TENTANG
Mengingat: 1. Pasal 20, Pasal 24, dan Pasal 24 Ayat (3), Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3209);
3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4401);
4. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5076);
1
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401), diubah
sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang
untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain
berdasarkan undang-undang.
2. Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-Undang
ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
3. Penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum untuk melimpahkan perkara ke
pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam Hukum Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus
oleh hakim di sidang pengadilan.
4. Jabatan Fungsional Jaksa adalah jabatan yang bersifat keahlian teknis dalam
organisasi kejaksaan yang karena fungsinya memungkinkan kelancaran
pelaksanaan tugas kejaksaan.
5. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disingkat DPR adalah Dewan
Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 2
(1) Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam Undang-Undang ini
disebut kejaksaan adalah badan yang fungsinya berkaitan dengan
kekuasaan kehakiman.
(2) Kejaksaan Republik Indonesia melaksanakan kekuasaan negara di bidang
penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.
(3) Kekuasaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
secara merdeka.
2
(4) Kejaksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah satu dan tidak
terpisahkan.
Pasal 9
(1) Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi Jaksa adalah:
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
d. berijazah paling rendah sarjana hukum;
e. berumur paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun dan paling tinggi 35 (tiga
puluh lima) tahun;
f. sehat jasmani dan rohani;
g. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan
h. aparatur sipil negara di bidang kekuasaan kehakiman.
(2) Selain syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dapat diangkat
menjadi Jaksa, harus lulus pendidikan dan pelatihan pembentukan Jaksa.
(3) Dalam menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan pembentukan Jaksa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kejaksaan membentuk suatu lembaga
pendidikan khusus.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, syarat, atau petunjuk pelaksanaan
untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan pembentukan jaksa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Jaksa Agung.
Pasal 13
Jaksa diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya karena:
a. Dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b. Melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya terus-menerus
selama 3 (tiga) bulan;
c. Melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;
d. Melanggar sumpah atau janji jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10;atau
e. Melakukan perbuatan tercela;
Pasal 19
a. Jaksa Agung adalah pejabat negara.
b. Jaksa Agung diangkat oleh Presiden setelah mendapat persetujuan DPR
dalam suatu uji kelayakan.
c. Calon Jaksa Agung yang diajukan oleh Presiden harus memenuhi komposisi
sebagai :
1. 1(satu) orang dari unsur jaksa karier;
2. 1 (satu) orang dari unsur akademisi dan/atau praktisi.
3
6. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 20
Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi Jaksa Agung adalah sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
d. berusia paling rendah 45 (empat puluh lima) tahun pada saat pengangkatan;
e. harus lulus uji kelayakan yang dilakukan oleh DPR;
f. tidak pernah dipidana dengan ancaman pidana 5 (lima) tahun;
g. mempunyai pengalaman di bidang penegakan hukum sekurang-kurangnya 15
(lima belas) tahun;
h. berpendidikan sekurang-kurangnya jenjang strata dua (S2) bidang ilmu
hukum.
Pasal 22
(1) Jaksa Agung diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri;
c. sakit jasmani atau rohani terus menerus;
d. telah mencapai usia 65 (enam puluh lima) tahun;
(2) Pemberhentian dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
8. Di antara Pasal 22 dan Pasal 23 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 22A yang
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 22A
Jaksa Agung hanya dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya
apabila:
a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b. melakukan perbuatan tercela;
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya terus-menerus
selama 3 (tiga) bulan;
d. melanggar sumpah atau janji jabatan;atau
e. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
4
9. Setelah Bagian Kelima dalam Bab II ditambahkan 1 (satu) bagian yaitu Bagian Keenam,
yakni sebagai berikut:
Bagian Keenam
Sekretariat Jenderal
Pasal 28A
Pada Kejaksaan Negeri, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Agung ditetapkan
adanya Sekretariat Jenderal yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal dan
seorang Wakil Sekretaris Jenderal.
Pasal 28B
Tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Sekretariat
Jenderal pada Kejaksaan Negeri, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Agung
ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
11. Ketentuan Pasal 35 ditambahkan 1 (satu) ayat yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 35
(1) Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang:
a. menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan
keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan;
b. mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-
undang;
c. mengesampingkan perkara demi kepentingan umum;
d. mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung
dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara;
e. dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah
Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana;
f. mencegah atau menangkal orang tertentu untuk masuk atau keluar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena keterlibatannya
dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:
a. Kondisi yang menghambat kelangsungan pemerintahan;
b. Kondisi yang mengancam ketertiban umum dan kepentingan nasional.
5
Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal …
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal …
PATRIALIS AKBAR
6
PENJELASAN
ATAS
TENTANG
I. UMUM
Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih
berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum,
penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Oleh karena itu perlu dilakukan penataan kembali terhadap Kejaksaan. Pokok-pokok
perubahan antara lain meliputi, penegasan lembaga kejaksaan untuk kembali pada
fungsi dasarnya yaitu melakukan penuntutan, penentuan kriteria dan persyaratan
Jaksa Agung, dan penguatan sisttem pendukung khusunya dalam baik aspek
7
administrasi dan penganggaran sehingga pelaksanaan tugas-tugas institusi
kejaksaan dapat lebih optimal.
Pasal I
Angka 1
Pasal 1
Cukup jelas
Angka 2
Pasal 2
Cukup jelas
Angka 3
Pasal 9
Cukup jelas
Angka 4
Pasal 13
Cukup jelas.
Angka 5
Pasal 19
Cukup jelas.
Angka 6
Pasal 20
Cukup jelas.
Angka 7
Pasal 22
Cukup jelas.
Angka 8
Pasal 22A
Cukup jelas.
8
Angka 9
Pasal 28A
Cukup jelas.
Pasal 28B
Cukup jelas
Angka 10
Cukup jelas.
Angka 11
Pasal 35
Cukup jelas.