Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ATRESIA ANI

DISUSUN OLEH:

NAMA :

1. RONALD ZAKARIAS JEZUA (1490121056)


2. SYLVYA NENDISA (1490121119)
3. MONIKA ANGGELIA TUMBOL (1490121105)
4. YAKOBIS RISVANDO HOZRON PESIWARISSA (1490121111)

PROGRAM PROFESI NERS XXVII


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL

BANDUNG

2021

1. Definisi / Batasan penyakit.

Atresia berasal dari bahasa Yunani “a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi
atau makanan”. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak
adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital
atau disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang
seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh.
Atresia atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm yang mengakibatkan pembentukan lubang anus
yang tidak sempurna sehingga anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam
atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum
(sumber Purwanto. 2001 RSCM).
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital) yang mengakibatkan
tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003). Hal ini bisa
terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit
yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh,
misalnya atresia ani. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan
tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya.
Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
a) Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus.
b) Membran anus yang menetap.
c) Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-
macam jarak dari peritoneum.
d) Lubang anus yang terpisah dengan ujung.

2. Etiologi.

Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada
sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh:
a) Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
b) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang anus.
c) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3
bulan.
d) Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan
otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal
mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang
terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani.
Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin
yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi carier saat kehamilan
mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang mempunyai sindrom
genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan kongenital lain juga beresiko
untuk menderita atresia ani (Purwanto, 2001).

Faktor Predisposisi

Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat
lahir, seperti :
a. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali pada
gastrointestinal.
b. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.

3. Anatomi & Fisiologi.


Gambar sistem pencernaan

Susunan saluran pencernaan terdiri dari :


