PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan secara umum didefinisikan sebagai suatu proses yang
memberikan pengalaman pembelajaran sehingga memberikan pengetahuan bagi
peserta didik, yang diharapkan nantinya dapat membuat peserta didik memiliki
kecakapan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Bahkan dalam bukunya
kurikulum dan pembelajaran yang ditulis oleh Hamalik, (2010, hlm. 3)
mendefinisikan “pendidikan adalah suatu proses mempengaruhi peserta didik
supaya mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, dengan demikian
memungkinkan dirinya untuk berfungi secara kuat dalam kehidupan masyarakat”.
Pendidikan adalah “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara” (Undang-undang No.20 tahun 2003
pasal 1:1).
Definisi pendidikan yang tercantum dalam UU No.20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) secara prinsip sudah mendeskripsikan
tujuan yang hendak dicapai melalui pendidikan. Untuk mencapai tujuan
pendidikan secara optimal, pihak-pihak yang berkepentingan terus melakukan
pengembangan dan inovasi dengan harapan tujuan tersebut dapat tercapai. Salah
satu bentuk inovasi yang dilakukan oleh pemerintah selaku pengambil kebijakan
yang mengatur pendidikan di Indonesia adalah dengan memperbaharui kurikulum
yang ada. Pembaharuan kurikulum dimaksudkan untuk penyempurnaan hasil
pendidikan, dan tujuan pendidikan secara umum dapat dicapai dengan maksimal.
Fakta pertama, UNESCO menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah
soal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Menurut data UNESCO,
minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya,
dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Riset berbeda
bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central
1
Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan
menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di
bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Fakta kedua, 60 juta penduduk
Indonesia memiliki gadget, atau urutan kelima dunia terbanyak kepemilikan
gadget. Lembaga riset digital marketing Emarketer memperkirakan pada 2018
jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Dengan
jumlah sebesar itu, Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna aktif
smartphone terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika
(www.kominfo.go.id)
Cerita rakyat suatu daerah merupakan salah satu warisan budaya masa
lampau, masih dibutuhkan dan berguna pada masa kini dan masa yang akan
datang. Cerita rakyat suatu daerah merupakan salah satu warisan budaya bangsa
yang harus digali dan dikaji agar nilai-nilai yang terkandung didalamnya berguna
bagi kehidupan masyarakat sebagai kekayaan budaya. Terlebih pembicaraan
masalah pengajaran sastra sudah sering dimuat di berbagai media, baik yang
bersifat kritik, saran, maupun penjabarannya, bahkan tidak jarang pembicaraan itu
memuncak jadi perdebatan (Danardana, 2013, hlm. 17). Pembelajaran sastra
selalu terdapat keluhan, terutama dari cara pengajarannya yang monoton dan
2
membuat siswa merasa bosan sehingga mereka kurang menyukai pembelajaran
sastra.
3
penelitian yang telah dilaksanakan di sekolah SMP Negeri 20 Kota Tasikmalaya
kelas VIII A sebagai kelas eksperimen yang proses belajarnya menggunakan
media prezi dan kelas VIII E sebagai kelas kontrol yang proses belajarnya
menggunakan model direct instructionterdapat perbedaan hasil belajar yang
signifikan, hasil analisis uji t menunjukan pengaruh media prezi terhadap hasil
belajar peserta didik dengan skor t N-gain eksperimen dan N-gain
kontroldiperoleh nilai thitung -20.48, terletak di daerah penolakan Ho yang
artinya adanya pengaruh media prezi terhadap hasil belajar peserta didik pada
materi sistem pencernaan manusia. (2) Rizal Burhanudin (2018) dengan judul
Pengembangan Media Pembelajaran Presentasi Berbasis Software Prezi Untuk
Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Fisika Siswa Sma Kelas X,
Berdasarkan hasil analisis terhadap lembar pretest dan posttest untuk mengukur
peningkatan hasil belajar siswa pada ranah kogitif atau pengetahuan setelah
pembelajaran menggunakan Media Pembelajaran Berbasis Prezi pada
menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hal ini juga ditunjukkan pada nilai
Standard Gain yang diperoleh mencapai angka 0,84 dengan kategori Tinggi. Nilai
0,84 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar fisika dalam ranah
kognitif yang sangat baik.
