Anda di halaman 1dari 6

VISI UBB

"Terwujudnya UBB yang dikenal dan diakui di tingkat internasional sebagai universitas riset yang
menghasilkan sumberdaya dan karya-karya unggul di bidang pembangunan yang berkelanjutan didasari
keunggulan moral, mental dan intelektual untuk membangun peradaban bangsa."

MISI UBB
1. Menyelenggarakan pendidikan tinggi yang unggul dan berbasis riset dalam pembangunan yang
berkelanjutan dengan menintegrasikan keunggulan moral, mental dan intelektual bagi pembangunan
sumber daya manusia.
2. Meningkatkan kapasitas dan kualitas riset dan mengembangkan sistem manajemen penelitian dalam
mendukung pembangunan yang berkelanjutan sesuai kebutuhan masyarakat pada masa sekarangn
dan masa yang akan datang.
3. Meningkatkan kerja sama dengan pemangku kepentingan di tingkat lokal, nasional dan
internasional untuk mengembangkan, menigngkatkan promosi program, hasil dan menerapkan
ilmu pengethuan dan teknologi dalam pembangunan yang berkelanjutan di masyarakat.
4. Memperkuat tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik dengan mengembangkan
kepranataan menajemen sumberdaya, menciptakan dan memelihara iklim yang mendukung
prestasi riset.

TUJUAN UBB
1. Menghasilkan lulusan yang berkualitas, profesional, berkarakter kebangsaan dan berwawasan global
untuk memenuhi kebutuhan lokal, nasional dan internasional.
2. Menghasilkan karya-karya ilmiah yang unggul di bidang pembangunan berkelanjutan.
3. Mendedikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pembangunan yang berkelanjutan untuk
memajukan kesejahteraan masyarakat.
4. Terbentuknya lembaga dengan tata kelola yang kuat, akuntabel, dan bercitra baik, serta tercipta dan
terpeliharanya iklim yang mendukung prestasi riset.

SEJARAH SINGKAT UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG

Kehadiran Universitas Bangka Belitung (UBB) adalah cita-cita yang telah lama mengakar dalam diri
masyarakat Serumpun Sebalai. Ide pembentukan UBB telah menjadi pre Determinant dari
pembentukan Provinsi. Impian yang telah dipetakan jauh-jauh hari sebelumnya provinsi Bangka
Belitung lahir dan semakin mengemuka seiring dengan pembentukan provinsi Bangka Belitung
berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2000 Tentang Pembentukan
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, pada tanggal 21 November 2000.

Universitas Bangka Belitung resmi berdiri pada tanggal 12 April 2006. Pendirian ini berbekal Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor : 52/ D/O/ 2006 tertanggal 12 April 2006.
Pendirian UBB merupakan hasil penyatuan dari Politeknik Manufaktur Timah (Polman Timah),
Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER Bangka), dan Sekolah Tinggi Teknik Pahlawan 12 (STTP
12). Pada waktu itu lokasi kampus UBB masih terpencar dimana kampus I berada di Air Kantung
Sungailiat (Politeknik dan Fakultas Teknik). Kampus II menempati gedung milik Pemkab Bangka yang
secara bersama ditempati pula oleh STAIN dan STISIPOL; dan Kampus III menempati gedung pinjaman
Walikota Pangkalpinang. Namun seiring lonjakan jumlah mahasiswa, Yayasan UBB kemudian
merencanakan pembangunan kampus terpadu UBB yang terletak di lahan seluas 152 Ha bantuan
Pemerintah Provinsi dan PT Timah Tbk.

Pada awal berdirinya, status UBB secara de yure adalah pemilikan masyarakat, sedangkan secara de fakto
bisa dikatakan pemilikan Pemerintah Daerah baik Provinsi, Kabupaten dan Kotamadya sebagai penyangga
utama. Selain itu dukungan dari Perusahaan PT. Timah Tbk juga cukup besar yang juga memiliki ikatan
emosional langsung dengan salah satu cikal bakal UBB Polman Timah, yang pada tahun 2009 kemudian
berpisah dengan UBB dan bersamaan waktunya dengan UBB menjadi Politeknik Negeri dengan nama baru
Politeknik Manufaktur Negeri Bangka Belitung.

Senin 2 Maret 2009 telah menjadi momen bersejarah dengan peristiwa penyerahan aset UBB dan Polman
Timah kepada Pemerintah Pusat yang menegaskan bahwa proses menuju penegerian UBB adalah
merupakan suatu langkah pasti yang akan segera terwujud. Dan pada acara penyerahan aset ini pula,
Polman Timah kembali terpisah secara kelembagaan dengan UBB.