a) Mulut.
Mulut atau oris adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian,
yaitu :
1) Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang di antara gusi, gigi, bibir dan
pipi.
2) Bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang di batasi sisinya
oleh tulang maksilaris, palatum mandibularis, di sebelah belakang bersambung
dengan faring.
Selaput lendir mulut ditutupi epitelium yang berlapis-lapis, di bawahnya terletak
kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini kaya akan pembuluh
darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensoris. Di sebelah luar mulut
ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir (mukosa). Otot
orbikularis oris menutupi bibir. Levator anguli oris mengangkat dan depresor anguli
oris menekan ujung mulut.
Palatum, terdiri atas 2 bagian yaitu :
1) Palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dan
sebelah depan tulang maksilaris dan lebih ke belakang terdiri dari 2 tulang
palatum.
2) Palatum yang dapat bergerak, terdiri mole (palatum lunak) terletak di belakang
yang merupakan lipatan menggantung atas jaringan fibrosa dan selaput lendir.
Gerakannya dikendalikan oleh ototnya sendiri, di sebelah kanan dan kiri dari tiang
fauses terdapat saluran lendir menembus ke tonsil.
b) Lidah.
Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir, kerja otot lidah
ini dapat digerakkan ke seluruh arah. Lidah dibagi atas tiga bagian, radiks lingua
(pangkal lidah), dorsum lingua (punggung lidah), dan apeks lingua (ujung lidah).
Pada pangkal lidah yang belakang terdapat epiglotis yang berfungsi untuk menutup
jalan nafas pada waktu kita menelan makanan supaya makanan jangan masuk ke jalan
nafas.
Pada bagian punggung lidah (dorsum lingua) terdapat puting-puting pengecap
atau ujung saraf pengecap. Frenulum lingua merupakan selaput lendir yang terdapat
pada bagian bawah kira-kira di tengah, jika lidah digerakkan ke atas nampak selaput
lendir. Flika sublingua terdapat di sebelah kiri dan kanan frenulum lingua, di sini
terdapat pula lipatan selaput lendir. Pada pertengahan flika sublingua ini terdapat
saluran dari grandula parotis, submaksilaris, dan glandula sublingualis. Fungsi lidah
yaitu mengaduk makanan, membentuk suara, sebagai alat pengecap dan menelan,
serta merasakan makanan.
c) Faring.
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan (esofagus). Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu
kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit merupakan pertahanan
terhadap infeksi. Di sini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan,
letaknya di belakang rongga mulut dan rongga hidung, di depan ruas tulang belakang,
ke atas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung melalui perantara lubang
bernama koana. Keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan
perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian superior
disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak
dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas ke
depan sampai di akar lidah sedangkan bagian inferior disebut laringofaring yang
menghubungkan orofaring dengan laring.
Menelan (deglutisio), jalan udara dan jalan makanan pada faring terjadi
penyilangan. Jalan udara masuk ke bagian depan terus ke leher bagian depan
sedangkan jalan makanan masuk ke belakang dari jalan napas dan di depan dari ruas
tulang belakang. Makanan melewati epiglotis lateral melaui ressus piriformis masuk
ke esophagus tanpa membahayakan jalan udara. Gerakan menelan mencegah
masuknya makanan masuk ke jalan udara, pada waktu yang sama jalan udara ditutup
sementara.
d) Esofagus.
Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung,
panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah
lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar, lapisan selaput lendir (mukosa), lapisan
submukosa, lapisan otot melingkar sirkuler, dan lapisan otot memanjang longitudinal.
Esophagus terletak di belakang trakea dan di depan tulang punggung. Setelah
melalui thorak menembus diafragma masuk ke dalam abdomen menyambung dengan
lambung.
e) Hati.
Hati atau hepar adalah organ yang paling besar di dalam tubuh kita, warnanya
coklat dan beratnya kira-kira 1 ½ kg. Letaknya di bagian atas dalam rongga abdomen
di sebelah kanan bawah diafragma. Hati terdiri atas 2 lapisan utama : permukaan atas
berbentuk cembung, terletak di bawah diafragma, dan permukaan bawah tidak rata
dan memperlihatkan lekukan fisura transverses. Hati mempunyai 2 jenis peredaran
darah yaitu arteri hepatika dan vena porta.
Arteri hepatika, keluar dari aorta dan member 1/5 darah pada hati, masuk ke hati
akan membeku jaringan kapiler setelah bertemu dengan kapiler vena, akhirnya keluar
sebagai vena hepatika. Vena porta yang terbentuk dari lienalis dan vena mesentrika
superior menghantarkan 4/5 darahnya ke hati.
Fungsi hati :
1) Mengubah zat makanan yang di absorpsi dari usus dan yang disimpan di suatu
tempat dalam tubuh.
2) Mengubah zat buangan dan penawar racun untuk disekresi dalam empedu dan
urine.
3) Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen.
4) Sekresi empedu, garam empedu dibuat di hati, dibentuk dalam sistem
retikuloendotelium.
5) Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat.
f) Lambung.
Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang
paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus
uteri berhubungan dengan esophagus melalui orifisium pilorik, terletak di bawah
diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri.
Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan. Bila melihat