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apakah Pengembangan Model Inquiry Learning dalam
pembelajaran membaca cerita rakyat berbantuan prezi untuk siswa SMP kelas VII
1. Bagaimana pengembangan model Model Inquiry Learning dalam
pembelajaran membaca cerita rakyat berbantuan prezi ?
2. Bagaimana produk pengembangan Model Inquiry Learning dalam
pembelajaran membaca cerita rakyat berbantuan prezi ?
3. Bagaimana hasil belajar siswa terhadap kegiatan belajar mengajar
menggunakan Model Inquiry Learning dalam pembelajaran membaca
cerita rakyat berbantuan prezi?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain:
1. Mendeskripsikan kualitas model pembelajaran yang dikembangkan.
2. Mendeskripsikan produk akhir pengembangan Model Inquiry Learning da
lam pembelajaran membaca cerita rakyat berbantuan prezi.
3. Mendeskripsikan hasil belajar siswa selama mengikuti proses
pembelajaran dengan menggunakan pengembangan Model Inquiry
Learning dalam pembelajaran membaca cerita rakyat berbantuan prezi.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam
penggunaan model inquiry learning dalam pembelajaran membaca cerita rakyat
berbantuan prezi. Beberapa manfaat tersebut akan dijelaskan berikut ini.
1) Manfaat Teoretis
Penelitian memberi sumbangan pemikiran bagi pengembangan model
inquiry learning dalam pembelajaran membaca cerita rakyat berbantuan
perzi. Penelitian ini memberi gambaran konsep dan juga langkah-langkah
penelitian dan pengembangan model inquiry berbantuan prezi. Penelitian
ini juga bermanfaat untuk menggambarkn bagaimana sistematika
keilmuaan cerita rakyat.
5
2) Manfaat Praktik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternative solusi dalam
memecahkn problematic pembelajaran membaca cerita rakyat. Secara
lebih rinci, dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Bagi peserta didik, peserta didik dapat meningkatakn pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap dalam pembelajaran membaca cerita rakyat.
Selain itu peserta didik dapat termotivasi dan lebih tertarik lagi dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia karena proses pembelajaran
menggunakan model inquiry learning dalam pembelajaran membaca
cerita rakyat berbantuan prezi.
b. Bagi pendidik, pendidik diharapkan mendapatkan pengetahuan baru
dalam pembelajaran membaca cerita rakyat berbantuan prezi. Selain
itu, pendidik juga diharapkan dapat menggunakan berbagai model
pembelajaran yang relevaan dalam setiap proses pembelajara agar
peserta didik dapat termotivasi dalam setiap pembelajaran.
c. Bagi peneliti lain, diharapkan dapat menjadi insipirasi dalan
mengembangkan model pembelajaran yang lebih kreatif dan inovatif.
Adanya penelitian ini dapat menjadi wahana pengalaman dan
pengetahuan berkenaan dengan ketrampilan membaca cerita rakyat.
BAB II
6
KAJIAN PUSTAKA
A. Hakikat Pembelajaran
Pembelajaran adalah pemberdayaan potensi peserta didik menjadi
kompetensi. Kegiatan pemberdayaan ini tidak dapat berhasil tanpa ada orang
yang membantu. Menurut Dimyati dan Mudjiono (Syaiful Sagala, 2011, hlm. 62)
pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain
instruksional, untuk membuat belajar secara aktif, yang menekankan pada
penyediaan sumber belajar.
Pembelajaran adalah proses intraksi peserta didik dangan pendidik sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang
diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan
kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses
untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Prosespembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku
di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip deng
an pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda.
Konsep pembelajaran menurut Corey (Syaiful Sagala, 2011, hlm. 61)
adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola
untuk memungkinkan dia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-
kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu,
pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan. Pembelajaran
mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang
mempelajari suatu kemampuan dan nilai yang baru.
Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui
kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya,
motivasinya, latarbelakang akademisnya, latar belakang ekonominya, dan lain seb
againya. Kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran
merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator
suksesnya pelaksanaan pembelajaran. Dapat ditarik kesimpulan bahwa
pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu
7
terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana
perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam
waktu yang relatif.
8
2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan
pembelajaran yang akan dicapai).
3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan dengan berhasil.
4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat
tercapai.
