Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan secara umum didefinisikan sebagai suatu proses yang
memberikan pengalaman pembelajaran sehingga memberikan pengetahuan bagi
peserta didik, yang diharapkan nantinya dapat membuat peserta didik memiliki
kecakapan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Bahkan dalam bukunya
kurikulum dan pembelajaran yang ditulis oleh Hamalik, (2010, hlm. 3)
mendefinisikan “pendidikan adalah suatu proses mempengaruhi peserta didik
supaya mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, dengan demikian
memungkinkan dirinya untuk berfungi secara kuat dalam kehidupan masyarakat”.
Pendidikan adalah “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara” (Undang-undang No.20 tahun 2003
pasal 1:1).
Definisi pendidikan yang tercantum dalam UU No.20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) secara prinsip sudah mendeskripsikan
tujuan yang hendak dicapai melalui pendidikan. Untuk mencapai tujuan
pendidikan secara optimal, pihak-pihak yang berkepentingan terus melakukan
pengembangan dan inovasi dengan harapan tujuan tersebut dapat tercapai. Salah
satu bentuk inovasi yang dilakukan oleh pemerintah selaku pengambil kebijakan
yang mengatur pendidikan di Indonesia adalah dengan memperbaharui kurikulum
yang ada. Pembaharuan kurikulum dimaksudkan untuk penyempurnaan hasil
pendidikan, dan tujuan pendidikan secara umum dapat dicapai dengan maksimal.
Fakta pertama, UNESCO menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah
soal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Menurut data UNESCO,
minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya,
dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Riset berbeda
bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central

1
Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan
menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di
bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Fakta kedua, 60 juta penduduk
Indonesia memiliki gadget, atau urutan kelima dunia terbanyak kepemilikan
gadget. Lembaga riset digital marketing Emarketer memperkirakan pada 2018
jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Dengan
jumlah sebesar itu, Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna aktif
smartphone terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika
(www.kominfo.go.id)

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin menjauhkan rasa cinta


anak-anak terhadap cerita rakyat, yang lebih miris anak-anak mengtahui cerita
rakyat dari luar ketimbang mengetahuhi cerita rakyat nusantara. Anak-anak jaman
sekarang lebih asyik duduk di depan TV daripada mendengarkan dongeng atau
membaca cerita rakyat di daerahnya. Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri
bahwa generasi muda sekarang telah kehilangan tradisi dongeng, tradisi tutur. Hal
ini membuat cerita rakyat semakin dijauhi oleh generasi muda .

Melihat fenomena yang mengkhawatirkan itu, sebagai penyambung lidah


masyarakat untuk menyampaikan ide yang tersirat dalam cerita rakyat, peranan
sastrawan sangatlah penting untuk menuangkan fenomena itu dengan kehidupan
sosial masyarakat sehari-hari yang diungkapkan kembali melalui daya imajinasi
ke dalam cipta sastra. Sosialisasi sastra melalui proses bercerita atau mendongeng
di lingkungan keluarga seperti masa lalu perlu dihidupkan kembali.

Cerita rakyat suatu daerah merupakan salah satu warisan budaya masa
lampau, masih dibutuhkan dan berguna pada masa kini dan masa yang akan
datang. Cerita rakyat suatu daerah merupakan salah satu warisan budaya bangsa
yang harus digali dan dikaji agar nilai-nilai yang terkandung didalamnya berguna
bagi kehidupan masyarakat sebagai kekayaan budaya. Terlebih pembicaraan
masalah pengajaran sastra sudah sering dimuat di berbagai media, baik yang
bersifat kritik, saran, maupun penjabarannya, bahkan tidak jarang pembicaraan itu
memuncak jadi perdebatan (Danardana, 2013, hlm. 17). Pembelajaran sastra
selalu terdapat keluhan, terutama dari cara pengajarannya yang monoton dan

2
membuat siswa merasa bosan sehingga mereka kurang menyukai pembelajaran
sastra.

Dalam meningkatkan kemampuan membaca diperlukan model


pembelajaran yang kreatif, inovatif, dan sesuai begitu juga dalam membaca cerita
rakyat. Model pembelajaran tersebut tentunya untuk mengoptimalkan hasil belajar
peserta didik, dengan menggunakan model pembelajaran Inquiry learning dapat
meningkatkan kemampuan membaca peserta didik khususnya dalam membaca
cerita rakyat. Selain untuk mengatasi problematic pembelajaran membaca cerita
rakyat , pengembangan model inquiri learning berbantuan prezi dapat mendukung
pencapaian tujuan yang diharapkan tersebut.

Pembelajaran yang berkualitas sangat berpengaruh terhadap hasil


pembelajaran dan aktivitas belajar peserta didik. Hal ini sangat tergantung
kreativitas pengajar dan motivasi belajar peserta didik. Nata (dalam
Fathurrohman, 2015, hlm.21) mengatakan pembelajaran merupakan usaha yang
dapat memengaruhi emosi, intelektual, dan spiritual seseorang untuk belajar atas
dasar kemauan sendiri. Dengan pembelajaran akan mengembangkan moral,
aktivitas dan kreativitas peserta didik melalui interaksi pengalaman belajar.
Selama ini masih banyak guru yang mengandalkan penugasan yang berbentuk
studi literatur, namun kurang memberikan tugas struktur kepada peserta didik
dalam bentuk pengalaman belajar.

Usaha dalam meningkatkan kualitas mengajar merupakan hal penting agar


meningkatkan pemahaman siswa terutama pada konsep membaca cerita rakyat.
Rahman (2010, hlm.34) mengemukakan “rendahnya kualitas pembelajaran karena
menggunakan metode pembelajaran yang monoton dan tidak bervariasi”. Salah
satu pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman konsep dan aktivitas
peserta didik adalah pembelajaran berbantuan prezi.

