Community Empowerment in Dengue Hemorrhagic Fever Control (Literature Review)
Community Empowerment in Dengue Hemorrhagic Fever Control (Literature Review)
al)
INFOARTIKEL ABSTRACT/ABSTRAK
Article History: Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) was still a public health problem that has been
Received: 8 Jan. 2018 more than 20 years with various efforts. Community participation was great for
Revised: 2 Aug. 2018 reducing the incidence of DHF. Community empowerment will greatly assist the
Accepted: 15 Aug. 2018 government in succeeding DHF preventive efforts so that DHF can be controlled. The
method used in this study was a literature study that examines the various references
closely related to community empowerment in the control of DHF diseases. References
examined come from the results of research both from within or abroad, books and
Keywords: official reports issued within a period of not more than 10 years. The number of
community literature studied was 35 literatures. Community empowerment in the control of DHF
empowerment, DHF, was necessary because the government can not run alone in efforts to control DHF. All
controlling programme programs that were rolled out will be useless if the community was not involved in
planning, monitoring and evaluation processes. This is because DHF was related to
environmental problems in which humans were involved in creating an enabling
environment for the spread of DHF. Community empowerment in DHF control was
important to support the implementation and sustainability of DHF control program.
Kata kunci: Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
pemberdayaan masyarakat, walaupun sudah dikendalikan lebih dari 20 tahun dengan berbagai upaya. Peran serta
DBD, masyarakat sangat besar dalam upaya pengendalian sehingga pemberdayaan
program pengendalian masyarakat penting dilakukan untuk mengurangi kejadian penyakit DBD.
Pemberdayaan masyarakat akan sangat membantu pemerintah dalam menyukseskan
upaya preventif DBD sehingga DBD dapat dikendalikan. Metode yang digunakan dalam
kajian ini adalah studi literatur yang mengkaji berbagai referensi yang erat kaitannya
dengan pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian penyakit DBD. Referensi yang
dikaji berasal dari hasil penelitian baik dari dalam atau luar negeri, buku dan laporan
resmi yang dikeluarkan dalam kurun waktu tidak lebih dari 10 tahun. Jumlah literature
yang dikaji sebanyak 35 literatur. Pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian DBD
diperlukan karena pemerintah tidak bisa berjalan sendiri dalam upaya pengendalian
DBD. Semua program yang digulirkan akan tidak berguna apabila masyarakat tidak
dilibatkan dalam perencanaan, proses monitoring dan evaluasi. Hal ini disebabkan
karena DBD berhubungan dengan masalah lingkungan dimana manusia terlibat dalam
menciptakan lingkungan yang mendukung terhadap penyebaran penyakit DBD.
Pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian DBD penting untuk menunjang
pelaksanaan dan keberlangsungan program pengendalian DBD.
© 2018 Jurnal Vektor Penyakit. All rights reserved
https://doi.org/10.22435/vektorp.v1 2 i2 . 294 67
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 12 No. 2 , 2018 : 67 - 76
sering dan banyak terjadi. Hampir lebih dari pembawa penyakit, dapat mendayagunakan
2,8 milyar manusia yang tinggal di daerah kaderkesehatanterlatihatau
tropis dan sub tropis memiliki risiko terkena penghuni/anggota keluarga untuk
DBD. Setiap tahunnya diperkirakan 50 juta lingkungan rumah tangga. Hal ini merupakan
orang terinfeksi penyakit tersebut. DBD suatu konsep pengendalian dengan
merupakan penyakit yang endemik di lebih pemberdayaan dan hal ini didukung dengan
dari 100 negara di dunia termasuk Indonesia. bantuan tenaga kesehatan. Tugas dari tenaga
DBD merupakan penyakit yang sering terjadi di kesehatan terlatih atau anggota keluarga
daerah perkotaan bahkan saat ini kejadian adalah 1) pengamatan vektor dan binatang
kasus DBD juga sangat banyak terjadi di daerah pembawa p e n ya k i t , 2 ) p e n g a m a t a n
