Anda di halaman 1dari 19

1.

Cerita Dongeng Anak Pendek NTB : Kisah Sari Bulan

Gambar Oleh Tomi Muhlis


Dari : Sumbawa
Tersebutlah pada suatu malam, Datu Panda’i, anak raja di Sumbawa timur bermimpi. Dalam mimpinya, ia menikahi seorang putri cantik
bernama Sari Bulan. Atas dasar mimpi tersebut, Datu Panda’i berangkat dari istana hendak mencari Sari Bulan dengan diiringi para prajuritnya.
Singkat cerita, Datu Panda’i bertemu Sari Bulan dan langsung mempersuntingnya. Pada suatu hari, Datu Panda’i bersama istrinya akan kembali
ke Sumbawa. Sebelum pergi, mertuanya berpesan agar mereka tidak singgah di Pulau Dewa, sebab pulau itu merupakan sarang para jin, setan,
dan iblis. Keesokan harinya, rombongan Datu Panda’i berlayar menuju Sumbawa. Ketika melalui Pulau Dewa, Sari Bulan yang sedang
mengidam ingin memakan daging menjangan. Kasihan melihat istrinya, ia lupa akan pesan si mertua. Datu Panda’i dan awak kapal turun
berburu menjangan, tetapi Sari Bulan ditinggalkan sendirian dalam perahu.
Monkey Stories
Kunti, pelayan iblis, segera menyergap Sari Bulan dan mencungkil kedua matanya, kemudian dijatuhkan ke laut. Untunglah, rambutnya yang
panjang tersangkut pada kemudi. Setelah itu, Kunti mengenakan pakaian dan perhiasan Sari Bulan. Datu Panda’i nampak terkejut melihat muka
istrinya yang buruk dan perutnya mengempis.
Sementara itu, Sari Bulan yang ikut terseret di buritan, terselamatkan oleh seekor kerang raksasa, sehingga terdampar di tepi pantai. Namun,
kerang raksasa itu mati kelelahan. Dalam keadaan tidak sadarkan diri, Sari Bulan melahirkan bayi laki-laki yang diberi nama Aipad. Selanjutnya,
ia menjadikan kulit kerang raksasa tadi sebagai tempat berlindung. Untuk menyambung hidup, mereka melakukan matila (meminta-minta)
kepada orang lain.
Suatu ketika, Aipad meminta-minta kepada Tangko, seorang nelayan yang kembali dari melaut. Tangko memberi Aipad ikan paling besar hasil
tangkapannya. Lalu Aipad pulang ke rumah dan memberikan ikan itu kepada ibunya. Ajaib, ketika membelah perut ikan, Aipad menemukan
kedua biji mata ibunya. Lalu, dipasangkan kembali sehingga ibunya dapat melihat seperti semula. Selanjutnya, Aipad dan Sari Bulan mengabdi
kepada keluarga Tangko. Tangko sangat menyayangi Aipad. Ia kemudian membelikannya seekor anak kuda pacuan yang bagus.

Pada suatu hari tersebar kabar, bahwa Datu Panda’i akan menggelar lomba pacuan kuda. Aipad merasa tertarik dengan kabar tersebut. Ia
meminta izin pada ibunya dan Tangko. Aipad pun berangkat hendak mengikuti lomba pacuan kuda. Dalam hatinya sangat berharap untuk
memenangkan lomba. Dalam perlombaan itu, banyak yang ikut lomba dan kuda-kudanya tampak perkasa. Tetapi Aipad tidak gentar. Ia berkeras
hati untuk memenangkan lomba. Tidak disangka, kuda Aipad akhirnya menjadi pemenangnya. Sangat girang hatinya. Ia kembali pulang dengan
kabar gembira. Ibunya bersuka cita dan bangga terhadap anaknya. Suatu hari Aipad diundang ke istana untuk menerima mahkota kerajaan
sebagai hadiahnya. Aipad datang bersama Sari Bulan dan keluarga Tangko. Begitu melihat Sari Bulan, Datu Panda’i langsung dapat mengenali
istrinya dan memeluknya penuh haru.