makanan dan mencium bau makanan maka sekresi lambung akan terangsang. Rasa
makanan merangsang sekresi lambung karena kerja saraf menimbulkan rangsang
kimiawi yang menyebabkan dinding lambung melepaskan hormon yang disebut
sekresi getah lambung. Getah lambung di halangi oleh sistem saraf simpatis yang
dapat terjadi pada waktu gangguan emosi seperti marah dan rasa takut.
Fungsi lambung :
1) Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh
peristaltik lambung dan getah lambung.
2) Getah cerna lambung yang dihasilkan :
a) Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan
pepton).
b) Asam garam (HCL), fungsinya mengasamkan makanan, sebagai antiseptic
dan desinfektan, dan membuat suasana asam pada pepsinogen sehingga
menjadi pepsin.
c) Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk
kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu).
d) Lapisan lambung jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam lemak
yang merangsang sekresi getah lambung.
g) Pankreas.
Panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari deudenum sampai ke limpa.
Bagian dari pankreas : kaput pankreas, terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan
di dalam lekukan deudenum yang melingkarinya. Korpus pankreas, merupakan
bagian utama dari organ ini, letaknya dibelakang lambung dan di depan vertebra
umbalis pertama. Ekor pankreas, bagian runcing di sebelah kiri menyentuh limpa.
h) Usus halus.
Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan
yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6 m,
merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorpsi hasil
pencernaan yang terdiri dari lapisan usus halus (lapisan mukosa (sebelah di dalam),
lapisan otot melingkar (M.sirkuler), lapisan otot memanjang (M. longitudinal), dan
lapisan serosa (sebelah luar).
Absorpsi makanan yang sudah dicerna seluruhnya berlangsung di dalam usus
halus melalui 2 saluran yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan seluruh limfe di
sebelah dalam permukaan vili usus. Sebuah vilus berisi lakteal, pembuluh darah
epitelium dan jaringan otot yang diikat bersama oleh jaringan limfoid seluruhnya
diliputi membran dasar dan ditutupi oleh epitelium. Karena vili keluar dari dinding
usus maka bersentuhan dengan makanan cair dan lemak yang diabsorpsi ke dalam
lakteal kemudian berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke dalam pembuluh kapiler
darah di vili dan oleh vena porta dibawa ke hati untuk mengalami beberapa
perubahan.
Fungsi usus halus :
1) Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-
kapiler darah dan saluran-saluran limfe.
2) Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
3) Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.
i) Duodenum.
Duodenum disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda
melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan
duodenum ini terdapat selaput lendir, yang membukit disebut papilla vateri. Pada
papilla vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas
(duktus pankreatikus).
Empedu dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui duktus koledokus
yang fungsinya mengemulsikan lemak, dengan bantuan lipase. Pankreas juga
menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida, dan
tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan
polipeptida.
Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung
kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar-kelenjar Brunner, berfungsi untuk memproduksi
getah intestinum.
j) Jejunum & ileum.
Jejunum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 m. Dua perlima bagian atas
adalah jejunum dengan panjang ± 23 m, dan ileum dengan panjang 4-5 m. Lekukan
jejunum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan
lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium.
Sambungan antara jejunum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung
bawah ileum berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang yang bernama
orifisium ileosekalis. Orifisium ini diperkuat oleh sfingter ileosekalis dan pada bagian
ini terdapat katup valvula sekalis valvula baukhini yang berfungsi untuk mencegah
cairan dalam kolon asenden tidak masuk kembali ke ileum.
k) Usus besar.
Usus besar atau intestinum mayor panjangnya ± 1 ½ m, lebarnya 5- 6 cm.
Lapisan-lapisan usus besar dari dalam keluar : selaput lendir, lapisan otot melingkar,
lapisan otot memanjang, jaringan ikat. Fungsi usus besar adalah menyerap air dari
makanan, tempat tinggal bakteri.
l) Sekum.
Dibawah sekum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing
sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm. Seluruhnya ditutupi oleh
peritoneum mudah bergerak walaupun tidak mempunyai mesenterium dan dapat
diraba melalui dinding abdomen pada orang yang masih hidup.
m) Kolon asendens.
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan, membujur ke atas
dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati melengkung ke kiri, lengkungan ini disebut
fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai kolon transversum.
n) Apendiks (usus buntu).
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung sekum, mempunyai
pintu keluar yang sempit tetapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi
usus. Apendiks tergantung menyilang pada linea terminalis masuk ke dalam rongga
pelvis minor, terletak horizontal dibelakang sekum. Sebagai suatu organ pertahanan
terhadap infeksi kadang apendiks bereaksi secara hebat dan hiperaktif yang bisa
menimbulkan perforasi dindingnya ke dalam rongga abdomen.