pedesaan. Hingga saat ini belum ada model h a b i t a t perkembangbiakan, 3)
pengendalian DBD yang efektif, khususnya pengamatan lingkungan, 4) larvasidasi, 5)
model pengendalian DBD yang pengendalian dengan metode fisik, 6)
memaksimalkan peran serta masyarakat.1,2 pengendalian dengan metode biologi, kimia
Kompleksitas permasalahan DBD yang secara terbatas, 7) sanitasi lingkungan. Hal
tidak dapat diselesaikan sendiri oleh ini menunjukkan sebenarnya dalam proses
pemerintah terlihat pada Gambar 1.3 Pada pengendalian DBD tidak lepas dari suatu
Gambar 1 menunjukkan permasalahan DBD upaya pemberdayaan masyarakat. 6
meliputi berbagai aspek baik itu sosial, Pemberdayaan masyarakat dalam
ekonomi, budaya, ekologi dan lain sebagainya kesehatan menurut WHO adalah suatu
sehingga pengendalian DBD seharusnya juga proses budaya, psikologis dan politik melalui
melibatkan sektor lain terutama masyarakat individu dan kelompok sosial sehingga
yang akan menjadi subjek program. mampu mengekspresikan kebutuhan,
Masyarakat dilibatkan mulai dari menentukan menghadirkan kepedulian, menyusun
akar masalah terkait DBD, menentukan strategi keikutsertaan dalam mengambil
program yang memungkinkan dilakukan oleh keputusan serta melakukan tindakan politik,
mereka sampai dengan proses monitoring dan sosial dan budaya untuk memenuhi
evaluasi program. Hal inilah yang disebut kebutuhan kesehatan. 7 Pemberdayaan pada
dengan pemberdayaan masyarakat. 3,45, manusia sangat dipengaruhi oleh perspektif
Pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No atau pandangan hubungan manusia dengan li
50 Tahun 2017 pasal 14 telah disebutkan ngkungan tempa t tingga lnya dan
bahwa pengendalian vektor dan binatang pengalaman kesehatan yang dialami.
68
Pemberdayaan Masyarakat.......... (Tri Wahyuni Sukesi, et.al)
69
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 12 No. 2 , 2018 : 67 - 76
70
Pemberdayaan Masyarakat.......... (Tri Wahyuni Sukesi, et.al)
71
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 12 No. 2 , 2018 : 67 - 76
terhadap kehadiran dan penularan penyakit menyatakan bahwa modal sosial mencakup
tersebut.29,28 informasi, kepercayaan, dan norma timbal
COMBI adalah alat perencanaan untuk balik yang melekat dalam jaringan sosial. 31
kegiatan komunikasi dan mobilisasi sosial Nahapiet dan Ghoshal mendefinisikan modal
untuk mendukung terlaksananya dan sosial sebagai jumlah sumber daya aktual dan
kontinuitas program pengendalian DBD. potensial yang terdapat dalam masyarakat dan
WHO mempromosikan penggunaan COMBI berasal dari jaringan hubungan antar individu
oleh manajer program, pendidik kesehatan, dan sosial. Singkatnya, modal sosial berfokus
dan spesialis komunikasi dalam pada hubungan antar individu dan sosial.
memobilisasi masyarakat untuk pencegahan Modal sosial dapat dipandang sebagai
dan p e n g e n d a l i a n d e m a m b e r d a r a fasilitator struktur sosial untuk tindakan
h . Menggunakan COMBI membantu untuk individu tertentu, yang menguntungkan baik
memahami faktor sosial, budaya, politik, individu dan organisasi. Ini terutama berkaitan
ekologi, hukum, dan spiritual yang dengan interaksi antara individu yang satu
memfasilitasi atau menghalangi penerapan dengan lainnya. Serupa dengan semua bentuk
perilaku spesifik, seperti mengurangi tempat modal lainnya, modal sosial memiliki ciri-ciri
pengembangbiakan nyamuk. Setelah umum: (1) merupakan aset jangka panjang, (2)
mengetahui berbagai akar masalah dalam dapat disesuaikan dan dipertukarkan, (3)
program pengendalian DBD di masyarakat, dapat menjadi pengganti atau melengkapi
bisa segera diambil suatu solusi yang dapat sumber daya lain, (4) perlu dirawat dan
dilakukan bersama oleh masyarakat. dijaga.31,32
Masyarakat diajak untuk berdiskusi untuk Ada beberapa hal yang penting dan
menemukan solusi yang akan mereka merupakan komponen dalam modal sosial y a
sepakati untuk dilakukan bersama-sama. Hal ngharusdiperhatikandalam
tersebut merupakan penerapan suatu proses pemberdayaan masyarakat pengendalian DBD.
