Anda di halaman 1dari 235

MANAJEMEN

AGRIBISNIS
PENDEKATAN MANAJEMEN DALAM AGRIBISNIS

DR. SRI AYU ANDAYANI, S.P., M.P.


MANAJEMEN
AGRIBISNIS
PENDEKATAN MANAJEMEN DALAM AGRIBISNIS

Penulis:
DR. SRI AYU ANDAYANI, S.P., M.P.

Desain cover:
moifrodibrahim77@gmail.com
Layout Desain:
moifrodibrahim77@gmail.com
Editor:
Yunita Farlina

Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang


Nomor 19 tahun 2002.
Dilarang memperbanyak/menyebarluaskan dalam bentuk
apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.

Penerbit : CV. Media Cendikia Muslim


Komp. Pesona Bukit Banjaran
AE3 No. 6 Kab. Bandung-Jawa Barat
Telp. 022-91611046

©2017 oleh DR. SRI AYU ANDAYANI, S.P., M.P.

Manajemen Agribisnis: Pendekatan Manajemen Dalam Agribisnis/


Dr. Sri Ayu Andayani, S.P., M.P.: Yunita Farlina (ed).
Bandung, Media Cendikia Muslim: 2017
viii, 220 hlm: tab.:17.6 x 25cm

ISBN 978-602-74766-8-4
PRAKATA

Alhamdullilah Wasyukurillah ke hadirat Alloh S.W.T atas limpahan


rahmat dan karunia-Nya hingga penulisan buku Manajemen Agribisnis:
Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis dapat terselesaikan. Buku
ini kami susun mengingat pentingnya pengembangan agribisnis dalam
masyarakat kita saat ini.
Agribisnis merupakan salah satu bagian dari pertumbuhan ekonomi
nasional sehingga perlu kiranya upaya dalam menambah pemahaman dan
wawasan tentang konsep sistem agribisnis yang utuh melalui penerapan
manajemen dalam agribisnis guna mewujudkan agribisnis yang semakin
tangguh.
Buku ini diharapkan dapat memberikan pencerahan dan manfaat
untuk berbagai kalangan terutama pihak- pihak yang terkait, para pelaku
agribisnis, para pembuat kebijakan dalam pengembangan agribisnis di
suatu daerah, masyarakat ilmiah (dosen, peneliti, dan mahasiswa) serta
masyarakat luas.
Dalam buku ini penulis menyajikan paparan yang sistematis dan
terperinci mengenai Manajemen Agribisnis yang termuat dalam 9
(sembilan) bab. Buku ini dilengkapi Glosarium yang berisi defi nisi dari
kata-kata kunci yang berkaitan dengan agribisnis serta Indeks yang
akan memudahkan pembaca menemukan kata kunci berkaitan dengan
agribisnis dalam buku ini.
Berikut ini konten yang disajikan dalam setiap bab. Bab 1 Ruang
Lingkup Sistem Agribisnis meliputi Pengertian dan Ruang Lingkup
Agribisnis; Perkembangan Pertanian dan Agribisnis; Pendekatan Kajian
Sistem Agribisnis; Konsep dan Karakteristik Agribisnis, serta Integrasi
Vertikal dan Horizontal Sistem Agribisnis. Selanjutnya Bab 2 Manajemen
Agribisnis meliputi Pentingnya Manajemen dalam Sistem Agribisnis sera
Pengertian dan Fungsi-Fungsi Manajemen. Bab 3 Manajemen Teknologi
Agribisnis meliputi Teknologi dalam Agribisnis dan Perkembangannya;
Fungsi-Fungsi Manajemen Teknologi; serta Alat dan Mesin Pertanian.
Pada Bab 4 Manajemen Produksi Agribisnis dipaparkan materi
tentang Manajemen Produksi dalam Usaha Pertanian; Defi nisi dan
Ruang Lingkup Agrobisnis; Peranan Agroindustri dalam Agribisnis;
serta Karakteristik dan Manajemen Agroindustri. Bab 5 Pembiayaan

iii
Agribisnis meliputi Pembiayaan Pertanian; Lembaga Pembiayaan
Agribisnis; serta Pengukuran Kinerja Usaha. Kemudian Bab 6 Pemasaran
Agribisnis menyajikan Pengertian Pemasaran; Perkembangan Ilmu dan
Seni Pemasaran Agribisnis; Peranan Pemasaran dalam Sistem Agribisnis;
Saluran Pemasaran dalam Sistem Agribisnis; serta Fungsi dan Bauran
Pemasaran.
Bab 7 Manajemen Risiko Agribisnis meliputi Risiko dan Manajemen
Risiko; Risiko dalam Agribisnis; serta Pengelolaan Risiko dalam
Agribisnis. Kemudian Bab 8 Kelembagaan Penunjang Sistem Agribisnis
menyajikan Lembaga-Lembaga Penunjang Agribisnis serta Peranan
Lembaga-Lembaga Penunjang dalam Pengembangan Agribisnis.
Terakhir pada Bab 9 disajikan Studi Kasus Agribisnis Bawang Merah.
Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-
tingginya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sutarman, M.Sc. selaku Rektor
Universitas Majalengka yang telah memberikan pengantar untuk
menyempurnakan buku ini.
Penulis menyadari bahwa buku ini masih memiliki kekurangan
yang perlu untuk diperbaiki sehingga penulis mengharapkan saran
dan kritik dari semua pihak. Seiring doa dan harapan, semoga buku ini
dapat memberikan manfaat bagi pengembangan sistem agribisnis yang
kompetitif.

Majalengka, Januari 2017

Penulis

iv
PENGANTAR

Manajemen, suatu Fungsi Pencapaian Tujuan


Ketangguhan Agribisnis

Negara Indonesia merupakan Negara agraris yang sebagian besar dari


seluruh penduduk Indonesia bermata pencaharian di bidang pertanian,
di mana pertanian ini mencakup kegiatan di bidang tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan sehingga
dapat dikatakan pertanian adalah sektor terpenting dalam kehidupan
manusia. Jika pertanian meningkat maka Negara agraris dapat dirasakan
secara utuh oleh masyarakat Indonesia.
Berbagai upaya dalam membangun sektor pertanian telah lama
dilakukan, salah satunya melalui sistem agribisnis. Pembangunan sistem
agribisnis perlu dijadikan sebagai penggerak utama (grand strategy)
dalam pembangunan Indonesia secara keseluruhan. Jika pertanian dapat
dibangun dan bangkit menjadi sektor yang tangguh melalui sistem
agribisnis maka diharapkan akan menjadi tonggak dalam kebangkitan
pembangunan nasional karena mempunyai peran yang cukup besar bagi
perekonomian Negara.
Proses pembangunan pertanian dapat dijabarkan sebagai wujud
nyata dan harus dipandang sebagai proses yang berlangsung dalam
keberlanjutan sehingga pembangunan ekonomi dapat terwujud. Sampai
sejauh ini, sistem agribisnis di Indonesia masih mempunyai kendala dan
permasalahan yang bersifat kritikal yang sampai saat ini belum mampu
diselesaikan secara utuh. Petani sebagai unit agribisnis terkecil sampai
sejauh ini pun belum mampu mencapai nilai tambah yang rasional sesuai
dengan skala usahatani secara terpadu. Fenomena ini dipandang perlu
adanya suatu pengurusan, pengelolaan, pengendalian, pengusahaan
sistem agribisnis ini melalui pendekatan manajemen terpadu. Pertanian
dengan sistem agribisnis harus memahami konsep-konsep manajemen
dan dalam mencapai keberhasilan sistem agribisnis dapat ditentukan
pula oleh faktor-faktor manajemen tersebut.

v
Apresiasi saya dengan terbitnya buku Manajemen Agribisnis:
Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis ini dengan harapan dapat
dijadikan salah satu upaya dalam meningkatkan daya saing agribisnis
melalui pendekatan manajemen yang tepat tujuan dan sasaran sehingga
dapat mewujudkan keberlanjutan sektor pertanian dan pembangunan
ekonomi secara luas. Saya ucapkan selamat kepada saudari Sri Ayu
Andayani, semoga lahir karya-karya berikutnya.. Aamin YRA.

Rektor Universitas Majalengka

Prof. Dr. Ir. H. Sutarman, M.Sc.

V
i
.........
RUANG LINGKUP
BAB 1 SISTEM
AGRIBISNIS

Tujuan Instruksional:
Setelah mempelajari bab ruang lingkup sistem agribisnis, pembaca
diharapkan memahami konsep agribisnis, pengertian dari agribisnis,
perkembangan pertanian dan agribisnis, pendekatan kajian sistem agribisnis
serta integrasi vertikal dan horizontal dari sistem agribisnis.

Pendahuluan
Pada umumnya masyarakat berpikir bahwa pertanian adalah kegiatan yang
memproduksi tanaman dan hewan. Dapat dikatakan pula bahwa pertanian
merupakan kegiatan budidaya tanaman untuk memenuhi kebutuhan hidup
atau yang digambarkan hanya cows, sows, dan plows. Jika pandangan terhadap
pertanian sebatas itu, tidak mustahil masyarakat sebagai produsen komoditas
pertanian akan menjadi lamban dalam mewujudkan pertanian yang maju dan
berdaya saing. Saat ini pertanian harus menjadi pertanian terpadu, pertanian
berwawasan agroindustri yang mampu menghadapi tantangan baik internal
maupun eksternal dan menjadi basis pertumbuhan ekonomi sehingga menjadi
penggerak utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Melalui konsep
tersebut masyarakat diharapkan mampu menumbuhkan sektor pertanian
menjadi sumber pertumbuhan baru bagi perekonomian Indonesia. Dengan
demikian, ruang lingkup pertanian menjadi semakin luas dalam sudut pandang
sebagai suatu sistem dalam agribisnis. Indonesia mempunyai potensi yang besar
dalam pengembangan agribisnis atau bahkan menjadi leading sector dalam
pembangunan nasional. Kegiatan agribisnis umumnya bersifat resources based
industry dan agribisnis akan menjamin perdagangan yang lebih kompetitif.

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Agribisnis


1. Pengertian Agribisnis
Defi nisi tentang agribisnis banyak sekali. Banyak ahli banyak yang
memberikan defi nisi tentang agribisnis. Istilah Agribusiness untuk pertama
kali dikenal oleh masyarakat Amerika Serikat pada tahun 1955, ketika John

1
H. Davis menggunakan istilah tersebut dalam makalahnya yang disampaikan
pada Boston Conference on Distribution. Kemudian John H. Davis dan Ray
Goldberg kembali memasyarakatkan agribisnis melalui buku mereka yang
berjudul A Conception of Agribusiness yang terbit pada tahun 1957 di Harvard
University. Ketika itu kedua penulis bekerja sebagai guru besar di universitas
tersebut. Tahun 1957 itulah dianggap oleh para pakar sebagai tahun kelahiran
konsep agribisnis. Dalam buku tersebut, Davis dan Goldberg mendefi nisikan
agribisnis sebagai berikut: The sum total of all operation involved in the
manufacture and distribution of farm supplies production operation on farm
and the storage, processing and distribution of farm commodities and items
made from them.
Agribisnis Menurut Asal Kata
Agribisnis berasal dari kata Agribusiness. Agri diambil dari istilah
Agriculture artinya pertanian dan Business artinya usaha atau kegiatan yang
berorientasi profi t. Jadi secara sederhana Agribisnis (agribusiness) didefi nisikan
sebagai usaha atau kegiatan pertanian dan terkait dengan pertanian yang
berorientasi profi t.
Pengertian agribisnis menurut Soekartawi (2000): Agribisnis berasal dari
kata agri dan bisnis. Agri berasal dari bahasa Inggris, agricultural (pertanian).
Bisnis berarti usaha komersial dalam dunia perdagangan.
Pengertian agribisnis menurut Semaoen (1996) yang dikutip Siagian (1997),
agribisnis adalah suatu kegiatan usaha yang berkaitan dengan sektor agribisnis,
mencakup perusahaan-perusahaan pemasok input produksi (up stream side
industries), penghasil (agricultural producing industries), pengolahan produk
agribisnis (downstream side industries), dan jasa pengangkutan dan jasa
keuangan (agri-supporting industries).
Pengertian agribisnis menurut Downey and Erickson (1987) dalam Saragih
(1998): Agribisnis adalah kegiatan yang berhubungan dengan penanganan
komoditas pertanian dalam arti luas, yang meliputi salah satu atau keseluruhan
dari mata rantai produksi, pengolahan masukan dan keluaran produksi
(agroindustri), pemasaran masukan-keluaran pertanian dan kelembagaan
penunjang kegiatan. Adapun yang dimaksud dengan berhubungan adalah
kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang
ditunjang oleh kegiatan pertanian.
Pengertian agribisnis menurut Sjarkowi dan Sufri (2004): Agribisnis adalah
setiap usaha yang berkaitan dengan kegiatan produksi pertanian, yang meliputi
pengusahaan input pertanian dan atau pengusahaan produksi itu sendiri atau
pun juga pengusahaan pengelolaan hasil pertanian.

Manajemen Agribisnis:
2 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah cara pandang ekonomi bagi usaha
penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi
memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, penyediaan bahan
baku, pascapanen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran.
Defi nisi agribisnis menurut Drilon Jr. dalam Saragih (1998): Agribisnis
adalah … the sum total of operations involved in the manufacture and
distribution of farm supplies, production activities on the farm, storage, processing
and distribution of farm commodities and items for them ….
Pengertian agribisnis menurut Arsyad dkk: Agribisnis adalah kesatuan
kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai
produksi, pengolahan hasil dan pemasaran produk-produk yang ada
hubungannya dengan pertanian dalam arti luas.
Pengertian agribisnis menurut Wibowo dkk, (1994): Pengertian agribisnis
mengacu kepada semua aktivitas mulai dari pengadaan, prosesing, pengelolaan,
penyaluran sampai pada pemasaran produk yang dihasilkan oleh suatu usahatani
atau agroindustri yang saling terkait satu sama lain.
Soehardjo (1997) yang dikutip oleh Said dan Intan (2004) menjelaskan
bahwa agribisnis adalah satu kesatuan sistem agribisnis yang terdiri atas beberapa
subsistem, seperti subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi (SS1),
subsistem budidaya/produksi primer (SS2), subsistem pengolahan (SS3),
subsistem pemasaran (SS4), dan lembaga penunjang agribisnis.
Berdasarkan defi nisi-defi nisi tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa
sistem agribisnis merupakan satu kesatuan dari subsistem yang berada dalam
satu sistem agribisnis yang dimulai dari kegiatan hulu atau input produksi (off
farm 1), budidaya (on farm), produksi (off farm 2), dan distribusi.
Agribisnis sebagai suatu sistem yang jika dikembangkan harus terpadu
dan selaras dengan semua subsistem yang ada di dalamnya (Perdana, T. 2012).
Dapat kita gambarkan rangkaian sistem agribisnis tersebut seperti tersaji pada
Gambar 1.1

SS1 : input dan sarana SS2 : Budidaya SS3 : Pengolahan SS4 : Pemasaran
produksi

SS lembaga penunjang :
lembaga penelitian, Bank,
Pemerintah, Koperasi, dll

Gambar 1.1 Sistem Agribisnis dan Lembaga Penunjang


(Dimodifi kasi dari Soehardjo, 1997 yang dikutip dari Said dan Intan, 2004)

3
Bertitiktolak dari Gambar 1.1, dapat diuraikan hal-hal sebagai berikut:
1. Subsistem Input dan Sarana Produksi (SS 1). Termasuk di dalam kegiatan
SS I adalah kegiatan dalam penyaluran pupuk, bibit tanaman, peralatan dan
mesin pertanian, dan sebagainya. Hubungan bolak balik seperti terlihat pada
gambar antara SS 1 dan SS 2 merupakan hubungan saling ketergantungan
dimana SS 1 membutuhkan informasi terhadap perbaikan input dan
sarana yang dihasilkan agar sesuai dengan kebutuhan SS 2. Adapun SS
2 membutuhkan sarana dan input produksi untuk operasionalisasi dari
kegiatan budidaya atau produksi. Sektor hilir juga memasok sarana dan
input produksi bagi SS 3.
2. Subsistem produksi primer/budidaya (SS 2). Seluruh aktivitas yang
berkaitan dengan budidaya yang memproduksi. Hasil produk yang
dihasilkan oleh SS 2 biasanya masih bisa langsung dapat dikonsumsi tapi
ada juga yang harus diproses terlebih dahulu. Jika produk dari SS2 tersebut
dapat langsung dikonsumsi maka bisa langsung dijual melalui SS 4, tetapi
jika produk tersebut belum dapat dikonsumsi tapi harus diproses dulu
maka produk tersebut masuk ke SS 3 untuk diolah. Biasanya hasil olahan
produk dari SS 2 akan menghasilkan produk yang siap untuk dikonsumsi
dan harganya lebih tinggi daripada saat masih raw material.
3. Subsistem pengolahan (SS 3) merupakan subsistem yang mengolah produksi
komoditas pertanian menjadi produk-produk turunannya.
4. Subsistem pemasaran (SS 4) merupakan subsistem yang mendistribusikan
produksi komoditas pertanian dan produk turunannya ke tangan konsumen
akhir.
5. Subsistem lembaga penunjang merupakan subsistem yang turut andil dalam
mengembangkan SS 1 sampai 4, seperti lembaga keuangan, perguruan
tinggi, lembaga penelitian, koperasi, dan sebagainya.

2. Ruang Lingkup Agribisnis


Ruang lingkup sistem agribisnis dijelaskan pula oleh Davis dan Golberg,
Sonka dan Hudson, Farrell dan Funk adalah agribusiness included all
operations involved in the manufacture and distribution of farm supplies;
production operation on the farm; the storage, processing and distribution of
farm commodities made from them, trading (wholesaler, retailers), consumer
to it, all non farm fi rms and institution serving them. Hal tersebut menjelaskan
bahwa agribisnis adalah suatu sistem. Saragih (1989) menjelaskan tentang
sistem agribisnis yang terdiri dari beberapa subsistem dengan melihat pendapat
di atas.

Manajemen Agribisnis:
4 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Subsistem agribisnis hulu (downstream agribusiness)
Subsistem ini dapat disebut pula sebagai subsistem faktor input yaitu
subsistem pengadaan sarana produksi pertanian. Hal yang berhubungan
dengan kegiatan ini adalah memproduksi dan mendistribusikan bahan,
alat, dan mesin yang dibutuhkan usahatani atau budidaya pertanian
Subsistem agribisnis usahatani (on-farm agribusiness)
Subsistem usahatani atau budidaya disebut juga subsistem produksi
pertanian. Kegiatan yang melakukan budidaya pertanian dalam arti luas
dan kegiatan ini menghasilkan berbagai macam komoditas primer atau
bahan mentah
Subsistem agribisnis hilir (upstream agribusiness)
Subsistem agribisnis hilir ini terdiri atas dua kegiatan yaitu pengolahan
komoditas primer dan pemasaran komoditas primer atau produk olahan.
Kegiatan pengolahan komoditas primer adalah memproduksi produk
olahan setengah jadi maupun barang jadi yang siap dikonsumsi konsumen
atau kegiatan ini sering disebut juga agroindustri. Kegiatan pemasaran
dapat berlangsung mulai dari pengumpulan komoditas primer sampai
pengeceran kepada konsumen.
Subsistem jasa pelayanan pendukung agribisnis (supporting institution)
Subsistem ini merupakan kelembagaan penunjang kegiatan agribisnis
yaitu semua jenis kegiatan yang dapat mendukung dan melayani dalam
mengembangkan kegiatan ketiga subsistem agribisnis yang lainnya.
Lembaga –lembaga yang terlibat misalnya lembaga keuangan (perbankan,
modal ventura, asuransi), lembaga penyuluhan dan konsultan (layanan
informasi dan pembinaan teknik produksi, budidaya, dan manajemen),
lembaga penelitian (balai-balai penelitian, perguruan tinggi).

B. Perkembangan Pertanian dan Agribisnis


Pertanian saat ini dicapai melalui proses perkembangan yang cukup
panjang dari berbagai zaman dan peradaban manusia. Di mulai dari kegiatan
berburu dan meramu kemudian ladang berpindah sampai akhirnya manusia
memutuskan untuk menetap di suatu tempat.

1. Zaman Perunggu (3000 SM)


Pada zaman ini, pertanian sudah dikenal orang dan sudah menyebar
sehingga sudah dijadikan sebagai mata pencaharian pada umumnya. Alat-
alat yang digunakan untuk kegiatan pertanian dibuat dari perunggu untuk
mempermudah kegiatan budidaya pertanian. Pada zaman ini roda sudah

5
ditemukan roda sebagai alat transportasi pengangkut tanaman dan sungai nil
digunakan sebagai irigasi tanaman penduduk Mesir (Perdana, 2012).

2. Zaman Besi (1000 SM)


Pada zaman ini sudah mulai berkembang perdagangan produk-produk
pertanian. Peralatan untuk kegiatan pertanian yang terbuat dari besi sudah
banyak bahkan masih digunakan sampai sekarang. Penggunaan uang untuk
menjual produk pertanian pada saat panen.

3. Abad Pertengahan (400 – 1500 M).


Terjadi perlambatan pada perkembangan pertanian. Pada zaman ini
petani mulai mengerti pentingnya konservasi tanah, rotasi tanaman, teknik
perkembangbiakan ternak secara selektif.

4. Revolusi Pertanian dan Industri


Revolusi Industri terjadi pada pertengahan abad ke-18. Awalnya didahului
oleh revolusi agraria. Ada dua tahap revolusi agraria. Revolusi Agraria I adalah
tahapan terjadinya perubahan penggunaan tanah yang semula hanya untuk
pertanian menjadi usaha pertanian, perkebunan, dan peternakan yang terpadu.
Revolusi Agraria II mengubah cara mengerjakan tanah yang semula tradisional
dengan penggunaan mesin-mesin atau mekanisasi.
Seiring revolusi Industri terjadi perubahan besar pada produksi pertanian
dan sangat mendukung pada perkembangan agribisnis. Penemuan teknologi
sangat cepat dengan ditemukannya mesin-mesin. Pada revolusi ini kegiatan
usahatani sudah mulai menggunakan mesin-mesin sebagai pengganti tenaga
manusia dan hewan. Hal ini sebagai akibat dari kekurangan tenaga kerja karena
terjadi perpindahan penduduk dari desa ke kota. Banyak pabrik didirikan
di kota sehingga membutuhkan tenaga kerja untuk pengoperasian mesin.
Perubahan ini mengakibatkan terjadinya pergeseran dari pertanian tradisional
menjadi pertanian komersial.
Revolusi pertanian dan industri dapat membawa perubahan juga dalam
berbagai hal antara lain sebagai berikut seperti dikutip dari Perdana (2012)
a. Pengembangan automobile oleh Henry Ford
b. Pembuatan traktor dengan bahan bakar bensin
c. Pengembangan mesin perontok gabah
d. Pengembangan bajak besi oleh John Deere
e. Pengembangan rekayasa genetika benih tanaman oleh Gregor Mendell
f. Pengembangbiakan ternak oleh Robert Bakewell

Manajemen Agribisnis:
6 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Dalam agribisnis yang masih sederhana (subsisten), kegiatan dalam ketiga
subsistem dilakukan hanya oleh seorang pelaku (one person agribusiness). Sarana
produksi berasal dari hasil pertanian (kompos kotoran ternak), sedangkan
proses pengolahan hasil usahataninya masih sederhana dan penjualannya
terbatas di pasar sekitarnya seperti terlihat pada Gambar 1.2 Perkembangan
pertanian atau agribisnis (Firdaus, 2008).
Dalam Negeri
Eksportir

Dalam Negeri Tata Niaga

Tata Niaga Pengolahan

Untuk Pasar,
Menghasilkan Menghasilkan Menghasilkan Segala Spesialisasi Komoditi
Segala Macam Macam Kebutuhan Segala Macam
dan Fungsi dalam
Kebutuhan Sendiri Kebutuhan Sendiri Sendiri dan Pasar
Agribisnis

Saprotan Lebih Saprotan dari Luar


Saprotan dari Tidak Pakai
Banyak dari dalam Pertanian
dalam Pertanian Saprotan
Pertanian

Budi Daya Mengumpulkan Budi Daya dan Budi Daya


- Tanaman Berburu/
Pengolahan
- Hewan Menangkap (Sederhana )

Tahap IV
Tahap III
Tahap I Tahap II

Gambar 1.2 Perkembangan Pertanian/ Agribisnis


Pada akhir abad Pertengahan kota-kota di Eropa berkembang sebagai pusat
kerajinan dan perdagangan. Warga kota (kaum Borjuis) yang merupakan warga
berjiwa bebas menjadi tulang punggung perekonomian kota. Mereka bersaing
secara bebas untuk kemajuan dalam perekonomian. Pertumbuhan kerajinan
menjadi industri melalui beberapa tahapan, seperti berikut.

a. Domestic System
Tahap ini dapat disebut sebagai tahap kerajinan rumah (home industry).
Para pekerja bekerja di rumah masing-masing dengan alat yang mereka miliki
sendiri. Bahkan, kerajinan diperoleh dari pengusaha yang setelah selesai
dikerjakan oleh para pekerja rumahan disetorkan kepadanya. Upah diperoleh

7
berdasarkan jumlah barang yang dikerjakan atau disetorkan kepada pengusaha
(majikan). Dengan cara kerja yang demikian, majikan yang memiliki usaha
hanya membayar tenaga kerja atas dasar prestasi atau hasil. Para majikan tidak
direpotkan soal tempat kerja dan gaji.

b. Manufactur
Setelah kerajinan industri makin berkembang, diperlukan tempat khusus
untuk bekerja agar majikan dapat mengawasi dengan baik cara mengerjakan
dan mutu produksinya. Sebuah manufactur (pabrik) dengan puluhan tenaga
kerja didirikan dan biasanya berada di bagian belakang rumah majikan. Rumah
bagian tengah untuk tempat tinggal dan bagian depan sebagai toko untuk
menjual produknya. Hubungan majikan dengan pekerja (buruh) lebih akrab
karena tempat kerjanya jadi satu dan jumlah buruhnya masih sedikit. Barang-
barang yang dibuat kadang-kadang juga masih berdasarkan pesanan.

c. Factory System
Tahap factory system sudah merupakan industri yang menggunakan mesin.
Tempatnya di daerah industri yang telah ditentukan, bisa di dalam atau di luar
kota. Tempat tersebut untuk tempat kerja, sedangkan majikan tinggal di tempat
lain. Demikian juga toko tempat pemasaran hasil industri dibangun di tempat
lain. Jumlah tenaga kerjanya (buruhnya) sudah puluhan, bahkan ratusan.
Barang-barang produksinya untuk dipasarkan.
Penemuan teknologi baru, besar peranannya dalam proses industrialisasi
sebab teknologi baru dapat mempermudah dan mempercepat kerja industri,
melipatgandakan hasil, dan menghemat biaya. Bagi Indonesia, revolusi industri
memiliki dampak tersendiri. Revolusi Industri menimbulkan adanya imperialisme
modern yang bertujuan mencari bahan mentah, tenaga kerja murah, dan pasar bagi
hasil-hasil produksi. Perdagangan bebas melahirkan konsep liberalisme. Hal ini
berimbas pada negara-negara koloni, seperti juga wilayah-wilayah di Asia yang
menjadi jajahan bangsa Eropa. Termasuk Indonesia.

5. Pertengahan Abad 20 (Pada Tahun 1900)


Mesin-mesin mulai mendominasi pekerjaan di sektor pertanian dan
berkembang pula alat transportasi. Pada masa ini harga produk pertanian
semakin meningkat dan seiring dengan hal ini kehidupan para petani semakin
lebih baik. Terjadi pengembangan dan penelitian untuk kegiatan pertanian.
Secara rinci terjadi perkembangan sebagai berikut.
a. Didirikannya Sekolah Tinggi Pertanian The Smith-Hughes Act di Amerika
Serikat

Manajemen Agribisnis:
8 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
b. Adanya pemberian kredit kepada petani oleh Federal Land Banks
c. Terusan Panama dibuka untuk kegiatan pengangkutan dan lain
sebagainya.
Pambudy, 2010 dalam Perdana (2012) menjelaskan pula bahwa di Indonesia,
strategi perkembangan agribisnis dilakukan dengan mempertimbangkan
kombinasi sumberdaya manusia, sumberdaya alam, dan sumberdaya sosial
melalui pengembangan pengusaha agribisnis dan juga dirancang dalam
mempercepat proses pembangunan. Pengembangan agribisnis dalam sistem yang
terarah diharapkan dapat menghasilkan sandang-pangan-papan, menciptakan
lapangan pekerjaan, mengurangi kerusakan lingkungan.

C. Pendekatan Kajian Sistem Agribisnis


Ariadi et al, 2011 menjelaskan bahwa agribisnis secara sempit menunjukkan
kegiatan produsen dan pembuat bahan masukan (input) untuk produksi
pertanian saja. Tercakup lembaganya antara lain penyalur saprodi (pupuk,
benih/bibit tanaman, mesin-mesin pertanian dan lain sebagainya), serta lain
lembaga keuangan/perkreditan yang melayani sektor produksi pertanian.
Agribisnis hulu-hilir merupakan pengembangan agribisnis dalam arti sempit
yang dirancang saling terintegrasi dari hulu ke hilir.
Pertanian dalam arti luas merupakan usaha-usaha yang menunjang kegiatan
pertanian primer/usahatani (on farm) yang mencakup kegiatan pengadaan sarana
produksi pertanian (farm supplies) sampai dengan usaha-usaha yang ditunjang
oleh kegiatan pertanian (off farm). Kegiatan off farm mencakup kegiatan di
sektor agroindustri (olahan) dan kegiatan pemasaran produk pertanian baik
yang dihasilkan oleh usahatani maupun olahannya. Pendekatan sistem dalam
agribisnis hulu hilir adalah satu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah
satu atau keseluruhan mata rantai produksi, pengolahan hasil pertanian yang ada
hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Semakin luasnya dan semakin
kompleks tatakelola usaha pertanian satu dengan yang lainnya akan memerlukan
sinkronisasi dan kesinergian, maka agribisnis memerlukan pendekatan baru
untuk mengkaji pemahaman agribisnis yang lebih komprehensif yaitu dengan
pendekatan sistem yang memandang kegiatan pertanian sebagai mata rantai
yang panjang yang saling berkaitan satu sama lain.
Permasalahan dalam agribisnis yang melibatkan rangkaian sistem yang
panjang adalah lemahnya keterkaitan antar subsistem di dalam agribisnis. Masing-
masing pelaku dalam subsistem agribisnis (inside linkage, outside linkage)
bekerja secara parsial. Masing-masing pelaku agribisnis melakukan usahanya
secara alamiah berdasarkan naluri dan pengamatan mereka pada peluang bisnis,

9
minat sesuai dengan kemampuan dari sumberdaya yang dimilikinya. Terlihat
pada subsector farm. Jumlah petani kecil dengan lahan yang dimilikinya kurang
dari 1 heketar sangat dominan menjadi pelaku agribisnis sehingga banyak pelaku
agribisnis kecil yang berjalan dengan sendirinya mengikuti kondisi pasar.
Kajian tentang sistem agribisnis dan agroindustri dapat dikaji dengan
dua pendekatan analisis, yaitu pendekatan analisis makro dan analisis mikro.
Pendekatan analisis makro memandang agribisnis sebagai unit sistem industry
dari suatu komoditas tertentu yang membentuk sektor ekonomi secara regional
atau nasional. Adapun pendekatan analisis secara mikro yaitu memandang
agribisnis sebagai suatu unit perusahaan yang bergerak baik dalam salah satu
subsistem agribisnis hanya satu atau lebih susbsistem dalam satu lini komodiats
atau lebih dari satu lini komoditas (Said dan Intan, 2001).
Kedua pendekatan analisis di atas mempunyai perbedaan orientasi dan
penekanan. Pendekatan mikro lebih menekankan kepada pencapaian efi siensi,
optimasi alokasi dan penggunaan sumberdaya, serta berusaha memaksimumkan
keuntungan. Gambar 1.3 menunjukkan unsur-unsur yang menjadi sasaran
analisis dalam perusahaan agribisnis meliputi aktivitas perusahaan agroindustri
yang terdiri atas pengadaan input, pengolahan, dan pemasaran. Pada lingkup
manajemen terdapat divisi riset dan pengembangan, administrasi dan personalia
serta keuangan. Di luar manajemen terdapat tenaga kerja, sumber-sumber
pembiayaan, pelanggan/konsumen, distributor, pemasok serta karakteristik
bahan baku dan lingkungan tugas lainnya. Lingkungan yang tidak dapat dikuasai
oleh aktivitas manajemen adalah lingkungan jauh (remote environment) terdiri
atas lingkungan ekonomi, politik, sosial, budaya, teknologi, dan sumber daya
alam. Masing-masing komponen tersebut terdapat hubungan pengaruh yang
ditunjukkan dengan arah tanda panah (Said dan Intan, 2001).
Sistem agribisnis dalam pendekatan kajian secara mikro dapat dilihat
contohnya sebagai berikut.
• Perusahaan pengolahan buah mangga dan singkong (bergerak dalam satu
subsistem agribisnis pada dua lini komoditas)
• Perkebunan teh (bergerak dalam satu lini komoditas)
• Perusahaan yang menangani semua sublini dalam lini komoditas misalnya
konglomerasi teh (menangani dari perkebunan, pengolahan sampai kepada
pemasarannya).
• PTPN bergerak dalam beberapa lini komoditas
• Pertambakan udang rakyat, usahatani sedap malam, peternakan ayam
(bergerak dalam satu subsistem dalam satu lini komoditas).

Manajemen Agribisnis:
10 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
L ngan Jauh

in

u
E mi politik, sosial, budaya,

k teknologi, dan faktor-faktor alam

Manajemen

o
Aktivitas Agroindustri

Pemasok

o
Konsumen Pemasaran Prasyarat Kebutuhan Pengolahan
ik Distributor

Litbang

Bahan Baku
e

Administrasi dan Personalia Keuangan


i

t
T Sumber Daya Modal

Lingkungan Tugas

K
Ruang Lingkup Sistem Agribisnis

a
G mbar 1.3 Kerangka

a Analisis Mikro
S stem Agribisnis

i (Said dan Intan,


2 01)

11

0
Pengambilan

Kebijakan

Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis


Manajemen Agribisnis:
12
Pendekatan analisis secara makro mengkaji agribisnis berdasarkan
hubungannya dengan ekonomi nasional yaitu berhubungan dengan produk
domestik bruto, rasio biaya domestik, peningkatan pendapatan nasional,
pemerataan distribusi pendapatan, peningkatan ekspor, upaya substitusi
impor, infl asi, devaluasi, penurunan tingkat pengangguran, serta berhubungan
dengan komponen-komponen ekonomi makro lainnya (Said dan Intan 2001).
Pendekatan makro kajian sistem agribisnis memberikan kerangka analisis
untuk tujuan pengembangan agribisnis secara nasional sebagaimana terlihat
pada sajian Gambar 4.
Secara makro, sistem agribisnis ini dipengaruhi oleh lingkungan ekonomi,
politik, social budaya, hankam, dan teknologi secara nasional, regional maupun
internasional. Peran pemerintah yang menjadi penuntun, pendorong, pengawas,
dan pengendali sistem sangat mempengaruhi dalam membangun sistem
agribisnis nasional yang tangguh. Terlihat pada Gambar 3 beberapa sasaran dan
target yang ingin dicapai dalam pengembangan agribisnis. Arah tanda panah
menjelaskan mekanisme yang terjadi dan secara sistem saling ketergantungan
antar masing-masing komponen dalam pengembangannya untuk menciptakan
agribisnis yang tangguh. Tingkat keeratan hubungan menunjukkan kekuatan
sistem dari agribisnis tersebut dan menentukan kinerjanya.

D. Konsep dan Karakteristik Agribisnis


1. Konsep Agribisnis
Kata agribisnis sering dilontarkan dan bahkan sering menjadi bahan
pembahasan utama dalam suatu kegiatan, tetapi jika diresapi dan dikaji kembali
ternyata agribisis ini masih belum diikuti dengan pemahaman yang benar
tentang konsep dari agribisnis. Agribisnis diartikan sempit yaitu perdagangan
hasil pertanian. Konsep agribisnis adalah suatu konsep yang utuh, mulai dari
proses produksi, pengolahan hasil, pemasaran, dan aktivitas lain yang berkaitan
dengan kegiatan pertanian (Soekartawi, 2003).
Sektor pertanian memegang peran yang penting apalagi saat Rencana
Pembangunan Lima Tahun (REPELITA) dan saat REPELITA kelima
dikarenakan beberapa alasan sebagai berikut.

• Sektor pertanian masih menyumbang angka besar dari Produk Domestik


Bruto (PDB)
• Sektor pertanian mampu menyediakan keragaman menu pangan sehingga
dapat mempengaruhi konsumsi dan gizi masyarakat
• Sektor pertanian mampu mendukung sektor industri (hulu dan hilir)

13Ruang
Lingkup Sistem
Agribisnis
• Ekspor hasil pertanian semakin meningkat menyumbang devisa, dan lain
sebagainya.
Agribisnis mempunyai potensi yang baik dan semakin berkembang bagi Negara
Indonesia dikarenakan kondisi yang menguntungkan, yaitu sebagai berikut.
• Lokasinya di garis khatulistiwa sehingga sinar matahari cukup bagi
perkembangan sektor pertanian, suhu tidak terlalu panas, agroklimat relatif
baik sehingga kondisi lahan relatif subur.
• Keadaan sarana prasarana seperti daerah aliran sungai, bendungan irigasi,
dapat mendukung perkembangan agribisnis.
• Dalam politik kebijakan pemerintah masih menempatkan sektor pertanian
sebagai prioritas.
Sektor pertanian telah mengalami kemajuan selama 4 PELITA lalu, namun
demikian hambatan masih banyak sehingga perlu adanya pembenahan. Perhepi
(1989) menjelaskan bahwa hambatan dalam pengembangan agribisnis yaitu
sebagai berikut.
• Pola produksi pada beberapa komoditas pertanian tertentu terletak pada
daerah yang terpencar-pencar, hal ini akan menyulitkan dalam pembinaan
dan menyulitkan tercapainya efi siensi pada skala usaha tertentu.
• Sarana dan prasarana (khusus bagi di luar jawa) belum memadai sehingga
biaya transportasi tinggi maka sulit mencapai efi siensi usaha pertanian.
• Pemusatan agroindustri di kota besar yang mengakibatkan nilai bahan
baku pertanian semakin mahal dalam mencapai lokasi agribisnis tersebut.
• Sistem kelembagaan (terutama di pedesaan) masih lemah (Soekartawi, 2003).
Persaingan yang semakin ketat tentang pasar produk pertanian di dunia
(world market) mengakibatkan kualitas produk sangat diperhitungkan supaya
dapat menembus pasar dunia. Apalagi sekarang dengan adanya Masyarakat
Ekonomi ASEAN atau AEC (ASEAN Economic Community) yang
mempunyai pola mengintegrasikan ekonomi ASEAN dengan membentuk
sistem perdagangan bebas atau free trade antara negara-negara anggota ASEAN.
Dengan demikian usaha-usaha yang skalanya kecil perlu bergabung dalam skala
usaha yang lebih besar untuk dapat bersaing di pasar tersebut termasuk pasar
internasional. Kontinuitas dan kualitas bahan baku perlu diperhatikan.

2. Karakteristik Agribisnis
Karakteristik agribisnis yang didasarkan sifat alam dan jenis prosesnya terdiri
atas:
• Keragaman struktur, perilaku, dan kinerja agribisnis
• Keragaman produksi yang dihasilkan

Manajemen Agribisnis:
14 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
• Adanya intervensi pemerintah karena produk agribisnis mempunyai sifat
strategis
• Struktur pasar produk agribisnis mendekati pasar bersaing sempurna
(Perdana, 2012).
Saragih (1998) dalam Perdana (2012) menjelaskan tentang karakteristik
agribisnis dilihat bukan hanya pengaruh sifat alam dan jenis produk tetapi
juga dari pengaruh perkembangan peradaban manusia. Berikut beberapa
karakteristik Agribisnis.
a. Agribisnis mempunyai sifat yang unik karena adanya ketidakpastian
(uncertainty) dalam produksi di mana pertanian mempunyai dasar biologis.
Dengan dasar biologis ini produk pertanian mempunyai sifat voluminous
(banyak memakan ruang/tempat), bulky (volume besar tetapi mempunyai
nilai yang rendah), dan perishable (mudah rusak/busuk) sehingga hal ini
akan membedakan dengan produk non-agribisnis.
b. Agribisnis mempunyai sifat yang unik dalam kelembagaan pengembangan
teknologi, karena sektor pertanian (agribisnis) sangat penting peranannya
maka pengembangan teknologi menjadi salah satu bentuk layanan yang
disediakan pemerintah. Di Indonesia banyak balai penelitian dibiayai oleh
anggaran pemerintah.
c. Agribisnis mempunyai perbedaan dalam struktur persaingan. Pelaku
ekonomi dalam sektor agribisnis, produsen, konsumen pada umumnya
berukuran relatif kecil dibandingkan dengan besarnya pasar. Hampir semua
komoditas agribisnis memiliki produk substitusi. Komoditas bahan pangan
sumber karbohidrat memiliki banyak macam jenisnya, begitu pula dengan
jenis komoditas sumber protein, vitamin, dan mineral. Karakteristik yang
seperti ini menjelaskan bahwa struktur pasar agribisnis lebih mendekati
struktur pasar persaingan sempurna.
d. Agribisnis mempunyai keunikan dalam intensitas campur tangan politik dari
pemerintah. Produk-produk agribisnis terutama pangan yang merupakan
kebutuhan dasar (basic needs) sehingga hal ini sering dipandang sebagai
komoditas politik yang sering diintervensi oleh politik pemerintah.
e. Agribisnis mempunyai sifat yang unik dalam aspek sosial, budaya, dan
politik. Keberagaman sosial budaya manusia membentuk struktur,
perilaku, dan kinerja agribisnis baik dari segi produsen maupun konsumen.
Misalnya jenis usahatani rakyat di Jawa didominasi oleh usahatani lahan
sawah, sedangkan di luar Jawa yang sering terlihat adalah perkebunannya.
Di daerah transmigrasi dalam mengembangkan agribisnis yang terlihat
tekun yaitu petani yang berasal dari etnis Bali untuk komoditas yang sama.

15
Di Indonesia terjadi fragmentasi lahan tetapi di Jepang tidak dikarenakan
hanya anak pertama yang berhak mewarisi lahan pertanian sedangkan di
Indonesia semua anak berhak mewarisi. Dari segi konsumen, keberagaman
sosial budaya mempengaruhi konsumsi pangan yang kemudian akan
mempengaruhi perkembangan dari agribisnis itu sendiri.

E. Integrasi Vertikal dan Horizontal Sistem Agribisnis


Dalam memudahkan pemahaman tentang konsep integrasi vertikal dapat
dilihat pada sajian Gambar 1.5. Pada gambar tersebut terlihat keterpaduan sistem
komoditas secara vertical yang membentuk suatu rangkaian para pelaku yang
terlibat yaitu mulai dari produsen/penyedia input, distributor input, usahatani,
pedagang pengumpul, pedagang besar, usaha pengolahan hasil (agroindustri),
pedagang pengecer, eksportir, sampai dengan konsumen domestik dan luar
negeri (Said dan Intan, 2001).

Konsumen
Domestik Luar Negeri

Pedagang Pengecer Eksportir

Pedagang Besar

Perusahaan Agroindustri

Pedagang Pengumpul

Produsen Primer (Usaha Tani)

Distributor Input/Sarana
Produksi
Produsen/Penyedia Input/Sarana Produksi

FASILITATOR MEKANISME SISTEM

Pemerintah : Pengatur, pembina, perencana, dan pengawas mekanisme/ operasi sistem


Edukator : Pendidik, penyuluh, dan pembimbing para pelaku sistem
Peneliti : Peneliti dan perencana pengembangan sistem
Masyarakat : Melakukan pengawasan sosial terhadap pelaksanaan dan operasi sistem

Gambar 1.5. Model Integrasi Vertikal sistem Agribisnis (Said dan Intan, 2001)

Manajemen Agribisnis:
16 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Arah panah ke atas pada gambar tersebut menunjukkan aliran produk/
barang dan sebaliknya arah panah ke bawah menunjukkan aliran uang atau
nilai produk/barang. Terlihat pula fasilitator dari berbagai lembaga pendukung
di luar sistem aliran produk. Pembinaan dilakukan sebagai salah satu upaya
memperkuat ikatan keterpaduan antarpelaku dan diatur untuk keseimbangan
hak dan kewajiban antar pelaku sehingga menjamin terselenggaranya integrasi
sistem komoditas dengan kuat. Pengaturan dan pengawasan dilakukan
berdasarkan efektivitas, efi siensi, dan proporsional. Dengan demikian
pemerintah dapat mengambil kebijakan-kebijakan pengendalian jika terjadi
penyimpangan dari arah tujuan sistem tersebut.
Integrasi vertikal hanya dapat terselenggara jika adanya hubungan yang
saling menguntungkan secara proporsional dan saling mendukung antarpelaku
dalam sistem komoditas secara vertikal tersebut. Keterkaitan yang saling
menguntungkan ini merupakan fondasi yang kuat untuk membangun integrasi
vertikal.
Selain integrasi vertikal, integrasi horizontal pun dapat terselenggara
apabila ada keterkaitan yang erat antarlini komoditas pada tingkat usaha yang
sama atau antar para pelaku dalam suatu komoditas yang sama. Contoh dari
integrasi horizontal yaitu beberapa perusahaan dalam suatu tingkat skala usaha
menggunakan bahan baku yang sama untuk menghasilkan beberapa jenis
produk. Dapat juga dicontohkan jika mempunyai strategi dalam memperpanjang
atau memperpendek lini produk, menambah atau mengurangi lebar produk
atau kedalaman produk (Said dan Intan, 2001).

17
Manajemen Agribisnis:
18 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
MANAJEMEN
BAB 2 AGRIBISNIS

Tujuan Instruksional:
Setelah mempelajari bab manajemen agribisnis, pembaca diharapkan
memahami konsep manajemen agribisnis sehingga penting adanya
suatu manajemen dalam agribisnis, memahami pengertian dan fungsi-
fungsi manajemen yaitu fungsi perencanaan dalam manajemen agribisnis
dan memahami langkah-langkahnya, memahami fungsi manajemen
pengorganisasian, memahami fungsi pelaksanaan dan fungsi pengawasan,
evaluasi, dan pengendalian dalam manajemen agribisnis.

A. Pentingnya Manajemen dalam Sistem Agribisnis


Pada dasarnya kemampuan manusia terbatas (fi sik, pengetahuan, waktu dan
perhatian) sementara kebutuhan manusia tidak terbatas. Usaha atau kegiatan
untuk memenuhi kebutuhan, terbatasnya kemampuan dalam melakukan
pekerjaan mendorong manusia membagi pekerjaan, tugas dan tanggung
jawabnya. Dengan adanya pembagian kerja, tugas dan tanggung jawab ini
menyebabkan terbentuknya kerjasama dan keterkaitan formal dalam suatu
organisasi atau perusahaan. Dengan demikian dalam suatu organisasi pekerjaan
yang berat dan sulit akan dapat diselesaikan dengan baik serta tujuan yang
ditetapkan akan tercapai (Hasibuan, 1996).
Kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai tujuan tertentu
diupayakan dapat dilaksanakan secara efektif dan efi sien (berdaya guna
dan berhasil guna). Dalam mencapai hal itu, kegiatan yang dilakukan perlu
dilaksanakan secara terencana dan sistematis yang memerlukan keterlibatan
orang lain dalam bekerja sama dalam sebuah kelompok kerja. Kegiatan kejasama
dengan melibatkan orang lain merupakan salah satu dari kegiatan manajemen
(Firdaus, 2008).
Penerapan manajemen dalam sistem agribisnis adalah manajemen
agribisnis. Dengan banyaknya karakteristik khusus yang dimiliki agribisnis
maka penerapan manajemennya berbeda dengan bisnis lainnya.
Beberapa hal yang membedakan manajemen agribisnis dengan manajemen
lainnya (Downey dan Erickson, 1992) adalah sebagai berikut.

19
• Keanekaragaman jenis bisnis pada sektor agribisnis sangat besar yaitu
dari para produsen primer sampai ke konsumen akhir akan melibatkan
hampir setiap jenis perusahaan bisnis yang pernah dikenal oleh peradaban
(perantara, pedagang borongan, pengolah, manufaktur, perusahaan
penyimpanan, pengangkutan, lembaga keuangan, dan lain sebagainya).
• Jumlah pelaku agribisnis sangat besar.
• Hampir semua kegiatan agribisnis terkait dengan pengusaha tani baik
langsung maupun tidak langsung.
• Skala usaha agribisnis beragam dari yang kecil, menengah, hingga yang
sangat besar.
• Persaingan pasar yang ketat khususnya bagi agribisnis yang berskala kecil
dimana penjual berjumlah banyak sedangkan pembeli sedikit.
• Falsafah hidup tradisional/cara hidup (way of life) yang dianut sebagian
besar produsen menyebabkan agribisnis lebih ketinggalan dibanding
dengan bisnis lainnya (lebih tradisional).
• Usaha agribisnis mempunyai kecenderungan berorientasi dan dijalankan
oleh petani dan keluarga.
• Agribisnis kebanyakan berbasis pedesaan sehingga masih masih memiliki
ikatan kekeluargaan (berhubungan dengan masyarakat luas).
• Sifat produk agribisnis yang pada umumnya cepat busuk, kamba, dan tidak
tahan lama sehingga menuntut penanganan khusus, di samping mempunyai
sifat produksi yang musiman, kecil, tersebar sehingga menuntut penerapan
manajemen yang berbeda.
• Ancaman dari gejala alam yang tidak dapat diprediksikan menjadi pembeda
dengan usaha lainnya.
• Kebijakan dan program pemerintah sering sangat berpengaruh kepada
sektor agribisnis.
Manajemen merupakan sesuatu hal yang penting untuk dipelajari dan
dikembangkan dan adanya kerjasama antarorang memerlukan seorang
pemimpin (manajer). Manajer adalah orang yang bertanggungjawab untuk
menggerakkan orang lain agar melakukan suatu kegiatan tertentu untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Faktor yang menentukan dan dapat
menyebabkan kegagalan bisnis adalah manajemen yang tidak efektif. Konsep
para manajer tentang peranan manajemen, tentang manajer itu sendiri dan hal-hal
yang mereka lakukan merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan
efektif tidaknya para manajer dalam mengemban perannya (Firdaus, 2008).

Manajemen Agribisnis:
20 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Berhasil tidaknya suatu agribisnis pada dasarnya dipengaruhi oleh efektif
tidaknya pemanfaatan sumber daya organisasi oleh manajer. Manajer merupakan
orang yang mempunyai keahlian dan kemampuan memimpin dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Seorang manajer harus mempunyai kemampuan
yang baik dan dapat melaksanakan fungsi-fungsi manajemen yang saling
berkaitan.
Kenyataan sampai saat ini, manajemen masih dianggap sebagai kebutuhan
pada suatu perusahaan yang besar. Jika perusahaan sudah menggunakan modal
yang besar, tenaga kerja yang banyak, proses produksi rumit, pemasaran luas,
alat-alat mesin dengan teknologi mutakhir baru dapat dipandang memerlukan
manajemen. Asumsi ini menyebabkan hanya mereka yang bergerak pada bisnis
besar yang membutuhkan ilmu manajemen. Sementara para petani dengan
gambaran usaha kecil yang dianggap cukup dikelola secara konvensional, pada
umumnya petani tersebut tidak merasa memerlukan ilmu manajemen. Mereka
menganggap tanpa manajemen pun usaha mereka berjalan dengan lancar. Jika
kita menginginkan setiap usaha atau kegiatan dikelola dengan baik, sudah
saatnya kita harus mengubah asumsi tersebut, yaitu kita harus mempunyai
anggapan bahwa setiap kegiatan yang melibatkan penggunaan sumber daya
harus menerapkan manajemen untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Dengan melihat paparan di atas, manajemen menjadi sangat penting.
Pertama, masyarakat tergantung dari spesialisasi perusahaan yang menyediakan
barang-barang atau jasa yang diinginkan. Perusahaan tersebut dibimbing dan
diarahkan oleh keputusan satu atau lebih individu yang ditunjuk sebagai
seorang manajer. Dalam masyarakat kapitalis, manajer mempunyai tugas
mengalokasikan sumber daya masyarakat. Manajer mempunyai wewenang dan
tanggungjawab untuk membuat produk aman atau tidak aman, memutuskan
perang atau damai, membangun atau mengubah kota, mencemari lingkungan
atau membersihkannya. Manajer memfasilitasi pekerjaan, penghasilan, produk/
jasa, pengetahuan dan lain sebagainya. Kedua, individu yang tidak terlatih
sebagai seorang manajer sering menemukan dirinya dalam posisi manajerial.
Banyak individu yang sekarang dididik atau dilatih sebagai guru, dokter, ahli
pertanian, ahli pemasaran dan lain sebagainya, suatu hari akan mendapatkan
posisi hidupnya sebagai manajer. Manajemen mempertemukan antara
kebutuhan orang dengan apa yang bisa mereka berikan.

21
B. Pengertian dan Fungsi-fungsi Manajemen
1. Pengertian Manajemen
Manajemen secara harfi ah yang diserap dari bahasa Inggris management,
di dalam kamus diterjemahkan dalam dua makna yaitu yang pertama adalah
direksi, pimpinan, dan yang kedua mempunyai arti ketatalaksanaan, tata
pimpinan, pengelolaan. Terjemahan yang pertama bahwa management
mempunyai arti orang yang menjalankan suatu organisasi atau perusahaan
sedangkan arti management yang kedua adalah proses pengelolaan perusahaan
atau organisasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa management
merupakan satu homonim yang bermakna “orang” dan “suatu proses”. Kedua
makna tersebut berbeda tetapi keduanya dipergunakan pada lingkungan yang
sama yaitu pada suatu organisasi atau suatu perusahaan.
Pemahaman tentang manajemen agribisnis harus diawali dengan batasan dari
pengertian manajemen. Batasan tentang manajemen telah banyak dikemukakan
oleh para pakar yaitu manajemen merupakan seni untuk melaksanakan suatu
rangkaian pekerjaan melalui orang-orang.
Secara khusus manajemen diperlukan pada setiap kegiatan yang melibatkan
penggunaan sumberdaya alam, manusia maupun modal untuk mencapai hasil
tertentu yang diinginkan. Seorang petani harus mengatur kegiatan usahataninya
mulai dari menanam apa, kapan akan menanam, siapa saja yang akan dilibatkan,
berapa banyak buruh tani yang akan dipekerjakan, akan ke mana produk
yang dihasilkan akan dijual dan lain sebagainya. Hal tersebut memerlukan
pengelolaan sedemikian rupa agar dapat berjalan sesuai harapan. Kemudian
terbersit pertanyaan apakah para petani sudah menerapkan suatu manajemen?
Secara luas dapat dijelaskan bahwa setiap manusia memerlukan penerapan
manajemen. Setiap individu mempunyai tujuan hidup sehingga memerlukan
manajemen dalam mengatur waktunya, keuangannya dan kegiatan lainnya yang
dilakukan. Misalkan seorang mahasiswa memerlukan penerapan manajemen
dalam membagi waktunya untuk kuliah, membaca buku, praktikum,
berorganisasi dan kegiatan lainnya dalam mewujudkan tujuan hidupnya. Begitu
pula dengan sebuah keluarga harus menerapkan manajemen dalam mencapai
tujuan hidup keluarganya.
Manajemen dapat dikatakan pula sebagai sebuah subjek yang mempersoalkan
usaha penetapan dan pencapaian tujuan. Sebagai alat manajemen bukan saja
ditujukan untuk mengidentifi kasi, menganalisa dan menetapkan tujuan-tujuan
yang harus dicapai tetapi juga untuk mengkombinasikan secara efektif bakat
dan keahlian orang-orang dan mendayagunakan sumber-sumber material
secara efi sien.

Manajemen Agribisnis:
22 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
George R.Terry mengemukakan manajemen adalah sebuah proses yang
khas terdiri dari kegiatan perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan,
dan pengawasan yang dilaksanakan untuk menentukan dan mencapai sasaran
yang telah ditetapkan dengan bantuan manusia dan sumber daya lainnya.
Menurut Stoner dan Freeman (1989), manajemen merupakan perencanaan,
pengorganisasian, pemimpinan dan pengendalian upaya anggota organisasi dan
proses pemanfaatan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan organisasi
yang telah ditetapkan.
Mary Parker Follet memberikan batasan manajemen sebagai seni untuk
melakukan suatu pekerjaan melalui orang-orang (the art getting thing through
people). Hal ini terlihat jelas bahwa para manajer tidak dapat melakukan
sendiri pekerjaannya tetapi melalui kerjasama dengan orang lain dengan cara
mengaturnya.
Melihat beberapa pengertian di atas tentang manajemem dapat ditarik
kesimpulan bahwa, manajemen merupakan ilmu dan seni perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengoordinasian serta pengawasan atas
sumber daya terutama sumber daya manusia dalam mencapai tujuan organisasi
yang telah ditetapkan.
Ada tiga hal pokok dalam manajemen yaitu: (1) ada tujuan yang hendak
dicapai, (2) tujuan dicapai dengan menggunakan kegiatan orang lain, (3)
kegiatan-kegiatan orang lain tersebut harus dibimbing dan diawasi. Manajemen
dapat dikatakan sebagai ilmu ketika berfungsi dalam menerangkan gejala-gejala,
kejadian dan keadaan yang ada (art teaches one to know) sedangkan manajemen
dikatakan sebagai seni ketika mengajarkan bagaimana melaksanakan sesuatu
hal (art teaches one to do) mencapai tujuan yang nyata mendatangkan hasil atau
manfaat.
Dapat dijelaskan pula bahwa manajemen pada intinya adalah suatu rangkaian
proses yang meliputi kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
pengawasan, evaluasi, dan pengendalian dalam rangka memberdayakan seluruh
sumber daya organisasi baik sumber daya manusia, modal, material, maupun
teknologi secara optimal untuk mencapai suatu tujuan organisasi tersebut.
Rangkaian kegiatan tersebut dapat dikenal sebagai fungsi manajemen yang
dapat diterapkan dalam segala bentuk manajemen bisnis baik yang berskala
kecil maupun besar. Begitu pula halnya dengan agribisnis. Fungsi ini dapat
diterapkan dalam manajemen agribisnis. Seni penerapan dari manajemen
tersebut dapat dibedakan disesuaikan dengan karakteristik usaha, skala usaha,
jenis komoditas, dan variasi lainnya (Said dan Intan, 2001).

23
2. Fungsi-Fungsi Manajemen
Fungsi-fungsi manajemen yang harus dilaksanakan oleh manajer menurut
beberapa ahli adalah sebagai berikut.
a. Menurut Koontz O’donnel & Nielander
1) Perencanaan (planning)
2) Pengorganisasian (organizing)
3) Penyusunan (staffi ng)
4) Pengarahan (directing)
5) Pengawasan (controlling)
b. Menurut Newman
1) Planning
2) Organizing
3) Assembling Resources
4) Directing
5) Controlling
c. Menurut Louis A. Allen
1) Memimpin
2) Merencanakan
3) Menyusun
4) Mengawasi
d. Menurut Luther Gulick
1) Perencanaan (planning)
2) Pengorganisasian (organizing)
3) Pengadaan staf (staffi ng)
4) Pengarahan (directing)
5) Koordinasi (coordinating)
6) Pelaporan (reporting)
7) Pembelanjaan (budgeting)
e. Menurut George R. Terry
1) Planning
2) Organizing
3) Actuating
4) Controlling
Suatu perusahaan atau organisasi melakukan kegiatan-kegiatan yang
merupakan bagian dari proses operasional. Kegiatan-kegiatan tersebut yaitu

Manajemen Agribisnis:
24 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
pembelian bahan mentah, proses produksi, proses pengolahan, proses pemasaran
barang/jasa, kegiatan personalia, dan administrasi. Kegiatan-kegiatan tersebut
dilakukan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan dalam hal ini untuk dapat
bertahan hidup sebagai suatu keberlanjutan dari suatu usaha, memperoleh
keuntungan, mencapai tujuan social dan lain sebagainya. Dengan demikian
untuk mencapai tujuan secara efektif dan efi sien, kegiatan tersebut harus diatur
dengan baik. Pengaturan itu secara keseluruhan dilakukan melalui fungsi
manajemen. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Informasi Fungsi Manajemen


1. Perencanaan
2. Pengorganisasian
3. Pengarahan
4. Pengkoordinasian
5. Pengawasan

Basic Resources
The 6 M’s
1. Man/ Manusia
2. Money/ Uang Tujuan dan
3. Materials/ Material Sasaran
4. Machines/ Mesin
5. Methods / Metode
6. Market/ Pasar
Gambar 2.1. Mekanisme Kerja dan Fungsi-fungsi Manajemen (Firdaus, 2008)

Pada gambar di atas ditunjukkan bahwa kegiatan manajemen diawali


dengan adanya masukan informasi untuk memanfaatkan sumber daya yang
tersedia (natural resources) maupun sumber daya manusia untuk memenuhi
keinginan dan kebutuhan manusia itu sendiri. Kegiatan-kegiatan tersebut
perlu dilaksanakan secara manajerial melalui fungsi manajemen sehingga dapat
mencapai hasil yang optimal. Kegiatan-kegiatan manajemen dapat berbentuk
siklus (management circle) yang berputar seperti disajikan pada Gambar 2.2
berikut ini.

25
Perencanaan

Pengawasan

Pengorganisasian

Pengkoordi
nasian
Pengarahan

Gambar 2.2. Siklus Manajemen

Mekanisme kerja dari fungsi manajemen dalam jangka panjang dapat


berjalan dimulai dari kegiatan perencanaan, kegiatan pengorganisasian, kegiatan
pengarahan, pengoordinasian, dan pengawasan. Kemudian setelah kegiatan
pengawasan dilaksanakan maka akan dijadikan dasar bagi perencanaan kembali
sehingga hal ini dapat disebutkan bahwa kegiatan manajemen adalah suatu
siklus seperti roda yang berputar.
Pelaksanaan kegiatan manajerial yang dilakukan oleh seorang manajer agar
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan harus dapat memegang prinsip-prinsip
dari manajemen yang muncul dari pengalaman dan hasil pekerjaansebelumnya.
Prinsip-prinsip itu harus mempunyai sifat sebagai berikut.
• Praktis, artinya harus dapat selalu digunakan terlepas dari waktu atau saat
tertentu yang telah ditetapkan
• Konsisten, artinya dalam situasi dan kondisi yang sama akan dapat
menghasilkan hasil-hasil yang sama pula
• Relevan, artinya sebuah ketentuan mempunyai sifat dasar dan luas, sehingga
dapat menyediakan sebuah perspektif yang mencakup banyak hal.

Manajemen Agribisnis:
26 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Seorang manajer harus mempunyai keterampilan-keterampilan yang lebih
daripada yang dimiliki para karyawannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai
seorang manajer selain memperhatikan prinsip-prinsip yang harus dipegang
seperti yang telah diungkapkan di atas.
Auren Auris menjelaskan keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap
manajer, yaitu sebagai berikut.
a. Keterampilan yang berkaitan dengan hubungan kerja kemanusiaan
(human relation skill) yang meliputi kegiatan dapat bekerja sama dengan
para bawahannya, dapat menciptakan dan memupuk hubungan yang baik
dengan atasan, menciptakan keharmonisan kerja sama, dan melaksanakan
koordinasi dengan manajer setingkat, dan lain sebagainya.
b. Keterampilan prosedural dan administratif (procedural and administrative
skill) yang meliputi keterampilan dalam mengendalikan pekerjaan-
pekerjaan tata usaha dan menggunakan waktu kerja secara efektif.
c. Keterampilan pribadi (personal skill) yang meliputi pengaturan daya
ingatan, pemusatan pikiran dan lain sebagainya.
Rex F. Harlow menjelaskan pula tentang keterampilan dasar yang
dibutuhkan bagi setiap manajer yaitu sebagai berikut
a. Keterampilan secara teknik yang cukup dalam melakukan sebuah upaya
dari tugas khusus yang menjadi tanggungjawabnya (technical skill).
b. Keterampilan yang mengarah kepada kemanusiaan yang cukup dalam
bekerja sama untuk menciptakan sebuah keserasian dari kelompok dan
mampu menumbuhkan kerja sama di antara anggota organisasi atau
perusahaan yang dipimpinnya (human skill).
c. Keterampilan dalam menyelami keadaan yang cukup untuk menemukan
antarhubungan dari berbagai faktor yang terkait dalam kondisi yang ada
yang biasa memberikan petunjuk sehingga dapat mengambil langkah-
langkah yang tepat dalam mencapai hasil yang maksimal bagi organisasinya
secara keseluruhan (conceptual skill).
Kebutuhan keterampilan seorang manajer yang harus dimiliki pada berbagai
tingkatan manajer yaitu manajer puncak (top manager), manajer menengah
(middle manager), dan manajer bawah (lower manager), menunjukkan bahwa
kebutuhan keterampilan yang mengarah pada kemanusiaan (human skill)
harus terdapat pada semua tingkatan manajemen dengan kemahiran teknik
(technical skill) secara relatif semakin berkurang urgensinya dengan semakin
tingginya tingkatan seorang manajer. Pada hakikatnya manajemen adalah
pencapaian tujuan melalui kegiatan orang-orang tertentu dan sangat tergantung
dari kemampuan menggerakkan orang-orang sehingga seorang manajer dapat

27
dikatakan sebagai penentu suksesnya sebuah organisasi. Dan perlu ditekankan
juga bahwa prinsip-prinsip dari manajemen mempunyai sifat yang fl eksibel
dalam arti penerapannya perlu dengan mempertimbangkan pada keadaan
khusus yang berhubungan dengan unsur manusia sebagai unsur dasar dari
manajemen.

a. Fungsi Perencanaan (Planning)


Perencanaan (planning) adalah fungsi dasar dari suatu manajemen karena
kegiatan pelaksanaan, pengarahan, pengorganisasian, pengawasan pun harus
terlebih dahulu direncanakan. Perencanaan ini adalah dinamis. Perencanaan
ditujukan pada masa depan yang penuh dengan ketidakpastian karena adanya
perubahan kondisi dan situasi (Hasibuan, 1996). Fungsi perencanaan mencakup
semua kegiatan yang ditujukan dalam menyusun program kerja selama periode
tertentu pada masa yang akan datang berdasarkan visi, misi, tujuan, dan sasaran
suatu organisasi atau suatu perusahaan.
Perencanaan dapat dijelaskan pula sebagai penetapan terlebih dahulu apa
yang akan dikerjakan kemudian, dalam batas waktu tertentu untuk mendapatkan
hasil tertentu dengan menggunakan faktor-faktor tertentu. Dalam perencanaan,
manajer harus memutuskan tujuan yang harus dicapai baik berupa tujuan jangka
pendek maupun jangka panjang dan memutuskan alat apa yang akan digunakan
untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam melaksanakan hal ini, seorang manajer
perlu melakukan peramalan yang kemungkinannya dapat dicapai baik dilihat
dari aspek ekonomi, politik, sosial dan sebagainya. Perencanaan secara garis besar
menggambarkan tentang apa, bagaimana, mengapa, dan kapan dilakukan.
Beierlein, Schneeberger, dan Osburn (1986) menyebutkan bahwa
perencanaan dapat dilakukam pada bidang keuangan, pemasaran, produksi,
persediaan, dan lain sebagainya. Tujuan dari perencanaan ini adalah untuk
menempatkan suatu perusahaan pada posisi yang terbaik berdasarkan kondisi
bisnis dan permintaan konsumen pada masa yang akan datang (Said dan Intan,
2001).
Perencanaan (planning) dapat didefi nisikan sebagai hasil pemikiran yang
mengarah ke masa depan, menyangkut serangkaian tindakan berdasarkan
pemahaman yang mendalam terhadap semua faktor yang terlibat dan yang
diarahkan kepada sasaran khusus. Dapat dikatakan pula perencanaan adalah
penentuan serangkaian tindakan berdasarkan pemilihan dari berbagai alternatif
data yang ada, dirumuskan dalam bentuk keputusan yang akan dikerjakan

Manajemen Agribisnis:
28 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
untuk masa yang akan datang dalam usaha mencapai tujuan yang diinginkan
(Firdaus, 2008). Hasil perencanaan baru akan diketahui pada masa depan. Agar
risiko yang ditanggung itu relatif kecil hendaknya semua kegiatan, tindakan,
dan kebijakan direncanakan terlebih dahulu. Perencanaan adalah masalah
memilih artinya memilih tujuan, dan cara terbaik untuk mencapai tujuan dari
beberapa alternatif yang ada dan perencanaan adalah kumpulan dari beberapa
keputusan.
Menurut Stoner dan Freeman (1989), perencanaan memberikan sasaran
bagi organisasi dan menetapkan prosedur-prosedur terbaik untuk mencapai
sasaran tersebut. Selain itu perencanaan memungkinkan suatu organisasi
dapat memperoleh serta mengikat sejumlah sumber daya yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuannya. Perencanaan memungkinkan anggota organisasi
melanjutkan kegiatan-kegiatan yang konsisten sesuai dengan tujuan dan
prosedur yang telah dipilih. Disamping itu, perencanaan juga memungkinkan
untuk memonitor dan mengukur kemajuan operasi ke arah pencapaian tujuan
sehingga tindakan perbaikan dapat diambil apabila kemajuan operasi yang
terjadi tidak memuaskan (Said dan Intan, 2001).
Perencanaan dilakukan untuk menunjang tercapainya tujuan suatu
perusahaan. Dengan analisis tujuan, dapat ditentukan kegiatan-kegiatan
yang perlu dijalankan dan hal ini kemudian dituangkan ke dalam kebijakan
suatu perusahaan. Kebijakan perusahaan merupakan pedoman yang dibuat
terlebih dahulu sehubungan dengan tindakan yang perlu ditempuh sebagai
pedoman kerja untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk menghindari rutinitas
dan memperkecil kejadian yang sifatnya tidak terduga maka diperlukan
perencanaan.
Kegiatan perencanaan memang banyak membutuhkan pemikiran, tenaga,
waktu, dan uang. Tetapi jika ada perencanaan yang baik memungkinkan suatu
perusahaan akan memperoleh beberapa keuntungan yaitu sebagai berikut.
1) Mengurangi ketidakpastian (uncertainty) di masa yang akan datang karena
segala sesuatu telah diperkirakan sebelumnya.
2) Adanya perencanaan memungkinkan manajemen selalu memfokuskan
perhatian pada tujuan.
3) Memperoleh tindakan yang terkoordinasi dengan baik dari berbagai bagian
dalam suatu perusahaan karena adanya tujuan.
4) Penentuan dan pemanfaatan metode kerja yang lebih efi sien dan
efektif sehingga dapat mengurangi biaya yang harus dikeluarkan suatu
perusahaan.

