Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KEKHALIFAAN (KHILAFAH) DALAM PERSFEKTIF ISLAM

DI SUSUN OLEH :
NURHIDAYAH MANTONG

KELAS : C ( PINRANG )

UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR


PROGRAM PASCASARJANA
JURUSAN / PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puja dan puji selalu diucapkah kehadirat Allah SWT. Berkat
rahmat dan taufiqNya, penulis dapat menyelsaikan makalah yang berjudul “Kekhalifaan
(Khilafah) dalam Persfektif Islam. Makalah ini sebagai tugas mata kuliah Studi Alquran dan
hadist.
Isu kekhalifaan dalam segala kontraptoduktifnya setiap tahun mewarnai
perkembangan poilitik di Indonesia. Kelompok-kelompok yang mengatasnamakan Islam
kerap menjadikan isu khalifah sebagai sesuatu yang kayak diperjuangkan di Indonsia. Ini
wajar saja mengingat Indonesia memiliki penduduk muslim terbesar di dunia. Dan rerata
umat Islam umumya dari kalangan muda ikut dalam pergerakan perjuangan khilafah tanpa
mempeljari secara mendalam bagaimana kekhalifaan dalam perspektif Islam. Penting
karena Islam sebagai rahmatan lil alamin, tapi bukan berarti menjadikan slogan ini sebagai
simbol semata.
Dalam makalah ini penulis memaparkan dasar hukum kekhalifaan dalam Alquran
dan Hadist, dan sejarah kekhalifaan dalam Islam. Penulis mengungkapkan beberapa
informasi berita di media tentang gerakan-gerakan yang ingin menerapkan konsep khilafah
di Indonesia, tentunya sebagai perbandingan dan langkah awal penulis mengkaji soal
khilafah dalam Islam.
Kekurangan banyak terdapat dalam makalah ini, yang mungkin bisa saja
membingungkan. Karena itu pendapat, tanggapan dan argumen yang membangun sangat
diperlukan untuk menambah pemahaman penulis. Selebihnya tentu dari Allah SWT, dan
kekurangannya mohon dimaafkan karena itu pastilah berasal dari penulis.
BAB I
LATAR BELAKANG