Hasil penelitian yang relevan digunakan untuk menguatkan posisi penelitian


yang dilakukan dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan. Adapun penelitian
yang penelitian yang pernah dilakukan sebagai berikut: (1) Hasil penelitian oleh
Egi Nuryadin (2018) dengan judul Pengaruh Media Prezi Terhadap Hasil Belajar
Peserta Didik Pada Materi Sistem Pencernaan Pada Manusia. Berdasarkan hasil

3
penelitian yang telah dilaksanakan di sekolah SMP Negeri 20 Kota Tasikmalaya
kelas VIII A sebagai kelas eksperimen yang proses belajarnya menggunakan
media prezi dan kelas VIII E sebagai kelas kontrol yang proses belajarnya
menggunakan model direct instructionterdapat perbedaan hasil belajar yang
signifikan, hasil analisis uji t menunjukan pengaruh media prezi terhadap hasil
belajar peserta didik dengan skor t N-gain eksperimen dan N-gain
kontroldiperoleh nilai thitung -20.48, terletak di daerah penolakan Ho yang
artinya adanya pengaruh media prezi terhadap hasil belajar peserta didik pada
materi sistem pencernaan manusia. (2) Rizal Burhanudin (2018) dengan judul
Pengembangan Media Pembelajaran Presentasi Berbasis Software Prezi Untuk
Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Fisika Siswa Sma Kelas X,
Berdasarkan hasil analisis terhadap lembar pretest dan posttest untuk mengukur
peningkatan hasil belajar siswa pada ranah kogitif atau pengetahuan setelah
pembelajaran menggunakan Media Pembelajaran Berbasis Prezi pada
menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hal ini juga ditunjukkan pada nilai
Standard Gain yang diperoleh mencapai angka 0,84 dengan kategori Tinggi. Nilai
0,84 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar fisika dalam ranah
kognitif yang sangat baik.

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan serta melalui berbagai


pertimbangan, peneliti pada akhirnya tertarik untuk menerapkan model
pembelajaran inquiry learning dalam pembelajaraan membaca cerita rakyat untuk
diteliti. Peneliti menetapkan judul penelitian ini yaitu “Pengembangan Model
Inquiry Learning Dalam Pembelajaran Membaca Cerita Rakyat Berbantuan
Prezi Untuk Siswa SMP Kelas VII”.

4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apakah Pengembangan Model Inquiry Learning dalam
pembelajaran membaca cerita rakyat berbantuan prezi untuk siswa SMP kelas VII
1. Bagaimana pengembangan model Model Inquiry Learning dalam
pembelajaran membaca cerita rakyat berbantuan prezi ?
2. Bagaimana produk pengembangan Model Inquiry Learning dalam
pembelajaran membaca cerita rakyat berbantuan prezi ?
3. Bagaimana hasil belajar siswa terhadap kegiatan belajar mengajar
menggunakan Model Inquiry Learning dalam pembelajaran membaca
cerita rakyat berbantuan prezi?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain:
1. Mendeskripsikan kualitas model pembelajaran yang dikembangkan.
2. Mendeskripsikan produk akhir pengembangan Model Inquiry Learning da
lam pembelajaran membaca cerita rakyat berbantuan prezi.
3. Mendeskripsikan hasil belajar siswa selama mengikuti proses
pembelajaran dengan menggunakan pengembangan Model Inquiry
Learning dalam pembelajaran membaca cerita rakyat berbantuan prezi.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam
penggunaan model inquiry learning dalam pembelajaran membaca cerita rakyat
berbantuan prezi. Beberapa manfaat tersebut akan dijelaskan berikut ini.
1) Manfaat Teoretis
Penelitian memberi sumbangan pemikiran bagi pengembangan model
inquiry learning dalam pembelajaran membaca cerita rakyat berbantuan
perzi. Penelitian ini memberi gambaran konsep dan juga langkah-langkah
penelitian dan pengembangan model inquiry berbantuan prezi. Penelitian
ini juga bermanfaat untuk menggambarkn bagaimana sistematika
keilmuaan cerita rakyat.

5
2) Manfaat Praktik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternative solusi dalam
memecahkn problematic pembelajaran membaca cerita rakyat. Secara
lebih rinci, dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Bagi peserta didik, peserta didik dapat meningkatakn pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap dalam pembelajaran membaca cerita rakyat.
Selain itu peserta didik dapat termotivasi dan lebih tertarik lagi dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia karena proses pembelajaran
menggunakan model inquiry learning dalam pembelajaran membaca
cerita rakyat berbantuan prezi.
b. Bagi pendidik, pendidik diharapkan mendapatkan pengetahuan baru
dalam pembelajaran membaca cerita rakyat berbantuan prezi. Selain
itu, pendidik juga diharapkan dapat menggunakan berbagai model
pembelajaran yang relevaan dalam setiap proses pembelajara agar
peserta didik dapat termotivasi dalam setiap pembelajaran.
c. Bagi peneliti lain, diharapkan dapat menjadi insipirasi dalan
mengembangkan model pembelajaran yang lebih kreatif dan inovatif.
Adanya penelitian ini dapat menjadi wahana pengalaman dan
pengetahuan berkenaan dengan ketrampilan membaca cerita rakyat.

BAB II

6
KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Pembelajaran
Pembelajaran adalah pemberdayaan potensi peserta didik menjadi
kompetensi. Kegiatan pemberdayaan ini tidak dapat berhasil tanpa ada orang
yang membantu. Menurut Dimyati dan Mudjiono (Syaiful Sagala, 2011, hlm.  62)
pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain
instruksional, untuk membuat belajar secara aktif, yang menekankan pada
penyediaan sumber belajar.
Pembelajaran adalah proses intraksi peserta didik dangan pendidik sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang
diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan
kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses
untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Prosespembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku 
di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip deng
an pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda.
Konsep pembelajaran menurut Corey (Syaiful Sagala, 2011, hlm. 61)
adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola
untuk memungkinkan dia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-
kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu,
pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan. Pembelajaran
mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang
mempelajari suatu kemampuan dan nilai yang baru.
Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui
kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya,
motivasinya, latarbelakang akademisnya, latar belakang ekonominya, dan lain seb
againya. Kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran
merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator
suksesnya pelaksanaan pembelajaran. Dapat ditarik kesimpulan bahwa
pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu

7
terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana
perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam
waktu yang relatif.

