13
Retno Dwiyanti
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto
rianejadku@yahoo.com
Abstraksi.Tujuan penulisan artikel ini untuk mengkaji perkembangan moral anak yang
dikembangkan oleh Kohlberg. Penilaian moral dalam perkembangannya, yaitu apa yang
dianggap baik (seharusnya dilakukan) dan tidak baik (tidak pantas dilakukan) anak, oleh
Kohlberg dibagi dalam stadium yang berbeda-beda.Kohlberg membagi perkembangan
moralitas ke dalam 3 tingkatan yang masing-masing di bagi menjadi 2 stadium. Tingkat I.
Penalaran moral yang pra-konvensional. stadium 1. Orientasi patuh dan takut hukuman;
stadium 2. Orientasi naif egoistis/hedonisme instrumental. Tingkat II. Penalaran moral yang
konvensional. Stadium 3. Orientasi anak atau person yang baik; stadium 4. Orientasi
pelestarian otoritas dan aturan sosial. Tingkat III. Penalaran moral yang post-konvensional.
Stadium 5. Orientasi kontrol legalitas; stadium 6. Orientasi yang mendasarkan atas prinsip dan
konsiensia sendiri. Menurut Kohlberg stadium ini akan selalu dilalui oleh setiap anak, jadi
merupakan hal yang universal, yang ada dimana-mana, mungkin tidak pada urutan usia yang
sama namun perkembangannya selalu melalui urutan itu. Keluarga merupakan lingkungan
sosial pertama dan utama bagi tumbuh kembangnya anak. Anak akan berkembang optimal
apabila mereka mendapatkan stimulasi yang baik dari keluarga. Oleh karena itu pola parenting
yang tepat dapat dijadikan sarana untuk perkembangan moral anak. Keluarga berfungsi
mengembangkan moral anak yang dibentuk secara sosial melalui accepting, preserving, taking,
exchanging dan biophilous.
161
162 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
situasi yang terdapat dalam keluarganya. Hal pada anak, dalam artian cara yang ditempuh
ini berkaitan dengan kedudukan keluarganya sering tidak mengindahkan prinsip-prinsip
sebagai lingkungan yang pertama dan utama penanaman nilai moral sesuai dengan
bagi anak (Mardiya, 2005). Dengan asumsi perkembangan anak, selain itu mereka juga
bahwa keluarga merupakan unit sosial kurang memahami pencapaian perkembangan
terkecil yang memberikan pondasi primer anaknya yang berimbas pada permasalahan
bagi perkembangan anak, maka pola asuh anak. Menurut Santrock (2007),
orangtua yang diterapkan pada anak akan perkembangan moral memiliki dimensi
sangat berpengaruh pada perkembangan interpersonal, yang mengatur aktifitas
moralitasnya. Bila pola asuh yang diterapkan seseorang ketika dia tidak terlibat dalam
pada anak baik maka akan membentuk interaksi sosial dan dimensi interpersonal
kepribadian anak yang baik pula. Sedangkan yang mengatur interaksi sosial dan
bila orang tua salah dalam menerapkan pola penyelesaian konflik.
asuh akan berdampak buruk pada Sedangkan Harlock (1980)
perkembangan moral anak (Widayanti dan mengungkapkan bahwa perkembangan moral
Iryani, 2005). mempunyai aspek kecerdasan dan aspek
Dari perkembangan moral ini, anak impulsif, anak harus belajar apa saja yang
akan mengetahui bagaimana berpikir benar dan yang salah. Perkembangan moral
mengenai konsep benar dan salah, dan pada awal masa kanak-kanak masih dalam
bagaimana mereka bertindak juga melalui tingkat rendah. Hal ini disebabkan karena
suatu proses. Proses itulah yang dinamakan perkembangan intelektual anak-anak belum
dengan penalaran moral (suatu pemikiran mencapai titik di mana ia dapat mempelajari
mengenai benar atau salah) yang nantinya atau menerapkan prinsip-prinsip abstrak
akan melahirkan perilaku moral, yaitu suatu tentang benar dan salah. Ia juga tidak
tindakan benar dan salah yang sesuai dengan mempunyai dorongan untuk mengikuti
norma dalam masyarakat. Hasil penelitian peraturan-peraturan karena tidak mengetahui
Zeitlin (2000) menunjukkan bahwa anak manfaatnya sebagai anggota kelompok sosial.