29
5) Pendelegasian kekuasaan untuk dapat bertindak lebih lancar karena
adanya berbagai kebijakan, prosedur atau jadwal yang telah ditentukan
terlebih dahulu sehingga karyawan yang kurang cakap sekalipun dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik.
6) Perencanaan merupakan pedoman untuk melakukan pengawasan karena
perencanaan menghasilkan standar yang dapat dipakai sebagai alat pengukur
hasil kerja.
Suatu perencanaan yang baik perlu memiliki sifat-sifat, antara lain sebagai
berikut.
1) Rasional, artinya perencanaan dibuat didasarkan pada pemikiran yang
matang dan logis sehingga memudahkan dalam pelaksanaannya.
2) Fleksibel, bahwa perencanaan harus dapat menyesuaikan dengan keadaan
dan kebutuhan yang ada sehingga dapat diterapkan pada tempat dan waktu
tertentu.
3) Kontinue, perencanaan harus dibuat secara terus menerus dan jika rencana
yang satu sudah dapat dilaksanakan maka lanjut pada rencana lainnya.
Ada enam langkah dalam proses perencanaan, yaitu sebagai berikut.
1) Mengumpulkan fakta dan informasi terkait dengan situasi dan kondisi
yang ada;
2) Menganalisis situasi dan masalah yang terlibat;
3) Memperkirakan (forecasting) perkembangan yang akan terjadi pada masa
yang akan datang;
4) Menetapkan tujuan dan hasil sebagai pedoman untuk sasaran yang akan
dicapai. Dalam menetapkan suatu tujuan merupakan langkah yang penting
dalam menyusun sebuah rencana sebelum suatu tindakan perencanaan
dilaksanakan;
5) Mengembangkan berbagai alternatif sebagai arah tindakan dan memilih
alternatif yang paling sesuai dan memberikan hasil yang maksimal;
6) Mengevaluasi kemajuan dan mencocokkan kembali pandangan seseorang
serentak dengan berlangsungnya perencanaan.
Downey dan Erickson (1992) menyatakan bahwa perencanaan adalah
pemikiran yang mengarah ke masa depan, menyangkut rangkaian tindakan
berdasarkan pemahaman penuh terhadap semua faktor yang terlibat dan
diarahkan kepada sasaran khusus. Ada empat langkah kunci dengan melihat
pengertian perencanaan tersebut, yaitu sebagai berikut.

Manajemen Agribisnis:
30 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
1) Pemikiran ke masa depan yaitu memandang masa depan yang gemilang
dan bukan merupakan ramalan belaka tetapi pernyataan yang berorientasi
pada tindakan.
2) Serangkaian tindakan, yakni mengembangkan alternatif-alternatif atau
metode untuk terus maju.
3) Pemahaman secara penuh terhadap semua faktor yang terlibat yaitu
memahami dan mempertimbangkan fakta-fakta dan konsekuensi faktor-
faktor tersebut yang menjadi penghambat sehingga dapat diantisipasi
sebelumnya.
4) Pengarahan kepada sasaran khusus yakni semua rangkaian kegiatan
diarahkan pada sasaran yang ingin dicapai pada masa depan.
Untuk memahami peranan setiap tingkatan manajemen dalam perencanaan
di atas, disajikan suatu ilustrasi yang dapat dilihat pada Gambar 2.3. Gambar
tersebut merupakan contoh sederhana tiga tingkatan manajemen dalam suatu
perusahaan dan dipaparkan peranan masing-masing tingkatan manajemen
dalam suatu perencanaan yaitu sebagai berikut.

1
Tingkat 1 Perencanaan /
(Manajemen Puncak ) Kebijakan Strategis

Tingkat 2 2
(Manajemen Madya ) Perencanaan Operasional /
Prosedur -Prosedur

Tingkat 3 3
(Manajemen Rendah ) Perencanaan Praktis / Kertas Kerja

Gambar 2.3. Peran Tingkatan Manajemen dalam Perencanaan (Said dan Intan, 2001)

1) Tingkat 1 ( Manajemen Puncak/Direktur)


Manajemen puncak berperan dalam menentukan dan menetapkan
kebijakan strategis yang berkaitan dengan perencanaan, seperti menetapkan
visi, misi, nilai, budaya, dan tujuan organisasi. Perumusan kebijakan strategis

31
merupakan pedoman dan batasan agar setiap perencanaan dan pengambilan
keputusan konsisten dan selaras dengan kebijakan strategis. Seorang direktur
bertanggungjawab langsung kepada komisaris perusahaan. Dalam perusahaan
dikenal sebagai direktur atau disebut juga Chief Executive Offi cer (CEO).
2) Tingkat 2 ( Manajemen Madya/Manajer)
Tingkatan manajemen madya mengembangkan prosedur manajerial sebagai
implementasi dari kebijakan strategis yang ditetapkan oleh manajemen puncak.
Prosedur disusun dengan memperhatikan efektivitas dan efi siensi sehingga tidak
menjadi prosedur yang meningkatkan pemborosan waktu, dana, dan tenaga.
3) Tingkat 3 ( Manajemen Rendah/Kepala Bagian)
Pada tingkatan ini dikembangkan dokumen-dokumen bagi setiap orang
dalam melakukan tugasnya. Manajemen ini bertanggungjawab atas pekerjaan
orang lain (bawahannya) dan memberikan pengarahan kepada mereka.

b. Fungsi Pengorganisasian (Organizing)


Fungsi perencanaan telah dilakukan. Selanjutnya adalah menciptakan
organisasi untuk melaksanakan rencana yang telah ditetapkan. Organisasi pada
hakikatnya mempunyai tiga komponen yaitu fungsi, personalia, dan faktor
sarana fi sik. Dalam prosesnya organisasi akan berusaha mempersiapkan ketiga
komponen tersebut sedemikian rupa untuk mencapai tujuan dari perusahaan
atau organisasi. Organisasi merupakan kelompok orang yang mempunyai
kegiatan dan bekerja bersama dalam mencapai tujuan tertentu dan organisasi
ini merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan.
Fungsi pengorganisasian merupakan upaya manajemen untuk
mengorganisasikan semua sumber daya perusahaan untuk mencapai tujuan
yang ingin dicapai. Efektivitas sebuah organisasi sangat tergantung pada
kemampuan manajemennya untuk menggerakkan semua sumber daya
perusahaan guna mencapai tujuannya. Sumber daya manusia sebagai penggerak
utama sumber daya perusahaan lainnya harus memiliki kemampuan prima dan
kerja yang professional serta ditempatkan pada posisi yang tepat. Semboyan
yang paling terkenal untuk penempatan manusia pada posisi yang tepat
guna mencapai efektivitas organisasi adalah the right man on the right place.
Fungsi pengorganisasian sangat terkait dengan alokasi optimal sumber daya
perusahaan sehingga diperoleh keterpaduan tugas-tugas dan peranan masing-
masing sumber daya yang optimal dalam aktivitas organisasi.
Dalam pengorganisasian ditetapkan sistem organisasi yang dianut dan
pembagian kerja, tugas serta tanggungjawab dari masing-masing orang yang

Manajemen Agribisnis:
32 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
ikut bekerja sama untuk mempermudah mencapai tujuan. Setiap pencapaian
tujuan memerlukan keahlian sesuai dengan bidangnya. Seorang manajer harus
mampu memutuskan sistem organisasi dan menyusun komponen-komponen
pokok yang meliputi personalia, fungsi, dan faktor fi sik yang semuanya itu
adalah sarana untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
1) Malayu S,P. Hasibuan
Pengorganisasian adalah suatu proses penentuan, pengelompokan dan
pengaturan bermacam-macam aktivitas yang diperlukan untuk mencapai
tujuan, menempatkan orang-orang pada setiap aktivitas, menyediakan, alat-
alat yang diperlukan, menetapkan wewenang yang secara relatif didelegasikan
kepada setiap individu yang akan melakukan aktivitas-aktivitas tersebut.
2) George R. Terry
Organizing is the establishing of effective behavioral relationship among
persons so that they may work together effi ciently and gain personal satisfaction
in doing selected tasks under given environmental conditions for the purpose of
achieving some goal or objective.
Artinya:
Pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan hubungan perilaku yang
efektif antara orang-orang sehingga mereka dapat bekerjasama secara efi sien
dan dengan demikian memperoleh kepuasan pribadi dalam hal melaksanakan
tugas tertentu dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau
sasaran tertentu.
3) Koontz & O’Donnel
The organization function of the manager involves the determination and
enumerationof the activities required to achieve the objective of the enterprise,
the grouping of these activities, the assignment of such group of activation to a
department headed by a manager and the delegationof authority carry them
out.
Artinya:
Fungsi pengorganisasian manajer meliputi penentuan penggolongan
kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk tujuan-tujuan perusahaan,
pengelompokan kegiatan-kegiatan tersebut ke dalam suatu bagian yang
dipimpin oleh seorang manajer serta mendelehgasikan wewenang untuk
melaksanakannya.

33
4) Koontz & O’Donnel
Organisasi adalah pembinaan hubungan wewenang dan dimaksudkan
untuk mencapai koordinasi struktural baik secara vertikal maupun horizontal
di antara posisi-posisi yang telah diserahi tugas-tugas khusus yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan suatu perusahaan. Jadi organisasi adalah hubungan
struktural yang mengikat dan menyatukan perusahaan dan kerangka dasar
tempat individu-individu berusaha dikoordinasi.
5) James D. Mooney
Organization is form of every human association for the attainment of
common purpose
Artinya:
Organisasi adalah setiap bentuk perserikatan manusia untuk mencapai
tujuan bersama
Aspek aspek penting dari defi nisi-defi nisi di atas adalah:
• Adanya tujuan tertentu yang ingin dicapai
• Adanya sistem kerja sama yang terstruktur dari sekelompok orang
• Adanya pembagian kerja dan hubungan kerja antara sesama karyawan
• Adanya penetapan dan pengelompokan pekerjaan yang terintegrasi
• Adanya keterikatan formal dan tata tertib yang harus ditaati
• Adanya pendelegasian wewenang dan koordinasi tugas-tugas
• Adanya unsur-unsur dan alat-alat organisasi
• Adanya penempatan orang-orang dan alat-alat organisasi
Organisasi sangat penting dalam manajemen, karena:
• Organisasi adalah syarat utama adanya manajemen, tanpa organisasi
manajemen itu tidak akan ada
• Organisasi merupakan wadah dan alat pelaksanaan proses manajemen
dalam mencapai tujuan
• Organisasi adalah tempat kerja sama formal dari sekelompok orang dalam
melakukan tugas-tugasnya
• Organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai

Manajemen Agribisnis:
34 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Menurut Downey dan Erickson (1992), langkah-langkah dalam
pengorganisasian meliputi:
• Menyusun struktur organisasi
• Menentukan pekerjaan yang harus dilaksanakan
• Memilih, menempatkan, dan melatih karyawan
• Merumuskan garis kegiatan
• Membentuk sejumlah hubungan di dalam organisasi dan kemudian
menunjuk stafnya
Pengorganisasian dapat dikatakan pula sebagai proses manajerial yang
berkelanjutan ketika teknologi berubah, organisasi dapat berubah pula demikian,
juga dengan lingkungan organisasi sehingga manajer harus menyesuaikan
strategi yang telah disusun agar tujuan dapat tercapai secara efektif dan efi sien.
Demikian pula dengan struktur organisasinya harus disesuaikan dengan
perubahan lingkungannya agar tujuan dapat tercapai.
Ada tiga hubungan dasar dalam hubungan formal suatu organisasi yaitu:
1. Tanggungjawab merupakan kewajiban individu dalam melaksanakan
tugas-tugasnya dengan baik
2. Wewenang adalah suatu hak untuk mengambil keputusan mengenai apa
yang harus dijalankan oleh seseorang dan merupakan hak untuk meminta
kepada orang lain melakukan sesuatu. Wewenang harus seimbang dengan
tanggungjawab yang dipikulnya
3. Pertanggungjawaban, apabila wewenang berasal dari pimpinan maka
alirannya dari atas ke bawah sehingga pertanggungjawaban ini berasal dari
bawah ke atas. Pertanggungjawaban merupakan laporan hasil kerja dari
bawahan kepada atasan sebagai pihak yang berwenang, seperti terlihat
pada Gambar 2.4. Dari gambar itu dapat dijelaskan bahwa suatu tujuan
merupakan titik tolak untuk melaksanakan fungsi dari organisasi. Antara
tujuan, fungsi, tanggungjawab, wewenang, dan pertanggungjawaban
mempunyai hubungan yang sangat erat (Firdaus, 2008).

Tanggung Pertanggung -
Tujuan Fungsi Wewenang jawaban
Jawab

Gambar 2.4. Hubungan Antarkomponen Organisasi (Firdaus, 2008)

35
c. Fungsi Pengarahan (Directing)
Fungsi pengarahan (directing = actuating = leading = penggerakan)
merupakan fungsi manajemen terpenting dalam proses manajemen. Fungsi
pengarahan seringkali diartikan bagian dari fungsi pelaksanaan. Fungsi
pengarahan baru dapat diterapkan jika setelah rencana, organisasi dan karyawan
ada. Jika fungsi pengarahan ini diterapkan maka proses manajemen dalam
merealisasi tujuan dimulai. Fungsi pengarahan ini merupakan gerak pelaksanaan
dari kegiatan-kegiatan fungsi perencanaan dan pengorganisasian.
Pengarahan merupakan pemberian instruksi resmi dari manajer kepada
bawahan agar mau melaksanakan tugasnya. Bentuk pengarahan yang diberikan
oleh manajer dapat berupa orientasi, perintah maupun delegasi wewenang.
Seorang manajer harus mampu membuat para bawahannya untuk selalu
melaksanakan tugas sesuai dengan instruksi yang diberikan.
Beberapa defi nisi fungsi pengarahan, sebagai berikut:
1) Downey dan Erickson
Fungsi pengarahan meliputi usaha untuk memimpin, mengawasi,
memotivasi, mendelegasikan, dan menilai para karyawan yang ada dalam
organisasi. Pengarahan ditujukan untuk menetapkan kewajiban dan
tanggungjawab setiap karyawan dalam organisasi, menetapkan hasil yang harus
dicapai, mendelegasikan wewenang kepada setiap karyawan, menciptakan
hasrat untuk berhasil, serta mengawasi agar pekerjaan benar dilaksanakan sesuai
dengan yang seharusnya. Fungsi pelaksanaan sendiri lebih menekankan pada
proses pelaksanaan kegiatan organisasi sesuai dengan yang telah direncanakan.
2) Malayu S.P Hasibuan
Pengarahan adalah mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja sama
dan bekerja efektif dalam mencapai tujuan perusahaan.
3) G.R. Terry
Actuating is setting all members of the group to want to achieve and to strike
to achieve the objective willingly and keeping with the managerial planning
and organizing efforts.
Artinya:
Pengarahan adalah membuat semua anggota kelompok agar mau bekerja
sama dan bekerja secara ikhlas serta bergairah untuk mencapai tujuan sesuai
dengan perencanaan dan usaha-usaha pengorgnisasian.

Manajemen Agribisnis:
36 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
4) Koontz dan O’Donnel
Directing and leading are the interpersonal aspects of managing by which
subordinate are led to understand and contribute effectively and effi ciency to
the attainment of enterprise objectives.
Artinya:
Pengarahan adalah hubungan antara aspek-aspek individual yang
ditimbulkan oleh adanya pengaturan terhadap bawahan untuk dapat dipahami
dan pembagian pekerjaan yang efektif untuk tujuan perusahaan yang nyata.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengarahan adalah kegiatan
yang dilakukan oleh pimpinan untuk membimbing, menggerakkan, mengatur
segala kegiatan yang telah diberi tugas dalam melaksanakan sesuatu kegiatan
usaha. Pengarahan ini dapat dilakukan dengan cara persuasif dan instruktif.
Pengarahan dapat dikatakan efektif jika dipersiapkan dan dikerjakan dengan
baik dan benar oleh para karyawan yang diberi tugas tersebut.
Downey dan Erickson (1992) menyebutkan bahwa pengarahan mempunyai
tujuan:
1. Untuk menentukan kewajiban dan tanggungjawab
2. Untuk menetapkan hasil yang harus dicapai
3. Untuk mendelegasikan wewenang yang diperlukan
4. Untuk menciptakan hasrat agar berhasil
5. Untuk mengawasi agar pekerjaan benar-benar dilaksanakan sebagaimana
mestinya.
Pengarahan merupakan jantung dari proses manajemen dan harus didasarkan
pada rencana organisasi yang baik yang menentukan tanggungjawab, wewenang,
dan evaluasi. Fungsi pengarahan ini dapat diartikan juga secara lebih luas yaitu
sebagai tugas untuk membuat suatu organisasi tetap hidup dalam menciptakan
kondisi yang menumbuhkan minat kerja, kekuatan untuk melakukan tindakan
dan kelompok kerja yang berkelanjutan. Tujuan ini dapat dicapai dengan mutu
kepemimpinan yang ditunjukkan oleh seorang manajer.

d. Fungsi Pengkoordinasian (Coordinating)


Koordinasi merupakan suatu upaya dalam mensinkronkan beberapa
tindakan karyawan atau kelompok orang dalam suatu organisasi atau
perusahaan dalam mewujudkan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dapat
dikatakan pula bahwa pengkoordinasian adalah suatu kegiatan untuk membuat
keselarasan beberapa pendapat dari berbagai orang atau unit dan merupakan
bagian untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Agar kegiatan koordinasi

37
ini lebih mudah dalam pelaksanaannya maka sebuah organisasi atau perusahaan
harus dibentuk dengan struktur yang jelas, tugas dan fungsinya, serta menyusun
stafnya dengan tepat disesuaikan keahlian dari jenis pekerjaannya. Koordinasi
ini merupakan bidang keahlian dari manajemen.
Firdaus (2008) menjelaskan pula tentang pengkoordinasian dapat
berlangsung serentak dengan:
1. Penafsiran program, kebijakan, prosedur, dan praktik;
2. Pengupayaan pertumbuhan dan perkembangan karyawan;
3. Pembinaan hubungan dengan para karyawan dan sikap yang tetap mengarah
ke masa depan;
4. Pengupayaan iklim untuk berhasil;
5. Pengadaan arus informasi yang bebas, dimana komunikasi tidak saja ke
bawah (dari pimpinan kepada bawahan) tetapi juga dapat dilaksanakan ke
atas (dari bawahan kepada pimpinan) dan ke samping (pada tingkat yang
sama) secara efektif.

e. Fungsi Pengawasan (Controlling)


Said dan Intan, 2001 menjelaskan bahwa fungsi pengawasan menekankan
pada bagaimana membangun sistem pengawasan dan melaksanakan pengawasan
terhadap pelaksanaan rencana yang telah dibuat agar tetap berjalan pada rel
yang telah ditetapkan. Fungsi pengawasan ini dapat terus dilaksanakan untuk
menjamin agar pelaksanaan sesuai dengan rencana dan berjalan dengan baik.
Pengawasan berbeda dengan supervisi dan pengawasan ini lebih menekankan
pada bagaimana suatu sistem pengawasan dapat berjalan sebagaimana mestinya
sedangkan supervisi menekankan pada bagaimana individu-individu bekerja
sesuai dengan prosedur yang ada. Perlu ditekankan pula bahwa pengawasan dapat
dilaksanakan oleh individu, sistem, dan lingkungan tetapi kalau supervisi hanya
dapat dilakukan oleh seorang supervisor yang mempunyai kewenangan.
Pengawasan perlu dilakukan pada setiap tahap dari fungsi manajemen
sehingga memudahkan diadakan perbaikan jika ada penyimpangan. Seorang
manajer perlu mempelajari perencanaan terlebih dahulu untuk mencari
kekurangan-kekurangan dan memastikan apa yang telah terjadi dan segera
mencari penyebabnya untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Pengawasan

Manajemen Agribisnis:
38 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
merupakan penilaian terhadap sebuah pekerjaan atau kegiatan yang sedang
dikerjakan maupun yang sudah selesai dikerjakan sehingga jika terjadi
penyimpangan akan segera dapat diketahui kemudian dilakukan perbaikan
dalam mecapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dari uraian di atas dapat diambil intisarinya yaitu bahwa pengawasan
sebagai suatu kegiatan dalam mendeterminasi kegiatan apa yang telah
dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan dalam suatu
organisasi atau perusahaan dengan tujuan untuk segera diketahui kemungkinan
terjadinya hambatan dan penyimpangan serta mengadakan koreksi dalam
memperlancar tercapainya tujuan. Fungsi pengawasan ini diharapkan dapat
menjamin kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dapat memberikan hasil yang
diinginkan.
Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa ada hubungan yang terkait dan
erat antara pengawasan dan perencanaan, hal ini terlihat jelas keterkaitan dari
adanya sasaran, standar atau tujuan tertentu yang saling mengisi. Proses pengawasan
dilakukan secara bertahap melalui langkah-langkah sebagai berikut.
1. Menentukan standar-standar yang akan digunakan dasar pengawasan;
2. Mengukur pelaksanaan atau hasil yang telah dicapai;
3. Membandingkan pelaksanaan atau hasil dengan standar dan menentukan
penyimpangan jika ada;
4. Melakukan tindakan perbaikan jika terdapat penyimpangan agar
pelaksanaan dan tujuan sesuai dengan rencana.
Pengawasan merupakan pelengkap dari fungsi-fungsi manajemen lainnya.
Pengawasan meluruskan keputusan yang salah, hal-hal yang tidak diharapkan
dan dampak dari perubahan-perubahan. Prinsip pengawasan adalah prinsip
yang menyadari bahwa pengawasan efektif akan sangat membantu usaha suatu
organisasi atau perusahaan untuk mengatur pekerjaan yang direncanakan serta
memastikan bahwa pelaksanaan pekerjaan tersebut sesuai dengan rencana.
Prinsip pengawasan tidak merugikan dan menghambat kegiatan bidang-bidang
lain dalam organisasi tersebut dan akan mempunyai dampak yang positif dalam
mencapai tujuan dari suatu perusahaan.

39
f. Fungsi Evaluasi
Fungsi evaluasi ini adalah menekankan pada suatu upaya untuk menilai
suatu proses pelaksanaan rencana, mengenai ada atau tidak adanya suatu
penyimpangan, dan tercapai atau tidak tercapainya sasaran yang telah ditetapkan
dengan berdasarkan rencana yang telah dibuat. Fungsi evaluasi ini ditujukan
pada suatu objek tertentu dan dalam periode tertentu pula. Misalnya diadakan
proses evaluasi dalam pelaksanaan proyek agribisnis yang dilaksanakan selama
satu tahun. Pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dalam fungsi evaluasi
ini diantaranya adalah hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam
pelaksanaannya dan bagaimana hasilnya? (Said dan Intan, 2001).

Manajemen Agribisnis:
40 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
MANAJEMEN
BAB 3 TEKNOLOGI
AGRIBISNIS

Tujuan Instruksional:
Setelah mempelajari bab manajemen teknologi pada sistem agribisnis,
pembaca diharapkan memahami ruang lingkup dari manajemen teknologi
agribisnis sebagai konsep teknologi yang merupakan salah satu sarana
utama dalam pencapaian tujuan dari perusahaan agribisnis dengan berbagai
tipe dan skala aplikasinya, memahami alat dan mesin yang biasa diterapkan
pada agribisnis, perkembangan teknologi pada agribisnis dan agroinput
pada agribisnis.

A. Teknologi dalam Agribisnis dan Perkembangannya


Usaha pertanian harus dapat tumbuh berkembang secara progresif karena
dianggap sebagai lokomotif penggerak perekonomian desa. Dengan sumber
daya yang terbatas dan dalam tatanan pasar yang sangat kompetitif, sumber
pertumbuhan agribisnis yang paling dapat diandalkan adalah inovasi teknologi.
Inovasi teknologi sangat diperlukan untuk meningkatkan kapasitas produksi
dan produktivitas sehingga dapat memacu tidak hanya pertumbuhan produksi
tetapi juga meningkatkan daya saing. Inovasi teknologi juga diperlukan dalam
pengembangan produk (product development) dalam rangka peningkatan
nilai tambah, diversifi kasi produk, dan transformasi produk sesuai preferensi
konsumen. Dengan demikian, inovasi teknologi mempunyai peran yang sangat
vital dalam mendukung pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang
dinamis, efi sien, dan berdaya saing tinggi (Suryana, 2007).
Pada umumnya teknologi yang diterapkan di bidang pertanian adalah
teknologi yang dapat digunakan untuk kegiatan pengembangan pertanian yang
dimulai dari kegiatan pengadaan sarana produksi, kegiatan produksi, kegiatan
pengembangan pengolahan hasil pertanian, dan pendistribusian produk-produk
pertanian. Teknologi yang diterapkan di agribisnis dan perkembangannya
merupakan salah satu sarana utama yang penting dalam upaya meningkatkan
daya saing melalui pencapaian tujuan secara efektif, efi sien, dan produktif yang
tinggi dari perusahaan agribisnis. Dalam pencapaian hal itu, teknologi sebagai

41
salah satu sumber daya produksi harus dapat digunakan secara tepat sesuai
aplikasi dari jenis teknologinya dan harus dapat melakukan inovasi-inovasi
teknologi agar mampu bersaing di pasar Internasional.
Sa’id dan Intan, 2004 menjelaskan bahwa teknologi agribisnis mencakup
teknologi dalam berbagai aktivitas agribisnis mulai dari aktivitas pengadaan dan
penyaluran sarana produksi pertanian, aktivitas produksi, aktivitas pengolahan,
hingga aktivitas pemasaran. Teknologi tersebut mencakup dari aplikasi
bioteknologi, mekanisasi, biokimia, teknik kimia, teknik fi sika, teknik nuklir,
mikro-elektrik, komunikasi dan perhubungan, geologi serta jenis teknologi
lainnya. Sejauh ini peranannya terlihat aplikasi dari bioteknologi (bibit unggul),
teknik kimia (pupuk, hormon, dan pestisida), dan teknik mekanisasi (mesin dan
alat-alat pertanian), namun diharapkan pada masa mendatang aplikasi teknologi
tersebut semakin besar peranannya.
Teknologi pada hakikatnya melekat pada kehidupan manusia mulai dari
teknologi yang paling sederhana sampai pada yang paling canggih. Teknologi
dapat diartikan sebagai proses yang meningkatkan nilai tambah, produk yang
digunakan dan/atau dihasilkan dalam proses dan sistem di mana proses dan
produk merupakan bagian integral (Yusuf Hadi Miarso, 2007).
Castells (2004) menyebutkan pula tentang teknologi yaitu suatu kumpulan
alat, aturan dan juga prosedur yang merupakan penerapan dari sebuah
pengetahuan ilmiah terhadap sebuah pekerjaan tertentu dalam suatu kondisi
yang dapat memungkinkan terjadinya pengulangan. Berikut ini beberapa
pengertian teknologi secara umum.
- Teknologi adalah sebuah metode praktis yang digunakan untuk menciptakan
sesuatu yang berguna dan bisa digunakan secara berulang kali.
- Teknologi diciptakan oleh manusia, banyak berhubungan dengan kegiatan
praktis yang dilakukan manusia sehari hari.
- Penciptaan dan juga pengembangan dari sebuah teknologi adalah untuk
tujuan pengembangan diri manusia. Teknologi sengaja diciptakan untuk
membantu mempermudah pekerjaan dan aktivitas manusia. Dasar keilmuan
yang dimilki oleh teknologi adalah keilmuan sains, yang merupakan versi
praktis atau praktikal dari sebuah sains. Setiap teknologi bisa diciptakan
dan juga dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan juga kemampuan
yang dimiliki manusia. Batasan dari sebuah teknologi hanyalah pikiran
manusia. Selama manusia bisa mencari ide-ide baru, maka pengembangan
teknologi tidak akan pernah berhenti.
Dengan bantuan teknologi, manusia cenderung mempunyai banyak pilihan
dalam mengembangkan bidang-bidang yang diminatinya. Salah satunya, pilihan

Manajemen Agribisnis:
42 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
yang dapat ditawarkan untuk pengembangan agroindustri ( Sa’id et al,2001:21),
yakni :
a. Jenis teknologi, prospek, cara penerapan, dan pasar;
b. Jumlah modal yang harus ditanamkan (biasanya disesuaikan dengan besar
kecilnya skala usaha yang akan dilaksanakan);
c. Cara penanaman modal, baik melalui penanaman modal asing (PMA),
penanaman modal dalam negeri (PMDN), atau non PMA- PMDN;
d. Produk dan nilai tambahnya.
Hubeis (1993) melakukan pembagian tipologi teknologi ke dalam empat
kelompok teknologi, yaitu :
1. Teknologi standar dengan system produksi standar, peralatan standar, dan
pekerja berkualifi kasi sedang (contoh : susu pasteurisasi, sirup, dan selai
buah-buahan skala menengah);
2. Teknologi mutakhir dengan sistem produksi kompleks, peralatan kompleks
dan pekerja berkualifi kasi tinggi (contoh: industri makanan dan minuman
kaleng, kultur jaringan, dan industri kertas);
3. Teknologi tradisional dengan sistem produksi standar, peralatan tidak
banyak, dan pekerja kurang berkualifi kasi (contoh: industri rumahan gula
merah batok, kerupuk sagu, dan ikan asin);
4. Teknologi transisi dengan sistem produksi standar, peralatan sederhana
sampai modern, dan pekerja kurang berkualifi kasi (contoh: industri tempe
dan tahu skala menengah, industri pakan ternak, dan nata de coco skala
menengah).
Dalam konteks agribisnis yang ruang lingkupnya lebih luas daripada
aktivitas produksi pertanian, teknologi harus mencakup teknik dan teknologi
yang digunakan untuk kegiatan produksi hasil pertanian primer, kegiatan
pengolahan hasil pertanian, penyimpanan, serta pengangkutan produk-produk
agribisnis yang dihasilkan. Teknologi yang akan diterapkan haruslah mempunyai
pengertian “baru” artinya mengalami perbaikan atau pengembangan atas apa
yang yang dipergunakan selama ini (sudah lama ditemukan dan telah digunakan
secara luas). Dengan katalain teknologi ini harus memberikan manfaat yang
makin besar bagi aktivitas agribisnis melalui pembaharuan dari teknologi yang
sudah ada (technology innovation).
Pengembangan teknologi yang berbasis pertanian dapat dikembangkan
melalui inovasi dan introduksi alat dan mesin pertanian yang diciptakan
melalui kegiatan penelitian. Hal ini akan membawa pertanian menuju efi siensi
dan peningkatan produktivitas. Esensi riset dan pengembangan identik dengan
kemajuan suatu bangsa dikarenakan adanya teknologi ini dapat menekan biaya

43
produksi dan meningkatkan produktivitas dan tingkat efi siensi (Arifi n, 2004).
Produktivitas dapat dikatakan sebagai suatu ukuran efi siensi yang berupa rasio
produk dengan faktor produksi tertentu. Inovasi ini akan berdampak pada
perubahan teknologi yang secara umum ditujukan untuk mampu menaikkan
tingkat produksi sekaligus produktivitasnya. Dengan demikian dapat dikatakan
secara sederhana bahwa pengembangan teknologi ditujukan untuk memacu
peningkatan produktivitas pertanian.
Suatu inovasi baru dalam bidang teknologi elektronik yang telah lama
diperkenalkan sebagai teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas dan
mutu hasil pertanian adalah sonic bloom yang masuk ke Indonesia pada tahun
1998. Aplikasi teknologi ini pada skala pilot project di Kabupaten Sukabumi
tetapi aplikasi secara komersial belum memasyarakat. Teknologi sonic bloom
menggunakan perangkat elektronik yang membangkitkan suara dalam suatu
frekuensi tertentu yang mampu memberikan rangsangan bagi terbukanya
stomata daun. Dengan demikian penyerapan stomata daun langsung dari udara
akan semakin intensif yang berguna bagi kebutuhan metabolisme tanaman.
Selain itu aplikasi sonic bloom ini juga disertai dengan pemberian nutrisi yang
diramu dari rumput laut tanpa bahan kimia sehingga produk yang dihasilkan
ramah lingkungan dan akan terhindar dari bahan-bahan kimia yang dapat
membahayakan kelangsungan hidup manusia (Sa’id dan Intan, 2001).
Perdana (2012) menjelaskan bahwa perkembangan dan pemanfaatan
teknologi dalam pengembangan agribisnis sampai saat ini berlangsung cepat
namun seperti efek bola salju. Pada zaman dahulu petani melakukan kegiatan
pertaniannya menggunakan kuda/keledai/kerbau namun seiring perkembangan
saat ini petani menggunakan traktor.
Berikut ini beberapa contoh perkembangan teknologi agribisnis.

1. Rekayasa Genetik.
Hal ini dilakukan melalui kegiatan dengan memasukkan gen yang
diinginkan pada kromosom makhluk hidup. Kegiatan rekayasa genetika ini
dapat memberikan keuntungan khususnya di bidang pertanian, yaitu:
a. Mentransformasi gen tunggal. Metode ini dilakukan melalui persilangan
dari beberapa gen tanaman untuk menghilangkan sifat atau karakteristik
yang tidak digunakan. Melalui rekayasa genetika ini para peneliti dapat
mentransfer gen tunggal yang diinginkan ke gen tanaman lain tanpa
mengubah gen asal tanaman tersebut. Dengan ini diharapkan pembudidaya
memperoleh varietas yang lebih variatif.
b. Mentransfer gen ke tanaman yang tidak sejenis. Melalui rekayasa genetika
ini, transfer tidak hanya dilakukan pada tanaman sejenis saja tetapi dapat

Manajemen Agribisnis:
44 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
pula dilakukan pada tanaman yang tidak sejenis misalnya mentransfer
gen bakteri ke tanaman atau gen tanaman ke bakteri dan gen hewan ke
tanaman.
c. Menciptakan hibrida dari tanaman yang tidak dapat melakukan penyerbukan
silang. Contohnya yaitu tanaman tomat yang disilangkan dengan tanaman
kentang.
d. Menciptakan tanaman yang tahan penyakit.
e. Menciptakan tanaman yang mempunyai racun bagi serangga tetapi tidak
akan berbahaya atau tidak beracun bagi manusia.
f. Menciptakan tanaman yang mempunyai toleransi terhadap herbisida.
g. Gene splicing yaitu teknologi yang dalam penerapannya menggunakan
enzim tertentu dalam memindahkan suatu gen dari posisinya dalam
kromosom dan mengganti dengan yang lain. Dalam metode ini para
peneliti langsung mengontrol perubahan genetik dengan cara yang lebih
baik dan cepat.

2. Pengendalian Hama Terpadu


Teknologi ini digunakan dalam pengendalian hama yang didasarkan prinsip
secara ekologis dengan berbagai teknik pengendalian yang disesuaikan sehingga
populasi dapat dipertahankan di bawah jumlah yang secara ekonomis tidak
merugikan dan dapat mempertahankan kesehatan lingkungan. Pengendalian
hama terpadu, secara umum dapat digolongkan sebagai berikut.
a. Pengendalian Hama Penyakit dengan Menggunakan Varietas yang Tahan.
Metode ini merupakan suatu upaya yang mudah dan murah bagi petani.
Metode ini dapat bermanfaat untuk mengurangi kehilangan hasil. Namun
penggunaan metode ini dapat menimbulkan bahaya juga karena dapat
memacu timbulnya biotipe dan strain atau ras-ras baru yang akan lebih
berbahaya. Hal ini disebabkan penggunaan varietas yang tahan memiliki
gen ketahanan yang tunggal.
b. Pengendalian Hama dan Penyakit dengan Secara Fisik dan Mekanik.
Metode ini biasanya dilakukan pada usaha pertanian dalam skala kecil
atau dalam rumah kaca. Pengendalian hama dan penyakit dengan cara fi sik
yaitu penggunaan panas dan pengaliran udara sedangkan melalui mekanik
yaitu suatu upaya pengendalian melalui cara dengan mencari jasad perusak
tanaman dan segera memusnahkannya dan dapat dilakukan dengan
menggunakan tangan atau alat berupa perangkap.
c. Pengendalian Hama dan Penyakit Melalui Bercocok Tanam.
Berbagai upaya dalam pengendalian cara ini dapat menekan perkembangan
jasad pengganggu tanaman yang dimulai dari kegiatan pengolahan lahan,

45
jarak tanam, waktu tanam, pengaturan pengairan, pengaturan pola tanam,
dan pemupukan.
d. Pengendalian Hama dan Penyakit Secara Bilogi.
Cara ini menggunaan musuh alami serangga hama berupa predator dan
parasitoid (parasit serangan hama). Metode ini sudah sering dan lama
dilakukan tetapi keberhasilannya masih belum optimal. Pengendalian
secara biologi yang bisa dilakukan oleh petani yaitu sebagai berikut.
1) Menciptakan iklim mikro yang lebih mendukung pada pertumbuhan
dan perkembangan dari musuh alami hama di lahan pertaniannya;
2) Menanam dengan pola tumpang sari atau melakukan bera terhadap
tanah garapan;
3) Memilih pestisida alami atau nabati sebelum menggunakan pestisida
kimia, karena pestisida alami biasanya lebih ramah terhadap musuh
alami hama dan mematikan terhadap hamanya;
4) Melakukan penyemprotan dengan menggunakan pestisida yang
selektif hanya membunuh serangga hamanya saja yang mempunyai
dampak negatif sangat kecil pada musuh alami serangga hama;
5) Mengembangkan musuh alami hama.
e. Pengendalian Hama dan Penyakit dengan Cara Kimiawi,
Metode ini sebenarnya kurang bijaksana karena dengan cara ini jika tidak
diikuti dengan tepat penggunaannya, tepat dosisnya, tepat waktunya,
tepat sasaran, tepat jenis, dan tepat konsentrasinya dapat menyebabkan
peledakan populasi suatu hama. Dengan demikian penggunaan cara ini
perlu pertimbangan yang matang dengan memperhatikan tingkat serangan,
ambang ekonomi, pengaruhnya terhadap lingkungan dan kesehatan
manusia dan hewan.

3. The Global Positioning System (GPS)


Teknologi GPS adalah suatu teknologi yang menggunakan satelit agar dapat
melihat lahan dan tanaman pertanian secara spesifi k. Teknologi ini pun dapat
membantu pelaku pertanian untuk memetakan lahan. Infrared yang ada
pada teknologi GPS dapat membedakan tanaman yang sehat atau tidak sehat,
menemukan titik permasalahan pada tanaman, mengenali adanya gulma, dan
area yang mempunyai hasil produksi rendah. Melalui GPS ini pada proses
pemetaan lahan akan menguntungkan para petani dalam membuat keputusan

Manajemen Agribisnis:
46 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
untuk kegiatan usahataninya karena petani akan mendapatkan berbagai
informasi tentang area tersebut sehingga dapat meningkatkan produktivitas
dengan menggunakan manajemen yang baik. Selain itu dengan menggunakan
alat GPS dapat meningkatkan tingkat ketelitian sehingga diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas, kualitas produk, dan efi siensi penggunaan
bahan kimia. Dengan adanya ketelitian tersebut juga dapat memberikan
informasi yang spesifi k mengenai tempat yang dapat mempunyai manfaat
dalam mengurangi dampak lingkungan yang tidak diinginkan akibat aktivitas
pertanian, membantu konservasi energi, melindungi tanah dan air tanah. Selain
itu dengan adanya GPS dapat menurunkan biaya produksi dalam pelaksanaan
kegiatan agribisnis.

4. Penerapan Bioteknologi dalam Agribisnis


Harapan dari keberhasilan industrialisasi pertanian khususnya agroindustri
akan dapat berhasil jika bioteknologi mampu menjadi jembatan antara sektor
pertanian dan sektor industri yang mempunyai wawasan lingkungan. Penerapan
bioteknologi di bidang produksi dan industri pengolahan hasil pertanian
mempunyai keunggulan dibandingkan dengan penerapan teknologi secara
konvensional, yaitu sebagai berikut.
• Prinsip-prinsip dari bioteknologi dapat meningkatkan kualitas produk dan
akan memperbaiki karakteristik dari tanaman ataupun hewan.
• Prinsip-prinsip bioteknologi mempunyai potensi dalam melestarikan
sumber daya alam dan meningkatkan mutu lingkungan melalui pemanfaatan
organisme yang terekayasa genetikanya sehingga menghindari bahan kimia
yang mengandung racun (Sa’id dan Intan, 2001). Terlihat pada Tabel 3.1
prinsip-prinsip bioteknologi yang digunakan untuk mengatasi permasalahan
di sektor pertanian. Diharapkan dengan adanya bioteknologi akan mampu
mengatasi permasalahan yang dihadapi agribisnis sehingga dapat membangun
dan mewujudkan agribisnis masa depan yang berdaya saing.

47
Tabel 3.1. Aplikasi Bioteknologi dalam Agribisnis
Komoditas Masalah Pemecahan Keluaran
No
Kultur sel jaringan Produktivitas
Produktivitas Penyelamatan embrio dan mutu produk
Fusi protoplas meningkat
Hama (penggerak Varietas tahan
DNA rekombinan (Gen B)
batang) lama

Padi Bakteri hawar daun Pencirian RFLP Metode skrining


1

DNA rekombinan
Varietas tahan
Virus tungro (gen coat protein)
virus
Antibody monoklonal
Cekaman Kultur sel jaringan Varietas tahan
lingkungan
Produktivitas
Produktivitas Rizoba dan mikoriza
tinggi
DNA rekombinan (Gen B)
Penggerek daun Varietas tahan
pengisapan polong
Kedelai DNA rekombinan Varietas tahan
2
Penyakit virus (gen coat protein) Perangkat
Antibody monoklonal diagnosis
Cekaman Kultur sel jaringan Varietas tahan
lingkungan
Perbanyakan
Kentang Bibit kentang Kultur sel jaringan
3 cepat
Perbanyakan
Pisang Bibit pisang Kultur sel jaringan
4 cepat

Perbanyakan
Mangga Bibit mangga Kultur sel jaringan
5 cepat

Bibit tanaman
Virus (CVPD, Stek ujung tunas sehat
Jeruk
6 tristeza) Antibody monoklonal Perangkat
diagnosis

Produktivitas Fusi protoplas Benih unggul


Bibit bebas
Bawang Kultur meristem penyakit
7 putih Virus Fusi protoplas Varietas tahan
Antibody monoklonal Perangkat
diagnosis

Manajemen Agribisnis:
48 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
No Komoditas Masalah Pemecahan Keluaran
Pemberantasan dengan
Virus (CMV) vaksin
RNA kompetitif
8 Cabai
Gen tahan CMV DNA rekombinan (Gen
Varietas tahan
langka Coat Protein)
Perbanyakan
Bibit tidak seragam Kultur sel jaringan
kloni

Kelapa Mutu minyak Mutu minyak


9 Fusi protoplas
sawit rendah tinggi

Tetua sangat
Kultur mikrospora Galur isogenik
beragam
Manipulasi mikro embrio/
Populasi rendah Populasi naik
pembelahan

Konsumsi protein Peningkatan


Alih embrio
rendah protein

Penyakit Antibody monoclonal Perangkat


fasciolisasi Imunisasi pasif diagnosis
10 Ternak Perangkat
Penyakit jembrana Antibody monoklonal
diagnosis

Produktivitas Produktivitas
DNA rekombinan
rendah naik

Konversi pakan Rekayasa genetic mikroba Konversi pakan


rendah pencernaan meningkat

Perangkat
11 Unggas Penyakit new castle Imunisasi pasif
diagnosis

Produktivitas DNA rekombinan Produktivitas


12 perikanan
rendah Perikanan sehat naik
Sumber: Sa’id dan Intan, 2001.

Teknologi dengan berbagai metode yang diuraikan di atas perlu diperhatikan


dan diterapkan melalui inovasi sehingga dapat membawa agribisnis ke arah
yang lebih baik dan maju. Di samping metode-metode tersebut, metode secara
tradisional pun yaitu fermentasi (untuk menghasilkan makanan dan minuman)
dapat dikembangkan pula untuk menghasilkan bioproses yang memiliki
kinerja, efi siensi, dan efektivitas proses serta produktivitas yang tinggi.
Terlihat pada Gambar 3.1 peranan bioteknologi dan rekayasa bioproses dalam

49
sistem komoditas pangan. Pada gambar itu dijelaskan bahwa pengembangan
bioteknologi terutama dalam bidang rekayasa genetika, kultur sel dan jaringan,
biofertilizer, biopestisida, benih unggul, pengendalian hama penyakit, serta
teknologi pakan memberikan pengaruh bagi kinerja usaha produsen pertanian.
Pengembangan bioteknologi ini dapat mempengaruhi pengembangan agribisnis
yang mampu memproduksi produk sesuai keinginan konsumen.

Produsen Pengolahan Hasil Pasar/


Pertanian Pertanian Konsumen

BIOTEKNOLOGI
REKAYASA BIOPROSES
Rekayasa genetik Peningkatan nilai tambah
Kultur sel dan jaringan Teknologi enzim
Biofertilizer Teknologi produksi in vitro (bioreaktor )
Biopestisida sel tanaman , mikro organisme , dan sel
Benih Unggul hewan
Pengendalian hama terpadu
Teknologi pakan

Biomasa/protein
Metabilit sekunder obat -obatan
Senyawa aromatik
Senyawa aditif, seperti zat pewarna

Gambar 3.1. Peranan Aspek Bioteknologi dalam Sistem Pangan


(Sa’id dan Intan, 2001)

B. Fungsi-fungsi Manajemen Teknologi


Teknologi yang diterapkan pada agribisnis sebagai salah satu sumber daya
produksi harus dapat digunakan secara tepat yang meliputi jenis teknologi
dan skala aplikasinya. Dengan demikian perlu adanya upaya untuk mengelola
teknologi secara efektif mulai dari perencanaan teknologi, pengorganisasian
teknologi, pelaksanaan aplikasi teknologi, pengawasan dan evaluasi aplikasi
teknologi serta pengendalian yang dibutuhkan. Dengan demikian untuk
aplikasi teknologi ini perlu adanya penerapan fungsi-fungsi dari manajemen
secara umum yaitu sebagai berikut.

Manajemen Agribisnis:
50 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
1. Perencanaan Teknologi
Perencanaan dan pengembangan aplikasi teknologi agribisnis terkait
dengan pemilihan jenis teknologi yang akan dikembangkan dan diaplikasikan.
Hal - hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan teknologi adalah sebagai
berikut.
• Jenis bidang usaha dan skala usaha yang dijalankan (skala mikro) dan
prioritas bidang teknologi terkait dengan pengembangan dunia bisnis
dan ekonomi nasional (skala makro) misalnya aplikasi teknologi bidang
agribisnis dalam mengembangkan agribisnis nasional yang tangguh
• Kemampuan pembiayaan pengembangan dan aplikasi teknologi.
• Kemampuan sumber daya manusia/potensi sumber daya manusia,
terutama dalam riset dan pengembangan untuk mengembangkan suatu
jenis teknologi dan juga terkait kemampuan sumber daya manusia yang
mampu mengoperasikan teknologi yang dipilih
• Skala usaha dan tingkat persaingan. Pemilihan teknologi sangat terkait
dengan skala usaha (kapasitas volume produksi) dan tingkat harga jual
produk yang dihasilkan oleh aplikasi teknologi tersebut. Jika biaya dalam
pengembangan aplikasi teknologi yang digunakan tidak seimbang dengan
skala usaha (skala produksi) misalnya biaya terlalu tinggi maka harga jual
produk juga akan tinggi yang mengakibatkan produk sulit bersaing di pasar
(saat ini pasar global penuh dengan persaingan)
• Budaya, adat, dan kebiasaan masyarakat.
Perencanaan dalam pengembangan dan aplikasi teknologi dalam skala
mikro membutuhkan penilaian dengan berbagai kriteria yang dikelompokkan
sebagai berikut.
• Kriteria yang menyangkut kompetensi teknologi;
• Kriteria kompatibilitas dan kemampuan produksi;
• Kriteria dalam lingkup distribusi dan pemasaran;
• Kriteria kompatibilitas sistem operasional;
• Kriteria infrastruktur;
• Kriteria yang menyangkut implikasinya terhadap pelanggan/konsumen.
Perencanaan teknologi harus sesuai dengan perencanaan strategis
perusahaan dan mampu mendukung peningkatan citra perusahaan (corporate
image), yaitu mendukung kesan prestisius dan kebanggaan perusahaan yang
telah berkembang selama ini. Kompetensi teknologi juga harus berupaya untuk
mengurangi atau menghilangkan risk aversion, yakni mampu mentransfer
risiko teknis (technical risk) menjadi risiko komersial (commercial risk).

51
Perusahaan harus memiliki komitmen yang kuat untuk mengembangkan dan
mengaplikasikan teknologi tersebut. Pengembangan teknologi melalui riset
dan pengembangan menghadapi risiko kegagalan dan membutuhkan banyak
biaya. Oleh karena itu, diperlukan komitmen dari pihak manajemen untuk
mengembangkan teknologi yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan.
Perencanaan teknologi harus didasarkan pula pada kriteria distribusi
dan pemasaran produk, yang meliputi kesesuaiannya dengan membutuhkan
konsumen atau pelanggan, hasil estimasi nilai penjualan, luas pasar, siklus
hidup produk (product life cycle), kemungkinan berhasil secara komersial,
rencana pemasaran (waktu dan target pasar), pengaruhnya terhadap produk
yang sudah ada, harga produk baru dan harga produk pesaing, tingkat
persaingan, saluran distribusi, dan lain-lain. Jika perencanaan teknologi
berfokus pada pengembangan teknologi harus didasarkan pada kriteria riset
dan pengembangan, yang meliputi hal-hal berikut.
• Kesesuaiannya dengan rencana strategis riset dan pengembangan
perusahaan;
• Kemungkinan suksesnya secara teknis;
• Waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk pengembangan. Posisi patent
yang ada;
• Ketersediaan sumber daya dalam bidang riset dan pengembangan;
• Potensi pengembangannya pada masa mendatang serta konsekuensinya
terhadap lingkungan;
Di lain pihak, kriteria fi nancial meliputi hal-hal berikut;
• Biaya riset dan pengembangan;
• Lama waktu yang diperlukan untuk mencapai keadaan pulang modal atau
break even point (BEP);
• Kondisi arus tunai perusahaan dan pengaruhnya pada masa mendatang,
dan lain-lain.
Perencanaan teknologi juga harus mempertimbangkan kriteria produksi,
yang meliputi kemampuan dan pembiayaan manufaktur, nilai tambah produksi,
kebutuhan tambahan fasilitas, kelanjutan produksi, dan lain-lain. Jika hal-
hal tersebut telah diakses dan telah ditetapkan teknologi yang akan dipilih,
maka dapat dibuat perencanaan pengembangan dan aplikasi teknologi, dan
selanjutnya proyek tersebut dapat segera dimulai.

Manajemen Agribisnis:
52 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
2. Pengorganisasian Teknologi
Manajemen teknologi juga mencakup pengorganisasian sumber daya yang
diperlukan dan mengalokasikannya secara tepat dan efi sien. Di samping itu,
teknologi yang diaplikasikan juga harus diorganisasikan dengan baik sehingga
tidak terjadi kesalahan-kesalahan (misalnya alokasi penempatan) yang dapat
menyebabkan ketidakefi sienan. Pengorganisasian teknologi, misalnya teknologi
produksi, melalui riset dan pengembangan sangat penting guna mencapai
efi siensi dan efektivitas alokasi. Dengan demikian, diperoleh optimalisasi
alokasi dan pengorganisasian yang tepat.

3. Pelaksanaan Penerapan Teknologi


Jika rencana pengembangan dan aplikasi teknologi telah dirampungkan
serta semua sumber daya yang dibutuhkan telah siap untuk dioperasikan, maka
tibalah waktunya untuk memulai pelaksanaannya. Pelaksanaan tersebut mulai
dari pengembangan sampai penggunaan teknologi dalam produksi atau operasi
perusahaan.

4. Pengawasan, Evaluasi, dan Pengendalian


Fungsi pengawasan dilakukan terus-menerus sejak perencanaan dan dalam
berbagai aspek, sedangkan evaluasi dapat dilakukan secara berkala untuk
mengetahui kesesuaian antara rencana, pelaksanaan, dan hasil serta mengetahui
ada tidaknya penyimpangan-penyimpangan dari rencana semula. Di samping
itu, pengawasan dan evaluasi juga berfungsi untuk menilai perlu atau tidaknya
diadakan penyesuaian-penyesuaian. Jika terjadi penyimpangan dan kesalahan
dalam operasi, maka harus segera dilakukan pengendalian.
Di samping aplikasi fungsi-fungsi manajemen teknologi, juga pada level
bisnis, manajemen teknologi digambarkan sebagai suatu hasil dari penggabungan
antara rekayasa dan ilmu pengetahuan dengan manajemen (NRC di dalam
Gaynor, 1991). Di samping itu, Gumbira-Sa’id (1996) melukiskan manajemen
teknologi sebagai proses interaksi antara ilmu pengetahuan, rekayasa, dan
manajemen dengan kebangkitan ilmu pengetahuan, rekayasa, dan manajemen
dengan kebangkitan produk, distribusi, dan administrasi fungsional. Dengan
demikian, diidentifi kasikan bahwa terdapat delapan isu kritis yang harus
dipertimbangkan untuk maksud tersebut, yaitu sebagai berikut.
• Pengembangan kesadaran / kemelekan teknologi;
• Penggabungan teknologi dan strategi;

53
• Manajemen / pengelolaan penggunaan teknologi;
• Penganalisisan investasi teknologi;
• Pemilihan dan evaluasi proyek;
• Pengembangan rencana teknologi unit bisnis;
• Pengurangan waktu proyek total;
• Peningkatan kinerja sumber daya manusia.
Manajemen teknologi pada aspek kebangkitan produk mencakup berbagai
aktivitas yang langsung berhubungan dengan penggunaan ilmu pengetahuan
dan rekayasa untuk penelitian, serta pengembangan dan manufacturing.
Pengelolaan teknologi untuk kebangkitan produk memerlukan berbagai
aktivitas sebagai berikut.
• Integrasi antara ilmu pengetahuan, rekayasa, dan manajemen dengan
aktivitas-aktivitas penelitian, pengembangan, dan manufacturing, dan
selanjutnya melakukan pengelolaan terhadap komponen-komponen
tersebut sebagai suatu entitas terpadu.
• Penerimaan fakta bahwa teknologi adalah suatu isu bisnis dan bukan hanya
merupakan isu teknologi semata karena isu pengembangan dan aplikasi
teknologi dalam bisnis ditujukan untuk memperbaiki kinerja bisnis tersebut
melalui peningkatan produktivitas, efi siensi, dan mutu produk atau jasa
yang dihasilkan.
• Menjadikan pengembangan dan aplikasi teknologi sebagai bagian dari
strategi bisnis, bukan sebagai suatu entitas yang dianggap hanya menyokong
strategi bisnis. Dengan demikian, diperlukan pemahaman bahwa strategi
teknologi sebagai bagian strategi bisnis berperan untuk meningkatkan
keunggulan bersaing bisnis tersebut.
• Peningkatan kinerja sumber daya manusia, teknologi, dan aset-aset bisnis
lainnya dengan cara mengoptimalkan hubungan antara fungsi-fungsi
teknologi dalam suatu unit bisnis.
• Pengembangan proses, teknik, dan sistem komunikasi untuk menentukan
status teknologi mutakhir dan pemilihan teknologi yang tepat pada masa
mendatang.
• Pengakuan bahwa proses penelitian dan pengembangan sangat menentukan
keberhasilan dan kegagalan suatu produk dan keduanya tidak dapat
dipisahkan dalam proses sehingga harus dilakukan secara bersama-sama.
• Perencanaan teknologi yang terpadu, yakni memadukan semua aktivitas
pada fungsi-fungsi yang terkait.

Manajemen Agribisnis:
54 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
• Evaluasi investasi teknologi untuk mengetahui risiko fi nansial dan apakah
risiko fi nansial tersebut mampu menggantikan risiko teknis yang mungkin
terjadi.
• Pengembangan dan praktik proses formal yang fl eksibel dalam melakukan
pemilihan dan evaluasi proyek-proyek yang dianggap tepat untuk
menyokong strategi bisnis.
• Upaya pengurangan waktu total dari proyek, bukan hanya waktu pengem-
bangannya (mulai dari inisiasi konsep sampai tahap komersialisasinya), melalui
keterpaduan antara fungsi-fungsi bisnis yang terkait.
• Peningkatan kinerja manajemen teknis dan kinerja sumber daya manusia
yang terlibat.
Pengelolaan teknologi pada aspek distribusi mencakup pengelolaan
teknologi dalam kegiatan pemasaran dan penjualan, distribusi fi sik, dan sistem
serta kegiatan pelayanan terhadap konsumen. Aktivitas-aktivitas tersebut
mewakili seluruh operasi yang diperlukan untuk menyetujui suatu produk,
menentukan pasar, menemukan konsumen potensial, negosiasi pemesanan,
menyampaikan produk, serta melayani konsumen, sehingga serangkaian
aktivitas tersebut dapat memberikan kepuasan maksimal kepada pelanggan
atau konsumennya. Dalam berbagai kegiatan tersebut, penggunaan teknologi
harus sesuai, cocok, efi sien, dan efektif untuk memberikan kepuasan maksimal
kepada pelanggan atau konsumennya.
Pengelolaan teknologi dalam aspek administrasi mencakup aktivitas-
aktivitas akunting, fi nansial, sumber daya manusia, hubungan masyarakat,
paten, aspek hukum dan legalitas, dan lain-lain. Aplikasi teknologi dalam
aspek administrasi tersebut memiliki dampak yang nyata terhadap aktivitas
pembangkitan produk dan aktivitas distribusi.

C. Alat dan Mesin Pertanian


Alat mesin pertanian adalah susunan dari alat-alat yang kompleks
yang saling terkait dan mempunyai sistem transmisi (perubah gerak), serta
mempunyai tujuan tertentu di bidang pertanian dan untuk mengoperasikannya
diperlukan masukan tenaga (Soekirno, 1999). Alat mesin pertanian bertujuan
untuk mengerjakan pekerjaan yang ada hubungannya dengan pertanian, seperti
alat mesin pengolahan tanah, alat mesin pengairan, alat mesin pemberantas
hama, dan sebagainya. Dengan penggunaan alat mesin pertanian, ketepatan
waktu dalam aktivitas pertanian dapat lebih ditingkatkan, dapat mengurangi
kejenuhan dalam pekerjaan petani, dan tenaga kerja dapat dialokasikan untuk
melakukan usaha tani lain atau kegiatan di sektor lain yang bersifat kontinu.

55
1. Bajak
Alat dan mesin pertanian paling besar pemanfaatannya pada saat
pengolahan tanah. Pengolahan tanah tidak hanya merupakan kegiatan lapang
untuk memproduksi hasil tanaman, tetapi juga berkaitan dengan kegiatan
lainnya seperti penyebaran benih / penanaman bibit, pemupukan, perlindungan
tanaman dan panen. Oleh karena itu, perkembangan terjadi dalam desain
peralatan baik dari segi bahan maupun bentuk alat. Banyak bukti menunjukkan
bahwa bajak ringan terbuat dari kayu telah digunakan secara besar-besaran di
daerah Mesir dan Sungai Nil sekitar tahun 3000 SM bahkan digunakan sebagai
tenaga penggerak / penarik peralatan pertanian, menyiapkan tanah untuk
penanaman Barley, gandum, dan lain-lain tanaman yang popular pada jaman
itu. Bajak yang digunakan pada waktu itu tidak beroda atau bajak singkal yang
digunakan untuk membalik tanah dan membuat parit. Paling tidak peralatan
tersebut dapat berfungsi memecahkan tanah dan menutup benih.
Lebih dari 2000 tahun yang lalu ditemukan bajak terbuat dari besi yang
diproduksi di Honan Utara China. Pada awalnya alat ini berupa alat kecil
yang ditarik dengan tangan dengan plat besi berbentuk V yang dihubungkan
atau digandengkan dengan pisau kayu dan pegangan. Selama abad pertama
sebelum masehi, kerbau digunakan untuk menarik peralatan pengolahan tanah.
Selanjutnya secara berturut-turut dikembangkan alat yang disebut triple-shared
plow, plow-and-sow dan garu.
Bajak telah digunakan juga di India selama beribu-ribu tahun. Peralatan
kuno tidak beroda dan moldboard terbuat dari kayu keras (wedge-shaped
hardwood blocks) yang ditarik oleh sapi (bullock). Dengan alat ini tanah hanya
dipecahkan ke dalam bentuk gumpalan tetapi tidak dibalik; dan pengolahan
pertama ini kemudian diikuti dengan penghancuran gumpalan dan perataan
tanah dengan alat berupa batang kayu berbentuk empat persegi panjang yang
ditarik oleh sapi.
Pisau bajak besi muncul di Roma pada kira-kira 2000 tahun yang lalu
sebagaimana pisau coulter. Pada waktu itu masih belum juga ditemukan bajak
singkal yang berfungsi membalik tanah. Pada tanah yang berat dan keras, pisau
bajak besi ini ditarik oleh sekelompok sapi jantan (oxen). Ada laporan yang
menyatakan bahwa bajak yang dilengkapi dengan roda ditemukan di Italia
Utara pada sekitar tahun 100 M.
Perkembangan terbesar untuk alat dan mesin pertanian terjadi saat revolusi
pertanian di mana terjadi perubahan penggunaan tenaga hewan menjadi tenaga
mesin pertanian. Perubahan tersebut dimulai sekitar abad 18 di Inggris dengan
ditemukannya mesin uap. Melalui mekanisasi hewan seperti kuda, keledai, lembu

Manajemen Agribisnis:
56 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
digantikan oleh tenaga mesin. Sebagai hasilnya penggunaan mesin tersebut
telah mengurangi jam kerja manusia yang dahulu 56 jam untuk memproduksi
1 hektare gandum menjadi 2 jam per hektare gandum menggunakan mesin
pertanian.
Perkembangan peralatan pertanian modern dimulai sebelum traktor
menciptakan dampak yang baik di bidang pertanian. Mesin pertanian pertama
yang memberikan dampak penting dalam pertanian adalah mesin tenun, yang
ditemukan oleh Eli Whitney. Tiga tahun kemudian bajak besi dipatenkan oleh
Jethro Wood. Bajak ini bekerja sangat baik di tanah wilayah timur, tetapi tidak
di tanah wilayah Barat. Pada tahun 1837, John Deere yaitu pendiri perusahaan
traktor John Deere membuat bajak pertama dari bilah gergaji dan pada tahun
1846 John memproduksi 1000 bajak baja per tahun. Baja tidak menyusut secepat
besi dan tanah tidak menempel pada bajak terlalu banyak, dengan demikian
petani lebih menyukai bajak terbuat dari baja.