B. Hakikat Model Pembelajaran


Menurut Arends (dalam Suprijono, 2013, hlm. 46) model pembelajaran
mengacu pada pendekatan yang digunakan termasuk di dalamnya tujuan-tujuan
pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran dan pengelolaan kelas. Menurut Joice & Weil (dalam Isjoni, 2013,
hlm. 50) model pembelajaran adalah suatu pola atau rencana yang sudah
direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum,
mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelasnya.
Sedangkan Istarani (2011, hlm. 1) model pembelajaran adalah seluruh rangkaian
penyajian materi ajaryang meliputi segala aspek sebelum, sedang dan sesudah
pembelajaran yang dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait yang
digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses belajar.
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model
tersebut merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai
kompetensi/tujuan pembelajaran yang diharapkan. Model pembelajaran adalah
pola interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut pendekatan,
strategi, metode, teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar. Dalam suatu model pembelajaran ditentukan bukan
hanya apa yang harus dilakukan guru, akan tetapi menyangkut tahapan-tahapan,
prinsip-prinsip reaksi guru dan siswa serta sistem penunjang yang disyaratkan

Menurut Amri (2013, hlm. 34) model pembelajaran kurikulum 2013


memiliki empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau
prosedur. Ciri-ciri tersebut yaitu:
1) Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau
pengembangnya.

8
2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan
pembelajaran yang akan dicapai).
3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan dengan berhasil.
4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat
tercapai.

Dalam pembelajaran yang efektif dan bermakna peserta didik dilibatkan


secara aktif, karena peserta didik adalah pusat dari kegiatan pembelajaran serta
pembentukan kompetensi dan karakter. Model pembelajaran sangat erat kaitannya
dengan gaya belajar peserta didik dan gaya mengajar guru. Usaha guru dalam
membelajarkan peserta didikmerupakan bagian yang sangat penting dalam
mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan.Oleh karena
itu pemilihan berbagai metode, strategi, teknik maupun model pembelajaran
merupakan suatu hal yang utama.

C. Teori yang Mendukung dalam Penelitian Ini


Dalam proses mengajar belajar, penguasaan seorang guru dan cara
menyampaikannya merupakan syarat yang sangat essensial. Penguasaan guru
terhadap materi pelajaran dan pengelolaan kelas sangatlah penting, namun
demikian belum cukup untuk menghasilkan pembelajaran yang optimal. Selain
menguasai materi guru sebaiknya menguasai tentang teori-teori belajar, agar
dapat mengarahkan peserta didik berpartisipasi secara intelektual dalam
belajar, sehingga belajar menjadi bermakna bagi siswa. Hal ini sesuai
dengan isi lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi.
Guru yang menyebutkan bahwa penguasaan teori belajar dan prinsip-prinsip
pembelajaran yang mendidik menjadi salah satu unsur kompetensi pedagogik
yang harus dimiliki guru. Jika seorang guru akan menerapkan suatu teori belajar
dalam proses belajar mengajar, maka guru tersebut harus memahami seluk beluk
teori belajar tersebut sehingga selanjutnya dapat merancang dengan baik bentuk
proses belajar mengajar yang akan dilaksanakan. Psikologi belajar atau disebut

9
dengan teori belajar adalah teori yang mempelajari perkembangan intelektual
(mental) siswa jadi teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori
behavioristik dan teori konstruktivis

1. Teori Behavioristik
Pavlov (dalam Nur, 1998) menyatakan, bahwa belajar dapat
mempengaruhi apa yang sebenarnya dipikirkan orang sebagai perilaku
reflektif. Perilaku yang dapat diamati dan melibatkan terbentuknya hubungan-
hubungan tertentu antara satu seri stimulus-stimulus dan respons-respons.
Sementara menurut Thorndike (dalam Nur, 1998) menjelaskan bahwa stimulus
yang diberikan setelah perilaku tertentu mempunyai pengaruh terhadap
perilaku-perilaku yang selanjutnya. Seorang guru yang menganut aliran ini
berkeinginan untuk merubah perilaku siswanya yang tampak secara signifikan.
Kaum behavioris manyatakan bahwa pengetahuan itu diperoleh dengan
memanfaatkan dan menggunakan semua panca indera, yang berarti
pembelajarannya mengutamakan keterampilan secara fisik. Thorndike (dalam
Sagala, 2011) mengemukakan tiga prinsip atau tiga hukum dalam belajar,
yaitu: (1) law of readiness, belajar akan berhasil apabila memiliki kesiapan
untuk melakukan persiapan tersebut; (2) law of exercise, belajar akan berhasil
apabila banyak latihan dan ulangan; dan (3) law of effect, belajar akan
bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik, di sini
unsur terpenting adalah adanya penguatan (reinforcement).
2. Teori Konstruktivis
Pandangan konstruktivis modern yang paling banyak dikemukakan oleh
Vygotsky (dalam Slavin, 2011), yang telah digunakan untuk mendukung
metode pengajaran di ruang kelas yang menekankan pembelajaran kooperatif,
pembelajaran berbasis proyek, dan penemuan. Konstruktivis yang
dikembangakan oleh Piaget dan Vygotsky (dalam Nur, 2008), di mana kedunya
menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi
yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidak
seimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru. Konstruktivis
juga mempunyai pandangan bahwa seorang anak membangan pengetahuannya

10
melalui berbagai jalan, yaitu membaca, mendengar, bertanya, menelusuri, dan
melakukan eksperimen terhadap lingkungannya.
Esensi dari teori konstruktivis adalah siswa harus menemukan dan
mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, yang apabila
dikehendaki itu menjadi milik siswa sendiri. Landasan dasar inilah yang
menjadi menjadi pembelajaran harus dikemas melalui proses menkonstruksi
bukan menerima pengetahuan. Landasan berpikir konstruktivisme agak
berbeda dengan pandangan objektivitas, yang lebih menekankan pada hasil
pembelajaran. Dalam pandangan konstruktivisme, strategi memperoleh dan
mengingat pengetahuan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan
mengingat pengetahuan (Sagala, 2011).

