Anda di halaman 1dari 7

Nama : Rachmad Riyadi

NIM : 2008016265
DPNA : 055
Hukum Administrasi Negara/C
Common Law dan Civil Law
Pada dasarnya terdapat dua macam tradisi hukum, yaitu tradisi hukum Anglo
Saxon (Common Law Tradition) dan Eropa Continental (Civil Law Tradition).
Dalam Common Law Tradition, sumber hukum yang utama adalah kebiasaan-
kebiasaan yang hidup dalam masyarakat serta perjanjian-perjanjian yang telah
disepakati para pihak. Sedangkan dalam Civil Law Tradition, peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan oleh Pemerintah merupakan sumber
hukum yang utama.
Tradisi commonlaw muncul di Inggris selama Abad Pertengahan dan
diterapkan dalam koloni Inggris di seluruh benua. Tradisi civillaw dikembangkan
di benua Eropa pada saat yang sama dan diterapkan di koloni-koloni dari
kekuatan imperial Eropa seperti Spanyol dan Portugal. Civillaw juga diadopsi
pada abad kesembilan belas dan kedua puluh oleh negara-negara yang
sebelumnya memiliki tradisi hukum yang berbeda, seperti Rusia dan Jepang,
yang berusaha untuk mereformasi sistem hukum mereka dalam rangka untuk
mendapatkan kekuatan ekonomi dan politik dibandingkan dengan negara-negara
Eropa Barat. Untuk Amerika yang akrab dengan terminologi dan proses hukum
yang didasarkan pada commonlaw Inggris, tradisi civillaw terasa asing dan
membingungkan. Meskipun Inggris telah memiliki banyak ikatan budaya yang
mendalam dengan seluruh negara Eropa pada Abad Pertengahan, tradisi hukum
yang dikembangkan berbeda dari yang lain untuk sejumlah alasan historis. Salah
satu perbedaan yang paling mendasar adalah keputusan pengadilan dijadikan
sebagai dasar tradisi hukum dari commonlaw dan keputusan legislatif sebagai
dasar tradisi hukum dari civillaw.
Commonlaw pada umumnya tidak dikodifikasi. Ini berarti bahwa tidak ada
kompilasi komprehensif aturan hukum dan undang-undang. Sementara
commonlaw tidak bergantung pada beberapa undang-undang yang merupakan
produk keputusan legislatif, sebagian besar didasarkan pada preseden, artinya
keputusan hukum yang telah dibuat dalam kasus serupa sebelumnya. Preseden
ini dipelihara dari waktu ke waktu melalui catatan sejarah pengadilan serta
didokumentasikan dalam koleksi hukum kasus yang dikenal sebagai buku
tahunan dan laporan. Preseden ini diterapkan dalam keputusan setiap kasus baru
yang ditentukan oleh hakim ketua. Akibatnya, hakim memiliki peran besar dalam
membentuk hukum di Amerika dan Inggris.
Civil Law, hukum yang dikodifikasikan. Negara-negara dengan sistem civillaw
yang komprehensif, kodifikasi hukum terus diperbarui antara lain hukum acara di
pengadilan, prosedur yang berlaku, dan hukuman yang sesuai untuk tiap
pelanggaran. Kodifikasi seperti itu membedakan antara berbagai kategori hukum:
menetapkan hukum substantif yang tunduk pada tuntutan pidana atau perdata,
hukum acara menetapkan bagaimana menentukan apakah suatu tindakan
tertentu merupakan tindak pidana, dan hukum pidana menetapkan hukuman
yang sesuai. Dalam sistem hukum perdata, peran hakim adalah untuk
menetapkan fakta-fakta kasus dan untuk menerapkan ketentuan dari undang
undang yang berlaku. Meskipun hakim sering membawa tuduhan resmi,
menyelidiki masalah ini, dan memutuskan kasus ini, ia bekerja dalam kerangka
yang dibuat oleh satu set kodifikasi hukum yang komprehensif. Keputusan hakim
ini akibatnya kurang penting dalam membentuk hukum perdata daripada
keputusan legislator dan sarjana hukum yang menafsirkan undang-undang.