Pada acara yang bertajuk, "Penyerahan asset UBB dan Polman Timah kepada Pemerintah Pusat tersebut,
Gubernur menyerahkan aset UBB berupa tanah seluas kurang lebih 152 Ha, di desa Balunijuk kecamatan
Merawang, Yayasan Pendidikan Bangka Belitung, Ir Thobrani Alwi menyerahkan institusi berikut Sumber
Daya Manusia UBB, lalu masing-masing Direktur PT.Tambang Timah dan PT. Timah Industri
menyerahkan aset berupa lahan, keduanya anak perusahaan PT.Timah Tbk, pemilik lahan di kampus
Polman Timah. Sedang dari PT.Timah Tbk, Wachid Usman menyerahkan institusi Polman Timah.
Seluruhnya diserahkan ke Pemerintah pusat yang diwakili Direkur Jenderal pendidikan Tinggi (Dirjen
Dikti), Fasli Djalal P.hd. Bila dirupiahkan, Total aset UBB yang diserahkan kurang lebih 20 milyar,
sedangkan Polman mencapai 30 milyar rupiah.

Saat itu pengesahan status sebagai Universitas Negeri yang menjadi tujuan utama kembali menggelegar,
penyerahan asset menjadi api yang kembali membakar semangat dan antusiasme UBB untuk segera
dinegerikan. Menjadi Universitas Negeri adalah dambaan masyarakat Bangka Belitung. Seluruh tahapan
sudah dilalui dengan sempurna, hanya tinggal menunggu sebuah tanda tangan yang mensyahkan status
negeri UBB, tanda tangan Presiden Republik Indonesia.

Berkas administrasi yang telah diajukan ke Direktorat Perguruan Tinggi (Dikti) sangat memenuhi syarat
untuk status negeri UBB. Selain itu, dukungan penegerian UBB secara politis pun telah disampaikan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Komisi X dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI). Seluruh
komponen masyarakat Bangka Belitung menunggu pengesahan secara yuridis dari eksekutif atau
Pemerintah Pusat.

Penantian panjang itu akhirnya berbuah manis. Status negeri yang lama diperjuangkan sejak lama tersebut
resmi disandang Universitas Bangka Belitung (UBB) ketika Peraturan Presiden no.65 tahun 2010
dikeluarkan pada tanggal 19 November 2010 lalu di Jakarta.

Puncaknya adalah pada hari Senin tanggal 22 November 2010 ketika Prasasti Penegerian UBB
ditandatangani langsung oleh SBY di hadapan ribuan tamu yang memadati aula Uncen. Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono akhirnya secara resmi menandatangi prasasti Penegerian Universitas Bangka
Belitung (UBB) di hadapan jajaran kabinet Indonesia bersatu , tamu undangan dan ratusan mahasiswa di
Auditorium Universitas Cendrawasih (Uncen), Padang Bulan, Jayapura Papua Senin (22/11) pukul 09.30
WIT. Selain UBB, presiden Yudhoyono juga menandatangani prasasti untuk empat perguruan tinggi yang
lain yakni Politeknik Manufaktur Bangka Belitung, Universitas Musamus Merauke, Universitas Borneo
Tarakan serta Politeknik Batam dalam acara yang bertepatan dengan Temu Nasional BEM Nusantara itu.

Adapun yang mewakili Bangka Belitung dalam peresmian tersebut yakni Rektor UBB, Prof.Dr.Bustami
Rahman, M.Sc, Wakil Rektor II, A. Fauzi Amiruddin, S.H, M.H, sedangkan dari Polman Babel diwakili
Judi Kristanto, S.ST,M.Eng dan I Made Andik Setiawan. Turut hadir pula, Perwakilan Mahasiwa UBB
yang menjadi peserta dalam temu Nasional BEM Nusantara yakni wakil presma UBB, Angga Pratama dan
Fitri Megasari.

Saat ini jumlah mahasiswa yang menuntut ilmu di UBB sampai tahun ajaran 2020/2021 berjumlah lebih
dari empat ribu orang dan Lulusan yang telah diwisuda sampai kini telah mencapai lebih dari 5000 orang.