Diskursus terhadap konsep khilafah dalam Islam penting untuk diperhatikan


sebab ini berkaitan dengan hubungan antara agama (Islam) dan negara. Meskipun terdapat
sejumlah ayat dalam Al-Quran mengenai konsep ini, namun tidak ada kesepakatan di antara
para ulama mengenai apa dan bagaimana wujud Khilafah Islamiyah ini. Karena posisinya
yang demikian, persoalan khilafah Islamiyah ini seringkali menjadi bahan perdebatan.
Dengan kata lain, masalah khilafah Islamiyah masuk dalam kategori wilayah ijtihadiyah.
Ijtihadiyah adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan
oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang
tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan
pertimbangan matang.
Di Indonesia upaya ini juga dilakukan dengan mengangkat isu khilafah di seminar
ataupun juga menjadi perhatian di beberapa ormas Islam dengan memasukkannya dalam
keputusan organisasinya. Momentum yang sering dimanfaatkan untuk mengangkat isu
khilafah ini adalah saat hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 2021. Isu yang
berkembang pada peringatan Hari Sumpah Pemuda, umumnya membahas tentang
bagaimana pemuda-pemudi menangkal isu radikal yang mana salah satunya adalah soal isu
kekhalifaan yang banyak digaungkan oleh beberapa oragnisasi massa untuk diberlakukan di
Indonesia.
Benih ide khilafah di Indonesia telah ada sejak pemberontakan Darul Islam
Tentara Islam Indonesia (DI/TII) tahun 1948 dibawah pimpinan Marijan Kartosuwiryo yang
ingin mendirikan Negara Islam Indonesi (NII) dengan terlebih dahulu menggantikan ideologi
Pancasila dengan ideologi Syariat Islam. Meskipun pemberontakan ini berhasil digagalkan.
Namun beberapa dekade kemudian muncul gerakan perjuangan sistem pemerintahan
kekhalifaan.
Peneliti Puslitbang Bimas Agama Kementerian Agama (Kemenag), Abdul Jamil
Wahab dalam koran Republika 8 Oktober 2020, mengungkapkan tiga lembaga atau
organisasi yang mengusung ideologi khilafah di Indonesia yaitu Pertama, ditorehkan oleh
kelompok Hizbuth Tahrir pada Juni 2013 lalu. Puluhan ribu massanya memenuhi Stadion
Gelora Bung Karno. Hizbut Tahrir yang merupakan gerakan dari Pan Islamis Taqiuddin al-
Nabhani di Yerusalem pada 1953 silam. Sebagai gerakan transnasional, Hizbut Tahrir juga
berdiri di sejumlah negara lain di kawasan Timur Tengah, Asia Tengah, Asia Tenggara, hingga
Eropa.
Di beberapa negara Hizbut Tahrir terang-terangan menjadi sebuah partai politik.
HT mengusung cita-cita mewujudkan khilafah Islam di dunia. Rancangan Undang Undang
Dasar Daulah Khilafah milik Hizbut Tahrir, Abu Bakar Muhamad bin Ismail dalam bukunya
Mengenal Lebih Dekat Hizbut Tahrir Indonesia, menjelaskan bahwa sistem khalifah
menagtur dua hal, yaitu pertama, kekuasaan dan pelaksanaan syara. Kedua,
bertanggungjawab, salah satunya terhadap politik dalam dan luar negeri, serta urusan
militer.
Meskipun Khalifah diangkat oleh umat tetapi umat tak berhak memberhentikan
khalifah. Jabatan khalifah tak dibatasi waktu. Adapun kekhilafahan sebagai institusi politik
Dalam sejarah Islam, terdapat sejumlah kekhilafahan yang diawali pada masa Khulafa
Rasyidin selama 30 tahun dan berakhir di era Turki Utsmani. Ketiga, kekhilafahan nantinya
akan menerapkan hukum Islam (syariah) yang mengatur segala interaksi sosial, politik,
ekonomi, dan budaya. Selain penerapan syariah, khilafah juga untuk memperkuat ukhwah
(persaudaraan) dan dakwah Islam. Namun ketiga hal ini tak berjalan efektif karena tidak
ada institusi (kekhilafahan) dan kepemimpinan politik (khalifah) sebagaimana dicita-citakan
Hizbut Tahrir. Kedua, Khilafatul Muslimin (KM) yang didirikan oleh Abdul Qadir Hasan Baraja
pada tahun 1997, sebuah organisasi yang bertujuan untuk melanjutkan kekhalifahan Islam
yang terhenti karena keruntuhan Turki Utsmani. Ia juga ikut ambil bagian dalam mendirikan
Majelis Mujahidin Indonesia pada bulan Agustus 2000, tetapi tidak aktif menjadi anggota
MMI (Majelis Mujahidin Indonesia). KM memiliki perjuangan yang sama dengan Hizbut
Tahrir, yang juga memperjuangkan khilafah di Indonesia. Untuk mewujudkan misinya
tersebut, Khilafatul Muslimin mendaulat pengikut-pengikutnya menjadi amirul
mukminin atau khalifah. Penyematan gelar tersebut terinspirasi dari khalifah Umar bin
Khatab yang menyandangnya untuk pertama kali.
Meskipun demikian cukup kontradiktif dengan misi KM yang ingin
mempersatukan umat dengan mewujudkan kembali Khilafah ‘ala Minhaj an-
Nubuwwah yang dikutip dari hadis Nabi. Khilafah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah adalah periode
Khulafaur Rasyidin yang berlangsung selama 30 tahun  yang di mulai dari khalifah Abu Bakar
hingga Ali bin Abi Thalib. Padahal, khilafah era ini jelas mempunyai sistem politik dan
berbentuk pemerintahan, dan khalifahnya berfungsi sebagai kepala negara atau
pemerintahan, bukan sekedar mempersatukan umat Islam saja.Karena itu sebagian besar
pengamat menganggap misi Abdul Qadir Hasan Baraja hanya sebagai propaganda untuk
mendapatkan banyak pengikut. Namun Abdul Qodir Baraja membantah semua prasangka-
prasangka yang mengarah kepadanya dan agenda-agendanya. Apalagi dia pernah menjadi
salah satu tangan kanan Abu Bakar Ba’asyir, salah satu pendiri Pondok Pesantren Ngruki
juga, yang juga ingin merealisasikan misi yang sama, yaitu penegakkan khilafah. Abu Bakar
Ba’asyir, pernah menjelaskan khilafah perlu ditegakkan secara paripurna dan harus menjadi
dasar ideologi dan praktik pemerintahan suatu negara, tidak boleh ada paham lagi di atas
khilafah, khilafah harus berada pada tingkatan tertinggi. Ketiga, adalah kelompok ISIS
(Islamic state of Irak adn Syiria), yang merupakan organisasi cikal dari Al—Qaeda. Artikel di
Koran Nasional Kompas online dengan judul “ISIS, “Khilafa” dan Indonesia ditulis oleh
Azyumardi Azra, menyebutkan sekitar 50-an warga muslim dari Indonesia yang bergabung
dalam ISIS melakukan perlawanan terhadap Presiden Bashar Al Assad di Suriah. Perlawanan
ini yang kemudian berkecambah di negara-negara lainnya seperti Libya dan Afganistan. Cara
ISIS menguasai wilayah adalah dengan memanfaatkan suasana politik yang lemah dan
kemudian muncul untuk mengacaukan antar pemeluk muslim baik secara kelembagaan
maupun individu. Setelah itu ISIS kemudian mengkampanyekan pentingnya wadah
persatuan dengan satu wadah dalam sistem khilafah. Bagi para generasi yang tidak paham
tentang sejarah khilafah dan kondisi geo politik negaranya besar peluangnya bagi mereka
untuk memperjuangkan semangat kekhalifaan dan menjadi cikal perjuangan setelah
kembali ke tanah air.