Aipad adalah putra mahkota yang selama ini hilang. Kemudian Aipad diangk at menjadi raja menggantikan ayahnya yang telah tua. Ketiganya
berkumpul kembali dengan bahagia. Raja Aipad mengubah nama kerajaan menjadi Kerajaan Tangko. Sementara itu, Kunti yang jahat dikurung
dalam sebuah sumur yang sangat dalam

2. Cerita Rakyat NTB : La Golo dari Bima


Di sebuah desa kecil, hiduplah sepasang suami istri yang baru saja dikaruniai anak. Telah lama mereka menanti kehadiran sang buah hati,
seorang bayi lelaki yang tampan dan lucu. Anak itu mereka beri nama La Golo, yang artinya adalah Pembuka Jalan. Kedua orangtua La Golo
sangat berharap nantinya sang bayi mungil tumbuh menjadi pria dewasa yang gagah berani, membuka lahan untuk pertanian dan memimpin
masyarakat dengan bijaksana.
Sayangnya, La Golo tak seperti harapan ayah ibunya. Sejak kecil, sudah terlihat sifat manja dan pemalasnya. Ia suka menangis dan merengek
ketika meminta sesuatu, dan merajuk jika keinginannya tidak terpenuhi. La Golo juga tidak mau membantu pekerjaan di rumah, kerjanya hanya
makan dan bermalas-malasan saja.
“Dahulu kita beri ia nama La Golo dengan harapan agar saat dewasa nanti membawa golo atau golok,” keluh sang suami pada istrinya suatu
malam. “Kita berharap ia mampu membuka lahan pertanian dan perkebunan baru agar sejahtera, tapi dia benar-benar pemalas! Bagaimana mau
membuka lahan perkebunan jika membantu mencabut rumput saja tidak mau.”
“Iya, aku tak tahu lagi bagaimana caranya memberitahu anak itu agar mengubah perangainya.” Sahut istrinya sedih.
Di desa, La Golo terkenal sebagai anak nakal, suka berkelahi dan mengejek anak-anak lain. Orangtuanya sangat malu karena hampir setiap hari
ada penduduk desa yang melaporkan kenakalan putranya. Berkali-kali mereka mencoba menasihati, namun La Golo tak berubah juga. Semakin
dewasa, tingkah lakunya semakin sulit diatur.
Tibalah masanya berburu. Usia La Golo tepat menginjak tujuh belas tahun. Adat di desa tersebut mengharuskan anak laki-laki usia tersebut
untuk mulai berburu.
“Aku tak mau ikut berburu.” Rengek La Golo pada ayahnya.
“Kau harus ikut. Itu adat di desa kita, kau harus mematuhi aturan adat.”
“Tapi, aku tak suka pergi masuk hutan, apalagi harus berlari-lari mencari hewan buruan. Lebih baik aku tinggal di rumah saja.”
“Kalau kau tak mau berburu, maka kau harus menghadap kepala adat untuk menerima hukumannya. Seluruh penduduk desa pun akan
memandangmu sebagai pria lemah dan pengecut. Apakah itu yang kau inginkan, Nak?” ujar ayahnya.
Dengan perasaan kesal, La Golo pun akhirnya ikut berburu. Ia tak punya pilihan. Kepala adat akan memberikan hukuman keras bagi pelanggar
aturan desa, demikian pula semua orang di desa, mereka akan menghinanya seumur hidup.
Keesokan harinya, La Golo bersiap-siap mengikuti ayahnya dan pria-pria desa lain untuk berburu. Mereka menyiapkan busur, panah, parang
serta senjata lainnya. Sejak pagi sang ibu pun sibuk di dapur mempersiakan nasi dan lauk pauk sebagai bekal mereka.
Rombongan penduduk desa berangkat menuju hutan sebelum matahari terbit. Hutan tersebut sebenarnya tak terlaiu jauh, namun di sepertiga
perjalanan, La Golo yang terbiasa bermalas-malasan sudah merasa sangat kelelah-lahan.
“Ayah, apakah tempatnya masih jauh? Aku sudah sangat lelah berjalan.” Gerutunya.
“Tak terlalu jauh lagi. Ayo, cepatlah.”
“Bagaimana bisa cepat, aku membawa busur dan panah, juga perbekalan. Berat sekali”
Ayahnya menghela napas. “Baiklah, sini aku bawakan busur, panahmu dan bekalmu agar kau bisa berjalan Iebih cepat.”
La Golo menyerahkan peralatan berburu dan membiarkan ayahnya membawa semua. Ia tak peduli jika ayahnya juga kelelahan karena harus
membawa banyak barang sementara perjalanan masih jauh. Ia berjalan lambat-lambat di belakang rombongan pemburu. Makin lama, makin jauh
jaraknya antara ia dan rombongan tersebut.