Telah lama sejak berabad-abad yang lalu terjadi perdebatan sengit antara
mana yang terbaik antara Civillaw dan Common Law. Jeremy Bentham yang
kemudian didukung oleh John Austin merupakan Pendukung civillaw, dan mereka
menganggap bahwa systemcommonlaw mengandung ketidakpastian dan
menyebutnya sebagai “lawofthe dog”.Sebaliknya salah satu pendukung sistem
commonlaw, F.V Hayek mengatakan bahwa sistem commonlaw lebih baik dari
pada civillaw karena jaminannya pada kebebasan individu dan membatasi
kekuasaan pemerintah. Cara terbaik untuk mengatasi perbedaan di atas adalah
dengan menghampirinya dari aspek historis seperti sebagaimana dikatakan
Benjamin N. Cordozo “sejarah dalam menerangi masa lalu menerangi masa
sekarang, sehingga dalam menerangi masa sekarang dia menerangi masa
depan.“ Tradisi commonlaw lahir pada tahun 1066 , terjadi peristiwa padatahun
tersebut yakni ketika bangsa Norman mengalahkan dan menaklukkan kaum asli
(Anglo Saxon) di Inggris. Sedangkan civillaw lahir terlebih dahulu ketika Corpus
Juris CivilisofJustinian diterbitkan di Constatinopel pada tahun 533 M. yang
sangat dipengaruhi oleh hukum Romawi.
Civil Law merupakan sistem hukum yang tertua dan paling berpengaruh di
dunia. Sistem hukum ini berasal dari tradisi Roman-Germania. Sekitar abad 450
SM, Kerajaan Romawi membuat kumpulan peraturan tertulis mereka yang
pertama yang disebut sebagai “TwelveTablesofRome”. Sistem hukum Romawi ini
menyebar ke berbagai belahan dunia bersama dengan meluasnya Kerajaan
Romawi. Sistem hukum ini kemudian dikodifikasikan oleh Kaisar Yustinus di abad
ke 6. The Corpus Juris Civilis diselesaikan pada tahun 534 M. Ketika Eropa mulai
mempunyai pemerintahan sendiri, hukum Romawi digunakan sebagai dasar dari
hukum nasional masing-masing negara. Napoleon Bonaparte di Prancis dengan
Code Napoleonnya di tahun 1804 dan Jerman dengan CivilCodenya di tahun
1896.
Commonlaw: berdasarkan tradisi dan berkembang dari preseden yang
dipergunakan oleh hakim untuk menyelesaikan masalah.
Civil Law adalah hukum yang memperoleh kekuatan mengikat, karena
sumber-sumber hukumnya diwujudkan dalam peraturan- peraturan yang
berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi
atau kompilasi tertentu. Prinsip utama ini dianut mengingat nilai utama yang
merupakan tujuan hukum adalah kepastian hukum. Sehingga berdasarkan sistem
hukum yang dianut tersebut, hakim tidak dapat leluasa untuk menciptakan
hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum. Putusan seorang hakim
dalam suatu perkara hanya mengikat para pihak yang berperkara saja ( pola pikir
deduktif). Memberikan prioritas yang lebih pada doktrin dan mengadopsi teori
Montesquieru tentang pemisahan kekuasaan dimana fungsi legislator adalah
melakukan legislasi, sedangkan pengadilan berfungsi menerapkan hukum.
Negara Hukum
Dalam rangka perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, maka dalam Perubahan Keempat pada tahun 2002, konsepsi
Negara Hukum atau “Rechtsstaat” yang sebelumnya hanya tercantum dalam
Penjelasan UUD 1945, dirumuskan dengan tegas dalam Pasal 1 ayat (3) yang
menyatakan, “Negara Indonesia adalah Negara Hukum.” Dalam konsep Negara
Hukum itu, diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima dalam dinamika
kehidupan kenegaraan adalah hukum, bukan politik ataupun ekonomi. Karena
itu, jargon yang biasa digunakan dalam bahasa Inggeris untuk menyebut prinsip
Negara Hukum adalah ‘theruleoflaw, not ofman’. Yang disebut pemerintahan
pada pokoknya adalah hukum sebagai sistem, bukan orang per orang yang
hanya bertindak sebagai ‘wayang’ dari skenario sistem yang mengaturnya.