RUMUSAN MASALAH
Tiga kelompok yang memperjuangkan khilafah di Indonesia yaitu Hizbut
Tahrir, Khilafatul Muslimin dan ISIS cukup membuat beberapa kalangan generasi Indonesia
menyambut dengan hangat isu khilafah. Diskursus tentang sistem kekhilafaan sebagai satu-
satunya sistem pemerintahan yang dapat menyelesaikan segala persoalan di Indonesia, pun
marak terjadi di Indonesia. Meskipun Hizbut Tahrir telah dibubarkan oleh Pemerintah
Indoensia. Pemerintah menganggap “khilafa” tidak sesuai dengan kondisi masyarakat
Indoensia dan bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi negara. Upaya
pemerintah menanggulangi ancaman ideologi dengan mengidentifikasi kelompok-kelompok
yang memperjuangkan khilafah masuk dalam kelompok radikal.
Konsep kehilafaan yang selalu mengusung “rahmatan lil alamin”, yang
dijewantahkan dalam dalam kampanye di Indonesia dengan slogan wadah persatuan umat
Islam menjadi pertanyaan yang selalu pula menjadi perdebatan. Apalagi simbol-simbol
keislaman begitu merekat dalam misi tiga kelompok tersebut. Apakah memang kekhilafaan
bisa menyatukan umat Islam di Indonesia atau bahkan sebaliknya?. Atau apakah khilafah
memang yang harus menjadi konsep di negara yang jumlah pendukduknya sebagian besar
beragama Islam?.
Hingga saat ini pemerintah Indonesia menganggap konsep khilafah tidak
sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia dan jika hal ini terus diperjuangkan maka akan
mengancam kedaulatan NKRI. Begitu pun Lembaga-lembaga keagamaan di Indonesia
memberikan tanggapan tentang konsep khilafah di Indonesia yang perlu dikaji lagi karena
tidak sesuai dengan kondisi kekininian.
Indonesia sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia tentu
berkepentingan memajukan umat Islam dengan memenuhi tujan nasionalnya yaitu
melindungi segenap bangsa Indoensia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksnakan ketertiban dunia. Mewujudkan tujuan nasional
apakah harus berdasarkan khilafah. Maka perlu dirumuskan masalah kekhalifaan dalam
persfektif Islam, dan bagaimana konsep kekhalifaan di Indonesia mengingat Indonesia
adalah negara muslim terbanyak di dunia. Rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian khilafah ?
2. Bagaimana persfektif khilafah dalam Islam?
3. Apakah konsep khilafah cocok dengan kondisi Islam di Indoensia?
BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Khilafah
Kata khilafah dalam gramatika bahasa Arab merupakan bentuk kata benda verbal
yang mensyaratkan adanya subyek atau pelaku yang aktif yang disebut khalifah. Kata
khilafah dengan demikian menunjuk pada serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
seseorang, yaitu seseorang yang disebut khalifah. Oleh karena itu tidak akan ada suatu
khilafah tanpa adanya seorang khalifah. Menurut Ganai, secara literal khilafah berarti
penggantian terhadap pendahulu, baik bersifat individual maupun kelompok. Sedangkan
secara teknis, khilafah adalah lembaga pemerintahan Islam yang berdasarkan pada Al-Quran
dan Sunnah. Khilafah merupakan medium untuk menegakkan din (agama) dan memajukan
syariah. Dari pandangan yang demikian, muncullah suatu konsep yang menyatakan bahwa
Islam meliputi din wa ad-daulah (agama dan negara). Kata khalifah sendiri berasal dari akar
kata khalafa (kh-l-f), yang berarti menggantikan, mengikuti, atau yang datang kemudian.
Bentuk jamak dari kata tersebut ada dua macam, yaitu khulafa6 dan khalaif.
Menurut Quraish Shihab, masing-masing makna dari kata itu mengiringi atau sesuai dengan
konteksnya. Seperti misalnya ketika Allah menguraikan pengangkatan Nabi Adam sebagai
khalifah, digunakan kata tunggal (Q.S. Al-Baqarah (2): 30),

ۤ
‫ك ال ِّد َم ۤا ۚ َء َو َنحْ نُ ُن َس ِّب ُح‬ ِ ْ‫ُّك ل ِْل َم ٰل ِِٕٕى َك ِة ِا ِّنيْ َجاعِ ٌل فِى ااْل َر‬
ُ ِ‫ض َخلِ ْي َف ًة ۗ َقالُ ْٓوا اَ َتجْ َع ُل فِ ْي َها َمنْ ُّي ْفسِ ُد فِ ْي َها َو َيسْ ف‬ َ ‫َوا ِْذ َقا َل َرب‬
َ‫ِك َو ُن َق ِّدسُ لَ َك ۗ َقا َل ِا ِّن ْٓي اَعْ لَ ُم َما اَل َتعْ لَم ُْون‬ َ ‫ِب َحمْ د‬