Karena tak melihat rombongan di depannya, La Golo kemudian memutuskan berhenti dan beristirahat di tepi jalan. “Toh, nanti saat pulang
mereka akan lewat jalan ini lagi, jadi sebaiknya aku menunggu disini raja daripada ikut berburu.” Pikirnya.
Ketika sedang duduk bersitirahat, tiba-tiba La Golo mendengar suara dari batik bukit.
“Hooo…. Hoooo….”
“Hai, suara apakah itu? Aku belum pernah mendengarnya.” La Golo tertarik. Ia pun mencari asal suara itu, tanpa disadari ia sudah berjalan jauh
ke balik bukit. Sampailah ia di sebuah pohon yang amat besar. Suara itu berasal dari sana. La Golo mendongak, dilihatnya buah-buahan pohon
tersebut bergantungan di setiap dahan. Warnanya hijau muda, berbentuk seperti tabung berlubang. Dari lubang tersebutlah angin mengalir dan
membuat suara yang tadi didengar oleh La Golo.
Penasarannya tuntas, La Golo berniat kembali lagi ke tepi jalan untuk menunggu ayahnya pulang berburu. Betapa terkejutnya ia karena tak ingat
jalan kembali. Saat mencari asal suara ia tak memperhatikan arah, dan sekarang ia tersesat.
Dengan bingung, La Golo berusaha mencari jalan pulang, namun sia-sia hingga akhirnya ia makin tersesat, masuk jauh ke kawasan di balik bukit
yang penuh pepohonan lebat. Rasa takutnya mulai muncul. Berkali–kali ia memanggil ayahnya.
“Ayah! Di mana kah kamu?” teriak La Golo dengan putus asa. Panggilannya hanya dijawab oleh suara “Hooo… hooo….” Dari buah-buah tadi.
La Golo mulai lelah, perutnya lapar karena semua bekal dibawa oleh ayahnya. Ia pun mencari makan dari buah-buahan yang jatuh. Di dalam
hatinya, ia mulai menyesali kenakalan dan kemalasannya. Ia sadar jika ia lebih patuh pada orangtuanya, ia tidak akan tersesat seperti ini. Ia
berjanji, jika bisa menemukan jalan pulang, ia akan berubah menjadi anak yang lebih baik.
Berhari-hari La Golo berjalan di tengah hutan. Ia makan buah apa saja yang bisa ditemukan, tidur di atas dahan pohon agar tak dimangsa hewan
buas, dan terus berjalan tanpa tahu arah. Sampai suatu hari, La Golo bertemu dengan seorang pemburu bernama Sandari. Setelah mendengar
kisahnya, Sandari mengajak La Golo bertualang. Ia juga mengajari La Golo bertahan hidup, bekerja keras mengumpulkan makanan serta belajar
berburu.
Sandari adalah pemburu yang cerdas. Ia mengajari La Golo berbagai keterampilan, seperti berlari secepat rusa, memanjat setangkas monyet,
membuka hutan sekuat gajah serta membidik sasaran setajam mata elang. La Golo yang sudah berubah menjadi lebih baik, tak henti-hentinya
mempelajari keterampilan tersebut.
Suatu hari kedua pemuda itu tiba di sebuah desa, di mana sedang diadakan pertandingan adu ketangkasan di istana. La Golo tertarik ikut
bertanding, dan dengan mudah ia mengalahkan pesaing-pesaingnya. Pada perlombaan lari, ia mampu berlari dengan sangat cepat. Pada
perlombaan memanjat pohon, ia pun mampu memenangkannya. Sampailah gilirannya untuk mengikuti lomba memanah, dan ia berhasil
mengalahkan para kstaria kerajaan. Raja pun terkesan dengan kemampuan La Golo, lalu bertanya hadiah apa yang diinginkannya selain uang.
“Hamba ingin pulang ke desa hamba dan bertemu dengan kedua orangtua hamba lagi, Yang Mulia.” Ia pun kemudian menjelaskan asal-usulnya
pada sang raja. Raja pun memerintahkan pengawalnya untuk mencari desa asal La Golo.
Tak perlu waktu lama, La Golo pun akhirnya dapat bertemu lagi dengan kedua orangtuanya. Ia menangis meminta maaf akan kesalahan yang
diperbuatnya selama ini dan berjanji akan menjadi anak yang baik dan berbakti.
Orangtua La Golo yang mengira anaknya sudah mati diterkam hewan buas, sangat bahagia mendapatkan putra terkasihnya kembali. Mereka
meneteskan air mata bahagia, apalagi melihat perilaku La Golo sangat berubah.
La Golo pun kemudian menepati janjinya, menjadi anak berbakti dan senantiasa membantu orangtuanya. Ia membuka lahan pertanian dan
perkebunan, dan bekerja keras agar hasilnya dapat dijual ke pasar. Orangtuanya pun sangat bahagia.