o) Kolon transversum.
Panjangnya ± 38 cm, membujur dari kolon desenden, berada dibawah abdomen,
sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis.
p) Kolon desendens.
Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas
ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon
sigmoid.
q) Kolon sigmoid.
Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak miring dalam
rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya
berhubungan dengan rektum.
r) Rektum.
Rektum terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor
dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sacrum dan os koksigis. Organ
ini berfungsi untuk tempat penyimpanan feses sementara.
s) Anus.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum
dengan dunia luar (udara luar). Terletak didasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh
sfingter :
1) Sfingter ani interus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak.
2) Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.
3) Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak.

Defekasi (buang air besar) didahului oleh transport. Feses ke dalam rektum yang
mengakibatkan ketegangan dinding rektum mengakibatkan rangsangan untuk reflex
defekasi sedangkan otot usus lainnya berkontraksi. M. Levator ani relaksasi secara
volunter dan tekanan ditimbulkan oleh otot-otot abdomen.

4. Patofisiologi.
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik,
sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari
bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan
struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.
Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan perkembangan struktur kolon antara
7-10 minggu dalam perkembangan fetal.
Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan
abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui
anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami
obstruksi. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru
lahir tanpa lubang anus. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak:
a) Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M. puborektalis)
dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum lebih dari 1 cm. Letak
upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital.
b) Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak menembusnya.
c) Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara kulit dan
ujung rektum paling jauh 1 cm.

5. Tanda dan gejala.


Tanda gejala awal yang ditimbulkan adalah bayi muntah-muntah pada 24-48 jam
setelah lahir dan tidak terdapat defekasi mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan
yang lebih tinggi. Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering
ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari
(vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius. Sedangkan pada bayi laki-
laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau uretra dan
jarang rektoperineal. Gejala lain yang akan timbul, antara lain:
a) Mekonium tidak keluar dalm 24 jam pertama setelah kelahiran. 2.) Tidak dapat
dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
b) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
c) Perut kembung.
d) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
(Ngastiyah, 2005).
6. Penatalaksanaan.
Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani, yaitu:
a) Pembuatan kolostomi.
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada
dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya sementara
atau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk anomali tinggi, dilakukan
kolostomi beberapa hari setelah lahir.
b) PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty).
Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12 bulan.
Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar dan pada
otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah
berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya.
c) Tutup kolostomi.
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah operasi, anak
akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering tetapi seminggu setelah
operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak padat.

7. Kemungkinan data fokus.


a) Wawancara.
Pengkajian Fokus
1) Pola persepsi kesehatan
Mengkaji kemampuan keluarga pasien untuk melanjutkan perawatan dirumah
2) Pola nutrisi dan metabolik
Anoreksia dan penurunan BB dan malnutrisi umumnya terjadi pada pasien dengan
atresia ani post operasi PSARP. Keinginan pasien untuk minum susu mungkin
terganggu karena mual dan muntah dampak dari anestesi
3) Pola eliminasi
Pada pasien atresia ani post operasi PSARP pasien membuang defekasi melalui
kolostomi
4) Pola aktivitas dan latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menghindari kelemahan otot
5) Pola persepsi kognitif
Menjelaskan kepada keluarga tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman
dan daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan
6) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat pasien post operasi mungkin akan terganggu karena nyeri
pada luka insisi
7) Pola konsep diri dan persepsi diri
Pasien post operasi akan tampak gelisah, penarikan diri karena dampak jahitan
operasi
8) Pola peran dan pola hubungan
Mengetahui peran dan hubungan sebekum dan sesudah sakit
b) Pemeriksaan fisik.
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak
merah, usus melebar, kadang - kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang
dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengar
hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan
vagina.
c) Pemeriksaan diagnostik.
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang, sebagai
berikut :
1) Pemeriksaan radiologis.
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2) Sinar X terhadap abdomen.
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui
jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
3) Ultrasound terhadap abdomen.
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan
dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
4) CT Scan.
Digunakan untuk menentukan lesi.
5) Pyelografi intra vena.
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6) Pemeriksaan fisik rektum.
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
7) Rontgenogram abdomen dan pelvis.
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan
dengan traktus urinarius.
d) Terapi.
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan.
Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan
dilakukan kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat
anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi
berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk
memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang.
Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah
baik status nutrisnya. Gangguan ringan diatas dengan menarik kantong rectal melalui
afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup kelainan
membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal membran tersebut
dilubangi degan hemostratau skapel.