Artinya : Ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan
khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang
merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu
dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui.”
Sedangkan ketika berbicara tentang pengangkatan Nabi Daud digunakan bentuk jamak (Q.S.
Shad (38): 26). ‫ٰيد‬
‫ُض لَّ َك َعنْ َس ِبي ِْل هّٰللا ِ ۗاِنَّ الَّ ِذي َْن‬
ِ ‫اس ِب ْال َح ِّق َواَل َت َّت ِب ِع ْال َه ٰوى َفي‬ ِ ْ‫ٰيدَ ٗاو ُد ِا َّنا َج َع ْل ٰن َك َخلِ ْي َف ًة فِى ااْل َر‬
ِ ‫ض َف احْ ُك ْم َبي َْن ال َّن‬
ِ‫يَضِ لُّ ْو َن َعنْ َس ِبي ِْل هّٰللا ِ لَ ُه ْم َع َذابٌ َش ِد ْي ٌد ِۢب َما َنس ُْوا َي ْو َم ْالح َِساب‬
Artinya : “Wahai Dawud! Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi,
maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah
engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah.
Sungguh, orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat,
karena mereka melupakan
Penggunaan bentuk tunggal pada kasus Nabi Adam menurut Quraisy Shihab cukup
beralasan, karena ketika itu memang belum ada masyarakat manusia, apalagi baru pada
tataran ide. Redaksi yang digunakannya adalah "Aku akan mengangkat di bumi khalifah...".
Sedangkan pada kasus Nabi Daud, digunakan bentuk jamak serta past tense, yaitu "Kami
telah mengangkat engkau khalifah...". Hal ini mengisyaratkan adanya keterlibatan pihak lain
selain Allah dalam pengangkatan itu. Di sisi lain dapat disimpulkan pula bahwa
pengangkatan seseorang sebagai khalifah dapat dilakukan oleh seseorang selama itu masih
dalam bentuk ide. Tetapi kalau akan diwujudkan dalam kehidupan sosial yang nyata, maka
hendaknya dilakukan oleh orang banyak atau dengan melibatkan masyarakat.
Dari kedua ayat tersebut di atas dapat pula disimpulkan akan adanya unsur-unsur
yang menyertai kekhalifahan seseorang. Unsur-unsur tersebut adalah: (1) khalifah, yaitu
orang yang diberi kekuasaan atau mandat, (2) wilayah kekuasaan, dan (3) hubungan antara
khalifah dengan wilayah, dan hubungan khalifah dengan pemberi kekuasaan, yakni Allah.
Kekhalifahan seseorang dengan demikian dapat dinilai dari sejauhmana seorang khalifah
memperhatikan hubungan-hubungan tersebut. Ketika seorang khalifah mempraktikkan
semua tindakan-tindakannya itu, maka yang demikian itu dinamakan khalifah. Dalam
konteks politik yang lebih populer, kata khilafah dapat diartikan dengan pemerintahan. Jadi,
kalau ada istilah Khilafah Islamiyah, itu berarti Pemerintahan Islam atau lebih tepatnya
pemerintahan yang ditegakkan berdasarkan syariat Islam.
Mufassir lain, misalnya Al-Maraghi, mengartikan khalifah sebagai “sesuatu jenis
lain dari makhluk sebelumnya namun dapat pula diartikan, sebagai pengganti (wakil) Allah
SWT. Dengan misi untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya terhadap manusia”.
Terhadap arti yang pertama, Al-Maraghi hampir senada dengan kebanyakan mufassir, dan
terhadap arti yang kedua, ia menyandarkan kepada firman Allah kepada Nabi Daud agar
menjadi pemimpin atas kaumnya, yaitu: Artinya: “Hai Daud, sesungguhnya kami menjadikan
kamu khalifah (penguasa) di muka bumi.” ( Q.S. Shaad: 26).
Khilafah menurut Ibn Khaldun adalah tanggung jawab umum yang dikehendaki
oleh peraturan syariat untuk mewujudkan kemaslahatan dunia dan akhirat bagi umat
dengan merujuk kepadanya. Karena kemaslahatan akhirat adalah tujuan akhir, maka
kemaslahatan dunia seluruhnya harus berpedoman kepada syariat. Hakikatnya, sebagai
pengganti fungsi pembuat syariat (Rasulullah SAW) dalam memelihara urusan agama dan
mengatur politik keduniaan. Pengertian ini sinonim pula dengan imamah secara istilah.
Imamah adalah “kepemimpinan menyeluruh yang berkaitan dengan urusan keagamaan dan
urusan dunia sebagai pengganti fungsi Rasulullah SAW”.

Perspektif Khilafah dalam Islam


Menelaah perspektif Khalifah dalam Islam berarti terkait erat dengan dasar
hukum khilafah dan sejarah kekhalifaan Islam di dunia. Dua hal ini akan dideskripsikan pada
pembahasan di bawah ini.
Secara historis intitusi khilafah muncul sejak terpilihnya Abu Bakar sebagai
pengganti Rasulullah dalam memimpim umat Islam sehari setelah beliau wafat. Kemudian
setelah Abu Bakar wafat berturut-turut terpilih Umar bin Khattab, Ustman bin Affan dan Ali
bin Abi Thalib dalam kedudukan yang sama. Setelah Ali bin Abi Thalib wafat, kedudukan
sebagai khalifah kemudian dijabat oleh purta Ali yaitu Hasan bin Abi Thalib selama beberapa
bulan. Namun, karena Hasan menginginkan perdamaian dan menghindari pertumpahan
darah, maka Hasan menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada Muawiyah bin Abu Sufyan.
Dan akhirnya penyerahan kekuasaan ini dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam
satu kepemimpinan politik, di bawah Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Di sisi lain, penyerahan itu
juga menyebabkan Mu'awiyah menjadi penguasa absolut dalam Islam. Tahun 41 H (661 M),
tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah sebagai tahun jama'ah ('am jama'ah). Dengan
demikian berakhirlah masa yang disebut dengan masa Khulafa'ur Rasyidin, dan dimulailah
kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik Islam.
Pendefinisian khilafah dan imamah tersebut, memperlihatkan walaupun antara
memelihara agama dan mengatur dunia merupakan dua bidang aktivitas yang berbeda,
namun antara urusan agama dan urusan negara atau politik tidak dapat dipisahkan. Khalifah
adalah orang yang mewakili umat dalam menjalankan pemerintahan, kekuasaan, dan
penerapan hukum-hukum syariah. Hal itu karena Islam telah menjadikan pemerintahan dan
kekuasaan sebagai milik umat. Untuk itu diangkatlah seseorang yang melaksanakan
pemerintahan sebagai wakil dari umat. Allah telah mewajibkan kepada umat untuk
menerapkan seluruh hukum syariah. Jadi orang yang memegang urusan kaum Muslim tidak
menjadi seorang khalifah kecuali dibaiat oleh Ahl al-Halli wa al-Aqdi yang ada di tengah-
tengah umat dengan baiat in’iqad yang sesuai dengan syariah. Baiat dilaksanakan atas dasar
keridhaan dan pilihan bebas, dan ia harus memenuhi seluruh syarat in’iqad (legal) khilafah,
juga hendaknya setelah terjadinya akad khilafah itu ia lansung melaksanakan penerapan
hukum-hukum syariah.