3. NE SISO KE NE MAYONG (SUMBAWA)


Gambar Oleh Muhamad Arifudin
Tersebutlah suatu kisah antara siput dan rusa. Suatu ketika rusa berjalan ke tepian sungai. Saat tiba, dia melihat seekor siput yang merayap dengan
lidahnya di atas sebuah batu. Rusa berpikir dia akan mengerjai siput. Melihat siput, rusa kemudian berkata. “Hai siput, sungguh engkau menderita berjalan
dengan lidahmu.”
“Demikianlah takdir yang ditakdirkan oleh tuhan padaku.” Jawab siput dengan lembut.
“Sudahlah siput, jangan banyak alasan dan banyak tingkah. Kau sungguh lemah dan tidak memiliki kekuatan apa-apa. Beranikah kau bertarung denganku,
adu tinju atau lomba berlari.” Kata rusa itu dengan sangat sombong dan meremehkan siput. Dia merasa yakin kalau siput tidak akan berani dan mengakui
kalau dia pengecut. Di luar dugaan rusa, siput pun menjawab.

“Baiklah rusa, bagaimana kalau kita bertanding lomba lari.” Jawab siput dengan percaya diri, dan santai. Seolah-olah dia pelari yang sangat handal. Rusa
terkejut, dia tidak menyangkah kalau siput berani menjawab tantangannya. “Baik, kalau begitu. Kapan waktunya kau siap?. Siput enjawab. “besok Aku siap.”
Mereka akhirnya sepakat untuk lomba lari di keesokan hari. Perlombaan dimuai dari muara sungai itu, sampai ke hulu sungai.

Rusa pulang ke sarangnya, untuk istirahat agar mengumpulkan tenaga untuk lomba lari dengan siput. Tapi rusa tidak begitu memikirkannya, sebab
dia yakin sekali lompat saja dia akan mengalahkan lari siput itu. Sementara siput yang berjanji akan bertanding lari dengan rusa esok hari berpikir keras. Dia
tahu akan segerah kalah oleh lari si rusa itu. Sebab dia hanya berjalan menggunakan lidahnya dan sangat lambat. Lama dia berpikir dan membuat kepalanya
pusing.
Siput melihat ke sepanjang sungai kediamannya, merenung. Tampak jauh teman-temannya berjalan dan bermain di sepanjang sungai. Dia tahu kalau jauh ke
hulu sungai teman-temannya juga banyak. Lalu bagaimana tentang pertandingan lomba larinya dengan rusa. Siput mendapat ide cemerlangnya. Dia kemudian
menemui teman-teman di sekitarnya. Lalu menceritakan peristiwa tadi siang, saat pertemuannya dengan rusa.