UBB didukung para tenaga pengajar (dosen) berkualitas lulusan dalam dan luar negeri yang semakin
bertambah jumlah dosen yang telah menyelesaikan studi S-3, dan akan terus meningkat seiring dengan
waktu yang terus berjalan dan komitmen UBB untuk meningkatkan kualitas dosen yang memiliki jenjang
akademik yang lebih tinggi Selain itu rencana strategis masa mendatang adalah penerapan good university
governance dan penerapan system jaminan mutu pendidikan untuk seluruh Fakultas dan Program Studi.

Ada banyak harapan masyarakat Bangka Belitung dari kehadiran UBB. Dengan motto "Unggul
Membangun Peradaban" UBB memiliki komitmen untuk menjadikan lembaga pendidikan ini unggul yang
tentunya didasari oleh keunggulan intelektual, mental, dan moral untuk membangun peradaban lokal dan
global.

LOGO UBB
Universitas Bangka Belitung memiliki logo, merupakan satu-satunya lambang yang berlaku dan mencakup
keseluruhan dinamika kehidupan keilmuan di UBB, yang bagian-bagian pentingnya terdiri atas tiga batang
pena berdiri tegak yang terbuat dari timah dan bermata pena emas; kubah pelindung, bulatan dunia, dan/atau
topi toga kebesaran akademik; samudera yang dalam dan luas yang tergambar dalam lima lapisan.

Pemahaman filosofinya digambarkan sebagai berikut :


a. Tiga batang pena yang berdiri tegak melambangkan Tri Dharma Perguruan Tinggi di Indonesia yang
didasari oleh tiga nilai keunggulan visi UBB : Intelektualitas, Moralitas dan Mentalitas yang tinggi,
menembus batas-batas kelokalan untuk menggapai peradaban kemanusiaan yang mendunia.

B. Tiga batang pena terbuat dari timah melambangkan sejarah masa keemasan timah sejak berabad-abad
yang lampau. Mata Pena Emas melambangkan kejayaan masa depan bagi kehidupan kemanusiaan.

c. Samudera yang luas dan dalam melambangkan persepsi manusia tentang keluasan dan kedalaman ilmu
pengetahuan. Persepsi manusia itu memperoleh signifikansinya dikala dihadapkan kepada kekuasaan Tuhan,
karena dengan tinta seluas dan sedalam samudera pun tidaklah cukup untuk menulis keseluruhan ilmu
pengetahuan yang dikaruniai oleh-Nya. Kelima lapisan samudera melambangkan kelima sila dasar Negara
Republik Indonesia yang kita cintai.

d. Bulatan kubah pelindung adalah lambang kerendahan hati. Betapapun tinggi cita-cita yang ingin diraih,
namun pada akhirnya tiba pada keterbatasan kemanusiaannya sendiri. Kebijakan atas landasan
kebijaksanaan menuntun UBB meraih cita-citanya.

e. Bulatan menggambarkan juga bola dunia yang melambangkan visi UBB yang ingin melepaskan diri dari
keterbatasan lokal, tetapi tetap berlandaskan pada nilai-nilai lokal yang mulia.

f. Bulatan juga menggambarkan topi toga kebesaran akademik. Simbol ini melambangkan kebesaran dan
kemuliaan ilmu pengetahuan, yang dengan itu manusia mampu mencapai derajat kemanusiaan yang tinggi di
muka bumi.

g. Warna dasar biru dan kuning melambangkan keluasan dan kedalaman, serta kemuliaan ilmu pengetahuan.
UBB memiliki panji warna biru langit (sky Blue). Setiap fakultas, program pasca sarjana dan organisasi
kemahasiswaan mempunyai panji yang berbeda-beda, yaitu :

1. Fakultas Teknik berwarna ungu.


2. Fakultas Pertanian, Perikanan dan Biologi berwarna hijau.
3. Fakultas Ekonomi berwarna kuning.
4. Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial berwarna merah.
5. Politeknik Manufaktur "Timah" UBB berwarna biru. (Sekarang telah berdiri sendiri dan berubah
nama menjadi Politeknik Negeri Bangka Belitung)

STRUKTUR ORGANISASI
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
INDONESIA

Rektor Universitas Bangka Belitung


Dr. Ibrahim, S.Fil., M.Si

Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan


Dr. Nizwan Zukhri, S.E., M.M

Wakil Rektor II Bidang Administrasi Umum dan Keuangan


Dr. Sri Rahayu, S.H., M.H.