Dasar Hukum
Siapapun yang menelaah dalil-dalil syar’i dengan cermat dan ikhlas akan
menyimpulkan bahwa menegakkan daulah khilafah hukumnya wajib atas seluruh kaum
muslimin. Di antara argumentasi syar’i yang menunjukkan hal tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Dalil dari al-Qur’an a).
a. QS an-Nur: 55
‫ف الَّ ِذي َْن مِنْ َق ْبل ِِه ۖ ْم‬
َ َ‫اس َت ْخل‬
ْ ‫ض َك َما‬ ِ ْ‫ت لَ َي ْس َت ْخلِ َف َّن ُه ْم فِى ااْل َر‬ ِ ‫الص ل ِٰح‬ ّ ٰ ‫َو َعدَ هّٰللا ُ الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْوا ِم ْن ُك ْم َو َع ِملُ وا‬
َ‫ضى لَ ُه ْم َولَ ُي َب ِّدلَ َّن ُه ْم م ِّۢنْ َبعْ ِد َخ ْوف ِِه ْم اَمْ ًن ۗا َيعْ ُب ُد ْو َننِيْ اَل ُي ْش ِر ُك ْو َن ِبيْ َش ْئـًًٔ ۗا َو َمنْ َك َف َر َبعْ د‬
ٰ ‫َولَ ُي َم ِّك َننَّ لَ ُه ْم ِد ْي َن ُه ُم الَّذِى ارْ َت‬
ٰۤ ُ
َ‫ول ِِٕٕى َك ُه ُم ْال ٰفسِ قُ ْون‬ ‫ٰذل َِك َفا‬
Artinya: Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka
berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang- orang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya
untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka
dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. dan Barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah
(janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik.(QS. An-Nur {24}: 55).
b. QS an-Nisaa: 59

‫ازعْ ُت ْم فِيْ َشيْ ٍء َف ُر ُّد ْوهُ ِالَى هّٰللا ِ َوالرَّ س ُْو ِل‬ َ ‫ٰ ٓيا َ ُّي َها الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْٓوا اَطِ ْيعُوا هّٰللا َ َواَطِ ْيعُوا الرَّ س ُْو َل َواُولِى ااْل َمْ ِر ِم ْن ُك ۚ ْم َفاِنْ َت َن‬
‫اِنْ ُك ْن ُت ْم ُت ْؤ ِم ُن ْو َن ِباهّٰلل ِ َو ْال َي ْو ِم ااْل ٰ خ ۗ ِِر ٰذل َِك َخ ْي ٌر َّواَحْ َسنُ َتأْ ِويْلًا‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri
di antara kamu... (QS. An-Nisaa {4}: 59). Tidak diragukan lagi bahwa perintah untuk mentaati
ulil amri mengandung perintah untuk mewujudkan orang yang berhak untuk ditaati. Yang
dimaksud disini adalah khalifah. Adanya ulil amri menyebabkan terlaksananya kewajiban
menegakkan hukum syara’, sedangkan mengabaikan terwujudnya ulil amri menyebabkan
tersia- sianya hukum syara”. Jadi, mewujudkan ulil amri itu adalah wajib, karena kalau tidak
diwujudkan akan menyebabkan terlanggarnya perkara yang haram, yaitu menyia-nyiakan
hukum syara’.

2. Dalil dari hadist Rasulullah Saw


َ َ‫ت َب ُن ْو ا اِسْ را ِءی َل تسوسھم األ نب َیا ُء ُكلَّ َما َھل‬
)‫ك َن ِبيٌّ َخلَ َف ُھ َن ِبيٌّ َو إ َّن ُھ الَ َن ِبيَّ َبعْ دِيْ َو َس َی ُك ْونُ ُخلَ َفا ُء َف َی ْك ِثر ُْو َن ( رو اه مسلم‬ ْ ‫َكا َن‬
Artinya: “Dulu Bani Israil selalu dipimpin dan dipelihara urusannya oleh para nabi. Setiap
nabi meninggal, nabi lain menggantikannya. Sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku. Akan
tetapi, nanti ada banyak khalifah”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Rasulullah juga bersabda yang artinya: “ Di tengah-tengah kalian terdapat masa kenabian
yang berlangsung selama Allah menghendakinya. Lalu dia mengangkat masa itu ketika
berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada masa khilafah ‘ala minhaj al-nubuwwah”.
(HR. Ahmad).