Rusa menantang dan meremehkan siput, dan bersepakat bertanding berlari. Siput menceritakan idenya, pada teman-temannya untuk menghadapi rusa.
Setelah sepakat, ide itu disebar terus menerus dari siput ke siput yang lain. Akhirnya sampai juga ke siput yang paling di hulu sungai. Kemudian ke hilir
sampai teman siput di muara sungai juga mengetahui. Mereka cukup membantu dengan menjawa setiap rusa berkata atau memanggil siput. Siput yang
menjawab haruslah posisinya lebih maju dari rusa, dan hanya satu siput yang boleh menjawab.Siput yang akan bertanding dengan rusa menaiki arus sungai
dan diapun tiba dengan cepat di muara. Sementara teman-teman siput sudah berbaris beriringan di sepanjang aliran sungai.
Waktu lomba lari tiba, siput dan rusa bersiap. Rusa akan mulai berlari menyusuri sungai dari atas tebing sungai. Siput akan berlari dari dalam aliran sungai.
Sehingga rusa tidak akan dapat melihat siput yang di dalam air. oleh sebab itu, rusa harus memanggil siput dimana dia berhenti untuk mengetahui siapa yang
terdepan. Di hitungan ke tiga, mereka mulai berlari, rusa melompat dan berlari dengan sangat kencang. Siput dimulai dengan menggulingkan diri kedalam
sungai. Tampak gelombang kecil dimana siput menjatuhkan tubuhnya. Rusa sekilas melihat disertai senyum kemenangan dan meremehkan.
Rusa berlari dengan cepat, dia pun merasa sudah sangat jauh berlari dan yakin kalau siput tertinggal jauh. Di selah-selah napasnya yang terengah-engah dia
memperhatikan air sungai di sisinya. Lalu memanggil siput dengan kuat-kuat. “Dimana engkau sekarang, Siput?.” Panggil rusa. “Ya, Aku disini rusa.”
Terdengar jawaban siput dari dalam sungai tapi posisinya lebih terdepan dari rusa. Rusa keget bukan kepalang mendengar jawaban dari dalam sungai dengan
posisi mendahuluinya. Rusa tidak habis pikir dan dia tanpa banyak berpikir kembali berlari kencang. Berkali-kali rusah berhenti, dan memanggil siput.
Jawaban selalu terdengar dan posisi yang sama, lebih terdepan dari rusa.
Karena sombong dan malu, tidak mau dibilang lemah dan kalah. Serta begitu meremehkan siput, rusa itu terus berlari dan berlari di sepanjang sungai. Dia
tidak lagi memikirkan dirinya, dan terus berlari dengan cepat. Lidanya mulai terjulur, dan air liur menetes-netes. Dia begitu panas dan emosi diri, serta tidak
menerima kekalahan dari siput.
Sampailah di garis pinis di hulu sungai yang jauh. Rusa memanggi siput, dan terdengar jawaban dimana posisi sudah jauh dari garis pinis. Rusa yang
memaksakan diri berlari itu, kecapean setengah mati. Kemudian jantungnya pecah dan mengeluarkan darah. Nafasnya tersedak dan akhirnya dia mati
seketika.
“Demikianlah pelajaran bagi mahluk yang sombong dan suka meremehkan sekitarnya. Merasa diri lebih baik dari yang lain, setiap makhluk sudah diciptakan
dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing.” Ujar siput. Cerita di termasuk fabel atau dongeng dengan tokoh hewan-hewan.