D. Hakikat Hasil Belajar


Menurut Nasution (2006, hlm. 36) hasil belajar adalah hasil dari suatu
interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukan dengan nilai tes yang
diberikan guru. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002, hlm. 36) hasil belajar
adalah hasil yang ditujukan dari suatu interaksi tindak belajar dan biasanya
ditunjukan dengan nilai tes yang diberikan guru. Pengertian lain tentang hasil
belajar dikemukakan oleh Howard dalam Nana Sudjana (2002, hlm. 22):Hasil
belajar dibagi menjadi tiga macam, yaitu: (a) keterampilan dan kebiasaan, (b)
pengetahuan dan pengertian,(c) sikap dan cita-cita, masing-masing jenis belajar
dapat diisi dengan bahan pelajaran yang telah ditetapkandalam kurikulum.Dari
pemaparan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pengertian hasil belajar
merupakan perubahan perilaku akibat dari proses belajar mengajar.
Hasil belajar dapat diukur melalui kegiatan penilaian. Penilaian dapat
diartikan sebagai suatu tindakan atau kegiatan untuk menilai sejauh mana
materi yang diberikan yang dapat dikuasai oleh siswa. Hasil belajar dapat
dilaporkan dalam bentuk nilai atau angka. 2.Unsur-unsur hasil belajar dalam
sistem pendidikan Nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler
maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari
Benyamin Bloom (Sudjana, 2009, hlm. 22) yang secara garis besar
membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, danranah

11
psikomotorik. Di bawah ini akan lebih dijelaskan mengenai ketiga ranah
tersebut, di antaranya:
a. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif
tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat
tinggi.
b. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
c. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak yang terdiri dari enam aspek, yakni gerakan reflex,
keterampilangerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau
ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan
interaktif.

Setiap proses belajar yang dilaksanakan oleh siswa akan menghasilkan


hasil belajar, di dalam proses pembelajaran guru berperan sebagai pengajar
sekaligus pendidik yanng memegang peranan dan tanggung jawab besar dalam
rangka membantu meningkatkankeberhasilan siswa dalam proses belajar.
Ketika mengikuti proses pembelajaran di sekolah, setiap siswa mengharapkan
mendapatkan hasil belajar yang baik, sebab hasil belajar yang baik hanya
dicapai melalui proses belajar yang baik pula. Jika proses belajar tidak optimal
sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang baik. Menurut Hamalik
(2002, hlm. 155) hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah
laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam perubahan
pengetahuan sikap dan keterampilan. Perubahan dapat diartikan terjadinya
peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan
sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap tidak sopan menjadi
sopan dan sebagainya.Sudjana (2009, hlm. 22), mendefinisikan hasil belajar
adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya. dengan demikian peneliti dapat menyimpulkan bahwa
hasil belajar yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada siswa kearah yang

12
lebih baik setelah ia belajar yang dapatdiamati dan di ukur dalam perubahan
intelektual dan sikap maupun keterampilan
Karakteristik hasil belajar Menurut (Dimyati dan Mudjiono, 2002)
membagi beberapa ciri-ciri hasil belajar sebagai berikut (a) hasil belajar
memiliki kapasitas berupa pengetahuan, kebiasaan, keterampilan sikap dan
cita-cita. (b) adanya perubahan mental dan perubahan jasmani. (c) memiliki
dampak pengajaran dan pengiring dengan demikian peneliti dapat menyimpulk
an bahwa karakteristik atau ciri-ciri hasil belajar adalah berupa perubahan
pengetahuan, kebiasaan, sikap serta adanya perubahan mental dan
perubahan jasmani yang ditunjukkan. Ranah kognitif berkenaan dengan
perubahan tingkah laku dan intelektual (pengetahuan), dimana diterimanya
pengetahuan oleh yang belajar sehingga terjadi perubahan dari yang tidak
tahu menjadi tahu. Ranah afektif berkenaan dengan perubahan dari tingkah
laku dalam sikap atau perbuatannya. Ranah psikomotor berkenaan dengan
kemampuan memanipulasi secara fisik, dimana diperolehnya keterampilan
bagi individu yang belajar sehingga terjadi perubahan yang semula tidak
biasa menjadi biasa.

E. Model Inquiry Learning

Model Inquiry Learning merupakan proses pembelajaran yang dibangun atas


pertanyaan-pertanyaan yang diajukan siswa. Para siswa didorong untuk
berkolaborasi memecahkan masalah, dan bukannya sekedar menerima instruksi
langsung dari gurunya. Tugas guru dalam lingkungan belajar berbasis pertanyaan
ini bukanlah untuk menyediakan pengetahuan, namun membantu siswa menjalani
proses menemukan sendiri pengetahuan yang mereka cari. Guru berfungsi sebagai
fasilitator dan bukan sumber jawaban.

Inquiry Learning didasari atas pemikiran John Dewey, seorang pakar


pendidikan Amerika, yang mengatakan bahwa pembelajaran, perkembangan, dan
pertumbuhan seorang manusia akan optimal saat mereka dihadapkan dengan
masalah nyata dan substantif untuk dipecahkan. Ia percaya bahwa kurikulum dan
instruksi seharusnya didasarkan pada tugas dan aktivitas berbasis komunitas yang
integratif dan melibatkan para pembelajar dalam tindakan-tindakan sosial

13
pragmatis yang membawa manfaat nyata pada dunia. Inkuiri mengasumsi bahwa
sekolah berperan sebaik mungkin untuk mempermudah pengembangan diri
sendiri (self-development). Oleh karena itu, inkuiri bersifat berpusat pada siswa,
menentukan supaya para siswa ikut serta secara aktif dalam pembelajarannya.
Inkuiri melibatkan unsur search-surprise, dan sifat ini menjadikannya bersifat
sangat memotivasi siswa. Tidak ada kumpulan pengetahuan dan kecakapan yang
harus dipelajari oleh semua. Proses pembelajaran dipandang sebagai hasil yang
penting seperti produknya, misalnya apa yang dipelajari.