2. Era Traktor Bermesin Uap


Penemuan mesin uap memiliki pengaruh penting terhadap perkembangan
pertanian antara tahun 1850 – 1900. Pada tahun tersebut sekitar 70.000 mesin uap
diciptakan untuk keperluan pertanian. Fase pertama dengan diperkenalkannya
mesin uap adalah penggunaan mesin untuk pertanian semakin banyak. Fase
kedua adalah berupa traktor bermesin uap portable yang dapat dibawa ke lahan
pertanian untuk mengerjakan pekerjaan tertentu, contohnya mesin perontok
gandum. Fase ketiga disebut juga “mesin tarik”. Mesin ini paling disukai petani
sebagai sumber tenaga. Namun mesin ini juga memiliki beberapa masalah
karena mesinnya terlalu berat, memakan tempat, mahal, dan kegunaannya
spesifi k pada pekerjaan tertentu saja.

3. Mesin Bertenaga Pembakaran Internal


Perkembangan mesin pembakaran internal ini memiliki fase pengembangan
yang sama dengan mesin bertenaga uap. Fase pertama adalah mesin yang
diciptakan berukuran kecil dan bersilinder satu dan tidak dapat dipindahkan
sehingga mesin ini digunakan untuk pekerjaan sederhana. Fase kedua, mesin
berukuran besar, bersilinder dua yang dipasangkan pada roda. Fase ketiga adalah
mesin bersilinder dua yang dipasangkan pada roda dan transmisi sehingga dapat
menarik mesin itu sendiri.

4. Traktor
Asal usul kapan pertama kali traktor dibuat dan siapa pembuatnya tidak
pernah diketahui jelas. Namun, sejahrawan R. B. Gray menuliskan bahwa

57
perusahaan mesin gas Charter telah membuat traktor berbahan bakar bensin
pada tahun 1889. Pada tahun 1890 George Taylor mengaplikasikan suatu bajak
motor. Perkembangan jenis traktor yang digunakan petani dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a. Traktor Pertama – traktor beroda tiga dan berbahan bakar bensin
Produksi taktor ini meluas cepat di awal tahun 1990-an. Pada masa ini juga
perusahaan traktor berkembang sangat pesat. Namun, traktor jenis ini
memiliki permasalahan yang hampir sama dengan mesin uap, yaitu mahal,
sulit untuk dikendarai, besar, memakan banyak tempat, dan kegunaan
masih terbatas. Pada tahun 1925, Henry Ford memperkenalkan traktor
yang berukuran lebih kecil dan lebih murah. Traktor tersebut merupakan
traktor yang diproduksi massal untuk keperluan pasar.
b. Traktor Modern – traktor beroda empat
Traktor jenis ini diperkenalkan antara tahun 1960 – 1970 dan berbahan
bakar solar. Sampai saat ini hampir sekitar 80% traktor menggunakan
solar sebagai bahan bakarnya. Keunggulan dari traktor jenis ini adalah
penggunaan tenaga lebih efi sien, traksi dan fl otasi baik, dan pemadatan
tanah sedikit. Saat ini, traktor roda empat ini merupakan standar traktor
yang biasa digunakan petani, baik dengan jenis traktor kecil, sedang,
maupun besar.
Secara umum, macam alat dan mesin pertanian (alsintan) secara garis besar
dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Alat mesin pembukaan lahan
b. Alat mesin untuk produksi pertanian
1) Alat mesin pengolahan tanah
2) Alat mesin penanam
3) Alat mesin pemeliharaan tanaman
c. Alat mesin pemanen
1) Alat mesin processing hasil pertanian (pascapanen)
2) Alat mesin pengering
3) Alat mesin pembersih atau pemisah
4) Alat mesin pengupas atau penyosoh atau reduksi
Penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan) ini memiliki manfaat antara
lain :
a. Meningkatkan efi siensi tenaga kerja dan produktivitas;
b. Mengurangi kerja petani dan meningkatkan kenyamanan kerja di
pedesaan;

Manajemen Agribisnis:
58 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
c. Meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani;
d. Menjamin kuantitas, kualitas dan peningkatan kapasitas hasil;
e. Mempercepat peralihan pertanian keluarga (subsistence farming);
f. Mempercepat transformasi ekonomi agraris ke ekonomi industri;
g. Mengurangi kehilangan hasil pascapanen.
Dari segi tumbuhnya industry kecil di pedesaan, bengkel-bengkel kecil
untuk reparasi dan pembuatan prototype alsintan dapat ditumbuhkembangkan.
Bagi kelompok tani yang mampu (petani individu yang kaya) dapat menjadi
pengusaha penjual jasa alsintan.
Sejalan dengan perkembangan teknologi dan pemikiran-pemikiran
manusia dari zaman ke zaman, cara pengelolaan hasil (panen) pertanian pun
tahap demi tahap berkembang sesuai dengan tuntutan kebutuhan. Alat dan
mesin panen terdiri dari banyak macam dan jenisnya yang digunakan menurut
jenis tanamannya dan tenaga penggerak, juga menurut cara tradisional maupun
semi mekanis sampai yang modern. Sebagai contoh adalah menurut jenis
tanaman, alat dan mesin panen digolongkan untuk hasil tanaman yang berupa
biji-bijian, tebu, rumput-rumput, kapas, dan umbi-umbian. Adapun untuk
hasil tanaman yang berupa biji-bijian dibagi jenisnya untuk padi, jagung dan
kacang-kacangan.

5. Industri Mesin Pertanian


Perusahaan mesin pertanian biasanya diklasifi kasikan menjadi tiga, yaitu
full-line, long-line, dan short-line. Perusahaan full-line adalah jenis perusahaan
yang mendominasi industri mesin pertanian dan memiliki jumlah yang besar.
Perusahaan ini juga memiliki lingkup pasar internasional dengan memiliki
perusahaan tanaman dan pusat distribusi yang tersebar di seluruh dunia.
Adapun perusahaan long-line memiliki lingkup pasar nasional dan short-line
memiliki lingkup pasar secara regional dan lokal.
Perusahaan alat pertanian sangat beragam dan tidak membatasi produk
mereka pada alat pertanian saja. Sejak tahun 1980 telah terjadi merger manufaktur
alat pertanian, pengurangan jumlah dealer, dan perubahan tipe traktor yang
diproduksi. Setiap tahunnya banyak pengguna alat dari bidang non-pertanian
yang membeli produk dari industri alat dan mesin pertanian seperti perusahaan
landscape, kontraktor bangunan, pelatihan gold, dan rumah tangga.

59
Setelah alat dan mesin pertanian tidak banyak lagi dijual melalui manufaktur,
hal tersebut digantikan oleh perusahaan dagang besar. Mereka memiliki jaringan
langsung ke dealer-dealer. Secara umum. Perusahaan alat dan mesin pertanian
ini telah banyak membantu petani dalam meningkatkan produktivitas dan
keuntungan.

Manajemen Agribisnis:
60 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
MANAJEMEN
BAB 4 PRODUKSI
AGRIBISNIS

Tujuan Instruksional:
Setelah mempelajari bab manajemen produksi agribisnis, pembaca
diharapkan memahami manajemen produksi yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, kegiatan produksi, evaluasi dan pengendalian dari
produksi pertanian, defi nisi dan ruang lingkup agroindustri dan peranan
dari agroindustri dalam sistem agribisnis serta karakteristik dan manajemen
dari agroindustri.

A. Manajemen Produksi dalam Usaha Pertanian


Usaha produksi pertanian, produksi primer, sangat variatif dan
sangat tergantung pada jenis komoditas yang diusahakan. Namun, pada
intinya manajemen produksi pertanian mencakup kegiatan perencanaan,
pengorganisasian input-input dan sarana, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi,
dan pengendalian. Berikut ini ruang lingkup manajemen produksi pertanian
sebagaimana disampaikan Sa’id dan Intan (2001).

1. Perencanaan Produksi Pertanian


Perencanaan merupakan suatu upaya penyusunan program, baik program
yang sifatnya umum maupun yang spesifi k, baik jangka pendek maupun
jangka panjang. Suatu usaha produksi yang baru memerlukan perencanaan
yang bersifat umum atau yang sering disebut sebagai praperencanaan. Faktor-
faktor yang sangat penting dan harus diputuskan dalam praperencanaan dalam
agribisnis, khususnya subsistem produksi primer / usaha tani, adalah pemilihan
komoditas, pemilihan lokasi produksi dan pertimbangan fasilitas, serta skala
usaha.Setelah ketiga hal tersebut diputuskan, dibuatlah rencana yang lebih
spesifi k menyangkut kebutuhan input-input serta perlengkapan produksi.

61
a. Pemilihan Komoditas Pertanian
Pemilihan komoditas yang akan diusahakan memegang peranan penting
dalam keberhasilan usaha produksi pertanian. Komoditas yang bernilai
ekonomis tinggi akan menjadi prioritas utama, tetapi perlu dipertimbangkan
hal-hal yang berhubungan dengan pemasarannya. Sebab, mungkin terjadi
komoditas tersebut ekonomis dalam produksi, tetapi tidak tepat untuk daerah
produksi dan wilayah pemasaran yang akan dituju. Komoditas yang telah
dipilih selanjutnya ditetapkan jenisnya / varietasnya sesuai dengan kondisi
topografi dan iklim lokasi yang direncanakan.
b. Pemilihan Lokasi Produksi Pertanian dan Penempatan Fasilitas
Untuk usaha agribisnis berskala kecil pemilihan lokasi produksi tidak
menjadi prioritas, karena umumnya produksi dilakukan di daerah domisili
para petani. Namun, untuk usaha agribisnis berskala menengah ke atas, seperti
perusahaan dengan modal investasi yang berjumlah besar, pemilihan lokasi
tersebut akan besar pengaruhnya bagi keberhasilan dan kesinambungan usaha.
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi adalah
ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan prasarana dan sarana fi sik penunjang,
lokasi pemasaran, dan ketersediaan insentif wilayah.
Ketersediaan tenaga kerja mencakup jumlah, spesifi kasi dan mutu tenaga
kerja yang dibutuhkan, serta tingkat upah regional dan peraturan-peraturan
daerah mengenai ketenagakerjaan. Jumlah tenaga kerja yang ada di suatu
wilayah menjadi pertimbangan akan kecukupan tenaga kerja yang diperlukan
dalam proses produksi, terutama berkaitan dengan tenaga kerja buruh atau
tenaga kerja harian. Kekurangan tenaga kerja dari segi jumlah akan dapat
menghambat proses produksi seperti yang direncanakan. Spesifi kasi dan mutu
tenaga kerja yang diperlukan dalamn proses produksi sangat penting untuk
menjamin agar penempatan tenaga kerja yang direkrut sesuai dengan spesifi kasi
yang dibutuhkan dalam suatu jenis pekerjaan. Misalnya, tenaga buruh wanita
harus cukup untuk menangani pemetikan daun teh di suatu perkebunan teh
atau tenaga buruh pria harus cukup untuk menangani pembersihan lahan pada
suatu perkebunan kelapa sawit.
Tingkat upah regional dan peraturan-peraturan ketenagakerjaan di daerah
tersebut juga harus menjadi pertimbangan.Tingkat upah regional sangat
berpengaruh kepada biaya tenaga kerja yang harus dikeluarkan oleh perusahaan.
Peraturan-peraturan ketenagakerjaan juga berpengaruh kepada kewajiban-
kewajiban perusahaan kaitannya dengan pemanfaatan tenaga kerja.

Manajemen Agribisnis:
62 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Ketersediaan sarana dan prasarana fi sik penunjang, seperti transportasi
dan perhubungan, komunikasi, penerangan, serta pengairan / sumber air,
sangat penting untuk menjadi pertimbangan dalam keputusan lokasi produksi.
Sifat-sifat dan karakteristik produk-produk pertanian dan perlengkapan
input-input dan sarana produksinya yang kamba (voluminous) menyebabkan
ketersediaan sarana dan prasarana fi sik tersebut menjadi sangat penting
untuk dipertimbangkan. Produk pertanian yang umumnya tidak tahan
lama memerlukan penanganan dan pengangkutan yang cepat menuju lokasi
konsumen. Begitu juga keberadaan alat telekomunikasi akan menjadi penting
untuk transfer informasi dari lokasi produksi ke lokasi pasar atau sebaliknya.
Pertimbangan lainnya adalah lokasi pemasaran. Sebaiknya lokasi produksi
dekat dengan lokasi pemasaran, terutama untuk komoditas-komoditas yang
tidak tahan lama, seperti produk hortikultura.Walaupun demikian, pada era
kemajuan teknologi seperti sekarang ini, jarak antara lokasi produksi dan lokasi
pasar tidak menjadi prioritas karena dengan teknologi daya tahan produk dapat
diperpanjang dan jarak relatif dapat diperpendek dengan alat-alat pengangkutan
yang cepat.
Selanjutnya, insentif wilayah juga merupakan faktor pertimbangan dalam
menetapkan keputusan lokasi produksi. Insentif wilayah sangat terkait dengan
kebijakan pemerintah daerah terkait, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dengan operasi produksi tersebut. Kebijakan pajak, kebijakan dan
peraturan tenaga kerja, kebijakan investasi, budaya pelayanan publik, dan
efektivitas pelayanan publik (debirokrasi), dan lain-lain merupakan insentif
wilayah yang memiliki daya tarik bagi investor untuk berusaha di daerah
tersebut.
c. Skala Usaha Pertanian
Skala usaha sangat terkait dengan ketersediaan input dan pasar. Skala usaha
hendaknya diperhitungkan dengan matang sehingga produksi yang dihasilkan
tidak mengalami kelebihan pasokan atau kelebihan permintaan. Begitu juga
ketersediaan input, seperti modal, tenaga bibit, peralatan, serta fasilitas produksi
dan operasi lainnya harus diperhitungkan. Skala usaha yang besar, secara teoritis,
akan dapat menghasilkan economic of scale yang tinggi. Namun, kenyataannya
di lapangan sering kali skala besar menjadi tidak ekonomis yang disebabkan
oleh karakteristik produk dan produksi komoditas pertanian yang khas. Oleh
karena itu, dalam merencanakan usaha produksi pertanian, keputusan mengenai
skala usaha menjadi sangat penting.

63
Karakteristik produk dan produksi komoditas pertanian juga menyebabkan
skala usaha kecil di bidang agribisnis kebanyakan dapat mencapai skala
ekonomis. Pada umumnya, tanaman hortikultura dapat diusahakan dalam skala
yang kecil dengan tingkat efi siensi yang cukup tinggi. Akan tetapi, komoditas
perkebunan, seperti kelapa sawit, teh, kina, karet, tebu, dan lain-lain, akan
sangat tidak efi sien jika diusahakan dalam skala yang kecil. Dengan demikian,
untuk memberdayakan usahatani kecil pada komoditas tersebut, dibentuklah
pola-pola kemitraan, seperti perkebunan inti rakyat (PIR).
d. Perencanaan Proses Produksi Pertanian
Setelah menetapkan jenis dan varietas komoditas yang akan diusahakan,
lokasi produksi dan penempatan fasilitas, serta skala usaha yang akan dijalankan,
maka proses produksi mulai direncanakan. Khusus dalam pembukaan
usaha baru diperlukan perencanaan pengadaan fasilitas, seperti bangunan,
peralatan, dan perlengkapan produksi. Setelah perencanaan pengadaan fasilitas
dirampungkan, dilanjutkan dengan perencanaan proses produksi. Hal-hal
yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan proses produksi adalah biaya
produksi, penjadwalan proses produksi, pola produksi, dan sumber-sumber
input dan sistem pengadaannya.
1) Biaya Produksi Pertanian
Perencanaan biaya produksi sangat terkait dengan kemampuan pembiayaan
yang dimiliki oleh perusahaan, baik bersumber dari modal sendiri maupun
dari sumber luar, seperti modal ventura, pembiayaan melalui kredit, penjualan
saham, dan sumber-sumber pembiayaan lainnya. Perencanaan biaya tersebut
juga terkait dengan skala usaha yang optimal dan ekonomis untuk menghasilkan
pendapatan usaha yang layak.
2) Penjadwalan Proses Produksi Pertanian
Penjadwalan proses produksi dibuat mulai dari pembukaan lahan sampai
kepada pemanenan dan penanganan pascapanen, terutama untuk komoditas
yang memiliki gestation period yang relatif pendek, seperti tanaman hortikultura.
Namun, komoditas yang gestation period-nya relatif panjang, seperti tanaman
perkebunan, biasanya penjadwalan secara rinci dilakukan secara bertahap,
walaupun tetap ada perencanaan jangka panjang yang menyeluruh.
Penjadwalan tanaman hortikultura yang berumur pendek memegang
peranan penting sehubungan dengan fl uktuasi harga dan permintaan dalam
setahun. Hal-hal ini yang perlu diperhatikan dalam melakukan penjadwalan
adalah jenis komoditas, kecenderungan permintaan dan fl uktuasi harga,
gestation period, pola produksi, pembiayaan, dan lain-lain.

Manajemen Agribisnis:
64 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Penjadwalan dilakukan mulai dari pembukaan lahan, pembibitan,
penanaman, pemeliharaan (pemupukan, penyiangan, pemberantasan hama dan
penyakit, dan lain-lain), dan masa panen. Masa panen hendaknya disesuaikan
dengan waktu ketika kecenderungan permintaan dan harga komoditas tersebut
tinggi, kemudian dihitung mundur.
Sebagai contoh, agribisnis cabai memiliki gestation period selama tiga bulan
sejak penanaman. Jika diperkirakan permintaan dan harga cabai sangat tinggi
pada bulan Desember dan Januari, maka tiga bulan sebelum bulan Desember
mulai dilakukan penanaman, yakni pada akhir bulan Agustus sampai awal
September. Jika pembibitandan pengolahan lahan memerlukan waktu satu
bulan setengah sebelum lahan siap ditanami, maka pengolahan dan pembibitan
dilakukan mulai pada awal bulan Juli. Dengan demikian, diharapkan panen
perdana mulai dapat dilakukan pada awal Desember sehingga produk cabai
tersebut dapat dijual dengan harga yang tinggi dan keuntungan yang diperoleh
juga tinggi.
3) Perencanaan Pola Produksi Pertanian
Perencanaan pola produksi memegang peranan penting dalam penjadwalan,
perencanaan tenaga kerja dan input, pembiayaan, proses produksi dan operasi,
penanganan pascapanen, serta sistem distribusi dan pemasaran, terutama untuk
tanaman hortikultura yang memerlukan penanganan cepat. Pola produksi dapat
dibagi ke dalam beberapa bentuk, antara lain berdasarkan:
1. Jumlah komoditas, yaitu komoditas tunggal, komoditas ganda, dan
multikomoditas;
2. Sistem produksi, yaitu pergiliran tanaman dan produksi massa.
4) Perencanaan dan Sistem Pengadaan Input-Input dan Sarana Produksi
Pertanian
Perencanaan input-input dan sarana produksi mencakup kegiatan
mengidentifi kasi input-input dan sarana produksi yang dibutuhkan, baik dari
segi jenis, jumlah, mutu ataupun spesifi kasinya. Secara umum, input-input
dalam agribisnis adalah bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja, dan modal.
Di lain pihak, sarana dan prasarana produksi meliputi areal tempat produksi,
perlengkapan dan peralatan, bangunan-bangunan pendukung, dan teknologi.
Setelah input-input serta sarana dan prasarana produksi diidentifi kasi
dan dispesifi kasi, disusunlah rencana dan sistem pengadaannya. Dua hal
mendasar yang perlu menjadi titik perhatian dalam memilih sistem pengadaan
adalah membuat sendiri atau membeli. Misalnya, dalam hal pengadaan bibit,

65
apakah memproduksi bibit sendiri ataukah membeli dari sumber-sumber lain.
Keputusan memproduksi sendiri atau membeli sangat tergantung pada biaya
imbangan antara kedua alternatif tersebut.

2. Pengorganisasian Input-Input dan Sarana Produksi Pertanian


Pengorganisasian mengenai sumber daya berupa input-input dan sarana-
sarana produksi yang akan digunakan akan sangat berguna bagi pencapaian
efi siensi usaha dan waktu. Pengorganisasian tersebut terutama menyangkut
bagaimana mengalokasikan berbagai input dan fasilitas yang akan digunakan
dalam proses produksi sehingga proses produksi dapat berjalan secara efektif
dan efi sien. Pencapaian efektivitas dalam pengorganisasian menekankan pada
penempatan fasilitas dan input-input secara tepat dalam suatu rangkaian proses,
baik dari segi jumlah maupun mutu dan kapasitas. Di lain pihak, pencapaian
efi siensi dalam pengorganisasian input-input dan fasilitas produksi lebih
mengarah pada optimasi penggunaan berbagai sumber daya tersebut sehingga
dapat dihasilkan output maksimal dengan biaya tetap atau biaya minimal dengan
output tetap. Pencapaian efektivitas dan efi siensi dalam pengorganisasian
input-input dan sarana produksi merupakan salah satu komponen yang sangat
menentukan tingkat produktivitas perusahaan secara keseluruhan.
Dalam usaha produksi primer, seperti usaha tani, perkebunan, peternakan,
perikanan, dan kehutanan, kegiatan pengorganisasian input-input dan fasilitas
produksi menjadi penentu dalam pencapaian optimalitas alokasi sumber-sumber
produksi. Kegiatan-kegiatan yang terkait dengan pengorganisasian input-input
dan sarana-sarana produksi, mulai dari perencanaan persediaan, pengadaan /
pembelian, penyimpanan, pengalokasian, dan pemeliharaan.

3. Kegiatan Produksi Pertanian


Kegiatan produksi merupakan proses transformasi masukan menjadi
suatu keluaran. Jadi kegiatan produksi adalah melaksanakan rencana produksi
yang telah dibuat dan merupakan kegiatan yang mempunyai masa yang cukup
lama serta terkait dengan bagaimana mengelola proses produksi berdasarkan
masukan, baik yang langsung maupun yang tidak langsung, untuk menghasilkan
produk.
Proses produksi agribisnis menjadi suatu kegiatan yang sangat menentukan
keberhasilan usaha dan merupakan penyedot biaya paling besar. Dengan
demikian, kegiatan produksi tersebut harus dilakukan secara efektif dan efi sien
untuk mencapai produktivitas yang tinggi. Efektivitas kegiatan produksi dapat
dilihat dari alokasi sumber daya yang benar, perencanaan proses produksi yang

Manajemen Agribisnis:
66 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
benar, serta pelaksanaan yang benar. Di lain pihak, efi siensi produksi dapat
dicapai dengan melaksanakan rencana dan proses produksi dengan benar dan
meminimalkan pemborosan-pemborosan selama proses produksi berlangsung,
baik pemborosan sumber daya, waktu, dan tenaga maupun pemborosan karena
kehilangan alat serta kehilangan dan kerusakan produk.

4. Pengawasan Produksi Pertanian


Pengawasan dalam usah produksi pertanian meliputi pengawasan
anggaran, proses, masukan, jadwal kerja, dan lain-lain yang merupakan upaya
untuk memperoleh hasil maksimal dari usaha produksi. Pengawasan dilakukan
agar semua rencana dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan semua
karyawan melakukan hal yang telah ditugaskan sesuai dengan pekerjaan
masing-masing.

5. Evaluasi Produksi Pertanian


Evaluasi dilakukan secara berkala, mulai dari perencanaan sampai akhir
usaha tersebut berlangsung, sehingga jika terjadi penyimpangan dari rencana
yang dianggap dapat merugikan, dapat segera dilakukan pengendalian.

6. Pengendalian Produksi Pertanian


Pengendalian dalam usaha produksi pertanian berfungsi untuk menjamin
agar proses produksi berjalan pada rel yang telah direncanakan. Dalam
usaha tani, misalnya, pengendalian dapat dilakukan pada masalah kelebihan
penggunaan tenaga manusia, kelebihan penggunaan air, kelebihan biaya pada
suatu tahap proses produksi, dan lain-lain.

B. Defi nisi dan Ruang Lingkup Agroindusti


1. Defi nisi Agroindustri
Agroindsutri adalah suatu perusahaan yang mengolah bahan baku pertanian,
termasuk tanah dan tanaman serta ternak menjadi produk olahan, baik produk
antara (intermediate product) maupun produk akhir (fi nish product) (Arifi n,
2004). Kegiatan pengolahan sangat bervariasi, mulai dari membersihkan dan
grading (penanganan pascapanen), industri pengolahan makanan dan minuman,
industri biofarma, industri bioenergi, industri pengolahan hasil ikutan (by-
product) serta agrowisata. Austin (1981), menyatakan agroindustri adalah suatu
industri yang dalam kegiatannya memproses bahan yang berasal dari tumbuhan
atau hewan melalui pengolahan, pengawetan, perubahan fi sik, perubahan kimia,
pengepakan, dan distribusi pemasaran. Proses dapat dilakukan mulai dari level

67
yang paling rendah seperti pencucian, sortasi, dan proses yang menyebabkan
perubahan kimia, struktur, fi sik, dan lain-lain.
Agroindustri dapat dikategorikan berdasarkan tingkatan bahan baku yang
diubah. Tujuan dari perubahan bentuk ini adalah untuk membuat menjadi
bentuk yang lebih berguna, meningkatkan daya simpan, membuat bentuk yang
lebih mudah diangkut, dan meningkatkan nilai gizi. Proses pengubahan bahan
baku tersebut tentu memerlukan syarat utama antara lain modal investasi,
teknologi, dan manajerial.
Soeharjo (1990) menyatakan bahwa agroindustri umumnya memiliki
kaitan erat dengan sisi hulu (input) dan hilir (pengolahan hasil), sehingga
pengertiannya mencakup dua jenis pengolahan, yaitu sebagai berikut.
1. Industri pengolahan input pertanian yang pada umumnya tidak berlokasi
di pedesaan, padat modal, dan berskala besar. Contoh : industri pupuk dan
pestisida.
2. Industri pengolahan hasil pertanian. Contoh: pengolahan pucuk teh
menjadi teh hijau atau teh hitam, pengalengan buah, pengalengan minyak
kelapa, dsb.
Menurut Soeharjo (1990), kegiatan agroindustri dapat berlangsung di tiga
tempat, yaitu :
1. Dalam rumah tangga yang dilakukan oleh anggota rumah tangga petani
penghasil bahan baku.
2. Dalam bangunan yang terpisah dari tempat tinggal tetapi masih dalam satu
pekarangan, dengan menggunakan bahan baku yang dibeli di pasar, dan
menggunakan tenaga kerja terutama dari keluarga.
3. Dalam perusahaan kecil, sedang, atau besar yang menggunakan buruh
upahan dan modal yang lebih intensif dibandingkan dengan industri rumah
tangga.
Skala usaha ketiga macam industri pengolahan ini dapat diukur dari
volume bahan baku yang diperoleh setiap hari. Teknologi yang digunakan
merentang dari yang tradisional sampai dengan yang modern, sedangkan
pasarnya merentang mulai dari pasar domestik sampai dengan pasar ekspor.
Akan tetapi ketiga agroindustri tersebut mempunyai karakteristik yang sama
yaitu menggunakan tenaga kerja dan bahan baku yang berasal dari pedesaan
dan berlaku di pedesaan.
Karakteristik bahan baku pada agroindustri terbagi tiga, antara lain
musiman, tidak tahan lama, dan banyak jenisnya (variatif) (Austin, 1981).

Manajemen Agribisnis:
68 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
a. Musiman
Bahan baku untuk agroindustri banyak terdapat pada akhir siklus
produksi tanaman/ternak. Meskipun pasokan bahan baku biasanya tersedia
hanya selama satu atau dua periode singkat selama setahun, namun permintaan
untuk produk relatif konstan sepanjang tahun. Hal tersebut berbeda dengan
produsen non-agroindustri seperti pabrik makanan yang harus bersaing
dengan ketidakseimbangan pasokan dan permintaan dan masalah manajemen
persediaan, penjadwalan produksi, dan koordinasi antara pengolahan, produksi,
dan pemasaran segmen dari rantai pertanian ke konsumen.

b. Tidak tahan lama/mudah rusak


Berbeda dengan bahan baku yang digunakan dalam non-agroindustri,
bahan baku pertanian agroindustri bersifat tidak tahan lama dan mudah
rusak. Oleh karena itu, produk agroindustri membutuhkan kecepatan yang
lebih besar dan perhatian yang lebih dalam menangani dan menyimpan, yang
mana kegiatan ini dapat mempengaruhi kualitas gizi makanan produk dengan
mengurangi kerusakan atau kerusakan bahan baku. Namun, pengolahan secara
sederhana dapat membuat produk pertanian lebih bertahan lama seperti asinan
buah-buahan, dendeng ikan dan daging, ikan asin, telur asin, saos tomat, dan
lain-lain.

c. Beragam
Karakteristik terakhir dari agroindustri adalah beragamnya kuantitas dan
kualitas/nilai bahan baku. Ketidakpastian kuantitas dikarenakan perubahan cuaca
atau kerusakan tanaman atau ternak akibat penyakit. Kuantitas yang beragam ini
menyebabkan terjadinya variasi nilai atau harga pokok sepanjang tahun. Adapun
beragamnya kualitas dikarenakan standar baku bahan baku yang sulit dipahami,
meskipun telah ada kemajuan dalam rekayasa genetika hewan dan tumbuhan.
Beragamnya bahan baku ini memberikan tambahan bagi agroindustri dalam
penjadwalan produksi dan pelaksanaan pengawasan kualitas.
Agroindustri merupakan bagian dari sistem agribisnis. Keberadaannya
dapat di subsistem input maupun di subsistem output. Apabila pertanian
digambarkan sebagai proses menghasilkan komoditas pertanian di tingkat
primer, maka kaitannya dengan industri berlangsung ke belakang (backward
linkage) dan ke depan (forward linkage).
Kaitan ke belakang berlangsung karena pertanian memerlukan input
produksi, berupa: pupuk, obat, alat pertanian dan mesin yang langsung dipakai
sektor pertanian. Industri ini tidak selalu berlokasi di pedesaan dan di Indonesia
agro-input ini relatif padat modal dan berskala besar. Kaitan ke depan karena

69
ada ciri-ciri produk pertanian seperti bersifat musiman, volumeus, mudah rusak
atau karena permintaan konsumen yang masih menuntut persyaratan kualitas
jika pendapatan meningkat. Kegiatan ini ada yang memerlukan penanganan
yang tanpa mengubah struktur aslinya (processing) dan (manufacturing).
Keterkaitan agro-input, pertanian dan agro-output digambarkan dalam suatu
sistem agribisnis.
Konsep agroindustri memerlukan kejelasan sampai dimana batas
keterkaitannya dengan sektor produksi primer (on farm), sehingga jelas antara
batas ruang lingkup perindustrian. Hal ini mengingat makin panjang proses
pengolahan berlangsung, maka akan makin jauh kedudukannya dari pengertian
agroindustri, sedang batas ini masih penting jika dikaitkan dengan penelitian,
pembinaan meupun kedinasan. Agroindustri juga merupakan kegitan
pengolahan hasil-hasil pertanian untuk menghasilkan bahan jadi atau bahan
baku bagi industri-industri lainnya (Sutrisno, 1993).
Menurut Soeharjo (1991) agroindustri adalah industri di bidang pertanian
yang dilakukan oleh subsistem kedua dalam agribisnis dengan industri
berlangsung ke depan dan ke belakang. Keterkaitan ke belakang (backward
linkage) berlangsung karena produksi pertanian memerlukan sarana produksi
yang langsung dapat dipakai, sedangkan keterkaitan ke depan (forward linkage)
berlangsung karena produk pertanian mempunyai sifat musiman, volumeus,
mudah rusak memerlukan ruangan penyimpanan atau pengolahan. Ketiga
subsistem tersebut bekerja seperti mata rantai panjang yang satu sama lain saling
berkaitan. Sebagaimana terlihat dalam gambar berikut, yang menggambarkan
adanya keterkaitan antara agroindustri dalam suatu sistem agribisnis.

Industri Primer
Agroindustri Agroindustri
( Pertanian)
Hulu
Gambar 4.1: Keterkaitan Agroindustri Hulu, Pertanian dan Agroindustri Hilir dalam
Sistem Agribisnis.

Agroindustri memiliki arti yang lebih luas sebagai suatu tahapan


pembangunan dalam pembangunan pertanian, tetapi sebelum tahapan tersebut
mencapai tahapan pembangunan industri. Sektor pertanian akan lebih berperan
dalam perkembangan sektor industri, jika sektor pertanian sebagai pemasok
bahan baku di sektor tersebut memenuhi persyaratan seperti waktu, tempat,
jumlah, kualitas dan harga. Jadi jika sektor pertanian dianggap sebagai pemasok

Manajemen Agribisnis:
70 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
yang andal bagi agroindustri, kelima persyaratan tersebut harus dipenuhi. Kelima
hal ini dalam kenyataannya akan mempengaruhi daya tarik (attractiveness)
suatu daerah dalam mengembangkan agroindustri. Hal ini disebabkan karena
pengembangan agroindustri umumnya tidak berdiri sendiri tetapi berkaitan
dengan banyak variabel yang mempengaruhi, yaitu sebagai berikut.
a. Ekonomi, yaitu bagaimana respons masyarakat terhadap permintaan
barang
b. Sosial, yaitu bagaimana sikap/respons masyarakat agroindustri tersebut
c. Teknologi, yaitu apakah teknologinya tersedia dan dapat dilakukan oleh
tenaga kerja setempat
d. Regulasi pemerintah, yaitu apakah regulasi atau peraturan pemerintah
mendukung kegiatan agroindustri tersebut
e. Persaingan, yaitu apakah ada persaingan dan jika ada sampai berapa besar
persaingan tersebut.
Dalam pandangan lain, Soekartawi (2000) memberikan konsep tentang
agroindustri dalam dua hal, yaitu agroindustri yang merupakan industri
berbahan baku utama produk pertanian. Dalam konteks ini agroindustri
dipandang sebagai food processing management dalam suatu perusahaan produk
olahan yang bahan baku utamanya adalah produk pertanian. Menurut FAO,
suatu industri dikatakan agroindustri jika bahan baku dari pertanian yang
digunakan minimal 20%. Konsep ini lazim digunakan oleh negara-negara maju
seperti Canada. Konsep agroindustri yang kedua adalah bahwa agroinsutri,
sebagai suatu tahapan pembangunan industri

C. Peranan Agroindustri dalam Agribisnis


Dalam kerangka pembangunan pertanian, agroindustri merupakan
penggerak utama perkembangan sektor pertanian, terlebih dalam masa yang
akan datang posisi pertanian merupakan sektor andalan dalam pembangunan
nasional sehingga peranan agroindustri akan semakin besar. Agroindustri
memberikan kontribusi signifi kan terhadap pembangunan ekonomi suatu
negara dikarenakan oleh 4 faktor. Pertama, agroindustri adalah metode
utama transformasi bahanmentah pertanian menjadi produk akhir yang dapat
dikonsumsi. Kedua, agroindustri merupakan sektor yang banyak dilaksanakan
di negara berkembang. Ketiga, produk agroindustri menjadi produk ekspor
utama bagi negaraberkembang.Keempat, produk agroindustri memegang
peranan penting dalam pemberian nutrisi bagi masyarakat.
Pengembangan agroindustri diarahkan agar dapat tercipta keterlibatan
yang erat antara sektor pertanian dan sektor industri yang dapat menumbuhkan

71
kegiatan ekonomi, khususnya di pedesaan. Pengembangan suatu usaha di
pedesaan ditujukan untuk membantu petani dalam meningkatkan pendapatan
melalui kegiatan pengolahan, sekaligus memperluas kesempatan kerja.
Bertambahnya lapangan kerja akan menyerap angkatan kerja yang ada
sehingga dapat mengurangi pengangguran. Agrondustri sebagai sektor bisnis
tidak terlepas dari tujuan utama pelaku-pelaku usaha yaitu meningkatkan
keuntungan dan nilai tambah.
Peranan agroindustri dalam pembangunan agroindustri lebih jelasnya
dapat dilihat dalam uraian diuraikan sebagai berikut.

1. Pintu Masuk Pertanian


Sebagian besar produk pertanian, termasuk produk subsisten, yang
diproses sampai batas tertentu. Melihat hal tersebut, sebuah negara tidak dapat
memanfaatkan sumber daya pertanian tanpa agroindustri. Sebuah survei dari
praktek penggilingan beras di Thailand menunjukkan bahwa sekitar 95% beras
diproses di penggilingan padi daripada digiling dalam rumah. Selain itu survei di
tempat wilayah di Guatemala menunjukkan satu dari 1.687 rumah tangga yaitu
98% dari keluarga mengambil jagung mereka ke pabrik untuk grinding dan
kemudian membuat jagung adonan menjadi tortilla dalam rumah. Pengolahan
oleh mesin tersebut menghemat waktu dan tenaga dan menjadi produk yang
penting bagi konsumen. Dengan demikian, permintaan akan kebutuhan jasa
pengelolaan bahan baku pertanian semakin meningkat.
Agroindustri tidak hanya reaksioner, mereka juga menghasilkan permintaan
baru/ lain ke sektor pertanian untuk output pertanian yang lebih banyak.
Sebuah pabrik pengolahan dapat membuka peluang tanaman baru kepada
petani, dengan demikian menciptakan pendapatan tambahan. Dalam beberapa
kasus lain bahkan banyak petani subsisten yang memasuki pasar komersial.
Dalam program pembangunan daerah, agroindustri telah menjadi alat
pertimbangan ekonomi untuk pengembangan infrastruktur pedesaan seperti
jalan penghubung yang menyediakan akses ke bahan baku, instalasi listrik
untuk pabrik operasi, atau fasilitas irigasi. Agroindustri juga dapat berfungsi
sebagai poin utama penggerak ekonomi melalui koperasi untuk petani kecil dan
masyarakat yang terkait kegiatan pembangunan.
Hal terpenting yang perlu menjadi catatan adalah bahwa terjadinya
industrialisasi pedesaan sangat mempengaruhi rangsangan pengembangan
agroindustri di masyarakat pedesaan. Pengembangan ini juga harus didukung

Manajemen Agribisnis:
72 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
oleh pasrtisipasi masyarakat. PBB melalui Organisasi Pengembangan Industri
(UNIDO) Expert Group menyatakan bahwa perumusan “kebijakandan
program industrialisasi pedesaan harus melibatkan banyak partisipasi
masyarakat agar efektif “.
Ketika agroindustri berkembang, masyarakat pada umumnya akan
meningkatkan usaha taninya. Dengan demikian kegiatan agroindustri dan
pertanian ini menyerap banyak tenaga kerja dibandingkan industri manufaktur
yang mempekerjakan kurang dari angkatan kerja. Hal ini dapat diamati di
Amerika. Pertanian menyerap 38% dari angkatan kerja tetapi menyumbang
hanya 15%dari produk nasional bruto (GNP), sedangkan manufaktur menyerap
15% dari tenaga kerja dan menyumbang 35% dari GNP. Kekuatan agroindustri
dalam menggunakan sumber daya dalam negeri juga diilustrasikan pada hasil
penelitian di Kosta Rika, yang menemukan bahwa untuk setiap 100 colones
yang terjual, agroindustri menggunakan 45,6 colones bahan baku sedangkan
non agroindustri hanya menggunakan 12 colones.

2. Landasan Sektor Manufaktur


Pentingnya agroindustri di sektor manufaktur negara-negara berkembang
sering tidak disadari sepenuhnya. Di sebagian besar Negara produk makanan
dan pengolahan serat merupakan dasar dari perkembangan industri kain.
Sebagai contoh, di Amerika Tengah agroindustri menyumbang 78% dari sektor
outputindustri manufaktur Nikaragua di tahun 1971. Di Asia, agroindustri di
Filipina menghasilkan lebih dari 60% dari nilai tambah industri manufaktur di
tahun 1960 dan 1973.
Agroindustri sangat penting bagi negara dengan pendapatan rendah
dibandingkan negara industri maju.Tahap awal industrialisasi dapat terlihat
daripemberdayaan sumber daya alam suatu negara. Meskipun sektor
manufaktur sedikit sekali perannya terhadap pengembangan industri, namun
tidak pada agroindustri. Semakin banyak jumlah penduduk akan meningkatkan
kebutuhanpertumbuhan industri makanan dan minuman olahan. Oleh
karena itu, seiring dengan perkembangan permintaan konsumen, perusahaan
manufaktur untuk agroindustri seperti mesin pertanian, mesin pengolahan
akan ikut meningkat. Perkembangan agroindustri dalam sektor manufaktur
dapat meningkatkan kapasitas lapangan pekerjaan.

73
3. Penggerak Ekspor
Pada negara berkembang sumber daya alam merupakan hal yang paling
penting dalam mempengaruhi kegiatan pertanian. Hasil pertanian tersebut
terbukti memiliki permintaan internasional yang tinggi karena kapasitas
produksi sering melebihi kebutuhan konsumsi lokal. Berdasarkan hal ini, hasil
pertanian tersebut memiliki peluang untuk diekspor. Oleh karena itu sebuah
negara harus mampu mengolah bahan baku menjadi bentuk yang sesuai untuk
ekspor. Nilai tambah ekspor produk agroindustri cenderung lebih tinggi
dibandingkan produk manufaktur lain karena ekspor produk lain tersebut masih
bergantung pada komponen impor. Ekspor produk agroindustri dari waktu
ke waktu cenderung meningkatkan persentase nilai tambah domestik melalui
peningkatan pengolahan bahan baku. Misalnya. Pengolahan kapas diperluas
untuk tekstil tenun dan pakaian manufaktur, biji kopi diubah menjadi produk
kopi bubuk instan.
Dengan demikian kegiatan industri tidak hanya untuk peningkatan nilai
tambah saja, tetapi menciptakan produk yang spesifi k, memiliki elastisitas
pendapatan yang lebih tinggi, dan terhindar dari fl uktuasi harga komoditas
bahan mentah. Fungsi dominan ekspor produsen agroindustri terbukti dari
beberapa data statistik ekspor negara-negara berkembang, di mana sebagian
besar produk ekspornya berasal dari produk agroindustri.

4. Perbaikan nutrisi
Telah diperkirakan bahwa lebih dari satu milyar orang pada negara
berkembang mengalami kekurangan gizi. Pendapatan dan lapangan kerja bagi
petani berpenghasilan rendah dan agroindustri dapat memperbaiki pola makan
masyarakat dan merangsang peningkatan produksi pangan bagi perekonomian
dalam negeri. Selain itu, industri pengolahan makanan sangat penting bagi
kepastian gizi masyarakat akibat ketergantungan mereka pada saluran makanan
komersial. Proyek agroindustri dapat memiliki konsekuensi nilai gizi yang
buruk apabila tidak hati-hati dirancang, dan tidak diperiksa/ diawasi oleh para
ahli di bidangnya untuk mencegah efek yang tidak diinginkan.

D. Karakteristik dan Manajemen Agroindustri

1. Karateristik Industri
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup penting peranannya
dalam ekspor non-migas..Kontribusi usaha di sektor pertanian sering kali
disebut dengan agroindustri. Pemerintah telah menetapkan produk prioritas

Manajemen Agribisnis:
74 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
sebagai andalan dan target pasar yang menjadi sasaran pengembangannya.
Produk ekspor yang menjadi andalan tersebut adalah produk agrobisnis
pengolahan yang bahan bakunya dari hasil pertanian yang cukup melimpah
di dalam negeri serta yang banyak menggunakan tenaga kerja manusia. Hal ini
dilakukan dengan tujuan di samping untuk memperluas lapangan kerja, juga
untuk mendapatkan nilai tambah dan sekaligus meningkatkan pertambahan
nilai ekspor (Azizah Nur, 1999).
Pentingnya agroindustri sebagai suatu pendekatan pembangunan pertanian
dapat dilihat dari kontribusinya antara lain sebagai berikut.
1. Mempunyai kegiatan agroindustri dalam meningkatkan pendapatan pelaku
agrobisnis.
2. Mampu menyerap banyak tenaga kerja.
3. Mampu meningkatkan perolehan devisa.
4. Mampu mendorong tumbuhnya industri yang lain.
5. Meningkatkan kualitas produk pertanian.
6. Meningkatkan nilai tambah produk hasil pertanian (Soekarwati, 2001).

2. Karakteristik dan Manajemen Home Industry


Home Industry merupakan suatu bentuk usaha yang dikelola oleh
rumah tangga dengan skala usaha yang relatif kecil. Karena proses berdiri dan
perusahaannya dalam skala rumah tangga seringkali jenis usahanya terkait
dengan potensi sumber daya yang sudah dimiliki oleh pengelola. Jika Home
Industry berbasis pertanian maka bisa dipastikan produk yang diolah adalah
produk pertanian yang dihasilkan di desa setempat. Oleh karena itu banyak
Home Industry tumbuh di daerah pedesaan dan menjadi sumber pendapatan di
sana. Keterkaitan Home Industry dengan produk pertanian bisa dalam bentuk
backward linkage maupun forward linkage (Hastuti, 1997).
Menurut Tambunan T. (1994) beberapa karakteristik Home Industry adalah
sebagai berikut: 1) Biasanya skala usahanya kecil, baik ditinjau dari modal,
penggunaan tenaga kerja maupun orientasi pasar; 2) satu usaha dimiliki pribadi
atau kelularga; 3) sumber tenaga kerja dari lingkungan setempat; 4) kemampuan
mengadopsi teknologi, manajemen dan administrasi sangat sederhana; dan 5)
struktur permodalan sangat bergantung pada modal pribadi atau keluarga.
Di samping karakteristik tersebut, menurut Soeharjo (1989) Home Industry
mempunuyai kelemahan atau masalah yang sering timbul sebagai berikut: 1)
produksi dan tingkat upah rendah; 2) jumlah modal untuk setiap jenis usaha
dapat dikatakan sangat kecil sehingga produktivitas tenaga kerja juga rendah;

75
3) pekerjaan Home Industry biasanya merupakan pekerjaan sampingan atau
usaha untuk mendapatkan tambahan penghasilan di luar penghasilan yang
sudah pasti.
Home Industry hanya sebuah usaha kecil yang dikelola dengan manajemen
konvensional. Banyak di antara mereka hanya sekedar mempertahankan agar
tidak sampai bangkrut, walaupun tidak menutup kemungkinan mereka juga
memperoleh keuntungan. Apabila manajemen Home Industry lebih diarahkan
pada pencapaian keuntungan tentu hasilnya akan lebih baik.
Seorang pengusaha pemula jarang sekali langsung berhasil dalam bisnisnya.
Mereka perlu banyak pengalaman untuk berhasil, di samping memerlukan
pengetahuan, praktek dan ketekunan. Keuntungan usaha akan datang pada
pemilik / pengelola yang berusaha keras untuk mendapatkan kinerja yang
terbaik. Hal ini dapat tercapai hanya jika pengelola mengetahui operasional
usahanya, menerapkan seni penentuan waktu keputusan seimbang dan
mengontrol aktivitas usaha.
Beberapa aktivitas manajemen yang harus dilakukan Home Industry
adalah merencanakan usaha, mengorganisir kegiatan, menggerakkan pekerja,
memotivasi pekerja, mengontrol semua aktivitas usaha dan mengambil
keputusan. Keputusan yang dibuat meliputi semua kegiatan yang dilakukan
dalam bisnisnya. Berbagai aktivitas tersebut sejalan dengan fungsi-fungsi
manajemen yang harus dilakukan manajer pada umumnya.
Pengelola Home Industry juga harus bisa menghitung keuntungannya.
Pembukuan keuntungan dan kerugian (pembukuan pendapatan) harus disiapkan
secara teratur setiap bulan, sebab ini merupakan indikator yang penting dari
kesehatan usaha. Memegang uang tunai atau cek dalam jumlah besar tidaklah
bijaksana, sebab tidak ada nilai tambahnya dan risiko hilang cukup tinggi.Oleh
karena itu penyimpanan uang di bank adalah suatu keharusan.
Kredit harus digunakan secara bijaksana. Salah satu ciri pemilik bisnis yang
sukses adalah mengetahui berapa jumlah kredit yang dapat digunakan untuk
memperluas usaha dan berapa banyak yang sudah digunakan untuk itu.Kredit
harus digunakan sesuai kebutuhan, juga harus disiplin dan sistematis. Ada
baiknya mengecek surat pengajuan kredit untuk mengingatkan perjanjian saat
pembayaran kembali yang harus dipenuhi.

3. Klasifi kasi dan Struktur Biaya pada Agroindustri


Agroindustri termasuk kategori perusahaan manufaktur, yaitu perusahaan
yang mengolah bahan baku menjadi suatu produk. Oleh karena itu dalam

Manajemen Agribisnis:
76 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
pengelolaan dan pengendalian biayanya mengikuti klasifi kasi dan struktur biaya
pada perusahaan manufaktur. Klasifi kasi dan struktur biaya pada perusahaan
manufaktur dirinci paling detail dan kompleks dibandingkan perusahaan
dagang dan perusahaan jasa.
Biaya adalah pengorbanan yang dikeluarkan untuk mendapatkan aset
perusahaan dan menjalankan operasional perusahaan. Karena kegiatan
operasional agroindustri dimulai dari proses produksi hingga pemasaran
produk maka biaya dapat diklasifi kasikan menjadi dua kelompok penting yaitu
Biaya Produksi dan Biaya Non-Produksi.
Biaya Produksi adalah seluruh biaya yang digunakan untuk proses
produksi. Kelompok biaya ini terdiri dari: 1) Biaya bahan baku langsung, 2)
Biaya tenaga kerja langsung, dan 3) Biaya Overhead Pabrik.
Bahan baku langsung adalah bahan baku utama yang digunakan dalam
pembuatan produk. Misalnya: kelapa sawit merupakan bahan baku langsung
pada produk minyak goreng; tebu merupakan bahan baku langsung produk
gula, dan lain-lain. Sifat biaya bahan baku langsung termasuk biaya variabel.
Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang secara langsung terlibat
dalam proses produksi. Misalnya buruh pelinting rokok, operator mesin
penggiling tepung, tenaga pengemas produk, dll. Sifat biaya tenaga kerja
langsung bisa merupakan biaya tetap atau biaya vaiabel tergantung pada cara
pembayaran gaji / upah mereka. Jika tenaga kerja digaji bulanan (atau mingguan)
maka biaya tenaga kerja langsung termasuk kategori biaya tetap. Jika tenaga
kerja langsung digaji berdasarkan upah per unit produk yang dihasilkan maka
termasuk kategori biaya variabel. Contoh untuk kelompok ini adalah upah
pekerja pelinting rokok, upah borongan penggiling tepung pati, dan lain-lain.
Overhead pabrik adalah biaya produksi yang dikeluarkan untuk semua
aktivitas produksi yang tidak termasuk pada kelompok bahan baku langsung
dan tenaga kerja langsung. Biaya overhead pabrik terdiri dari cukup banyak
macam biaya, yaitu: bahan pemeliharaan mesin, asuransi tenaga kerja, dan lain-
lain. Contoh bahan baku tak langsung adalah botol / plastik kemasan, karton
pengepak, dll. Contoh tenaga kerja tak langsung adalah supervisor bagian
produksi dan keamanan bagian produksi.
Sifat biaya overhead pabrik bisa masuk kategori biaya tetap atau biaya
variabel. Overhead seperti kemasan produk tentu bersifat sebagai biaya variabel,
gaji supervisor produksi biasanya bersifat sebagai biaya tetap.

77
Biaya Non-Produksi terdiri dari kelompok biaya pemasaran dan
administrasi.Biaya pemasaran adalah biaya yang digunakan perusahaan untuk
perencanaan dan pelaksanaan penyampaian produk dari perusahaan sampai di
tangan konsumen serta untuk upaya peningkatan penjualan. Biaya pemasaran
terdiri dari biaya promosi dan distribusi produk. Secara rinci biaya pemasaran
terdiri dari biaya promosi, distribusi (pengiriman) produk, perjalanan bagian
penjualan, gaji bagian penjualan, komisi penjualan, dll.
Biaya administratif adalah yang dikeluarkan untuk aktivitas manajemen dan
aktivitas yang mendukung kelancaran bisnis. Termasuk dalam kelompok biaya
ini adalah biaya eksekutif, biaya organisasi, biaya catat-mencatat yang tidak
lagi logis masuk biaya produksi atau pemasaran. Dalam hal ini gaji manajer,
karyawan bagian personalia, karyawan bagian keuangan, rumah dan kendaraan
dinas, dan lain-lain termasuk biaya administratif.
Dari segi sifatnya biaya dapat diklasifi kasikan menjadi: Biaya tetap (Fixed
Cost); Biaya Variabel (Variable Cost); dan Biaya Semi-Variabel (Semi-Variable
Cost). Berdasarkan sifat biaya ini suatu perusahaan agroindustri dapat diketahui
struktur biayanya.
Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap pada berbagai kisaran
volume produksi, selama dalam rentang yang relevan. Contoh biaya tetap pada
kategori biaya produksi adalah gaji bulanan tenaga kerja produksi, penyusutan
mesin, asuransi, dll. Contoh biaya tetap pada kelompok biaya pemasaran adalah
biaya promosi, gaji pokok karyawan bagian penjualan, dll.Contoh biaya tetap
pada kelompok administrasi adalah gaji manajer, gaji karyawan bagian umum,
bagian administrasi, bagian personalia, dll.
Sifat biaya tetap justru rata-ratanya makin kecil dengan meningkatnya
volulme produksi.Jadi prinsip efi siensi biaya menyarankan untuk memperkecil
biaya tetap rata-rata dengan memaksimalkan kapasitas produksi. Misalnya
jika kapasitas mesin penggiling padi sebesar 20 ton sehari maka perusahaan
seharusnya bekerja pada level produksi tersebut agar biaya penyusutan
mesin rata-rata per unit produk menjadi kecil. Dengan demikian perusahaan
mencapai skala usaha yang ekonomis (economic scale) karena biaya produksi
yang efi sien. Tentu saja hal ini dapat dilakukan jika pemasaran produk mampu
menjangkau level penjualan pada kapasitas produksi tersebut. Oleh karena itu
sinkronisasi dan saling mendukung antara aktivitas produksi dan pemasaran
sangat diperlukan.
Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya bertambah seiring
peningkatan volume produksi. Sifat biaya ini per unit jumlahnya tetap, sehingga

Manajemen Agribisnis:
78 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
makin besar volume produksi makin besar biaya variabel, demikian sebaliknya.
Contoh biaya variabel pada kategori biaya produksi adalah: biaya bahan baku
(langsung dan tak langsung), gaji tenaga kerja produksi yang diupah berdasarkan
unit produk yang dihasilkan, dll. Contoh biaya variabel pada kelompok biaya
pemasaran adalah transportasi untuk distribusi produk, komisi penjualan, dll.
Biaya semi variabel merupakan perpaduan sifat biaya tetap dan sifat biaya
variabel. Biaya ini jumlahnya tetap pada interval volume produksi tertentu
dan akan meningkat pada interval volume produksi berikutnya. Contoh biaya
semi variabel pada kategori biaya produksi adalah: biaya listrik untuk berbagai
frekuensi penggunaan mesin produksi sesuai jumlah produk yang dihasilkan, dll.
Memang jarang ditemukan kategori biaya semi variabel pada bagian produksi.
Contoh biaya semi variabel pada kelompok biaya pemasaran adalah biaya
transportasi untuk setiap kendaraan distribusi produk.Setiap satu kendaraan
pengirim produk mempunyai biaya transportasi tetap, apakah isi kendaraan
maksimum atau tidak dll. Misalnya mobil pickup dengan kapasitas seratus
karton packing produk mempunyai biaya yang sama, apakah diisi penuh atau
tidak. Jadi setiap interval penjualan 100 karton packing biaya transportasinya
tetap. Kategori variabelnya ada pada jumlah kendaraan yang mendistribusikan
produk.
Struktur biaya merupakan komposisi biaya tetap (FC) dan biaya variabel
(VC). Perusahaan agroindustri bisa mempunyai komposisi FC besar dengan VC
kecil atau sebaliknya FC kecil dengan VC besar. Struktur biaya dengan komposisi
FC besar dengan VC kecil terjadi pada agroindustri yang menggunakan mesin-
mesin produksi dengan teknologi tinggi (mekanisasi, berbasis komputer)
sehingga biaya penyusutan mesin (FC) tinggi dan biaya operasional untuk
upah tenaga kerja (VC) kecil. Struktur biaya dengan komposisi FC kecil dengan
VC besar terjadi pada agroindustri yang menggunakan teknologi sederhana
(manual, padat karya) sehingga biaya penyusutan mesin (FC) rendah dan biaya
operasional untuk upah tenaga kerja (VC) besar.
Pilihan struktur biaya tergantung pada beberapa faktor. Pertama,
permintaan pasar terhadap produk agroindustri. Permintaan produk yang
besar menuntut kecepatan dan volume produksi tinggi, sehingga dibutuhkan
teknologi tinggi, sehingga mengakibatkan FC tinggi. Sebaliknya permintaan
produk rendah tidak mensyaratkan kecepatan produksi sehingga teknologi
manual atau teknologi madya dapat menjadi pilihan, sehingga mengakibatkan
FC rendah.Kedua, kemampuan modal perusahaan dalam berinvestasi membeli
peralatan produksi yang canggih atau yang murah. Ketiga, keberanian manajer/

79
pengusaha dalam berinvestasi, apakah berani mengambil risiko berinvestasi
tinggi atau tidak. Namun keberanian berinvestasi ini tetap harus berdasarkan
rasional terkait dengan permintaan pasar.
Struktur biaya dengan komposisi FC dan VC mempengaruhi gerakan
fl uktuasi laba pada berbagai level penjualan. Penjelasan ini mengacu pada
konsep Laba / Rugi pendekatan margin kontribusi. Jika penjualan naik maka
yang baik adalah biaya yang mempunyai Cotribution Margin Ratio (CM Ratio)
yang besar.Sebaliknya jika penjualan turun maka yang baik adalah struktur
biaya yang mempunyai CM ratio yang kecil.
Jika agroindustri mempunyai komposisi FC tinggi dan VC rendah maka
CM ratio tinggi.Naik turunnya volume penjualan menimbulkan naik turunnya
laba secara tajam pada CM ratio tinggi. Oleh karena itu perusahaan agroindustri
yang menggunakan teknologi tinggi sangat beruntung pada kondisi pasar cerah
namun cenderung kurang mampu bertahan pada kondisi ekonomi terpuruk
seperti pada kasus krisis ekonomi.
Sebaliknya jika agroindustri mempunyai komposisi FC rendah dan VC
tinggi maka CM ratio rendah.Naik turunnya volume penjualan menimbulkan
naik turunnya laba namun tidak terlalu tajam karena CM ratio rendah.Oleh
karena itu perusahaan agroindustri yang tidak menggunakan teknologi tinggi
mengalami pasang surut keuntungan pada kondisi pasar cerah dan lesu namun
fl uktuasinya tidak tajam. Dengan agroindustri dengan CM rendah juga
cenderung mampu bertahan pada kondisi ekonomi terpuruk ketika permintaan
pasar sangat rendah.
Dengan memahami penjelasan struktur biaya tersebut dapat dipetik
pelajaran bahwa manajemen agroindustri dapat memilih struktur biaya yang
mana dengan memperhatikan karakteristik bisnisnya.Jika kecendrungan
penjualan tinggi lebih baik pilih struktur biaya yang memberikan CM ratio
besar, berarti FC besar VC kecil (high technology). Jika kecendrungan penjualan
rendah lebih baik pilih struktur biaya yang memberikan CM ratio kecil, berarti
FC kecil VC besar (teknologi tepat guna dengan investasi rendah).

4. Membangun Kawasan Industri


Di dalam kehidupan sehari-hari pengertian perusahaan dan industri sering
dianggap sama karena kedua pengertian tersebut mempunyai kegiatan sama
yaitu menghasilkan barang / berproduksi.
Perusahaan merupakan kerjasama yang teratur dari faktor-faktor produksi
yang tujuannya adalah produksi, sedangkan pengertian industri adalah usaha-

Manajemen Agribisnis:
80 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
usaha masyarakat untuk berproduksi secara terus-menerus akan sesuatu barang
keperluan hidup sehari-hari dari bahan mentah menjadi barang jadi dalam
jumlah yang besar dengan menggunakan tenaga manusia, alat-alat produksi
dan modal. Berdasarkan jumlah tenaga kerja, industri terbagi menjadi beberapa
kategori yaitu: a) Industri besar; b) Industri sedang; c) Industri kecil; dan d)
Industri rumah tangga.
Pengertian industri yang digunakan dalam pengelolaan dan pengembangan
industri oleh pemerintah adalah sesuai dengan UU No. 5 tahun 1994 tentang
perindustrian yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku, bahan
mentah, barang setengah jadi dan barang jadi menjadi barang dengan nilai yang
lebih tinggi dan mempunyai nilai tambah.
Searah dengan pembangunan bidang ekonomi maka bidang industri
diarahkan lebih meningkatkan industri kecil dan industri rumah tangga antara
lain melalui penyempurnaan, pengaturan, pembinaan dan pengembangan usaha
serta meningkatkan produksi dan perbaikan mutu produksi dengan tujuan
memperluas lapangan kerja. Dari segi akomodatif, kedudukan industri kecil
dalam kemampuan penyerapan tenaga kerja apabila dibandingkan dengan
industri besar cukup tinggi dan kecenderungan meningkat.Apalagi dalam situasi
sekarang ini, negara Indonesia sedang mengalami situasi yang sulit dalam bidang
perekonomian, di mana banyak penawaran tenaga kerja dibandingkan dengan
permintaan tenaga kerja itu sendiri. Maka sektor industri kecil khususnya
industri rumah tangga perlu mendapatkan perhatian serius.
Sektor industri kecil dan industri rumah tangga dewasa ini merupakan
penampungan angkatan kerja dari sektor tradisional yang belum dapat
ditampung di sektor modern, karena perkembangan sektor modern tidak
lebih cepat dari pertumbuhan angkatan kerja, selain itu teknik produksi yang
digunakan pada sektor modern cenderung lebih padat modal.
Pada umumnya industri rumah tangga adalah golongan industri tradisional
dengan beberapa ciri khas utamanya, antara lain sebagai berikut.
1. Sebagian besar pekerja adalah anggota keluarga (istri dan anak) dari
pengusaha atau pemilik usaha atau family workers yang tidak dibayar.
2. Proses produksi dilakukan secara manual dengan kegiatannya sehari-hari
berlangsung di dalam rumah.
3. Kegiatan produksi sangat musiman mengikuti kegiatan produksi di sektor
pertanian yang sifatnya juga musiman.
4. Jenis produk yang dihasilkan pada umumnya adalah dari kategori barang-
barang konsumsi (Irsan Azhari Saleh, 1986)

81
Sebenarnya sektor industri kecil khususnya industri rumah tangga
mempunyai andil yang cukup berarti dalam memberikan tambahan penghasilan
bagi masyarakat menengah ke bawah khususnya yang berpenghasilan rendah.
Selain itu, sektor industri kecil dan industri rumah tangga mempunyai
kemampuan yang cukup tangguh dalam memberikan peluang kerja bagi
kalangan pengangguran baik yang ada di desa maupun di kota.
Usaha kecil seringkali hanya dikelola dengan manajemen konvensional,
sehingga banyak di antara mereka hanya “asal jalan” (sekedar mempertahankan
agar tidak sampai bangkrut), walaupun tidak menutup kemungkinan mereka
juga memperoleh keuntungan. Apabila manajemen usaha kecil lebih diarahkan
pada pencapaian keuntungan, tentu hasilnya akan lebih baik.
Seorang pengusaha pemula jarang sekali langsung berhasil dalam bisnisnya.
Mereka perlu banyak pengalaman untuk berhasil, disamping memerlukan
pengetahuan, praktek dan ketekunan. Keuntungan usaha akan datang pada
pemilik / manajer usaha yang berusaha keras untuk mendapatkan kinerja yang
terbaik. Hal ini dapat tercapai hanya jika manajer mengetahui operaasional
usahanya, menerapkan seni penentuan waktu, keputusan seimbang dan
mengontrol aktivitas usaha.
a. Memahami Bisnis
Kekuatan manajer untuk berhasil adalah apabila dia memahami apa dan
bagaimana bisnis yang dikelolanya. Untuk senantiasa menjaga bisnis profi table,
dia harus tahu tentang bagaimana perusahaannya berjalan dan bagaimana
meningkatkannya, mengetahui kelemahannya, dan bagaimana memperbaikinya.
Informasi yang diperlukan bisa dari pengamat lapangan. Namun catatan
(administrasi) juga harus dijadikan sebagai sumber penting informasi tentang
keuntungan, biaya dan penjualan.
1) Mengetahui keuntungan.
Pembukuan keuntungan dan kerugian (pembukuan pendapatan) harus
disiapkan secara teratur setiap bulan atau setiap musim untuk tanaman
semusim, sebab ini merupakan indikator yang penting dari kesehatan
usaha. Anda harus yakin bahwa laporan ini mengandung semua fakta
yang diperlukan untuk mengevaluasi keuntungan usaha. Pembukuan ini
harus mencantumkan setiap pos penerimaan dan biaya. Misalnya, ini harus
menunjukkan keuntungan dan kerugian pada masing-masing produk Anda
dan keuntungan atau kerugian dan operasional usaha secara keseluruhan.
2) Mengetahui biaya.
Seorang pemilik usaha atau seorang manajer harus mengetahui biaya
secara detail. Anda bisa membandingkan biaya sebagai persentase terhadap

Manajemen Agribisnis:
82 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
penjualan (operating ratio).Pastikan bahwa biaya Anda dirinci sehingga
Anda dapat melihat biaya mana yang cenderung meningkat dan menurun
berdasarkan pengalaman dan grafi k biaya. Ini juga akan memudahkan Anda
untuk membandingkan antara biaya yang dikeluarkan dengan anggarannya.
Perlu diingat bahwa informasi tentang biaya yang diperlukan terkait dengan
formulasi keuntungan, yaitu sama dengan penjualan dikurangi biaya.
3) Mengetahui markup produk.
Markup adalah sejumlah persentase tertentu yang ditambahkan pada harga
pokok produk untuk menentukan harga jual dengan tingkat keuntungan
yang diharapkan. Pastikan bahwa penetapan harga memperhitungkan
markup yang diinginkan untuk mencapai keuntungan yang diharapkan.
Penentuan harga ini harus selalu diperhatikan mengingat Anda harus
memperhatikan kenaikan biaya dan pada saat yang sama harus membuat
harga kompetitif. Pemahaman tentang markup juga membantu Anda
menyeleksi produk mana yang kurang menguntungkan, karena tidak bisa
ditetapkan harganya sesuai dengan markup yang ditentukan. Tentu saja,
jangan ragu-ragu untuk menutup / menghentikan produk yang rugi.
4) Melihat trend.
Cobalah untuk melihat biaya dan keuntungan tidak hanya pada satu bulan
saja. Lihatlah trend (kecenderungan) angka laporan operasional bulanan
Anda. Anda juga sebaiknya memperhatikan informasi di balik Rupiah
yang tercantum pada angka-angka tersebut. Misalnya jumlah unit yang
terjual atau jumlah pesanan. Fluktuasi dari biaya per unit jauh lebih
bermakna daripada hanya melihat nilai Rupiahnya. Ide lain adalah untuk
menampilkan angka perbandingan ini dalam grafi k sehingga perbandingan
yang nyata dapat dilihat dengan mudah.
b. Memprediksi Waktu yang Akan Datang
Forecasting harus dilakukan dengan hati-hati, yaitu dengan analisis historis
trend bisnis Anda. Misalnya dengan melihat data lima tahun ke belakang
dapat diprediksikan kemungkinan fakta tahun depan. Pencatatan penjualan,
pengalaman pada pasar dimana Anda menjual produk, dan pengetahuan Anda
tentang keadaan ekonomi membantu Anda memprediksi data penjualan pada
tahun depan. Jika Anda mempunyai data prediksi penjualan, susunlah anggaran
sesuai dengan persentase terhadap penjualan tersebut. Pada tahun depan,
Anda dapat membandingkan data aktual dengan anggarannya. Jadi, anggaran
merupakan alat penting untuk menentukan kesehatan usaha Anda.