9
dengan teori belajar adalah teori yang mempelajari perkembangan intelektual
(mental) siswa jadi teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori
behavioristik dan teori konstruktivis
1. Teori Behavioristik
Pavlov (dalam Nur, 1998) menyatakan, bahwa belajar dapat
mempengaruhi apa yang sebenarnya dipikirkan orang sebagai perilaku
reflektif. Perilaku yang dapat diamati dan melibatkan terbentuknya hubungan-
hubungan tertentu antara satu seri stimulus-stimulus dan respons-respons.
Sementara menurut Thorndike (dalam Nur, 1998) menjelaskan bahwa stimulus
yang diberikan setelah perilaku tertentu mempunyai pengaruh terhadap
perilaku-perilaku yang selanjutnya. Seorang guru yang menganut aliran ini
berkeinginan untuk merubah perilaku siswanya yang tampak secara signifikan.
Kaum behavioris manyatakan bahwa pengetahuan itu diperoleh dengan
memanfaatkan dan menggunakan semua panca indera, yang berarti
pembelajarannya mengutamakan keterampilan secara fisik. Thorndike (dalam
Sagala, 2011) mengemukakan tiga prinsip atau tiga hukum dalam belajar,
yaitu: (1) law of readiness, belajar akan berhasil apabila memiliki kesiapan
untuk melakukan persiapan tersebut; (2) law of exercise, belajar akan berhasil
apabila banyak latihan dan ulangan; dan (3) law of effect, belajar akan
bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik, di sini
unsur terpenting adalah adanya penguatan (reinforcement).
2. Teori Konstruktivis
Pandangan konstruktivis modern yang paling banyak dikemukakan oleh
Vygotsky (dalam Slavin, 2011), yang telah digunakan untuk mendukung
metode pengajaran di ruang kelas yang menekankan pembelajaran kooperatif,
pembelajaran berbasis proyek, dan penemuan. Konstruktivis yang
dikembangakan oleh Piaget dan Vygotsky (dalam Nur, 2008), di mana kedunya
menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi
yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidak
seimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru. Konstruktivis
juga mempunyai pandangan bahwa seorang anak membangan pengetahuannya
10
melalui berbagai jalan, yaitu membaca, mendengar, bertanya, menelusuri, dan
melakukan eksperimen terhadap lingkungannya.
Esensi dari teori konstruktivis adalah siswa harus menemukan dan
mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, yang apabila
dikehendaki itu menjadi milik siswa sendiri. Landasan dasar inilah yang
menjadi menjadi pembelajaran harus dikemas melalui proses menkonstruksi
bukan menerima pengetahuan. Landasan berpikir konstruktivisme agak
berbeda dengan pandangan objektivitas, yang lebih menekankan pada hasil
pembelajaran. Dalam pandangan konstruktivisme, strategi memperoleh dan
mengingat pengetahuan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan
mengingat pengetahuan (Sagala, 2011).
11
psikomotorik. Di bawah ini akan lebih dijelaskan mengenai ketiga ranah
tersebut, di antaranya:
a. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif
tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat
tinggi.
b. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
c. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak yang terdiri dari enam aspek, yakni gerakan reflex,
keterampilangerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau
ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan
interaktif.
12
lebih baik setelah ia belajar yang dapatdiamati dan di ukur dalam perubahan
intelektual dan sikap maupun keterampilan
Karakteristik hasil belajar Menurut (Dimyati dan Mudjiono, 2002)
membagi beberapa ciri-ciri hasil belajar sebagai berikut (a) hasil belajar
memiliki kapasitas berupa pengetahuan, kebiasaan, keterampilan sikap dan
cita-cita. (b) adanya perubahan mental dan perubahan jasmani. (c) memiliki
dampak pengajaran dan pengiring dengan demikian peneliti dapat menyimpulk
an bahwa karakteristik atau ciri-ciri hasil belajar adalah berupa perubahan
pengetahuan, kebiasaan, sikap serta adanya perubahan mental dan
perubahan jasmani yang ditunjukkan. Ranah kognitif berkenaan dengan
perubahan tingkah laku dan intelektual (pengetahuan), dimana diterimanya
pengetahuan oleh yang belajar sehingga terjadi perubahan dari yang tidak
tahu menjadi tahu. Ranah afektif berkenaan dengan perubahan dari tingkah
laku dalam sikap atau perbuatannya. Ranah psikomotor berkenaan dengan
kemampuan memanipulasi secara fisik, dimana diperolehnya keterampilan
bagi individu yang belajar sehingga terjadi perubahan yang semula tidak
biasa menjadi biasa.