p emberdayaa n ma syara ka t di mana (1) Masalah perilaku, setiap individu di
masyarakat diajak dan dilibatkan untuk masyarakat memiliki perilaku yang berbeda-
mengidentifikasi permasalahan tentang DBD, beda, perilaku inilah yang secara tidak sengaja
menentukan solusi dari permasalahan, dapat mempengaruhi keberadaan nyamuk
membuat kesepakatan bersama untuk Aedes aegypti di lingkungan. Misalnya
melaksanakan solusi, dan melaksanakan kebiasaan menampung air di ember, kebiasaan
program-program yang telah mereka malas menguras bak penampungan air, malas
sepakati. 2930, membersihkan lingkungan sekitar dan
Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat sebagainya. (2) mobilisasi kelompok sosial
dalam pengendalian DBD memiliki banyak dalam hal ini adalah petugas sanitarian yang
sekali faktor pendukung dan faktor bekerjasama dengan Jumantik atau relawan
penghambat yang dapat menghalangi kesehatan yang ada di masyarakat untuk
terlaksananya suatu proses pemberdayaan. Hal melaksanakan program pengendalian DBD.
ini sangat tergantung dari kondisi masyarakat Akan tetapi banyak sekali kader Jumantik yang
itu sendiri. Kondisi masyarakat atau sumber telah ditunjuk tersebut tidak sanggup
daya yang terdapat dalam suatu masyarakat melaksakan tugasnya dengan baik karena
sering disebut sebagai modal sosial. Coleman dukungan berbagai pihak yang sangat rendah.
menyatakan bahwa modal sosial mencakup (3) Sukarelawan masyarakat, adalah orang-
beberapa aspek struktur sosial dan orang yang memiliki jiwa membantu, sangat
memfasilitasi tindakan tertentu oleh individu- peduli dengan lingkungan sekitar dan biasanya
individu di dalam struktur sosial tersebut. 31 sukarelawan masyarakat ini m e r u p a k a n o
Putnam berpendapat bahwa modal sosial r a n g y a n g m a m p u menggerakkan
menunjukkan ciri-ciri struktur sosial, seperti masyarakat untuk melakukan suatu tindakan.
jaringan, norma, dan kepercayaan sosial, yang Jika dalam suatu masyarakat terdapat
memfasilitasi dalam mengkoordinasikan dan sukarelawan maka sukarelawan inilah yang
bekerja sama untuk saling menguntungkan. 31 harus dipegang untuk bisa membantu
Woolcock juga terlaksananya program sampai di
72
Pemberdayaan Masyarakat.......... (Tri Wahyuni Sukesi, et.al)
tingkat masyarakat. (4) Dukungan dari tahapan yaitu : (1) membangun kepercayaan,
pemimpin, dalam hal ini bisa ketua RT,RW, dengan menjadikan masyarakat bukan lagi
Kadus, Kades sampai pemimpin dijenjang yang objek melainkan subyek yang akan
lebih atas. Dukungan dari pemimpin akan melaksanakan program. (2) Meningkatkan
menciptakan suatu ruang gerak yang lebih baik kepedulian masyarakat terhadap DBD,
dalam terlaksananya suatu program. Hal ini selama ini DBD adalah penyakit yang tidak
disebabkan karena pemimpin yang mendukung dianggap penting oleh masyarakat kecuali
kegiatan program akan membukakan jalan bagi mereka yang pernah mengalami hal
yang lebih mudah, dana yang lebih mudah serta yang tidak menyenangkan terkait DBD.