Gagasan, cita, atau ide Negara Hukum, selain terkait dengan konsep
‘rechtsstaat’ dan ‘theruleoflaw’, juga berkaitan dengan konsep ‘nomocracy’ yang
berasal dari perkataan ‘nomos’ dan ‘cratos’. Perkataan nomokrasi itu dapat
dibandingkan dengan ‘demos’ dan ‘cratos’ atau ‘kratien’ dalam demokrasi.
‘Nomos’ berarti norma, sedangkan ‘cratos’ adalah kekuasaan. Yang dibayangkan
sebagai faktor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau
hukum. Karena itu, istilah nomokrasi itu berkaitan erat dengan ide kedaulatan
hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Dalam istilah Inggeris
yang dikembangkan oleh A.V. Dicey, hal itu dapat dikaitkan dengan prinsip
“ruleoflaw” yang berkembang di Amerika Serikat menjadi jargon “ theRuleof Law,
and not of Man”. Yang sesungguhnya dianggap sebagai pemimpin adalah hukum
itu sendiri, bukan orang. Dalam buku Plato berjudul “ Nomoi” yang kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris dengan judul “ The Laws” , jelas
tergambar bagaimana ide nomokrasi itu sesungguhnya telah sejak lama
dikembangkan dari zaman Yunani Kuno.
Di zaman modern, konsep Negara Hukum di Eropah Kontinental
dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte,
dan lain-lain dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu “ rechtsstaat’. Sedangkan
dalam tradisi Anglo Amerika, konsep Negara hukum dikembangkan atas
kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan “ The Ruleof Law”. Menurut Julius Stahl,
konsep Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah ‘ rechtsstaat’ itu mencakup
empat elemen penting, yaitu:
1. Perlindungan hak asasi manusia.
2. Pembagian kekuasaan.
3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang.
4. Peradilan tata usaha Negara.
Sedangkan A.V. Dicey menguraikan adanya tiga ciri penting dalam setiap
Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah “The Ruleof Law”, yaitu:
1. Supremacyof Law.
2. Equalitybeforethelaw.
3. Due Processof Law.
Keempat prinsip ‘rechtsstaat’ yang dikembangkan oleh Julius Stahl tersebut di
atas pada pokoknya dapat digabungkan dengan ketiga prinsip ‘ Ruleof Law’ yang
dikembangkan oleh A.V. Dicey untuk menandai ciri-ciri Negara Hukum modern di
zaman sekarang. Bahkan, oleh “ The International CommissionofJurist”, prinsip-
prinsip Negara Hukum itu ditambah lagi dengan prinsip peradilan bebas dan tidak
memihak (independenceandimpartialityofjudiciary) yang di zaman sekarang
makin dirasakan mutlak diperlukan dalam setiap negara demokrasi. Prinsip-
prinsip yang dianggap ciri penting Negara Hukum menurut “ The International
CommissionofJurists” itu adalah:
1. Negara harus tunduk pada hukum.
2. Pemerintah menghormati hak-hak individu.
3. Peradilan yang bebas dan tidak memihak.
Muhammad Tahir Azhary, dengan mengambil inspirasi dari sistem hukum
Islam, mengajukan pandangan bahwa ciri-ciri nomokrasi atau Negara Hukum
yang baik itu mengandung 9 (sembilan) prinsip, yaitu:
1. Prinsip kekuasaan sebagai amanah;
2. Prinsip musyawarah;
3. Prinsip keadilan;
4. Prinsip persamaan;
5. Prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia;
6. Prinsip peradilan yang bebas;
7. Prinsip perdamaian;
8. Prinsip kesejahteraan;
9. Prinsip ketaatan rakyat.
Brian Tamanaha (2004), seperti dikutip oleh MarjanneTermoshuizen-Artz
dalam Jurnal Hukum Jentera, membagi konsep ‘ ruleoflaw’ dalam dua kategori,
“formal andsubstantive”. Setiap kategori, yaitu “ ruleoflaw” dalam arti formal dan
“ruleoflaw” dalam arti substantif, masing-masing mempunyai tiga bentuk,
sehingga konsep Negara Hukum atau “ Ruleof Law” itu sendiri menurutnya
mempunyai 6 bentuk sebagai berikut:
1. Ruleby Law (bukan ruleoflaw), dimana hukum hanya difungsikan sebagai
“instrumentofgovernmentaction”. Hukum hanya dipahami dan difungsikan
sebagai alat kekuasaan belaka, tetapi derajat kepastian dan
prediktabilitasnya sangat tinggi, serta sangat disukai oleh para penguasa
sendiri, baik yang menguasai modal maupun yang menguasai proses-proses
pengambilan keputusan politik.