83
c. Membuat Keputusan Tepat Waktu
Tanpa suatu tindakan, prediksi dan keputusan tentang waktu yang akan
datang tidaklah bermakna. Sebuah keputusan yang tidak menghasilkan suatu
tindakan adalah sia-sia.Langkah permintaan bisnis yang tepat waktu sangat
baik memberi informasi untuk pembuatan keputusan. Jika pemilik/manajer
menghadapi kompetisi, Anda harus berubah untuk mengontrol nasib Anda.
Pembuatan keputusan yang efektif mensyaratkan beberapa hal. Pemillik
/manajer harus mempunyai informasi seakurat mungkin. Dengan fakta ini,
Anda harus menentukan konsekuensi dari semua cara tindakan yang layak
dan persyaratan waktunya. Jika Anda telah membuat keputusan, Anda harus
menyusun bisnis Anda sedemikian rupa sehingga keputusan yang Anda buat
dapat diwujudkan dalam bentuk tindakan
d. Kendalikan Usaha Anda
Pemilik/manajer harus mampu memotivasi orang-orang kunci untuk
memperoleh hasil yang direncanakan dalam biaya dan waktu yang disediakan,
agar menjadi efektif. Dalam usaha mencapai hasil, pemilik / manajer usaha kecil
mempunyai kelebihan dibandingkan bisnis besar. Anda bisa lebih cepat dan
fl eksibel dalam pengambilan keputusan, sedangkan bisnis besar harus menunggu
tindakan Komite. Anda tidak perlu menunggu ijin untuk melakukan suatu
tindakan. Dan yang juga sama pentingnya, “leher botol” untuk melaksanakan
praktek baru dapat menerima perhatian pribadi Anda
Salah satu rahasianya adalah dalam keputusan hal apa yang harus dikontrol.
Bahkan dalam sebuah perusahaan kecil, pemilik / manajer tidak harus mencoba
untuk menjadi segala-galanya.Anda sebaiknya menjaga keakraban dengan
orang-orang, produk, uang, dan setiap sumber daya lainnya yang Anda pandang
mempengaruhi operasi usaha kearah keuntungan.
1) Mengelola orang.
Kebanyakan pengusaha menjumpai bahwa biaya terbesar mereka adalah
upah tenaga kerja.Tetapi karena kontak akrab dengan pekerja, beberapa
pemilik / manajer usaha kecil kurang memperhatikan biaya langsung dan
biaya tak langsung tenaga kerja.Mereka cenderung berpikir biaya ini secara
individual daripada mengaitkannya dengan keuntungan sampai ke Rupiah
terkecil. Beberapa saran berkaitan dengan manajemen personalia adalah
sebagai berikut.
a. Secara periodik tinjaulah masing-masing posisi dalam usaha Anda.
Lihatlah pekerjaan setiap kuartal. Apakah pekerjaan terstruktur
sehingga menggairahkan pekerja untuk terlibat dalam pekerjaan?

Manajemen Agribisnis:
84 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Dapatkah tugas-tugas diberikan kepada pekerja lain? Dapatkah pekerja
lepas mengerjakan tugasnya?
b. Mainkan sedikit permainan mental pribadi. Bayangkan bahwa Anda
harus melepaskan satu pekerja, jika Anda harus melepas seseorang
pergi, siapakah dia? Bagaimana Anda akan menyusun kembali
penugasan pekerjaan? Anda mungkin menemukan solusi nyata untuk
masalah pengandalan tersebut, yang mungkin juga dapat diterapkan
pada keuntungan fi nansial.
c. Gunakan kompensasi sebagai alat. Hargailah pekerjaan yang
berkualitas. Carilah kemungkinan penggunaan kenaikan dan bonus
sebagai insentif pada produktivitas yang lebih tinggi. Misalnya, dapat.
Anda menjadwalkan bonus tahunan atau periode waktu lainnya
sebagai pendorong semangat.
d. Ingat bahwa ada cara-cara baru untuk mengendalikan kemangkiran
melalui rencana kompensasi insentif. Misalnya pemilik/manajer usaha
kecil meniadakan cuti liburan dan sakit. Sebagai gantinya, pemilik/
manajer ini memberikan 30 hari libur tahunan agar pekerja menjadi
fi t. Pada akhir tahun, pekerja dibayar secara reguler walaupun mereka
tidak bekerja. Sebagai syarat pembayaran gaji akhir tahun, pekerja
harus membuktikan bahwa cuti sakit hanya diambil jika mereka benar-
benar sakit. Hasilnya, absen tak terjadwal dan pembayaran upah yang
melebihi waktu dapat dikurangi secara nyata. Terlebih lagi, pekerja
juga akan merasa lebih senang karena kompensasi gaji satu bulan penuh
selama libur akhir tahun mereka lebih terasa dibandingkan kompensasi
lainnya.
2) Mengendalikan Persediaan.
Jangan wujudkan seluruh uang Anda dalam bentuk persediaan (stok bahan
bakuk, barang jadi). Gunakan sistem pencatatan persediaan secara terus-
menerus untuk mengendalikan biaya. Tetapkan pola penggunaan atau pola
pembelian untuk mengatur stok bahan baku atau barang untuk memenuhi
jumlah minimumnya yang harus disediakan untuk penjualan atau untuk
menjaga keberlangsungan produksi. Persediaan yang berlebihan barupa
bahan baku atau barang, menghentikan perputaran uang yang mestinya
dapat digunakan untuk manfaat yang lebih baik, seperti untuk membuka
wilayah pemasaran baru atau untuk membeli mesin baru.
Satukan pembelian dan hindarkan duplikasi pembelian (pembelian
barang yang sama oleh pihak yang berbeda). Bandingkan tempat pembelian
satu dengan yang lain. Untuk itu catatlah setiap jumlah pemesanan dan

85
harga pembelian secara tertulis. Hal ini dapat digunakan sebagai konfi rmasi
untuk menentukan tempat pembelian yang paling baik.
Dalam penerimaan bahan pasokan (bahan baku atau barang), periksalah
kondisi dan kualitasnya. Periksa juga nota pembelian, sesuaikah dengan
barang yang diterima.Jangan jadikan diri Anda jadi korban kekeliruan
mereka.
3) Mengendalikan Produk Anda.
Pengendalian persediaan dan pengendalian produk sama pentingnya.
Yakinkan bahwa para wiraniaga Anda menghargai pentingnya penjualan
produk yang paling menguntungkan.Tetapkan kebijakan pelayanan dengan
tetap memikirkan markup. Susunlah produk-produk Anda sedemikian
rupa sehingga produk yang markup-nya rendah memerlukan penanganan
yang paling sedikit.
4) Mengendalikan Uang Anda.
Memegang uang tunai atau cek dalam jumlah besar tidaklah bijaksana,
sebab tidak ada nilai tambahnya dan resiko hilang cukup tinggi.Oleh karena
itu penyimpanan uang di bank adalah suatu keharusan.Dalam hal kredit,
gunakan secara bijaksana.Salah satu ciri pemilik / manajer bisnis yang
sukses adalah mengetahui berapa jumlah kredit yang dapat Anda gunakan
untuk memperluas usaha dan berapa banyak yang sudah digunakan untuk
itu.Gunakan kredit sesuai kebutuhan, tetapi harus disiplin dan sistematis.
Ada baiknya mengecek surat pengajuan kredit untuk mengingat perjanjian
saat pembayaran kembali yang harus dipenuhi.
Kumpulkan setiap nota penjualan dan rekap setiap minggu / bulan.
Pastikan dalam nota itu memuat tanggal, jenis produk, jumlah, dan harga
penjualan sehingga cukup informatif. Mungkin tidak setiap penjualan
dibayar tunai, beberapa pelanggan mungkin melakukan pembayaran
tempo.Walaupun perputaran uang cepat cukup penting, namun perlu
pula dipertimbangkan pembelian jumlah besar walaupun pembayarannya
tertunda.
e. Minta Bantuan Jika Diperlukan
Konsultasi dengan pihak eksternal (konsultan) seringkali lebih baik dilakukan
secara teratur. Seringkali manajer mengundang konsultan setelah permasalahannya
cukup berat, sehingga pemecahannya juga semakin rumit. Konsultasi secara dini
akan labih baik, misalnya manajer perlu konsultasi tentang kesehatan keuangan,
personalia, perencanaan, penelitian pasar dan lain-lain.

Manajemen Agribisnis:
86 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
PEMBIAYAAN
BAB 5 AGRIBISNIS

Tujuan Instruksional:
Setelah mempelajari bab pembiayaan pada agribisnis, pembaca
diharapkan memahami tentang pembiayaan pertanian melalui perkreditan
yang dibutuhkan para petani dan juga dapat mengenal dan memahami dari
skim-skim kredit dalam sistem agribisnis termasuk skim kredit agribisnis.
Pembaca diharapkan memahami pula tentang sumber dari pembiayaan
agribisnis tersebut dan perkembangan skim kredit begitu pula dapat
memahami pengukuran kinerja dari usaha agribisnis.

A. Pembiayaan Pertanian
Pembiayaan agribisnis mencakup semua keperluan dan pengaturan serta
pengawasan keuangan untuk membiayai suatu perusahaan di sektor pertanian.
Perolehan dana operasi agribisnis berasal dari tiga sumber, yaitu investasi
ataupenanaman modal oleh pemilik, pinjaman, dan laba atau penyusutan.
Keputusan penting berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi dalam pembiayaan
agribisnis meliputi keputusan mengenai investasi, jumlah dan jenis faktor
produksi dalam setiap kegiatan, jumlah modal yang diperlukan, sumber modal
terbaik dan jumlah modal untuk setiap sumber modal. Ada empat jenis modal
yang berasal dari pinjaman :
• jangka pendek,
• jangka menengah,
• jangka panjang dan
• modal ekuitas.
Berbagai pinjaman ini dibedakan berdasarkan jangka waktu pengembalian,
persyaratan dan tujuan penggunaannya. Pinjaman akan membebani bisnis
dengan biaya-biaya khusus yang harus dibayar kepada pemberi pinjaman yang
disebutbiaya modal. Dalam menentukan kebijakan pembiayaan agribisnis dapat
digunakan tiga macam pendekatan yaitu:

87
• hubungan antara faktor produksi dan hasil produksi,
• hubungan antar faktor produksi
• hubungan antar hasil produksi.
Manurung (1998) membagi secara garis besar sumber biaya usaha pertanian
menjadi 4 kelompok yaitu: (1) pemilik usaha (modal sendiri); (2) kredit formal;
(3) kredit informal dan (4) kemitrausahaan. Kredit formal dapat dibagi lagi
menjadi kredit program dan kredit non-program. Kredit program umumnya
bersifat sektoral untuk mencapai sasaran yang diinginkan seperti KKP (Kredit
Ketahanan Pangan). Kelembagaan kredit formal terdiri atas (1) Koperasi Unit
Desa; (2) Bank, dan (3) Pegadaian.
Beberapa jenis perkreditan yang dapat dimanfaatkan untuk usaha pertanian
skala kecil di Indonesia antara lain (1) Kupedes; (2) KIK (Kredit Industri Kecil);
(3) KMKP (Kredit Modal Kerja Permanen); (4) KKU (Kredit Kelayakan Usaha);
(5) PHBK (Pengembangan Hubungan Bank dengan Kelompok Swadaya
Masyarakat); (6) KKPA (Kredit Kepada Koperasi Primer dan Anggota); (7)
PKM (Proyek Kredit Mikro); (8) KUK (Kredit Usaha Kecil).
Kelembagaan perkreditan informal pada umumnya tidak memerlukan
persyaratan seperti bunga, agunan, dan persyaratan lainnya. Hubungan antara
peminjam dengan pihak yang meminjamkan hanya didasarkan pada sikap saling
mempercayai satu sama lain sedangkan kemitrausahaan atau kerjasama dapat
dilakukan oleh BUMN atau perusahaan swasta. Perusahaan swasta atau BUMN
memberikan bantuan kredit atau menyediakan sarana produksi, peralatan, atau
membantu manajemen dan pemasaran hasil. Kelebihan perkreditan melalui
kemitraan di samping memberi kredit tanpa bunga dan tanpa agunan juga
berfungsi sebagai pasar (penampung hasil) bagi produksi dan penyediaan input
(sarana produksi) (Supadi dan Sumedi, 2004).

1. Kredit Pertanian
Kredit merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam pengembangan
adopsi teknologi usahatani. Kredit pertanian bukan sekadar faktor pelancar
pembangunan pertanian tetapi berfungsi pula sebagai salah satu critical point of
development (simpul kritis pembangunan yang efektif) (Syukur et al, 1999).
Sejarah kredit pertanian diawali dengan adanya kredit program untuk padi
sentra pada tahun 1963 dan dilanjutkan dengan program Bimas pada tahun
1966 dan 1969 menjadi Bimas gotong royong. Kemudian diubah menjadi Bimas
yang disempurnakan pada tahun 1985 dan diganti dengan KUT (Kredit Usaha

Manajemen Agribisnis:
88 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Tani). Kredit ini awalnya digulirkan untuk menunjang pelaksanaan program
intensifi kasi padi kemudian meluas pada cakupan komoditas pada palawija
dan hortikultura. Dalam perkembangannya KUT mengalami perubahan
mengikuti perkembangan ekonomi dan kebijakan pemerintah (Insus, Supra
Insus, IP padi-300 dan lain-lain). Sejak dikeluarkannya UU No 23 tahun 1999
tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia tidak lagi mengeluarkan KLBI (Kredit
Likuiditas Bank Indonesia) untuk pendanaan kredit program (termasuk KUT)
sehingga semua kredit program yang bersumber dari KLBI dihapuskan tahun
2000 dan diganti dengan dengan skim pembiayaan pertanian yaitu KKP (Kredit
Ketahanan Pangan).

2. Skim Kredit Agribisnis


Skim kredit untuk sektor pertanian selama ini terfokus pada usaha budidaya
(on-farm) dengan komoditas terbatas, misalnya seperti KUT dan KKP. Padahal
usaha agribisnis hulu dan hilir juga memerlukan dukungan pembiayaan dan
memiliki nilai ekonomis yang cukup baik. Untuk itu, Departemen Pertanian
memandang perlu adanya skim kredit yang dapat digunakan untuk membiayai
usaha pada aspek hulu, on-farm dan hilir serta pendukungnya dan untuk
berbagai komoditas, yaitu Skim Kredit Agribisnis (SKA).
Skim Kredit Agribisnis (SKA) mencakup tidak saja usaha on-farm,
tetapi juga untuk usaha agribisnis hulu dan hilirnya. Komoditas yang akan
dibiayai meliputi komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan
peternakan yang merupakan komoditas unggulan (high value commodities).
SKA disusun untuk mendukung pengembangan agribisnis sektor hulu, on-
farm dan hilir. Prinsip SKA adalah (a) dapat mengubah image petani untuk
tidak mengandalkan sumber pembiayaan dengan bunga murah, (b) pengelolaan
penggunaan kredit yang transparan, (c) sistem pengembalian kredit dengan
pola reward dan punishment, (d) fl eksibel baik dalam besarnya kredit, pola
kredit, jangka pengembalian dan pelayanan, serta (e) prosedur dan mekanisme
pengajuan, penyaluran dan pengembalian kredit yang sederhana.
Saat ini SKA berlaku bunga komersial sebesar 18%. Departemen Pertanian
mengusulkan agar suku bunga SKA diharapkan dapat disubsidi oleh pemerintah
sebesar 5%. Secara rinci disampaikan dukungan SKA untuk masing-masing
subsektor dari hulu, on-farm dan hilir.

89
a. Subsektor Peternakan
1) Subsistem hulu: peralatan inseminasi buatan (IB), alat pencacah
pakanternak, alat press jerami, alat mesin tetas telur;
2) Subsistem budidaya: sapi potong, kambing/domba, ayam ras
pedaging,ayam petelur dan itik;
3) Subsistem hilir: mesin pellet, mesin penggilling jagung, tangki susu,
cooling unit, milk can, pencabut bulu ayam dan alat pengangkut ayam
b. Subsektor Perkebunan
1) Subsistem hulu: pembangunan sumber benih, alat penyemprot hama
bertekanan, tiangrambat lada, alat angkut perkebunan;
2) Subsistem budidaya: karet, kelapa sawit, kakao, kapas, tebu,
tembakau,lada, jambu mete, rami, nilam, abaca, kelapa dan vanili;
3) Subsistem hilir: alat sangrai, penggiling kopi dan kakao
c. Subsektor Tanaman Pangan
1) Subsistem hulu: benih tanaman, pengadaan benih, peralatan (traktor
rodadua, pompa air), kios saprodi;
2) Subsistem budidaya : kacang tanah, kacang hijau, padi, jagung
3) Subsistem hilir: penggilingan padi, alat perontok, pengering serba
guna, pengadaan pangan.
d. Subsektor hortikultura
1) Subsistem hulu : peralatan pompa air irigasi, irigasi tetes, kios saprodi;
2) Subsistem budidaya: cabai merah, bawang merah, bawang putih,
kentang,tomat, kubis, nenas, mangga, jeruk, salak;
3) Subsistem hilir: alat pengolah (bawang merah, keripik kentang,
keripikpisang, selai nanas).
Guna mendorong realisasi bussiness plan perbankan ke sektor produktif
(termasuk agribisnis), Bank Indonesia bersama Komite Penanggulangan
Kemiskinan (KPK) akan memberdayakan Konsultan Keuangan Mitra Bank
(KKMB). Peran KKMB dalam merealisasikan business plan perbankan
tersebut digunakan untuk pendampingan penyusunan proposal, pemantauan,
identifi kasi UMKM dan pendampingan UMKM dalam menjalankan usahanya.
Di masyarakat cukup banyak jenis dan aneka ragam konsultan/pendamping,
baik yang dibina oleh Instansi/ Departemen Teknis (PPS/PPL untuk Deptan,
PSL-Depsos, BDS Kantor Meneg Koperasi dll), Swasta Konsultan (Inkindo,
Iwapi, Kadin dan konsultan lainnya), LPSM (Bina Swadaya, LP3ES, dll) maupun
lembaga penelitian (perguruan tinggi dan swasta). KKMB ini direncanakan
berasal dari konsultan/pendamping tersebut di atas dengan persyaratan tertentu

Manajemen Agribisnis:
90 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
yang selanjutnya akan diberdayakan kompetensinya dalam aspek keuangan/
perbankan untuk dapat berfungsi sebagai intermediasi antara UMKM dan
perbankan.
Peluncuran SKA memerlukan dukungan dari berbagai pihak berikut ini.
1. Lembaga Legislatif-DPR sebagai mitra pemerintah dalam rangka
persetujuan subsidi sukubunga.
2. Pemerintah melalui Departemen Keuangan dalam hal penyediaan subsidi
suku bunga sebesar 5%.
3. Lembaga penjamin agar perbankan lebih yakin dalam menyalurkan
kredit.
4. Pemerintah daerah terutama dalam hal pemilihan petani/peternak/
pekebun yang layak untuk dibiayai, dan pembagian risiko kredit, serta ikut
membantu kelancaran pengembalian kredit.
Langkah-langkah operasional SKA meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Sebagai tahap awal, pemerintah harus memprioritaskan beberapa bank
yang mempunyai kompetensi di sektor agribisnis untuk dapat menyalurkan
kredit agribisnis.
2. Pemerintah memfasilitasi pelaksanaan pendidikan perkreditan sektor
agribisnis untuk mendidik tenaga-tenaga perbankan agar mempunyai
kompetensi yang memadai dalam bidang kredit agribisnis.
3. Perbankan harus meningkatkan kerjasama dengan Lembaga Asuransi
untuk memperkecil risiko kredit agribisnis antara lain kerjasama dengan
PT. Askrindo dan Perum Sarana Pengembangan Usaha sebagai penjamin
kredit agribisnis.
4. Perbankan lebih memberikan kelonggaran persyaratan kredit untuk kredit
agribisnis antara lain dengan kelonggaran syarat audit laporan keuangan
maupun syarat penilaian aset.
5. Perbankan melakukan kerjasama dengan instansi terkait seperti Departemen
Keuangan, Departemen Pertanian, Departemen Kelautan dan Perikanan,
dan Ikatan Akuntansi Indonesia.

3. Sumber Pembiayaan Lain Untuk Usaha Agribisnis di Indonesia


Sumber-sumber pembiayaan lainnya untuk mendukung pengembangan
agribisnis antara lain sebagai berikut.
a. Kredit Ketahanan Pangan (KKP)
KKP adalah kredit investasi dan atau modal kerja yang diberikan oleh Bank
Pelaksana kepada petani, peternak, kelompok (tani dan peternak) dalam rangka

91
pembiayaan intensifi kasi padi, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, budi daya
tebu, peternakan sapi potong, sapi perah, ayam buras, itik, usaha penangkapan
ikan dan pengadaan pangan gabah, jagung dan kedelai.Dengan demikian untuk
komoditas perkebunan yang lain tidak dapatdibiayai dari skim KKP. Pola
penyaluran KKP melalui pola executing, dengan sumber dana 100% berasal dari
dana perbankan dan resiko sepenuhnya ditanggung oleh perbankan. Namun
demikian, pemerintah masih menyediakan subsidi suku bunga.
b. Kredit Taskin Agibisnis
Kredit Taskin Agribisnis merupakan kredit berbunga murah yang ditujukan
untuk meningkatkan investasi agribisnis skala kecil/rumah tangga sekaligus
untuk mengentaskan kemiskinan di daerah. Kredit ini bersumber dariYayasan
Dakap dan Yayasan Mandiri. Beberapa ketentuan Kredit TaskinAgribisnis
adalah sebagai berikut.
• Penerima Kredit: Kelompok tani Taskin (keluarga pra sejahtera dan
sejahtera I).
• Plafon Kredit: Untuk kelompok maksimun Rp.50 juta dan untuk anggota
kelompok sebesar Rp.2 juta.
• Suku Bunga: 12% per tahun
• Jangka Waktu: 1 sampai dengan 3 tahun.
• Jaminan: Kelayakan usaha
• Bank Pelaksana: Bank BPD
c. Modal Ventura
Modal ventura merupakan salah satu sumber pembiayaan non-perbankan
yang dipergunakan untuk semua sektor usaha produktif melalui kerjasama
antara Perusahaan Modal Ventura dengan Pengusaha Kecil/Menengah.
Beberapa ketentuan tentang ModalVentura adalah sebagai berikut :
• Penerima Kredit: Pengusaha kecil dan menengah.
• Plafon Kredit:
- Perusahaan Modal Ventura daerah Rp.100 juta.
- PT.Bahana Artha Ventura maksimal Rp.500 juta.
• Pola Pembiayaan: Pola penyertaan langsung dan bagi hasil.
• Jangka Waktu: 3 sampai 6 tahun
• Pelaksana: PT. Bahana Artha Ventura dan Perusahaan Modalventura
Daerah

Manajemen Agribisnis:
92 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
d. Dana Laba BUMN
Dana Laba BUMN merupakan salah satu sumber pembiayaan bagi
pengusaha kecil dan enengah dengan suku bunga yang sangat rendah.
Beberapaketentuan tentang Dana Laba BUMN adalah sebagai berikut :
• Penerima Kredit: Pengusaha kecil dan koperasi
• Plafon Kredit: maksimal Rp. 25 juta
• Suku Bunga: 6% per tahun
• Jangka Waktu: 2 tahun
• Sumber Dana: BUMN setempat
e. Pegadaian
Perum Pegadaian telah melaksanakan uji coba gadai gabah di Kabupaten
Indramayu bekerjasama dengan Ditjen Bina Sarana Pertanian dengan hasil
cukup baik. Perum Pegadaian merencanakan pengembangan sistem tunda
jual di beberapa propinsi sentra produksi padi, seperti Jawa Barat, Jawa
Tengah, JawaTimur, Sulawesi Selatan dan sebagainya. Prinsipnya petani dapat
memperoleh kredit dari Pegadaian dengan jaminan gabah, terutama pada saat
panen raya pada saat harga gabah turun. Dengan demikian Perum Pegadaian
juga merupakan salah satu alternatif sumber pembiayaan untuk pengembangan
alsintan. Namun suku bunga gadai cukup tinggi, yaitu 1,75% per 15 hari
maksimal 4 bulan, karena sumber dana yang digunakan berasal dari kredit
komersial.
f. Skim Kredit Komersial
Skim Kredit Komersial merupakan sumber permodalan dengan suku bunga
komersial dan dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan sektor pertanian.
Secara garis besar skim kredit komersial antara lain adalah: KUPEDES dari
BRI,SWAMITRA dari Bank Bukopin, KUK dari BNI, KUK dan Bank
Danamon,Kredit BCA, KUK dari Bank Mandiri, Kredit Pengusaha Kecil dan
Mikro(KPKM) dari Bank Niaga, Kredit Modal Kerja dari Bank Agro Niaga),
dan pemanfaatan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di pedesaan.
1) KUPEDES (Kredit Umum Pedesaan) dari BRI
KUPEDES merupakan sumber permodalan di pedesaan yang disalurkan
oleh BRI Unit kepada masyarakat pedesaan untuk sektor pertanian, industri
dan jasa. Beberapa ketentuan tentang KUPEDES adalah sebagai berikut.
• Penerima Kredit: Perorangan/perusahaan yang layak
• Sektor Usaha: Sektor pertanian, perdagangan, industri dan jasa

93
• Plafon: Rp.50 ribu sampai dengan Rp.50 juta
• Suku Bunga: komersial
• Jaminan: Agunan berupa benda bergerak dan tidak bergerak
2) SWAMITRA dari Bank Bukopin
• Penerima Kredit: Pengusaha/perorangan anggota dan non-anggota
• Sektor Usaha: Semua usaha produktif
• Plafon: Rp.1 juta s/d Rp.50 juta
• Suku Bunga: 30% per tahun (berubah sesuai kondisi pasar)
• Jangka Waktu: 1 sampai dengan 3 tahun
• Jaminan: Agunan barang bergerak dan tidak bergerak
3) Kredit Usaha Kecil dari BNI
• Penerima Kredit: Pengusaha kecil
• Plafond Kredit: Rp.50 Juta sampai dengan Rp.350 Juta (melampirkan
NPWP)
• Suku Bunga: Komersial
• Jangka Waktu: Maksimal 1 tahun (untuk Kredit Modal Kerja), untuk
Kredit Investasi disesuaikan dengan jenis investasi yang dibiayai
• Jaminan: Agunan barang bergerak maupun tidak bergerak
4) Kredit Usaha Kecil dari Bank Danamon
• Penerima Kredit: Pengusaha kecil
• Plafond Kredit:
a) KUK Mikro: sampai dengan Rp.50 juta
b) KUK Dasar: Rp.50 juta sampai dengan Rp.100 juta
c) KUK Prima: Rp.100 juta sampai dengan Rp.350 juta
• Suku Bunga: Komersial yang berlaku di pasar
• Jangka Waktu: Maksimal 1 tahun (untuk kredit modal kerja), untuk kredit
investasi 5 tahun
• Jaminan: Agunan barang bergerak maupun tidak bergerak
5) Kredit BCA
• Penerima Kredit: Pengusaha produktif
• Syarat: Telah menjadi nasabah BCA selama 3 Bulan, Prudential Banking
(5C)
• Plafond Kredit: Sesuai kebutuhan debitur
• Suku Bunga: Komersial sesuai ketentuan BCA
• Jangka Waktu: Maksimal 1 tahun dapat diperpanjang
• Jaminan: Agunan barang bergerak atau tidak bergerak

Manajemen Agribisnis:
94 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
6) Kredit Usaha Kecil dari Bank Mandiri
• Penerima Kredit: Pengusaha kecil
• Plafond Kredit: Maksimum sampai dengan Rp.350 Juta
• Suku Bunga: Komersial sesuai ketentuan Bank Mandiri
• Jangka Waktu: Maksimal 1 tahun (untuk Kredit Modal Kerja), dan 10
tahun (untukKredit Investasi)
• Jaminan: Agunan barang bergerak maupun tidak bergerak
7) Kredit Usaha Kecil dari BII
• Penerima Kredit: Pelaku usaha perusahaan atau perorangan
• Sektor Usaha: Semua usaha produktif (modal kerja dan investasi)
• Plafond Kredit: Maksimal sampai dengan Rp.350 Juta
• Suku Bunga: Komersial sesuai ketentuan BII
• Jangka Waktu:
• Kredit Modal Kerja: Maksimal 1 Tahun
• Kredit Investasi: Maksimal 10 tahun
• Jaminan: Agunan barang bergerak maupun tidak bergerak
8) Kredit Kepada Pengusaha Kecil dan Mikro dari Bank Niaga
• Penerima Kredit: Pengusaha mikro dan kecil perseorangan ataupun
perusahaan
• Sektor Usaha: Semua usaha produktif
• Suku Bunga: Komersial sesuai ketentuan Bank Niaga
• Jangka Waktu: 1 Tahun
• Jaminan: Agunan barang bergerak maupun tidak bergerak
9) Kredit Modal Kerja dari Bank Agro Niaga
• Penerima Kredit: Usaha perorangan/perusahaan yang memiliki ijin usaha
• Sektor Usaha: Semua usaha produktif
• Suku Bunga: Komersial sesuai ketentuan Bank Agro Niaga
• Jangka Waktu: Data tidak tersedia
• Jaminan: sertifi kat tanah dan bangunan
Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
Untuk mengantisipasi kondisi kebijakan perbankan yang bersifat
branch banking system maka dari aspek pembiayaan, Departemen Pertanian
mempunyai kebijakan untuk mengembangkan dan memberdayakan Lembaga
Keuangan Mikro (LKM) yang dapat menjadi sumber pembiayaan dan mudah
diakses oleh petani. Kebijakan pengembangan LKM untuk Agribisnis ini
didasari atas pertimbangan teknis sebagai berikut: (1) LKM umumnya berada

95
di lokasi yang mudah diakses oleh petani, (2) Kultur petani kecil, cenderung
akan lebih menyukai proses yang singkat, tanpa banyak prosedur dan
memerlukan kredit yang tepat dalam jumlah yang kecil (sesuai kebutuhan), dan
(3) dengan menggunakan LKM yang umumnya mempunyai keterikatan socio-
historical dengan daerah, (dengan petani di sekitarnya) maka diasumsikan akan
mengurangi masalah moral hazard dalam pengembalian kredit.
Untuk mewujudkan program Departemen Pertanian tersebut maka
Direktorat Jenderal Bina Sarana telah mendapatkan bantuan/grant dari
pemerintah Perancis melalui Asian Development Bank dengan tujuan
pengembangan keuangan mikro pedesaan untuk agribisnis melalui 2(dua)
pendekatan yaitu sebagai berikut.
• Departemen Pertanian akan menggunakan LKM yang sudah ada,
berkembang dan mengakar sesuai dengan kultur masyarakat setempat
sebagai lembaga intermediasi penyaluran kredit mikro agribisnis. LKM ini
diharapkan dapat menjadi jejaringan (networking) Departemen Pertanian
dalam menyediakan fasilitas kredit bagi petani atau berfungsi sebagai
lembaga intermediasi penyaluran kredit. Kategori LKM yang berpotensi
untuk dijadikan jejaring LKM Agribisnis adalah BPR di pedesaan, LDKP,
Credit Union, BMT dan Koperasi Simpan Pinjam.
• Departemen Pertanian juga akan mendorong tumbuhnya LKM Agribisnis
yang berasal dari embrio LKM sebagai tindak lanjut dari program
pengembangan kelompok dana bergulir di Departemen Pertanian. Program-
progam yang dapat dikategorikan embrio LKM pertanian antara lain : Kel.
Delivery, P4K, PKP, UPKD, Koptan dll. Kebijakan untuk mendorong
penumbuhan LKM yang berasal dari embrio LKM merupakan peningkatan
konsep pemberdayaan kelompok sehingga menjadi melembaga melalui
atau dalam bentuk training pendampingan sampai pada
titik penguatan modal kerja.

4. Kredit UMKM
a. Skim Kredit Program yang Dikeluarkan Pemerintah
Keberhasilan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia
tidak terlepas dari dukungan dan peran pemerintah dalam mendorong
penyaluran kredit kepada UMKM. Berbagai skim kredit/pembiayaan
UMKM diluncurkan oleh pemerintah dikaitkan dengan tugas dan program
pembangunan ekonomi pada sektor-sektor usaha tertentu, misalnya ketahanan
pangan, perternakan dan perkebunan. Peran pemerintah dalam skim-skim
kredit UMKM ini adalah pada sisi penyediaan dana APBN untuk subsidi bunga

Manajemen Agribisnis:
96 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
skim kredit dimaksud, sementara dana kredit/pembiayaan seluruhnya (100%)
berasal dari bank-bank yang ditunjuk pemerintah sebagai bank pelaksana.
Selain itu pemerintah berperan dalam penyiapan UMKM agar dapat dibiayai
dengan skim dimaksud, menetapkan kebijakan dan prioritas usaha yang akan
menerima kredit, melakukan pembinaan dan pendampingan selama masa kredit,
dan memfasilitasi hubungan antara UMKM dengan pihak lain.
Dewasa ini skim kredit yang sangat familiar di masyarakat adalah Kredit
Usaha Rakyat (KUR), yang khusus diperuntukkan bagi UMKM dengan
kategori usaha layak, namun tidak mempunyai agunan yang cukup dalam rangka
persyaratan Perbankan. KUR adalah Kredit/pembiayaan kepada UMKM dan
Koperasi yang tidak sedang menerima Kredit/Pembiayaan dari Perbankan
dan/atau yang tidak sedang menerima Kredit Program dari Pemerintah pada
saat permohonan Kredit/Pembiayaan diajukan. Tujuan akhir diluncurkan
Program KUR adalah meningkatkan perekonomian, pengentasan kemiskinan
dan penyerapan tenaga kerja.
• Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE)
• Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan
(KPEN-RP)
• Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS)
• Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Table 5.1 Kredit Ketahanan Pangan dan Energi


KKPE adalah Kredit investasi dan/atau modal kerja yang diberikan
Defi nisi dalam rangka mendukung program ketahanan pangan, dan diberikan
melalui Kelompok Tani dan/atau Koperasi.
1. padi, jagung, kedelai, ubi jalar, tebu, ubi kayu, kacang tanah,
sorgum.
2. hortikultura (cabe, bawang merah, jahe, kentang dan pisang),
pengadaan pangan (gabah, jagung, kedelai).
3. peternakan sapi potong, sapi perah, pembibitan sapi, ayam
Usaha yang ras petelur, ayam ras pedaging,ayam buras, itik dan burung
Dibiayai puyuh, pengkapan
4. Penangkapan Ikan, Budidaya Udang, Nila, Gurame, Patin,
Lele, Kerapu Macan, Ikan Mas dan pengembangan rumput
Laut
5. Pengadaan/peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain
untuk menunjang kegiatan di atas.
Jangka Waktu
Tidak Terbatas
Proyek
Sumber Dana Bank Pelaksana 100%

97Pembiayaan
Agribisnis
1. untuk petani, peternak, pekebun, nelayan, dan pembudidaya
ikan paling tinggi sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah);
2. untuk koperasi dalam rangka pengadaan pangan (gabah,
Plafon Kredit jagung, dan kedelai) paling tinggi sebesar Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah);
3. untuk kelompok tani dalam rangka pengadaan/ peremajaan
peralatan, mesin, dan sarana lain paling tinggi sebesar
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
1. Tebu, maksimal sebesar suku bunga penjaminan Bank (LPS)
Suku Bunga + 5%
Kredit 2. Komoditas lain, maksimal sebesar suku bunga penjaminan
Bank (LPS) + 6%
1. Tebu : 7% p.a.
Suku Bunga Komoditas lain : 6% p.a.
2. (ditinjau setiap 6 bln, ditetapkan oleh Menkeu)
Petani/Peternak
Jangka Waktu
Maksimal 5 tahun
Kredit
1. Kementerian Keuangan: penyediaan dana APBN untuk
subsidi bunga, menunjuk Bank Pelaksana, persetujuan plafon
KKPE masing-masing Bank
2. Mentan : pembinaan dan pengendalian
3. Gubernur :pembinaan dan pengendalian
4. Bupati/Walikota : pembinaan dan pengendalian, monitoring
Peran dan evaluasi
Pemerintah Dinas Teknis : mengkoordinir,memonitor, mengevaluasi
5. penyaluran dan pemanfaatan KKPE, menginventarisasi
kelompok tani yang memerlukan KKPE, membimbing
kelompok tani dalam menyusun RDKK, menandatangani dan
bertanggungjawab atas kebenaran RDKK Kelompok Tani,
membimbing dan memantau kelompok tani
Target Realisasi Komitmen pendanaan oleh Bank : Rp 37,8 triliun
Daerah Sumut,Sumbar,Sumsel, Jabar, Jatim, Jateng, Bali, Sulsel, Kalsel, Papua,
Riau
Realisasi
BRI, BNI, Bank Mandiri, Bank Bukopin, BCA, Bank Agroniaga, BII,
Bank CIMB Niaga, Bank Artha Graha, BPD Sumut, BPD Sumbar,
Bank Pelaksana BPD Sumsel, BPD Jabar, BPD Jateng, BPD DIY, BPD Jatim, Bank Bali,
BPD Sulsel, BPD Kalsel, BPD Papua, BPD Riau

1. Bank kesulitan memilih debitur yang layak


2. Debitur tidak dapat menyediakan agunan
3. Adanya batasan bahwa KKPE hanya disalurkan melalui
Permasalahan Kelompok Tani dan/atau Koperasi..
4. KKPE tidak dapat digunakan untuk membiayai peralatan/
mesin untuk penangkapan dan budidaya ikan

Manajemen Agribisnis:
98 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Tabel 5.2 Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan
KPEN-RP adalah Kredit yang diberikan dalam rangka mendukung
Defi nisi program pengembangan tanaman bahan baku bahan bakar nabati dan
Program Revitalisasi Pertanian
Perluasan, rehabilitasi, dan peremajaan tanaman kelapa sawit, karet dan
Usaha yang
Dibiayai kakao.

Jangka Waktu 2010, diusulkan diperpanjang s.d 2014


Proyek
Sumber Dana Bank Pelaksana 100%
Plafon Kredit Ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perkebunan

Suku Bunga maksimal sebesar suku bunga penjaminan Bank (LPS) + 5%


Kredit
1. kelapa sawit dan kakao: 7% p.a.,
2. karet 6% p.a.
Suku Bunga
Petani/Peternak (ditinjau setiap 6 bln, atas dasar kesepakatan Pemerintah dan
Bank Pelaksana)
1. kelapa sawit dan kakao 13 tahun,
Jangka Waktu
Kredit 2. karet 15 tahun
1. Bupati/Walikota cq Kepala Dinas Perkebunan : menunjuk
calon petani peserta, mengusulkan calon mitra usaha melalui
Gubernur
Peran
Pemerintah 2. Dirjen Perkebunan : penunjukan mitra usaha
3. Kementerian Keuangan: penyediaan dana APBN untuk subsidi
bunga, menunjuk Bank Pelaksana
Komitmen pendanaan oleh Bank : Rp 38,60 triliun
Target Realisasi
Sumut, Sumbar, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumsel,Babel, Lampung, Jabar,
Daerah Realisasi Kalbar, Kalteng,Kalsel,Kaltim,Sulut, Sulteng, Sulbar,Sulsel, Sultra,
Maluku, Papua,Papua Barat

BRI, BNI, Bank Mandiri, Bank Bukopin, Bank Agroniaga, BII, Bank
Bank Pelaksana CIMB Niaga, Bank Artha Graha, Bank Mega, BPD Sumut, BPD Sumbar,
BPD Sumsel, BPD Aceh, BPD Kaltim, BPD Papua, BPD Riau

99Pembiayaan
Agribisnis
1. Adanya isu-isu negatif tentang perkebunan kelapa sawit yang
dianggap dapat merusak lingkungan sehingga berkembang
pemboikotan produk kelapa sawit dari Indonesia
2. Permasalahan yang terkait dengan lahan, antara lain mengenai
Rencana Tata Ruang dan Wilayah, kenaikan biaya sertifi kasi
lahan, lambatnya proses sertifi kasi lahan, lahan sudah tumpang
tindih dengan lahan masyarakat, lahan areal proyek dikuasai
pihak lain.
3. Terbatasnya jumlah perusahaan yang layak menjadi mitra
(perusahaan inti)
4. Petani Peserta dan Koperasi belum ada dan belum memiliki
kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian kerjasama
Permasalahan
dalam hal : pembagian luas lahan, pembangunan kebun,
pemeliharaan dan mengolah TBS
5. Bank Pelaksana belum dapat menyalurkan KPEN-RP yang
belum memenuhi kelengkapan administrasi : penetapan
peserta oleh Bupati; Rekomendasi calon perusahaan mitra dari
Bupati dan Gubernur; Perjanjian Kerjasama petani, koperasi,
perusahaan Mitra; Perijinan,legalitas perusahaan, ijin lokasi
lahan dan feasibility study.
6. Lambatnya proses penetapan daftar nominatif petani di tingkat
Kabupaten
7. Kurangnya koordinasi dinas terkait dengan Bank Pelaksana
8. Masih kurangnya tenaga pendamping untuk membina kelompok

Tabel 5.3 Kredit Usaha Pembibitan Sapi


KUPS adalah Kredit yang diberikan kepada bank pelaksana kepada
Defi nisi Pelaku Usaha Pembibitan Sapi
usaha pembibitan sapi untuk produksi sbibit sapi potong atau bibit sapi
Usaha yang
perah yang dilengkapi nomor identifi kasi berupa microchips
Dibiayai
Jangka Waktu 2014
Proyek
Sumber Dana Bank Pelaksana 100%
Maksimal Rp 66.315.000.000,00 per pelaku usaha (perusahaan
Plafon Kredit pembibitan, koperasi, kelompok/gabungan kelompok peternak)

Suku Bunga maksimal sebesar suku bunga penjaminan Bank (LPS) + 6%


Kredit
Suku Bunga maksimal 5% p.a.
Petani/Peternak
Jangka Waktu Paling lama 6 tahun, dengan masa tenggang 24 bulan
Kredit

Manajemen Agribisnis:
100 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
1. Kementerian Keuangan : menetapkan Bank Pelaksana,
melakukan kerjasama dengan Bank Pelaksana, menetapkan
plafon per Bank, menyediakan dan membayar subsidi bunga,
menilai kepatuhan penyaluran KUPS
2. Mentan,Menkeu, Gubernur, Bupati/ Walikota : pembinaan dan
Peran pengendalian pelaksanaan KUPS
Pemerintah Dinas Kab/Kota: memberikan rekomendasi perusahaan
3.
pembibitan, koperasi,kelompok/gab.kelompok sebagai peserta
KUPS, mengetahui kontrak kemitraan, monitoring dan evaluasi,
menyampaikan laporan kepada Dinas Prov.
Ditjen Peternakan : melakukan monitoring dan evaluasi
4.
Target Realisasi 200.000 ekor per tahun
Daerah Realisasi Jatim,NTB, DIY, Jateng
BRI, BNI, Bank Bukopin, Bank Jatim, Bank Jateng, BPD DIY, Bank
Bank Pelaksana Nagari, Bank Bali
1. Persyaratan administrasi yang diminta perbankan untuk
mengakses KUPS sangat rumit.
2. Pembayaran subsidi 6 bulan sekali memberatkan bagi Bank
Permasalahan
Pelaksana, sehingga ada usulan untuk pembayaran subsidi
dilaksanakan 3 bulan sekali.

Tabel 5.4 Kredit Usaha Rakyat


KUR adalah Kredit/pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi yang
tidak sedang menerima Kredit/Pembiayaan dari Perbankan dan/
atau yang tidak sedang menerima Kredit Program dari Pemerintah,
Defi nisi pada saat permohonan Kredit/Pembiayaan diajukan, yang dibuktikan
dengan hasil Sistem Informasi Debitur dikecualikan untuk jenis
KPR, KKB, Kartu Kredit dan Kredit Konsumtif lainnya.
Usaha produktif
Usaha yang Dibiayai
Jangka Waktu 2014
Proyek
Sumber Dana Bank Pelaksana 100%
1. KUR Mikro plafon maksimal Rp5.000.000,00
Plafon Kredit 2. KUR Retail plafon maksimal Rp 500.000.000,00
1. KUR Mikro : 22% p.a.
Suku Bunga Kredit 2. KUR Retail : 14% p.a.

Suku Bunga Petani/ -


Peternak
1. KMK maksimal 3 tahun dan dapat diperpanjang menjadi 6 tahun
Jangka Waktu
2. KI maksimal 5 tahun dan dapat diperpanjang sampai 10 tahun
Kredit

101Pembiayaan
Agribisnis
1. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian :
menunjuk Bank Pelaksana
2. Kementerian Keuangan : menyediakan dana APBN dan
membayar subsidi untuk IJP
3. Kementerian teknis : Mempersiapkan UMKM dan
Peran Pemerintah Koperasi untuk dapat dibiayai dengan KUR, menetapkan
kebijakan dan prioritas usaha yang akan menerima kredit,
melakukan pembinaan dan pendampingan selama masa
kredit,memfasilitasi hubungan antara UMKM dengan pihak
lain (misal :persh inti)
Rp 20 triliun per tahun
Target Realisasi
Seluruh propinsi
Daerah Realisasi
BRI, Bank Mandiri, BNI, BTN, Bank Bukopin, Bank Syariah
Mandiri,13 BPD (Bank DKI, Bank Nagari, Bank Jabar Banten, Bank
Jateng, BPD DIY, Bank Jatim, Bank NTB, Bank Kalbar, BPD Kalsel,
Bank Pelaksana
Bank Kalteng, Bank Sulut, Bank Maluku dan Bank Papua)

1. Sosialiasi kepada masyarakat masih kurang


2. Suku bunga KUR masih dirasakan cukup tinggi
3. Keterlambatan pembayaran klaim dari Lembaga Penjamin
4. Kesulitan mencari debitur yang sesuai dengan kriteria dan
Permasalahan
persyaratan
5. Terdapat dispute terhadap beberapa ketentuan KUR.

5. Perkembangan Skim Kredit di Indonesia


Pada perkembangannya untuk mengatasi keterbatasan permodalan
dan lemahnya kelembagaan petani yang masih belum teratasi, Kementerian
Pertanianmengembangkan lagi fasilitas pembiayaan bentuk program skim
kredit dalam bentuk skim kredit program dengan subsidi bunga dan penjaminan
serta pelaksanaan pemberdayaan petani. Skim kredit program yang telah
dikembangkan seperti Kredit Ketahanan Pangan (KKP) kemudian diubah
menjadi Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E), Kredit Pengembangan
EnergiNabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP), Kredit Usaha
Pembibitan Sapi(KUPS), dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). KKP-E, KPEN-
RP, KUPS adalah skimkredit program dengan subsidi bunga, sementara KUR
adalah skim kreditprogram dengan penjaminan. Dana kredit sepenuhnya
berasal dari BankPelaksana.
Berdasarkan laporan yang ada, tingkat realisasi penyerapan skim kredit
program KKP-E tersebut rata-rata masih rendah, berkisar 20% per tahun dari total
komitmen bank pelaksana sebesar Rp. 8,779 triliun. Komitmen bank dan realisasi
serapan KPEN-RP secara kumulatif (2007 - 2011) per Oktober 2011 sebesar

Manajemen Agribisnis:
102 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Rp.1,818 triliun. Sedangkan komitmen bank dan realisasi serapan KUPS secara
kumulatif (2009-2011) per Oktober 2011 sebesar Rp.391,543 miliar.

Tabel 5.5 Skim Kredit dan Cakupan Komoditas


Komitmen %Terhadap
Skim Cakupan Realisasi Komitmen
No. Bannk Bank
Kredit Komoditas (Rp. Triliun)
(Rp. Triliun)

Tan, Pangan 18,1


holtikultura,
1 KKP_E perkebunan, 8,779 1,589
peternakan,
pengadaan sawah 4,7

KPEN_ Sawit, kakao,


2 38,603*) 1,818 10,1
RP karet

3 KUPS Pembibitan sapi 3,882*) 0,392 16,4

Semua usaha
4 KUR produktif semua 20,000 3,993**)
sektor
Keterangan :*) Komitmen bank untuk KPEN th. 2007 – 2014 dan KUPS th. 2009 – 2014
**) Revitalisasi KUR untuk sektor pertanian. Realisasi KUR untuk semua sektor usaha Rp 24,404 triliun

Berdasarkan hasil evaluasi sampai dengan tahun 2011 masih ditemukan


rendahnya tingkat serapan kredit program tersebut yang disebabkan beberapa
faktor antara lain :1) usaha pertanian dianggap perbankan mempunyai risiko
yang tinggi, 2) terbatasnya penyediaan agunan yang dimiliki petani seperti
sertifi kat lahan yang dipersyaratkan perbankan, 3) perbankan menerapkan
prinsip kehatihatian mengingat risiko sepenuhnya ditanggung perbankan
(kecuali KUR) dan 4)khusus calon debitur KPEN-RP masalah status lahan belum
bersertifi kat dan sebagain provinsi/kabupaten/kota belum memiliki RTRWP/
RTRWK, 5) untukKUR sektor pertanian sudah disediakan penjaminan sebesar
80 % namun sukubunga yang dibebankan petani cukup tinggi untuk KUR
mikro (<Rp. 20 juta) maksimum 22% dan KUR ritel (>Rp.20 juta) maksimum
14 % per tahun.
Sebagai penanggulangan terhadap masalah tersebut dan dengan menyadari
bahwa mayoritas petani memiliki skala usaha yang kecil, akses terbatas dan
posisi tawar yang lemah di pasar, Kementerian Pertanian melakukan kegiatan
pemberdayaan kelembagaan petani antara lain melalui Lembaga Mandiri
yangMengakar di Masyarakat (LM3) dan Kelompok Tani/Gabungan Kelompok
Tani(Gapoktan). Sejak pelaksanaan kegiatan LM3 tahun 2007, Kementerian

103
Pertanian setiap tahunnya telah melakukan kegiatan pemberdayaan petani rata-
rata untuk1.300 LM3. Pada tahun 2011 kegiatan pemberdayaan dilaksanakan
pada 1.033LM3. Pengembangan Usaha Agribisnis pedesaan (PUAP) merupakan
programterobosan Kementerian Pertanian untuk mengentaskan masyarakat dari
kemiskinan dan pengangguran di perdesaan serta meningkatkan kemampuan
dan keterampilan anggota Gapoktan sebagai pelaku usaha agribisnis.Pada
tahun 2011,dari target 10.000 desa, kegiatan PUAP berhasil dilaksanakan di
9.096Desa/Gapoktan.

B. Lembaga Pembiayaan Agribisnis


Lembaga pembiayaan agribisnis memegang peranan sangat penting dalam
mengembangkan usaha agribisnis, terutama dalam penyediaan modal investasi
dan modal kerja, mulai dari sektor hulu sampai hilir. Pembiayaan bukan
hanya dilakukan untuk produsen primer (usaha tani, perkebunan, peternakan,
perikanan,dan perhutanan), melainkan juga usaha yang ada di hulu dan hilir.
Usaha di hulu dan hilir tersebut perlu dibiayai untuk memperlancar arus
distribusi dan penyediaan input-input pertanian, seperti usaha pembibitan dan
penyediaan pupuk, industri peralatan pertanian, dan lembaga jasa distribusi
input-input dan peralatan pertanian. Pembiayaan di hilir, lembaga-lembaga
pemasaran (pedagang perantara) harus dibiayai untuk memperlancar arus
distribusi dari produsen menuju konsumen.
Lembaga pembiayaan diperlukan untuk memperlancar perkembangan
usaha-usaha jasa distribusi, terutama bisnis informal yang memiliki permasalahan
pada terbatasnya modal operasi sementara skema kredit usaha kecil (KUK)
yang diintroduksi pemerintah masih sulit disentuh oleh para informal bisnis
tersebut. Syarat-syarat yang diajukan masih dirasa berat sehingga hanya pelaku
bisnis yang memiliki aset yang mampu menggapai lembaga pembiayaan tersebut
sehingga semakin memperlebar kesenjangan antara pelaku agribisnis yang sudah
memiliki aset dan yang tidak. Dengan demikian, penataan lembaga-lembaga
pembiayaan agribisnis perlu segera dilakukan, terutama dalam membuka akses
yang seluas-luasnya bagi pelaku bisnis kecil dan menengah yang tidak memiliki
aset yang cukup guna diagunkan guna memperoleh pembiayaan usaha. Berikut
ini adalah beberapa contoh lembaga pembiayaan agribisnis.
1. Bank Komersial
Merupakan sumber utama dari dana pinjaman hampir semua agribisnis.
Bank-bank ini menyediakan 80% dari dana pinjaman, kecuali kredit
perdagangan.

Manajemen Agribisnis:
104 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
2. Perusahaan Asuransi
Hampir semua perusahaan asuransi tertarik pada pinjaman jangka
menengah dan jangka panjang untuk pembelian aktiva tetap, seperti barang
tidak bergerak.
3. Lembaga Keuangan Komersial
Merupakan badan keuangan yang mengkhususkan aktivitasnya pada bidang
pinjaman bisnis dan komersial. Lembaga ini lebih berani mengambil risiko
ketimbang bank.
4. Peminjaman oleh Koperasi
Koperasi agribisnis dapat meminjam dari bank koperasi yang merupakan
bagian dari sistem kredit usaha tani.

C. Pengukuran Kinerja Usaha


Tujuan evaluasi atau pengukuran kinerja adalah untuk memperbaiki
atau meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja dari SDM
organisasi.Secara lebih spesifi k, tujuan dari evaluasi kinerja sebagaimana
dikemukakanAgus Sunyoto (1999: 1) adalah sebagai berikut.
1. Meningkatkan saling pengertianantara karyawan tentang persyaratan
kinerja.
2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehinggamereka
termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-
kurangnyaberprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu.
3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan
dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karier atau terhadap
pekerjaan yang diembannya sekarang.
4. Mendefi nisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan,sehingga
karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya.
5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan
kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui
rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah.
Schuler dan Jackson dalam bukunya yang berjudul Manajemen Sumber
Daya Manusia Edisi Keenam, Jilid Kedua pada tahun 1996 menjelaskan bahwa
sebuah studi yang dilakukan akhir-akhir ini mengidentifi kasi ada dua puluh
macam tujuan informasi kinerja yang berbeda-beda, yangdapat dikelompokkan
dalam empat macam kategori, yaitu sebagai berikut.
1. Evaluasi yang menekankan perbandingan antar-orang.
2. Pengembangan yang menekankan perubahan-perubahan dalam diri
seseorang dengan berjalannya waktu.

105
3. Pemeliharaan sistem.
4. Dokumentasi keputusan-keputusan sumber daya manusia bila terjadi
peningkatan.
Efektivitas dari penilaian kinerja di atas yang dikategorikan dari dua puluh
macam tujuan penilaian kinerja ini tergantung dalam sasaran bisnis strategis yang
ingin dicapai. Oleh sebab itu penilaian kinerja diintegrasikan dengan sasaran-
sasaran strategis karena berbagai alasan (Schuler&Jackson ,1996: 48),yaitu:
1. Mensejajarkan tugas individu dengan tujuan organisasi yaitu, menambahkan
deskripsi tindakan yang harus diperlihatkan karyawan dan hasil-hasil yang
harus mereka capai agar suatu strategi dapat hidup.
2. Mengukur kontribusi masing-masing unit kerja dan masing-masing
karyawan.
3. Evaluasi kinerja memberi kontribusi kepada tindakan dan keputusan-
keputusan administratif yang mempertinggi dan mempermudah strategi.
4. Penilaian kinerja dapat menimbulkan potensi untuk mengidentifi kasi
kebutuhan bagi strategi dan program-program baru.
Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan sistem
penilaian (rating) yang relevan. Rating tersebut harus mudah digunakan
sesuai dengan yang akan diukur, dan mencerminkan hal-hal yang memang
menentukan kinerja, Werther dan Davis (1996:346). Pengukuran kinerja juga
berarti membandingkan antara standar yang telah ditetapkan dengan kinerja
sebenarnya yang terjadi.
Pengukuran kinerja dapat bersifat subyektif atau obyektif. Obyektif
berarti pengukuran kinerja dapat juga diterima, diukur oleh pihak lain selain
yang melakukan penilaian dan bersifat kuantitatif. Sedangkan pengukuran yang
bersifat subyektif berarti pengukuran yang berdasarkan pendapat pribadi atau
standar pribadi orang yang melakukan penilaian dan sulit untuk diverifi kasi
oleh orang lain.
Setelah menetapkan standar pengukuran, kemudian mulailah dikumpulkan
data-data yang diperlukan. Data-data dapat dikumpulkan dengan melakukan
wawancara, survei langsung, atau meneliti catatan pekerjaan dan lain sebagainya.
Data-data tersebut dikumpulkan dan dianalisa apakah ada perbedaan antara
standar kinerja dengan kinerja aktual.
Banyak metode dalam penilaian kinerja yang bisa dipergunakan, namun
secara garis besar dibagi menjadi dua jenis, yaitu past oriented appraisal methods
(penilaian kinerja yang berorientasi pada masa lalu) dan future oriented appraisal
methods (penilaian kinerja yang berorientasi ke masa depan), (Werther dan
Davis, 1996:350).

Manajemen Agribisnis:
106 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Past based methods adalah penilaian kinerja atas kinerja seseorang dari
pekerjaan yang telah dilakukannya. Kelebihannya adalah jelas dan mudah
diukur, terutama secara kuantitatif. Kekurangannya adalah kinerja yang diukur
tidak dapat diubah sehingga kadang-kadang justru salah menunjukkan seberapa
besar potensi yang dimiliki oleh seseorang. Selainitu, metode ini kadang-kadang
sangat subyektif dan banyak biasnya.
Future basedmethods adalah penilaian kinerja dengan menilai seberapa
besar potensi pegawai dan mampu untuk menetapkan kinerja yang diharapkan
pada masa datang. Metode ini juga kadang-kadang masih menggunakan past
method.Catatan kinerja juga masih digunakan sebagai acuan untuk menetapkan
kinerja yang diharapkan. Kekurangan dari metode ini adalah keakuratannya,
karena tidak ada yang bisa memastikan 100% bagaimana kinerja seseorang
pada masa datang.
Pengklasifi kasian pendekatan penilaian kinerja oleh Wherther di atas
berbeda dengan klasifi kasi yang dilakukan oleh Kreitner dan Kinicki (2000).
Berdasarkan aspek yang diukur, Kreitner dan Kinicki mengklasifi kasikan
penilaian kinerja menjadi tiga, yaitu: pendekatan trait, pendekatanperilaku
dan pendekatan hasil. Pendekatan trait adalah pendekatan penilaian kinerja
yang lebih fokus pada orang. Pendekatan ini melakukan perankingan terhadap
trait atau karakteristik individu seperti inisiatif, loyalitas dan kemampuan
pengambilan keputusan. Pendekatan trait memiliki kelemahan karena ketidak
jelasan kinerja secara nyata. Pendekatan perilaku, pendekatan ini lebih fokus
pada proses dengan melakukan penilaiankinerja berdasarkan perilaku yang
tampak dan mendukung kinerja seseorang. Sedangkan pendekatan hasil adalah
pendekatan yang lebih fokus pada capaian atau produk. Metode penilaian
kinerja yang menggunakan pendekatan hasil seperti metode Management by
Objective (MBO), (Kreitner dan Kinicki, 2000:303-304).
Metode-metode penilaian kinerja yang sesuai dengan pengkategorian
dua tokoh di atas yang paling banyak digunakan menurut Mondy dan Noe
(1993:402-414) adalah:
Written Essays, merupakan teknik penilaian kinerja yaitu evaluator menulis
deskripsi mengenai kekuatan pekerja, kelemahannya, kinerjanya pada masa lalu,
potensinya dan memberikan saran-saran untuk pengembangan pekerja tersebut.
Critical Incidents, merupakan teknik penilaian kinerja yaitu evaluator
mencatat mengenai apa saja perilaku/pencapaian terbaik dan terburuk
(extremely good or bad behaviour) pegawai.

107
Graphic Rating Scales, merupakan teknik penilaian kinerja yaitu evaluator
menilai kinerja pegawai dengan menggunakan skala dalam mengukur faktor-
faktor kinerja (performance factor). Misalnya adalah dalam mengukur tingkat
inisiatif dan tanggung jawab pegawai.Skala yang digunakan adalah 1 sampai 5,
yaitu 1 adalah yang terburuk dan 5 adalah yang terbaik. Jika tingkat inisiatif dan
tanggung jawab pegawai tersebutbiasa saja, misalnya, maka ia diberi nilai 3 atau
4 dan begitu seterusnya untuk menilai faktor-faktor kinerja lainnya. Metode ini
merupakan metodeumum yang paling banyak digunakan oleh organisasi.
Behaviourally Anchored Rating Scales (BARS), merupakan teknik penilaian
kinerja yaitu evaluator menilai pegawai berdasarkan beberapa jenis perilaku kerja
yang mencerminkan dimensi kinerja dan membuat skalanya. Misalnya adalah
penilaian pelayanan pelanggan. Jika pegawaibagian pelayanan pelanggan tidak
menerima suap dari pelanggan, ia diberi skala 4 yang berarti kinerja lumayan.
Bila pegawai itu membantu pelanggan yang kesulitan atau kebingungan, ia
diberi skala 7 yang berarti kinerjanya memuaskan, dan seterusnya. Metode ini
mendeskripsikan perilaku yang diharapkan sesuai dengan tingkat kinerja yang
diharapkan.Padacontoh di atas, nilai 4 dideskripsikan dengan tidak menerima
suap dari pelanggan. Nilai 7 dideskripsikan dengan menolong pelanggan yang
membutuhkan bantuan. Dengan mendeskripsikannya, metode ini mengurangi
bias yang terjadi dalam penilaian.
Multiperson Comparison, merupakan teknik penilaian kinerja yaitu
seorang pegawai dibandingkan dengan rekan kerjanya. Biasanya dilakukan
oleh supervisor. Ini sangat berguna untuk menentukan kenaikan gaji (merit
system), promosi, dan penghargaan perusahaan.
Management By Objectives. Metode ini juga merupakan penilaian kinerja,
yaitu pegawai dinilai berdasarkan pencapaiannya atas tujuan-tujuan spesifi k
yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuan-tujuan ini tidak ditentukan oleh
manajer saja, melainkan ditentukan dan disepakati bersama oleh para pegawai
dan manajer.
Setiap metode di atas memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-masing,
sehingga tidak baik bagi organisasi untuk menggantungkan penilaian kinerjanya
hanya pada satu jenis metode saja. Sebaiknya, organisasi menggabungkan
beberapa metode yang sesuai dengan lingkup organisasinya, Mondy dan Noe
(1993: 414).
Ada beberapa jenis penilaian kinerja karyawan seperti system tradisional,
penilaian diri, penilaian oleh atasan, dan penilaian 360 derajat(umpan balik).
Penilaian kinerja karyawan umumnya dilakukan secaraformal atau terstruktur.
Apabila dilakukan secara informal, manajer dapat bertemu dengan para

Manajemen Agribisnis:
108 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
anggota tim untuk mendiskusikan kinerja karyawan dalam periode tertentu
dalam suasana rileks dan tidak kaku. Baik secaraformal maupun informal, perlu
ditelaah beragam faktor yang berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
Perlu dinilai apakah keterkaitan tujuan perusahaan dan tujuan karyawan
telah tercapai. Perlu dilakukan bagaimana menyediakan unsur pendukung agar
kedua tujuan itu tercapai. Bagaimana secara rutin dilakukan penelaahan apa
yang telah dicapai karyawan dan kelompok karyawan tanpa harus menunggu
timbulnya masalah. Selain itu penilaian termasuk dengan cara diskusi pun
dilakukan untuk merumuskan harapan-harapan masa depan dan faktor-faktor
apa saja yang perlu diperbaiki dan dikembangkan.Apabila dianggap perlu ada
peninjauan kembali tujuan yangtelah disusun dan menyusun langkah-langkah
operasional yang lebih efektif. Karena itu perlu ada manajemen penilaian kinerja
yang sistematis.

Menetapkan Standar
terhadap suatu jabatan

Mendiskusikan hasil
Menilai kinerja
dengan pegawai pegawai

Gambar 5.1 Proses Penyusunan Penilaian Kinerja


Proses penyusunan penilaian kinerja menurut Mondy dan Noe(1993:398)
terbagi dalam beberapa tahapan kegiatan yang ditunjukkan dalam gambar di
atas. Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menyusun sistem penilaian
kinerja yaitu harus digali terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai oleh
organisasi dengan adanya sistem penilaian kinerja yang akan disusun. Hal ini
menjadi penting karena dengan mengetahui tujuan yang ingin dicapai akan
lebih memudahkan dalam menentukan desain penilaian kinerja.
Langkah yang kedua, menetapkan standar yang diharapkan dari suatu
jabatan, sehingga akan diketahui dimensi-dimensi apa saja yang akan diukur
dalam penilaian kinerja. Dimensi-dimensi tersebut tentunya harus sangat
terkait dengan pelaksanaan tugas pada jabatan itu. Tahap ini biasanya dapat
dilakukan dengan menganalisa jabatan (job analysis) atau menganalisa uraian
tugas masing-masing jabatan.