akses yang lebih mudah untuk pelaksanaan Untuk bisa meningkatkan kepedulian ini
program tersebut. 33 harus ada edukasi secara berkesinambungan
Gagalnya beberapa upaya pengendalian di masyarakat. (3)Pengembangan program,
DBD hingga saat ini dapat dijadikan suatu program dikembangkan bersama sama
pembelajaran bahwa proses pengendalian DBD dengan masyarakat agar mereka merasa
tidak dapat berjalan sendiri sendiri. Harus ada menjadi orang yang penting dalam
hubungan kerjasama yang sangat baik antara pelaksanaan program tersebut dan tanpa
pemerintah, kementerian kesehatan dan partisipasi dari masyarakat maka program
jajarannya, kementerian terkait dan jajarannya tidak akan berjalan. (4) Pengorganisasian
dengan masyarakat secara umum. Pemerintah masyarakat. (5) Inisiasi untuk perbaikan
yang memiliki program tetapi yang program sehingga program ini dapat
menjalankan adalah masyarakat, apabila dilaksanakan secara berkesinambungan d e n
masyarakat tidak diberikan bekal yang cukup g a n p r o s e s p e r b a i k a n y a n g
untuk melaksanakan program tersebut maka berkesinambungan juga.35,9
keberlangsungan program tidak akan mungkin
terjadi.4 KESIMPULAN
Masyarakat juga tidak akan mungkin Pengendalian DBD tidak dapat dilakukan
melaksanakan program apabila mereka tidak sendiri-sendiri tetapi merupakan kolaborasi
memahami bahwa DBD adalah ancaman yang antara pemerintah dan masyarakat . P e m b
harus dicegah. Untuk menumbuhkan erdayaanmasyarakatdalam
kepedulian bahwa DBD harus dicegah maka pengendalian DBD dilakukan dengan
pengetahuan tentang DBD harus membangun kepercayaan masyarakat,
ditingkatkan, bahaya mengenai penyakit DBD edukasi masyarakat mengenai DBD,
harus diketahui. Misalnya apabila terkena membangun program bersama masyarakat, p
DBD maka akan mengalami sakit dan jika e n g o r g a n i s a s i a n m a s ya r a k a t d a n
parah dapat menyebabkan kematian. Apabila menjalankan program bersama masyarakat
ada anggota keluarga yang menderita sakit secara berkesinambungan. Pemberdayaan
DBD maka akan menyebabkan keluarnya masyarakat ini dapat dilakukan dengan
biaya tambahan untuk berobat, jika berbagai cara disesuaikan dengan kondisi
tetangganya terkena DBD maka kita juga masyarakat itu sendiri. Masyarakat diajak
mungkin terkena DBD. Hal hal seperti inilah bersama-sama untuk mengidentifikasi
yang digunakan untuk meningkatkan permasalahan terkait DBD, menentukan
kewaspadaan dini terhadap DBD. Apabila program program yang dapat dilaksanakan,
pengetahuan sudah baik maka sedikit demi melaksanakan program sampai monitoring
sedikit perilaku akan berubah menuju pada dan evaluasi pelaksanaan pengendalian DBD.
perubahan perilaku yang baik yang tidak
mendukung terhadap penyebaran DBD.34 SARAN
Pelaksanaan suatu intervensi di Pemerintah melalui dinas kesehatan dan
masyarakat bukanlah hal yang mudah tetapi puskesmas dapat melibatkan masyarakat untuk
bukan juga tidak bisa dilakukan. Pengendalian pengendalian DBD. Mengoptimalkan p e m b e r
DBD adalah hal yang harus dilakukan bersama- d a y a a n m a s y a r a k a t d a l a m
sama. Proses pemberdayaan masyarakat dapat pengendalian DBD dimana masyarakat secara
dilakukan dengan beberapa langsung dilibatkan mulai dari menganalisis
73
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 12 No. 2, 2018 : 67 - 76
masalah sampai dengan monitoring evalusi Studi Program Desa Siaga Community
pelaksanaan program. Empowerment Model in Health Sector , Study
Pendampingan yang berkelanjutan dalam on Village Preparadness Program. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional,2012,
pengendalian DBD dengan melibatkan 7(4);186-192.
beberapa stakeholder dari bidang pendidikan,
ekonomi, kependudukan, perumahan dan 8. Shearer NBC. Health Empowerment Theory as
lainnya yang berkaitan dengan penyelesaian a Guide for Practice. NIH Public Access.
2 0 1 0 ; 3 0 ( 2 ) : 4 - 1 0 .
permasalahan DBD.
doi:10.1016/j.gerinurse.2009.02.003.Health.