4. Judul : Tegodek Godek Deit Tetuntel Tuntel (Monyet Dan Katak)


Gambar Oleh Muhamad Arifudin

Pada zaman dahulu, ada sebuah cerita pertemanan antara monyet dan katak. Setiap hari mereka bermain bersama , pekerjaannya main saja setiap harI. Tidak
ada namanya bekerja ,namanya saja bermain.
Suatu hari monyet dan katak berjanji pergi bermain ke sungai , hitung hitung mandi bareng. Akan tetapi diluar rencana ternyata sungai airnya meluap , banjir
besar .maklum saja baru selesai hujan .saking besarnya air meluap monyet dan katak berhenti di pinggir sungai , tidak berani turun mandi ,takutnya terbawa
arus sungai.
Tiba tiba ada pohon pisang yang hanyut , makin dekat denga tempat monyet dan katak duduk. “katak…! ,, mau kamu nanam pisang ? kuambilkan kamu
pisang yang hanyut itu ,nanti di rumah kita bagi dua ,biar ada kita tanam dirumah “. Kata si monyet . “oke ,tapi kamu yang bawa pisang nya sampai dating
kerumah , aku tidak sanggup “ kata si katak
Akhirnya , monyet ambil pohon pisang yang hanyut itu ,dia bawa pulang kerumah ,sementara kata ngawasin bagaikan bos . sampai rumah ,sesuai perjanjian
pohon pisang tersebut dibagi menjadi dua , di potong pas tengah tengah nya,bagian pertama batang sampai akar yang kedua batang sampai daun .
“ katak , aku yang milih ,soalnya aku lelah bawa pohon pisang imi , aku milih bagian kedua, kamu bagian pertama ,setuju?, nanya monyet.”. baik sahabat “
jawab katak ,sebenarnya katak bingung oleh pilihan monyet , kenapa pilih bagian kedua.
“ ini bagian kamu,tanam di tempat yang subur , yang kira kira mudah hidup dan berbuah ,aku mau nanam di atas pohon asam biar subur.” Kata monyet .
monyet langsung berlari pergi sambil membawa pohon pisang ,langsung naik ke atas pohon asam,ditaruhnya pohon pisang itu di atas pohon asam paling atas.
Sementara katak tanam dibagian belakang kandang kuda ,yang terdapat banyak kotoran kuda
Hari bergaanti hari ,bulan berganti bulan,setiap hari monyet mengawasi pisang milik katak “berapa tandan pisang mu katak?” Tanya monyet
“dua “ jawab katak
“Saya juga begitu” jawab moyet
Dengan pertanyaan yang sama sampai bulan seterusnya
Setrusnya sampai bebulan monyet bertanya lagi kekatak
“sudah ada buah pisang mu katak” Tanya monyet
“sudah , sudah ada yang matang” jawab katak
“sama saya juga”jawab monyet
Akan tetapi pohon pisang milik monyet sudah mati kering di atas pohon asam.

5 . Kisah Sandal Kulit Kerbau – Lombok


Di bumi Lombok, dahulu kala hiduplah seorang Raja. Baginda Raja memiliki sepasang lelampak (sandal) dari lendong kao (kulit kerbau). Sandal kanan
berasal dari kulit kerbau jantan dan sandal kiri berasal dari kulit kerbau betina.

Kedua sandal itu merupakan suami istri. Sang suami disebut Papuq mame (nenek laki-laki), sedang sang istri disebut Papuq Ki ne (nenek perempuan). Karena
takdir Tuhan Yang Maha Kuasa, sepasang lelampak itu bisa bercakap-cakap, walaupun percakapan mereka hanya bisa didengar dan dimengerti oleh mereka
berdua.
Pada suatu malam, Baginda Raja melepas lelampak itu dan meletakkannya di bawah tempat tidur. Jika telah dilepaskan oleh Baginda Raja, sepasang lampak
itu mulai khawatir. Lebih-lebih jika sedang musim hujan, Baginda Raja selalu menggunakan lelampak itu kemanapun beliau pergi. Menurut beliau, lelampak
lendong kao inilah yang dipandang paling kuat dan paling tahan terhadap air. Oleh sebab itu Baginda selalu memakainya dan sangar menyayanginya.