109
Setelah tujuan dan dimensi yang akan diukur dalam penilaian kinerja
diketahui, maka langkah selanjutnya yaitu menentukan desain yang sesuai
untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Penentuan desain penilaian kinerja
ini harus selalu dikaitkan dengan tujuan penilaian. Hal ini karena tiap-tiap
desain penilaian kinerja memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-masing.
Sebagai contoh, penilaian kinerja yang dilakukan untuk menentukan besaran
gaji pegawai dengan penilaian kinerja yang bertujuanhanya untuk mengetahui
kebutuhan pengembangan tentunya memiliki desain yang berbeda.
Langkah berikutnya adalah melakukan penilaian kinerja terhadap pegawai
yang menduduki suatu jabatan. Penilaian kinerja ini dapat dilakukan oleh
atasan saja, atau dengan sistem 360 o . Penilaian dengan sistem 360 o maksudnya
adalah penilaian satu pegawai dilakukan oleh atasan,rekan kerja yang sejajar/
setingkat, dan bawahannya.
Hasil dari penilaian kinerja, selanjutnya dianalisa dan dikomunikasikan
kembali kepada pegawai yang dinilai agar mereka mengetahui kinerjanya
selama ini serta mengetahui kinerja yang diharapkan oleh organisasi. Evaluasi
terhadap sistem penilaian kinerja yang telah dilakukan juga dilaksanakan pada
tahap ini. Apakah penilaian kinerja tersebut sudah dapat mencapai tujuan dari
diadakannya penilaian kinerja atau belum. Apabila ternyata belum, maka harus
dilakukan revisi atau mendesain ulang sistem penilaian kinerja.
Penilaian kinerja dimulai dengan pegumpulan data kinerja para pegawai
sepanjang masa evaluasi kinerja. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi
tentang apa yang dilakukan para karyawan. Penilai mengobservasi indikator
kinerja karyawan kemudian membandingkannya dengan standar kinerja
karyawan. Dalam mengobservasi, penilai mengumpulkan data kinerja ternilai
dan melakukan dokumentasi yang akurat, yaitu mencatat dalam buku kerjanya
atau dalam instrumen khusus untuk mencatat hasil observasi.
Lembaga atau perusahaan tertentu sering menggunakan alat elektronik,
alat absensi, dan komputer untuk menghitung jumlah produksi karyawan atau
alat perekam untuk merekam percakapan seorang pegawai dalam melayani
nasabahnya. TNI, Polri, dan anggota provos mengobservasi apa yang dilakukan
para anggota, kemudian melaporkannya kepada komandan sebagai bahan
penilaian kinerja.
Penilaian kinerja dilakukan secara formatif dan sumatif. Penilaian kinerja
formatif adalah penilaian kinerja ketika para karyawan sedang melakukan
tugasnya. Evaluasi formatif bertujuan untuk mencari ketimpangan antara kinerja

Manajemen Agribisnis:
110 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
karyawan dibandingkan dengan standar kinerjanya pada waktu tertentu. Jika
terjadi ketimpangan atau peyimpangan dari kinerja yang diharapkan, koreksi
akan segera dilakukan. Misalnya, pada bulan Mei seharusnya seorang tenaga
pemasaran harus dapat menjual produk sejumlah 500 unit produk. Ketika
dilakukan evaluasi formatif, ia baru menjual 400 unit produk. Ada ketimpangan
100 unit produk.Penilai mencari tahu mengapa terjadi penyimpangan tersebut.
Kemudian, ia melakukan koreksi agar target dapat tercapai. Koreksi berupa
supervise dan coaching, yaitu pelatihan yang bertujuan mengoreksi apa yang
dilakukan oleh karyawan yang tidak sesuai dengan standar kinerjanya. Evaluasi
formatif dilakukan beberapa kali sesuai dengan kebutuhan.
Penilaian sumatif dilakukan pada akhir periode penilaian. Dalam hal ini,
penilai membandingkan kinerja akhir karyawan dengan standar kinerjanya.
Selanjutnya, penilai mengisi instrumen evaluasi kinerja sebagai hasil akhir
penilaian kinerja. Hasil akhir tersebut diserahkan kepada ternilai dan dibahas
oleh ternilai dalam wawancara evaluasi kinerja.
Perusahaan harus mengembangkan sistem pembukuan yang memungkinkan
untuk menentukan keuntungan dan menilai kinerja secara keseluruhan.Semakin
besar perusahaan maka kompleksitas semakin tinggi dan hal ini memberikan
konsekuensi pada sistem pembukuan mulai dari sistem pembukuan yang
sederhana sampai sistem pembukuan yang rumit.Berikut ini uraian singkat
sistem pembukuan dasar dan pengukuran kinerja fi nansial sederhana yang
digunakan untuk usaha tani.
Beberapa buku yang harus disiapkan dalam membangun sistem
pembukuan, yaitu : buku kas, buku catatan biaya, dan buku catatan penjualan.
Buku kas adalah buku yang berfungsi untuk mencatat uang masuk dan keluar
dari kegiatan usaha tani.Buku kas dapat diadopsi dari rekening kas pada sistem
akuntansi. Buku kas diharapkan mampu untuk mengetahui dengan mudah hal-
hal berikut:
• Jumlah uang yang ada dapat diketahui setiap saat (setiap hari)
• Jumlah uang keluar dapat dijumlahkan (misalnya setiap bulan dan setiap
tahun)
• Jumlah uang masuk dapat dijumlahkan (misalnya setiap bulan dan setiap
tahun)
Dengan demikian saldo positif atau negatif dapat diketahui setiap bulan /
tahun. Berikut ini contoh bentuk buku kas.

111
Tabel 5.6. Contoh Buku Kas Kegiatan UKM
Uraian Masuk (RP) Keluar (Rp) Saldo (Rp)
Tanggal
Setoran modal usaha
500.000 500.000
1-2-2010 kripik
Membuat tungku, beli
200.000 300.000
1-2-2010 wajan dll
Pembelian pisang, 200.000 100.000
5-2-2010 minyak goring
Transportasi 10.000 90.000
5-2-2010 mengantar kripik
Upah harian tenaga 40.000 50.000
5-2-2010 kerja
350.000 400.000
5-2-2010 Penjualan kripik
Pembelian pisang, 150.000 250.000
8-2-2010
minyak dll
Transport mengantar 10.000 240.000
8-2-2010
keripik
Upah harian tenaga 40.000 200.000
8-2-2010
kerja 500.000
300.000
8-2-2010 Penjualan keripik
1.150.000 650.000 500.000
Jumlah
Keterangan :
• Dari catatan kas tersebut dapat diketahui saldo setiap hari, asalkan kita
rajin mencatat transaksi setiap hari.
• Setiap akhir bulan kas dapat dihitung jumlah uang masuk dan jumlah uang
keluar.
• Selisih uang masuk dan keluar harus sama dengan saldo uang pada saat
tanggal terakhir pencatatan.
• Perlu diingat bahwa saldo akhir bulan ini belum mencerminkan keuntungan
selama satu bulan, karena masih harus dihitung biaya lainnya, misalnya
biaya penyusutan peralatan (wajan dll).
Buku catatan biaya selama satu bulan terdiri dari biaya bahan, transportasi,
upah tenaga kerja (harian dan atau bulanan) dan penyusutan peralatan.Dalam
pencatatan biaya, hal yang penting untuk diketahui dan dicatat dalam transaksi
adalah penyusutan. Perhitungan biaya penyusutan untuk memperhitungkan
biaya dari penggunaan peralatan yang digunakan dalam jangka panjang (tidak
habis dalam satu kali proses produksi). Perhitungan ini penting agar keuntungan

Manajemen Agribisnis:
112 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
dapat dihitung secara tepat. Manfaat lain perhitungan penyusutan adalah
agar pengusaha dapat menyisihkan sebagian penerimaan untuk dipersiapkan
membeli peralatan baru jika umur ekonomisnya sudah habis. Oleh karena itu
pencatatan biaya perlu dirinci.

Tabel 5.7 Contoh Catatan Biaya Kegiatan Agroindustri (1 bulan)


Tanggal Uraian RP
5-2-2010 Pembelian pisang, minyak dll 200.000
5-2-2010 Transport mengantar keripik 10.000
5-2-2010 Upah harian tenaga kerja 40.000
8-2-2010 Pembelian pisang, minyak dll 150.000
8-2-2010 Transport mengantar kripik 10.000
8-2-2010 Upah harian tenaga kerja 40.000
……….. ……………………………………….. ………………
28-2-2010 Upah bulanan tenaga kerja 100.000
28-2-2010 Penyusutan wajan*) dll 10.000
Jumlah biaya 560.000
Keterangan *) :

Cara menghitung penyusutan peraltan adalah sebagai berikut :

Harga beli
Penyusutan = Umur ekonomis

Umur ekonomis adalah jangka waktu sejak pembelian sampai dengan


peralatan tidak dapat digunakan lagi (atau digunakan sudah tidak efektif lagi).
Misalnya wajan dibeli dengan harga Rp 200.000 dan taksiran umur ekonomisnya
20 bulan, maka diperhitungkan penyusutan wajan sabagai berikut.

Rp200.000
Penyusutan = = Rp10.000
20
Hal yang penting lainnya dalam sistem pembukuan adalah buku catatan
penjualan.Buku catatan penjualan berisikan transaksi penjualan selama kurun
waktu (satu bulan), semakin banyak transaksi semakin banyak catatan yang
harus dilakukan.

113
Tabel 5.8 Contoh Penjualan Kegiatan Agroindustri (1 bulan)
Tanggal Uraian Rp
5-2-2010 Penjualan keripik ke Kota Lumajang 350.000
8-2-2010 Penjualan keripik ke Ibu Enis 300.000
…………. ……………………………………… ……………………
28-2-2010 Penjualan keripik ke Senduro 400.000
Jumlah penjuualan 1 bulan 1.050.000

Jika semua biaya sudah dihitung secara rinci (jangan lupa penyusutan
peralatan) dan semua penerimaan dari hasil penjualan selama satu bulan sudah
dihitung maka perhitungan keuntungan usaha sangat mudah.Keuntungan
adalah selisih antara penerimaan dengan biaya.Hanya saja pengusaha pemula
seringkali melupakan perhitungan biaya penyusutan. Sesuai dengan contoh
di atas, maka keuntungan usaha selama satu bulan adalah Rp 1.050.000 – Rp
560.000 = Rp 490.000,-.

Manajemen Agribisnis:
114 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
PEMASARAN
BAB 6 AGRIBISNIS

Tujuan Instruksional:
Setelah mempelajari bab pemasaran dalam sistem agribisnis, pembaca
diharapkan memahami pengertian pemasaran termasuk konsep-konsep
didalam pemasaran, memahami perkembangan ilmu dan seni dari pemasaran
dan memahami peranannya dalam sistem agribisnis, memahami pula dari
saluran-saluran yang terjadi pada pemasaran agribisnis.

A. Pengertian Pemasaran
Berkembangnya suatu sistem ekonomi sebuah negara menyebabkan makin
kompleks dan terspesialisasinya proses produksi. Pusat-pusat produksi dengan
konsumen makin terpisah jauh satu sama lain. Akibatnya, sistem pemasaran
makin lama makin kompleks.
Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan pokok yang harus dilakukan
oleh para pengusaha termasuk pengusaha tani (agribusinessman) dalam
usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (survival), untuk
mendapatkan laba, dan untuk berkembang.Berhasil tidaknya usaha tersebut
sangat tergantung pada keahliannya di bidang pemasaran, produksi, keuangan,
dan sumber daya manusia.
Keahlian di bidang pemasaran harus dimulai dengan pengertian yang benar
tentang pemasaran. Berikut ini disajikan tiga pendapat tentang pemasaran
(marketing):
1. Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis
yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan
dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan, baik
kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial. (William J. Stanton,
1978)
2. Pemasaran adalah pelaksanaan kegiatan dunia usaha yang mengakibatkan
aliran barang dan jasa para produsen ke para konsumen. (The American
Marketing Association)

115
3. Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial di mana individu
dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan
menciptakan, menawarkan, dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama
lain. (Phillip Kotler, 1995).
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut berarti pemasaran terdiri dari
tindakan-tindakan yang menyebabkan berpindahnya hak milik atas barang serta
jasa dan yang menimbulkan distribusi fi sik mereka. Proses pemasaran meliputi
aspek fi sik dan nonfi sik. Aspek fi sik menyangkut perpindahan barang-barang
ke tempat di mana mereka dibutuhkan. Sedangkan aspek non fi sik dalam arti
bahwa para penjual harus mengetahui apa yang diinginkan oleh para pembeli
dan pembeli harus pula mengetahui apa yang dijual.

1. Konsep Pemasaran
Ada lima konsep pemasaran yang mendasari cara perusahaan melakukan
kegiatan pemasarannya.
a. Konsep Berwawasan Produksi
Konsep ini berpendapat bahwa konsumen akan memilih produk yang
mudah didapat dan murah harganya sehingga fokus utamanya adalah
meningkatkan efi siensi produksi dan memperluas cakupan distribusi.
b. Konsep Berwawasan Produk
Konsep ini berpendapat bahwa konsumen akan memilih produk yang
menawarkan mutu, kinerja terbaik dan hal-hal inovatif lainnya sehingga
fokus utamanya adalah membuat produk yang lebih baik dan berusaha
terus-menerus untuk menyempurnakannya.
c. Konsep Berwawasan Penjualan
Konsep ini berpendapat bahwa kalau konsumen dibiarkan saja maka
konsumen tidak akan membeli produk perusahaan dalam jumlah cukup.
Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan usaha penjualan dan promosi
yang agresif.
d. Konsep Berwawasan Pemasaran
Konsep ini berpendapat bahwa kunci untuk mencapai tujuan organisasi
terdiri dari penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran serta
memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efi sien
daripada pesaingnya.Konsep ini didasarkan pada empat sendi utama, yaitu
pasar sasaran, kebutuhan pelanggan, pemasaran yang terkoordinasi, serta
keuntungan.

Manajemen Agribisnis:
116 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
e. Konsep Berwawasan Pemasaran Bermasyarakat
Konsep ini berpendapat bahwa tugas perusahaan adalah menentukan
kebutuhan dan keinginan serta kepentingan pasar sasaran dan
memenuhinya dengan lebih efektif dan efi sien dari saingannya dengan
cara mempertahankan atau meningkatkan kesejahteraan konsumen dan
masyarakat.

2. Kegunaan (UTILITY)
Pemasaran agribisnis diawali dengan penyaluran sarana produksi
pertanian, diteruskan dengan produk bahan mentah pada tingkat pengusaha
tani dan mencapai puncak dengan produk akhir yang diinginkan pada tingkat
konsumen. Pada proses tersebut terjadi perubahan menjadi produk yang
diinginkan konsumen, yang sering disebut sebagai penambahan kegunaan
(utility).Ada empat jenis kegunaan, yaitu:
a. Guna karena bentuk (form utility),
b. Guna karena waktu (time utility),
c. Guna karena tempat (place utility), dan
d. Guna karena hak milik (posession utility).
Semua bagian pemasaran mendapatkan nilai tambah (value added) karena
usahanya menambah kegunaan produk.Peternak sapi menambah kegunaan
bentuk dengan mengolah sapi menjadi abon sapi. Sedangkan pemilik menambah
kegunaan waktu dengan menyimpan produk untuk menjualnya kembali di saat
lain ketika harga diperkirakan akan naik.
Banyak perusahaan dalam sistem pemasaran membantu mempertemukan
para pembeli dengan para penjual.Mereka menambah kegunaan pemilikan
kepada produk akhir ketika produk tersebut berpindah melalui sistem pemasaran
ke para pengecer.Perbedaan harga antara dua lokasi atau lebih mencerminkan
kegunaan tempat. Oleh karena itu, pemilik angkutan memindahkan /
mendistribusikan produk dari suatu wilayah ke wilayah yang lain.

3. Pentingnya Pemasaran
Pentingnya pemasaran dapat dijelaskan dengan pernyataan Peter F.
Drucker berikut ini:
1. Dalam bisnis hanya ada dua fungsi penting, yaitu pemasaran dan inovasi; di
luar itu semua adalah biaya.
b. Pemasaran pada negara-negara yang baru berkembang merupakan bagian
paling “terbelakang” perekonomian yang bersangkutan. Akibatnya,
negara-negara tersebut tidak dapat menggunakan sumber-sumber mereka
secara efektif.

117
c. Perkembangan sistem pemasaran pada negara-negara yang baru
berkembang dengan sendirinya dapat mengubah keadaan ekonomi negara
yang bersangkutan tanpa harus melakukan perubahan dalam bidang
produksi-distribusi penduduk-ataupun distribusi pendapatan.

4. Proses Pemasaran
Sasaran akhir dalam setiap usaha pemasaran adalah untuk menempatkan
produk ke tangan konsumen.Ada sejumlah kegiatan pokok pemasaran yang
perlu dilaksanakan untuk mencapai sasaran tersebut, yang dinyatakan sebagai
fungsi-fungsi pemasaran (marketing function). Dalam hal ini ada tiga fungsi
pokok pemasaran, yaitu sebagai berikut:
a. Fungsi pertukaran (exchange function), terdiri dari:
1) Fungsi pembelian (buying), dan
2) Fungsi penjualan (selling).
b. Fungsi fi sis (function of physical supply), meliputi:
1) Pengangkutan,
2) Penyimpanan / penggudangan, dan
3) Pemrosesan.
c. Fungsi penyediaan sarana (the facilitating function), meliputi:
1) Informasi pasar (market information),
2) Penanggungan risiko (risk taking),
3) Pengumpulan (collection),
4) Komunikasi (communication),
5) Standarisasi (standardization) dan penyortiran (grading), dan
6) Pembiayaan (fi ncancing).

a. Fungsi Pertukaran
Produk harus dijual dan dibeli sekurang-kurangnya sekali dalam proses
pemasaran. Fungsi pertukaran melibatkan kegiatan yang menyangkut pengalihan
hak kepemilikan dari satu pihak ke pihak lainnya dalam sistem pemasaran. Pihak-
pihak yang terlibat dalam proses ini adalah pedagang, distributor, dan agen yang
mendapat komisi karena mempertemukan pembeli dan penjual. Mereka ini
mungkin saja memiliki hak milik atas barang yang ditangani, tetapi mungkin juga
tidak. Bagaimana pun, mereka akan selalu mendapat imbalan atas jasa mereka.
1) Fungsi Penjualan
Tugas pokok pemasaran adalah mempertemukan permintaan dan
penawaran (pembeli dan penjual).Hal ini dapat dilakukan secara langsung atau
tidak langsung (melalui perantara). Fungsi penjualan meliputi sejumlah fungsi
tambahan sebagai berikut:

Manajemen Agribisnis:
118 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Fungsi perencanaan dan pengembangan produk (planning and development
function). Sebuah produk yang memuaskan konsumen merupakan tujuan
mendasar dari semua usaha pemasaran. Perencanaan dan pengembangan
produk dianggap sebagai fungsi produksi, tetapi hal itu penting pula bagi
pemasaran.
• Pihak penjual harus menawarkan produk yang akan dapat memenuhi
kebutuhan serta keinginan para pembeli.
• Pihak penjual harus memutuskan produk apa yang akan diproduksinya
dan kapan ia harus memproduksinya.
• Pihak penjual harus menyediakan produk jika konsumen menghendaki
dan dengan harga yang wajar.
b) Fungsi mencari kontak (contactual function). Fungsi ini meliputi tindakan-
tindakan mencari dan membuat kontak dengan para pembeli.
c) Fungsi menciptakan permintaan (demand creation). Fungsi ini meliputi
semua usaha yang dilakukan oleh para penjual untuk mendorong para
pembeli membeli produk-produk mereka. Termasuk tindakan menjual
secara individu, dengan undian dan mengadakan reklame.
d) Fungsi melakukan negosiasi (negoziation function). Syarat serta kondisi
penjualan harus dirundingkan oleh para penjual dan pembeli. Termasuk
merundingkan kuantitas, kualitas, harga, waktu, pengiriman, cara
pembayaran, dan sebagainya
e) Fungsi melakukan kontrak (ccontractual function). Fungsi ini
mencakup persetujuan akhir untuk melakukan penjualan dan transfer hak
milik.
2) Fungsi Pembelian
Fungsi pembelian meliputi segala kegiatan dalam rangka memperoleh
produk dengan kualitas dan jumlah yang diinginkan pembeli serta mengusahakan
agar produk tersebut siap dipergunakan pada waktu dan tempat tertentu dengan
harga yang layak.
Pembelian timbul dari usaha-usaha pembelian oleh para pengusaha dan
konsumen.Hal tersebut meliputi hak milik dan penguasaan, tidak hanya sekadar
perpindahan fi sik saja.Seperti halnya penjualan, pembelian pun memiliki fungsi-
fungsi sebagai berikut:
a) Fungsi perencanaan. Seperti halnya penjual, pembeli pun harus merencanakan
pembelian untuk menentukan kebutuhan-kebutuhan mereka. Pembeli harus
mempelajari pasar mereka sendiri untuk mengetahui jenis, kuantitas, dan
kualitas produk yang mereka perlukan. Konsumen akhir juga harus membuat
keputusan mengenai produk yang ingin mereka miliki.

119
b) Fungsi mencari kontak. Fungsi ini meliputi usaha-usaha mencari sumber
produk yang mereka inginkan. Penting juga bagi seorang pembeli untuk
mencari para penjual (vendors) yang dapat menawarkan produk atau jasa
tertentu.
c) Fungsi assembling. Persediaan bahan harus dikumpulkan untuk digunakan
dalam proses produksi oleh para produsen dan pedagang eceran atau untuk
dikonsumsi sendiri oleh para konsumen akhir.
Barang-barang yang diproduksi di berbagai daerah sering berjauhan
letaknya sehingga harus dikumpulkan dalam jumlah, kualitas, tempat, dan
waktu tertentu dengan harga yang sesuai.
1) Fungsi mengadakan perundingan. Syarat serta kondisi pembelian harus
dirundingkan terlebih dahulu dengan pihak penjual agar tidak ada
perselisihan di kemudian hari.
2) Fungsi kontrak. Setelah syarat dan kondisi tertentu disepakati, selanjutnya
dibuat perjanjian akhir dalam bentuk kontrak jual beli dan perpindahan
hak milik terjadi.

b. Fungsi Fisis
Kegunaan waktu, tempat, dan bentuk ditambahkan pada produk ketika
produk diangkut, disimpan dan diproses untuk memenuhi keinginan konsumen.
Oleh karena itu, fungsi meliputi hal-hal berikut:
1) Pengangkutan
Pengangkutan merupakan gerakan perpindahan barang-barang dari asal
mereka menuju ke tempat lain yang diinginkan (konsumen). Pengangkutan
dapat dilakukan dengan menggunakan mobil, truk, kereta api, pesawat
terbang, dan lain sebagainya.
2) Penyimpanan/Penggudangan
Penyimpanan berarti menyimpan barang dari saat produksi mereka selesai
dilakukan sampai dengan waktu mereka akan dikonsumsi. Penyimpanan
penting bagi pemasaran, terutama dalam proses ekualisasi. Penyimpanan
berguna agar:
• Barang yang diproduksi secara musiman (seasonally) dapat tersedia
sepanjang tahun,
• Produk yang mudah rusak dapat digunakan untuk jangka waktu lebih
lama,
• Bahan mentah tersedia sewaktu-waktu jika ingin dipergunakan, dan
• Produk disimpan untuk mencapai harga yang lebih tinggi.

Manajemen Agribisnis:
120 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
3) Pemrosesan
Bahan hasil pertanian sebagian besar adalah bahan mentah bagi industri
sehingga pengolahan sangat diperlukan untuk memperoleh nilai tambah
(value added).

c. Fungsi Penyediaan Sarana


Fungsi penyediaan sarana adalah kegiatan-kegiatan yang dapat membantu
sistem pemasaran agar mampu beroperasi lebih lancar. Fungsi ini meliputi hal-
hal berikut.
1) Informasi pasar. Pembeli memerlukan informasi mengenai harga dan
sumber-sumber penawaran. Penjual mencari informasi mengenai harga
pada beberapa pasar. Konsumen memerlukan informasi mengenai harga,
mutu, dan sumber produk. Pemilik persediaan mencari informasi mengenai
harga saat ini dan saat yang akan datang agar dapat memutuskan produk
apa dan berapa jumlah yang akan digudangkan. Informasi pasar dapat
diperoleh dari berbagai sumber, baik itu media massa, perusahaan swasta,
pemerintah, maupun lembaga pendidikan.
2) Penanggungan risiko.Pemilik produk menghadapi risiko sepanjang saluran
pemasaran.
3) Standarisasi dan grading.Makin berkembangnya teknologi dalam tata
niaga-pengolahan dan pengawetan hasil pertanian-makin penting peranan
dari standarisasi dan grading. Standarisasi merupakan istilah umum yang
meliputi penetapan standar-standar produk dalam rangka menentukan
standar yang sesuai dengannya.
Penentuan mutu barang menurut ukuran atau patokan tertentu inilah yang
disebut standarisasi.Penentuan standar sedapat mungkin dibuat sesuai dengan
ukuran yang umum dipakai dalam praktik tata niaga, baik nasional maupun
internasional.
Standarisasi memudahkan produk untuk dibeli dan dijual.Jika produk
mempunyai kualitas, ukuran dan jenis yang seragam serta memiliki ciri-ciri
yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan maka konsumen dapat
membeli produk tersebut dengan keyakinan bahwa produk itu sesuai dengan
kebutuhannya. Sebaliknya, jika produk tidak distandarisasi akan memakan
waktu dan biaya, baik ditinjau dari sudut pandang pembeli maupun penjual.
Grading adalah klasifi kasi hasil pertanian ke dalam beberapa golongan mutu
yang berbeda-beda, masing-masing dengan nama dan label tertentu. Perbedaan
tersebut dapat ditentukan oleh perbedaan bentuk dan besar produk, rasa, tingkat
kematangan, dan spesifi kasi-spesifi kasi teknik lain. Grading yang baik, adil dan

121
teliti atas hasil-hasil pertanian akan memberi manfaat bagi semua pihak, baik
konsumen maupun produsen. Konsumen untung karena dapat memperoleh
barang yang paling sesuai dengan keinginannya dan tingkat pendapatannya,
sedangkan produsen mendapat jaminan memperoleh harga yang sesuai dengan
mutu hasil produksinya. Dengan kata lain, dengan sistem grading yang baik
maka produsen dan konsumen akan terlindungi dari praktik-praktik yang
kurang jujur dalam tata niaga. Contoh: Bulog dalam menentukan harga beras
berdasarkan persentase beras yang pecah (broken), misalnya 20% atau 30%.
Makin banyak persentase beras yang pecah, makin rendah harganya.
Standarisasi dan grading terhadap produk hasil pertanian Indonesia akan
memudahkan ekspor ke luar negeri. Kita tinggal membawa contoh (monster)
produk tersebut dan menawarkannya kepada para pembeli di luar negeri.
4) Pembiayaan. Pemasaran modern memerlukan modal (uang) dalam jumlah
besar untuk membeli mesin-mesin dan bahan-bahan mentah, serta untuk
menggaji tenaga kerja. Proses pemasaran pun menghendaki pemberian
kredit kepada pembeli.
Setiap produk pasti ada pemiliknya. Kepemilikan menuntut terikatnya
dana dalam proses pemasaran, setidaknya untuk suatu periode yang
singkat. Pembiayaan disediakan oleh perusahaan pemasaran yang benar-
benar membeli dan memegang hak milik atas produk yang bersangkutan.
Mungkin sebagian dari dana dapat dipinjam dari lembaga keuangan atau
investor sehingga, baik bankir maupun investor menjadi terlibat dalam
proses pembiayaan pemasaran. Tidak semua pihak benar-benar memegang
hak milik atas produk yang dipasarkan. Para agen yang bertindak atas nama
perusahaan pemasaran lain atau atas nama produsen, memberikan jasa
mereka tanpa memiliki produk. Perantara dan komisioner mempertemukan
pembeli dan penjual, tetapi jika dibandingkan dengan pemilik, mereka
menanggung risiko yang lebih kecil.
Masing-masing fungsi tersebut harus dilaksanakan dalam pemasaran
setiap produk. Hak milik dan situasi nyata yang dihadapi oleh seseorang yang
melaksanakan fungsi tertentu, dapat berbeda-beda dari agribisnis yang satu ke
agribisnis yang lain. Akan tetapi, setiap kegiatan tersebut harus dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya.

5. Aliran Produk
Perlu diingat bahwa fungsi-fungsi pemasaran perlu dilakukan dalam suatu
kerangka dasar pemasaran yang dibangun berdasarkan aliran produk yang
meliputi tiga macam proses pokok yaitu konsentrasi, ekualisasi, dan dispersi.

Manajemen Agribisnis:
122 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
a. Konsentrasi dan Dispersi
Aspek pertama aliran produk adalah proses konsentrasi. Produk yang
dihasilkan oleh produsen dalam jumlah kecil, dikumpulkan menjadi jumlah
yang lebih besar pada titik-titik sentral agar dapat disalurkan ke pasar secara
lebih efi sien.
Konsentrasi sangat penting dalam pemasaran, khususnya bagi produk-
produk yang dijual sebagai bahan mentah untuk produksi, seperti wol atau
kapas, atau produk yang dikonsumsi dalam keadaan alamiah (natural state),
seperti buah-buahan dan sayur-sayuran.
Aspek kedua dari aliran produk adalah proses penyebaran (dispersing)
produk yang telah terkonsentrasi pada titik-titik sentral ke arah konsumen
(pihak yang menggunakan). Produk yang telah dikumpulkan dalam jumlah
besar harus dipecah-pecah kembali menjadi jumlah yang lebih kecil dalam
rangka untuk memenuhi kebutuhan para konsumen.
Bahan mentah disebarkan kepada pabrikan dan produk yang siap konsumsi
disebarkan kepada pedagang perantara (middlemen) guna disebar kepada para
konsumen akhir.
Metode konsentrasi dan distribusi yang dilakukan tidak sama bagi semua
benda. Ada produk hasil pertanian yang langsung diangkut dari produsen
ke pasar induk di mana mereka disebarkan dengan atau tanpa diolah lebih
lanjut, untuk kemudian disalurkan ke konsumen akhir.Ada juga produk
yang dikumpulkan pada pasar dan setelah itu baru dikirimkan ke pasar-pasar
induk.
Pedagang-pedagang eceran tertentu membeli langsung dari pihak produsen
dan adakalanya para petani menjual pertanian mereka langsung kepada para
konsumen.Mayoritas produk pertama-tama dikonsentrasikan sebagai bahan
dasar, kemudian diproses dan akhirnya disebarkan sebagai hasil produksi
pabrik (manufactured goods).

b. Ekualisasi
Antara proses konsentrasi dan dispersi terjadi kegiatan yang dinamakan
ekualisasi (equalization). Ekualisasi adalah tindakan penyesuaian permintaan
dan penawaran, berdasarkan waktu, jumlah, dan kualitas.
Ekualisasi merupakan proses dengan apa penawaran produk-produk yang
siap untuk dijual disesuaikan dengan permintaannya. Sebagian besar produk
yang dihasilkan oleh pabrik dan perusahaan pertanian, diproduksi untuk pasar
dan bukan berdasarkan pesanan tertentu. Dikarenakan produksi dan konsumsi
sering bersifat musiman dan permintaan sering mengalami fl uktuasi maka

123
aliran produk ke pasar sering tidak sesuai, dipandang dari sudut waktu tertentu
dengan permintaan akan konsumsi.
Perlu diingat bahwa dalam kebanyakan kasus, barang yang berasal dari
petani secara individu sering tidak memenuhi kebutuhan pihak yang ingin
menggunakannya.Sebagai contoh para petani tidak cukup mampu untuk
menghasilkan jagung untuk keperluan sebuah pabrik penggilingan. Untuk lebih
jelas tentang proses konsentrasi, dispersi, dan ekualisasi perhatikan gambar
berikut ini.
Produsen Pedagang Pedagang Besar Pabrik Pedagang Konsume
Tengkulak Penggilingan Beras

Konsentrasi Dispersi
Ekualisasi Gabah Ekualisasi Beras

Gambar 6.1. Proses Pemasaran Melalui Konsentrasi, Dispersi, dan Ekualisasi

6. Biaya Pemasaran
Biaya pemasaran sering diukur dengan margin pemasaran, yang sebenarnya
hanya menunjukkan bagian dari pembayaran konsumen yang diperlukan untuk
menutup biaya yang dikeluarkan dalam proses pemasaran.Kecenderungan
menunjukkan bahwa bagian yang tersisa bagi pengusaha tani akibat adanya
pertambahan yang mahal kepada produk tersebut adalah semakin kecil.

Manajemen Agribisnis:
124 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Pada dasarnya ada tiga karakteristik utama produk yang ikut mempengaruhi
keanekaragaman bagian pengusaha tani, yaitu sebagai berikut.
1. Kadar kerusakan. Produk pertanian bersifat mudah rusak. Konsekuensinya
pemasar menghendaki bagian yang lebih besar sebagai kompensasi risiko
yang harus ditanggungnya.
2. Besarnya (bulkiness) produk. Ukuran fi sik produk yang tidak diimbangi
dengan besarnya nilai akan memperbesar biaya pemasaran; sebab
makin besar suatu produk, makin banyak biaya untuk pengangkutan,
penyimpanan, dan pembungkusan.
3. Perbedaan bentuk antara produk mentah dan produk akhir. Semakin
“berbeda” produk akhir tersebut dari bentuk semula, semakin besar nilai
tambah dari produk itu, tetapi semakin kecil bagian yang diterima oleh
petani.

7. Manajemen Risiko Pemasaran


Pemilik produk menghadapi risiko sepanjang saluran pemasaran. Risiko
tersebut dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu risiko fi sis dan risiko
pasar. Risiko fi sis dapat berupa kebakaran, angin, banjir, penyusutan berat,
dan kerusakan. Risiko fi sis dapat dikurangi dengan pemasangan tanda bahaya
kemalingan di gudang, atau penggunaan peti kemas untuk melindungi dan
menjaga mutu barang yang sedang diangkut.Untuk sebagian besar risiko fi sis,
kita dapat mengetahui kemungkinan terjadinya kerugian dan kerusakannya,
sehingga kita dapat menutup / membeli asuransi untuk melindunginya terhadap
hampir semua kerugian. Dengan membeli asuransi berarti mengalihkan risiko
kepada pihak lain, yaitu perusahaan asuransi. Dalam hal ini perusahaan asuransi
pada dasarnya merupakan pool risiko bagi pihak yang membeli asuransi.
Sementara itu, risiko pasar sulit untuk ditangani. Risiko pasar mencakup
kemungkinan penyimpangan / fl uktuasi harga, perubahan selera konsumen,
atau perubahan sifat dasar persaingan. Perusahaan asuransi tidak akan mungkin
memberikan polis untuk melindungi risiko pasar karena tidak mungkin untuk
menghitung kemungkinan kerugiannya secara cermat.
Fluktuasi harga merupakan salah satu risiko pasar yang sangat penting bagi
produsen.Produsen sering berharap untuk memperbaiki efi siensi pemasaran
dengan memperoleh harga yang lebih tinggi, tetapi hal ini sulit terlaksana.
Kurangnya informasi, keputusan yang lemah atau kesulitan uang tunai memaksa
pihak penjual berada pada posisi tawar (bargaining position) yang rendah di
pasar.

125
Pada dasarnya ada beberapa teknik untuk membantu para produsen dan
pemasar (marketer) dalam mengendalikan atau mengurangi risiko pasar, yaitu
sebagai berikut.
1. Diversifi kasi (penganekaragaman), yaitu teknik penambahan beberapa lini
bisnis pada lini bisnis yang sudah ada dengan risiko yang berbeda, sehingga
kemungkinan kerugian dalam satu lini dapat ditutupi oleh kemungkinan
keuntungan dari lini lainnya. Para petani menanam beberapa komoditas
di lahan yang dimilikinya agar risiko di satu jenis tanaman tertentu
berkurang.
2. Integrasi vertikal. Integrasi vertikal terjadi apabila perusahaan melaksanakan
fungsi lain sebagai tambahan kepada fungsi utamanya sehingga perusahaan
menjadi kurang / tidak tergantung pada perusahaan lain. Integrasi vertikal
dapat berupa integrasi ke muka atau ke belakang.
3. Pengadaan kontrak di muka. Pengadaan kontrak di muka (forward
contracting) sebenarnya hanya merupakan proses pembuatan persetujuan
antara pembeli dan penjual guna menetapkan harga untuk beberapa
pengiriman pada masa yang akan datang. Persetujuan ini sepenuhnya
meniadakan risiko fl uktuasi harga, baik bagi pembeli maupun penjual.
Dikarenakan produsen sudah mengetahui harga yang akan diperoleh
untuk produknya maka hanya risiko produksi yang perlu diperhatikan.
Sedangkan pihak perusahaan (pemroses) akan mendapat jaminan bahwa
bahan baku yang diperlukan akan tersedia secukupnya dengan harga yang
telah diketahui sehingga memungkinkan beroperasi secara lebih efi sien.
Tentu saja harga pasar akan berfl uktuasi, mungkin lebih tinggi atau lebih
rendah. Kedua belah pihak dapat memperoleh laba atau kerugian berdasarkan
harga kontrak jika dibandingkan dengan harga pasar.Akan tetapi, karena harga
telah ditetapkan sebelumnya dalam kontrak maka untung atau rugi tersebut
hanya bersifat teoritis saja, yaitu jika dikaitkan dengan adanya kesempatan
yang hilang (lost opportunity).

B. Perkembangan Ilmu dan Seni Pemasaran Agribisnis


1. Pemasaran Agribisnis Sebagai Ilmu
Untuk menelaah atau menganalisis agar aliran barang atau jasa dari produsen
menuju ke tangan konsumen akhir dapat berjalan dengan baik, efi sien, dan efektif,
maka lahirlah ilmu pemasaran yang mencakup konsep-konsep dan teori-teori dasar
pemasaran dan manajemen pemasaran. Pemasaran sebagai salah satu bidang ilmu
merupakan kumpulan pengetahuan dan pengalaman yang disusun secara sistematis
dan dapat diterima sebagai suatu kebenaran yang bersifat universal. Ilmu pemasaran

Manajemen Agribisnis:
126 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
memberikan kerangka analisis mengenai proses perpindahan barang atau jasa dari
produsen ke tangan konsumen akhir serta fungsi-fungsi dan strategi pendukungnya.
Kerangka analisis ini berkembang secara teoritis, dapat membuktikan, meramalkan,
mendefi nisikan, dan memberikan kepastian atau ukuran tentang dimensi-dimensi
pemasaran yang ditelaah. Hasilnya akan memberikan suatu kerangka tindakan dan
kebijakan yang mendorong pengembangan dimensi-dimensi pemasaran secara
praktis, dengan melibatkan kemampuan intuitif, rasa, keyakinan-keyakinan, dan
kreativitas serta penguasaan akan teknik-teknik aplikasinya. Hal ini menunjukkan
bahwa bidang pemasaran juga merupakan seni di samping sebagai ilmu.
Berdasarkan uraian di atas, maka pemasaran agribisnis sebagai suatu bidang
ilmu merupakan kumpulan pengetahuan dan pengalaman praktis di bidang
pemasaran agribisnis yang disusun secara sistematis dan dapat diterima sebagai
kebenaran yang sifatnya universal.Dengan demikian, pemasaran agribisnis
menjadi salah satu bidang ilmu yang dapat diajarkan.

2. Pemasaran Agribisnis Sebagai Seni


Pemasaaran agribisnis sebagai suatu seni mendorong aplikasi praktis dari teori-
teori dan konsep-konsep pemasaran agribisnis, serta timbulnya dorongan untuk
melakukan penyesuaian-penyesuaian berdasarkan hasil intuisi, rasa, keyakinan,
dan kreativitas dalam seluruh rangkaian kegiatan dalam pemasaran agribisnis.
Seni pemasaran agribisnis berkembang secara praktis, dapat menguraikan atau
mengajarkan, membuktikan, dan memberikan pendapat mengenai kegiatan-
kegiatan dalam pemasaran agribisnis. Pemasaran agribisnis sebagai seni memerlukan
ketajaman intuisi dalam melihat peluang-peluang keberhasilan dan peka terhadap
kemungkinan-kemungkinan kegagalan, sehingga pemasar agribisnis dapat
mengatur strategi untuk menjadikan kegiatan tersebut.Seluruh rangkaian kegiatan
pemasaran agribisnis mencakup seni mempengaruhi opini masyarakat (calon
konsumen atau pelanggan) tentang keunggulan produk agribisnis yang dipasarkan,
seni mengelola, seni mendesain produk dan kemasan produk, serta seni menata
aksesoris pendukung daya tarik produk agribisnis.

3. Perkembangan Ilmu dan Seni Pemasaran


Ilmu dan seni pemasaran tersebut terus berkembang sesuai dengan
perkembangan kebudayaan dan teknologi serta peningkatan kompleksitas
masalah dalam sistem pemasaran.Perkembangan mengenai konsep bauran
pemasaran (marketing mix) merupakan salah satu contoh yang dapat
menunjukkan bahwa ilmu pemasaran tersebut berkembang terus-menerus.
Perkembangan konsep bauran pemasaran tersebut dapat dijelaskan secara
ringkas sebagai berikut.

127
Pada awal dekade 1950-an, ketika ilmu pemasaran secara formal mulai
dikenal, bauran pemasaran hanya meliputi 4P, yakni produk (product), harga
(price), tempat (place), dan promosi (promotion). Namun, pada dekade 1980-
an bertambah lagi dengan 1S, yakni jasa (service), dan bahkan pada awal
dekade 1990-an bertambah lagi dengan CS, yakni kenyamanan (convenience)
dan sensitivitas (sensitivity) (Consumer Behavior, 1993 dan Marketinng untuk
MBA, 1993).

4. SISTEM PEMASARAN PERTANIAN


a. Pengertian dan Cakupan
Sistem pemasaran pertanian merupakan suatu kesatuan urutan lembaga-
lembaga pemasaran yang melakukan fungsi-fungsi pemasaran untuk
memperlancar aliran produk pertanian dari produsen awal ke tangan konsumen
akhir dan sebaliknya dari memperlancar aliran uang, nilai produk yang tercipta
oleh kegiatan produktif yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran, dari
tangan konsumen akhir ke tangan produsen awal dalam suatu sistem komoditas.
Sistem pemasaran oleh lembaga-lembaga yang ada dalam sistem komoditas
tersebut, baik secara vertikal berdasarkan urutan penambahan kegunaan atau
penciptaan nilai tambah maupun secara horizontal berdasarkan tingkatan
kegiatan produktif yang sama. Tingkat produktivitas sistem pemasaran
ditentukan oleh tingkat efi siensi dan efektivitas seluruh kegiatan fungsional
sistem pemasaran tersebut, yang selanjutnya menentukan kinerja operasi dan
proses sistem. Efi siensi sistem pemasaran dapat dilihat dari terselenggaranya
integrasi vertikal dan integrasi horizontal yang kuat, terjadi pembagian yang
adil dari rasio nilai tambah yang tercipta dengan biaya yang dikeluarkan dalam
kegiatan produktif masing-masing pelaku.Sistem pemasaran tersebut sering
juga disebut sebagai saluran pemasaran atau saluran distribusi.

b. Sistem Pemasaran Merupakan Sistem yang Kompleks


Sektor pertanian Indonesia merupakan suatu sistem yang kompleks
karena melibatkan lebih dari 70% penduduk Indonesia sebagai produsen
dan 100% penduduknya sebagai konsumen. Di samping itu, juga melibatkan
banyak perusahaan, baik yang bergerak dalam produksi dan pengolahan
produk pertanian maupun yang menyediakan jasa untuk sektor pertanian,
seperti jasa pemasaran, asuransi pertanian, jasa penelitian dan pengembangan,
penyediaan dan penyalur dana, dan jasa lainnya. Bahkan, produk pertanian
dan hasil olahannya menjadi salah satu andalan produk ekspor Indonesia
di luar minyak dan gas dan menjadi salah satu komponen utama ekonomi

Manajemen Agribisnis:
128 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Indonesia.Kompleksitas pada sektor pertanian tersebut memberikan implikasi
kepada kompleksitas sistem pemasaran komoditas pertanian.Sistem pemasaran
komoditas pertanian juga relatif lebih kompleks dibanding komoditas lainnya,
di luar komoditas pertanian.Hal ini disebabkan oleh sifat produk, sistem
produksi, serta struktur dan karakteristik pasar produk pertanian yang khas.
1) Sifat-sifat Produk Pertanian
Produk pertanian umumnya memiliki sifat rawan terhadap kerusakan
(perishable), memiliki ukuran yang besar pertumpukan (bulky/voluminous), dan
beraneka ragam mutunya (quality variation). Kerawanan terhadap kerusakan
dan ukuran yang besar per tumpukannya sangat berperan untuk menentukan
metode dan tempat penyimpanan, metode dan alat pengangkutan, serta
penjadwalan. Di lain pihak, keanekaragaman mutu memerlukan standarisasi,
penyortiran, dan pengelompokan berdasarkan standar produk yang baku atau
diinginkan oleh konsumen. Sifat-sifat produk pertanian tersebut diuraikan
sebagai berikut:
a) Tidak Tahan Lama
Sifat produk pertanian yang mudah rusak dan busuk, terutama produk buah-
buahan, sayur-sayuran, daging hasil peternakan dan perikanan, memerlukan
penanganan yang cepat dan cermat untuk menjaga mutu sesuai dengan yang
diinginkan oleh konsumen.Penanganan yang dapat dilakukan adalah pengepakan
(packing), pendinginan (coolling dan freezing), pengangkutan dengan cepat, dan
pengolahan, sesuai dengan jenis produk.Sifat mudah busuk dan rusak di atas
menyebabkan kegiatan pada fungsi pengangkutan dan penyimpanan menjadi
lebih kompleks dan mahal.
Pengangkutan buah-buahan, sayur-sayuran, ikan, daging, dan telur harus
dilakukan dengan cepat dan hati-hati. Selain pengangkutan , tingkat kelembaban
dan suhu harus tetap dapat dikontrol dan goncangan harus dapat dikurangi
karena buah-buahan, sayur-sayuran, dan telur sangat peka terhadap tingkat
kelembaban, suhu, dan goncangan.
Sebelum melakukan kegiatan pengangkutan, pengepakan harus dilakukan
untuk mengurangi kerusakan selama pengangkutan.Pengepakan produk juga
berfungsi untuk melindungi produk selama masa penyimpanan. Jenis dan cara
pengepakan disesuaikan dengan jenis produk dan angkutan yang digunakan
serta lama dan jauhnya jarak pengangkutan.
Fungsi penyimpanan berperan untuk mengurangi jumlah kerusakan dan
kebusukan produk, di samping dapat bertahan lebih lama. Untuk menjaga
agar produk pertanian tetap segar untuk masa tertentu, maka produk tersebut
disimpan di ruang pendingin atau bahkan dapat menggunakan ruang hampa

129
udara. Hasil serelia dan biji-bijian agar dapat bertahan lebih lama dimasukkan ke
karung atau kantong dan disimpan dalam gudang yang suhu dan kelembabannya
relatif dapat dikontrol.Fungsi penyimpanan tersebut juga menjadi pelindung
dari serangan binatang atau hewan yang dapat mengganggu produk yang
disimpan.
Pengolahan secara sederhana juga dapat membuat produk pertanian
bertahan lebih lama, seperti asinan buah-buahan, dendeng ikan dan daging,
ikan asin, telur asin, dan lain-lainnya.Namun, perkembangan teknologi
industri memberikan sumbangan besar kepada sektor pertanian sehingga
produk pertanian, melalui produk olahannya, dapat dikonsumsi di mana saja
dan kapan saja. Sebagai contoh, industri pengolahan dan pengalengan ikan di
Manado yang dapat memasok kebutuhan konsumen di Kalimantan Tengah
sepanjang tahun; industri sirup markisa di Medan, Malino, dan Ujung Pandang
yang dapat memasok kebutuhan konsumen di seluruh Indonesia sepanjang
tahun; industri pengolahan karet yang menghasilkan produk berupa latex dan
slabs yang dapat memasok kebutuhan industri ban; dan industri pengolahan
kina yang dapat memasok kebutuhan industri farmasi sepanjang tahun, baik
nasional maupun internasional.
b) Sifat Ukuran yang Besar Per Tumpukan
Sifat tersebut menyebabkan produk pertanian memerlukan tempat
yang besar, terutama untuk kebutuhan penyimpanan dan pengangkutan.
Pengangkutan yang dilakukan dengan jarak yang relatif jauh dari sumber
produk ke daerah pemasaran akan menelan biaya pengangkutan yang relatif
tinggi. Begitu juga dengan fungsi penyimpanan yang dilakukan, memerlukan
tempat atau gudang yang relatif besar sehingga biaya penyimpanannya juga
relatif besar. Hal ini secara relatif akan memperbesar marjin biaya pemasaran
komoditas tersebut.
c) Mutu Produk yang Bervariasi
Mutu produk pertanian bervariasi dari tahun ke tahun, dari musim ke
musim, dan dari sentra produksi yang satu ke sentra produksi lainnya.Kualitas
produk sangat ditentukan oleh kesesuaian kondisi terhadap pertumbuhan
tanaman, jenis varietas, dan penanganannya. Mungkin dalam suatu periode
produksi, kondisi lingkungan cocok untuk mendukung pertumbuhan dan
proses produksi sehingga hasil produksinya memiliki mutu yang tinggi. Di
lain pihak, pada periode yang lain, kondisi lingkungan tidak mendukung
pertumbuhan dan proses produksi sehingga mutu produksinya menjadi rendah.

Manajemen Agribisnis:
130 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Mutu produk sangat ditentukan oleh beberapa faktor, seperti keadaan iklim
dan cuaca, keadaan fi sik tanah (seperti topografi , ketinggian, tekstur, jenis, dan
tingkat kesuburannya), dan peristiwa alam (seperti banjir, serangan penyakit dan
hama pertanian), serta tingkat penerapan teknologi produksi dan penanganan
pascapanen yang tidak tepat. Jenis varietas yang ditanam juga berpengaruh bagi
mutu hasil pertanian, seperti varietas unggul dan varietas lokal. Begitu juga cara
penanganannya, baik selama masa produksi dan panen maupun penanganan
pascapanen.
2) Sifat Produksi Pertanian
Produksi pertanian umumnya bersifat musiman, pasokan produk
bervariasi dan tidak stabil dari waktu ke waktu, jumlah produksinya sulit untuk
ditentukan, dan terdapat variasi antara pusat-pusat produksi secara geografi s.
Sifat-sifat produksi pertanian tersebut diuraikan sebagai berikut.
a) Musiman
Kebanyakan produksi pertanian bersifat musiman, walaupun ada yang
dapat berproduksi secara terus-menerus sepanjang tahun, tetapi produksinya
berfl uktuasi, di mana dikenal adanya musim panen raya dan paceklik.Produksi
peternakan di daerah yang mengenal empat musim memiliki fl uktuasi sepanjang
tahun. Produksi telur dan susu pada musim semi dan awal musim panas relatif
lebih tinggi dibanding pasa musim gugur dan awal musim dingin. Namun, di
Indonesia yang hanya mengenal musim kemarau dan musim hujan, fl ultuasi
produksi telur dan susu relatif dapat dikendalikan. Walaupun pada musim
hujan sering terjadi penurunan produksi dibanding pada musim kemarau,
tetapi fl uktuasinya relatif kecil.Produksi buah-buahan pada umumnya memiliki
musim berbuah yang tertentu sepanjang tahun, kecuali beberapa komoditas
yang produksinya relatif merata sepanjang tahun.
b) Bervariasi dalam Jumlah dan Nilai
Produksi pertanian juga bervariasi dalam jumlah dari waktu ke waktu.
Variasi jumlah produk pertanian dalam suatu periode tertentu disebabkan
oleh anggapan petani terhadap tingkat harga, program-program pemerintah
mengenai pengembangan komoditas, seperti program pewilayahan komoditas,
peningkatan produksi, dan program lainnya, serta pengaruh dari faktor-faktor
yang sulit atau tidak dapat dikontrol, seperti banjir dan erosi, gempa bumi,
angin topan, letusan gunung berapi, kebakaran areal, serta serangan hama dan
penyakit yang akut. Variasi jumlah tersebut menyebabkan terjadinya variasi
nilai atau harga produk sepanjang tahun. Misalnya, cabai merah pada bulan

131
November, Desember, Januari, Februari, dan Maret memiliki harga yang relatif
lebih tinggi dibanding harga pada bulan-bulan lainnya.Bahkan, pada bulan
Ramadhan dan menjelang hari raya harganya dapat meningkat tajam dibanding
pada bulan-bulan lainnya.
c) Wilayah Produksi Tersebar
Wilayah sentra produksi pertanian untuk suatu komoditas tertentu bersifat
unik, tergantung pada jenis komoditasnya.Ada komoditas yang cocok ditanam
di dataran tinggi dengan suhu rendah, seperti kol, kubis, kentang, bawang daun,
caisim, kopi, teh, dan markisa.Ada yang cocok ditanam di dataran rendah atau
pantai, seperti yute dan sagu.Ada juga yang cocok untuk dataran tinggi dan
juga cocok untuk dataran rendah, seperti cabai, dan jambu mete.Di samping itu,
dikenal pula adanya tanaman tropis dan subtropis.Semuanya itu menunjukkan
bahwa wilayah produksi untuk suatu komoditas tertentu bersifat unik.
d) Biaya Produksi Berbeda di Setiap Daerah Produksi
Suatu komoditas tertentu yang diproduksi pada daerah yang berbeda
memiliki perbedaan biaya produksi per unit produk.Perbedaan biaya produksi
antara daerah produksi yang satu dan daerah produksi lainnya terjadi karena
berbagai faktor yang mempengaruhi.Ada daerah yang berproduksi efi sien dan
ada daerah yang berproduksi tidak efi sien dan ada daerah yang berproduksi
tidak efi sien untuk suatu komoditas tertentu.
e) Pemasaran Merupakan Kegiatan Produktif
Dalam kehidupan sehari-hari sering kali terjadi silang pendapat mengenai
siapa yang sebenarnya yang menjadi pelaku produksi di antara semua pelaku
yang terlibat dalam suatu sistem komoditas.Petani misalnya, sering menuduh
lembaga-lembaga perantara pemasaran dalam sistem komoditas pertanian
sebagai parasit yang hanya mengeruk keuntungan yang besar dari jumlah
pengeluaran konsumen akhir produk pertanian, sementara yang melakukan
kegiatan produksi hanyalah para petani.Silang pendapat seperti itu terjadi karena
konsep produksi yang dipahami oleh petani hanya menyangkut kegiatan yang
menghasilkan produk secara fi sik. Oleh karena itu, kegiatan pemasaran semata-
mata hanya dianggap sebagai pemberi jasa yang mengantarkan produk-produk
dari tangan produsen ke tangan konsumen akhir dan hanya berhak menerima
semacam upah atau komisi. Namun, pada kenyataannya anggapan seperti itu
tidak berdasar, bukan karena tingginya marjin yang diterima pemasar dibanding
dengan petani, tetapi lebih karena petani hanya memahami konsep produksi
secara fi sik.
Para ahli ekonomi menyatakan bahwa konsep produksi tidak hanya

Manajemen Agribisnis:
132 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
dilihat dari kegiatan produksi yang menghasilkan produk fi sik secara nyata,
tetapi semua kegiatan yang menambah nilai barang atau jasa juga merupakan
suatu kegiatan produktif. Suatu pengertian konsep produksi yang singkat
dapat memberi gambaran tentang hal tersebut, yakni produksi sebagai upaya
penciptaan kegunaan, yaitu proses menciptakan kegunaan barang dan jasa.
Kegunaan yang diciptakan tersebut meliputi kegunaan bentuk, tempat, waktu,
dan pemilikan.
Dalam sistem komoditas pertanian, di samping proses produksi yang
dilakukan oleh petani yang menciptakan kegunaan bentuk, lembaga-lembaga
pemasaran yang melakukan fungsi-fungsi pemasaran juga dapat menciptakan
keempat kegunaan tersebut. Dengan demikian, kegiatan pemasaran merupakan
suatu kegiatan yang produktif.Peternak yang memelihara sapi menciptakan
kegunaan bentuk, begitu juga jika sapi tersebut dipotong menjadi daging
untuk dijual.Peternak tersebut telah mengubah bentuk input-input peternakan
menjadi sapi yang memiliki nilai dan kemudian sapi tersebut diubah bentuknya
menjadi daging yang siap untuk dijual.
Daging tersebut diangkut ke bagian yang melakukan pengepakan atau ke
industri pengolahan dan kemudian ke pedagang besar serta ke pengecer yang
mendistribusikannya kepada konsumen.Lembaga pemasaran yang melakukan
fungsi pengangkutan berperan menambah kegunaan tempat. Di samping
itu, lembaga pemasaran yang melakukan fungsi pengepakan, penyimpanan,
pendinginan, dan pengolahan, menambah kegunaan waktu dari daging tersebut,
karena dengan pengepakan, penyimpanan, pendinginan, dan pengolahan, daging
tersebut dapat bertahan untuk jangka waktu yang relatif lebih lama dibanding
tanpa melakukan fungsi-fungsi pemasaran tersebut.
Fungsi pertukaran yang terdiri atas proses transaksi penjualan dan
pembelian merupakan aktivitas yang dapat menaikkan atau menciptakan
kegunaan kepemilikan. Proses transaksi tersebut misalnya penujualan daging
yang dilakukan oleh peternak kepada pedagang pengumpul. Pedagang
pengumpul menjualnya kepada pedagang besar dan atau industri pengolahan.
Pedagang besar menjual daging kepada industri pengolahan, pengecer, dan
atau pedagang besar luar negeri.Begitu juga industri pengolahan yang menjual
hasil olahan daging kepada konsumennya.Semua aktivitas tersebut merupakan
kegunaan kepemilikan melalui fungsi pertukaran.Dengan terjadinya penciptaan
kegunaan kepemilikan tersebut, maka semua aktivitas di atas dapat digolongkan
sebagai aktivitas produktif.

133
C. Peranan Pemasaran dalam Sistem Agribisnis
Sistem pemasaran pertanian mencakup banyak lembaga, baik yang
berorientasi laba maupun nirlaba, baik yang terlibat dan terkait secara
langsung dengan operasi sistem pemasaran pertanian.Sistem pemasaran yang
kompleks tersebut diharapkan dapat memainkan peranan penting dalam upaya
memaksimalkan tingkat konsumsi, kepuasan konsumen, pilihan konsumen,
dan mutu hidup masyarakat.

1. Peranan Sistem Pemasaran


Berikut ini beberapa peranan sistem pemasaran.

a. Memaksimumkan Tingkat Konsumsi


Sistem pemasaran memiliki sasaran dan berusaha untuk memaksimalkan
tingkat konsumsi masyarakat terhadap berbagai jenis produk yang dipasarkan.
Upaya ini menjadi salah satu sasaran karena dengan tingkat konsumsi masyarakat
yang tinggi akan berimplikasi kepada peningkatan volume penjualan dan pada
gilirannya akan merangsang peningkatan volume produksi. Dengan kata lain,
memaksimalkan tingkat konsumsi akan memaksimalkan pula tingkat produksi,
kesempatan kerja, kesempatan berusaha, kesejahteraan, dan mutu hidup
masyarakat. Tingkat produksi yang tinggi akan berpengaruh positif kepada
pertumbuhan dan perkembangan ekonomi secara makro dan selanjutnya akan
memperbaiki kualitas hidup masyarakat, meningkatkan daya beli potensial,
dan merangsang peningkatan investasi pada sektor-sektor produktif, baik di
bidang pertanian maupun di bidang lainnya yang terkait.

b. Memaksimalkan Kepuasan Konsumen


Kepuasan konsumen menjadi sasaran dari semua kegiatan dalam sistem
pemasaran suatu produk. Kepuasan tersebut didapatkan jika seseorang
mengkonsumsi atau menggunakan barang dengan tingkat kepuasan marjinal lebih
tinggi atau sama dengan biaya marjinal yang dikeluarkan untuk memperoleh barang
tersebut. Pengukuran kedua variabel tersebut mencakup ukuran rasio kuantitatif
dan atau rasio kualitatif. Pada kenyataannya, Pengukuran tingkat kepuasan secara
absolut sangat sulit dilakukan dengan alasan-alasan berikut ini.
1) Belum ditemukan metode yang andal untuk mengukur tingkat kepuasan
total secara absolut yang diperoleh konsumen dalam mengkonsumsi suatu
jenis produk. Misalnya, jika si Fulan mengkonsumsi 1 ons jambu air merah
akan memperoleh tingkat sebanyak 5 satuan kepuasan, sedangkan jika
mengkonsumsi jambu air hijau akan memperoleh 3 satuan kepuasan. Cara

Manajemen Agribisnis:
134 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
pengukuran seperti ini belum dapat diterapkan dalam mengukur tingkat
kepuasan. Namun, ukuran kualitatif tersebut yang dibandingkan secara
kuantitatif akan memberikan hasil yang lebih baik. Misalnya, tingkat
kepuasan yang diperoleh si Fulan dengan mengkonsumsi satu satuan jambu
air merah dua kali lebih tinggi dibanding jika mengkonsumsi jambu air
hijau. Pernyataan ini pun masih memiliki kekurangan karena biaya secara
kuantitatif dan kualitatif yang dikeluarkan sering tidak sama besar untuk
memperoleh satu satuan jambu air merah dengan satu satuan jambu air
hijau dengan satuan ukuran yang sama.
2) Tingkat kepuasan konsumen tidak hanya tergantung pada keunggulan
sifat-sifat dan karakteristik produk yang memberikan dampak positif
kepada konsumennya, tetapi juga hal-hal yang memberikan dampak
negatif, baik kepada diri konsumen maupun lingkungannya. Misalnya,
penggunaan plastik atau bahan poliester pada kemasan produk makanan
ringan. Mungkin saja produk makanan ringan merek tertentu dengan
rasa cokelat mempunyai keunggulan sifat dan karakteristik yang mampu
memuaskan konsumennya, tetapi karena kemasannya dari plastik, dianggap
dapat mencemari lingkungan. Dengan demikian, produk tersebut lebih
sulit dipasarkan dalam negara atau daerah yang menerapkan peraturan
lingkungan hidup yang ketat. Pengukuran tingkat kepuasan konsumen
pada kondisi tersebut tidak hanya terkait dengan diri konsumennya, tetapi
juga sangat terkait dengan lingkungan di mana konsumen tersebut berada.
3). Karakteristik dan ukuran tingkat kepuasan konsumen dapat berbeda-beda,
baik antarwaktu, antarlokasi, tingkat sosial, dan kebiasaan. Dengan demikian,
pengukurannya sangat sulit, apalagi jika konsumennya memiliki sifat yang
beraneka ragam. Misalnya, faktor prestise suatu produk menjadi ukuran
tingkat kepuasan konsumen tertentu di suatu areal pasar, tetapi konsumen
lain dalam areal pasar tersebut menginginkan produk tersebut murah dan
mudah diperoleh. Dengan demikian, kedua golongan konsumen tersebut
menginginkan karakteristik dasar produk yang berbeda sebagai faktor yang
menentukan tingkat kepuasannya, sehingga untuk mengukur secara tepat
tingkat kepuasan konsumen di areal pasar tersebut sangat sulit.

c. Memaksimalkan Pilihan
Upaya untuk memaksimalkan pilihan konsumen memerlukan alternatif
pilihan dari produk yang beraneka ragam dan terkait dengan biaya yang besar,
baik dari sisi konsumen maupun dari sisi produsen dan lembaga pemasarannya.
Pilihan konsumen dapat menjadi maksimal jika tersedia banyak jenis barang

135
dengan karakteristik yang berbeda-beda. Produsen memerlukan biaya produk
yang besar untuk memproduksi lebih banyak macam produk dengan skala
produksi yang relatif kecil-kecil. Di samping itu, memproduksi banyak jenis
barang akan meningkatkan biaya pengelolaan persediaan. Lembaga pemasaran
harus mengeluarkan biaya yang relatif besar untuk menyediakan atau
memasarkan lebih banyak produk dibandingkan dengan jenis produk yang lebih
sedikit. Biaya-biaya tersebut termasuk biaya pengadaan, biaya penyimpanan,
biaya transportasi, biaya pemasaran, overhead cost, serta biaya-biaya lainnya.
Biaya yang dikeluarkan oleh produsen dan lembaga pemasaran tersebut
mempengaruhi tingginya harga pokok penjualan dan harga jual yang harus
dibayar oleh konsumen. Tingginya harga produk yang harus dibayar
konsumen tersebut akan mengurangi tingkat konsumsi dan pendapatan nyata
konsumen. Dari segi konsumen, keberadaan lebih banyak jenis barang tidak
akan meningkatkan pilihan nyata konsumen dan tidak semua konsumen
memberikan tanggapan positif terhadap kehadiran lebih banyak pilihan sebab
dapat membuat konsumen frustasi atau bingung dalam melakukan pemilihan.

d. Memaksimalkan Mutu Hidup


Memaksimumkan mutu hidup tidak hanya ditentukan oleh mutu,
kuantitas, dan tingkat ketersediaan produk, serta jumlah biaya yang dikeluarkan
oleh konsumen untuk mendapatkan produk tersebut, tetapi juga oleh mutu
lingkungan fi sik dan kebiasaan atau kebudayaan setempat.