Sedangkan guru dalam model Inquiry Learning berperan sebagai fasilitator


yang memberikan tantangan kepada para siswa dengan membantu mereka
mengidentifikasi pertanyaan dan masalah, serta membimbing inkuiri yang
dilakukan. Dengan demikian, pendekatan inkuiri memandang siswa sebagai
pemikir yang aktif mencari, memeriksa, memproses data dari lingkunganya
menuju beragam tujuan yang paling cocok dengan karakteristik-karakteristik
mentalnya.

Menurut khoirul Anam (2015, hlm. 7) mengemukakan bahwa: Secara bahasa,


Inkuiri berasal dari kata inquiry yang merupakan kata, dalam bahasa inggris yang
berarti; penyelidikan/meminta keterangan; terjemahan bebas untuk konsep ini
adalah “siswa diminta untuk mencari dan menemukan sendiri’’. Dalam konteks
penggunaan inkuiri sebagai metode belajar mengajar, siswa ditempatkan sebagai
subjek pembelajaran, yang berarti bahwa siswa memiliki andil besar dalam
menentukan suasanadan model pembelajaran. Dalam metode ini, setiap peserta
didik didorong untuk terlibat aktif dalam proses belajar mengajar, salah satunya
dengan secara aktif mengajukan pertanyaan yang baik terhadap setiap materi yang
disampaikan dan pertanyaan tersebut tidak harus selalu dijawab oleh guru, karena
semua peserta didik memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan jawaban
atas pertanyaan yang diajukan. Sumantri (1999, hlm. 164) menyatakan bahwa
metode inkuiri adalah cara penyajian pelajaran yang memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk menemukan informasi dengan atau tanpa bantuan guru.

Model inkuiri berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri


siswa, dan menempatkan siswa dalam suatu peran yang menuntut inisiatif besar

14
dalam menemukan hal-hal penting untuk dirinya sendiri. Menurut (Gulo 2002
dalam Trianto 2014, hlm. 78) berpendapat bahwa: Inkuiri berarti suatu rangkaian
kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa
untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analisis, sehingga
mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Sasaran utama kegiatan pembelajaran inkuiri yaitu (a) keterlibatan siswa secara
maksimal dalam proses kegiatan belajar; (b) keterarahan kegiatan secara logis dan
sistematis pada tujuan pembelajaran; dan (c) mengembangkan sikap percaya pada
diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri.

Menurut Carin and Sund dalam Ahmadi (2005, hlm.108 ) berpendapat


bahwa :Metode inkuiri didefinisikan sebagai suatu rangkaian kegiatan belajar
yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan
menyelidiki masalah secara sistematis, kritis, logis, dan analisis sehingga mereka
dapat merumuskan sendiri penemuan mereka dengan rasa percaya diri. Dari
beberapa pendapat para ahli di atas, dapat kita simpulkan bahwa inkuiri berarti
suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh
kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis,
analitis, sehinggamereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh
pada keterlibatan siswa secara maksimal dalam kegiatan belajar, mengembangkan
sikap percaya diri pada siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri.

1. Karakteristik Model Inquiry Learning

Karakteristik model Inquiry Learning menurut Gulo (2002, hlm. 95) adalah
sebagai berikut: (a) driving question or problem, (b) interdisciplinary focus, (c) a
uthentic Investigation, (d) production of artifacts and exhibits, (e) collaboration
inquiry learning mengorganisasikan pengajaran seputar penemuan dan pemecahan
masalah yang penting secara sosial dan bermakna secara personal bagi peserta
didik. Masalah yang diinvestigasi dipilih karena solusinya menuntut peserta didik
untuk menggali banyak subjek. Investigasi autentik yang berusaha menemukan
solusi riil untuk masalah riil. Peserta didik harus menganalisis dan menetapkan
masalahnya, mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan

15
dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen, membuat referensi, dan
menarik kesimpulan.

Hasil investigasi berbentuk produk berupa pemahaman dengan


mengkonstruksi hal yang dapat menjelaskan atau merepresentasikan solusi
mereka. Produk itu bisa berbentuk debat bohong-bohongan, bisa berbentuk
laporan, model fisik, video, atau program komputer yang nanti akan
dideskripsikan, dirancang oleh peserta didik untuk mendemonstrasikan kepada
orang lain apa yang telah mereka pelajari dan memberikan alternatif yang
menyegarkan untuk makalah wajib atau ujian tradisional. Kolaborasi atau kerja
sama memberikan motivasi untuk keterlibatan secara berkelanjutan dalam tugas-
tugas kompleks dan meningkatkan kesempatan untuk berdialog bersama, dan
untuk mengembangkan berbagai keterampilan sosial.

Sifat-sifat atau karakteristik yang ingin dimunculkan dari para siswa dalam
lingkungan ini, menurut Neil Postman dan Charles Weingartner dalam Nuhardi,
dkk, (2009, hlm. 9) adalah:

a) Percaya diri terhadap kemampuan belajarnya.


b) Senang saat berusaha memecahkan masalah.
c) Percaya pada penilaian sendiri dan tidak sekedar bergantung pada
penilaian orang lain maupun lingkungan.
d) Tidak takut menjadi salah.
e) Tidak ragu dalam menjawab.
f) Fleksibilitas pandangan.
g) Menghargai fakta dan mampu membedakan antara fakta dan opini.
h) Tidak merasa perlu mendapat jawaban final untuk semua pertanyaan dan
lebih merasa nyaman saat tidak mengetahui jawaban dari pertanyaan
sulit daripada sekedar menerima jawaban yang terlalu disederhanakan.