9. Laverack G. Health Promotion Practice.; 2007.
UCAPAN TERIMA KASIH
Te r i m a K a s i h ke p a d a : Fa ku l t a s 10. Raingruber B. Health Promotion Theories. In:
Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Contemporary Health Promotion in Nursing
Practice. 1st ed. California: Burlington, Mass. :
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Jones & Bartlett Learning,; 2014:53-94.
Ahmad Dahlan dan Dinas Kesehatan
Kabupaten Sleman Yogyakarta. 11. Simpson V. Models and Theories to Support
Health Behavior Intervention and Program
DAFTAR PUSTAKA Planning. Heal Hum Sci. 2015:1-5.
12. Onwuegbuzie AJ, Leech NL. Qualitative
1. WHO. Prevention and Control of Dengue and Analysis Techniques for the Review of the
Dengue Haemorrhagic Fever.; 2011. L i te ra t u re . T h e Q u a li t at ive Rep o rt
2012;17(28):1-28.
2. Whiteford L. The Ethnoecology of Dengue
Fever. Med Anthropol Q. 2015;11(2)(July 13. Sulaeman ES, Murti B, Kunci K. Aplikasi Model
1997):202-223. Pada Perencanaan Program Pemberdayaan
doi:10.1525/maq.1997.11.2.202. Masyarakat Bidang Kesehatan Berbasis
Penilaian Kebutuhan Kesehatan Masyarakat The
3. Caprara A, Lima JW de O, Marinho ACP, Landim
Application of Precede-Proceed Model in
LP, Sommerfeld J. Irregular water supply , Community Empowerment Planning in Health
household usage and dengue : a bio-social s t Sector Based on the Need Assessment of . Jurnal
udyintheBrazilianNortheast Kedokteran Yarsi,2015;23(3):149-164.
Abastecimento irregular de á gua , seu uso
domiciliar e dengue : uma pesquisa biossocial 14. Therawiwat M, Fungladda W, Kaekungwal J,
no Nordeste do Brasil. Cad Saúde Pública, Rio Imamee N, Steckler A. Community-Based
Janeiro. 2009;25:125-136. Approach For Prevention And Control Of
Dengue Hemorrhagic Fever In Kanchanaburi
4. Bennett S, Gubler D, Spiegel J, et al. Barriers and Province, Thailand Manirat. Southeast Asian J
Bridges to Prevention and Control of Dengue : ournalTropMedPublicHealth
The Need for a Social – Ecological Approach 2005.36(6);1439-1449.
Barriers and Bridges to Prevention and
Control of Dengue : The Need for a Social – 15. Cahdijah S., Rosmini, Halimuddin, Peningkatan
Ecological A p p r o a c h . E c o H e a l t h J o u Peranserta Masyarakat Dalam Pelaksanaan
rnalConsortium2005;2;279-290 Pemberantasan Sarang Nyamuk Dbd (Psn-
. Doi:10.1007/s10393-005-8388-x. Dbd) Di Dua Kelurahan Di Kota Palu, Sulawesi
Te n g a h . M e d i a L i t b a n g Ke s e h a t a
5. Ibarra AMS, Luzadis VA, Cordova MJB,. A n , 2011;21:(183-190).
social-ecological analysis of community
perceptions of dengue fever and Aedes 16. Bellini R, Angelini P, Venturelli M, et al. The
aegypti in Machala , Ecuador. BMC Public possible role of entomological surveillance in
Health,2014.14(1134):1-12. mosquito-borne disease prevention. G Ital Di
Med Trop. 2011;16(3-4):39-47.
6. Kementerian kesehatan Republik Indonesia.
Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan 17. Miryanti K, Budi IS, Ainy A. Partisipasi Kader
Persyaratan Kesehatan untuk Vektor dan B i n Jumantik Dalam Upaya Meningkatkan Angka
a t a n g Pe m b aw a P e n ya k i t s e r t a Participation Of Cadre Larva Monitoring Savior
Pengendaliannya . Peratur an Menteri As Effort To Improve Larva Free Rate ( Lfr ) In
Kesehatan Republik Indonesia. 2017;Nomor The Public Health Centre Talang Betutu Jurnal
50:13. Ilmu Kesehatan Masyarakat Hasil Penelitian
Faktor Indivi. 2016;7(November):168-173.