2. Formal Legality, yang mencakup ciri-ciri yang bersifat (i) prinsip
prospektivitas (rulewritten in advance) dan tidak boleh bersifat retroaktif, (ii)
bersifat umum dalam arti berlaku untuk semua orang, (iii) jelas (clear), (iv)
public, dan (v) relative stabil. Artinya, dalam bentuk yang ‘formal legality’ itu,
diidealkan bahwa prediktabilitas hukum sangat diutamakan.
3. DemocracyandLegality. Demokrasi yang dinamis diimbangi oleh hukum yang
menjamin kepastian.
4. “SubstantiveViews” yang menjamin “Individual Rights”.
5. RightsofDignityand/orJustice
6. SocialWelfare, substantiveequality, welfare, preservationofcommunity.
Profesor Utrecht membedakan antara Negara Hukum Formil atau Negara
HukumKlasik, dan Negara Hukum Materiel atau Negara Hukum Modern. Negara
HukumFormil menyangkut pengertian hukum yang bersifat formil dan sempit,
yaitu dalam artiperaturan perundang-undangan tertulis. Sedangkan yang kedua,
yaitu Negara HukumMateriel yang lebih mutakhir mencakup pula pengertian
keadilan di dalamnya. Karenaitu, WolfgangFriedman dalam bukunya ‘ Law in a
ChangingSociety’ membedakanantara ‘ruleoflaw’ dalam arti formil yaitu dalam
arti ‘organizedpublicpower’, dan ‘ruleoflaw’ dalam arti materiel yaitu
‘theruleofjustlaw’.
Pembedaan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa dalam konsepsi negara
hukumitu, keadilan tidak serta-merta akan terwujud secara substantif, terutama
karenapengertian orang mengenai hukum itu sendiri dapat dipengaruhi oleh
aliranpengertian hukum formil dan dapat pula dipengaruhi oleh aliran pikiran
hukummateriel. Jika hukum dipahami secara kaku dan sempit dalam arti
peraturanperundang-undangan semata, niscaya pengertian negara hukum yang
dikembangkanjuga bersifat sempit dan terbatas serta belum tentu menjamin
keadilan substantive.Karena itu, di samping istilah ‘ theruleoflaw’ oleh Friedman
juga dikembangkan istilah‘theruleofjustlaw’ untuk memastikan bahwa dalam
pengertian kita tentang ‘theruleoflaw’ tercakup pengertian keadilan yang lebih
esensiel daripada sekedarmemfungsikan peraturan perundang-undangan dalam
arti sempit. Kalaupun istilahyang digunakan tetap ‘ theruleoflaw’, pengertian
yang bersifat luas itulah yangdiharapkan dicakup dalam istilah ‘t heruleoflaw’
yang digunakan untuk menyebutkonsepsi tentang Negara Hukum di zaman
sekarang.

Refrensi:
Asshiddiqie, J. (2011, November). Gagasan negara hukum Indonesia. In Makalah
Disampaikan dalam Forum Dialog Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional yang
Diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum.
Likadja, J. A. C. (2015). Memaknai “Hukum Negara (Law Through State)” dalam Bingkai
“Negara Hukum (Rechtstaat)”. Hasanuddin Law Review, 1(1), 75-86.
Ramadhan, C. (2018). Konvergensi Civil Law dan Common Law di Indonesia dalam
Penemuan dan Pembentukan Hukum. Mimbar Hukum-Fakultas Hukum Universitas
Gadjah Mada, 30(2), 213-229.
Suprayogi, A., No, J. A. U., Tomang, T., &KebunJeruk, J. B. (2016). Perbedaan Hukum
Perburuhan di Negara dengan Sistem Hukum Civil Law dan Common Law Studi Kasus
Singapura dan Indonesia.
Wijaya, M. H. (2015). Karakteristik Konsep Negara Hukum Pancasila. Jurnal
Advokasi, 5(2).

Anda mungkin juga menyukai