Metode inkuiri memiliki tujuan atau kegunaan tertentu diantaranya adalah;

1) Mengembangkan sikap, keterampilan siswa untuk mampu memecahkan


masalah serta mengambil keputusan secara objektif dan mandiri.

16
2) Mengembangkan kemampuan berpikir para siswa yang terdiri atas
serentetan keterampilan-keterampilan yang memerlukan latihan dan
pembiasaan.
3) Melatih kemampuan berpikir melalui proses alam situasi yang benar-
benar dihayati.
4) Mengembangkan sikap ingin tahu, berpikir objektif, mandiri, kritis,
analitis, baik secara individual maupun berkelompok.

Sasaran utama kegiatan pembelajaran inkuiri adalah :

a) Keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar.


b) Keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan
pembelajaran.
c) Mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang
ditemukan dalam proses inkuiri.

Kondisi umum yang merupakan syarat timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa
adalah:

a) Aspek sosial di kelas dan suasana terbuka yang mengundang siswa


berdiskusi.
b) Inkuiri berfokus pada hipotesis.
c) Penggunaan fakta sebagai evedensi (informasi fakta).

Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan menunjukkan


beberapa kebaikan, diantaranya:

a) Pengetahuan itu bertahan lama atau lebih mudah diingat bila di


bandingkan dengan pengetahuan yang diperoleh dengan cara-cara lain.
b) Pengajaran menjadi berpusat pada pelajar.
c) Meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikirsecara
bebas.
d) Melatih keterampilan-keterapilan kognitif untuk menemukan dan
memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.
e) Membangkitkan keingintahuan siswa.
f) Memberi motivasi untuk bekerja terus sampai menemukan jawaban.

17
g) Mudah di transfer.

2. Ciri-ciri Metode Inkuiri

Ciri utama dalam pembelajaran Inkuiri adalah sebagai berikut:

a) Inkuiri menekankan pada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari


dan menemukan. Artinya menempatkan siswa sebagai subjek belajar.
Dalam proses belajar tidak hanya menerima melainkan juga menemukan
sendiri inti dari materi.
b) Seluruh aktivitas siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan
jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan
dapat menumbuhkan sikap percaya diri.
c) Tujuan dari pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan
berpikir secara sistematis, logis,dan kritis, atau mengembangkan
kemampuan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.
Dengan demikian dalam inkuiri siswa tidak hanya dituntut dalam
menguasai materi tapi juga bagaimana mereka dapat menggunakan
potensi dalam diri.

Beberapa konsep menyebutkan bahwa inkuiri merupakan pembelajaran


yang mana siswa menjadi subjek dari proses belajar. Berdasarkan ciri-cirinya juga
diketahui bahwa metode inkuiri adalah metode pembelajaran yang menuntut siswa
untuk lebih aktif selama proses pembelajaran dalam rangka menemukan sendiri
penyelesaian dari persoalan yang diberikan. Dimana guru hanya menjadi
fasilitator yang mampu menguasai teknik bertanya kepada siswa untuk
merangsang pengetahuan siswa.

Langkah-langkah pembelajaran Berikut ini adalah langkah-langkah metode


pembelajaran inkuiri :

a) Membina suasana yang responsif di antara siswa.


b) Mengemukakan permasalahan untuk diinkuirikan (ditemukan).
c) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan yang
diajukan bersifat mencari atau mengajukan informasi terkait masalah yang
diberikan.

18
d) Siswa merumuskan hipotesis atau memperkirakan jawaban dari
pertanyaan tersebut. Guru membantu dengan pertanyaan-pertanyaan
pancingan.
e) Menguji hipotesis.
f) Pengambilan kesimpulan dilakukan guru dan siswa.

Inkuiri memiliki siklus yang dimulai dari observasi, mengajukan


pertanyaan, mengajukan dugaan, mengumpulkan data berkait dan merumuskan
kesimpulan berdasarkan data. Pembelajaran dengan langkah demikian
menekankan pada proses keterlibatan dan keaktifan siswa secaraoptimal. Hal
tersebut dapat menciptakan kegiatan pembelajaran yang mengasah kemampuan
siswa.

3. Kelebihan dan Kelemahan Inquiri Learning

Pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah, peran guru lebih aktif


sebagai pemberi pengetahuan bagi peserta didik, guru dianggap sebagai sumber
informasi, sedangkan peserta didik hanya sebagai subjek yang harus menerima
materi pelajaran yang diberikan oleh guru. Akibatnya peserta didik memiliki
banyak pengetahuan tetapi tidak pernah dilatih untuk menemukan pengetahuan
dan konsep sehingga peserta didik cenderung lebih cepat bosan dalam mengikuti
pelajaran, serta cepat lupa dengan materi pelajaran yang diajarkan.Masalah
demikian dapat diatasi dengan cara menerapkan model Inquiry Based Learning
dalam kegiatan pembelajaran, karena dengan pendekatan ini peserta didik
dilibatkan secara aktif dalam kegiatan. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa
model Inquiry Learning mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan
metode ceramah.Adapun kelebihan model dengan pendekatan Inquiry Based
Learning menurut Sagala (2009, hlm.69) sebagai berikut:

a. Kelebihan Model Inquiry Learning

1) Dapat membentuk dan mengembangkan “self-concept” pada diri peserta


didik, sehingga peserta didik dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-
ide lebih baik.

19
2) Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses
belajar yang baru.
3) Mendorong peserta didik berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri,
bersikap obyektif, jujur, dan terbuka.
4) Mendorong peserta didik untuk berpikir intuitif dan merumuskan
hipotesisnya sendiri.
5) Memberikepuasan yang bersifat intrinsik.
6) Situasi proses belajar menjadi merangsang.
7) Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.
8) Memberi kebebasan peserta didik untuk belajar sendiri.
9) Peserta didik dapat menghindari dari cara-cara belajar tradisional.
10) Dapat memberikan waktu pada peserta didik secukupnya sehingga mereka
dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.

b. Kekurangan Model Inquiry Learning

Menurut Sagala (2009, hal.69) kekurangan Model Inquiry sebagai berikut:

1) Diharuskan adanya kesiapan mental pada peserta didik.