7. Sutisna E, Ravik S, Bhisma K, et al. Model
Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan , 18. Simanjuntak R. 1 House 1 Jumantik Movement
74
Pemberdayaan Masyarakat.......... (Tri Wahyuni Sukesi, et.al)
a Call For Action. e-Health Bull. 2017;Issue 26. Ministry of Health Brunei Darussalam.
No.(11):5. Dengue Situation in Brunei Darussalam. e-
Health Bull. 2017;January-(11):2.
19. Josef FM, Afiatin T. Partisipasi dalam Promosi
Kesehatan pada Kasus Penyakit Demam 27. Ministry of Health and Sport Myanmar.
Berdarah ( DB ) Ditinjau dari Pemberdayaan Dengue Control Programme in Myanmar :
Psikologis dan Rasa Bermasyarakat.Jurnal Challanges and Way Forward. e-Health Bull.
Psikologi, 2010;37(1):65-81. 2017;January-(11):10.
20. Tapia-conyer R, Méndez-galvá n J, Burciaga- 28. Andrade R. The Role Of Community
zú ñ iga P, et al. Paediatrics and International Participation In The Prevention Of Dengue : A
Child Health Community participation in the Case Study From Cuba. 2007.
prevention and control of dengue : the patio 29. ADB, WHO. Managing Regional Public Goods
limpio strategy in Mexico Community for Health : Community-Based Dengue Vector
participation in the prevention and control of Control.; 2013.
dengue : the patio limpio strategy in Mexico. 30. Risman, M., Community Participation In
2013;32(S1):10-13. Dengue Prevention Activities In The Kalmunai
doi:10.1179/2046904712Z.00000000047. Regional Health Services Area, Sri Lanka,
21. Breilh J, Spiegel J, Wilches AA, Mitchell-foster Journal of Education and Social Science
K, Delgado JA. Integrating participatory 2015;1:187-198.
community mobilization processes to 31. Tsai C. Integrating Social Capital Theory ,
improve dengue prevention : an eco-bio- Social Cognitive Theory , and the Technology
social scaling up of local success in. Journal Acceptance Model to Explore a Behavioral
Transactions of The Royal Society of Tropical Model of Telehealth Systems. Int J Environ
medicine and H y g i e n e . 2 0 1 5 . 1 0 9 : 1 2 Res P u b l i c H e a l t h . 2 0 1 4 : 4 9 0 5 - 4 9 2
6 - 1 3 3 . doi:10.1093/trstmh/tru209. 5 . doi:10.3390/ijerph110504905
22. Pengvanich V. Family Leader Empowerment 32. Gudmundsson G, Mikiewicz P. The Concept of
Program Using Participatory Learning Social Capital and Its Usage in Educational
Process for Dengue Vector Control. Journal Studies. In: Studia Edukacyjne. ; 2012:55-79.
Medical Assosiation , 2011;94(2):235-241. 33. Nuntaboot K, Festi P. International Journal of
Nursing Sciences Community social capital on fi
23. Sukesi TW, Sulistyawati, Mulasari SA. ghting dengue fever in suburban Surabaya ,
Efektivitas Kader Jumantik Cilik terhadap Indonesia : A qualitative study. Int J Nurs Sci.
Kepadatan Populasi Aedes aegypti di 2 017;4(4):374-377.
Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta. J doi:10.1016/j.ijnss.2017.10.003
Vektor Penyak it . 2 017 ;10(2):4 5 - 50 .
34. Sayavong C, Chompikul J, Wongsawass S,
doi:10.22435/vektorp.v10i2.6258.45-50.
Rattanapan C. Knowledge , attitudes and
24. Azmawati MN, Aniza I, Ali M. Evaluation of preventive behaviors related to dengue vector
communication for behavioral impact breeding control measures among adults in
(COMBI) program in dengue prevention: A communities of Vientiane , capital of the Lao
qualitative and quantitative study in PDR. J Infect Public Health. 2015;8(5):466-
Selangor, Malaysia. Iran J Public Health. 473. doi:10.1016/j.jiph.2015.03.005
2013;42(5):538-539. 35. Dewi F sari tetra. Working with Community
25. Ministry of Health Malaysia. Dengue Control Exploring Community Empowerment to
Program in malaysia. e- Health Bull. Support. 1st ed. Umea: Print&Media Umea
2017;January-(11):7. University; 2013.
75
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 12 No. 2 , 2018 : 67 - 76
76