yang diasuh dengan baik akan memiliki Karena tidak mampu mengerti masalah
tingkat perkembangan yang baik pula. standar moral, anak-anak harus belajar
Dewasa ini banyak orang tua tidak berperilaku moral dalam pelbagai situasi
mengetahui ataupun kurang paham yang khusus. Ia hanya belajar bagaimana
mengenai perkembangan moral anaknya bertindak tanpa mengetahui mengapa. Awal
(Mardiya, 2010). Karena kekurangpahaman masa kanak-kanak ini ditandai dengan apa
tersebut menyebabkan para orang tua tidak yang oleh Piaget disebut “moralitas melalui
bijak dalam menanamkan nilai-nilai moral paksaan”. Selanjutnya, setelah mereka cukup
Peran Orangtua dalam Perkembangan Moral Anak | 163
Dwiyanti, R. [hal.161-169]
besar, mereka harus diberi penjelasan sengaja, baik oleh keluarga, lembaga
mengapa ini benar dan salah. pendidikan, lembaga pengajian, atau
Pada perkembangan moral ini komunitas-komunitas lainnya yang
Kohlberg membagi perkembangan moralitas bersinggungan dengan masyarakat (Abdulah,
ke dalam tiga tingkatan yaitu pra- 1992).
konvensional, konvensional, dan Perkembangan moral adalah
pascakonvensional, dan setiap tingkatan perubahan penalaran, perasaan, dan perilaku
memiliki dua tahapan (Santrock, 2007). tentang standar mengenai benar dan salah.
Berdasarkan uraian diatas, maka Perkembangan moral memiliki dimensi
rumusan masalahnya adalah bagaimana peran intrapersonal, yang mengatur aktifitas
orang tua dalam perkembangan moral anak seseorang ketika dia terlibat dalam interaksi
berdasarkan kajian teori Kohlberg. sosial dan dimensi interpersonal yang
mengatur interaksi sosial dan penyelesaian
Perkembangan Moral konflik. Perkembangan moral berkaitan
Secara kebahasaan perkataan moral dengan aturan-atuaran dan ketentuan tentang
berasal dari ungkapan bahasa latin yaitu apa yang seharusnya dilakukan oleh
mores yang merupakan bentuk jamak dari seseorang dalam berinteraksi dengan orang
perkataan mos yang berarti adat kebiasaan. lain (Santrock, 2007).
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia Menurut Kohlberg (dalam Monks, dkk,
dikatakan bahwa moral adalah penentuan 2002) perkembangan insan kamil melalui 6
baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. stadium dan stadium ini akan selalu dilalui
Istilah moral biasanya dipergunakan untuk oleh setiap anak, jadi merupakan hal yang
menentukan batas-batas suatu perbuatan, universal, yang ada di mana-mana; mungkin
kelakuan, sifat dan perangai yang dinyatakan tidak pada urutan usia yang sama namun
benar, salah, baik, buruk, layak atau tidak perkembangannya selalu melalui urutan itu.
layak, patut maupun tidak patut. Moral Kohlberg membagi perkembangan
adalah suatu aturan atau tata cara hidup yang moralitas ke dalam 3 tingkatan yang masing-
bersifat normatif (mengatur/mengikat) yang masing dibagi menjadi 2 stadium hingga
sudah ikut serta bersama kita seiring dengan keseluruhannya menjadi 6 stadium. Pada
umur yang kita jalani, sehingga titik tekan masing-masing tahapan memiliki ciri
”moral” adalah aturan-aturan normatif yang tersendiri, seperti yang ditampilkan pada
perlu ditanamkan dan dilestarikan secara tabel 1.