Setiap malam, jika lelampak itu telah dilepas dan diletakkan di bawah kolong tempat tidur, datanglah seekor tikus yang mengintipnya. Maklumlah, kulit
binatang apa saja yang baru terendam air akan mengeluarkan bau yang sangat digemari oleh tikus. Hal inilah yang sangat dikhawatirkan oleh lelampak jantan.

“Puqen!” demikian biasanya lelampak jantan memanggil istrinya.

“Ya…!” sahut lelampak betina.

“Jika begini terus keadaannya setiap malam selalu terus diintip oleh tikus yang kelaparan itu, akhirnya kita akan menjadi mangsanya. Bagaimana kalau kita
memohon kepada Yang Maha Kuasa agar kita dijadikan sepasang tikus?”
“Jika kemauanmu begitu aku menurut saja” jawab istrinya
“Kalau demikian, mari kita berdoa bersama agar Tuhan menjadikan kita sepasang tikus. Kalau kita menjadi tikus, tikus-tikus yang lain pasti tidak berani
mengganggu kita. Dengan demikian semua sisa-sisa makanan yang ada di dapur istana dapat kita kuasai berdua.”
Mereka pun mulai berdoa.
“Ya Tuhan kami, jadikanlah kami sepasang tikus…”

Atas kekuasaan Tuhan, sepasang lelampak itu berubah menjadi dua ekor tikus yang besar. Sepasang tikus itu sangat disegani oleh tikus-tikus yang lain.
Apabila tikus-tikus lain mencari makan, maka dikejar-kejar oleh mereka. Begitulah kejadiannya setiap hari. Hal itu membuat Baginda Raja yang sedang tidur
dengan permaisurinya sering terganggu karena gaduh yang dibuat oleh tikus-tikus itu. Baginda Raja kemudian mengutus pengawalnya untuk mencari kucing
agar dapat menangkap tikus-tikus itu.
Cukup banyak kucing yang dilepas oleh pengawal di atas loteng. Sudah banyak pula tikus-tikus yang dimangsa kucing-kucing itu. Sepasang tikus besar
penjelmaan lelampak itu pun mulai khawatir.

“Puqen… aku khawatir sekali dengan ganasnya kucing-kucing yang dilepas untuk menangkap kita. Kita pun nanti pasti dibunuhnya. Bagaimana pendapatmu
jika kita memohon kepada Tuhan agar kita dijadikan kucing saja?” kata tikus jantan kepada istrinya.

“Terserah… aku hanya menurut saja” jawab istrinya.


“Jika demikian mari kita berdoa bersama agar kita menjadi sepasang kucing.”

Kali ini pun Tuhan mengabulkan permohonan mereka. Sepasang tikus itu kini berubah menjadi sepasang kucing. Di atas loteng, kucing-kucing lainnya
diserang. Sementara tikus-tikus sudah tidak ada yang berkeliaran lagi. Sudah tidak ada lagi yang mengganggu Baginda Raja kala beliau sedang istirahat.

Sejak saat itu, sepasang kucing jelmaan itu sering keluar masuk kamar Baginda Raja. Sepasang kucing itu kini menjadi binatang kesayangan sang permaisuri
karena bulunya yang bagus dan ekornya yang panjang.

Namun ada suatu hal yang menggelisahkan sepasang kucing itu. Jika Baginda Raja pergi berburu, yang selalu dibawa serta adalah anjing berburunya. Hal itu
yang membuat sepasang kucing itu merasa iri. Mereka beranggapan menjadi anjing pemburu itu lebih enak.

Mereka kemudian bersepakat memohon kepada Tuhan agar dijadikan sepasang anjing pemburu yang disegani. Permohonan itu pun dikabulkan. Kini
keduanya telah berubah menjadi sepasang anjing pemburu yang sangat gagah. Telah beberapa kali mereka bersama Baginda Raja pergi berburu ke hutan
Sekaroh.