Wakil Rektor III Bidang Perencanaan, Sistem Informasi dan Kerjasama


Riwan Kusmiadi, STP, M.Si

Dekan Fakultas Teknik


Wahri Sunanda, ST,. M.Eng

Dekan Fakultas Pertanian, Perikanan & Biologi


Dr.Tri Lestari, S.P., M.Si

Dekan Fakultas Hukum


Dr. Dwi Haryadi, S.H., M.H

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik


Dr. Diana Anggraeni, S.S, M.Hum

Dekan Fakultas Ekonomi


Dr. Reniati, S.E., M.Si

Kepala Biro Akademik, Kemahasiswaan dan Kerjasama (BAKK)


Hesty S.Si.,M.Pd

Kepala Biro Perencanaan, Keuangan, Kepegawaian dan Umum, (BPKKU)


Sugeng Riyadi Ak

Kepala UPT. Teknologi Informasi dan Komunikasi


Ghiri Basuki Putra, ST., MT

Kepala LP3M
M. Jumnahdi, ST, MT.

Kepala LPPM
Fournita Agustina, S.P., M.Si

Kepala UPT Perpustakaan


Budi Afriansyah, S.Si., M.Si

Kepala UPT Pusat Bahasa


Riwan Kusmiadi, STP, M.Si.

TINDAK pelecehan seksual tidak pandang bulu, baik siapa yang berisiko menjadi korban maupun siapa
yang menjadi pelaku. Tindak pelecehan dan kekerasan seksual yang dikutuk semua pihak ini tidak hanya
terjadi di zona-zona rawan, tetapi juga kerap terjadi di lembaga pendidikan, yang seharusnya sarat dengan
nilai-nilai kemanusiaan dan keadaban. Di institusi pendidikan tinggi, kasus pelecehan seksual bahkan ada
indikasi belakangan ini makin marak.

Dalam rangka menangani makin maraknya kasus pelecehan seksual di lembaga pendidikan tinggi, belum
lama ini telah dikeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30
Tahun 2021, tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Aturan yang diteken Menteri Nadiem Makarim pada 31 Agustus 2021 itu berlaku mulai tanggal 3
September 2021. Dalam Permendikbudristek No 30/2021 ini, selain diatur tentang ancaman sanksi bagi
pelaku tindak pelecehan seksual, juga diatur upaya pendampingan, pelindungan, dan pemulihan bagi
korban tindak pelecehan seksual di lingkungan PT (perguruan tinggi). Bagi pelaku tindak pelecehan
seksual di PT, mereka tidak hanya terancam dikenai sanksi administratif, tetapi juga sanksi berupa
pemecatan atau pemberhentian tetap.  

Faktor penyebab
Meski sempat menimbulkan protes dari sebagian kalangan tentang penggunaan frasa ‘tanpa persetujuan
korban’ yang dikhawatirkan melegalisasi perzinaan, dikeluarkannya Permendikbudristek No 30/2021 ini
bukan tanpa alasan. Ibarat gunung es, kasus pelecehan seksual yang terjadi di PT ternyata sangat masif.
Di luar kesan bahwa dunia PT aman-aman saja dari kemungkinan terjadinya tindak pelecehan seksual,
ternyata di balik itu tidak sekali-dua kali terjadi tindak pelecehan seksual yang dialami para insan kampus,
terutama dari para dosen ataupun pejabat kampus. Salah satu kasus dugaan terjadinya pelecehan sesual
terbaru yang kini menjadi pemberitaan media massa terjadi di Universitas Riau (Unri). Seorang mahasiswi
angkatan 2018 diduga mengalami pelecehan seksual oleh dosennya yang juga seorang dekan.
Sebelumnya, kasus pelecehan seksual juga terjadi di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri, Jawa
Timur. Kasus pelecehan seksual di IAIN Kediri diduga dilakukan oleh dosen terhadap mahasiswinya.
Daftar terjadinya kasus pelecehan seksual di PT dapat terus diperpanjang. Selain kasus di Unri dan IAIN
Kediri, tindak serupa juga pernah terjadi di IAIN Sultan Amai Gorontalo. Seperti dilaporkan media massa,
tindak pelecehan seksual yang terjadi di Gorontalo ini tercatat minimal dialami empat mahasiswi. Setelah
sejumlah mahasiswa melakukan unjuk rasa, dosen yang menjadi pelaku pelecehan seksual akhirnya
dipecat dengan tidak hormat. Beberapa kasus lain tindak pelecehan seksual di lingkungan PT dilaporkan
terjadi di UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang, Universitas Negeri Padang (UNP), Universitas Palangka
Raya (UPR), Universitas Negeri Jakarta, Universitas Jember. Bahkan, di kampus terkenal seperti
Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta sempat pula dilaporkan terjadinya kasus pelecehan seksual.
Sejumlah faktor yang menyebabkan tindak pelecehan seksual makin marak, yakni pertama, karena relasi
korban dan pelaku yang asimetris. Di lingkungan kampus bukan rahasia lagi bahwa posisi dosen umumnya
sangat superior dan menempatkan posisi mahasiswa dalam relasi yang subordinat. Bagi mahasiswa yang
tidak memiliki posisi bargaining yang setara, mereka umumnya tidak berdaya dan lemah ketika
berhadapan dengan ulah sebagian oknum dosen yang cabul.