2) Perlu adanya proses penyesuaian/adaptasi dari metode tradisional ke
pendekatan ini.
3) Dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang
sehingga sering guru sulit menyesuaikan dengan waktu yang telah
ditentukan.

Menurut Arikunto (2014, hal. 80) berpendapat bahwa kekurangan pembelajaran


inkuiri:

1) Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.


2) Sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan
kebiasaan siswa dalam belajar.
3) Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu
yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu
yang telah ditentukan.

20
4) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa
menguasai materi pelajaran, maka strategi ini tampaknya akan sulit
diimplemetasikan. Berdasarkan kekurangan tersebut di atas, model Inquiry
Learning merupakan model pembelajaran yang membutuhkan kesiapan
mental, proses penyesuaian, dan waktu yang panjang dalam
mengimplementasikannya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kelemahan dari model ini adalah memakan
waktu yang cukup banyak dan jika kurang terpimpin atau kurang terarah dapat
menjurus kepada kakacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari.

F. Hakikat Cerita Rakyat


Cerita rakyat adalah suatu bentuk karya sastra lisan yang lahir dan berkembang
dari masyarakat tradisional yang disebarkan dalam bentuk relatif tetap dan di
antara kolektif tertentu dari waktu yang cukup lama dengan menggunakan kata
klise (Danandjaja, 2007, hlm. 3-4). Cerita rakyat umumnya mengisahkan tentang
asal muasal suatu tempat atau kejadian yang menyebabkan terjadinya suatu
daerah. Pada umumnya, tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam cerita rakyat
diwujudkan dalam bentuk binatang, manusia, maupun dewa. Cerita rakyat yang
disampaikan melalui bahasa tutur yang berhubungan langsung dengan berbagai
aspek budaya dan susunan nilai sosial masyarakat, menjadikan cerita rakyat
dikatakan sebagai ekspresi budaya suatu masyarakat tertentu.
Hutomo (1991, hlm. 4) mengungkapkan bahwa cerita rakyat dapat
diartikan sebagai ekspresi budaya suatu masyarakat melalui bahasa tutur yang
berhubungan langsung dengan berbagai aspek budaya dan susunan nilai sosial
masyarakat. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Endraswara (2010, hlm. 3)
bahwa cerita rakyat diwariskan secara turun-temurun dari satu generasi ke
generasi berikutnya dalam masyarakat tertentu. Tradisi lisan dalam cerita
rakyat merupakan bagian dari folklor, yaitu folklor lisan. Menilai dari pengertian
tersebut, jika dicermati pendapat itu benar adanya, karena semua tradisi lisan
dalam cerita rakyat memang merupakan bagian dari folklore. Cerita rakyat
merupakan salah satu bagian folklor lisan yang dijumpai di Indonesia.

21
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa cerita
rakyat merupakan bagian dari folklor, yaitu folklor lisan. Cerita rakyat sangat
digemari warga masyarakat karena dapat dijadikan sebagai suri teladan, pelipur
lara, bahkan bersifat jenaka. Oleh karena itu, cerita rakyat biasanya mengandung
ajaran budi pekerti dan hiburan bagi  masyarakat.

1. Ciri-ciri Cerita Rakyat


Endraswara (2010: 6) mengemukakan bahwa ada sepuluh ciri pengenal
utama yang membedakan cerita rakyat dari yang lainnya. Di bawah ini akan
dijelaskan secara lebih rinci mengenai kesembilan ciri pengenal tersebut.
1) Disebarkan secara lisan, artinya dari mulut ke mulut, dari satu orang
ke orang yang lain, dan secara alamiah tanpa paksaan.
2) Nilai-nilai tradisi amat menonjol. Tradisi ditandai dengan keberulangan
atau yang telah menjadi kebiasaan.
3) Dapat bervariasi antara satu wilayah, namun hakikatnya sama.
Variasi disebabkan keragaman bahasa, bentuk, dan keinginan masing-
masing wilayah.
4) Pencipta dan perancangnya tidak jelas. Meskipun demikian, ada
cerita rakyat yang telah dibukukan, sehingga bagi yang kurang paham
seolah-olah pengumpulnya adalah penciptanya.
5) Cenderung memiliki formula atau rumus yang tetap, namun ada pula
yang bersifat lentur.
6) Mempunyai kegunaan dalam kehidupan suatu masyarakat, misalnya
sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes spasial, dan proyeksi
keinginan terpendam.
7) Bersifat pralogis, yaitu memiliki logika sendiri sehingga berbeda
dengan logika umum.
8) Menjadi milik bersama dari kolektif tertentu. Hal ini disebabkan
karena pencipta pertamanya sudah tidak diketahui lagi.
9) Umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali terlihat agak
kasar.
10) Memiliki unsur humor dan wejangan.

22
Senada dengan pendapat di atas, Brunvand (Danandjaja, 1997, hlm. 2-3) juga
mengemukakan bahwa ciri-ciri cerita rakyat ada lima. Kelima ciri tersebut
ialah sebagai berikut.
1) Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni
disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut. Namun, saat ini
penyebaran cerita rakyat dengan bantuan mesin cetak dan elektronik.
2) Cerita rakyat bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif
tetap atau dalam bentuk standar.
3) Cerita rakyat ada (exist) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang
berbeda.
4) Bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui lagi.
5) Cerita rakyat biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa cerita
rakyat mempunyai banyak ciri-ciri. Dikarenakan sebagai bagian dari folklor
lisan, maka penyebarannya dilakukan secara lisan, yaitu dari mulut ke mulut.
Oleh sebab itu, banyak cerita rakyat yang ceritanya dikurangi atau dilebih-
lebihkan meskipun tidak mengurangi esensi cerita. Selain itu, sumber utama
yang menceritakan atau menciptakan cerita rakyat tidak
jelas,  karena  cerita rakyat telah ada sejak jaman dahulu dan diwariskan
secara turun-temurun.