3. Dari Dalil Kaidah Syar’iyah


Ditilik dari analisis ushul fiqh, mengangkat khalifah juga wajib. Dalam ushul fiqh dikenal
qaidah syar’iyah yang disepakati para ulama: “Suatu kewajiban yang tidak sempurna kecuali
adanya sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula keberadaannya”. Menerapkan hukum-hukum
yang berasal dari Allah SWT dalam segala aspeknya adalah wajib. Sementara hal ini tidak
dapat dilaksanakan dengan sempurna tanpa adanya kekuasaan Islam yang dipimpin oleh
seorang khalifah. Maka dari itu, berdasarkan kaidah syar’iyah tadi, eksistensi khilafah
hukumnya menjadi wajib.

C. Kriteria Khilafah
Menurut Syekh Muhammad Al-Hasan Addud Asy-Syangqiti, dan juga menurut HTI paling
tidak ada tujuh syarat atau kriteria menjadi seorang Khilafah:
1. Muslim,tidak sah jika ia kafir, munafik, atau diragukan kebersihan aqidahnya.19
Sebagaimana Allah berfirman:
Artinya: Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang- orang kafir untuk
memusnahkan orang-orang Mukmin.(QS. an- Nisa’ {4} 141). Ibnu Katsir dalam tafsirnya
mengatakan bahwa ulama telah menjadikan ayat ini sebagai dalil larangan menjual budak
Muslim kepada orang kafir. Artinya, diharamkan menjadikan seorang Muslim, sekalipun ia
budak, ada di bawah kekuasaan orang kafir. Jika budak Muslim saja dilarang berada di
bawah kekuasaan orang kafir, apalagi kaum Muslim yang merdeka, tentu lebih
diharamkan.Pemerintahan (kekuasaan) merupakan jalan yang paling kuat untuk menguasai
orang-orang yang diperintah.Karena itu, menjadikan orang kafir sebagai penguasa atas
orang. Muslim, artinya memberikan jalan bagi orang kafir untuk menguasai orang Muslim.
2. Laki-laki, tidak sah jika perempuan, karena Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan sukses
suatu kaum jika mereka menjadikan wanita sebagai pemimpin”.
3. Merdeka, tidak sah jika ia budak, karena ia harus memimpin dirinya dan orang lain.
Sedangkan budak tidak bebas memimpin dirinya, apalagi memimpin orang lain.
4. Baliqh, tidak sah jika anak-anak, karena anak-anak itu belum mampu memahami dan
memenej permasalahan. Sebab anak-anak belum bisa membedakan antara yang baik
dengan yang buruk.
5. Mujtahid, orang yang bodoh atau berilmu karena ikut-ikutan (taklid), tidak sah
kepemimpinannya seperti yang dijelaskan Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyah dan Ibnu Abdil Bar
bahwa telah ada ijmak (konsensus) para ulama’, bahwa tidak sah kepemimpinan tertinggi
umat Islam jika tidak sampai derajat Mujtahid tentang Islam.
6. Adil, tidak sah jika ia dzhalim dan fasik, karena Allah menjelaskan kepada Nabi Ibrahim
bahwa janji kepemimpinan umat itu tidak (sah) bagi orang-orang yang dzhalim. Adil di
sini artinya, ia adalah seorang yang menjaga agama, harta dan kehormatan dirinya; tidak
melakukan dosa besar; tidak sering melakukan dosa kecil; dan selalu menjaga muru’ah.
Muru’ah adalah meninggalkan segala bentuk perbuatan yang bisa merusak kewibawaan,
sekalipun perbuatan itu mubah.
7. Amanah, serta mampu. Khilafah itu bukan tujuan, akan tetapi sarana untuk mencapai
tujuan-tujuan yang disyari’atkan seperti menegakkan keadilan, menolong orang-orang
yang didzhalimi, memakmurkan bumi, memerangi kamu kafir, khususnya yang
memerangi umat Islam dan berbagai tugas besar lainnya. Orang yang tidak mampu dan
tidak kuat mengemban amanah tersebut tidak boleh diangkat menjadi khalifah. Sebab itu
Imam Ibnu Badran menjelaskan bahwa, pemimpin-pemimpin Muslim di negeri- negeri
Islam yang menerapkan sistem kafir atau Musyrik, tidaklah dianggap sebagai pemimpin
umat Islam karena mereka tidak mampu memerangi musuh-musuh Islam dan tidak pula
mampu menegakkan Syari’at Islam dan bahkan tidak mampu melindungi orang-orang
yang didzhalimi dan seterusnya, kendatipun mereka secara formal memegang kendali
kekuasaan seperti raja atau presiden. Lalu Ibnu Badran menjelaskan: Mana mungkin
orang-orang yang seperti itu menjadi khalifah, sedangkan mereka dalam tekanan Thagut
(Sistem Jahiliyah) dalam semua aspek kehidupan. Sedangkan para pemimpin gerakan
dakwah yang ada sekarang hanya sebatas pemimpin kelompok-kelompok atau jama’ah-
jama’ah umat Islam, tidak sebagai pemimpin tertinggi umat Islam yang mengharuskan
taat fil masyat wal makrah (dalam situasi mudah dan situasi sulit), kendati digelari
dengan khalifah.