2. Pendekatan Studi dan Analisis Pemasaran Pertanian


Sistem pemasaran pertanian, seperti telah diuraikan sebelumnya,
merupakan sistem yang sangat kompleks. Proses sistem tersebut harus dapat
mempertemukan antara kepentingan dan kebutuhan produsen dan konsumen,
yang kadang kala kepentingan masing-masing pihak saling bertentangan. Di
samping itu, proses sistem tersebut harus dapat mengalirkan barang atau
jasa dari produsen ke tangan konsumen akhir secara efektif dan efi sien. Oleh
karena itu, proses pemasaran merupakan suatu proses komunikasi yang
menghubungkan antara kepentingan produsen dan konsumen melalui kegiatan
fungsional lembaga-lembaga masyarakat.
Sistem tersebut harus dapat menyalurkan informasi timbal-balik sebagai
dasar pengambilan keputusan oleh produsen, konsumen, dan lembaga-lembaga
pemasaran yang terlibat dalam proses pengaliran barang dan atau jasa dari
produsen ke tangan konsumen akhir. Dengan demikian, suatu sistem pemasaran

Manajemen Agribisnis:
136 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
dinyatakan bekerja secara efi sien dan efektif apabila sistem tersebut mampu
menyediakan insentif bagi para pelaku (produsen, konsumen, dan lembaga-
lembaga pemasaran) yang mambu mendorong pengambilan keputusan para
pelaku tersebut secara tepat dan efi sien. Oleh karena itu, studi dan analisis
mengenai pemasaran memegang peranan penting untuk menjadi sarana
pengambilan keputusan yang tepat dan efi sien bagi para pelaku yang terkait
dengan proses pemasaran tersebut.
Kompleksitas sistem pemasaran pertanian dan masalah-masalah yang
dihadapi dalam kegiatan pemasaran pertanian menuntut suatu kerangka
analisis yang dapat menuntun para analis yang akan atau sedang menelaah
dimensi-dimensi yang ada dalam sistem pemasaran tersebut, baik secara parsial
maupun seluruh dimensi yang dapat teridentifi kasi. Kerangka analisis tersebut
dimulai dengan menentukan suatu pendekatan yang akan menjadi acuan dalam
merancang model analisis.
Beberapa pendekatan dalam studi dan analisis pemasaran telah dijelaskan dalam
berbagai literatur dan semuanya ditujukan untuk menjadi sarana pengambilan
keputusan oleh para pelaku yang terkait dengan proses pemasaran. Pendekatan-
pendekatan tersebut harus dapat dan mampu menyediakan informasi-informasi
yang rasional dan logis sebagai dasar pengambilan keputusan. Pendekatan-
pendekatan tersebut antara lain adalah pendekatan fungsional, pendekatan
kelembagaan, pendekatan produk atau komoditas, pendekatan manajerial, dan
pendekatan sistem, seperti dipaparkan berikut ini.
a. Pendekatan Fungsional
Pendekatan fungsional digunakan untuk menelaah dan menganalisis
kegiatan-kegiatan fungsional yang akan dilakukan oleh setiap pelaku dalam
proses pemasaran suatu komoditas. Analisis fungsi-fungsi di atas sangat berguna
dalam perencanaan bniaya pemasaran dan nilai produk yang akan dibayar oleh
konsumen akhir. Studi dan analisis fungsi-fungsi pemasaran tersebut penting
karena beberapa hal berikut.
1) Fungsi-fungsi pemasaran yang akan dilakukan berpengaruh terhadap
jumlah biaya pemasaran dan nilai produk yang akan dibayar oleh konsumen
akhir. Hal ini berkaitan dengan penciptaan nilai tambah dan kegunaan dari
setiap tahapan fungsi yang dilewati suatu komoditas dalam pergerakannya
menuju ke tangan konsumen akhir.
2) Analisis fungsional membantu untuk memperkirakan biaya pemasaran
dan nilai produk pada setiap tahapan fungsi yang akan dilewati produk

137
tersebut dan untuk menentukan biaya pemasaran secara keseluruhan serta
nilai produk yang harus dibayar oleh konsumen.
3) Analisis fungsional membantu dalam menentukan jumlah fungsi-fungsi
yang akan dilakukan dalam mengalirkan suatu produk dari tangan produsen
ke tangan konsumen akhir.
4) Analisis fungsional membantu dalam menyusun rencana pelaksanaan
fungsi-fungsi tersebut agar dalam setiap pelaksanaannya dapat mencapai
tingkat efi siensi dan efektivitas yang tinggi.
5) Analisis fungsional yang digunakan untuk menelaah besarnya biaya dan
manfaat dari proses kegiatan pemasaran untuk menuntun para analis dan
perencana pemasaran untuk menentukan atau menetapkan perlu tidaknya
dilakukan fungsi pelayanan tambahan. Di samping itu, analisis fungsional
dapat membantu menetapkan jenis fungsi pelayanan tambahan yang efektif
untuk dilakukan dalam proses pemasaran tersebut.
b. Pendekatan Kelembagaan
Pendekatan kelembagaan berguna untuk menjawab mengenai siapa yang
akan melakukan fungsi-fungsi pemasaran dalam proses pemasaran suatu produk
secara efektif dan efi sien. Apakah lembaga berspesialisasi pada fungsi-fungsi
tertentu ataukah multi fungsi atau campuran keduanya.Apakah lembaga secara
individu/perorangan atau perusahan atau kolektif ataukah koperasi. Semuanya
tergantung pada hasil analisis yang dilakukan berdasarkan pertimbangan
besarnya biaya dan manfaat serta efektivitas dan efi siensi proses pemasaran
yang akan dilakukan. Pendakatan ini menekankan pada pemahaman mengenai
karakteristik setiap lembaga yang akan terlibat atau yang terkait dengan
setiap fungsi dalam sistem pemasaran suatu komoditas. Khols dan Uhl (1990)
mengklasifi kasikan lembaga perantara pemasaran pertanian sebagai berikut.
1) Lembaga perantara perdagangan, yakni pedagang pengecer dan pedagang
besar.
2) Agen perantara, yakni broker dan lembaga perantara yang mencari komisi.
3) Perantara spekulan.
4) Prosesor dan manufaktur (agroindustri).
5) Lembaga fasilitator.
c. Pendekatan Sistem
Kedua pendekatan studi dan analisis pemasaran yang telah diuraikan
di atas, yaitu pendekatan fungsional dan kelembagaan, hanya mencakup
eksistensi seluruh kegiatan pemasaran tanpa melibatkan perubahan-perubahan

Manajemen Agribisnis:
138 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
pada lingkungan sistem pemasaran yang mungkin terjadi dan tidak mampu
memprediksi kemungkinan adanya perubahan atau lembaga yang terlibat atau
terkait pada proses pemasaran dalam jangka panjang. Suatu pendekatan yang
cukup baik untuk menelaah hal-hal tersebut adalah pendekatan sistem.
Sistem pemasaran dapat disusun dari bagian-bagian yang lebih kecil yang
membentuk suatu sistem secara keseluruhan sehingga memudahkan untuk
menelaah kinerja sistem secara keseluruhan untuk merumuskan kesimpulan
umum dari premis-premis setiap bagian dari kerangka penyusunan tindakan
atau kebijakan.Sistem tersebut kemudian dipilah-pilah untuk dianalisis secara
mendalam untuk melihat dan memproyeksi tingkat keberhasilan masing-masing
bagian, mengevaluasi kerangka tindakan dan kebijakan umum, kemudian
menyusun rencana operasi secara detail.
d. Pendekatan Produk
Pendekatan produk memfokuskan pada bagaimana produk tersebut dapat
menjadi mudah dan murah untuk diterima dan digunakan oleh konsumen dan
atau pemakai.Ada produk yang harganya murah dan mudah diperoleh, tetapi
sulit untuk menggunakannya.Ada produk yang harganya murah dan mudah
untuk menggunakannya, tetapi sulit untuk mendapatkannya.Ada produk yang
mahal, mudah diperoleh, dan mudah menggunakannya.Hal-hal seperti itulah
yang menjadi perhatian utama analisis pemasaran dengan pendekatan produk.
e. Pendekatan Manajerial
Pendekatan manajerial memfokuskan pada kerangka analisis berdasarkan
fungsi-fungsi manajemen, yakni perencanaan, pelaksanaan, pengorganisasian,
pengawasan, dan evaluasi.Tujuannya adalah untuk membuat seluruh kegiatan
pemasaran baik secara parsial maupun secara keseluruhan, menjadi produktif,
efektif, dan efi sien.

D. Saluran Pemasaran Agribisnis


Saluran pemasaran merupakan saluran yang digunakan oleh produsen
untuk menyalurkan produk dari produsen sampai ke konsumen akhir. Menurut
panjang pendeknya, saluran pemasaran dapat dibagi menjadi tiga kempok
sebagai berikut.
1. Penyaluran Langsung
Penyaluran Langsung merupakan saluran pemasaran yang paling pendek
yaitu produk diantar dari produsen langsung ke konsumen.Contohnya
adalah sayuran atau buah-buahan yang baru dipetik dijual dipinggir jalan.

139
2. Penyaluran Semi-Langsung
Penyaluran Semi-Langsung yaitu saluran pemasaran yang melewati satu
perantara baru ke konsumen. Contohnya adalah hasil panen sayur yang
dijua loleh petani kepada pedagang pengumpul, kemudian pedagang
pengumpulmenjual langsung ke konsumen.
3. Penyaluran Tidak Langsung
Penyaluran Tidak Langsung yaitu saluran pemasaran yang menggunakan
dua atau lebih perantara baru kemudian sampai ke konsumen. Contohnya
adalah buahan yang dijual ke pedagang pengumpul kemudian diolah
menjadi minuman oleh pabrik baru kemudian dipasarkan olehpengecer
dan dibeli oleh konsumen. Contoh saluran pemasaran agribisnis dapat
digambarkan sebagai berikut.

Produsen
Retail Konsum en

Saluran 1
Tingkat
Grosir Retail
(PRK)
Saluran 2
Tingkat
(PGRK)
Retail
Agen
Grosir
Saluran 3
Tingkat
(PGRAK)

Gambar 6.2. Saluran Pemasaran Agribisnis (Kotler, 1997)

Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih saluran pemasaran


adalah sebagai berikut.
1. Sifat Barang
Misalnya barang cepat rusak seperti: sayuran, susu, dan daging maka
saluran yang dipilih adalah langsung. Begitu juga surat kabar, harus cepat
sampai di tangan konsumen.
2. Sifat Penyebaran Barang
Unt uk barang harus tersedia di tempat di manapun dan mudah dicari
seperti: rokok, korek api, obat-obatan produsen cenderung menggunakan
saluran distribusi yang panjang.
3. Alternatif Biaya
Adanya pertimbangan biaya dalam menetapkan saluran distribusi
menyebabkan saluran distribusi yang panjang akan menimbulkan biaya
besar sehingga harga jual menjadi lebih tinggi dan kelancaran penjualan
barang terganggu.

Manajemen Agribisnis:
140 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
4. Modal
Setiap usaha selalu memerlukan modal atau dana untuk beroperasi,
begitupula halnya untuk saluran pemasaran. Jika modal kita cukup besar,
maka saluran distribusi juga akan semakin kompleks karena produsen akan
membawa barangnya ke pelosok wilayah.
5. Tingkat Keuntungan
Tergantung dari mata rantai penyaluran barang, semakin panjang
matarantainya akan menyebabkan harga di konsumen tinggi. Hal itu berarti
kelancaran penjualan akan tersendat/terganggu sehingga keuntungan
menjadi berkurang.
Seluran pemasaran yang terbentuk dalam proses pemasaran sangat
beragam, salah satunya dapat dipengaruhi oleh lembaga-lembaga pemasaran
yang terlibat dalam proses penyampaian produk dari konsumen ke konsumen
yang membentuk jaringan pemasaran.
Lembaga pemasaran merupakan badan usaha atau individu yang
menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditas dari produsen
ke konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau
individu lainnya.Lembaga pemasaran muncul karena adanya keinginan
konsumen untuk memperoleh komoditas yang sesuai dengan waktu (time
utility), tempat (place utility), dan bentuk (form utility).
Lembaga pemasaran bertugas untuk menjalankan fungsi-fungsi pemasaran
serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Imbalan yang
diterima lembaga pemasaran dari pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran adalah
marjin pemasaran (yang terdirid ari biaya pemasaran dan keuntungan).
Macam-macam lembaga pemasaran:

1. Berdasarkan penguasaannya terhadap komoditas yang diperjual belikan,


lembaga pemasaran dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
• Lembaga yang tidak memiliki komoditas, tetapi menguasai komoditas,
seperti agen dan perantara, makelar (broker, selling broker, dan buying
broker)
• Lembaga yang memiliki dan menguasai komoditas-komoditas yang
dipasarkan, seperti: pedagang pengumpul, tengkulak, eksportir, dan
importir.

141 Pemasaran
Agribisnis
• Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan menguasai komoditas
yang dipasarkan, seperti perusahaan-perusahaan yang menyediakan
fasilitas transportasi, asuransi pemasaran, dan perusahaan yang
menentukan kualitas produk pertanian (surveyor).
2. Berdasarkan keterlibatan dalam proses pemasaran, yaitu:
• Tengkulak, yaitu lembaga pemasaran yang secara langsung berhubungan
dengan petani. Tengkulak melakukan transaksi denganpetani baik
secara tunai, ijon maupun kontrak pembelian.
• Pedagang pengumpul, yaitu lembaga pemasaran yang menjual
komoditas yang dibeli dari beberapa tengkulak dari petani. Peranan
pedagang pengumpul adalah mengumpulkan komoditas yang dibeli
tengkulak dari petani-petani, yang bertujuan untuk meningkatkan
efi siensi pemasaran seperti pengangkutan.
• Pedagang besar, untuk lebih meningkatkan pelaksanaan fungsi-fungsi
pemasaran maka jumlah komoditi yang ada pada pedagang pengumpul
perlu dikonsentrasikan lagi oleh lembaga pemasaran yang disebut
pedagang besar. Pedagang besar juga melaksanakan fungsi distribusi
komoditas kepada agen dan pedagang pengecer
• Agen penjual, bertugas dalam proses distribusi komoditas yang
dipasarkan, dengan membeli komoditas dari pedagang besar dalam
jumlah besar dengan harga yang relatif lebih murah.
• Pengecer (retailers), merupakan lembaga pemasaran yang berhadapan
langsung dengan konsumen. Pengecer merupakan ujung tombak
darisuatu proses produksi yang bersifat komersil. Artinya kelanjutan
proses produksi yang dilakukan oleh produsen dan lemabaga-lembaga
pemasaran sangat tergantung dengan aktivitas pengecer dalam menjual
produk ke konsumen. Oleh sebab itu tidak jarang suatu perusahaan
menguasai proses produksi sampai ke pengecer.
3. Berdasarkan lembaga-lembaga pemasaran tersebut, saluran pemasaran
agribisnis yang dapat terbentuk adalah :
• Produsen berhubungan langsung dengan konsumen akhir
• Produsen – tengkulak – pedagang pengumpul – pedagang besar –
pengecer– konsumen akhir
• Produsen – tengkulak – pedagang besar – pengecer – konsumen akhir
• Produsen – pedagang pengumpul – pedagang besar – pengecer
–konsumen akhir

Manajemen Agribisnis:
142 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Hubungan antar lembaga-lembaga tersebut akan membentuk pola-pola
pemasaran yang khusus yang sering disebut sistem pemasaran.

E. Fungsi dan Bauran Pemasaran


1. Fungsi Pemasaran
Proses penyaluran barang dan/atau jasa dari produsen ke konsumen akhir
memerlukan berbagai kegiatan fungsional pemasaran yang ditujukan untuk
memperlancar proses penyaluran barang dan/ atau jasa secara efektif dan efi sien
untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Kegiatan fungsional
tersebut disebut fungsi-fungsi pemasaran dan fungsi tersebut dilakukan
oleh lembaga-lembaga pemasaran suatu komoditas, yang membentuk rantai
pemasaran/sistem pemasaran.
Fungsi pemasaran dapat didefi nisikan sebagai serangkaian kegiatan
fungsional yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran, baik aktivitas
proes fi sik maupun jasa yang ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada
konsumen sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya melalui penciptaan atau
penambahan kegunaan bentuk, waktu, tempat, dan kepemilikan terhadap suatu
produk. Klasifi kasi fungsi-fungsi pemasaran agribisnis adalah sebagai berikut
(Sa’id,2001).
a. Fungsi pertukaran (owner equity), meliputi semua kegiatan yang
berhubungan dengan pemindahan hak milik suatu barang dan/ atau jasa
melalui suatu proses pertukaran. Fungsi pertukaran terdiri atas dua fungsi
yaitu, fungsi pembelian dan fungsi penjualan.
1) Fungsi pembelian (diperlukan untuk memiliki barang untuk konsumsi
dan produksi sehingga kita mencari sumber-sumber penawaran agar
barangtetap sedia). Usaha pembelian dilakukan oleh pedagang perantara
yakni edagang besar, pengumpul atau pengecer untuk dijual kembali
dan oleh produsen dijadikan bahan baku atau masukan dalam proses
produksi. Contohnya adalah input-input dan alat-alat pertanian yang
dibeli oleh petani, pembelian hasil pertanian oleh industri pengolahan,
dan pembelian produk setengah jadi oleh industri untuk siolah lebih
lanjut menjadi produk jadi.
2) Fungsi penjualan (diperlukan untuk mencari tempat dan waktu yang
tepat untuk memasarkan barang). Sama dengan fungsi pembelian, fungsi
penjualan ini dilakukan oleh pedagang perantara yakni pedagang besar,
pengumpul atau pengecer. Selain menemukan kebutuhan konsumen
dan memberikan pelayanan sebaik-baiknya, fungsi penjualan berperan
untuk menemukan permintaan potensial bagi produknya dan berusaha

143
mengubah permintaan potensial tersebut menjadi permintaan nyata
melalui kegiatan promosi dan periklanan.
b. Fungsi Fisik, merupakan semua tindakan yang dilakukan terhadap barang
sehingga memperoleh kegunaan karena tempat, waktu, dan bentuk. Fungsi
fungsi tersebut meliputi:
1) Fungsi penyimpanan yaitu, bagaimana menjaga barang dari mulai
panen hingga penjualan. Fungsi penyimpanan berupaya mengatur
dan mengontrol persediaan untuk kebutuhan selama periode tertentu.
Fungsi ini menangani produk berupa masukan (bahan baku) untuk
suatu kegiatan produksi dan menangani keluaran berupa produk hasil
kegiatan produksi.
2) Fungsi pengangkutan
Fungsi pengangkutan mempunyai peran dalam proses pemasaran suatu
komoditas, terutama dalam memperlancar perpindahan produk dari
lokasi peroduksi sampai ke lokasi konsumen akhir. Fungsi ini semakin
penting dengan semakin jauhnya jarak antara lokasi produksi dengan
lokasi konsumen akhir atau pengguna.
3) Fungsi pengolahan
Fungsi ini adalah usaha menambah kegunaan bentuk kepada input-
input pertanian menjadi produk pertanian yang mengalir dalam sistem
pemasaran pertanian.
c. Fungsi Fasilitas pemasaran yaitu kegiatan yang menolong sistem
pemasaran untuk mengoperasi lebih lancar. Fungsi fasilitas dalam sistem
pemasara meliputi standarisasi dan penggolongan mutu, pembiayaan,
penanggungan risiko, dan penyediaan informasi pasar. Bahkan ada pula
yang menambahkan beberapa fungsi fasilitas yang lain seperti penelitian
pasar, penelitian dan pengembangan produk, pengembangan dan perluasan
permintaan, serta pengepakan dan pengemasan.
1) Fungsi Standarisasi dan Penggolongan Mutu
Standarisasi dan penggolongan mutu memegang peranan penting dalam
sistem pemasaran dimana dengan adanya hal ini, para pembeli, penjual
dan lembaga pemasaran lainnya memiliki kesamaan bahasa mengenai
ukuran suatu tingkat mutu produk sehingga dapat mempermudah
proses pertukaran dimanapun pelaku berada.
2) Fungsi Pembiayaan
Pembiayaan memegang peranan dalam perencanaan pembiayaan,
pelaksanaan pembiayaan, pengawasan pembiayaan, pengevaluasian
pembiayaan, dan pengendalian pembiayaan.

Manajemen Agribisnis:
144 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
3) Fungsi Penanggung Risiko
4) Fungsi Penyediaan Informasi Pemasaran
Fungsi ini memegang peranan dalam melancarkan proses operasi
pemasaran, memperbaiki tingkat efi siensi proses pemasaran, dan
membantu dalam pengambilan keputusan.
5) Fungsi Penelitian Pemasaran
Fungsi ini berperan menghubungkan konsumen pelanggan, dan
masyarakat kepada pemasar melalui informasi, dimana informasi
tersebut digunakan untuk mengidentifi kasi masalah-masalah
dan kesempatan-kesempatan pemasaran sehingga pemasar dapat
meningkatkan dapat meningkatkan kegiatan pemasarannya,
menyaring, memonitor dan mengevaluasi kegiatan pemasarannya
serta membangun pengertian dan menanamkan pemahaman tentang
pemasaran sebagai suatu proses.

2. Bauran Pemasaran
Bauran pemasaran (marketing mix) menurut Marketing Management
(1997) merupakan kumpulan variabel pemasaran yang dapat dikendalikanyang
digunakan oleh suatu badan usaha untuk mencapai tujuan pemasaran dalam
pasar sasaran. Menurut Kotler (1997), bauran pemasaran adalah sejumlah
alat-alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk menyakinkan obyek
pemasaran atau target pasar yang dituju. Selanjutnya bauran pemasaran juga
didefi nisikan sebagai kombinasi 4 variabel atau kegiatan yang merupakan
inti dari sistem pemasaran yaitu produk, harga, kegiatan promosi dan sistem
distribusi (Stanton, 1978). Terdapat banyak alat pemasaran, namun McCarthy
membagi unsur bauran pemasaran menjadi 4 faktor yang disebut 4P, yaitu
Product, Price, Place, dan Promotion. Secara singkat bauran pemasaran tersebut
dapat dijelaskan sebagaiberkut :
a. Product (produk) adalah segala sesuatu yang ditawarkan kepada masyarakat
untuk dilihat, dipegang, dibeli atau dikonsumsi. Produk dapat terdiri dari
barang fi sik, jasa, orang, tempat, organisasi, dan gagasan.
b. Price (harga), yaitu sejumlah uang yang konsumen bayar untuk
membeliproduk atau mengganti hak milik produk.
c. Place (tempat), yaitu berbagai kegiatan perusahaan untuk membuat
produkyang dihasilkan/dijual terjangkau dan tersedia bagi pasar sasaran.

145
Promotion (promosi), yaitu berbagai kegiatan perusahaan untuk
mengkomunikasikan dan memperkenalkan produk pada pasar sasaran.
Variabel promosi meliputi antara lain promosi penjualan, periklanan target
penjualan, hubungan masyarakat, dan pemasaran langsung. Variabel promosi
atau yang lazim disebut bauran komunikasi pemasaran meliputi (Koter,
1997):
1) Periklanan, yaitu semua bentuk presentasi nonpersonal dan
promosi ide, barang, atau jasa oleh sponsor yang ditunjuk dengan
mendapatbayaran.
2) Promosi penjualan, yaitu insentif jangka pendek untuk mendorong
keinginan mencoba atau pembelian produk dan jasa.
3) Hubungan Masyarakat and publisitas, yaitu berbagai program yang
dirancang untuk mempromosikandan/atau melindungi citraperusahaan
atau produk individual yang dihasilkan.
4) Personal selling, yaitu interaksi langsung antara satu atau lebih calon
pembeli dengan tujuan melakukan penjualan.
5) Pemasaran langsung, yaitu melakukan komunikasi pemasaran secara
langsung untuk mendapatkan respon dari pelanggan dan calontertentu,
yang dapat dilakukan dengan menggunakan surat, telepon,dan alat
penghubung nonpersonal lain.

Product Price

Mutu Harga tercantum


Rancangan Potongan harga
Nama merek Kelonggaran
Kemasan Periode
Pelayanan Pembayaran
Batas kredit

Pelanggan sasaran
posisi yang
diharapkan

Promotion
Place
Periklanan
Saluran
Penjualan
personal Cakupan
Promosi Pilihan lokasi
penjualan Persediaan
Hubungan Pengangkutan
masyarakat

Gambar 6.3. Bauran Pemasaran (Kotler and Amstrong, 2008)

Manajemen Agribisnis:
146 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Berkaitan dengan konsep bauran pemasaran 4P sebelumnya, Robert
Luaterborn mengatakan bahwa faktor 4P berhubungan dengan 4C (customer
need and want, cost to customer, convenience, communication) pelanggan dan
tidak bisa dipisahkan untuk mencapai tujuan yang masksimal.
1. Product customer need and want
Produk yang dihasilkan harus melihat kebutuhan dan keinginan para
penggunanya.
2. Price Cost to Customer
Harga selalu berhubungan dengan biaya pelanggan yang akan
ditentukan.Oleh karena itu, lembaga yang memproduksi informasi harus
mempertimbangkan keseimbangan antara informasi yang diberikan dengan
biaya pelanggan.
3. Place Convience
Tempat berhubungan dengan kemudahan keberadaan tempat
pemasaran,seperti:
a. Lokasi gedung yang strategis dengan penempatan perabot yang
tidak mengganggu kelancaran (lay out) tugas petugas (karyawan dan
pustakawan) serta aktivitas pengguna yang datang.
b. Penempatan bahan pustaka di rak-rak fi lling dapat dijangkau serta
penyajian dan sumber-sumber informasi melalui jaringan kerja
perpustakaan untuk menjangkau masyarakat yang tidak dapat datangke
perpustakaan.
4. Promotion Communication
Promosi erat kaitannya dengan komunikasi. Dengan cara dan media
komunikasi yang tepat suatu produk dapat dipromosikan dengan baik
kepada pengguna.

2. Evolusi Faktor Bauran Pemasaran (Marketing Mix)


Bauran pemasaran yang terdiri dari product, price, place, dan promotion
(4P) seiring perkembangan zaman dan tuntutan pasar yang senantiasa
mengalami perkembangan telah mengalami evolusi dan terus berkembang
searah dengan perkembangan perilaku konsumen dan kecerdasan para ahli
pemasaran. Lovelock dan Wright (2002) mengembangkan bauran pemasaran
(marketing mix) menjadi integrated service management dengan menggunakan
pendekatan 8Ps, yaitu: product elements; place; cyberspace and time; promotion
and education; price and other user outlays; process; productivity and quality;
people; and physical evidence.

147
a. Product elements adalah semua komponen dari kinerja layanan yang
menciptakan nilai bagi pelanggan.
b. Place, cyberspace, and time adalah keputusan manajemen mengenai kapan,
di mana, dan bagaimana menyajikan layanan yang baik kepada pelanggan.
c. Promotion and education adalah semua aktivitas komunikasi dan
perancangan insentif untuk membangun persepsi pelanggan yang
dikehendaki perusahaan atas layanan spesifi k yang perusahaan berikan.
d. Price and other user outlays adalah pengeluaran uang, waktu, dan usaha
yang pelanggan korbankan dalam membeli dan mengkonsumi produk dan
layanan yang perusahaan tawarkan atau sajikan.
e. Process adalah suatu metode pengoperasian atau serangkaian tindakan
yang diperlukan untuk menyajikan produk dan layanan yang baik kepada
pelanggan
f. Productivity and quality, produktivitas adalah sejauhmana efi siensi
masukan-masukan layanan ditransformasikan ke dalam hasil-hasil layanan
yang dapat menambah nilai bagi pelanggan, sedangkan kualitas adalah
derajat suatu layanan yang dapat memuaskan pelanggan karena dapat
memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan.
g. People adalah pelanggan dan karyawan yang terlibat dalam kegiatan
produksi produk dan layanan (service production).
h. Physical evidence adalah perangkat-perangkat yang diperlukan dalam
menyajikan secara nyata kualitas produk dan layanan.

Manajemen Agribisnis:
148 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
MANAJEMEN
BAB 7 RISIKO
AGRIBISNIS

Tujuan Instruksional:
Setelah mempelajari bab manajemen risiko dalam sistem agribisnis,
pembaca diharapkan memahami pengertian tentang risiko dan risiko-risiko
dalam agribisnis sehingga dapat memahami pula tentang pengelolaan-
pengelolaan risiko dalam agribisnis.

A. Risiko dan Manajemen Risiko


1. Defi nisi Risiko
Ada banyak defi nisi tentang risiko (risk). Risiko dapat ditafsirkan sebagai
bentuk keadaan ketidakpastian tentang suatu keadaan yang akan terjadi
nantinya (future) dengan keputusan yang diambil berdasarkan berbagai
pertimbangan pada saat ini. Menurut Ricky W. Griffi n dan Ronald J. Ebert
risiko adalah uncertainty about future events. Adapun Joel G. Siegel dan Jae K.
Shim mendefi nisikan risiko pada tiga hal:
a. Pertama adalah keadaan yang mengarah kepada sekumpulan hasil khusus,
yang hasilnya dapat diperoleh dengan kemungkinan yang telah diketahui
oleh pengambil keputusan,
b. Kedua adalah variasi dalam keuntungan, penjualan, atau variabel keuangan
lainnya, dan
c. Ketiga adalah kemungkinan dari sebuah masalah keuangan yang
mempengaruhi kinerja operasi perusahaan atau posisi keuangan, seperti
risiko ekonomi, ketidakpastian politik, dan masalah industri.
Lebih jauh Joel G. Siegel dan Jae K. Shim menjelaskan pengertian dari analisis
risiko adalah proses pengukuran dan penganalisisan risiko disatukan dengan
keputusan keuangan dan investasi. Sementara itu David K. Eiteman, Arthur I.
Stonehill dan Michael H. Moffett mengatakan bahwa risiko dasar adalah the
mismatching of interest rate bases for associated assets and liabilities.

149
2. Defi nisi Manajemen Risiko
Manajemen risiko adalah suatu bidang ilmu yang membahas tentang
bagaimana suatu organisasi menerapkan ukuran dalam memetakan berbagai
permasalahan yang ada dengan menempatkan berbagai pendekatan manajemen
secara komprehensif dan sistematis.

3. Manfaat Manajemen Risiko


Dengan diterapkannya manajemen risiko di suatu perusahaan ada beberapa
manfaat yang akan diperoleh, yaitu sebagai berkut.
a. Perusahaan memiliki ukuran kuat sebagai pijakan dalam mengambil setiap
keputusan, sehingga para manajer menjadi lebih berhati-hati (prudent) dan
selalu menempatkan ukuran-ukuran dalam berbagai keputusan.
b. Mampu memberi arah bagi suatu perusahaan dalam melihat pengaruh-
pengaruh yang mungkin timbul baik secara jangka pendek dan jangka
panjang.
c. Mendorong para manajer dalam mengambil keputusan untuk selalu
menghindari risiko dan menghindari dari pengaruh terjadinya kerugian
khususnya dari segi fi nansial.
d. Memungkinkan perusahaan memperoleh risiko kerugian yang minimal.
e. Dengan adanya konsep manajemen risiko (risk management concept) yang
dirancang secara detail maka artinya perusahaan telah membangun arah
dan mekanisme secara sustainable (berkelanjutan).

4. Tahap-tahap dalam Melaksanakan Manajemen Risiko


Untuk mengimplementasikan manajemen risiko secara komprehensif ada
beberapa tahap yang harus dilaksanakan oleh suatu perusahaan, yaitu:
a. Identifi kasi Risiko
Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan melakukan tindakan berupa
mengidentifi kasi setiap bentuk risiko yang dialami perusahaan, termasuk
bentuk-bentuk risiko yang mungkin akan dialami oleh perusahaan.
Identifi kasi ini dilakukan dengan cara melihat potensi-potensi risiko yang
sudah terlihat dan yang akan terlihat
b. Mengidentifi kasi Bentuk-Bentuk risiko
Pada tahap ini diharapkan pihak manajemen perusahaan telah mampu
menemukan bentuk dan format risiko yang dimaksud. Bentuk-bentuk
risiko yang diidentifi kasi di sini telah mampu dijelaskan secara detail, seperti
ciri-ciri risiko dan faktor-faktor timbulnya risiko tersebut.Pada tahap ini
pihak manajemen perusahaan juga sudah mengumpulkan dan menerima
berbagai data-data baik bersifat kualitatif dan kuantitatif.

Manajemen Agribisnis:
150 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
c. Menempatkan Ukuran-Ukuran Risiko
Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan sudah menempatkan ukuran
atau skala yang dipakai, termasuk rancangan model metodologi penelitian
yang akan digunakan. Data-data yang masuk juga sudah dapat diterima, baik
yang berbentuk kualitatif dan kuantitatif serta pemilihan data dilakukan
berdasarkan pendekatan metodologi yang digunakan.Dengan kepemilikan
rancangan metodologi penelitian yang ada diharapkan pihak manajemen
perusahaan telah memiliki fondasi kuat guna melakukan pengolahan data.
Untuk dipahami bahwa penggunaan ukuran dengan berdasarkan format
metodologi penelitian yang digunakan harus dilakukan dengan sangat hati-
hati dan penuh kecermatan karena jika salah atau tidak sesuai dengan kasus
yang ditangani maka hasil yang akan diperoleh nantinya juga dianggap
tidak akan akurat.
d. Menempatkan Alternatif-Alternatif
Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan telah melakukan pengolahan
data. Hasil pengolahan kemudian dijabarkan dalam bentuk kualitatif dan
kuantitatif beserta akibat-akibat atau pengaruh-pengaruh yang akan timbul
jika keputusan-keputusan tersebut diambil. Berbagai bentuk penjabaran
yang dikemukakan tersebut dipilah dan ditempatkan sebagai alternatif-
alternatif keputusan.
e. Menganalisis Setiap Alternatif
Pada tahap ini setiap alternatif yang ada selanjutnya dianalisis dan dikemukakan
berbagai sudut pandang serta efek-efek yang mungkin timbul.Dampak yang
mungkin timbul baik secara jangka pendek dan jangka panjang dipaparkan
secara komprehensif dan sistematis, dengan tujuan mampu diperoleh suatu
gambaran secara jelas dan tegas.Kejelasan dan ketegasan sangat penting guna
membantu pengambilan keputusan secara tepat.
f. Memutuskan Satu Alternatif
Pada tahap ini setelah berbagai alternatif dipaparkan dan dijelaskan baik
dalam bentuk lisan dan tulisan oleh para manajemen perusahaan maka
diharapkan pihak manajer perusahaan sudah memiliki pemahaman secara
khusus dan mendalam.Pemilihan satu alternatif dan berbagai alternatif
yang ditawarkan artinya mengambil alternatif yang terbaik dari berbagai
alternatif yang ditawarkan termasuk dengan menolak berbagai alternatif
lainnya.Dengan pemilihan satu alternatif sebagai solusi dalam menyelesaikan
berbagai permasalahan diharapkan pihak manajer perusahaan sudah
memiliki fondasi kuat dalam menugaskan pihak manajemen perusahaan
untuk bekerja berdasarkan konsep dan koridor yang ada.

151
g. Melaksanakan Alternatif yang Dipilih
Pada tahap ini setelah alternatif dipilih dan ditegaskan serta dibentuk
tim untuk melaksanakan ini, maka artinya manajer perusahaan sudah
mengeluarkan Surat Keputusan (SK) yang dilengkapi dengan rincian
biaya. Rincian biaya yang dialokasikan tersebut telah disetujui oleh bagian
keuangan serta otoritas pengambil penting lainnya.
h. Mengontrol Alternatif yang Dipilih Tersebut
Pada tahap ini alternatif yang dipilih telah dilaksanakan dan pihak tim
manajemen beserta para manajer perusahaan. Tugas utama manajer
perusahaan adalah melakukan kontrol yang maksimal guna menghindari
timbulnya berbagai risiko yang tidak diinginkan.
i. Mengevaluasi Jalannya Alternatif yang Dipilih
Pada tahap ini setelah alternatif dilaksanakan dan kontrol dilakukan maka
selanjutnya pihak tim manajemen secara sistematis melaporkan kepada
pihak manajer perusahaan. Pelaporan tersebut berbentuk data-data yang
bersifat fundamental dan teknikal serta dengan tidak mengesampingkan
informasi yang bersifat lisan.Tujuan melakukan evaluasi dari alternatif
yang dipilih tersebut adalah bertujuan agar pekerjaan tersebut dapat terus
dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan.

4. Tipe Risiko
Bagi pelaku sektor bisnis dan pihak perbankan khususnya perlu mengamati
dan memahami tipe-tipe risiko dengan seksama, karena menyangkut dengan
penyaluran kredit yang diberikan kepada para debiturnya dan risiko yang akan
ditanggung oleh para debiturnya tersebut. Dari sudut pandang akademisi ada
banyak jenis risiko namun secara umum risiko itu hanya dikenal dalam 2 (dua)
tipe saja, yaitu risiko murni (pure risk) dan risiko spekulatif (speculative risk).
a. Risiko Murni (pure risk). Risiko murni dapat dikelompokkan pada 3 (tiga)
tipe risiko, yaitu:
1) Risiko aset fi sik. Merupakan risiko yang berakibat timbulnya kerugian
pada aset fi sik suatu perusahaan / organisasi. Contohnya kebakaran,
banjir, gempa bumi, tsunami, gunung meletus, dll.
2) Risiko karyawan. Merupakan risiko karena apa yang dialami oleh
karyawan yang bekerja di perusahaan / organisasi tersebut. Contohnya
kecelakaan kerja sehingga aktivitas perusahaan terganggu.

Manajemen Agribisnis:
152 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
3) Risiko legal. Merupakan risiko dalam bidang kontrak yang
mengecewakan atau kontrak tidak berjalan sesuai dengan rencana.
Contohnya perselisihan dengan perusahaan lain sehingga adanya
persoalan seperti ganti kerugian.
b. Risiko spekulatif (speculative risk). Risiko spekulatif ini dapat
dikelompokkan pada empat tipe risiko, yaitu:
1) Risiko pasar. Merupakan risiko yang terjadi dari pergerakan harga
di pasar. Contohnya harga saham mengalami penurunan sehingga
menimbulkan kerugian.
2) Risiko kredit. Merupakan risiko yang terjadi karena counter party gagal
memenuhi kewajibannya kepada perusahaan. Contohnya timbulnya
kredit macet, persentase piutang meningkat.
3) Risiko likuiditas. Merupakan risiko karena ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan kas. Contohnya kepemilikan kas menurun,
sehingga tidak mampu membayar hutang secara tepat menyebabkan
perusahaan harus menjual aset yang dimilikinya.
4) Risiko operasional. Merupakan risiko yang disebabkan pada kegiatan
operasional yang tidak berjalan dengan lancar. Contohnya terjadi
kerusakan pada komputer karena berbagai hal termasuk terkena
virus.

6. Mengelola Risiko
Dalam beraktivitas, risiko pasti terjadi dan sulit untuk dihindari sehingga
bagi sebuah lembaga bisnis seperti misalnya perbankan sangat penting untuk
memikirkan bagaimana mengelola atau me-manage risiko tersebut. Pada dasarnya,
risiko itu sendiri dapat dikelola dengan 4 (empat) cara.
a. Memperkecil Risiko
Keputusan untuk memperkecil risiko adalah dengan cara tidak memperbesar
setiap keputusan yang mengandung risiko tinggi tapi membatasinya bahkan
meminimalisasinya agar risiko tersebut tidak bertambah besar di luar dari
kontrol pihak manajemen perusahaan. Karena mengambil keputusan di
luar pemahaman manajemen perusahaan sama artinya dengan melakukan
keputusan yang sifatnya spekulasi.
b. Mengalihkan Risiko
Keputusan mengalihkan risiko adalah dengan cara risiko yang kita terima
tersebut kita alihkan ke tempat lain sebagian, seperti dengan keputusan
mengasuransikan bisnis guna menghindari terjadinya risiko yang sifatnya
tidak diketahui kapan waktunya.

153
c. Mengontrol Risiko
Keputusan mengontrol risiko adalah dengan cara melakukan antisipasi
terhadap timbulnya risiko sebelum risiko itu terjadi. Kebijakan seperti ini
biasanya dilakukan dengan memasang alat pengaman atau pihak penjaga
keamanan pada tempat-tempat yang dianggap vital. Seperti memasang alarm
pengaman pada mobil, alarm kebakaran pada rumah dan menempatkan
satpam pada siang atau malam hari.
d. Pendanaan Risiko
Keputusan pendanaan risiko adalah menyangkut penyediaan sejumlah
dana sebagai cadangan (reserve) guna mengantisipasi timbulnya risiko di
kemudian hari seperti perubahan nilai tukar dolar terhadap mata uang
domestik di pasaran. Kebijakan sebuah perbankan adalah harus memiliki
cadangan dalam bentuk mata uang dolar sebagai antisipasi perkiraan akan
terjadi kenaikan atau perubahan tersebut.

7. Alternatif-Alternatif Menghindari Risiko


Untuk menghindari risiko yang timbul terhadap aktivitas investasi yang
dilakukan perlu dilakukan alternatif-alternatif dalam pengambilan keputusan.
Alternatif keputusan yang diambil adalah yang dianggap realistis dan tidak
akan menimbulkan masalah nantinya. Tindakan seperti ini dianggap sebagai
bagian strategi investasi.
Berbagai keputusan strategis akan menghasilkan nilai yang lebih besar bagi
perusahaan. Tindak lanjut dari keputusan strategis ini adalah dengan melibatkan
secara maksimal sumber daya yang ada untuk mengimplementasikan keputusan
yang dimaksud dan menentukan pihak-pihak yang bertanggung jawab atas
implementasi ini. Artinya risiko itu selalu saja sulit untuk dihindari namun
diusahakan terjadi dalam jumlah yang sangat minim.
Sebuah contoh sederhana dalam usaha menghindari risiko bisnis adalah
pada saat seorang pebisnis membutuhkan pinjaman dana untuk melakukan
usahanya sebesar Rp 2 miliar sebaiknya ia mengajukan pinjaman sebesar Rp 2,3
miliar. Dalam artian angka kelebihan Rp 300 juta lagi itu tetap saja disimpan di
bank sebagai bentuk hedging (lindung nilai) atau semacam antisipasi jika dalam
proses pelunasan tersebut ia mengalami kendala atau tidak tercapainya target
keuntungan secara sistematis dari hasil usaha maka untuk sementara waktu ia
bisa mempergunakan angka yang tersimpan di bank tersebut untuk membayar
cicilan pinjaman. Dengan begitu pihak pemberi pinjaman akan melihat bahwa
nasabahnya tersebut tidak mengalami kesulitan dalam melunasi pinjaman
serta sudah pasti penilaian yang baik ini bisa saja bila pihak nasabah dalam

Manajemen Agribisnis:
154 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
pertengahan pembayaran sudah mencapai 50% pelunasan ia dapat mengajukan
lagi tambahan pinjaman tapi tetap dengan konsep yang sama tentunya, maka
bukan tidak mungkin jika pihak pemberi pinjaman akan segera mencairkan.
Perlunya dibuat posisi hedging seperti dijelaskan di sini dimaksudkan guna
mengantisipasi kondisi ekonomi yang berubah dan tak menentu seperti kondisi
fl uktuatif pada negara Indonesia dan beberapa perusahaan swasta karena
memiliki tingkat hutang valas tinggi.

B. Risiko dalam Agribisnis


Risiko dan Perilaku Produsen
Sistem pertanian yang tangguh dalam pembangunan subsektor tanaman
pangan, diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang didukung oleh
kemampuan memproduksinya. Oleh karena itu, setiap kegagalan berproduksi
sangat tidak diharapkan. Keberhasilan mengatasi kesenjangan hasil pada
usahatani pertanian, sangat ditentukan oleh kemampuan petani mengatasi
berbagai faktor kendala yang ada dalam usahatani tersebut yang meliputi
kendala teknis, ekonomis, dan sosial. Salah satu kendala lain yang ikut menjadi
pertimbangan petani dalam membuat keputusan yaitu unsur risiko dan
ketidakpastian.
Situasi ketidakpastian atau uncertainty dalam usahatani kedelai lebih
banyak disebabkan oleh faktor alam seperti iklim, khususnya curah hujan dan
hama serta penyakit tanaman. Faktor harga dan pemasaran, yang biasanya
menjadi sumber ketidakpastian hasil-hasil pertanian, bagi komoditas tertentu
relatif tidak menjadi masalah (Pusat Penelitian Palawija, 1988), tetapi untuk
komoditas lain hal tersebut menjadi sumber masalah.
Menurut kamus Webster’s Third News International Dictionary (1963),
istilah risiko atau risk dimaksudkan kepada terjadinya kemungkinan merugi
atau the possibility of loss, jadi peluang akan terjadinya diketahui terlebih
dahulu. Uncertainty adalah sesuatu yang tidak bisa diramalkan sebelumnya,
dan karenanya peluang terjadinya merugi belum diketahui sebelumnya.
Analisis proses produksi yang mengasumsikan adanya ketidakpastian telah
diperkenalkan oleh Frank Knight yang mengklasifi kasikan situasi ketidakpastian
menjadi dua kategori, yaitu risiko dan ketidakpastian. Menurut Knight dalam
Doll dan Orazem (1978), Roumasset (1979), Casavant dan Infanger (1984),
batasan pengertian antara risiko dan ketidakpastian secara mudah digambarkan
dalam satu rangkaian kesatuan seperti pada gambar berikut.

155
Risky events Uncertainty Events
(Kejadian berisiko) (Kejadian tidak pasti)

Probabilitas dan hasil Probabilitas dan hasil


akhir diketahui akhir tidak diketahui

Gambar 7.1. Rangkaian Kejadian Berisiko dengan Kejadian Ketidakpastian

Gambar 7.1 menjelaskan bahwa peristiwa di dunia dapat digolongkan


menjadi dua situasi ekstrim, yaitu peristiwa atau kejadian yang mengandung
risiko atau risk events dan dalam keadaan ekstrim lainnya adalah kejadian yang
tidak pasti atau uncertainty events.Suatu peristiwa lingkungan disebut kejadian
berisiko bilamana hasil akhir atau outcomes dan probabilitas terjadinya dapat
diketahui.Sebaliknya pada lingkungan ketidakpastian, baik hasil akhir maupun
probabilitas terjadinya tidak dapat diketahui.
Guna membedakan risiko dan ketidakpastian secara lebih jelas, Gunawan
dan Iswara (1987), mencontohkan pada banjir yang melanda suatu lahan
pertanian. Apabila banjir itu sering terjadi dan jika petani relatif mengetahui
frekuensi banjir itu, misalnya setiap lima tahun sekali, maka banjir tersebut bisa
disebut dengan risiko. Dalam hal ini petani masih dapat memperkirakan hasilnya
dengan memperhitungkan frekuensi banjir tersebut.Jika setelah diperkirakan
ternyata keuntungan yang diperoleh adalah negatif atau rugi, maka mungkin
petani tersebut tidak jadi berproduksi. Sebaliknya jika petani tersebut tidak
mengetahui informasi mengenai frekuensi banjir, maka terjadinya banjir itu
merupakan ketidakpastian. Dengan kata lain jika petani tidak mengetahui
probabilitas banjir itu sama sekali, maka banjir itu disebut ketidakpastian, dan
petani tidak akan siap menghadapinya.
Risiko dalam produksi pertanian menurut Soekartawi, et a. (1985),
diakibatkan oleh adanya ketergantungan aktivitas pertanian pada alam; dimana
pengaruh buruk alam telah banyak mempengaruhi total hasil panen pertanian.
Dalam kaitannya dengan ulasan ini, maka adanya situasi ketidakpastian adalah
dimaksudkan kepada adanya risiko berproduksi dalam usahatani pertanian
yang dihadapi oleh masing-masing petani dan nampak dari adanya variasi
dalam perolehan produksi maupun penerimaannya.

Manajemen Agribisnis:
156 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Adanya risiko berproduksi, sangat mempengaruhi perilaku petani dalam
pengambilan keputusan.Penggunaan varietas baru pernah menjadi problem
utama dalam adopsi teknologi sewaktu revolusi hijau dicanangkan. Penggunaan
pupuk dan irigasi juga mempunyai interaksi yang nyata dalam meningkatkan
derajat risiko produksi pertanian, demikian juga dalam penggunaan input
tenaga kerja, modal dan penggunaan pestisida (Just and Pope, 1974).
Beberapa penelitian tentang perilaku petani telah dilakukan selama 20 tahun
terakhir ini.Dillon dan Anderson (1971) mempelajari tentang perilaku alokatif
sumber daya untuk petani di India menyatakan bahwa penelitian yang lebih
intensif tentang perilaku yang mengarah kepada maksimalisasi utilitas adalah sangat
diperlukan.Penelitian yang dilakukan oleh Singh (1980) terhadap petani kentang
di India memperlihatkan bahwa petani berperilaku menolak risiko.Apakah petani
atau produsen menerima atau menolak risiko adalah disebabkan karena banyak
hal; antara lain disebabkan sampai berapa besar derajat substitusi mereka.
Penelitian perilaku petani subsisten yang dilakukan oleh Dillon dan
Scandizzo (1978) di Brazil memberikan indikasi bahwa sebagian besar petani
subsisten mempunyai keengganan memikul risiko, dengan kecenderungan
yang lebih besar pada petani pemilik lahan sempit daripada petani penyakap.
Perilaku petani terhadap risiko juga dipengaruhi oleh tingkat pendapatan dan
variabel-variabel sosial ekonomi seperti umur, pendapatan, jumlah keluarga,
dan “kehendak untuk bertaruh” atau ethical attitude to gambling. Banyak
penelitian yang telah mencoba untuk mengetes pernyataan ini antara lain
Padmanabhan (1988), Anderson (1974), Sabrani (1988) dan sebagainya.
Faktor risiko juga merupakan kendalla dalam penggunaan kredit untuk
mengetrapkan teknologi baru. Menurut Padmanabhan (1988), keputusan untuk
meminjam modal bagi seorang petani selalu dihadapkan pada problema teknik
budidaya, kelembagaan, dan faktor-faktor ketidakpastian seperti musim, dan
sebagainya. Kendala seperti itu lazim ditemukan bagi petani di banyak negara
berkembang.Dengan meminjam modal secara kredit berarti petani menyandang
beban risiko baru berupa pengembalian modal pinjaman beserta bunganya.
Pengetrapan teknologi baru juga mempunyai risiko yang lebih besar daripada
cara tradisional yang sudah lazim diterapkan petani (Anderson, 1974). Hal ini
sangat disadari petani, sehingga petani sangat berhati-hati dalam mengadopsi
teknologi baru, karena aplikasi teknologi baru tersebut memerlukan tambahan
modal dan peralatan yang relatif lebih besar.Oleh karena itu, di daerah-daerah
dimana risiko alam selalu terjadi, maka petani sangat enggan atau bahkan tidak
mau untuk mengetrapkan teknologi baru (Hadisapoetro, 1981). Bagi petani,

157
kegagalan berproduksi yang seringkali terjadi akan mempengaruhi sikap dan
perilakunya dalam pengambilan keputusan berusahatani. Misalnya petani menjadi
jera dan enggan atau menolak terhadap usaha-usaha pengetrapan inovasi baru yang
mengandung risiko, meskipun akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar.
Penelitian tentang keengganan memikul risiko, persepsi risiko dan
penggunaan kredit terhadap petani kecil padi di Nepal juga telah dilakukan
oleh Hammal (1983).Hasilnya menunjukkan bahwa derajat keenggganan
risiko dengan nilai absolut yang relatif tinggi dan berhubungan secara negatif
dengan pemilikan tanah dan pendapatan tahunan.Persepsi risiko secara nyata
berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman petani dengan teknologi
baru, dimana kedua faktor tersebut, yaitu keengganan risiko dan persepsi risiko
berperan nyata dalam penggunaan kredit untuk mengadopsi teknologi baru.
Di Indonesia, penelitian mengenai risiko dan perilaku petani menghadapi
risiko di bidang pertanian belum banyak dilakukan. Simanjuntak (1990), telah
melakukannya untuk mengetahui adanya risiko produksi pada usahatani tambak
di Surabaya.Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat
penerapan teknologi budidaya udang dan bandeng ternyata risiko produksinya
adalah semakin besar.Dalam penelitiannya Simanjuntak juga mengidentifi kasi
dan mensinyalir adanya keterkaitan antara faktor risiko dengan efi siensi.
Namun demikian dalam penelitian tersebut belum terungkap bagaimana sikap
petani terhadap risiko.
Studi perilaku petani peternak di dalam alokasi sumberdaya dilakukan oleh
Sabrani (1989) pada kasus usaha ternak domba di Jawa Tengah.Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar petani ternak enggan menanggung risiko
kegagalan dalam berproduksi. Juga dibuktikan bahwa tingkat keengganan
menanggung risiko berhubungan erat searah dengan Keuntungan Potensial
yang Hilang (KPH) atau Profi t Loss Potential, yaitu suatu kerugian fi nansial
yang diakibatkan karena faktor risiko usaha dalam usaha pertanian. Semakin
besar tingkat keengganan risiko maka semakin besar pula indeks KPH, yang
berarti semakin rendah efi siensi usaha.Hal ini disebabkan indeks KPH dianggap
mencerminkan tingkat efi siensi usaha.
Dari kajian hasil-hasil penelitian tersebut, maka penelitian tentang perilaku
petani terhadap risiko dalam komoditas pertanian, khususnya tanaman pangan
di Indonesia adalah relatif jarang dilakukan.Oleh karena itu, Effi Damaijati
melalui penelitian yang ingin mengkaji masalah perilaku petani menghadapi
adanya risiko dalam usahatani suatu daerah di Jawa Timur.Selanjutnya
bilamana di Nepal tingkat keengganan risiko pada petani padi berhubungan
dengan jumlah penggunaan kredit, maka ingin dibuktikan pula di sini apakah
pernyataan tersebut juga berlaku dalam usahatani kedelai di Indonesia.

Manajemen Agribisnis:
158 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Guna mengkuantitatifkan risiko, beberapa peserta konferensi A/D/C di
CIMMYT, Mexico sebagaimana dikemukakan oleh Roumasset (1979), sepakat
untuk menyetujui tiga macam pemikiran tentang risiko sebagai berikut.
a. Risiko sebagai salah satu ukuran dari dispersi hasil-hasil yang mungkin,
misalnya sebagai varians;
b. Risiko sebagai probabilitas yang menghasilkan suatu keputusan tertentu; dan
c. Risiko berapa yang harus dibayar oleh mereka yang enggan risiko untuk
dapat menghindarinya.
Selanjutnya untuk menjelaskan perilaku pengambil keputusan terhadap
risiko usaha pertanian; maka digunakan suatu pendekatan rasional dengan teori
utilitas, yaitu diwujudkan dengan bentuk fungsi utilitas (Barry, 1984).
Dalam teori utilitas dikenal adanya suatu ciri yang menunjukkan bahwa
para petani mungkin berusaha memaksimumkan sesuatu tapi sesuatu itu
tidak harus selalu berarti berbentuk keuntungan. Teori ini diawali dengan
suatu asumsi bahwa seorang petani yang rasional dalam menghadapi situasi
ketidakpastian akan berusaha memaksimumkan kepuasan atau utilitasnya dan
bukannya jumlah rupiah yang diharapkan akan diterimanya.
Konsep utilitas yang menghubungkan analisis efi siensi usaha dengan
perilaku pengusaha dikenal sebagai Teori Bernoulli atau lazim dikenal sebagai
Expected Utility Theorem, atau “Teori Utilitas Harapan”. Teori ini mula-mula
dikembangkan oleh von Neumann dan Morgenstern sejak tahun 1940 berdasar
aksioma Bernoulli yaitu ordering, transitivity, continuity, dan independence
(seperti dikutip oleh Anderson et al.., 1977). Selanjutnya konsep utilitas yang
diharapkan ini dikembangkan di dalam analisis usahatani oleh Porter (1959)
dalam Sabrani, (1988).Hasil penelitian Porter tersebut telah dilaporkan adanya
perilaku petani yang menolak risiko dan diperlihatkan dengan fungsi utilitas yang
non linear.Fungsi utilitas merupakan hubungan antara nilai nominal dari uang
yang diterima dengan nilai relatif yang diberikan oleh seseorang terhadap nilai
uang yang diterima. Kalau fungsi utilitas setiap petani tersebut sudah diestimasi,
maka bentuk dan letak kurva fungsi ini akan memberi gambaran tentang perilaku
petani. Meskipun konsep utilitas ini masih mempunyai kelemahan-kelemahan,
tetapi kemampuannya menjelaskan perilaku petani adalah relatif lebih baik jika
dibandingkan dengan konsep maksimasi keuntungan (Lin, et al., 1974).
Menurut Debertin (1986) bentuk fungsi utilitas ada tiga macam, yang
secara grafi s digambarkan seperti Gambar 7.2. Gambar tersebut memberikan
indikasi bahwa :
a. Fungsi utilitas untuk risk averter atau yang enggan risiko, dengan
pertambahan yang semakin menurun dengan semakin besarnya
pendapatan.

159
b. Fungsi utilitas untuk risk neutral atau yang netral risiko, kemiringannya
konstan.
c. Fungsi utilitas untuk yang risk lover atau yang berani menanggung risiko,
akan bertambah dengan pertambahan yang semakin meningkat dengan
makin bertambahnya pendapatan.
Beberapa peneliti yang mempelajari tentang perilaku petani, mengemukakan
bahwa sebagian besar dari fungsi utilitas berbentuk non linear, seperti yang
dijelaskan oleh Lin et al., (1974) yang mengestimasi fungsi utilitas per petani,
maupun penelitian yang dilakukan oleh Singh (1980) di India, serta oleh Dillon
dan Scandizzo (1978) yang mengestimasi fungsi utilitas petani di Brazil.

Utilitas
∆U 2
U3
U2 Risk Averter
∆U 1 ∆U 2 < ∆U 1

U1
Income

I 1I 2I 3

Utilitas
∆U 2
U3
Risk Neutral
∆U 2 = ∆U 1
U2
∆U 1

U1 Income

I 1I 2I 3

Manajemen Agribisnis:
160
Pendekatan Manajemen dalam
Agribisnis
Utilitas

U3
∆U 2
Risk Lover
∆U 2 > ∆U 1
U2
∆U 1

U1 Income

I 1I 2I 3
Gambar 7.2.Tiga Macam Bentuk Fungsi Utilitas (Debertin, 1986)

Estimasi fungsi utiliitas dapat dilakukan dengan berbagai teknik, tetapi dari
hasil inventarisasi Offi cer dan Halter (1968), dinyatakan bahwa teknik yang
dikembangkan oleh Neumann dan Morgenstern paling sedikit kesulitannya.
Model ini mendasarkan pada asumsi kontinuitas yang menetapkan bahwa:
Bila outcomes x 1 lebih disukai daripada x 2 dan x 2 lebih disukai daripada x3,
maka x 1 > x 2 > x 3 ; dan bila probabilitas, p > 0, makaL
P U (x 1 ) + (1-P) U (x 3 ) = U (x 2 )
Dimana U (x 1 ), U (x 2 ), dan U (x 3 ) merupakan utilitas dari outcomes x 1 , x 2 ,
dan x 3 . Utililtas dari x 1 dan x 3 ditetapkan secara arbriter atau sengaja, sehingga
U (x 2 ) ditentukan.
Menurut Neumann dan Morgenstern, utilitas adalah deskripsi perilaku
seseorang yang berhubungan dengan pilihan kegiatan dari beberapa alternatif
kesempatan.Perilaku ini dapat digambarkan dengan fungsi utilitas berdasarkan
skala yang bersifat arbitraris dan dari beberapa observasi. Kurva fungsi utilitas
akan memperlihatkan nilai relatif yang diberikan oleh seseorang kepada beberapa
tingkat pendapatan. Karena itu tindakan pilihan ini dapat digambarkan dalam
fungsi utilitas yang diukur berdasarkan distribusi probabilitas subyektif dari
kepercayaan dan preferensi seseorang (Dillon, 1979).
Adanya berbagai teknik pengukuran perilaku dimana masing-masing
dengan kelebihan dan kelemahannya, menyebabkan pilihan terhadap teknik
pendekatan yang digunakan sepenuhnya dapat tergantung pada pertimbangan
peneliti sendiri (Roumasset, 1979). Dalam banyak penelitian telah digunakan
cara pendekatan ELCE atau Equally Likely Risky Prospect and Finding its
Certainty Equivalent atau lazim pula disebut dengan CE (Certainty Equivalent)

161
saja, dan diterjemahkan sebagai “Titik Keseimbangan Pasti” atau “Pendekatan
Kesamaan Tertentu” oleh Soekartawi (1985). Teknik penentuan CE ini telah
dilakukan oleh Singh, maupun oleh Dillon dan Scandizzo (1978).
Menurut Soekartawi, et al. (1985) digunakannya pendekatan CE untuk
mendapatkan fungsi utilitas, awalnya berkaitan dengan kenyataan bahwa akibat
dari pengambilan keputusan yang berisiko, juga berhubungan dengan tindakan
tertentu yang dipilih dan disadari oleh pembuat keputusan. Oleh karena itu,
besar kecilnya risiko yang telah diambil, atau dengan kata lain kepuasan atau
utilitas dalam tindakan yang berisiko yang telah diambil adalah ekivalen dengan
kepuasan dari besarnya akibat yang diperoleh. Berdasarkan alasan ini, jumlah
kesamaan yang diyakini oleh pengambil keputusan dikenal sebagai Certainty
Equivalent dari seperangkat akibat keputusan yang berisiko.
Model fungsi utilitas dapat dirumuskan dalam bentuk polinomial atau
kuadratik, karena dapat didiferensialkan sampai turunan kedua. Dalam bentuk
kuadratik telah digunakan oleh beberapa penulis terdahulu seperti Offi cer dan
Halter (1968), Dillon )1979_, dan Sabrani (1988), yaitu:
U = τ1 + τ2 M + τ3 M 2
Dimana:
U = Utilitas bagi pendapatan yang diharapkan (dalam util).
M = Pendapatan yang diharapkan pada titik keseimbangan (nilai rupiah
dari CE).
τ3 = Koefi sien fungsi utilitas.

Menurut Singh (1980), koefi sien τ3 merupakan koefi sien risk preference, juga
risk averter, yang menunjukkan reaksi perilaku petani terhadap risiko, yaitu:
Bilamana τ3 > 0, berarti pengambil keputusan berani menanggung risiko (risk
lover).
Bilamana τ3 < 0, berarti pengambil keputusan enggan terhadap risiko (risk
averter).
Bilamana τ3 = 0, berarti pengambil keputusan netral risiko (risk neutral).
Menurut ar’at(1981), perilaku dimaksudkan sebagai tindakan yang bersifat
terbuka, sedangkan sikap adalah predisposisi dari perilaku. Jadi sifatnya adalah
relatif tertutup. Perilaku seseorang dibentuk oleh sikap dan persepsinya yang
dipengaruhi antara lain oleh faktor-faktor eksternal seperti situasi, pengalaman
dan hambatan serta pengetahuan. Sedangkan perilaku petani terhadap risiko

Manajemen Agribisnis:
162 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
menurut Dillon dan Scandizzo (1978) dipengaruhi oleh variabel-variabel
sosial ekonomi, seperti pendapatan, umur, jumlah keluarga di samping adanya
kehendak untuk bertaruh (gambling).
Adanya perilaku enggan risiko di dalam pengambilan keputusan petani
menurut Scott (1977) dalam bukunya yang berjudul “Moral Ekonomi Petani”,
adalah disebabkan oleh adanya dilema ekonomi sentral yang dihadapi oleh
kebanyakan rumah tangga petani.Kehidupan petani di pedesaan begitu
dekat dengan batas subsistensi, serta selalu mengalami ketidakpastian cuaca
dan tuntutan-tuntutan dari pihak luar, dan karena itu kondisi tersebut
menyebabkan rumah tangga petani tidak mempunyai banyak peluang untuk
menerapkan perhitungan keuntungan maksimal dalam berusahatani. Sifat khas
yang senantiasa ada pada diri petani ialah berusaha menghindari kegagalan
yang akan menghancurkan kehidupannya dan bukan berusaha memperoleh
keuntungan besar dengan mengambil risiko. Dengan kata lain petani mencoba
untuk meminimumkan keuntungan subyektif dari kerugian maksimum.
Perilaku yang demikian disebut Safety First atau mendahulukan selamat, adalah
merupakan ciri petani, bukan saja dari petani yang paling miskin melainkan
juga pada sebagian besar petani menengah juga bertindak seperti itu.
Menurut Hamal (1983), keengganan petani memikul risiko berhubungan
negatif dengan tingkat kesejahteraannya atau yang diukur dengan tingkat
pendapatan dan luas pemilikan lahan. Dengan tingkat pendapatan tinggi akan
menjadikan seseorang mau mengorbankan pendapatannya untuk bermain
gambling atau berspekulasi demi mendapatkan perolehan yang lebih besar dari
pengorbanan yang telah diberikan. Demikian pula halnya dengan pendidikan
dan pengalaman petani dalam berusahatani, akan menjadikan seseorang lebih
rasional dalam menerima kegagalan yang mungkin terjadi. Sebaliknya dengan
umur dan jumlah keluarga, maka makin tua umur seseorang yang tidak diikuti
dengan makin bertambahnya pengetahuan dan pengalaman, maka pada diri
seseorang akan berperilaku negatif, karena kehati-hatiannya untuk miskin
dan akan terjadinya risiko yang mungkin akan diterimanya. Sedangkan makin
banyak jumlah keluarga yang ditanggung, makin sulit bagi petani untuk
mengembangkan usahataninya, karena dalam beberapa hal, misalnya pada
petani kecil, perolehan pendapatan usahataninya akan lebih banyak digunakan
untuk pemenuhan kebutuhan keluarganya daripada digunakan untuk
mengembangkan usahataninya. Dalam banyak hal, sering ditemui semakin
kecilnya petani melakukan capital formation dalam usahataninya, karena
kelebihan pendapatan usaha sering digunakan untuk kepentingan lainnya.

163
Hak penggunaan atas tanah atau lazim disebut status penguasaan tanah
dalam usahatani ada tiga macam, yaitu status milik, status tanah sakap dan status
sewa. Oleh karena itu penyebutan status petani juga berdasar status penguasaan
tanahnya, yaitu petani pemilik, petani penyakap dan petani penyewa.Dalam
kegiatan berusahatani status penguasaan tanah petani sangat mempengaruhi
terhadap pengelolaan usahataninya.Terbukti bahwa petani penyewa lebih
efi sien daripada petani penyakap (Sinaga dan Kasryno, 1980).Hal ini mungkin
disebabkan karena jiwa entrepreneurship yang relatif besar yang dimiliki petani
penyewa.Dalam kaitannya dengan perilaku petani terhadap risiko, peranan
status penguasaan tanah ini adalah relatif jarang diteliti, sehingga penelitian
tentang hal ini, yaitu mencoba memasukkan variabel status penguasaan lahan
sebagai penentu yang ikut mempengaruhi perilaku petani terhadap risiko.
Dengan demikian beberapa variabel sosial ekonomi yang dapat
dikembangkan sebagai variabel penentu yang mempengaruhi perilaku petani
terhadap risiko dalam usahatani pertanian yang lazim digunakan adalah luas
lahan, umur petani, jumlah keluarga, pendidikan, pengalaman berusahatani dan
status penguasaan lahan.
Kerangka analisis yang cocok untuk menganalisis keberartian pengaruh
variabel-variabel tersebut terhadap perilaku petani digunakan analisis regresi
berganda dengan fungsi perpangkatan atau power function. Alasan dipilihnya
fungsi perpangkatan sebagai model analisis, adalah:
a. Fungsi perpangkatan relatif lebih mudah dikerjakan daripada fungsi regresi
non linear yang lain, karena fungsi tersebut mudah ditransfer ke bentuk
linear.
b. Besaran koefi sien regresi juga merupakan besaran elastisitasnya.
c. Garis regresi diharapkan non linear karena koefi sien perilaku relatif
bervariasi.
Secara matematis fungsi perpangkatan dapat ditulis sebagai berikut:
Y = a x 1b1 x 2b2 …… x nbn eμ
Dengan penjelasan:
y = variabel yang dijelaskan
x = variabel yang menjelaskan
a,b = parameter yang akan diduga
μ = galat (disturbance term)
e = logaritma natural, e = 2,718
Penanggungan risiko merupakan salah satu unsur biaya atau penyedot
biaya yang sulit diperkirakan besarnya dalam setiap aktivitas bisnis, baik
risiko penurunan produksi maupun risiko penurunan dalam nilai produk atau

Manajemen Agribisnis:
164 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
pendapatan bersih usaha bisnis. Risiko penurunan produksi pertanian dapat
disebabkan oleh bencana alam (seperti banjir, topan dan gempa bumi) dan
bencana lainnya (seperti kebakaran, serangan hama dan penyakit tanaman,
pencurian, dan kesalahan dalam menerapkan teknik budidaya). Risiko
penurunan dalam nilai terjadi karena penurunan mutu, perubahan harga yang
disebabkan oleh perubahan preferensi, cita rasa dan selera konsumen, perubahan
kondisi pasokan, atau perubahan kondisi perekonomian secara umum.
Dalam agribisnis, para pelaku dapat menghadapi risiko-risiko, seperti
risiko produksi (seperti penurunan volume dan mutu produk), risiko pemilikan
risiko keuangan dan pembiayaan, risiko kerugian karena kecelakaan, bencana
alam, dan faktor alam lainnya, kerugian karena perikatan, serta kerugian karena
hubungan tata kerja.Di samping itu, risiko perubahan harga merupakan risiko
yang seringkali menghantui pikiran para pelaku dalam sistem agribisnis.
Menurut Fleisher (1990), dampak risiko dan variabilitas dalam agribisnis
yang tidak diantisipasi dengan baik dapat dikaji dari tiga sudut pandang yang
saling berhubungan, seperti dipaparkan di bawah ini.
• Sudut pandang masyarakat yang menyangkut dampak dan biaya sosial dari
risiko yang terjadi dan pengelolaannya.
• Sudut pandang petani atau produsen produk agribisnis yang menitikberatkan
pada kelangsungan hidup usahanya.
• Sudut pandang pembuat kebijakan yang harus mampu memprediksi
mengenai respon sektoral apa yang akan dilakukan untuk mengubah
kondisi tersebut dan dampak berikutnya atas kemungkinan kebijakan
pemerintah untuk mencapai tujuan tersebut.
Sebagai contoh, risiko kegagalan panen yang terjadi di Indonesia pada
tahun 1997 dan 1998 serta risiko terjadinya penjarahan beras, baik pada saat
pengangkutan maupun di gudang pedagang beras atau Bulog, menyebabkan
pasokan dan distribusi beras terganggu sehingga harga beras melambung tinggi.
Harga beras yang naik hampir 300% pada awal 1998 menyebabkan biaya sosial
yang ditanggung oleh masyarakat meningkat. Biaya sosial tersebut antara lain
adalah terjadinya kekurangan gizi pada anak-anak, kejahatan meningkat, dan
keresahan masyarakat meningkat.
Pandangan produsen agribisnis menyangkut terjadinya risiko, seperti
rendahnya harga jual gabah yang diterima oleh para petani di Karawang, Jawa
Barat pada musim panen triwulan I pada tahun 1999 yang jauh di bawah harga
dasar yang ditetapkan oleh pemerintah.Para produsen sangat resah akibat
penerimaan mereka tidak sebanding dengan biaya produksi yang dikeluarkan.
Di lain pihak, jatuhnya harga cengkeh pada dekade 1990-an menyebabkan

165
banyak petani cengkeh resah dan bahkan ada yang mengganti tanaman
cengkehnya dengan tanaman lain yang diharapkan mampu memberikan hasil
yang lebih baik.
Pemerintah sebagai pengambil kebijakan menanggapi keresahan para
petani di Karawang (akibat rendahnya harga jual gabah) dengan mengeluarkan
berbagai kebijakan untuk menjamin harga jual gabah oleh petani sesuai dengan
harga dasar yang telah ditetapkan.Begitu juga pada saat harga cengkeh jatuh,
pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk membeli BPPC yang bertugas
untuk menstabilkan harga jual cengkeh nasional.Namun, BPPC tidak berhasil
memperbaiki harga jual para petani cengkeh sehingga kebijakan tersebut
dianggap gagal mencapai tujuannya.

