LAPORAN PENDAHULUAN ATRESIA Wawancara Sudah
LAPORAN PENDAHULUAN ATRESIA Wawancara Sudah
ATRESIA ANI
DISUSUN OLEH:
NAMA :
BANDUNG
2021
Atresia berasal dari bahasa Yunani “a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi
atau makanan”. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak
adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital
atau disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang
seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh.
Atresia atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm yang mengakibatkan pembentukan lubang anus
yang tidak sempurna sehingga anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam
atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum
(sumber Purwanto. 2001 RSCM).
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital) yang mengakibatkan
tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003). Hal ini bisa
terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit
yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh,
misalnya atresia ani. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan
tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya.
Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
a) Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus.
b) Membran anus yang menetap.
c) Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-
macam jarak dari peritoneum.
d) Lubang anus yang terpisah dengan ujung.
2. Etiologi.
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada
sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh:
a) Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
b) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang anus.
c) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3
bulan.
d) Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan
otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal
mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang
terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani.
Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin
yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi carier saat kehamilan
mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang mempunyai sindrom
genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan kongenital lain juga beresiko
untuk menderita atresia ani (Purwanto, 2001).
Faktor Predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat
lahir, seperti :
a. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali pada
gastrointestinal.
b. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.
o) Kolon transversum.
Panjangnya ± 38 cm, membujur dari kolon desenden, berada dibawah abdomen,
sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis.
p) Kolon desendens.
Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas
ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon
sigmoid.
q) Kolon sigmoid.
Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak miring dalam
rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya
berhubungan dengan rektum.
r) Rektum.
Rektum terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor
dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sacrum dan os koksigis. Organ
ini berfungsi untuk tempat penyimpanan feses sementara.
s) Anus.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum
dengan dunia luar (udara luar). Terletak didasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh
sfingter :
1) Sfingter ani interus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak.
2) Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.
3) Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak.
Defekasi (buang air besar) didahului oleh transport. Feses ke dalam rektum yang
mengakibatkan ketegangan dinding rektum mengakibatkan rangsangan untuk reflex
defekasi sedangkan otot usus lainnya berkontraksi. M. Levator ani relaksasi secara
volunter dan tekanan ditimbulkan oleh otot-otot abdomen.
4. Patofisiologi.
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik,
sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari
bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan
struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.
Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan perkembangan struktur kolon antara
7-10 minggu dalam perkembangan fetal.
Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan
abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui
anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami
obstruksi. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru
lahir tanpa lubang anus. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak:
a) Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M. puborektalis)
dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum lebih dari 1 cm. Letak
upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital.
b) Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak menembusnya.
c) Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara kulit dan
ujung rektum paling jauh 1 cm.
8. Analisa data.
9. Diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
a) Pre Operasi.
1) Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus.
2) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.
3) Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit
dan prosedur perawatan.
b) Post Operasi.
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
3) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.
4) Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan perawatan
dirumah.
10. Intervensi keperawatan.
a). pre operasi.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. Azis Alimul . (2006) . Pengantar Ilmu Anak buku 2. Editor Dr Dripa Sjabana.
Purwanto, Fitri (2001). Buku Pedoman Rencana Asuhan Keperawatan Bedah Anak.Jakarta :
Amarta Jakarta.