13
pragmatis yang membawa manfaat nyata pada dunia. Inkuiri mengasumsi bahwa
sekolah berperan sebaik mungkin untuk mempermudah pengembangan diri
sendiri (self-development). Oleh karena itu, inkuiri bersifat berpusat pada siswa,
menentukan supaya para siswa ikut serta secara aktif dalam pembelajarannya.
Inkuiri melibatkan unsur search-surprise, dan sifat ini menjadikannya bersifat
sangat memotivasi siswa. Tidak ada kumpulan pengetahuan dan kecakapan yang
harus dipelajari oleh semua. Proses pembelajaran dipandang sebagai hasil yang
penting seperti produknya, misalnya apa yang dipelajari.
14
dalam menemukan hal-hal penting untuk dirinya sendiri. Menurut (Gulo 2002
dalam Trianto 2014, hlm. 78) berpendapat bahwa: Inkuiri berarti suatu rangkaian
kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa
untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analisis, sehingga
mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Sasaran utama kegiatan pembelajaran inkuiri yaitu (a) keterlibatan siswa secara
maksimal dalam proses kegiatan belajar; (b) keterarahan kegiatan secara logis dan
sistematis pada tujuan pembelajaran; dan (c) mengembangkan sikap percaya pada
diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri.
Karakteristik model Inquiry Learning menurut Gulo (2002, hlm. 95) adalah
sebagai berikut: (a) driving question or problem, (b) interdisciplinary focus, (c) a
uthentic Investigation, (d) production of artifacts and exhibits, (e) collaboration
inquiry learning mengorganisasikan pengajaran seputar penemuan dan pemecahan
masalah yang penting secara sosial dan bermakna secara personal bagi peserta
didik. Masalah yang diinvestigasi dipilih karena solusinya menuntut peserta didik
untuk menggali banyak subjek. Investigasi autentik yang berusaha menemukan
solusi riil untuk masalah riil. Peserta didik harus menganalisis dan menetapkan
masalahnya, mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan
15
dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen, membuat referensi, dan
menarik kesimpulan.
Sifat-sifat atau karakteristik yang ingin dimunculkan dari para siswa dalam
lingkungan ini, menurut Neil Postman dan Charles Weingartner dalam Nuhardi,
dkk, (2009, hlm. 9) adalah:
16
2) Mengembangkan kemampuan berpikir para siswa yang terdiri atas
serentetan keterampilan-keterampilan yang memerlukan latihan dan
pembiasaan.
3) Melatih kemampuan berpikir melalui proses alam situasi yang benar-
benar dihayati.
4) Mengembangkan sikap ingin tahu, berpikir objektif, mandiri, kritis,
analitis, baik secara individual maupun berkelompok.
Kondisi umum yang merupakan syarat timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa
adalah:
17
g) Mudah di transfer.
18
d) Siswa merumuskan hipotesis atau memperkirakan jawaban dari
pertanyaan tersebut. Guru membantu dengan pertanyaan-pertanyaan
pancingan.
e) Menguji hipotesis.
f) Pengambilan kesimpulan dilakukan guru dan siswa.
19
2) Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses
belajar yang baru.
3) Mendorong peserta didik berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri,
bersikap obyektif, jujur, dan terbuka.
4) Mendorong peserta didik untuk berpikir intuitif dan merumuskan
hipotesisnya sendiri.
5) Memberikepuasan yang bersifat intrinsik.
6) Situasi proses belajar menjadi merangsang.
7) Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.
8) Memberi kebebasan peserta didik untuk belajar sendiri.
9) Peserta didik dapat menghindari dari cara-cara belajar tradisional.
10) Dapat memberikan waktu pada peserta didik secukupnya sehingga mereka
dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.
20
4) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa
menguasai materi pelajaran, maka strategi ini tampaknya akan sulit
diimplemetasikan. Berdasarkan kekurangan tersebut di atas, model Inquiry
Learning merupakan model pembelajaran yang membutuhkan kesiapan
mental, proses penyesuaian, dan waktu yang panjang dalam
mengimplementasikannya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kelemahan dari model ini adalah memakan
waktu yang cukup banyak dan jika kurang terpimpin atau kurang terarah dapat
menjurus kepada kakacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari.