164 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
Dalam hal tingkah laku konformistis , hukuman, sedangkan pada stadium kedua
masing-masing stadium membawa anak cenderung bersikap untuk memperoleh
konsekuensi. Pada stadium pertama, anak hadiah atau untuk dipandang sebagai anak
cenderung menurut untuk menghindari baik. Memasuki stadium ketiga, anak
Peran Orangtua dalam Perkembangan Moral Anak | 165
Dwiyanti, R. [hal.161-169]
badan tidak terhindarkan, sehingga mereka dewasa atau kurang matang. Sedangkan pada
menjadi resisten (kebal) terhadap hukuman pengasuhan permisif yang pemurah
tersebut. Hukuman badan tidak membuat (Permisive-indulgent parenting), orangtua
mereka melaksanakan suatu aktivitas dengan sangat terlibat dengan anaknya tetapi sedikit
baik. Sebaliknya, anak akan cenderung sekali menuntut atau mengendalikan mereka.
membiarkan dirinya dihukum daripada Biasanya orangtua yang demikian akan
melakukannya. Ganjaran fisik ini justru bisa memanjakan, dan mengizinkan anak untuk
berakibat buruk. Bahkan, dapat mendorong melakukan apa saja yang mereka inginkan.
anak untuk meneruskan dan meningkatkan Gaya pola asuh ini menunjukkan bagaimana
tingkah lakunya yang salah. Hukuman orangtua sangat terlibat dengan anaknya,
haruslah dipandang sebagai bentuk tetapi menempatkan sedikit sekali kontrol
pertanggungjawaban atas perbuatan yang pada mereka. Metode pengelolaan anak ini
melanggar batasan-batasan yang ditetapkan. cenderung membuahkan anak-anak nakal
Menurut Steinberg (1993) model yang manja, lemah, tergantung dan bersifat
pengasuhan yang menekankan pada hukuman kekanak-kanakan secara emosional. Dampak
termasuk dalam kategori Authoritarian selanjutnya anak akan mengalami
parenting style. Ibu tidak ingin menguraikan penyimpangan-penyimpangan perilaku,
mengapa mereka melakukan suatu tindakan misalnya suka tidak masuk sekolah atau tidak
termasuk mengapa ibu menghukum anak. pulang ke rumah. Dengan demikian anak
Dalam metode parenting ini ibu menunjukkan pengendalian diri yang buruk
menerapkan disiplin dengan kaku dan dan tidak bisa menangani kebebasan dengan
kekerasan, menggunakan hukuman fisik dan baik.
ancaman. Ibu juga memberi hukuman Menurut Trisusilaningsih (2009) pola
dengan cara menghindarkan afeksi dari anak asuh orangtua memiliki pengaruh yang
dalam waktu tertentu serta menjauhi anak. sangat besar terhadap perkembangan moral
Pada pola asuh permisif menurut anak, karena orangtua dengan model pola
Maccoby & Martin (1993) bahwa pada pola asuh otoriter akan cenderung menghasilkan
asuh permisif yang penuh kelalaian anak dengan ciri kurang matang, kurang
(Permisive-neglectfull parenting), ibu tidak kreatif dan inisiatif, tidak tegas dalam
memonitor perilaku anaknya ataupun menentukan baik buruk, benar salah, suka
mendukung perilaku anaknya. Ibu tidak menyendiri, kurang supel dalam pergaulan,
mempedulikan perilaku anak, sehingga anak ragu-ragu dalam bertindak atau mengambil
juga tidak tahu apakah perilakunya sesuai keputusan karena takut dimarahi. Sementara
dengan norma sosial atau tidak. Akibatnya anak yang diasuh dengan pola permisif
anak memiliki self esteem yang rendah, tidak menunjukkan gejala cenderung terlalu bebas
168 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
DAFTAR PUSTAKA