Hukum Khilafah
Hukum Khilafah Menurut sebagian pihak, mendirikan khilafah merupakan suatu
kewajiban bagi seluruh umat Islam. Dalam buku al-Fikr al-Islami ditegaskan bahwa, adalah
suatu kesalahan fatal jika pemahaman tentang wajib kifayah diartikan sebagai gugurnya
kewajiban bagi sebagian muslim karena sesuatu hal yang telah dilakukan oleh sebagian
muslim lainnya, sekalipun kewajiban itu belum berhasil diwujudkan. Pemahaman tentang
wajib kifayah yang benar adalah jika sebagian orang benar-benar tuntas melakukan
kewajiban tersebut, maka gugurlah kewajiban bagi yang lain. Artinya, menegakkan khilafah
Islam merupakan wajib kifayah. Selama khilafah Islam belum berdiri maka setiap individu
muslim yang mukallaf mempunyai kewajiban untuk menegakkannya sampai khilafah benar-
benar berdiri. Oleh karena itu, mendirikan khilafah adalah wajib kifayah, namun karena
kemampuan gerakan Islam untuk menegakkan khilafah belum cukup, maka wajib khifayah
berubah menjadi wajib ain. Lebih tegas lagi dinyatakan bahwa batas toleransi Islam untuk
menegakkan khilafah adalah tiga hari, sedangkan khilafah telah runtuh sejak tahun 1924,
maka upaya penegakan khilafah tidak hanya ada‟ al-fardh, melainkan sudah menjai qadha‟.
Menurut Hizb al-Tahrir, kewajiban menegakkan khilafah merupakan mahkota dari segala
kewajiban yang dibebankan oleh Allah kepada umat Islam. Menegakkan khilafah merupakan
kewajiban paling agung dalam agama. Ada juga pihak-pihak yang tidak berniat menegakkan
khilafah maka akan mendapatkan dosa, bahkan sebagai perbuatan maksiat yang paling
besar. Dosa tersebut tidak hanya menimpa kaum muslim secara umum, tetapi juga terhadap
para penguasa dictator yang menghalangi gerakan-gerakan yang mencoba menegakkan
khilafah, dan orang-orang kafir yang menjajah negeri-negeri muslim.
Ada sebagian kelompok yang menolak anggapan wajibnya menegakkan
kekhalifahan, baik secara akal maupun syara‟. Diantara mereka yang menolak adalah
alAsamm yang berasal dari kelompok mu‟tazilah. Menurut mereka yang wajib dilakukan
adalah melaksanakan hukum-hukum syara‟, sebab jika umat Islam telah berkeadilan dan
telah melaksanakan hukum Allah, maka keberadaan imam tidak lagi dibutuhkan, begitu juga
menegakkan khilafah.
Prof. Zainuri menjelaskan jika dalam Al Quran dan Sunah Nabi Muhammad SAW,
tidak ada ajaran sistem politik, ketatanegaraan, dan pemerintahan yang baku. Di dalam
Islam memang ada ajaran hidup bernegara dan istilah khilafah, tetapi sistem dan
strukturisasinya tidak diatur di dalam Al Quran dan Sunah, melainkan diserahkan kepada
kaum Muslimin sesuai dengan tuntutan tempat dan zaman.