21
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa cerita
rakyat merupakan bagian dari folklor, yaitu folklor lisan. Cerita rakyat sangat
digemari warga masyarakat karena dapat dijadikan sebagai suri teladan, pelipur
lara, bahkan bersifat jenaka. Oleh karena itu, cerita rakyat biasanya mengandung
ajaran budi pekerti dan hiburan bagi masyarakat.
22
Senada dengan pendapat di atas, Brunvand (Danandjaja, 1997, hlm. 2-3) juga
mengemukakan bahwa ciri-ciri cerita rakyat ada lima. Kelima ciri tersebut
ialah sebagai berikut.
1) Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni
disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut. Namun, saat ini
penyebaran cerita rakyat dengan bantuan mesin cetak dan elektronik.
2) Cerita rakyat bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif
tetap atau dalam bentuk standar.
3) Cerita rakyat ada (exist) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang
berbeda.
4) Bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui lagi.
5) Cerita rakyat biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa cerita
rakyat mempunyai banyak ciri-ciri. Dikarenakan sebagai bagian dari folklor
lisan, maka penyebarannya dilakukan secara lisan, yaitu dari mulut ke mulut.
Oleh sebab itu, banyak cerita rakyat yang ceritanya dikurangi atau dilebih-
lebihkan meskipun tidak mengurangi esensi cerita. Selain itu, sumber utama
yang menceritakan atau menciptakan cerita rakyat tidak
jelas, karena cerita rakyat telah ada sejak jaman dahulu dan diwariskan
secara turun-temurun.
23
2. Jenis-jenis Cerita Rakyat
Menurut Danandjaja (2007, hlm. 50) kategori cerita rakyat terdiri dari
tiga jenis, yaitu mite, legenda, dan dongeng. Masing-masing kategori tersebut
akan dipaparkan sebagai berikut.
a. Mite
Mite berasal dari bahasa Yunani, mythos, yang berarti cerita
tentang dewa dan manusia dianggap pahlawan yang dipuja-puja.
Biasanya, mite dijadikan sebagai semacam pedoman untuk ajaran suatu
kebijaksanaan bagi manusia. Dengan adanya mite, manusia merasakan
dan menanggapi daya kekuatan alam serta menyadari adanya kekuatan
gaib di luar dirinya. Mite muncul sebagai media komunikasi dalam
kehidupan masyarakat setempat.
Menurut Bascom (via Danandjaja, 2007, hlm. 51), mite pada
umumnya mengisahkan terjadinya alam semesta, dunia, manusia pertama,
terjadinya maut, bentuk khas binatang, bentuk topografi, gejala alam, dan
sebagainya. Mite juga mengisahkan pertualangan dewa, kisah percintaan
mereka, kisah perang mereka, dan sebagainya. Mite turut mempengaruhi
berbagai aturan yang seringkali dihubungkan dengan realita kehidupan,
sehingga sering digunakan sebagai senjata bagi masyarakat untuk
menyelesaikan masalah dengan baik. Dengan kata lain, masyarakat
terus berkembang sesuai dengan kebijakan yang diciptakan melalui mite
tersebut. Meskipun kebenaran suatu mite belum tentu memberikan
jaminan dan bisa dipertanggungjawabkan, kehidupan manusia tidak dapat
dilepaskan dari mite begitu saja.
b. Legenda
Legenda merupakan cerita yang dianggap sebagai pencerminan
kehidupan dan kebudayaan suatu masyarakat. Legenda erat kaitannya
dengan sejarah kehidupan masa lampau, meskipun secara murni
kebenarannya tidak dapat dipastikan. Menurut Danandjaja (2007, hlm. 50),
legenda adalah prosa rakyat yang memiliki ciri-ciri yang mirip dengan
mite, yaitu dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap
24
suci. Berbeda dengan mite, legenda ditokohi manusia, yang
mempunyai kekuatan luar biasa, dan seringkali juga dibantu makhluk-
makhluk ajaib. Pada dasarnya, legenda memiliki ciri-ciri yang mirip
dengan mite. Legenda dapat digolongkan berdasarkan isi ceritanya.