C. Pengelolaan Risiko dalam Agribisnis


Banyak upaya yang dapat dilakukan oleh pelaku dalam sistem agribisnis
untuk mentransfer risiko dan mengurangi dampak suatu risiko terhadap
kelangsungan usahanya. Risiko produksi secara fi sik, kemungkinan merosotnya
volume produksi secara drastis, yang mungkin disebabkan oleh bencana alam,
serangan hama dan penyakit tanaman, kebakaran, dan karena faktor-faktor
lainnya yang akibatnya dapat diperhitungkan secara fi sik dapat ditanggulangi
dengan membeli polis asuransi produksi pertanian. Penanggungan risiko
produksi tersebut dialihkan kepada perusahaan jasa asuransi dengan membayar
premi asuransi.
Risiko kemungkinan menurunnya kualitas produksi dapat ditanggulangi
dengan penerapan teknologi budi daya dan teknologi pascapanen yang tepat.
Di lain pihak, risiko pasar dapat ditanggulangi dengan beberapa cara, yakni
diversifi kasi, integrasi vertikal, kontrak di muka (forward contracting), pasar
masas depan (future market), usaha perlindungan (hedging), dan opsi pertanian
(agricultural option).

1. Diversifi kasi
Menurut Duft (1979), diversifi kasi berarti tampil dalam berbagai jenis
bentuk. Pada umumnya, diversifi kasi berhubungan dengan jenis-jenis produk
atau jasa yang berbeda-beda dalam suatu penawaran bisnis.Melakukan
diversifi kasi juga berarti bergerak pada beberapa lini produk. Diversifi kasi
merupakan salah satu cara untuk mengeliminasi dampak negatif atau risiko
yang dihadapi seorang pengusaha agribisnis. Bergerak pada beberapa lini usaha
yang memiliki risiko yang berbeda memungkinkan kerugian yang diderita oleh
pengusaha pada suatu lini produk tertentu dapat ditutupi dengan keuntungan
pada lini produk lainnya.Namun, diversifi kasi menjadi tidak populer karena

Manajemen Agribisnis:
166 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
meningkatnya tekanan efi siensi, sehingga spesialisasi pada suatu lini produk,
yang memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif, menjadi
suatu pilihan.Tekanan dari perubahan lingkungan dan teknologi agribisnis
menjadi suatu penyebab meningkatnya tekanan untuk berspesialisasi dengan
upaya pencapaian economic of scale. Berspesialisasi dalam satu atau sejumlah
kecil komoditas agribisnis yang diusahakan relatif akan lebih mudah mencapai
kondisi economic of scale dibanding bergerak pada beberapa atau lebih banyak
komoditas. Spesialisasi juga merupakan tanggapan atas keinginan pasar, yakni
produk-produk yang dihasilkan harus mampu memenuhi keinginan konsumen,
terutama mutu dan harga produk.
Pettit dan Barghouti (1992) menyatakan bahwa isu diversifi kasi dapat
didekati pada empat tingkatan, yakni tingkatan usaha tani, regional, sektoral, dan
intersektoral. Dengan demikian, diversifi kasi memiliki dimensi yang luas, yakni
pada tingkat mikro, perusahaan mempunyai alasan kuat untuk berspesialisasi
dan di tingkatan yang lain, sperti regional, sektoral, dan intersektoral, mungkin
spesialisasi menjadi tantangan dan peluang untuk mempromosikan keberhasilan
pengembangan agribisnis, baik secara regional, nasional, maupun secara sektoral
dan atau intersektoral. Bahkan di beberapa wilayah regional, juga memiliki
alasan kuat untuk melakukan spesialisasi pengembangan komoditas tertentu,
terutama komoditas yang memiliki peluang pasar domestik dan luar negeri
yang besar.
Beberapa faktor utama yang sangat mempengaruhi upaya diversifi kasi
dalam pengembangan agribisnis dipaparkan di bawah ini:
a. Kebijakan pemerintah yang mendukung pengembangan agribisnis,
baik kebijakan moneter maupun kebijakan fi skal, serta peraturan dan
perundang-undangan lainnya pada semua tingkatan dan bidang institusi
serta para pelaku yang terlibat dan terkait.
b. Ketersediaan input semua komoditas yang diusahakan, baik dari segi
jumlah, variasi jenis, dan mutu, serta kemudahan untuk mendapatkannya.
Faktor yang sangat menentukan hal tersebut adalah sistem distribusi yang
efektif dan efi sien harus dibangun guna memperlancar arus distribusi input-
input sampai kepada para pengguna.
d. Lembaga-lembaga pendukung yang mampu memerankan fungsinya secara
efektif dan efi sien, seperti koperasi, perbankan atau lembaga pembiayaan,
pemasaran, penyuluhan, penelitian, pendidikan dan latihan, sektor swasta,
dan lain-lain yang mampu memfasilitasi pelayanan yang handal atas
berbagai macam produk dengan spesifi kasi pelayanan yang dibutuhkan
khas untuk masing-masing unit atau kelompok produk agribisnis.

167
e. Sarana dan prasarana pendukung, seperti transportasi, komunikasi,
penerangan listrik, pengairan, dan lain-lain.

2. Integrasi Vertikal
Integrasi vertikal dalam arti mikro adalah suatu perusahaan yang bergerak pada
dua atau lebih level dalam suatu sistem komoditas, sedangkan dalam arti makro
yaitu dua atau lebih perusahaan memiliki keterkaitan bisnis yang kuat dalam suatu
sistem komoditas tertentu. Integrasi vertikal dapat berupa diversifi kasi usaha dalam
suatu sistem komoditas atau melakukan kerjasama yang kuat dengan pelaku bisnis
lainnya dalam sistem komoditas tersebut yang dapat menjamin terselenggaranya
integrasi vertikal yang kokoh. Integrasi vertikal dapat menjamin risiko kekurangan
bahan baku bagi industri pengolahan, menjamin pemasaran produk, melindungi
diri dari perilaku pesaing yang dapat membahayakan kelanjutan usaha, melindungi
diri dari permainan yang tidak adil oleh pelaku bisnis dari level yang lain dalam
suatu sistem komoditas. Namun, integrasi vertikal dengan melakukan diversifi kasi
usaha dalam suatu sistem komoditas, terutama komoditas pertanian, nampaknya
kurang tepat dan memerlukan banyak investasi.Dengan demikian, integrasi
vertikal melalui keterkaitan bisnis antarperusahaan menjadi suatu alternatif dengan
beberapa keuntungan sebagai berikut.
a. Masing-masing perusahaan dapat berspesialisasi pada suatu bisnis tertentu
sehingga skala usaha ekonomis lebih mudah tercapai.
b. Masing-masing perusahaan dapat meningkatkan integritas manajemen dan
bisnis yang kuat sehingga lebih terkonsentrasi pada suatu bidang bisnis
tertentu.
c. Masing-masing bisnis saling tergantung sehingga upaya untuk menjamin
mutu dan harga yang bersaing menjadi suatu keharusan.
d. Dengan skala usaha ekonomis, maka bisnis tersebut akan lebih mudah
mengembangkan usahanya.
e. Integrasi vertikal, dengan kemitraan, juga akan menjamin ikatan yang kuat
antarperusahaan sehingga secara bersama-sama berupaya membangun
sistem komoditas tersebut dalam suatu integritas yang sangat efi sien dan
memiliki daya saing tinggi.

3. Penerapan Teknologi
Penerapan teknologi dalam dunia usaha dapat mengurangi risiko tertentu
yang mungkin timbul. Risiko biaya produksi terlalu tinggi dapat ditekan dengan
penerapan teknologi produksi yang tepat. Dengan teknologi produksi yang
tepat, maka produktivitas sumber daya akanmeningkat yang pada gilirannya
akan meningkatkan pula efi siensi usaha sehingga produk yang dihasilkan mampu

Manajemen Agribisnis:
168 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
bersaing di pasaran. Pemakaian teknologi komputer misalnya, dalam pengaturan
persediaan atau pengaturan pendistribusian produk akan mempercepat operasi
usaha sehingga peluang-peluang yang ada dapat diterobos dengan cepat.
Begitu juga penerapan teknologi komputer dalam sistem informasi manajemen
agribisnis, akan sangat membantu para manajer untuk mengambil keputusan
yang cepat dan tepat. Dengan demikian, penerapan teknologi memungkinkan
untuk mengurangi risiko suatu usaha.Dalam agribisnis, penerapan prinsip-
prinsip bioteknologi, khususnya rekayasa genetik dapat meningkatkan
produktivitas yang tinggi.Begitu juga pemakaian alat-alat mekanik dan elektrik,
menjadi salah satu sumber peningkatan produktivitas.Namun, pemakaian
teknologi memerlukan kecermatan pemilihan teknoogi yang tepat, baik dari
segi kapasitas maupun dari segi jenis teknologinya.

4. Kontrak di Muka
Kontrak di muka (forward contracting) adalah suatu proses persetujuan
pengiriman produk pada masa mendatang dengan harga yang telah ditetapkan
sekarang. Kontrak di muka lebih menjamin kepastian harga yang harus diterima
oleh penjualan produsen pada masa pengiriman produk nanti. Fluktuasi harga
yang akan terjadi tidak akan mempengaruhi tingkat harga yang telah disepakati
pada saat persetujuan kontrak dibuat. Dalam mekanisme ini, penjual / produsen
mempunyai kewajiban untuk mengirimkan produk pada waktu yang tercantum
dalam akte kontrak di muka yang telah disepakati dan pembeli harus menerima
produk tersebut, kecuali jika terjadi pelanggaran mengenai hal-hal yang telah
disepakati pada saat penandatanganan kontrak.Forward contracting dapat
dilihat dalam contoh berikut.
“Pada bulan Mei 1995, seorang petani membuat persetujuan kontrak
di muka untuk menjual produk kacang tanah yang akan diproduksi kepada
seorang pedagang besar untuk pengiriman pada bulan September 1995.
Dalam akte kontrak tersebut telah disepakati mengenai tingkat harga, standar
produk, cara dan kapan waktu pengirimannya, siapa yang menanggung biaya
pengiriman, syarat-syarat pengiriman lainnya, diterima di mana, serta syarat-
syarat dan cara pembayarannya. Petani kacang tanah pada bulan September
harus mengirimkan kacang tanah pada pedagang besar tersebut sesuai dengan
kesepakatan kontrak dan harus menerima harga sesuai dengan harga kontrak
walaupun harga di pasar lebih tinggi daripada harga kontrak tersebut.Begitu
juga pedagang besar harus menerima pengiriman kacang tanah kecuali ada
pelanggaran-pelanggaran kesepakatan dapat mengajukan klaim.Pedagang besar
harus membayar tingkat harga sesuai dengan harga kontrak walaupun tingkat
harga pasar lebih rendah daripada tingkat harga kontrak tersebut.Dengan

169
demikian, petani dan pedagang besar dapat memperoleh keuntungan atau
kerugian berdasarkan harga kontrak jika dibanding tingkat harga pasar yang
berlaku.Namun, karena tingkat harga yang telah diteatapkan pada saat kontrak
dibuat, maka kerugian atau keuntungan tersebut hanya bersifat teoritis saja,
yaitu hilangnya kesempatan yang lebih baik.”

5. Pasar Masa Depan


Pasar masa depan (future market) adalah suatu sistem pasar yang menyediakan
fasilitas untuk menanggapi perdagangan secara cepat dalam unit produk
terstandarisasi dalam mutu dan jumlah yang akan dikirim pada masa yang akan
datang. Namun, sebenarnya, future market tidak terkait dengan komoditas secara
fi sik karena yang diperdagangkan hanya janji-janji berupa kontrak pengiriman
komoditas pada tanggal tertentu pada masa yang akan datang. Para pedagang
dalam future market berspekulasi terhadap kemungkinan perubahan harga
yang dapat menguntungkan tindakan dan keputusan mereka. Dengan demikian
keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan para pedagang dalam future market
dapat dianggap sebagai keputusan dan tindakan spekulasi yang menawarkan
peluang keuntungan dan kerugian atas keputusan yang diambil atau tindakan yang
dilakukan, sperti dapat dilihat dalam contoh berikut.
“Pada bulan Mei, Darmawan menjual kontrak kapas bulan September
sebanyak 1.000kg dengan nilai kontrak Rp450,00/kg kepada Budiman. Hal ini
berarti bahwa Darmawan menjual janji untuk mengirim 1.000kg kapas pada
bulan September kepada Budiman dan Budiman membeli janji untuk menerima
kiriman kapas tersebut pada bulan September nanti. Namun, pada bulan Juli,
Darmawan mengamati kondisi pasar bahwa akan ada perubahan harga yang
menguntungkan jika ia membeli kembali kontrak kapas bulan September
itu. Berdasarkan hasil pengamatannya itu, Darmawan memutuskan membeli
kembali kontrak yang telah dijualnya dengan harga kontrak Rp460,00/kg. Hal
ini berarti Darmawan menderita kerugian sebesar Rp10,00/kg berdasarkan
nilai jual pada bulan Mei yang lalu dan memberikan keuntungan pada Budiman
sebesar Rp10,00/kg. Setelah beberapa hari membeli kembali kontraknya,
Darmawan melihat gejala yang sangat mungkin menurunkan harga kapas pada
bulan September sehingga dengan segera menjual kembali kontrak kapas bulan
September tersebut dengan harga Rp455,00/kg kepada Cecep. Hal ini berarti
Darmawan berani menanggung kerugian sebesar Rp5,00/kg untuk menghindari
kerugian yang lebih besar yang diperkirakan dapat mencapai Rp15,00/kg dari
harga yang diramalkan pada bulan September akan merosot sampai Rp415,00/
kg. Cecep yang membeli kontrak kapas bulan September tersebut, pada

Manajemen Agribisnis:
170 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
pertengahan Juli, menahan sementara untuk tidak menawarkannya kepada pihak
lain sampai ada penawaran harga yang baik. Menjelang akhir Agustus, tiba-
tiba harga penawaran mencapai Rp475,00/kg, maka Cecep segera menjualnya
kembali. Dalam periode bulan Mei sampai September, ketiga pedagang future
market tersebut, yaitu Darmawan, Budiman, dan Cecep, nampak menerima
kenyataan yang berbeda dari keputusan dan tindakan spekulasinya.Ada yang
untung dan ada yang rugi.”
Contoh di atas menggambarkan secara singkat bagaimana mekanisme
operasi future market yang penuh dengan keputusan-keputusan dan
tindakan-tindakan spekulasi.Hanya pedagang yang lihai melihat peluang dan
tepat memperkirakan kemungkinan besarnya perubahan harga yang dapat
memperoleh keberuntungan di samping pedagang yang memang bernasib baik.
Namun demikian, future market bukan hanya sekedar spekulasi atau mengadu
untung, tetapi sangat besar manfaatnya jika digabungkan dengan pasar tunai
(cash market) di mana secara fi sik komoditas yang diperdagangkan benar-
benar berada di tangan. Penggabungan future market dan cash market ada yang
dikenal dengan usaha perlindungan (hedging) dan ada yang dikenal dengan
option. Keduanya digunakan untuk mentransfer risiko,

6. Usaha Perlindungan
Usaha perlindungan (hedging) adalah suatu upaya perlindungan risiko
transaksi dalam cash market dengan forward contracting yang menggunakan
future market dan mengambil posisi yang sama besar, tetapi berlawanan pada
cash market dan future market secara simultan. Upaya perlindungan (hedging)
tersebut terdiri atas dia tipe, yaitu sebagai berikut:
a. The Selling Hedge
The selling hedge adalah suatu tipe hedge yang digunakan oleh orang
atau lembaga yang memiliki atau menyimpan sejumlah komoditas untuk
mengalihkan risiko kemungkinan turunnya harga dengan menjual future
contract melalui future market. Tipe ini dapat dilakukan oleh petani,
pedagang perantara dan industri pengolahan.
b. The Buying Hedge
The buying hedge adalah suatu tipe hedge yang dapat digunakan oleh orang
atau lembaga yang ingin membeli komoditas tertentu untuk penggunaan
pada masa yang akan datang dengan jalan membeli future contract (FC)
melalui future market untuk memproteksi posisinya dalam cash market dalam
menghadapi kemungkinan meningkatnya harga komoditas tersebut. Tipe ini
dapat dilakukan oleh para pedagang perantara dan industri pengolahan.

171
Hedging adalah sarana untuk mentransfer risiko dan memupuk keuntungan.
Berikut ini diuraikan mengenai bagaimana hedge digunakan sebagai the storage
hedge dan the preharvest hedge.
The storage hedge mempunyai dua tujuan, yakni untuk melindungi perusahaan
menghadapi pergerakan cash price yang merugikan dan membantu perusahaan
dalam menutupi carrying charges, seperti biaya penyimpanan, beban bunga, dan
premi asuransi, yang timbul akibat penanganan dan penyimpanan persediaan
dalam waktu yang relatif lama.Hedge ini didasarkan pada harapan bahwa basis
komoditas yang disimpan akan mengecil sejalan dengan semakin dekatnya kontrak
jatuh tempo. Proses hedge ini dapat dilihat dalam contoh berikut.
“Perusahaan Dagang (PD) Pelita Harapan, suatu usaha perdagangan
komoditas pertanian, ingin membeli sejumlah kedelai pada bulan November 1996
dengan harga tunai Rp1.500,-/kg untuk disimpan kemudian dipasarkan pada
saat harga tunai menguntungkan. Pemilik PD. Pelita Harapan memperkirakan
bahwa harga tunai pada bulan Juni 1997 hanya Rp1.750,-/kg dan biaya
penyimpanan selama periode November 1996 – Juni 1997 diperkirakan sebesar
Rp275,-/kg. Keuntungan dari pasar tunai diperkirakan hanya sebesar Rp250,-/
kg sehingga PD. Pelita Harapan memperkirakan akan menderita kerugian
sebesar Rp25,-/kg. Untuk menghindari kerugian tersebut, maka disusun tabel
hedge, dengan harga-harga sesuai dengan perkiraannya (Tabel 7.1).”

TanggalCash Market Future Market Basis


Menjual Juli-Future
Membeli kedelai Rp400,-
Contract Kedelai @ 1
November 1996
Rp1.500,-/kg
Rp1.900,- Rp100,-

Menjual kedelai Membeli Juli-FC


+Rp300,-
1 Juni 1997
Rp1.750,- kedelai Rp1.850,-

Gain/loss+Rp250,- +Rp50,-
Tabel 7.1 Ilustrasi Bagaimana Hedge Digunakan dalam Perlindungan
Penyimpanan

“Berdasarkan kondisi pada Tabel 7.1, perusahaan melihat bahwa ada


kemungkinan untuk menutupi biaya penyimpanan sebesar Rp275,-/kg dengan
selisih basis sebesar Rp300,-/kg dan bahkan masih tersisa sebagai keuntungan
sebesar Rp25,-/kg. Dengan demikian, perusahaan memutuskan untuk
mengambil posisi menjual Juli-FC kedelai pada tanggal 1 November 1996 dan
membelinya kembali pada tanggal 1 Juni 1997, dengan harapan akan mendapat

Manajemen Agribisnis:
172 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
return to storage sebesar Rp300,- (Rp275,- untuk menutupi biaya penyimpanan
dan sisanya sebesar Rp25,- sebagai keuntungan per kilogramnya).”
Berdasarkan contoh diatas dapat dilihat bahwa keberadaan future market
membantu PD. Pelita Harapan dalam menutupi biaya penyimpanan yang harus
dikeluarkan selama periode penyimpanan tersebut dan bahkan masih tetap
memperoleh keuntungan.
Di lain pihak, penggunaan hedge dalam the preharvest hedge oleh petani
memerlukan pengetahuan dan pengalaman bagi petani mengenai kecenderungan
local harvest basis, yaitu perbedaan antara harga tunai lokal dan harga kemudian
(future price). Untuk menstabilkan pendapatan petani akibat perkiraan
jatuhnya harga tunai komoditas pada saat panen nanti di bawah harga tunai
yang diestimasi, maka petani menyusun the preharvest hedge (Tabel 7.2).

TanggalCash Market Future Market Basis


Menanam kedelai dan
Menjual Des-FC Rp100,-
1 Maret 1996 estimasi harga tunai
kedelai Rp1.850,-
November Rp1.750,-/kg

Panen kedelai dan Rp100,-


Membeli Des-FC
1 November1996 menjualnya dengan
kedelai Rp1.725,- +Rp300,-
harga tunai Rp1.625,-
Gain/loss+Rp50,-
Tabel 7.2. Ilustrasi Bagaimana Hedge Digunakan dalam Perlindungan Preharvest

Pada Tabel 7.2 di atas dapat dilihat bahwa pada tanggal 1 Maret 1996, petani
mulai menanam kedelai dan melakukan estimasi harga tunai bulan November
1996 sebesar Rp1.750,-/kg. Namun demikian, perkiraan petani tersebut tidak
selalu pasti, bahkan dapat jauh lebih rendah dari perkiraan semula. Oleh karena
itu, petani kedelai tersebut dapat menggunakan hedge dengan mengambil
posisi menjual Desember-FC kedelai seharga Rp1.850,-/kg dan membeli
kembali seharga Rp1.725,-/kg pada tanggal 1 November 1996, sebelum habis
masa kontraknya. Dengan demikian, petani kedelai memperoleh future gain
sebesar Rp125,-/kg. Walaupun harga tunai yang diterima petani pada tanggal
1 November 1996 sebesar Rp1.625,-/kg, dengan selisih Rp125,-/kg di bawah
perkiraan semula, tetapi dengan keputusan yang tepat oleh petani untuk
menggunakan hedge, maka selisih harga tersebut tetap akan diterima oleh petani
sehingga sesuai dengan total penerimaan yang telah diestimasi sebelumnya.

173
Kasus ini menunjukkan bahwa kelihaian petani untuk menggunakan hedge
pada saat yang tepat memungkinkan untuk mentransfer risiko dan memupuk
keuntungan.

8. Pasar Opsi
Penerapan konsep hedging untuk tujuan proteksi telah dapat menghilangkan
kekhawatiran tentang risiko pergerakan harga yang dapat merugikan. Namun,
di sisi lain membatasi kesempatan untuk mendapatkan keuntungan dari
kemungkinan pergerakan harga yang menguntungkan. Jika terjadi pergerakan
harga yang menguntungkan, maka ada tiga kemungkinan yang dapat dilakukan
untuk memupuk keuntungan, yaitu sebagai berikut:
a. Memilih untuk tidak menggunakan hedge sampai harga mulai bergerak ke
arah yang dianggap dapat merugikan.
b. Memilih untuk menggunakan hedge, tetapi harus melihatarah pergerakan
harga dan jika harga cenderung bergerak ke arah yang dapat memberikan
peluang keuntungan, maka dengan segera hedge tersebut dicabut.
c. Memilih untuk menggunakan pasar opsi (options market). Alternatif
pertama dan kedua mengandung risiko dan mahal jika tidak dilakukan
dengan tepat. Untuk menghindari risiko dan biaya yang besar karena
kemungkinan terjadinya kesalahan proyeksi mengenai arah pergerakan
harga, maka dapat digunakan alternatif ketiga, yaitu options market.
Options market memberikan hak kepada pembeli opsi untuk memilih
posisi sebagai pembeli, penujual future contract (FC), memilih posisi
sebagai pembeli, penjual future contract (FC), atau tidak memilih sama
sekali, tetapi bukan merupakan kewajiban. Pembeli opsi tersebut dapaat
membeli atau menjual future contract pada waktu tertentu, pada masa yang
akan datang, untuk suatu tingkat harga yang telah disepakati (strike price)
pada saat opsi dibeli.
Penggunaan option market memerlukan kecermatan dalam memprediksi
pergerakan harga, misalnya seorang petani menyimpan komoditas kedelai
dengan perkiraan harga yang diamati seperti dalam Tabel 7.3. Petani
memperkirakan bahwa baik harga tunai maupun future price akan jatuh secara
bersamaan, yakni harga tunai diperkirakan jatuh dari Rp1.800,-/kg menjadi
Rp1.320,-/kg dan future price diperkirakan jatuh dari Rp2.000,-/kg menjadi
Rp1.520,-/kg. Dengan demikian, petani tersebut memutuskan untuk membeli
put-option (hak untuk menjual FC) pada tanggal 1 November 1996 pada strike
price Rp2.000,-/kg dengan premium sebesar Rp80,-/kg. Perkiraan jatuhnya

Manajemen Agribisnis:
174 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
harga benar-benar terjadi sehingga put-option dijual kembali pada strike price
Rp2.000,-/kg dengan premium Rp160,-/kg. Dengan demikian, petani tersebut
memperoleh gain dari premium sebesar Rp80,-/kg.

Tabel 7.3. Ilustrasi Bagaimana Opsi Digunakan pada Saat Perkiraaan Harga
Tunai dan Harga Masa Depan Akan Turun Secara Bersamaan

TanggalCash Market Future Market Basis


Membeli put-option
dengan strike price
1 November 1996 Rp1.800,-/kg @Rp2.000,-
Rp2.000,-; premium
Rp80,-
Menjual put-option
Menjual kedelai dengan strike price
10 Januari 1997 @Rp1.520,- Rp2.000,-; premium
Rp1.320,-
Rp160,-

Tabel 7.4. Ilustrasi Bagaimana Opsi Digunakan pada Saat Perkiraan Harga
Tunai dan Harga Masa Depan Akan Meningkat Secara Bersamaan

TanggalCash Market Future Market Basis


Membeli put-option
dengan strike price
1 November 1996 Rp1.800,-/kg @Rp2.000,-
Rp2.000,-; premium
Rp80,-
Menjual
10 Januari 1997 kedelai @Rp2.960,- Membiarkan option habis
Rp2.760,-
Pada Tabel 7.4 terjadi kasus yang berbeda, di mana petani memperkirakan
bahwa akan terjadi kenaikan harga secara bersamaan, baik di cash market maupun
di future market. Put option yang telah dibeli oleh petani tersebut dibiarkan
sampai habis masa berlakunya sehingga hanya berharap dari keuntungan pada
cash market sebesar Rp960,-/kg, walaupun harus membayar premium sebesar
Rp80,-/kg. Kondisi yang terjadi pada tabel 7.4 tersebut tidak menguntungkan
jika petani menggunakan hedge karena keuntungan yang diperoleh pada cash
market digunakan untuk menutupi kerugian pada future market.

175
Kasus-kasus tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran singkat
kepada pembaca mengenai bagaimana mekanisme yang ada dalam commodity
future trading (CFT), apa manfaat dan kerugiannya, apakah benar penuh
dengan spekulasi, siapa yang akan memenangkan permainan dan siapa yang
akan kalah, serta bagaimana kalau petani tidak terjun langsung ke CFT, tetapi
hanya sebagai produsen komoditas yang diperdagangkan di CFT.
Berdasarkan uraian di atas, maka CFT bukanlah “obyek yang sederhana”,
melainkan sangat “kompleks”. Oleh karena itu, diperlukan penelaahan dan
analisis yang mendalam, terutama yang berkaitan dengan analisis terhadap
komponen-komponennya, karakteristiknya, dan dampaknya (baik dampak
positif maupun dampak negatifnya), sehingga CFT di Indonesia dapat berjalan
di atas rambu-rambu dan aturan main yang dapat mengeliminasi dampak
negatif yang mungkin terjadi, baik terhadap dunia bisnis maupun masyarakat
pada umumnya.

Manajemen Agribisnis:
176 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
KELEMBAGAAN
BAB 8 PENUNJANG
SISTEM AGRIBISNIS

Tujuan Instruksional:
Setelah mempelajari bab kelembagaan penunjang dalam sistem
agribisnis, pembaca diharapkan memahami tentang keberadaan dan
pentingnya lembaga-lembaga penunjang dalam sistem agribisnis beserta
peranan masing-masing dari lembaga-lembaga penunjang tersebut.

A. Lembaga-lembaga Penunjang Agribisnis


Keberadaan kelembagaan penunjang pengembangan agribisnis nasional
sangat penting untuk menciptakan agribisnis Indonesia yang tangguh dan
kompetitif.Lembaga-lembaga pendukung tersebut sangat menentukan dalam
upaya menjamin terciptanya integrasi agribisnis dalam mewujudkan tujuan
pengembangan agribisnis. Beberapa lembaga penunjang pengembangan
agribisnis Indonesia adalah (1) Pemerintah, (2) Lembaga pembiayaan, (3)
Lembaga pemasaran dan distribusi, (4) Koperasi, (5) Lembaga pendidikan
formal dan informal, (6) Lembaga penyuluhan pertanian lapangan, dan (7)
Lembaga penjamin dan penangguhan risiko.

B. Peranan Lembaga-Lembaga Penunjang


dalam Pengembangan Agribisnis
1. Pemerintah
Pemerintah Indonesia memegang peranan yang sangat penting dalam
menciptakan lingkungan usaha agribisnis yang kondusif dan mampu mendukung
pengembangan agribisnis yang tangguh.Lembaga pemerintah, mulai dari
tingkat pusat sampai daerah, memiliki wewenang regulasi dalam menciptakan
lingkungan agribisnis yang kompetitif dan adil. Regulasi pemerintah tersebut
dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok di bawah ini:
a. Regulasi untuk menjamin terciptanya lingkungan bisnis yang kompetitif
dan mencegah monopoli dan kartel.

177
b. Regulasi untuk mengontrol kondisi-kondisi monopoli yang diizinkan,
seperti Bulog yang menangani komoditas strategis dan beberapa badan
usaha milik negara (BUMN) yang mengelola usaha public utility.
c. Regulasi untuk fasilitas perdagangan, termasuk ekspor dan impor.
d. Regulasi dalam penyediaan pelayanan publik, terutama untuk fasilitas
layanan yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan
agribisnis.
e. Regulasi untuk proteksi, baik proteksi terhadap konsumen maupun
produsen.
f. Regulasi yang terkait langsung dengan harga komoditas agribisnis, input-
input agribisnis, dan peralatan-peralatan agribisnis.
g. Regulasi terhadap peningkatan ekonomi dan kemajuan sosial.
h. Regulasi terhadap sistem pembiayaan agribisnis, seperti permodalan dari
perbankan, pasar modal, modal ventura, leasing, dan lain-lain.
i. Regulasi terhadap sistem penanggungan risiko agribisnis, seperti keberadaan
asuransi pertanian dan bursa komoditas dengan berbagai instrumennya,
seperti future contract, hedging, option market, dan lain-lain.

2. Lembaga Pembiayaan
Lembaga pembiayaan agribisnis memegang peranan yang sangat penting
dalam mengembangkan usaha agribisnis, terutama dalam penyediaan modal
investasi dan modal kerja, mulai dari sektor hulu sampai hilir.Pembiayaan bukan
hanya dilakukan untuk produsen primer (usaha tani, perkebunan, peternakan,
perikanan, dan perhutanan), melainkan juga usaha yang ada di hulu dan hilir.
Usaha yang berada di hulu harus dibiayai untuk memperlancar arus distribusi
dan penyediaan input-input pertanian, seperti usaha pembibitan dan penyediaan
input-input dan peralatan pertanian, seperti industri obat-obatan, industri
pupuk, industri peralatan pertanian, dan lembaga jasa distribusi input-input
dan peralatan pertanian. Begitu juga pembiayaan di sektor hilir, di samping
agroindustrinya juga lembaga-lembaga pemasaran yang menangani distribusi
hasil produksi primer, sekunder, dan tersier.Para pedagang perantara harus
dibiayai untuk memperlancar arus distribusi dari produsen menuju konsumen
/ pelanggan.
Fenomena yang menjadi penghambat berkembangnya usaha-usaha jasa
distribusi, terutama bisnis informal adalah terbatasnya modal operasi, sementara
skema kredit usaha kecil (KUK) yang diintroduksi oleh pemerintah ternyata tidak
gampang untuk menyentuh para informal bisnis tersebut.Program pembiayaan
yang dicanangkan pemerintah masih mensyaratkan agunan, berupa sertifi kat

Manajemen Agribisnis:
178 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
tanah dan sejenisnya, untuk memperoleh fasilitas pembiayaan sehingga para
pelaku bisnis, baik di sektor produksi agribisnis maupun di sektor jasa, sulit
tersentuh oleh program pembiayaan tersebut.Hanya pelaku-pelaku bisnis yang
memiliki aset yang mampu menggapai pembiayaan tersebut sehingga semakin
memperlebar kesenjangan antara pelaku agribisnis yang tidak memiliki aset
dan yang sudah memiliki aset.Dengan demikian, penataan lembaga-lembaga
pembiayaan agribisnis perlu segera dilakukan, terutama dalam membuka akses
yang seluas-luasnya bagi pelaku bisnis kecil dan menengah yang tidak memiliki
aset yang cukup diagunkan guna memperoleh pembiayaan usaha. Jika akses
pembiayaan todak dibuka bagi para pelaku bisnis kecil yang tidak memiliki
aset, maka kesenjangan akan terus berlangsung dan akan semakin melebar,
karena pembiayaan hanya akan dinikmati oleh orang-orang atau perusahaan-
perusahaan yang telah memiliki aset besar.
Keuangan pertanian dimana pembiayaan perusahaan agribisnis di dalamnya
berhubungan dengan soal-soal keuangan disektor pertanian.Sektor terakhir ini
pada gilirannya termasuk sektor ekonomi yang bersama-sama dengan sektor
industri dan sektor jasa di suatu negara, merupakan sektor ekonomi nasional
negara tersebut.Keuangan pertanian berhubungan dengan permintaan,
penawaran, pengaturan dan permohonan modal di sektor pertanian, sedangkan
pembiayaan perusahaan agribisnis berhubungan dengan semua keperluan dan
pengaturan serta pengontrolan keuangan untuk membiayai status perusahaan/
kegiatan di sektor pertanian.Perusahaan di sektor pertanian disebut usahatani,
selama semua hasil usahatani tersebut ditujukan untuk pasaran, walaupun
peringkat usahanya masih tradisional dan sederhana, masih subsisten, maupun
sudah moderen dan komersil.
Keuangan pertanian adalah suatu studi makro tentang usaha untuk
mendapatkan modal, memakai modal tersebut dan terakhir mengontrolnya
di bidang pertanian dalam arti agregatif, apakah itu bidang pertanian dalam
arti genetif termasuk kehutanan dan perkebunan, atau di bidang peternakan,
perikanan dan di bidang lainnya yang hasilnya bersumber dari alam dan
sekitarnya. Pembiayaan perusahaan agribisnis merupakan bagian dari studi
keuangan pertanian.Sektor pertanian, terutama di negara-negara yang sedang
berkembang mempunyai kedudukan yang sangat penting, bahkan yang paling
penting dalam sektor ekonomi secara keseluruhan.Pembiayaan perusahaan
agribisnis adalah studi mikro tentang bagaimana menyediakan modal, kemudian
memakai, dan akhirnya mengontrolnya di dalam suatu perusahaan agribisnis.
Salah satu lembaga pembiayaan dalam usaha tani adalah kredit usaha
tani (KUT). Kredit Usaha Tani adalah kredit modal kerja yang disalurkan

179
melalui lembaga keuangan (bank), koperasi atau KUD (Koperasi Unit Desa)
dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang digunakan untuk membiayai
usahatani dalam intensifi kasi tanaman padi, palawija dan hortikultura. Kredit
yang dimaksud merupakan tambahan modal sebagaimana yang dijelaskan
dalam Undang-undang pokok perbankan; bahwa kredit adalah penyediaan
uang atau tagihan atau yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan tujuan
pinjam-meminjam antara pihak bank dengan pihak lain dalam hal mana pihak
peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan jumlah bunga yang telah ditentukan atau ditetapkan sebelumnya.
Kredit yang diberikan oleh pihak atau lembaga pemberi kredit tersebut
didasarkan atas azas keercayaan sehingga dapat dikatakan secara eksplisit bahwa
pemberian kredit tersebut merupakan pemberian kepercayaan. Atas dasar
itulah maka pihak pemberi kredit akan memberikan kredit bila ia betul-betul
yakin bahwa si penerima kredit atau dalam hal ini petani akan mampu untuk
mengembalikan kredit yang diterima sesuai dengan jangka waktu dan syarat-
syarat yang telah disetujui oleh kedua belah pihak. Selain unsur kepercayaan,
terdapat unsur lain yaitu unsur waktu yang dalam hal ini mempunyai kaitan
yang sangat erat dengan kegiatan kredit dimana waktu merupakan suatu masa
atau tempo yang memisahkan antara pemberian kredit di waktu awal dengan
masa yang akan datang.

3. Lembaga Pemasaran dan Distribusi


Peranan lembaga pemasaran dan distribusi menjadi ujung tombak
keberhasilan pengembangan agribisnis, karena fungsinya sebagai fasilitator yang
menghubungkan antara defi cit units (konsumen pengguna yang membutuhkan
produk) dan surplus units (produsen yang menghasilkan produk).Lembaga
pemasaran dan distribusi juga memegang peranan penting dalam memperkuat
integrasi antarsubsistem dalam sistem agribisnis.Dengan demikian,
pengembangan agribisnis yang terpadu harus juga mampu memperkuat
peranan dan memberdayakan lembaga pemasaran dan distribusi secara efektif
dan efi sien.Pembinaan terhadap lembaga pemasaran dan distribusi sangat
diperlukan karena serangkaian aktivitasnya menjadi penentu utama besarnya
marjin antara harga di tingkat produsen dan harga di tingkat konsumen. Salah
satu ukuran distribusi yang efi sien adalah rendahnya marjin antara harga
produsen dan harga konsumen, namun tidak berarti lembaga pemasaran dan
distribusi tersebut tidak mendapat untung, tetapi lebih pada upaya pembagian
yang adil dari semua nilai tambah yang tercipta dalam suatu sistem komoditas
kepada setiap pelaku yang terlibat.

Manajemen Agribisnis:
180 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Keberadaan lembaga pemasaran dikarenakan oleh dorongan atau keinginan
konsumen untuk mendapatkan komoditi yang sesuai dengan waktu, tempat, dan
bentuk yang diinginkan.Keterlibatan lembaga pemasaran adalan menjalankan
fungsi-fungsi pemasaran untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen.
Timbal balik dari konsumen adalah memberikan balas jasa kepada lembaga
pemasaran berupa margin pemasaran.
Bentuk keterlibatan lembaga pemasaran hasil usata tani dibagi menjadi ke
dalam tiga kelompok, yaitu:
a. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan menguasai komoditas hasil
usaha tani, tetapi menguasai akses pasar, contoh : kios buah di perumahan
b. Lembaga pemasaran yang memiliki dan menguasai hasil komoditas
pertanian untuk diperjualbelikan, contoh : kelompok tani, yang langsung
berhubungan dengan petani, mulai dari pembinaan kelompok, usahha tani,
sampai dengan penjualan produknya
c. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan menguasai hasil komoditas
usaha tani yang diperjual belikan, contoh usaha jasa transportasi.
Lembaga pemasaran juga terlibat dalam mewujudkan peningkatan nilai
guna pada komoditi hasil pertanian. Di antara fungsi pemasaran yang dijalankan
adalah sebagai berikut.
a. Fungsi Pertukaran (exchange function)
Fungsi ini dalam pemasaran hasil usaha tani meliputi fungsi penjualan
dan fungsi pembelian.Dalam melaksanakan fungsi penjualan (baik dari
petani kepada kelompok tani atau dari kelompok tani kepada distributor),
selalu memperhatikan kualitas, kuantitas, bentuk, dan waktu serta harga
yang diinginkan konsumen atau lembaga pemasaran yang ada pada tantai
pemasaran berikutnya. Fungsi pembelian dalam pengalihan hak kepemilikan
ini diperlukan untuk memiliki komoditas pertanian yang akan dikonsumsi
atau digunakan untuk proses produksi berikutnya.
b. Fungsi Fisik (physical function)
Fungsi fi sik ini meliputi kegiatan-kegiatan yang secara langsung diperlukan
oleh komoditas usaha tani, sehingga komoditas ini akan memperoleh
tambahan guna tempat dan guna waktu. Fungsi fi sik yang dijalankan dalam
pemasaran komoditas adalah fungsi pengangkutan, yaitu memindahkan
komoditas dari daerah surplus (manfaat komoditi rendah) menuju daerah
defi sit (manfaat tingg), atau dari produsen menjadi konsumen.Kegiatan
dalam fungsi pengangkutan meliputi perencanaan, pemilihan alat-alat
transportasi dalam pemasaran, menghitung risiko kerusakan, dan keadaan
jalan.

181
c. Fungsi Penyediaan Fasilitas
Fungsi penyediaan fasilitas pada hakikatnya adalah untuk memperlancar
fungsi pertukaran dan fi sik.Fungsi ini merupakan usaha perbaikan sisten
pemasaran guna meningkatkan efi siensi operasional dan efi siensi penetapan
harga. Fungsi ini meliputi standarisasi, penggunaan risiko, informasi harga,
dan penyediaan dana. Standarisasi merupakan salah satu fungsi penyediaan
fasilitas untuk menetapkan grade kriteria kualitas komoditas. Penetapan
ini didasarkan pada karakteristik atau atribut komoditas sehingga kepuasan
konsumen dan efi siensi pemasaran dapat ditingkatkan
Secara umum, terdapat dua cara penjualan hasil panen petani, yaitu (1) secara
tebasan, ijon atau borongan; dan (b) per satuan unit produk yang dihasilkan.
Penjualan hasil panen secara tebasan cenderung merugikan petani karena harga jual
yang diperoleh petani biasanya lebih murah dibanding harga pasar yang berlaku
akibat perilaku pedagang yang berusaha memaksimumkan keuntungannya. Dengan
cara penjualan tebasan tersebut petani juga kehilangan peluang untuk mendapatkan
nilai tambah yang dapat diperoleh melalui penanganan pascapanen sesuai dengan
kebutuhan konsumen. Akan tetapi, cukup banyak petani yang menjual hasil
panennya secara tebasan atau ijon dan cara penjualan tersebut semakin banyak
dilakukan oleh petani. Pada tahun awal penelitian sebanyak 15,3% petani menjual
hasil panennya dengan cara tebasan atau ijon tetapi dalam periode tiga tahun
kemudian naik menjadi 18,7% (Tabel 8.1). Meningkatnya cara penjualan tersebut
terutama dilakukan oleh petani sayuran dan palawija, sedangkan pada petani padi
dan petani perkebunan relatif tetap.
Tabel 8.1. Petani yang Mejual Hasil Panennya Secara Tebasan/Ijon
dan Alasannya Menurut Tipe Desa, 2007-2012 (% Petani)

Alasan menjual tebasan/


Petani menjual 182
Tipe desa Pendekatan
Manajemen dalam
tebasan Agribisnis
1
Tahun awal
1)

1. Lahan sawah-padi 18,8 37,5


2. Lahan kering-palawija 7,9 50,0
3. Lahan kering-sayuran 25,6 46,2
1. Lahan kering-
8,9 89,3
perkebunan
Rata-rata 15,3 55,8

Manajemen Agribisnis:
diborongkan

234

41,7 8,3 12,5


50,0 - -
53,8 - -
3,6 3,6 3,6

37,3 3,0 4,0


Tahun akhir 2)
15,9 43,8 28,1 11,2 7,9
1. Lahan sawah-padi
16,9 71,4 23,8 - 4,8
2. Lahan kering-palawija
36,8 67,6 18,9 13,5 -
2. Lahan kering-sayuran
3. Lahan kering- 5,1 77,8 11,1 11,1 -
perkebunan
18,7 65,2 20,5 9,0 3,2
Rata-rata

Perubahan
-2,9 6,3 -13,6 2,9 -4,6
1. Lahan sawah-padi
9,0 21,4 -26,2 0,0 4,8
2. Lahan kering-palawija
11,2 21,4 -34,9 13,5 0,0
3. Lahan kering-sayuran
4. Lahan kering- -3,8 -11,5 7,5 7,5 -3,6
perkebunan
3,4 9,4 -16,8 6,0 -0,8
Rata-rata
Keterangan:
Tahun awal: 2007 (LS-padi); 2008 (LK-palawija dan LK-sayuran); 2009
(LK-perkebunan)
Tahun akhir: 2010 (LS-padi); 2011 (LK-palawija dan LK-sayuran); 2012
(LK-perkebunan)
Alasan menjual tebasan/diborongkan:
1 = cepat dapat uang 2 = hemat tenaga kerja
3 = mengejar waktu tanam/waktu kerja berburuh 4 = ongkos panen/
angkut mahal
Banyak alasan yang diungkapkan petani untuk memilih cara penjualan
tebasan meskipun cara penjualan tersebut kurang menguntungkan petani.
Namun, alasan yang paling kuat adalah cepat mendapatkan uang tunai untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga petani. Pada tahun awal penelitian
sebanyak 55,8% petani mengungkapkan alasan tersebut tetapi dalam periode
tiga tahun kemudian naik menjadi 65,2%. Kenaikan tersebut cukup besar pada
petani sayuran dan petani palawija, yaitu lebih dari 20%.Hal ini menunjukkan
bahwa desakan kebutuhan uang tunai untuk memenuhi kebutuhan keluarga
petani semakin besar sehingga petani terpaksa menjual hasil panennya secara
tebasan atau ijon.
Alasan lain yang cukup kuat adalah lebih hemat tenaga kerja. Akan tetapi,
jumlah petani yang mengungkapkan alasan tersebut cenderung semakin
sedikit, kecuali pada petani perkebunan. Dengan demikian, dapat disimpulkan

183
bahwa menguatnya cara penjualan tebasan atau ijon yang dilakukan petani
secara umum lebih disebabkan oleh desakan kebutuhan uang tunai untuk
memenuhi kebutuhan keluarga dan bukan alasan lainnya. Dalam kaitan ini
maka pengembangan lembaga keuangan yang dapat diakses petani secara
mudah merupakan salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meringankan
beban petani.
Petani pada umumnya menjual hasil panennya bukan secara tebasan tetapi
per unit produk yang dihasilkan. Secara umum, terdapat lebih dari 80% petani
yang memilih cara pemasaran tersebut dan menjual hasil panennya kepada
pedagang pengumpul, pedagang besar, atau industri pengolahan. Sebagian
besar petani (lebih dari 50% petani) menjual hasil panennya kepada pedagang
pengumpul desa (Tabel 8.2). Alternatif cara pemasaran ini banyak dipilih petani
karena transaksi penjualannya lebih praktis. Biasanya pedagang pengumpul
desa membeli hasil panen petani di lahan petani atau mendatangi rumah petani.
Kelompok pedagang tersebut umumnya adalah pedagang-pedagang kecil dan
mereka lebih aktif mencari petani yang akan menjual hasil panennya dibanding
kelompok pedagang lainnya.
Dalam periode tiga tahun pola pemasaran komoditas pertanian yang
dihasilkan petani cenderung berubah.Meskipun penjualan kepada pedagang
pengumpul desa tetap merupakan yang dominan, tetapi penjualan kepada
alternatif pedagang lainnya mengalami perubahan. Pada desa lahan sawah
berbasis padi, peran penggilingan padi yang pada awalnya relatif besar (17,8%)
dalam membeli padi yang dihasilkan petani cenderung turun (1,7%) dan
digantikan oleh pedagang besar di tingkat desa dan kecamatan. Perubahan pola
pemasaran yang mengarah kepada pedagang besar dan industri pengolahan juga
terjadi pada desa lahan kering berbasis sayuran dan perkebunan.
Tabel 8.2. Pola Pemasaran Hasil Panen Petani Menurut Kategori Pedagang
Pembeli Menurut Tipe Desa, 2007–2012 (% Petani)

Alasan menjual tebasan/diborongkan


Tipe desa 1 2 3 4 5

Tahun awal 1)
72,8 17,8 5,8 1,1 2,5
1. Lahan sawah-padi
70,7 3,0 4,5 17,3 4,5
2. Lahan kering-palawija
58,6 2,9 21,4 2,9 14,3
3. Lahan kering-sayuran

Manajemen Agribisnis:
184
Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
4. Lahan kering-perkebunan 63,5 1,8 10,8 18,6 5,4

Rata-rata 66,4 6,4 10,6 10,0 6,7

Tahun akhir 2)

1. Lahan sawah-padi 74,5 1,7 14,9 7,6 1,3


2. Lahan kering-palawija 82,5 0,0 3,2 12,7 1,6
3. Lahan kering-sayuran 53,5 2,8 38,0 2,8 2,8

4. Lahan kering-perkebunan 61,0 6,0 2,2 20,9 9,9

Rata-rata 67,9 2,6 14,6 11,0 3,9

Perubahan

1. Lahan sawah-padi 1,7 -16,1 9,1 6,5 -1,2


2. Lahan kering-palawija 11,8 -3,0 -1,3 -4,6 -2,9
3. Lahan kering-sayuran -5,1 -0,1 16,6 -0,1 -11,5

4. Lahan kering-perkebunan -2,5 4,2 -8,6 2,3 4,5

Rata-rata 1,5 -3,8 4,0 1,0 -2,8

Keterangan:
Tahun awal: 2007 (LS-padi); 2008 (LK-palawija dan LK-sayuran); 2009
(LK-perkebunan)
Tahun akhir: 2010 (LS-padi); 2011 (LK-palawija dan LK-sayuran); 2012
(LK-perkebunan)
Kategori pembeli hasil panen petani:
1 = pedagang pengumpul desa
2 = industri pengolahan
3= pedagang besar desa
4 = pedagang besar kecamatan
5 = pedagang besar kabupaten

185
4. Koperasi
Koperasi adalah badan usaha yang berlandaskan asas-asas kekeluargaan.
Organisasi Buruh Sedunia (International Labor Organization/ ILO, 1966)
membuat batasan mengenai ciri-ciri utama koperasi yaitu:
a. Merupakan perkumpulan orang-orang;
b. Secara sukarela bergabung bersama;
c. Mencapai tujuan ekonomi yang sama;
d. Pembentukan organisasi bisnis yang diawasi secara demokratis
e. Memberikan kontribusi modal yang sama dan menerima bagian risiko dan
manfaat yang adil dari perusahaan di mana anggota aktif berpartisipasi.
Koperasi resmi yang pertama pada zaman modern ini adalah “Perkumpulan
para pelopor Keadilan Rochdale” di Inggris 1844 dengan lebih dikenal sebagai
Prinsip-prinsip Rochdale yakni:
a. Modal harus mereka sediakan sendiri dan modal tersebut mendapat suku
bunga tetap.
b. Koperasi hanya menyediakan bahan makanan yang paling pokok dan yang
dapat diperoleh kepada para anggota.
c. Timbangan dan ukuran penuh harus diberikan.
d. Harga pasar harus dibayar langsung, tidak ada kredit yang diberikan atau
diminta.
e. “laba” harus dibagi menurut perbandingan jumlah pembelian yang
dilakukan oleh setiap anggota.
f. Prinsipnya adalah bahwa setiap satu anggota memiliki satu suara yang
menentukan, dan harus ada persamaan bagi semua jenis kelamin dalam
keanggotaan.
g. Manajemen harus dikelola oleh para pejabat dan komite atau panitia yang
dipilih secara berkala.
h. Presentase tertentu dari sisa hasil usaha harus disediakan bagi pendidikan.
i. Perhitungan (laporan) keuangan dan neraca harus sering disajikan kepada
para anggota.
Undang-undang Capper-Volstead tahun 1922 merupakan undang-undang
koperasi yang paling menonjol di antaranya karena UU tersebut memberi
kepastian hak-hak pengusaha tani untuk mengorganisasi pasar dan hasil secara
kolektif selama memenuhi syarat sebagai berikut.
a. Asosiasi/koperasi menyelenggarakan sekurang-kurangnya setengah dari
bisnisnya dalam hubungan para anggotanya.
b. Tidak ada anggota asosiasi yang mempunyai lebih dari satu hak suara atau
asosiasi membatasi dividen tidak lebih dari 8 persen.

Manajemen Agribisnis:
186 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Fungsi dari didirikannya koperasi antara lain sebagai berikut.
1) Sebagai urat nadi kegiatan perekonomian Indonesia.
2) Sebagai upaya mendemokrasikan sosial ekonomi Indonesia.
3) Untuk meningkatkan kesejahteraan warga negara Indonesia.
4) Memperkokoh perekonomian rakyat Indonesia dengan jalan
pembinaan koperasi
Selain memiliki fungsi seperti tersebut di atas, koperasi di dalam
pendiriannya juga memiliki peran dan fungsi. Adapun peran dan fungsi dari
koperasi itu antara lain yaitu :
a. Meningkatkan taraf hidup sederhana masyarakat Indonesia.
b. Mengembangkan demokrasi ekonomi di Indonesia.
c. Mewujudkan pendapatan masyarakat yang adil dan merata dengan cara
menyatukan, membina, dan mengembangkan setiap potensi yang ada.
Jenis-jenis koperasi dapat digolongkan ke dalam beberapa bentuk.Terdapat
beberapa penggolongan dari koperasi. Penggolongan dari koperasi dapat
dilakukan antara lain yaitu menurut sifat usahanya. Menurut sifat usahanya,
koperasi dibedakan menjadi empat macam sebagai berikut.
a. Koperasi Konsumsi
Koperasi konsumsi adalah koperasi yang mengusahakan kebutuhan
sehari-hari, misalnya barang-barang pangan (seperti beras, gula, garam,
dan minyak goreng), barang-barang sandang (seperti kain batik, tekstil),
barang-barang pembantu keperluan sehari-hari (seperti sabun, minyak
tanah, gas, dan lain-lain). Tujuan koperasi konsumsi adalah agar anggota-
angggotanya dapat membeli barang-barang konsumsi dengan kualitas yang
baik dan harga yang layak.
b. Koperasi Produksi
Koperasi produksi adalah koperasi yang bergerak dalam bidang kegiatan
ekonomi pembuatan dan penjualan barang-barang, baik yang dilakukan
oleh koperasi organisasi maupun orang-orang yang mampu menghasilkan
suatu barangdan jasa-jasa. Dengan demikian, dapat meningkatakan taraf
kesejahteraan anggota. Orang-orang tersebut adalah kaum buruh dan kaum
pengusaha. Misalnya Koperasi Peternak Sapi Perah, Koperasi Kerajinan
Bambu dan Rotan, serta Koperasi Pertanian.
c. Koperasi Kredit dan Simpan Pinjam
Koperasi kredit didirikan guna menolong anggota denagn meminjamkan
uang secara kredit dengan bunga ringan.Uang itu dimaksud untuk tujuan
produksi. Oleh karena itu, disebut koperasi kredit.Untuk memberikan
pinjaman, koperasi memerlukan modal. Modal utama koperasi kredit

187
berasal dari simpanan anggota sendiri.Uang simpanan yang dikumpulkan
bersama-sama itu dipinjamkan kepadaanggota yang memerlukan.Oleh
karena itu, koperasi kredit lebih tepat disebut koperasi simpan pinjam.
Tujuan koperasi kredit adalah saling membantu,memperbaiki keadaan
ekonomi, atau kesejahteraan anggota. Adapun cara koperasi kredit dalam
membantu keadaan ekonomi anggota sebagai berikut. (a) membantu
keperluan kredit para anggota, yang sangat membutuhkan dengan syarat-
syarat yang ringan. (b) Mendidik para anggota, supaya giat menympan
secara teratur, sehingga membentuk modal sendiri. (c) Mendidik anggota
hidup berhemat,dengan menyisihkan sebagian dari pendapatan mereka. (d)
Menambah pengetahuantentang perkoperasian.
d. Koperasi Jasa
Koperasi jasa adalah koperasi yang berusaha di bidang penyediaan jasa
tertentu bagi para anggota maupun masyarakat umum.

5. Lembaga Pendidikan Formal dan Informal


Pendidikan formal, terutama yang berbasis keilmuan agribisnis dan ilmu-
ilmu pendukungnya, perlu memperoleh perhatian yang besar.Disadari atau
tidak disadari bahwa selama kurun waktu Pembangunan Jangka Panjang
Tahap Pertama (PJPTI), pemberdayaan lembaga pendidikan formal untuk
mendukung sektor riil di bidang agribisnis sangat kurang.Tidak dapat
dipungkiri bahwa ketertinggalan Indonesia dibanding negeri jiran (Malaysia)
dalam hal pemberdayaan agribisnis cukup besar.Universitas Putera Malaysia
telah melahirkan tenaga-tenaga terdidik yang mampu menjadikan Malaysia
sebagai raja dalam komoditas kelapa sawit.Begitu juga Universitas Kasetsart,
Thailand, telah berhasil melahirkan tenaga-tenaga terdidik di bidang agribisnis,
dibuktikan dengan berkembangnya agribisnis buah-buahan dan hortikultura
yang sangat pesat. Sementara di Indonesia, yang pada awal dekade 1960-an
menjadi kiblat beberapa negeri jiran dalam mempelajari agribisnis / pertanian,
kini menjadi tertinggal. Tentu kenyataan tersebut melahirkan tanda tanya,
“Ada apa”? Jawabnya, “Pasti ada yang salah.”
Pada pasca orde baru sekarang ini, hendaknya lembaga pendidikan
yang terkait dengan agribisnis mulai mereformasi sistem pendidikannya dan
menangkap paradigma-paradigma pembelajaran dan pendidikan yang mampu
melahirkan tenaga-tenaga terdidik yang profesional dan spesialis dalam
bidangnya.Lembaga pendidikan harus aktif dalam melahirkan perubahan-
perubahan menuju perbaikan yang terus-menerus, setelah selama hampir 30
tahun terbelenggu dalam aturan main yang terbelit-belit yang diciptakan oleh

Manajemen Agribisnis:
188 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
rezim orde baru.Lembaga pendidikan harus mampu mandiri dan memiliki
kebebasan dalam menentukan masa depannya menghadapi era persaingan
global, terutama lembaga pendidikan tinggi.Pemerintah hanyalah sebagai
fasilitator, bukan sebagai pengatur dan penentu mekanisme sistem pendidikan.
Dengan demikian, diharapkan lembaga pendidikan tinggi akan mampu menata
diri dan memiliki ruang gerak yang luas tanpa terbelenggu oleh aturan main
yang berbelit-belit.

6. Lembaga Penyuluhan Pertanian Lapangan


Kelembagaan penyuluhan pertanian merupakan salah satu organisasi yang
terdapat dalam dinas pertanian. Fungsi utama kelembagaan ini adalah sebagai
wadah dan organisasi pengembangan sumber daya manusia pertanian serta
menyelenggaran penyuluhan. Di antara beberapa fungsi lembaga ini adalah :
a. Fungsi perencanaan dan penyusunan program penyuluhan
b. Fungsi penyediaan dan penyebaran informasi teknologi, serta model usaha
agrobisnis dan pasar bagi petani di pedesaan
c. Fungsi pengembangan SDM pertanian, untuk meningkatkan produksi,
produktivitas, dan pendapatan
d. Penataan administrasi dan peningkatan kinerja penyuluh pertanian yang
berdasarkan kompetensi dan profesionalisme
e. Kegiatan partisipasi petani, penyuluh, dan peneliti.
Adapun peran kelembagaan di tingkat kabupaten, kota, kecamatan, dan
tingkat kelembagaan petani antara lain :
a. Sebagai sentra pelayanan pendidikan non formal dan pembelajaran petani
dan kelompoknya dalam usaha agribisnis
b. Sebagai sentra komunikasi, informasi, dan promosi teknologi, sarana
produksi, pengolahan hasil peralatan dan model-model agribisnis
c. Sebagai sentral pengembangan SDM pertanian dan penyuluhan berbasis
kerakyatan, sesuai kebutuhan petani dan profesionalisme penyuluhan
pertanian
d. Sebagai sentra pengembangan kelembagaan sosial ekonomi petani
e. Sebagai sentra pengembangan kompetensi dan profesionalisme penyuluh
pertanian
f. Sebagai sentra pengembangan kemitraan dengan dunia usaha agrobisnis
Kelembagaan penyuluhan pertanian di pusat berbentuk badan yang
menangani penyuluhan, bertanggung jawab kepada menteri.Untuk
melaksanakan koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan optimalisasi kinerja
penyuluhan pada tingkat pusat diperlukan wadah koordinasi penyuluhan
nasional, yaitu Badan Penyuluhan Nasional.

189
Kelembagaan penyuluhan pertanian di tingkat provinsi berbentuk Badan
Koordinasi Penyuluhan yang diketuai oleh gubernur. Untuk menunjang
kegiatannya dibentuk sekretariat yang dipimpin oleh seorang pejabat setingkat
Eselon II-a
Kelembagaan penyuluhan di tingkat kabupaten berbentuk Badan Pelaksana
Penyuluhan, yang dipimpin oleh pejabat setingkat Eselon II dan bertanggung
jawab kepada bupati.
Kelembagaan penyuluhan di tingkat kecamatan berbentuk Balai
Penyuluhan Pertanian (BPP).BPP merupakan lembaga penyuluhan struktural
yang berfungsi sebagai tempat pertemuan para penyuluh, pelaku utama, dan
pelaku usaha.
Kelembagaan penyuluhan di tingkat desa, ditetapkan adanya pos
penyuluhan yang merupakan lembaga terdepan dengan petani atau kelompok
tani.Pos penyuluhan merupakan lembaga yang mengkoordinasikan kegiatan
kelompok tani atau gapoktan.
Keberhasilan Indonesia berswasembada beras selama kurun waktu 10 tahun
(1983 – 1992) merupakan hasil dari kerja keras para penyuluh pertanian lapangan
(PPL) yang dengan konsisten memperkenalkan berbagai program peningkatan
produksi pangan yang dicanangkan oleh pemerintah dan membimbing dalam
pelaksanaannya, seperti bisnis, inmas, insus, supra insus, dan lain-lain. Peranan
PPL tersebut akhir-akhir ini menurun sehingga perlu penataan dan upaya
pemberdayaan kembali dengan deskripsi tugas yang diperbaiki.Mungkin
peranannya bukan lagi sebagai penyuluh penuh, melainkan lebih kepada
fasilitator dan konsultan pertanian rakyat.

7. Lembaga Riset
Peranan lembaga riset bagi pengembangan agribisnis di Indonesia belum
menggembirakan dan sangat jauh ketinggalan dibanding negara-negara
tetangga Indonesia yang dulunya berkiblat ke Indonesia. Hal ini merupakan
suatu fenomena yang memprihatinkan. Pemberdayaan lembaga riset dalam
pengembangan agribisnis perlu segera digerakkan dalam upaya meraih
keunggulan bersaing bagi produk-produk agribisnis Indonesia dalam memasuki
era pasar bebas. Semua lembaga riset yang terkait dengan pengembangan
agribisnis harus menjadi ujung tombak bagi keberhasilan agribisnis Indonesia
yang memiliki keunggulan mutu produk sejenis yang diproduksi dari negara
lain. Jika Meksiko dapat memproduksi buah avokad yang warna daging
buahnya kuning kehijau-hijauan dan kulit buahnya yang bersih dan halus,
mengapa Indonesia tidak mampu membuat rekayasa genetik avokad menjadi

Manajemen Agribisnis:
190 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
avokad yang manis, daging buah berwarna hijau terang dengan kulit yang
halus, serta bentuk buah yang besar dengan biji yang kecil. Dengan demikian,
terdapat diferensiasi produk dengan orientasi keunggulan mutu.
Lembaga riset terutama yang ada di perguruan tinggi, akan mampu
mengembangkan produk agribisnis Indonesia dengan mutu yang tinggi bila
didukung oleh pembiayaan penelitian yang cukup. Pengembangan produk
agribisnis, baik produk baru maupun modifi kasi produk yang sudah ada,
dengan berbagai diferensiasi komponen keunggulan yang diinginkan oleh pasar
akan tercipta bila para ilmuwan bekerja dengan tekun dalam laboratoriumnya
tanpa memikirkan akan mencari tambahan penghasilan untuk mensejahterakan
keluarga mereka. Oleh karena itu, dibutuhkan insentif khusus yang cukup
untuk menciptakan tenaga-tenaga ahli di laboratorium yang handal dan tekun.
Di bidang penelitian dan pengembangan agribisnis, ditunjang oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan yang terdapat di tiap Departemen, yaitu
Departemen Pertanian Departemen Perdagangan dan Perindustrian, Koperasi
dan lembaga-lembaga non departemen, misalnya BPPT, LIPI, AP3I, serta
lembaga swasta lainnya. Selain itu terdapat kebijakan penunjang penelitian dan
pengembangan yaitu disisihkannya 5 persen dari keuntungan BUMN setelah
dipotong pajak, untuk biaya penelitian dan pengembangan, terutama untuk
mengembangkan agroindustri berskala kecil.