Suatu ketika, mereka berhasil menangkap dua ekor kijang besar. Setelah digigitnya, sang Raja lalu melepaskan anak panahnya sehingga kijang itu jatuh
tergeletak ditanah. Betapa senang hati Baginda dan berjanji akan memberi kedua anjing pemburu itu daging menjangan.
Setelah cukup lama mereka menjadi sepasang anjing pemburu, mereka pun mulai mengeluh. Kesempatan keluar kandang kini jarang diperoleh. Mereka
merasa dipingit, tidak bebas seperti anjing-anjing yang lain. Anjing jantan itu mengeluh pada istrinya.

“Istriku… makan dan minum kita memang terjamin, tetapi kebebasan kita seakan tergadai. Lagi pula kalau kita punya kesempatan keluar, anjing-anjing yang
lain seperti iri dan memusuhi kita. Kalau berjumpa dengan manusia, ada saja yang memukul, melempar dan sebagainya. Bahkan, yang tidak senang kepada
anjing kadang-kadang ingin membunuh kita…” kata anjing jantan itu.

“Puqen… bagaimana kalau kita memohon untuk dijadikan Raja saja?" sambung anjing jantan. “Bukankah Baginda Raja sudah tua dan sudah terlalu lama
memerintah? Oleh karena itu, sebaiknya kita memohon kepada Tuhan agar kita menjadi manusia. Setelah itu kita dirikan Kerajan baru di tempat lain yang
lebih besar dan megah dari Kerajaan ini.”

Seperti biasa istrinya selalu menurut saja atas rencana-rencana suaminya. Akhirnya, mereka berdoa kepada Tuhan agar dijadikan sepasang manusia.
Permohonannya dikabulkan, merekapun berubah menjadi sepasang manusia suami istri.

Kemudian, di suatu tempat mereka mulai berusaha mencapai cita-citanya, yakni ingin menjadi raja besar yang menguasai seluruk Bumi Lombok. Mereka
membangun sebuah istana yang mengah. Banyak orang yang menjadi pengikutnya. Keberadaan kerajaan baru itu sampai juga ke telinga Baginda Raja lama,
dan terdengar desas-desus bahwa kerajaan baru itu akan menyerangnya.

Berita yang merisaukan Baginda Raja lama memang benar-benar terbukti setelah beliau memerintahkan para pengawalnya untuk menyelidiki kerajaan baru
yang diperintah oleh seorang Raja yang bergelar Papuq Mame yang sedang menyiapkan penyerangan.

Baginda Raja kemudian memerintahkan untuk menyerang lebih dulu sebelum diserang oleh bala tentara, Papuq Mame. Akibat serangannya yang mendadak
itu, Kerajaan Papuq Mame menjadi kacau balau, pasukannya kocar kacir, terburai melarikan diri. Untunglah Papuq Mame tidak sampai terbunuh. Ia dan
istrinya bersembunyi di hutan menyelamatkan diri.
Papuq Mame menjadi sakit hati karena kekalahannya itu. Istrinya menyarankan sebaiknya mereka menyamar sebagai orang biasa dan mengabdi kepada
kerajaan yang lama. Namun sang suami tak menyetujui usul itu, dan ia mendesak istrinya agar menyetujui usulnya memohon kepada Tuhan agar mereka bisa
dijadikan Tuhan.

Dengan terpaksa sang istri menyetujui kekerasan hati suaminya. Keduanya kemudian menengadahkan tangan, memohon kepada Tuhan.

“Ya, Tuhan… jadikanlah kami sepasang Tuhan…!” namun begitu kalimatnya selesai, seketika Papuq Mame dan istrinya berubah kembali ke asalnya yaitu
sepasang sandal (Lelampak Lendong Kao).

Permintaan mereka menjadi Tuhan memang sangat keterlaluan sekali. Akibatnya mereka jadi rugi sendiri. Demikianlah dongeng yang memberikan pelajaran
kepada kita bahwa orang yang tamak (serakah) akan mendapatkan kerugian akibat keserakahannya. Keberhasilan sebaiknya diperoleh dengan kerja keras
bukan hanya berkhaya

Anda mungkin juga menyukai