Brunvand (dalam Danandjaja, 2007, hlm. 67) mengemukakan
penggolongan legenda meliputi legenda keagamaan (Religius Legends),
legenda alam gaib (Supranatural Legends), legenda perseorangan
(Personal Legends), dan legenda setempat (Local Legends).
c. Dongeng
Dongeng biasanya diceritakan berdasarkan pengetahuan manusia
tentang kejadian yang dianggap benar - benar terjadi. Menurut
perkembangannya, pada masa sekarang ini dongeng dijadikan sebagai
media penghibur bagi anak-anak. Menurut Bascom (via Danandjaja,
2007: 83), dongeng merupakan prosa rakyat yang tidak dianggap benar-
benar terjadi oleh yang empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh
waktu maupun cerita.
Dongeng juga mempunyai unsur-unsur yang terdapat dalam mite
dan legenda yaitu pendahuluan, isi, dan penutup. Sama halnya seperti
mite dan legenda, dongeng juga dapat dibagi sesuai dengan tujuan
ceritanya. Pembagian ini dilakukan berdasarkan pesan dan tujuan cerita itu
disampaikan. Pengklasifikasian dongeng menurut Thompson (via
Danandjadja, 2007, hlm. 83) secara garis besar yaitu dongeng binatang,
dongeng biasa, lelucon dan anekdot, dan dongeng berumus.
25
sebagai alat pendidikan; dan (d) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar
norma-norma yang ada di dalam masyarakat akan selalu dipahami oleh
anggota kolektifnya.
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Hamidy (2003, hlm. 28)
bahwa fungsi cerita rakyat adalah sebagai sarana pendidikan, harga diri,
dan sebagai hiburan atau pelipur lara. Berkaitan dengan hal di atas,
Atmazaki (2007, hlm. 138) menyatakan bahwa fungsi cerita rakyat
meliputi: (a) untuk mengekspresikan gejolak jiwa dan renungannya ten
tang kehidupan oleh masyarakat terdahulu, (b) untuk mengukuhkan
solidaritas masyarakat, dan (c) digunakan untuk memuji raja, pemimpin,
dan orang atau benda yang dianggap suci, keramat, atau berwibawa oleh
kolektifnya.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa cerita rakyat
merupakan bagian dari folklor yang berkembang di masa lalu dan
diceritakan secara lisan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Karena
diceritakan secara lisan, seringkali mendapat beberapa variasi atau
tambahan. Hal ini tergantung pada kemahiran tukang cerita atau pawang
cerita. Namun lambat laun, sudah banyak cerita rakyat yang telah
dibukukan. Sehingga, sering dijumpai cerita yang sama namun dalam
versi yang berbeda-beda. Keberadaan cerita rakyat juga memiliki fungsi
penuh dalam suatu masyarakat.
Sebagai salah satu jenis karya sastra yang bergenre fiksi, cerita
rakyat terdiri dari berbagai elemen yang membentuknya. Elemen-elemen
itu dapat dibedakan ke dalam unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur
intrinsik adalah unsur- unsur cerita fiksi yang secara langsung berada di
dalam, menjadi bagian, dan ikut membentuk eksistensi cerita yang
bersangkutan (Nurgiyantoro, 2005, hlm. 221). Unsur fiksi yang termasuk
dalam kategori ini meliputi tokoh, latar, tema, dan alur yang meliputi
konflik, klimaks, dan resolusi. Dalam rangka telaah teks fiksi, unsur-
unsur intrinsik inilah yang menjadi fokus perhatian.
26
1) Tokoh
Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita sedangkan
watak, perwatakan atau karakter menunjuk pada sifat dan sikap para
tokoh yang menggambarkan kualitas pribadi seorang tokoh. Sementara
itu, istilah penokohan lebih luas lagi cakupannya, sebab ia sekaligus
mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan
bagaimana penempatan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga
sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca (Nurgiantoro,
2010, hlm. 166). Tokoh cerita menempati posisi tragis sebagai pembawa
dan penyampai pesan dan amanat atau sesuatu yang sengaja ingin
disampaikan kepada pembaca.
2) Latar
Sebuah karya fiksi harus terjadi pada suatu tempo dan dalam
suatu waktu, seperti halnya kehidupan yang juga berlangsung dalam
ruang dan waktu. Elemen fiksi yang menunjukkan kepada kita di mana
dan kapan kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung disebut setting
‘latar’ (Sayuti, 2000, hlm.126). Latar memberikan pijakan cerita secara
konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis
kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah
sungguh-sungguh ada dan terjadi. Secara garis besar, deskripsi latar
fiksi dapat dikategorikan dalam tiga bagian, yakni latar tempat, latar
waktu, dan latar sosial. Latar tempat adalah hal yang berkaitan dengan
masalah geografis. Latar waktu berkaitan dengan masalah historis, dan
latar sosial berkaitan dengan kehidupan kemasyarakatan.