Momen ketika mahasiswa tengah konsultasi, sedang menempuh ujian, dan lain sebagainya, sering
dimanfaatkan para dosen yang nakal untuk melancarkan aksi jahat dan hasrat syahwatnya yang tidak
terkendali. Mahasiswa yang lemah, mereka biasanya tidak mampu mengelak dan potensial menjadi korban
ulah dosennya yang melewati batas kepantasan dan moralitas. Kedua, berkaitan dengan kemungkinan
terjadinya power abuse yang dilakukan dosen atau pejabat kampus karena otoritas yang mereka miliki.
Seorang dosen yang berhak dan memiliki otoritas menentukan kelulusan mahasiswa, menentukan besar
nilai ujian mahasiswa, dan lain sebagainya. Ketika tidak mampu menjaga integritasnya, bukan tidak
mungkin mereka akan memanfaatkan posisinya untuk melakukan tindakan jahat. Ketiga, berkaitan dengan
iming-iming dan posisi pelaku yang menjanjikan pemberian keuntungan tertentu kepada korban. Dzeich &
Weiner (1990), dalam bukunya The Lecherous Professor: Sexual Harassment on Campus menyatakan
salah satu tipe tindak pelecehan seksual yang marak terjadi di kampus ialah yang mereka sebut dengan
istilah quid pro quo, yaitu seseorang yang karena kekuasaan yang dimilikinya memiliki peluang untuk
menundukkan korban. Dengan bujuk rayu, menampilkan sosok orang tua yang penyayang dan lain
sebagainya, seorang dosen bisa dengan mudah menipu mahasiswanya untuk menutupi intensi
seksualnya.   Watchdog Menurut data Komnas Perempuan, yang diekspose pada Oktober 2020, telah
terjadi sekitar 27% aduan kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi dalam
rentang waktu 2015-2020. Sementara itu, survei yang dilakukan Direktorat Jenderal Kemendikbudristek
pada 2020 menemukan sekitar 77% dosen yang disurvei mengakui telah terjadi tindak kekerasan seksual
di kampus mereka. Namun, sebanyak 63% dari dosen yang mengakui terjadinya tindak kekerasan seksual
di kampusnya itu memilih tidak melaporkan kasus yang terjadi alias mendiamkan saja. Berbeda dengan
pandangan umum, bahwa kampus ialah lingkungan yang steril dari tindak kejahatan, fakta yang ada
memperlihatkan bahwa PT ternyata merupakan salah satu zona yang sama berbahayanya dengan zona-
zona sosial yang lain. Di kampus, di satu sisi mahasiswa berkesempatan untuk belajar menuntut ilmu.
Namun, di sisi yang lain mahasiswa sesungguhnya rawan menjadi korban perilaku keliru yang dilakukan
sebagian oknum dosennya

. Untuk mencegah agar tidak terjadi lagi tindak pelecehan seksual di lingkungan kampus,

 langkah pertama yang dibutuhkan ialah kejujuran dan kebesaran hati dari pejabat dan insan kampus
untuk mengakui bahwa ada yang salah dan berpotensi disalahgunakan posisi superior dosen untuk
mengamankan hasrat seksualnya yang kelewat batas.

 Membuka jalur pengaduan dan memberi kesempatan kepada para mahasiswa


sebagai watchdog, yang memiliki kesempatan untuk mengadukan indikasi-indikasi tindakan dosennya
yang keliru, ialah salah satu cara untuk mencegah sejak dini kemungkinan terjadinya tindak pelecehan
seksual di kampus.

 Bersikap menutupi, bahwa di kampus tidak mungkin terjadi tindak pelecehan seksual, niscaya hanya
akan membuat ancaman tindak kemanusiaan ini makin marak. Sebaliknya, bersikap terbuka dan
bahkan membuka saluran pengaduan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya tindak pelecehan
seksual, maka upaya untuk mencegah agar hal ini tidak terjadi akan lebih mungkin diwujudkan.

Anda mungkin juga menyukai