8. Lembaga Penjamin dan Penanggungan Risiko


Risiko di bidang agribisnis tergolong besar, namun hampir semuanya
dapat diatasi dengan teknologi dan manajemen yang andal.Namun demikian,
dibutuhkan lembaga penjamin risiko yang mampu menghilangkan kekhawatiran-
kekhawatiran para pelaku bisnis untuk terjun di bidang agribisnis.Asuransi
pertanian, sebagai salah satu lembaga penjamin risiko agribisnis, sangat tepat
untuk dikembangkan sejalan dengan upaya aplikasi teknologi agribisnis yang
semakin meningkat.Selain itu, instrumen hedging dalam bursa komoditas juga
perlu dikembangkan guna memberikan sarana penjaminan berbagai risiko
dalam agribisnis dan industri pengolahannya.
Dalam usaha tani, peran usaha besar dan menengah sangat diharapkan dapat
membantu permodalan yang dibutuhkan usaha kecil dan mengembangkan
usahanya. Dalam upaya mengembangkan kemitraan usaha agribisnis terdapat
beberapa kendala yang dapat menghambat kesinambungan dan kemajuan sisten
agribisnis. Salah satu solusinya adalah dengan memanfaatkan lembaga asuransi
sebagai lembaga proteksi apabila terjadi risiko dalam menjalankan praktek
kemitraan usaha agribisnis.

191
Asuransi merupakan salah satu aspek yang penting dalam agribisnis, karena
bidang pertanian merupakan satu bidang yang berkaitan dengan masalah
risiko. Peristiwa alam, seperti bencana alam, dapat menimbulkan kerugian
yang banyak kepada hasil pertanian. Oleh karena itu untuk mengalihkan risiko
dari bahaya-bahaya tersebut supaya terhindar dari kerugian yang cukup besar,
seharusnya petani mengasuransikan hasil pertanian yang belum dipanennya
kepada perusahaan asuransi.
Usaha asuransi merupakan suatu lembaga pengalihan dan pembagian
resiko yang banyak manfaatnya dalam kehidupan petani, di antaranya dapat
menggalang suatu tujuan yang lebih besar sehingga melahirkan rasa optimisme
dalam meningkatkan usaha, yang berakibat pula menaikkan efi siensi dan
kegiatan perusahaan.
Sistem Agribisnis Penunjang

SUB SISTEM
PENGADAAN&PENYALURAN
SARANA PRODUKSI PERTANIAN KEBIJAKAN
SWASTA PEMERINTAH
BUMN
KOPERASI
SUB SISTEM USAHATANI
LEMBAGA
KEUANGAN
SWASTA
BUMN
KOPERASI
SUB SISTEM
PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN LEMBAGA
SWASTA PENELITIANDAN
BUMN PENGEMBANGAN
KOPERASI
SUB SISTEM PEMASARAN
PRODUK USAHATANI DAN
PENGOLAHAN
SWASTA
BUMN LEMBAGA
KOPERASI PENYANGGA
(BULOG)

Gambar 8.1. Diagram Sistem Agribisnis

Manajemen Agribisnis:
192 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
STUDI KASUS
BAB 9 AGRIBISNIS
BAWANG MERAH

Tujuan Instruksional:
Setelah mempelajari bab studi kasus agribisnis bawang merah, pembaca
diharapkan dapat memahami dan menganalisis usahatani bawang merah,
potensi agribisnis bawang merah dari hulu sampai hilir (subsistem dari sistem
agribisnis) melalui penerapan manajemen pada sistem agribisnis bawang merah
dan menganalisis dari kelayakan fi nansial agribisnis bawang merah.

A. Pendahuluan
Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan sayuran rempah yang
dikonsumsi oleh rumah tangga masyarakat Indonesia sebagai bumbu masakan
sehari-hari dan bahan baku industri. Bawang merah bersama komoditas lainnya
seperti padi, jagung, kelapa, kakao, temulawak, manggis, jarak pagar, ubi kayu,
jeruk, dan sapi merupakan komoditas unggulan yang diprioritaskan dalam
rencana pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian periode 2005-
2009. Rencana pengembangan agribisnis bawang merah salah satunya yaitu
diprioritaskan pada penanganan pasca panen dan pengolahan untuk peningkatan
nilai tambah. Hal ini mengingat bahwa bawang merah adalah salah satu sumber
pendapatan petani maupun ekonomi Negara. Terkadang harga bawang merah di
pasaran sering mengalami fl uktuasi namun usahatani bawang merah tetap menjadi
andalan usaha petani dan permintaan akan bawang merah terus meningkat seiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk, tidak hanya di pasar dalam negeri tetapi
berpeluang juga ke pasar ekspor (Departeman Pertanian, 2006).
Potensi Jawa Barat pada tahun 2013 memiliki angka konsumsi per kapita
untuk bawang merah adalah sekitar 2,016 kg/kapita. Jika diasumsikan bahwa
seluruh kepala mengkonsumsi bawang merah maka Provinsi Jawa Barat
membutuhkan bawang merah sekitar 92.796,5 ton. Fluktuasi harga bawang
merah masih menjadi permasalahan di pasar bawang merah. Hal ini dikarenakan
distribusi yang tidak merata sepanjang tahun serta mekanisme stok yang belum
berjalan dengan baik sehingga produksi saat in season (panen raya) belum
mampu mencukupi kebutuhan saat off season (paceklik).

193
Pada tahun 2013 produksi bawang merah di Provinsi Jawa Barat sebesar
98.42% yang dihasilkan oleh 5 sentra produksi utama yaitu Kabupaten
Cirebon, Kabupaten Bandung, Garut, Majalengka, dan Kuningan. Produksi di
Kabupaten Majalengka terbesar berasal dari Kecamatan Argapura yaitu daerah
dataran tinggi. Walaupun produksi Majalengka dapat dikatakan cukup potensi
namun produktivitas masih rendah dan tidak merata diantara tiga dataran
penghasil produksi bawang merah tersebut.
Kebutuhan bawang merah terus meningkat seiring dengan meningkatnya
pertambahan penduduk dan daya beli. Tetapi terdapat beberapa kendala dalam
usaha bawang merah. Salah satu kendala utama adalah terjadinya fl uktuasi harga
yang tidak menentu. Turun naiknya harga tidak dapat dipastikan, tergantung
dari kondisi pasar. Setiap daerah umumnya memiliki kondisi pasar yang berbeda-
beda sehingga mengakibatkan perbedaan harga antara daerah satu dengan lainnya.
Salah satu sebab dari masalah ini adalah adanya ketergantungan produksi terhadap
musim. Pada musim panen jumlah produksi melimpah, sedangkan pada musim
paceklik terjadi sebaliknya. Jumlah produksi yang melimpah akan menyebabkan
turunnya harga dipasaran karena tingkat penawaran yang lebih besar dari
permintaan. Keadaan akan berubah sebaliknya jika jumlah produksi lebih rendah
dari yang dibutuhkan sehingga mengakibatkan harga naik. Melihat hal ini serta
pertimbangan bawang merah merupakan produk yang mudah rusak (perishable),
maka pendirian industri berbasis komoditas bawang merah memiliki prospek yang
cukup tinggi. Bawang merah dapat diolah sedemikian rupa sehingga mempunyai
nilai tambah. Hal ini sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan
bawang merah dan menghindari fl uktuasi harga yang disebabkan produksi yang
tidak menentu. Selain dijual dalam bentuk bawang segar, berbagai produk olahan
dapat dihasilkan dari komoditas bawang. Dalam industri makanan, umbi bawang
merah sering diolah sehingga mempunyai nilai tambah seperti irisan kering,
bawang goreng, bubuk bawang merah, oleoresin, minyak bawang, acar, dan pasta
(Nugraha, 2016).
Di Kabupaten Majalengka, permintaan akan bawang merah semakin
meningkat mengingat kebutuhan akan bawang dalam konsumsi sehari-hari
begitu pula seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, namun demikian
belum ditunjang dengan pengembangan agroindustri dari bawang merah
tersebut. Proses pengolahan dari bawang merah di Kabupaten Majalengka
masih sangat sederhana yang masih dilakukan pada industri rumahan dan
belum banyak peminat untuk proses olahan tersebut dikarenakan biaya bahan
baku masih belum seimbang dengan proses pengolahan yang mempengaruhi
pada harga jual dari bawang olahannya.

Manajemen Agribisnis:
194 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Agribisnis bawang merah dari hulu sampai hilir sangat memungkinkan
untuk berkembang jika terjadi keterpaduan dari masing-masing subsistem dan
saling memperoleh keuntungan. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam
melihat suatu usaha atau usahatani layak atau tidak adalah aspek: (1) peluang
produksi, (2) peluang pasar, (3) potensi sumber daya alam, (4) sumber daya
manusia/skill, (5) potensi industri pengolahan, dan (6) teknologi yang dapat
menunjang usaha tersebut.
Pengembangan agroindustri diarahkan agar dapat menciptakan keterkaitan
yang lebih mendukung dalam meningkatkan nilai tambah dan meningkatkan
kegiatan ekonomi. Jika agroindustri di hilir berkembang maka kebutuhan
bahan bakunya akan menyerap produk usahatani di hulu. Demikian seterusnya
hal ini akan menyerap produk input di subsektor yang lebih hulu. Maka dari
itu jika salah satu subsektor bisnis berjalan lancar dan selalu mengintegrasikan
subsektor lainnya maka agribisnis sebagai suatu sistem akan berkembang
bersama-sama (Ariadi dan Relawati, 2010).
Permasalahan utama yang dihadapi dalam mengembangkan usahatani
bawang merah saat ini adalah masih rendahnya produktivitas dari bawang merah
dan harga masih berfl uktuasi begitu pula dengan proses pengolahan untuk
industi bawang masih rendah sehingga perlu dikaji integrasi antar subsistem
dalam mengembangkan agribisnis bawang merah yang kuat dan adil.

B. Metode Penelitian
1. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah petani bawang merah, lembaga
pemasaran, industri bawang merah di Kabupaten Majalengka. Pengambilan
sampel usahatani di wilayah dataran medium secara purposive berdasarkan
varietas bawang merah dan jika di wilayah tersebut terdapat banyak petani yang
menanam bawang merah maka ditetapkan secara random. Penentuan sampel ini
berdasarkan survey dan sampel dalam lembaga pemasaran ditentukan dengan
snowball sampling dan penelusuran-penelusuran informasi terkait.

2. Teknik Pengambilan Data


Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah terdiri atas data primer
dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara
langsung dengan petani bawang merah, lembaga pemasaran, dengan mengguakan
alat bantu kuesioner yang telah disiapkan serta melakukan observasi lapangan.
Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari studi pustaka,
baik instansi terkait maupun dari perpustakaan.

195
Teknik pengumpulan data formal dan informal digunakan mencakup:
(1) penggalian informasi awal dari pustaka dan publikasi yang tersedia, (2)
penilaian kondisi usahatani hulu dan hilir dengan metode action research dalam
memahami situasi dan kondisi setempat, (3) penggunaan angket.

a. Agribisnis Bawang Merah Subsektor Hulu


Keragaan agribisnis bawang merah subsektor hulu adalah potensi usahatani
bawang merah di Kabupetan Majalengka. Aspek yang dibahas meliputi varietas
yang banyak dikembangkan petani, potensi produksi, serta pendapatan
usahatani bawang merah. Survey dilakukan di salah satu daerah sentra bawang
merah dataran medium Kabupaten Majalengka.
1) Keragaan Usahatani Bawang Merah
Salah satu faktor utama yang dapat menentukan keberhasilan usaha
peningkatan produksi bawang merah adalah ketersediaan benih/bibit bermutu
Petani bawang merah pada umumnya mengusahakan komoditas bawang merah
dengan menggunakan varietas bima curut yang dianggap cocok dengan kondisi
alam yang ketinggiannya lebih rendah dibandingkan dengan daerah Argapura
dan pada daerah penelitian petani sudah ada yang mampu memproduksi bibit
bawang sendiri namun yang sudah memiliki sertifi kat hanya seorang petani
dengan varietas bima curut. Bawang yang dapat dijadikan bibit adalah minimal
yang telah berusia 40 sampai dengan 50 hari setelah dipanen dan dikeringkan.
Penggunaan sarana produksi seperti pupuk urea, phonska, TSP, ZA dan
pestisida diperoleh dari toko saprotan terdekat kecuali bibit dan pupuk kandang
yang sebagian dapat diperoleh dari produksi sendiri bagi petani yang mampu
memproduksi atau membeli kepada petani yang sudah mampu memproduksi
bibit tersebut.
Terkait dengan usahatani, secara umum usahatani dibedakan pada 2 tahap
periode musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Pada musim
penghujan petani selaku produsen bawang merah, akan meningkat biaya
produksinnya dikarenakan pada musim penghujan bawang merah rentan
terkena OPT (organisme pengganggu tanaman) yang lebih tinggi, penmabahan
biaya biasanya untuk mengantisipasi kegagalan usahatani bawang merah.
Usahatani bawang merah termasuk usahatani yang membutuhkan modal cukup
besar bagi petani sehingga ketakutan terjadi kegagalan budidaya (produksi)
bawang merah sangat tinggi dan keadaan ini berlaku pada semua pelaku dalam
praktek budidaya.

Manajemen Agribisnis:
196 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
2) Prospek Bawang Merah
Pengembangan agribisnis bawang merah pada lima tahun mendatang
diarahkan untuk: (a) pengembangan varietas bawang merah setara kualitas
impor sebagai salah satu upaya substitusi (pengurangan ketergantungan
terhadap pasokan impor), (b) pengembangan industri benih bawang merah
dalam rangka menjaga kesinambungan pasokan benih bermutu, (c) perluasan
areal tanam bawang merah sebagai upaya antisipasi peningkatan konsumsi, dan
(d) pengembangan diversifi kasi produk bawang merah dalam upaya peningkatan
nilai tambah. Berdasarkan prediksi peningkatan jumlah penduduk, konsumsi
bawang merah per kapita, kebutuhan bawang merah konsumen dalam negeri,
kebutuhan industri olahan dan ekspor serta dengan mempertimbangkan 10%
kerusakan akibat penanganan pasca panen yang kurang optimal, maka Ditjen
Bina Produksi Hortikultura (2005) telah menyusun sasaran produksi untuk
tahun 2005 – 2010 secara agregat.
Begitu pula di Kabupaten Majalengka terlihat prospek dari produksi bawang
merah yang diharapkan dapat meningkatkan persediaan konsumsi masyarakat.
Berdasarkan Tabel 9.1 terlihat bahwa Kabupaten Majalengka merupakan daerah
produksi bawang merah, dimana produksi bawang merah di daerah ini dari
tahun 2010 sampai dengan 2014 menunjukkan fl uktuasi. Penyebab fl uktuasi
ini disebabkan karena faktor iklim dan kegiatan teknik budidaya yang belum
optimun dilakukan oleh petani sehingga menyebabkan pertumbuhan dan hasil
tanaman yang tidak optimum dan terjadinya serangan hama penyakit yang
mempengaruhi produksi dan pendapatan usahatani bawang merah.

Tabel 9.1. Produksi Bawang Merah Tahun 2010-2014 di Kabupaten Majalengka


dalam satuan ton

TAHUN
NO KECAMATAN
2010 2011 2012 2013 2014
1 Majalengka 2.037,40 529,30 92,80 476,40 1.278,40
2 Cigasong 108,80 23,90 46,80 85,80 355,00
3 Maja 701,10 421,00 841,00 958,00 718,60
4 Kadipaten 2.170,30 - - 1.115,00 2.530,00
5 Panyingkiran - - - - -
6 Jatiwangi - - - - -
7 Dawuan 2.271,60 114,00 1.031,00 1.935,00 2.912,80
8 Kasokandel - - - - -
9 Ligung 161,10 953,70 846,40 727,80 1.171,70
10 Jatitujuh 2.035,20 4.270,10 2.771,80 990,00 2.224,80
11 Rajagaluh 913,20 64,00 340,00 200,20 746,00
12 Sindangwangi 635,00 37,20 765,50 229,60 398,50
13 Leuwimunding - - - - -

197Studi Kasus
Agribisnis
Bawang Merah
14 Sukahaji 43,70 57,00 112,00 104,00 206,20
15 Sindang - 26,00 - - -
16 Talaga 63,20 21,70 - 60,00 -
17 Banjaran - 2,40 95,80 146,60 173,50
18 Cikijing 445,90 481,30 424,70 420,00 633,90
19 Cingambul 881,00 1.141,80 1.007,20 960,00 1.156,50
20 Bantarujeg 700,50 - 30,00 103,30 143,00
21 Malausma - - - 28,30 97,80
22 Argapura 6.973,30 3.808,10 7.994,50 8.498,00 8.935,00
23 Kertajati 2.737,20 5.916,00 5.610,00 6.645,00 6.608,50
24 Sumberjaya - - - - -
25 Palasah - - - - -
26 Lemahsugih - - 302,00 - -
JUMLAH 22.878,50 17.867,50 22.311,50 23.683,00 30.290,20

Sumber : Dinas Pertanian Majalengka, 2015

Terlihat pula luas panen, produksi dan produktivitas bawang merah di


Kabupaten Majalengka pada tahun 2013 yaitu dengan luas panen 2.150 Ha
dengan produksi 23.683 ton mempunyai produktivitas 11,02 ton/Ha.
3) Pendapatan Usahatani Bawang Merah
Kelayakan fi nansial usahatani dimana semua biaya baik yang eksplisit
maupun implisit diperhitungkan sebagai biaya usahatani bawang merah.
Biaya eksplisit adalah biaya yang benar-benar dibayarkan petani untuk biaya
usahataninya seperti pembelian sarana produksi dan upah tenaga kerja luar
keluarga. Biaya implisit adalah biaya yang tidak benar-benar dikeluarkan
petani namun dalam analisis fi nansial harus diperhitungkan seperti biaya sewa
lahan untuk tanah milik dan upah tenaga kerja dalam keluarga yang dalam
kenyataannya tidak dibayarkan. Terlihat pada Tabel 9.2 rincian dari analisis
usahatani bawang merah.

Tebl 9.2. Analisis Usahatani Bawang Merah

Uraian Jumlah Satuan Harga Total


a. Pajak Bumi dan Bangunan 1 ha
20,000 20,000
b. sewa lahan 10.000.000
Jumlah
10.020.000
d. peralatan
1. Hand sprayer Buah
1 600,000 600,000
2. mesin sprayer 1 buah 1,500,000 1,500,000
jumlah 2,100,000

Manajemen Agribisnis:
198 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Uraian Jumlah Satuan Harga Total

f. Penyusutan alat 360,000

g. Sarana Produksi
1. Bibit 1,000 kg 20,000 20,000,000
2. Pupuk Kandang 150 karung 14,000 2,100,000

3. Urea 100 kg 1,800 180,000


3. Phonska 150 Kg 2,400 360,000
4. TSP 100 Kg 2,400 240,000
5. ZA 300 Kg 1,900 570,000
6. Kaptan 10 karung 20,000 200,000
7. NPK 125 kg 10.000 1,250.000
8. pupuk daun 1 ltr 75.000 75.000
9. Pestisida (total biaya
penyemprotan ke-1 hingga 15 kali 200,000 3,000,000
ke15)
Jumlah 27,975,000
h. TK Tetap - Orang - -
i. TK Tidak Tetap
1. Pengolahan lahan 15 HOK 70,000 1,050,000

2. Pengapuran 5 HOK 70,000 840,000

3. Pelobangan dan Penanaman 30 HOK 35,000 1,050,000

4. Pemupukan 1 - 3 dan 6 HOK 35,000 210,000


menaikan guludan saat 6 HOK 70,000 420,000
pemupukan kedua
7. PHT 1-15 kali semprot 15 Kali 70,000 1,050,000

8. Pemanenan 30 HOK 35,000 1,050,000

9. mengikat dan angkut 6 HOK 70,000 420,000


Jumlah 6,090,000
j. Hari orang Kerja 113 Hari

199
Uraian Jumlah Satuan Harga Total
Biaya Investasi 600,000
Modal Kerja
Biaya tetap 10.020,000
Biaya Variabel 37,125,000
Total 47,145,000

Penerimaan berdasarkan
7,000 Kg 14,000 98,000,000
harga rata-rata
Keuntungan 50,855,000
R/C Rasio 2.11
B/C Ratio 1.11

Alokasi biaya terbesar pada usahatani bawang merah adalah untuk biaya
bibit di mana bibit ini belum semua petani bisa memproduksi sendiri sehingga
untuk subsistem pengadaan sarana produksi terutama produksi bibit harus
mendapat perhatian dari berbagai pihak dikarenakan bibit merupakan cikal
bakal dari proses produksi yang dihasilkan jika bibit mempunyai kualitas yang
baik dan dapat dengan mudah didapatkan akan menghasilkan hasil yang baik
pula dengan keuntungan yang besar. Kemudian alokasi untuk biaya tenaga
kerja juga cukup besar mulai dari pengolahan lahan sampai pemeliharaan dan
kegiatan panen dan pasca panen.
Biaya lain di sini adalah termasuk biaya sewa lahan yang bagi sebagian petani
merupakan biaya eksplisit dan bagi petani lain merupakan biaya implisit (tanah
milik). Banyak diantara petani bawang merah responden menyewa tanah milik
orang lain untuk usahatani bawang merah ini karena dipandang menguntungkan
dan dapat dikatakan bahwa petani yang menanam bawang merah kebanyakan
sudah berorientasi komersial bukan hanya tujuan subsisten.
Dari segi pendapatan dan tingkat efi siensi usahatani bawang merah (R/C
ratio dan B/C ratio) dianggap menguntungkan sehingga usahatani bawang
merah dapat terus dikembangkan dengan harapan ke depannya akan semakin
menguntungkan dan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dalam hal
ini perlu adanya manajemen dalam proses agribisnis bawang merah ini.

Manajemen Agribisnis:
200 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
4) Aliran Rantai Pasok Bawang Merah
Rata-rata hasil panen petani bawang merah di daerah dataran medium 5-7
ton/ha. Hasil panen ini dikategorikan menjadi dua yaitu bawang konsumsi dan
bibit. Sebanyak 75% dijadikan bawang konsumsi dan sisanya dijadikan bawang
bibit untuk digunakan sendiri atau dijual ke petani lain melalui petani penangkar
yang ada di kelompok tani. Dalam proses pengeringan, pada daerah ini tidak
dilakukan melalui penggarangan akan tetapi dengan melakukan penjemuran di
bawah terik sinar matahari maka proses pengeringan masih sangat sederhana
karena masih mengandalkan cuaca.
Rata-rata para petani di wilayah ini masih mempercayakan penjualan hasil
panen bawang merahnya kepada Bandar dan kelompok tani ataupun mitra
sedangkan bawang merah untuk bibit dapat dijual ke kelompok tani. Dalam
melakukan penjualan bawang merah bibit, petani akan berhubungan dengan
petani penangkar, jika kualitasnya bagus akan dijual sebagai bawang bibit tetapi
jika kualitasnya jelek maka akan dijual sebagai bawang merah konsumsi. Hasil
penelusuran dapat diketahui pula jika pada saat harga bawang merah sedang
tinggi, petani biasanya akan menjual dengan sistem tebasan tetapi jika harga
sedang rendah terutama ketika panen raya yaitu setelah tanam ketiga, para
petani memanen hasil panennya sendiri dengan tidak ditebaskan.
Para pelaku yang terlibat dalam rantai pasok bawang merah yaitu industri
pendukung penyedia input (bibit, pupuk, dan pestisida), toko saprotan.
Khusus untuk bibit, di daerah menengah ini ada petani yang sudah mampu
memproduksi bibit dengan varietas bima curut yang dianggap cocok dengan
kondisi lahan, tetapi pengadaan bibit ini masih dianggap kurang secara kuantitas
maupun kualitasnya. Untuk mengatasi kekurangan bibit sementara ini petani
mendapat pasokan dari petani/kelompok tani lain di luar daerah. Gambaran
pelaku rantai pasok bawang merah di dataran menengah Kabupaten Majalengka
secara jelas dapat dilihat pada Gambar 9.1 berikut. Hasil dari produksi di daerah
ini sebanyak 40 persen dijual ke bandar untuk dipasarkan ke pasar lokal dan
Pasar Induk Caringin Bandung sedangkan sisanya ke lembaga mitra melalui
kelompok tani yang akan dijual ke pasar modern atau supermarket.

201
Gambar 9.1. Aliran Rantai Pasok Bawang Merah

b. Agribisnis Bawang Merah Subsektor Hilir


Dilihat dari daya serap industri pengolahan bawang merah sangat kecil
bahkan di wilayah dataran medium ini belum ada yang melakukan proses
pengolahan bawang merah padahal kalau pengiriman/pemasaran produk ke luar
wilayah lebih baik jika sudah dilakukan proses pengolahan, hal ini mengingat
produk bawang merah mempunyai sifat yang cepat busuk sehingga akan dapat
meningkatkan nilai tambah dari produk bawang merah tersebut.

c. Strategi dan Kebijkaan Bawang Merah


Kebijakan yang dibutuhkan untuk mendukung tujuan dan sasaran revitalisasi
agribisnis bawang merah meliputi: (1) kebijakan pengembangan sarana dan
prasarana fi sik dan non-fi sik, (2) kebijakan pengembangan sistem perbenihan,

Manajemen Agribisnis:
202 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
(3) kebijakan akselerasi peningkatan produktivitas, (4) kebijakan perluasan
areal tanam, (5) kebijakan sistem perlindungan, (6) kebijakan pengolahan dan
pemasaran hasil, dan (7) kebijakan pengembangan kelembagaan. Kebijakan
ini akan membantu para pelaku petani bawang merah sehingga target yang
dibutuhkan dalam kualitas dalam negeri dan kualitas impor akan terpenuhi
karena sudah ada saran dan prasarana.
Berdasarkan profi l agribisnis bawang merah saat ini dan mengacu pada
profi l agribisnis bawang merah yang ingin diwujudkan pada tahun 2010, maka
program revitalisasi agribisnis bawang merah dirancang mencakup beberapa
kegiatan utama, yaitu sebagai berikut.
1. Pengembangan sarana dan prasarana agribisnis bawang merah. Sarana dan
prasarana yang perlu dikembangkan mencakup: pengadaan dan perbaikan
jaringan irigasi, perbaikan dan penambahan jalan desa, penyediaan sarana
produksi, pembangunan gudang-gudang penyimpanan, perbaikan dan
penyediaan fasilitas pasar, pembangunan jaringan informasi (periode
panen, prediksi pasokan, kelas/varietas, dan harga), serta sarana diseminasi
dan transfer teknologi (sumberdaya manusia dan fi sik).
2. Pengembangan industri benih bawang merah. Pembenahan sistem
perbenihan bawang merah perlu dimulai dari fase perakitan varietas. Pada
saat ini, rangkaian kegiatan pemuliaan dilakukan berdasarkan pendekatan
program pemuliaan yang disusun oleh lembaga penyelenggara pemuliaan.
Di masa depan, semua tahapan tersebut di atas dilakukan dengan pendekatan
industri, yang pelaksanaannya dapat distandarisasikan mengacu pada sistem
mutu. Mekanisme baru ini membutuhkan transformasi sistem perakitan
varietas dari pendekatan program pemuliaan ke industri pemuliaan.
Transformasi ini membawa konsekuensi perubahan penyelenggaraan
kegiatan pemuliaan yang semula didominasi oleh lembaga pemerintah
selanjutnya secara bertahap diserahkan kepada pihak swasta.
3. Pemberdayaan sentra produksi bawang merah. Sentra produksi bawang
merah secara bertahap direvitalisasi menjadi sentra agribisnis bawang
merah yang dicirikan oleh: (a) pengusahaan bawang merah yang memiliki
economies of scale melalui penerapan konsolidasi pengelolaan lahan usaha,
(b) kelembagaan petani yang tangguh, tidak saja dalam menangani aspek
produksi, tetapi juga aspek pemasaran hasil dan pendanaan usahatani, (c)
penerapan SPO (Standar Prosedur Operasional) bawang merah spesifi k
lokasi yang berbasis GAP (Good Agricultural Practices), dan (d) terintegrasi
dengan pelayanan pasar input serta industri pengolahan.

203
4. Penambahan sentra produksi baru bawang merah. Perluasan sentra
produksi/agribisnis baru terutama ditempuh dengan mengacu pada
kesesuaian agroklimat bawang merah, bukan pada pemanfaatan lahan
marjinal.
5. Pembangunan pabrik pengolahan produk bawang merah. Pengolahan
produk bawang merah harus dirancang tidak hanya untuk mengatasi
masalah surplus produksi saja. Pengembangan pabrik pengolahan harus
diarahkan sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah melalui
diversifi kasi produk, dengan menggunakan bahan baku berkualitas prima
(sesuai persyaratan olah).

C. Kesimpulan dan Saran


Potensi agribisnis bawang merah dari hulu sampai hilir belum terintegrasi
dengan baik. potensi usahatani di hulu lebih besar jika dibandingkan dengan
pengembangan industri hilirnya. Di hulu sudah mulai ada penangkaran bibit
dengan mencoba terus berbagai varietas yang cocok dengan kondisi lahan
di dataran medium sementara industri pengolahan produk bawang merah di
hilirnya masih perlu dirintis dan dikembangkan.
Usahatani bawang merah masih dianggap layak untuk diusahakan dilihat
dari efi siensi RC ratio dan BC ratio sehingga petani bawang merah masih terus
melakukan usahataninya. Pemasaran dari bawang merah masih terbatas pada
tujuan pasar lokal tradisional dan pasar luar daerah serta supermarket yang
melalui mitra dan hal ini masih terbatas dikarenakan kualitas maupun kuantitas
masih terbatas.
Dalam mengembangkan agribisnis bawang merah perlu kiranya upaya
manajemen agribisnis yang dimulai drai proses perencanaan sampai evaluasi
dengan pendekatan potensi wilayah sehingga akan menciptakan agribisnis
bawang merah yang kuat.
Untuk meningkatkan pendapatan petani dan pendapatan daerah sekaligus
juga mengintegrasikan agribisnis bawang merah dari hulu ke hilir perlu adanya
upanya menumbuhkan berbagai industri pengolahan bawang merah di wilayah
Kabupaten Majalengka.
Perlu dukungan jaringan pemasaran pada usahatani bawang merah terutama
untuk jaringan ke pasar luar daerah dan pasar terstruktur sehingga ke depan
dapat memfasilitasi pasar ekspor, begitu pula dengan jaringan pemasaran untuk
industri olahan bawang merah.

Manajemen Agribisnis:
204 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, J.R. 1974.”Risk Effi ciency Interpretation Agricultural Production Research”.


Review of Marketing and Agricultural Economics. 42(3)
Ariadi, B. Yudi dan R. Relawati, 2010. Sistem Agribisnis Terintegrasi Hulu – Hilir.
Buku Pemenang Hibah Penulisan Buku Teks Tahun 2010, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi. Penerbit Muara Indah, Bandung
Arifi n, Bustanul. 2004. Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia. Buku Kompas
Arsyad, L. 1999. Ekonomi Pembangunan. Edisis Keempat. Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi. Yogyakarta
Austin, J E, 1981. Agroindustrial Project Analysis. The Economic Development Institute
of The World Bank. The Johns Hopkins University Press Baltimore
Azizah, Nur.1999. Produksi Tanaman Obat.Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya
Malang
Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Jawa Barat dan Puslitbang Inovasi dan
Kelembagaan LPPM UNPAD. 2015. Laporan Analisis Penawaran dan Permintaan
Bawang Merah Provinsi Jawa Barat
Bank Indonesia, 2015. Skema Pembiayaan Pertanian dengan Pendekatan Konsep
Rantai Nilai (Value Chain Financing). Bank Indonesia
Barry, P.J. 1984. Risk Management in Agriculture. The Iowa State University Press.
Ames. Iowa
Cassavant, K.L dan C.L Infanger. Economic and Agriculture Management, An
Introduction. Reston Publishing Company Inc.Virginia
Davis. H. dan R,A Goldberd, 1957. A Concept Of Agribusiness, Boston: Graduate
School of Business, Harvard University
Debertin, D.L. 1986. Agricultural Production Economics. MacMillan Publishing
Company. New York
Departemen Pertanian. 2006. Pembakuan Standar Mutu Produk Beberapa Segmen
Pasar Di Propinsi Nusa Tenggara Barat. www.deptan.go.id/psa/doc/baku_
standar_ bmerah _ntb.htm [28 Mei 2006]
Dillon, J.L dan P.L Scandizo.1978. Risk Attitudes of Subsistence Farmers in Northeast
Brazil. A Sampling Approach. American Journal of Agricultural Economics and
Sociology.Vol.38 hlm 371-387
-------, dan J. R Anderson. 1971. “Allocative Effi ciency, Traditional Agriculture and
Risk”. American Journal of Agricultural Economics,

205
Dinas Pertanian, 2015. Produksi Bawang Merah di Kabupaten Majalengka. Dinas
Pertanian Kabupaten Majalengka
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian.
2006. Pedoman Umum Pelaksanaan Program dan Anggaran Kinerja PPHP
Tahun 2006. http://agribisnis.deptan.go.id/Pustaka/ Pedoman %20Umum%20
Tahun%202006.pdf. [2 Desember 2006]
Doll, J.P dan F. Orazem. 1984. Production Economics. Theory with Applications. John
Willey and Sons Inc. New York
Downey, W.D dan Erickson. 1992. Manajemen Agribisnis. Edisi Kedua.Terjemahan R
Ganda dan A Sirait Jakarta Erlangga
Duft, K.D.1979. Principles Of Management in Agribusiness. Roston,Virginia: Roston
Pub.Co.Inc.,A Prentice-Hall Company
Effi Damaijati dan Soekartawi, 1992. Studi Tentang Perilaku Petani Terhadap Risiko
Serta Hubungannya dengan Pengambilan Kredit pada usahatani Kedelai (Studi
kasus di Kecamatan Gudo Kabupaten Jombang, Jawa Timur). Program Pasca
sarjana UGM-Unibraw Malang
Fahmi, I, 2011. Manajemen Risiko, Teori, Kasus, dan Solusi. Alfabeta Bandung
Firdaus M, 2008. Manajemen Agribisnis, Bumi Aksara Jakarta
Fleisher, B. 1990. Agricultural Risk Management.Colorado dan London: Lynne
Rienner Pub
Gumbira-Sa’id, A Harizt I, 2001. Manajemen Agribisnis. Ghalia Indonesia
Gumbira-Sa’id, E.”Pengantar Manajemen Teknologi untuk Agribisnis”. Makalah
Seminar,1996 (a), MMA-IPB Bogor
Gunawan S, dan I.G.L.A Iswara, 1987. “Teori Pengambilan Keputusan dalam Ekonomi
Produksi”. Penerbit Karunika Universitas Terbuka.Jakarta
G.R. Terry dan Stephen G Franklin, 1982. Principles of Management, 8 th Edition,
Richard D, Irwan Inc;Homewood Illinois.P.4
Griffi n, Ricky W and Ronald J Elbert.2002. Business. 6 th Edition. Prentice Hall
Hadisapoetro, S, 1981 “ Usaha Meningkatkan Usaha Pertanian Sebagai Salah Satu
Sumber Devisa Negara” dalam Bunga Rampai Upaya meningkatkan Produksi
Pertanian dan Perkebunan serta Peran Koperasi dalam Pembangunan Nasional.
Bina Ilmu, Surabaya.
Hammal, K.B. 1983. “ Risk Avertion, Risk Perception, and Credit Use. The Case of
Small paddy farmers in Nepal” Research Paper No.21. Kathmandu
Hasibuan, Malayu. 1996. Manajemen, Dasar, Pengertian, dan Masalah. Toko Gunung
Agung Jakarta
Hastuti, 1997. Peranan Agroindustri di dalam Diversifi kasi Usaha Pedesaan. Buletin
Cakrawala Pendidikan No.3 Th XVII Nopember 1997. IKIP Jogjakarta
Hubeis.M. 1993. Menuju Industri Kecil Profesional di Era Globalisasi melalui
Pemberdayaan Manajemen Industri.Bogor.Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap.Ilmu
Manajemen Industri IPB

Manajemen Agribisnis:
206 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Iksan Semaoen, 1996. Teori Mikro Ekonomi, Pendekatan Matematik. Program Pasca
sarjana Universitas Brawijaya, Malang
Irawan, Bambang dan Sri Hastuti. Kelembagaan Agribisnis pada Berbagai Tipe Desa.
Panel Petani Nasional: Mobilisasi Sumber Daya dan Penguatan Kelembagaan
Pertanian
Jae K Shim, Joel G, Siegel, Allison I Shim. 2011. Budgeting Basics And Beyond. 4 th
Edition. ISBN 978 1-118-09627-7
Just, R.E dan R. D. Pope, 1979. “Production Function Estimation and Related Risk
Considerations”. American Journal of Agricultural Economics.61 (2) hlm.276-
284
Kasryno, F. 1984. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Pertanian dan Tingkat
Upah Pembangunan Ekonomi Pedesaan. Jakarta
Kasryno, F dan J.F Stepanek.1985. Dinamika Pembangunan Pedesaan. Obor dan
Gramedia.Jakarta
Kotler,P. 1997. Marketing Management: Analysis, Planning, Implementation, and
Control.9 th Edition.Englewood Cliffs, New jersey:Prentice-Hall
Kotler, P, Armstrong, Garry. 2008. Prinsip-prinsip Pemasaran.Jilid I Erlangga Jakarta
Kreitner, Robert dan Kinicki Angelo.2003. Perilaku Organisasi. Terjemahan Erly
Suandi. Edisi Pertama.Penerbit Salemba Empat Jakarta.
Lin, W.,G.W,Dean, dan C.V. Moore.1974. “ An Empirical Test of Utility v.s Profi t
Maximization in Agricultural Production”. American Journal of Agricultural
Economics. 56(3) hlm. 497-508
Maulidah, S. 2012. Modul Kelembagaan dalam Agribisnis. Universitas Brawijaya
Malang
Miarso, Yusufhadi. 2007. Teknologi yang Bersifat Humanis. Jurnal Pendidikan Penabur
09;50-58
Mondy, R. Wayne and Robert M Noe. 2005. Human Resources Management. Ninth
Edition,USA. Prentice Hall
Nugraha, Dedi, N. 2016. Analisis Kolaborasi Pada Rantai Pasok Bawang Merah.
Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Majalengka
Offi cer, R.R., dan A.N.Halter. 1968.” Utility Analysis and A Practical Setting”.
American Journal of Agricultural Economics. 50 (2)
Padmanabhan, K.P. 1988. Rural Credit, Lessons for Rural Bankers and Policy Makers.
Intermediate Technology Publications Ltd.London
Pambudy, Rahmat. 2010. Membangun Indonesia Melalui Kepemimpinan Entrepreneur
Agribisnis.
Perdana T, 2012. Model Sistem Agribisnis. Program studi Agribisnis fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran Bandung
Pertiwi, Putri K. 2016. Manajemen Teknologi Agribisnis. File://F/Putri%20Kirana%20
%20%20Manajemen%20Teknologi%20Agribisnis.htm 17 Juni 2016.35415447
IiD02

207
Petti,M dan S. Barghouti. 1992. Diversifi cation: Challenges and Opportunities in Trend
in Agricultural Diversifi cation: Regional Perspectives, Washinton, D.C.World
Bank
Rahadi, Dedi R. 2010. Manajemen Kinerja Sumber Daya Manusia. Tunggal Mandiri
Publishing Malang
Rahayu, E dan N. Berlian. 1998. Bawang Merah. Cetakan IV. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah nasional (RPJMN) Bidang Pangan dan
Pertanian 2015-2019. Direktorat pangan dan Pertanian. Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2013.
Roumasset, J.A. 1979. “ Introduction and State of The Arts”. Dalam Roumasset, J.A.,
J.M Boussard and I.Singh(Ed) hlm.14-20. Risk Uncertainty and Agricultural
Development. Agricultural Development Council. New York
Sabrani, M. 1988. Perilaku Petani Peternak Domba dalam Alokasi Sumberdaya,
Disertasi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Said G, Rachmiyanti dan M Z Muttaqin. 2001. Manajemen Teknologi Agribisnis.
Ghalia. Indonesia Jakarta
Saragih, B. 2010. Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis
Pertanian. IPB Press
Schuler R.S dan Jackson S.E.1996. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Keenam
Jilid 2 Erlangga Jakarta
Semnas Aplikasi Teknologi Informasi. 2007 (SNATI 2007) Yogyakarta. ISSN:
1907.5022
Simanjuntak, S. 1990. Analysis Production Risk (Risiko Produksi) dan Efi siensi Alokasi
Sumberdaya dalam Usaha Pengembangan Budidaya Tambak di Kotamadya
Surabaya, Jawa Timur. Tesis Pasca Sarjana KPK. UGM-Unibraw Malang
Singh, I.J.1980. Farm Decision Under Uncertainty Improving Farm Management
Teaching in Asia. The Agricultural Development Council Inc. Bangkok
Soekartawi, Rusmadi, E Damaljati, 1993. Risiko dan Ketidakpastian Dalam Agribisnis,
Teori
dan Aplikasi. PT. Raja Grafi ndo Persada Jakarta
Soekartawi, 1995. Analisis Usahatani. UI Press Jakarta
--------------, 2000. Pengantar Agroindustri. Penerbit PT Raja Grafi ndo Persada.
Jakarta
--------------. E Agribisnis;Teori dan Aplikasinya. Universitas Brawijaya Malang dan
Departemen Pendidikan Nasional Jakarta
Soehardjo, A. 1997. Sistem Agribisnis dan Agroindustri, IPB Bogor
Stoner, J,A,F dan R.E.Freeman. 1992. Manajemen. Jilid 1. Edisi Keempat (Terjemahan).
Jakarta: Intermedia

Manajemen Agribisnis:
208 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Supadi dan Sumedi, 2004. Tinjauan Umum Kebijakan Kredit Pertanian. ICASERD
WORKING PAPER No.25. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Pertanian. Departemen Pertanian
Stanton, William J. 1978. Fundamentals of Marketing. Tokyo Mc Graw Hill
Suryana A. 2007. Peranan Inovasi Teknologi dalam Percepatan Pembangunan
Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Prosiding Semnas
Medan
Sutrisno, 1993. Pengembangan Agribisnis di Beberapa Negara Asia dan Relevansinya
bagi Indonesia. Jakarta
Tambunan Tjakrawardaja, 1994. Peranan Industri Kecil dalam Mendukung
Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi. Penerbit PT. Bina Aksara, Jakarta
Tarigan R. 2005. Ekonomi Regional. PT Bumi Aksara Jakarta
Thohari Endang S. Sumber-sumber pembiayaan untuk Agribisnis. Lokakarya Sisitem
Integrasi Kelapa sawi-sapi. Direktur Pembiayaan, Ditjen Bina Sarana Pertanian
Jakarta.
Wahyuni, S. 2007. Pengembangan Agribisnis ditinjau dari Kelembagaan. Jurnal Ilmu-
Ilmu Pertanian MEDIAGRO Vol 3 No 1 2007 Hal 9-21
Wibowo, S. 1999. Budidaya Bawang Putih, Bawang Merah dan Bawang Bombay.
Cetakan 9. Penebar Swadaya, Jakarta.
Widodo,S.1986. An Econometric Study of Rice Production Effi ciency Among Rice
Farmers in Irrigated Low Land Villages in Java, Indonesia. Dessertation Tokyo
University of Agriculture.Tokyo
Werther, William B dan Keith Davis, 1985. Personal Management and Human
Resources. Mc Graw Hill Book Co Singapore
Werther, William B and Keith Davis, 1996. Human Resources and Personal Management.
Fifth Edition.USA Mc Graw Hill
Zulfahmi, M Guruh A.2012. Makalah Pengantar Usahatani” Kelembagaan Pendukung
Usahatani” Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

INTERNET

www.academia.edu/1878co75/pengertian Agribisnis secara Umum dan Menurut Para


Ahli
http://www.bi.go.id/id/umkm/kredit/skim/Contents/Default.aspx
http://www.bankmandiri.co.id/article/umkm_bb_kups.asp

209
GLOSARIUM

Agribisnis adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau bidang lain yang
mendukungnya, baik di sektor hulu maupun hilir hingga distribusinya. Penyebutan
“hulu” dan “hilir” mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada
rantai sektor pangan (food supply chain).
Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan
baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut.
Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau
bisnis di mana perlindungan fi nansial (atau ganti rugi secara fi nansial) untuk jiwa,
properti, kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan penggantian dari kejadian-
kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan,
kerusakan atau sakit, di mana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam
jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut.
Bauran Pemasaran (Marketing Mix) adalah kumpulan dari variabel-variabel
pemasaran yang dapat dikendalikan yang digunakan oleh suatu badan usaha untuk
mencapai tujuan pemasaran dalam pasar sasaran.Bauran pemasaran meliputi 4P
(Product, Place, Price, Promotion).
Biaya adalah pengorbanan ekonomis/pengeluaran yang dilakukan oleh suatu
perusahaan atau individu yang berhubungan langsung dengan output/produk
yang dihasilkan oleh perusahaan/perorangan tersebut.
Biaya Tetap adalah pengeluaran bisnis yang tidak bergantung pada tingkat barang
atau jasa yang dihasilkan oleh bisnis tersebut. Pengeluaran ini berkaitan dengan
waktu, seperti gaji atau beban sewa yang dibayar setiap bulan, dan sering disebut
sebagai pengeluaran tambahan.
Biaya Produksi Pertanian adalah sejumlah pengorbanan ekonomis yang harus
dikorbankan untuk memproduksi suatu barang baik berupa tanaman maupun
hewan atau yang lain, yang dihasilkan oleh suatu usaha tani atau perusahaan
pertanian.
Biaya Variabel adalah biaya yang berubah secara proporsional dengan
aktivitas bisnis dan merupakan jumlah biaya marjinal terhadap semua unit yang
diproduksi.

Manajemen Agribisnis:
210 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Diversifi kasi adalah kegiatan atau tindakan untuk membuat sesuatu menjadi lebih
beragam atau tidak terpaku hanya pada satu jenis saja.
Inovasi adalah melakukan proses pembaharuan/pemanfaatan/pengembangan
dengan menciptakan hal baru yang berbeda dengan sebelumnya.
Keuntungan atau laba adalah peningkatan kekayaan seorang investor sebagai
hasil penanam modalnya, setelah dikurangi biaya-biaya yang berhubungan dengan
penanaman modal tersebut.
Koperasi adalah suatu badan usaha yang berbadan hukum
dan berlandaskan berdasarkan asas kekeluargaan dan juga asas
demokrasi ekonomi serta terdiri dari beberapa anggota di dalamnya.
Lembaga Pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan
aktivitas pemasaran, menyalurkan jasa dan produk pertanian kepada konsumen
akhir serta memiliki jejaring dan koneksitas dengan badan usaha dan atau individu
lainnya.
Lembaga Penyuluhan adalah lembaga pemerintah dan/atau masyarakat yang
mempunyai tugas dan fungsi menyelenggarakan penyuluhan.
Lembaga Riset merupakan sebuah lembaga atau perusahaan yang bergerak
dibidang informasi global yang bertugas melakukan penelitian dan survei mengenai
fenomena atau suatu kondisi di tengah masyarakat.
Manajemen adalah ilmu dan seni perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), pengarahan (directing), dan pengawasan (controlling) terhadap
usaha-usaha para anggota organisasi dan pengunaan sumber daya organisasi untuk
mencapai tujuan yang telah di tetapkan sebelumnya.
Manajemen Agribisnis adalah suatu kegiatan dalam bidang pertanian yang
menerapkan manajemen dengan melaksanakan fungsi fungsi perencanaan,fungsi
pengorganisasian,fungsi pengarahan dan pengendalian dan fungsi pengawasan dan
pengendalain dengan menggunakan sumber daya yang tersedia untuk menghasilkan
produk pertanian dan keuntungan yang maksimal.
Manajemen Pemasaran adalah merupakan alat analisis, perencanaan, penerapan,
dan pengendalian program yang dirancang untuk menciptakan, membangun, dan
mempertahankan pertukaran yang menguntungkan dengan target pasar sasaran
dengan maksud untuk mencapai tujuan utama perusahaan yaitu memperoleh
laba.

211
Manajemen Risiko adalah suatu sistem pengawasan risiko dan perlindungan harta
benda, hak milik dan keuntungan badan usaha atau perorangan atas kemungkinan
timbulnya kerugian karena adanya suatu risiko.
Manajemen Teknologi merupakan sebuah kajian atau bahasan yang
menghubungkan disiplin ilmu rekayasa / teknik, ilmu pengetahuan dan
manajemen dalam menempatkan perencanaan, pengembangan dan implementasi
kemampuan untuk membentuk dan menyelesaikan tujuan operasional dan strategis
perusahaan.
Manajer merupakan seseorang yang bekerja melalui orang lain dengan melakukan
kordinasi kegiatan-kegiatan mereka untuk mencapai sasaran suatu oraganisasi.
Pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk
merencanakan, menentukan harga, promosi dan mendistribusikan barang-
barang yang dapat memuaskan keinginan dan mencapai pasar sasaran serta tujuan
perusahaan.
Pemasaran Pertanian berarti kegiatan bisnis dimana menjual produk berupa
komoditas pertanian sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen, dengan
harapan konsumen akan puas dengan mengkonsumsi komoditas tersebut.
Pemasaran pertanian dapat mencakup perpindahan barang atau produk pertanian
dari produsen kepada konsumen akhir, baik input ataupun produk pertanian itu
sendiri.
Pengarahan (directing) adalah membuat karyawan melakukan apa
yang diinginkan dan harus dilakukan. Fungsi yang melibatkan kualitas,
gaya, dan kekuasaan pemimpin. Kegiatan kepemimpinan misalnya
komunikasi, motivasi, dan disiplin perlu diintensifkan oleh atasan.
Pengawasan (controlling) merupakan tindakan seorang manajer untuk menilai
dan mengendalikan jalannya suatu kegiatan demi tercapainya tujuan yang telah
ditetapkan. Dengan demikian, tujuan pengawasan adalah memperbaiki kesalahan,
penyimpangan, penyelewengan dan kegiatan lainnya yang tidak sesuai dengan
rencana.
Pengkoordinasian (coordinating) adalah penyatuan, integrasi, sinkronisasi upaya
anggota kelompok sehingga memberikan kesatuan tindakan dalam mengejar tujuan
bersama.

Manajemen Agribisnis:
212 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
Perencanaan (planning) mencakup hal-hal pemilihan/penetaan tujuan organisasi
dan penetuan strategi, kebijakan, proyeksi, program, metode, sistem, anggaran,
dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
Perkreditan adalah penyerahan barang, jasa, atau utang dari satu pihak (kreditor/
atau pemberi pinjaman) atas dasar kepercayaan kepada pihak lain (nasabah atau
pengutang/borrower) dengan janji membayar dari penerima kredit kepada pemberi
kredit pada tanggal yang telah disepakati kedua belah pihak.
Petani Subsisten adalah petani swasembada (self-suffi ciency) yang fokus pada
usaha membudidayakan bahan pangan dalam jumlah yang cukup untuk mereka
sendiri dan keluarga.
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan
manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber
energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya.
Produksi Pertanian adalah barang, baik berupa tanaman maupun hewan atau yang
lain, yang dihasilkan oleh suatu usaha tani atau perusahaan pertanian.
Risiko adalah bahaya, akibat atau konsekuensi yang dapat terjadi akibat sebuah
proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang. Dalam bidang
asuransi, risiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan ketidakpastian, di mana jika
terjadi suatu keadaan yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan suatu kerugian.
Risk Averter adalah salah satu tipe orang/investor yang tidak menyukai risiko
sehingga konsekuensinya ia tidak dapat mengharapkan tingkat return yang terlalu
tinggi.
Risk Lover adalah salah satu tipe orang/investor yang menyukai investasi berisiko
tinggi karena ia mengharap tingkat return yang tinggi juga.
Risk Neutral adalah salah satu tipe orang/investor yang cukup menerima risiko
tetapi tidak mau mengambil risiko lebih untuk mencoba mendapatkan tingkat
return yang lebih tinggi.
Saluran Pemasaran adalah organisasi – organisasi yang saling tergantung yang
tercakup dalam proses yang membuat produk dan jasa menjadi tersedia untuk
digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen. Perangkat ini yang menjadi alur lintas
produk dari produsen ke konsumen setelah diproduksi.

213
Skim Kredit Pertanian adalah pembiayaan investasi dan atau modal kerja yang
didukung oleh Departemen Pertanian RI untuk mendorong kredit pada usaha
pertanian sub sektor tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan
dari hulu, budidaya dan hilir.
Teknologi merupakan segala sesuatu yang bisa diciptakan dan juga dibuat oleh
seorang atau sekelompok manusia yang kemudian bisa memberikan nilai dan
manfaat bagi sesama.
Usahatani adalah kegiatan usaha manusia untuk mengusahakan tanahnya dengan
maksud untuk memperoleh hasil tanaman atau hewan tanpa mengakibatkan
berkurangnya kemampuan tanah yang bersangkutan untuk memperoleh hasil
selanjutnya.

Manajemen Agribisnis:
214 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
INDEKS

A
Agribisnis 1, 2, 3, 4, 12, 14, 15, 7, 15, 16, 19, 20, 39, 70, 41, 47, 48, 70, 71, 89, 91, 92, 95,
96, 104, 126, 127, 134, 139, 140, 155, 166, 177, 192, 195, 196, 202, 205, 206, 207,
208, 209, 210, 211
Agroindustri 67, 68, 69, 70, 71, 72, 73, 74, 76, 113, 114, 206, 208, 210
Asuransi 91, 105, 191, 192, 210

B
Bauran Pemasaran 143, 145, 146, 147, 210
Biaya 52, 64, 76, 77, 78, 79, 113, 124, 132, 136, 140, 165, 198, 200, 210
Biaya Produksi Pertanian 64, 210
Biaya Tetap 210
Biaya Variabel 78, 200, 210

D
Diversifi kasi 126, 166, 206, 211

I
Inovasi 41, 44, 205, 209, 211

K
Keuntungan 76, 82, 114, 141, 158, 172, 200, 211
Koperasi 88, 90, 96, 97, 98, 100, 101, 102, 105, 177, 180, 186, 187, 188, 191, 206, 211

L
Lembaga Pemasaran 180, 211
Lembaga Penyuluhan 189, 211
Lembaga Riset 190, 211

M
Manajemen 20, 21, 19, 20, 22, 19, 22, 24, 25, 26, 26, 31, 32, 50, 53, 54, 61, 74, 75, 105,
125, 149, 150, 186, 206, 207, 208, 211, 212
Manajemen Agribisnis 39, 206, 211
Manajemen Pemasaran 211
Manajemen Risiko 125, 149, 150, 206, 212
Manajemen Teknologi 50, 206, 207, 208, 212
Manajer 20, 21, 32, 212

215
P
Pelaksanaan 53
Pemasaran 115, 116, 117, 118, 122, 124, 125, 126, 127, 128, 132, 134, 136, 139, 140, 143,
145, 146, 147, 180, 184, 204, 206, 207, 210, 211, 212, 213
Pemasaran Pertanian 136, 212
Pembiayaan Agribisnis 104
Pengarahan 24, 26, 31, 36, 37, 212
Pengawasan 24, 26, 38, 39, 53, 67, 212
Pengkoordinasian 37, 212
Pengorganisasian 24, 32, 33, 35, 53, 66
Perencanaan 24, 26, 28, 29, 30, 31, 51, 52, 54, 61, 64, 65, 119, 208, 213
Perkreditan 213
Pertanian 5, 6, 7, 8, 9, 55, 59, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 70, 72, 73, 87, 88, 89, 91, 93, 95,
96, 99, 103, 104, 129, 131, 136, 187, 189, 190, 191, 193, 198, 205, 206, 207, 208,
209, 210, 212, 213, 214
Petani Subsisten 213
Produksi Pertanian 61, 62, 64, 65, 66, 67, 131, 206, 210, 213

R
Risiko 125, 145, 149, 150, 151, 152, 153, 154, 155, 156, 159, 165, 166, 168, 191, 206,
208, 212, 213
Risk Averter 213
Risk Lover 213
Risk Neutral 213

S
Saluran Pemasaran 139, 140, 213
Skim Kredit Pertanian 214

T
Teknologi 41, 42, 43, 44, 43, 45, 46, 49, 50, 51, 53, 68, 71, 168, 206, 207, 208, 209, 212,
214

U
Usahatani 196, 198, 204, 208, 209, 214

Manajemen Agribisnis:
216 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
TENTANG PENULIS

Dr. Sri Ayu Andayani, S.P., M.P., lahir di Majalengka


pada 17 Desember 1974. Menempuh pendidikan SD
sampai SLTA di Majalengka, melanjutkan pendidikan S1
Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian UNPAD,
S2 Magister Agribisnis Universitas Winayamukti, serta S3
Ilmu Pertanian Konsentrasi Agribisnis Fakultas Pertanian
UNPAD. Sejak 1999 menjadi dosen tetap Fakultas
Pertanian Universitas Majalengka (UNMA) dan sejak 2014
hingga sekarang menjabat Dekan Fakultas Pertanian Universitas Majalengka
(UNMA). Selain aktif dalam berbagai penelitian di bidang agribisnis pertanian,
penulis juga kerap menjadi narasumber pelatihan penciptaan wirausaha baru
di bidang agribisnis peternakan dan UMKM yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Penulis tercatat pula sebagai dosen luarbiasa
di Program Pascasarjana Agribisnis Universitas Winayamukti.
Mata kuliah yang diampu untuk mahasiswa S1 antara lain Dasar Bisnis,
Pengantar Ilmu Ekonomi, Pengantar Ilmu Pertanian, Dinamika Pasar
Agribisnis, Manajemen Agribisnis, Tata Niaga Hasil Pertanian, Manajemen
Pemasaran, serta Pembangunan Pertanian. Adapun mata kuliah yang diampu
untuk mahasiswa S2 adalah Analisis Kebijakan Pembangunan Daerah.

Selain mengajar, Penulis pun aktif melakukan penelitian. Beberapa


penelitian yang pernah dilakukan antara lain:
1. Model Pengembangan Rantai Pasok Bawang Merah yang Berorientasi
Pasar Terstruktur (Dikti-2016 sampai sekarang)
2. Pengembangan Kemitraan Usaha dalam Upaya Meningkatkan
Komersialisasi dan Pendapatan Petani Mangga (UNPAD-2015)
3. Analisis Tataniaga dalam Usahatani Jambu Kristal ( Psidium Guava L.
) suatu Kasus di Desa Jayi Kecamatan Sukahaji Kabupaten Majalengka
(UNMA-2014)
4. Model Kemitraan Klaster Agribisnis Cabai Merah untuk Mengelola Risiko
(Dikti-2013)
5. Penerapan Komponen Pengelolaan Teknologi Terpadu (PTT) pada
Usahatani Padi Sawah (UNMA-2012)
6. Kesejahteraan Rumah Tangga Keluarga Petani Padi Sawah pada Sistem
Bagi Hasil di Desa Kagok Kecamatan Banjaran Kabupaten Majalengka

217
(UNMA – 2012)
7. Pengaruh Faktor Produksi Modal dan Luas Lahan Terhadap Pendapatan
Usahatani Jagung (UNMA-2012)

Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat yang pernah dilakukan antara lain:


1. Narasumber pada Pelatihan Agribisnis Ternak Unggas Angkatan I (5 s.d 9
September 2016) dan Angkatan II (19 s.d. 23 September 2016) bagi Peternak
Jawa Barat (Prov. Jabar - 2016)
2. Narasumber pada Pelatihan Agribisnis Ternak Sapi Potong Angkatan I (9
s.d. 13 Mei 2016), Angkatan II (16 s.d. 23 Mei 2016), dan Angkatan III (23-
27 Mei 2016) bagi Peternak Jawa Barat (Prov. Jabar - 2016)
3. Narasumber pada Pelatihan Agribisnis Ternak Domba Angkatan I (11 s.d.
15 April 2016) dan Angkatan II (18 s.d. 22 April 2016) bagi Peternak Jawa
Barat (Prov. Jabar - 2016)
4. Narasumber pada Pelatihan Agribisnis Ternak Sapi Perah bagi Para
Peternak Jawa Barat 14 s.d. 18 Maret 2016 (Prov. Jabar 2016)
5. Narasumber pada Focus Group Discussion (FGD) Pembentukan Klaster
Komoditas Cabai Merah di Kabupaten Majalengka (Bank Indonesia -
2016)
6. Narasumber pada Talkshow Program “Simpang Braga” tentang Ketersediaan
Ayam dan Daging Sapi Potong di Jawa Barat (PJTV – 2015)
7. Narasumber pada Pelatihan Agribisnis Ternak Sapi Potong Angkatan I
(8 s.d. 12 Juni 2015) dan Angkatan II (3 s.d. 7 Agustus 2015) bagi Para
Peternak di Jawa Barat (Prov. Jabar 2015)
8. Narasumber pada Pelatihan Agribisnis Ternak Unggas Angkatan I (18 s.d.
22 Maret 2015) bagi Para Peternak di Jawa Barat (Prov. Jabar 2015)
9. Narasumber pada Pelatihan Agribisnis Ternak Domba Angkatan I (6 s.d.
10 April 2015) dan Angkatan II (13 s.d. 17 April 2015) bagi Para Peternak
di Jawa Barat (Prov. Jabar 2015)
10. Narasumber pada Pelatihan Agribisnis Ternak Unggas serta Teknologi
Hasil Ternak bagi Para Peternak di Jawa Barat di Balai Pelatihan Peternakan
Lembang (Prov. Jabar 2015)
11. Narasumber pada Pelatihan Agribisnis Ternak Sapi Potong serta Teknologi
Hasil Ternak bagi Para Peternak di Jawa Barat di Balai Pelatihan Peternakan
Lembang (Prov. Jabar 2015)
12. Narasumber pada Pelatihan Dasar Bagi Calon Pendamping UMKM (Prov.
Jabar 2015)
13. Narasumber pada Pelatihan Wirausaha Baru Jabar (Prov. Jabar 2015)

Manajemen Agribisnis:
218 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis
14. Sosialisasi Sistem Resi Gudang di Kelompok Tani Lumbung Pangan di
Desa Munjul Kecamatan Majalengka (UNMA-2014)
15. Sosialisasi Sistem Resi Gudang di Kelompok Tani Lumbung Pangan di
Desa Ligung Kecamatan Ligung (UNMA-2014)
16. Penyuluhan Pemasaran Mangga di Desa Cijurey Kecamatan Panyingkiran
Kabupaten Majalengka (UNMA-2013)
17. Penyuluhan Pemasaran Mangga di Desa Pasrimuncang Kecamatan
Panyingkiran Kabupaten Majalengka (UNMA-2013)
18. Penyuluhan Pemasaran Jambu Biji Merah di Desa Panyingkiran Kabupaten
Majalengka (UNMA-2012)
19. Pelatihan Peningkatan Kapasitas Penyuluh bagi Para Penyuluh BP3K di
Kecamatan Kertajati (BP3K -2012)

Publikasi Artikel (dalam Jurnal dan Seminar Ilmiah) antara lain:


1. “The Development Of Red Chili Agribusiness Cluster With Soft System
Methodology (SSM) Approachment (Case Study In Garut Regency,West
Java)” pada Jurnal Sosial dan Pembangunan MIMBAR, UNISBA
Terakreditasi SK.KEMDIKBUD RI No.040/P/2014, Volume 32 No. 2
Desember 2016.
2. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Cabai Merah” pada
Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis, MIMBAR
AGRIBISNIS, ISSN 2460-4321. Volume 1 Nomor 3, Juli 2016 http://
ejournal.unigal.ac.id
3. “The Develepment of Business Partnership as An effort to Increase The
Mango Farmer’s Income, A System Dynamic Approach” pada Scientifi c
Papers Series ”Management, Economic Engineering In Agriculture And
Rural Development” University Of Agricultural Sciences and Veterinary
Medicine of Bucharest, Romania, Print ISSN 2284-7995, E-ISSN 2285-
3952 Volume 16, Issue 3/2016
4. “Tingkat Adopsi Petani Terhadap Penggunaan Benih Bersertifi kat” pada
Journal of Scientech Research, UNES Volume 1 Issue, 1 Juni 2016
5. “Analisis Kolaborasi pada Pengembangan Kemitraan Usahatani Mangga
Di Kabupaten Majalengka” pada Jurnal Agribisnis dan Sosial Ekonomi
Pertanian UNPAD, AGRICORE Volume 1 Nomor 1, Juni 2016
6. “Risk Production Strategy by Using Rainshelter on Chili Pepper Agribusiness”
Proceeding pada Seminar Internasional “Strengthening Indonesian
Agribusiness: Rural Development and Global Market Linkages”, Institut
Pertanian Bogor (IPB), 25-26 April 2016

219Studi Kasus
Agribisnis
Bawang Merah
7. “Pendapatan Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Penerapan Sekolah Lapang
Pengelolaan Tanaman Terpadu” pada Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian dan
Peternakan “Journal of Agricultural Sciences and Veteriner”. AGRIVET,
Fakultas Pertanian UNMA Volume 3 No.2 Desember 2015
8. “Peningkatan Kualitas pada Kemitraan Agribisnis Cabai Merah dengan
Pendekatan Dinamika Sistem” pada Indonesian Journal of Applied Sciences
IJAS, ISSN UNPAD PRESS Academic Publisher Volume 5 Nomor 1 April
2015
9. “Analisis Tataniaga dalam Usahatani Jambu Kristal ( Psidium Guajava L),
suatu kasus di Desa Jayi Kabupaten Majalengka” pada Jurnal Ilmu-Ilmu
Pertanian dan Peternakan “ Journal of Agricultural Sciences and Veteriner”.
AGRIVET, Fakultas Pertanian UNMA Volume 2 No. 2 Desember 2014
10. “Strategi Manajemen Risiko pada Rantai Pasok Klaster Agribisnis Cabai
Merah di Kabupaten Garut Jawa Barat” Proceeding pada Seminar Nasional
Pembangunan Inklusif di Sektor Pertanian Universitas Padjadjaran,
UNPAD 24 November 2014.
11. “Pengelolaan Risiko Produksi Agribisnis Cabai Merah dengan Berpikir
Sistem” Proceeding pada Seminar Nasional Penerapan Ilmu Sistem dan
Kompleksitas (Complexity and System Science) dalam Pengembangan
Agribisnis Nasional Universitas Padjadjaran 16 November 2013
12. “Analisis Usahatani Kentang ( solanum tuberosum L) Berdasarkan Kultivar
di Kabupaten Majalengka” pada Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian dan Peternakan
“Journal of Agricultural Sciences and Veteriner”. AGRIVET, Fakultas
Pertanian UNMA Volume 1 No. 2 Desember 2013
13. “Model Kemitraan Klaster Cabai Merah melalui Pendekatan Dinamika
Sistem” Proceeding pada Seminar Nasional Penguatan Potensi dan Posisi
Tawar Komoditi Lokal untuk Mewujudkan kemandirian Pangan dan
Energi, Universitas Muhammadiyah Malang 25-26 Juni 2013

Buku karya Penulis yang pernah diterbitkan adalah Komunikasi


Pembanguan, Pendekatan Penyuluhan Dunia Pertania yang diterbitkan oleh
LEKKAS (Lembaga Kajian Komunikasi dan Sosial) pada November 2016,
dengan ISBN 978-602-74302-8-0.

Manajemen Agribisnis:
220 Pendekatan Manajemen dalam Agribisnis

Anda mungkin juga menyukai