3) Konflik
Dalam sebuah cerita, terdapat peristiwa tertentu yang dapat
menimbulkan terjadinya konflik. Peristiwa dan konflik biasanya
berkaitan erat, dapat saling menyebabkan terjadinya satu dengan yang
lain, bahkan konflik pun hakikatnya merupakan peristiwa
(Nurgiyantoro, 2010, hlm.123). Karena memiliki hubungan yang erat,
antara peristiwa dan konflik saling mempengaruhi, misalnya terjadi
27
konflik menyebabkan peristiwa-peristiwa lain akan bermunculan.
Konflik dan peristiwa yang terus bermunculan akan menyebabkan
konflik semakin meningkat. Konflik yang mencapai pada titik puncak
disebut klimaks.
4) Klimaks
Dalam sebuah alur cerita, konflik dan klimaks merupakan hal
yang amat penting. Keduanya merupakan unsur utama plot dalam
sebuah karya fiksi. Konflik demi konflik, baik internal maupun
eksternal, inilah jika telah mencapai titik puncak menyebabkan
terjadinya klimaks (Nurgiyantoro, 2010, hlm.126). Dengan demikian,
antara konflik dan klimaks memili ki hubungan yang erat dan logis.
5) Resolusi atau penyelesaian cerita
Dalam sebuah cerita, konflik yang telah mencapai klimaks diberi
penyelesaian. Konflik, subkonflik, maupun konflik tambahan diberi
jalan keluar sebagai tahap mengakhiri cerita. Tahap akhir sebuah cerita,
atau dapat juga disebut tahap peleraian, menampilkan adegan tertentu
sebagai akibat klimaks (Nurgiyantoro, 2010, hlm.145). Dengan
demikian, bagian ini berisi kesudahan cerita atau bagaimana akhir
sebuah cerita.
6) Tema
Menurut Stanton dan Kenny (Nurgiantoro, 2010, hlm. 67) tema
adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Harymawan
(Wiyatmi, 2008, hlm. 49) mengatakan tema merupakan intisari cerita
sebagai landasan idiil dalam menentukan arah tujuan cerita. Sementara
itu, Sayuti (2000, hlm. 190) mengatakan bahwa tema lebih merupakan
sebagai sejenis komentar terhadap subjek atau pokok masalah, baik
secra eksplisit maupun implisit. Jadi didalam tema terkandung sikap
pengarang terhadap subjek atau pokok cerita. Dengan demikian, tema
adalah sesuatu yang diciptakan oleh pengarang untuk menyampaikan
makna yang terkandung dalam cerita atau pokok permasalahan
Memahami karya sastra, seperti teks cerita rakyat memiliki langkah-
langkah yang harus diperhatikan. Cerita rakyat merupakan salah satu
28
bentuk sastra anak dengan genre cerita. Simatupang (via Sayuti, 2000,
hlm. 5) mengungkapkan bahwa kegiatan-kegiatan atau langkah yang harus
dilakukan untuk memahami karya sastra paling tidak meliputi tiga hal,
yaitu (1) interpretasi atau penafsiran; (2) analisis atau penguraian; (3)
evaluasi atau penilaian.
Penafsiran dilakukan melalui kegiatan memahami karya sastra
dengan memberikan tafsiran berdasarkan sifat-sifat karya sastra itu
sendiri. Cerita rakyat sebagai salah satu genre teks cerita memiliki unsur
pembangun yang perlu dianalisis. Santon (via Sayuti, 2000, hlm.6)
mengungkapkan bahwa analisis fiksi meliputi analisis terhadap semua
elemen pembangun fiksi, yang mencakup fakta cerita, sarana cerita, dan
tema. Penilaian dilakukan sebagai usaha untuk menentukan keberhasilan
atau keindahan suatu karya sastra. Dengan demikian, membaca teks cerita
rakyat dapat dilakukan dengan cara membaca pemahaman sebagai upaya
untuk memahami suatu karya sastra. Oleh karena itu, untuk memahami
karya sastra seperti teks cerita rakyat diperlukan analisis terhadap struktur
teks itu sendiri.