Apakah konsep khilafah dapat mempersatukan umat Islam di Indoensia


Perlunya Khilafah Sistem pemerintahan Islam yang ada pada masa awal
perkembangan Islam (Masa Nabi Muhammad) dapat menciptakan masyarakat yang
berkeadaban yang pada mulanya berpola pikir jahiliyyah. Nabi Muhammad Saw berperan
sebagai pemimpin yang tidak dapat di bantah (Unguestionable Leader) bagi negara Islam
yang baru lahir pada masa itu. Sebagai Nabi, beliau meletakkan prinsip-prinsip Agama
(Islam) seperti: Memimpin shalat, menyampaikan berabagai khotbah. Sebagai negarawan,
beliau mengutus duta keluar negeri untuk membentuk angkatan perang, dan membagikan
rampasan perang secara adil dan bijaksana. Dalam masa pemerintahannya, beliau
membentuk piagam Madinah yang dianggap sebagai dokumen HAM, yang berisi tentang
persaudaraan dengan ikatan iman yang bersifat ideologis dan landasan bagi prinsip saling
menghormati dan menghargai di antara muslim dan yang bukan muslim.
Pada masa Khulafaurrasyidin yang berlangsung selama 30 tahun, pemerintahan
Islam sudah mulai mengalami berbagai perubahan yang menimbulkan berbagai konflik yang
mulai tampak tajam pada masa Kholifah ke 3 (Usman Bin Affan ra). Pada masa itu muncullah
masalah-masalah yang mempengaruhi keberlangsungan pemerintahan khilafah yaitu:
1. Muncul bermacam ideologis seperti Favoritisme dan Nepotisme yang di lakukan oleh
sekelompok pejabat pemerintahan, yang pada akhir nya mengakibatkan terbunuhnya
Utsman itu sendiri.
2. Muncul beragam faksi politik. Pada masa Ali pemerintahan Islam mengalami gejolak yang
lebih dahsyat. Dikarenakan muncul pemikiran politik Islam seperti kaum Khawarij, Syiah,
dan Sunni. Yang setiap kelompok ini mempunyai pemikiran yang saling bersebarangan
dan kaum-kaum tersebut dan membentuk ideologinya masing-masing.
Berdasarkan hal di atas, menggambarkan bial khalifah bisa saja sulit diterapkan di
suatu negara yang memiliki banyak agama, banyak mazhab, dan partai politik. Sehingga bagi
Indonesia yang memiliki keanekaragaman,- penerapan khilafah dianggap tidak sesuai. Tapi
meskipun demikian, beberapa hukum syariat Islam menjadi aturan yang berlaku di
Indonesia, misalnya hukum warisan.
Indonesia hingga saat masih ini menggunakan sistem demokrasi dalam
menjalankan kepemerintahannya. Demokrasi dianggap efektif bagi perkembangan
Indonesia karena pada masa sebelumnya, beberapa macam sistem pernah diaplikasikan.
Sistem demokrasi di Indonesia mengandung nilai-nilai keislaman karena sebagian besar
penduduk dan pemimpin berasal dari umat Islam. Keadaan ini dapat juga disebut
pemerintahan islami atau sistem pemerintahan yang mengakomodasi nilai-nilai keislaman.
Begitupun dengan sistem pemerintahan demokrasi Indonesia, dibentuk daerah-daerah
otonom untuk menjalankan proses demokrasi, agar dapat memperkecil tekanan
pemerintahan, meningkatkan kebebasan politik dan tingkat kesejahteraan manusia.
Pendapat beberapa tokoh atau ulama di Indonesia memberikan alasan mengapa konsep
kekhalifaan tidak bisa diterapkan di Indonesia diantaranya:
1. Kekhalifaan di Indonesia tidaklah mutlak sistem bernegara dalam kehidupan umat
Islam sangat banyak, ada yang berbentuk kerajaan seperti Arab Saudi dan ada juga
yang dalam bentuk republik seperti Mesir, Iran, dan Indonesia.
2. Gerakan perjuangan penerapan kekhalifaan adalah sebagai simbol perjuangan ISIS
yang sebenarnya tidak murni. Bisa juga dikatakan sebagai modus untuk mengingat
gerakan ISIS lahir dari ketidakstabilan politik di negara-negara Arab.
3. Menurut hasil Munas Nadhatul Ulama, Islam tidak menentukan apalagi mewajibkan
suatu bentuk negara dan sistem pemerintahan tertentu bagi para pemeluknya. Umat
diberi kewenangan sendiri untuk mengatur dan merancang sistem pemerintahan
sesuai dengan tuntutan perkembangan kemajuan zaman dan tempat. Namun yang
terpenting suatu pemerintahan harus bisa melindungi dan menjamin warganya
untuk mengamalkan dan menerapkan ajaran agamanya dan menjadi tempat yang
kondusif bagi kemakmuran, kesejahteran dan keadilan .
4. Sistem pemerintahan khilafah tidak akan bisa diterapkan di Indonesia, yang memiliki
penduduk majemuk dengan dan berbagai agama serta suku bangsa.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Perlu dibedakan antara khalifah dan khilafah. Kata khalifah adalah gelar yang
diberikan kepada pemimpin. Sementara khilafah meruuk pada sistem pemerintahan.
Khilafah dan khalifah bukanlah hal mutlak karena tidak banyak disebutkan dalam Alquran.
Kata khalifah hanya dua kali tercatat dalam Alquran yaitu pada surah Albaqarah ayat 30 dan
surah Shad ayat 38.
Adapun perjuangan peenrapan kekhalifaan oleh ISIS tidaklah sesuai dengan
apa yang ada dalam Alquran, karena ISIS melakukan kekerasan dan meneror umat Islam
yang bertentangan dengan misinya.
Bentuk pemerintahan di Indonesia yaitu republik dengan berlandaskan
ideologi Pancasila dan UUD NRI 1945 oleh ulama dianggap sebagai bagian dari ijtihad untuk
mensejahterakan masyarakat Indonesia.

B. Saran
Sangat dibutuhkan dalam rangka menuju perbaikan dan dapat juga
meningkatkan keterampilan penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/alidarah/article/view/4802

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170814022839-20-234474/hizbut-tahrir-indonesia-
menyebar-khilafah-di-bumi-nusantara

https://www.republika.co.id/berita/qhvnbn320/peneliti-kemenag-ada-3-pengusung-khilafah-di-
indonesia

https://www.google.com/search?
q=aISIS+singkatan+dari+apa&oq=aISIS+singkatan+dari+apa&aqs=chrome..69i57j0i13i30.6554j0j7&so
urceid=chrome&ie=UTF-8

https://nasional.kompas.com/read/2014/08/05/14000051/ISIS.Khilafah.dan.Indonesia?page=all

https://www.republika.co.id/berita/selarung/breaking-history/17/05/08/opmp0b330-sejarah-
lahirnya-hizbut-tahrir-dari-timur-tengah-hingga-indonesia

https://nasional.republika.co.id/berita/q2843o440/prokon-khilafah-khilafah-tak-tepat-diajarkan-ke-
siswa

https://muhammadiyah.or.id/mungkinkah-khilafah-islam-berdiri-kembali-berikut-jawaban-ketua-pp-
muhammadiyah/

file:///D:/Bahan%20Kuliah/Q%20&%20H/KHILAFAH+ISLAMIYAH+DALAM+LINTASAN+SEJARAH.pdf

Anda mungkin juga menyukai