8. Analisa data.

No Data Etiologi Masalah keperawatan


.

9. Diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
a) Pre Operasi.
1) Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus.
2) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.
3) Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit
dan prosedur perawatan.
b) Post Operasi.
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
3) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.
4) Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan perawatan
dirumah.
10. Intervensi keperawatan.
a). pre operasi.

No.Dx Tujuan Intervensi Rasional


Keperawata keperawatan
n
1 Setelah a) Lakukan dilatasi anal a) Meningkatkan
dilakukan sesuai program. kenyamanan pada
tindakan b) Kaji bising usus dan anak.
keperawatan abdomen setiap 4 b) Menyakinkan
selama 3x24jam jam. berfungsinya
diharapkan c) Ukur lingkar usus.
terjadi abdomen klien. c) Membantu
peningkatan d) Pertahankan puasa mendeteksi
fungsi usus, dan berikan terapi terjadinya
dengan kriteria hidrasi IV sampai distensi.
hasil: fungsi usus normal. d) Memulihkan dan
 Pasien mengembalikan
menunjukkan fungsi usus.
konsistensi
tinja lembek.
 Terbentuknya
tinja.
 Tidak ada nyeri
saat defekasi.
 Tidak terjadi
perdarahan.
2 Setelah a) Awasi masukan dan a) Untuk
dilakukan keluaran cairan. memberikan
tindakan b) Kaji tanda-tanda vital informasi tentang
keperawatan seperti TD, frekuensi keseimbangan
selama 3x24jam jantung, dan nadi. cairan.
diharapkan c) Observasi tanda- b) Kekurangan
volume cairan tanda perdarahan cairan
terpenuhi, yang terjadi post meningkatkan
dengan kriteria operasi. frekuensi jantung,
hasil: d) Kolaborasi dalam TD dan nadi
 Turgor kulit pemberian turun.
baik dan bibir cairan elektrolit c) Penurunan
tidak kering. sesuai. volume
 TTV dalam menyebabkan
batas normal. kekeringan pada
jaringan.
d) Untuk pemenuhan
cairan yang
hilang.
3 Setelah a) Kaji status mental a) Derajat
dilakukan dan tingkat ansietas ansietas akan
tindakan dari klien dan dipengaruhi
keperawatan keluarga. bagaimana
selama 3x24jam b) Jelaskan dan informasi tersebut
diharapkan rasa persiapkan untuk diterima.
cemas dapat tindakan prosedur b) Dapat
hilang atau sebelum dilakukan meringankan
berkurang operasi. ansietas terutama
dengan kriteria c) Beri kesempatan ketika tindakan
hasil: klien untuk operasi tersebut
 Ansietas mengungkapkan isi dilakukan.
berkurang. pikiran dan perasaan c) Mengungkapkan
 Klien tidak takutnya. rasa takut secara
gelisah. d) Ciptakan lingkungan terbuka dimana
yang tenang dan rasa takut dapat
nyaman. ditujukan.
d) Lingkungan yang
nyaman dapat
mengurangi
ansietas.
b) Post operasi.

No.Dx Tujuan Intervensi keperawatan Rasional


Keperawata
n

DAFTAR PUSTAKA

Putri, Yolanda Gizka. 2014. Angka Keberhasilan Posterosagittal Anorectoplasty Yang


Dinilai Dari Skor Klotz Pada Pasien Malformasi Anorektal Dibangsal Beda Arifin
Achmad Provinsi Riau Periode Januari 2009 – Desember 2014. jom FK UNRI 1 No.2
Oktober 2014.

Hidayat, A. Azis Alimul . (2006) . Pengantar Ilmu Anak buku 2. Editor Dr Dripa Sjabana.

Purwanto, Fitri (2001). Buku Pedoman Rencana Asuhan Keperawatan Bedah Anak.Jakarta :
Amarta Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai