi yang
berlaku di suatu masyarakat.
Akhlak dalam kebahasaan berarti budi pekerti, perangai atau disebut juga
sikap hidup yang berbicara tentang baik dan buruk yang yang ukurannya adalah
wahyu tuhan.

Dari satu segi akhlak adalah buah dari tasawuf (proses pendekatan diri kepada
Tuhan), dan istiqamah dalam hati pun bagian dari bahasan ilmu tasawuf. Indikator
manusia berakhlak (husn al-khulug ) adalah tertanamnya iman dalam hati dan
teraplikasikannya takwa dalam perilaku. Aktualisasi akhlak adalah bagaimana
seseorang dapat mengimplementasikan iman yang dimilikinya dan mengaplikasikan
seluruh ajaran islam dalam setiap tingkah laku sehari- hari. Seperti akhlak kepada
tuhan, diri sendiri, keluarga, dan sesama manusia.

II. SARAN
Hendaknya kita sebagai muslim dapat menerapkan etika, moral, dan akhlak
kedalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan syariat islam. Karena dengan akhlak
yang baik, kita senantiasa melakukan ibadah kepada Allah dan menjalankan
syariat-syariat keislaman dengan baik pula.

13
DAFTAR PUSTAKA

Saepudin, Aep, dkk. 2020. Buku Panduan Pendidikan Agama Islam: Akhlak. Bandung:
LSIPK Universitas Islam Bandung

diglib.uinsby.ac.id/2522/5/Bab%202.pdf

Enoh, Drs., M.Ag. Konsep Baik (Kebaikan) dan Buruk (Keburukan) dalam Al-Quran

Rizal Mz, Syamsul. 2018. Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf. Bogor: Institut Ummul
Quro Al-Islami Bogor.

Anda mungkin juga menyukai