G. Hakikat Prezi
Kelebihan prezi tampilan tema yang lebih bervariasi, menarik ketika dalam
mode presentasi, dengan menggunakan teknologi ZUI nya, lebih simple dalam hal
pembuatan animasi, dan pilihan tema yang banyak (yang dapat di unduh secara
online).
29
Kelemahan prezi proses instalasinya membutuhkan koneksi internet yang
cukup, sulit memasukkan simbol matematika, dan untuk versi trialnya berlaku 30
hari, tapi masih bisa diantisipasi.
30
ditunjukkan pada nilai Standard Gain yang diperoleh mencapai angka 0,84 dengan
kategori Tinggi. Nilai 0,84 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar
fisika dalam ranah kognitif yang sangat baik.
I. Rancangan Penelitian
O1 X O2
Keterangan :
Kegiatan di awali denagn tes siswa, setelah itu dilakukan proses pembelajaraan,
kemudian uji akhir. Setelah uji akhir. Siswa diminta untuk mengisi angket respons
siswa terhadap kegitan pembelajaraan.
31
BAB III
METODE PENELITIAN
BAB IJenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan tergolong dalam penelitian pengembangan karena
mengembangkan pembelajaran model inquiry learning pada materi membaca
cerita rakyat untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Pengembangan yang
dipakai dalam penelitian ini adalah Pengembangan menurut Thiagarajan dan
Semmel (1974) adalah 4-D, ini terdiri atas empat tahapan pengembangan yaitu
define, design, develop dan desseminite.
B. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah model inquiry learning dalam
pembelajaran membaca cerita rakyat, sedangkan subjek uji coba penelitian ini
adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Pontianak.
C. Prosedur Penelitian.
Pengembangan perangkat pembelajaran menggunakan model 4-D (four D
model) yang terdiri dari empat tahap (Thiagarajan & Semmel, 1974) yaitu, define
(pendefinisian), design (perancangan), develop (pengembangan), dan disseminate
(penyebaran). Karena adanya kater batasan waktu dalam penelitian ini, maka dari
empat tahapan pengembangan yang ada, pengambangan perangkat hanya sampai
pada tahap develop (pengembangan), selain itu perangkat pembelajaran itu juga
hanya digunakan pada sekolah yang di uji coba, hal ini berarti bahwa perangakat
yang dikembangkan tidak disebarkan ke sekolah lain. Model 4-D (kecuali
disseminate/penyebaran) dapat dilihat pada Gambar 3.1.
32
Gambar 3.1. Diagram Alir Rancangan Pengembangan Perangkat 4D
(diadaptasi dari Ibrahim, 2008)
33
1. Tahap Pendefinisian (Define)
34
tidak relevan. Analisis membantu mengidentifikasi kemungkinan contoh dan
bukan contoh untuk digambarkan dalam mengantar proses pengembangan.
Mendukung analisis konsep ini, analisis-analisis yang perlu dilakukan adalah (1)
analisis standar kompetensi dan kompetensi dasar yang bertujuan untuk
menentukan jumlah dan jenis bahan ajar, (2) analisis sumber belajar, yakni
mengumpulkan dan mengidentifikasi sumber-sumber mana yang mendukung
penyusunan bahan ajar.
35
2. Tahap Perancangan (Design)
36
c. Pemilihan format (format selection)
37
dan isi. Berdasarkan masukan dari para ahli, materi pembelajaran di revisi untuk
membuatnya lebih tepat, efektif, mudah digunakan, dan memiliki kualitas teknik
yang tinggi.
38
tiga cara pengumpulan data yaitu melalui pemberian tes tertulis, memberikan
angket dan lembar observasi.
39
yang meliputi kendala dan solusi dari kendala selama proses pembelajaran
berlangsung.
2. Penggunaan tes
belajar siswa dan sensitivitas butir soal, berupa tes hasil belajar produk
3. Penggunaan angket
40
Penggunaan angket bertujuan untuk mengetahui pendapat siswa terhadap
pembelajaran berlangsung
akademik siswa.
3. Hasil belajar adalah skor yang diperoleh dari tes hasil belajar berupa tes
hasil produk dan tes hasil belajar proses yang diukur dengan instrument
41