23
2. Jenis-jenis Cerita Rakyat
Menurut Danandjaja (2007, hlm. 50) kategori cerita rakyat terdiri dari
tiga jenis, yaitu mite, legenda, dan dongeng. Masing-masing kategori tersebut
akan dipaparkan sebagai berikut.
a. Mite
Mite berasal dari bahasa Yunani, mythos, yang berarti cerita
tentang dewa dan manusia dianggap pahlawan yang dipuja-puja.
Biasanya, mite dijadikan sebagai semacam pedoman untuk ajaran suatu
kebijaksanaan bagi manusia. Dengan adanya mite, manusia merasakan
dan menanggapi daya kekuatan alam serta menyadari adanya kekuatan
gaib di luar dirinya. Mite muncul sebagai media komunikasi dalam
kehidupan masyarakat setempat.
Menurut Bascom (via Danandjaja, 2007, hlm. 51), mite pada
umumnya mengisahkan terjadinya alam semesta, dunia, manusia pertama,
terjadinya maut, bentuk khas binatang, bentuk topografi, gejala alam, dan
sebagainya. Mite juga mengisahkan pertualangan dewa, kisah percintaan
mereka, kisah perang mereka, dan sebagainya. Mite turut mempengaruhi
berbagai aturan yang seringkali dihubungkan dengan realita kehidupan,
sehingga sering digunakan sebagai senjata bagi masyarakat untuk
menyelesaikan masalah dengan baik. Dengan kata  lain, masyarakat
terus berkembang sesuai dengan kebijakan yang diciptakan melalui mite
tersebut. Meskipun kebenaran suatu mite belum tentu memberikan
jaminan dan bisa dipertanggungjawabkan, kehidupan manusia tidak dapat
dilepaskan dari mite begitu saja.
b. Legenda
Legenda merupakan cerita yang dianggap sebagai pencerminan
kehidupan dan kebudayaan suatu masyarakat. Legenda erat kaitannya
dengan sejarah kehidupan masa lampau, meskipun secara murni
kebenarannya tidak dapat dipastikan. Menurut Danandjaja (2007, hlm. 50),
legenda adalah prosa rakyat yang memiliki ciri-ciri yang mirip dengan
mite, yaitu dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap

24
suci. Berbeda dengan mite, legenda ditokohi manusia, yang
mempunyai kekuatan luar biasa, dan seringkali juga dibantu makhluk-
makhluk ajaib. Pada dasarnya, legenda memiliki ciri-ciri yang mirip
dengan mite. Legenda dapat digolongkan berdasarkan isi ceritanya.
Brunvand (dalam Danandjaja, 2007, hlm. 67) mengemukakan
penggolongan legenda meliputi legenda keagamaan (Religius Legends),
legenda alam gaib (Supranatural Legends), legenda perseorangan
(Personal Legends), dan legenda setempat (Local Legends).

c. Dongeng
Dongeng biasanya diceritakan berdasarkan pengetahuan manusia
tentang kejadian yang dianggap benar - benar terjadi. Menurut
perkembangannya, pada masa sekarang ini dongeng dijadikan sebagai
media penghibur bagi anak-anak. Menurut Bascom (via Danandjaja,
2007: 83), dongeng merupakan prosa rakyat yang tidak dianggap benar-
benar terjadi oleh yang empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh
waktu maupun cerita.
Dongeng juga mempunyai unsur-unsur yang terdapat dalam mite
dan legenda yaitu pendahuluan, isi, dan penutup. Sama halnya seperti
mite dan legenda, dongeng juga dapat dibagi sesuai dengan tujuan
ceritanya. Pembagian ini dilakukan berdasarkan pesan dan tujuan cerita itu
disampaikan. Pengklasifikasian dongeng menurut Thompson (via
Danandjadja, 2007, hlm. 83) secara garis besar yaitu dongeng binatang,
dongeng biasa, lelucon dan anekdot, dan dongeng berumus.

3. Fungsi Cerita Rakyat


Keberadaan cerita rakyat memang memiliki fungsi penuh bagi suatu
masyarakat. Selain sebagai media hiburan, cerita rakyat juga berfungsi
sebagai media pendidikan. Bascom (Danandjaja, 1997, hlm. 19)
menyatakan bahwa cerita rakyat mempunyai empat fungsi, yakni: (a)
sebagai sistem proyeksi, yaitu sebagai alat pencermin angan-angan
kolektif; (b) sebagai pengesahan pranata-pranata dalam kebudayaan; (c)

25
sebagai alat pendidikan; dan (d) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar
norma-norma yang ada di dalam masyarakat akan selalu dipahami oleh
anggota kolektifnya.
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Hamidy (2003, hlm. 28)
bahwa fungsi cerita rakyat adalah sebagai sarana pendidikan, harga diri,
dan sebagai hiburan atau pelipur lara. Berkaitan dengan hal di atas,
Atmazaki (2007, hlm. 138) menyatakan bahwa fungsi cerita rakyat
meliputi: (a) untuk  mengekspresikan  gejolak  jiwa  dan  renungannya  ten
tang kehidupan oleh masyarakat terdahulu, (b) untuk mengukuhkan
solidaritas masyarakat, dan (c) digunakan untuk memuji raja, pemimpin,
dan orang atau benda yang dianggap suci, keramat, atau berwibawa oleh
kolektifnya.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa cerita rakyat
merupakan bagian dari folklor yang berkembang di masa lalu dan
diceritakan secara lisan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Karena
diceritakan secara lisan, seringkali mendapat beberapa variasi atau
tambahan. Hal ini tergantung pada kemahiran tukang cerita atau pawang
cerita. Namun lambat laun, sudah banyak cerita rakyat yang telah
dibukukan. Sehingga, sering dijumpai cerita yang sama namun dalam
versi yang berbeda-beda. Keberadaan cerita rakyat juga memiliki fungsi
penuh dalam suatu masyarakat.
Sebagai salah satu jenis karya sastra yang bergenre fiksi, cerita
rakyat terdiri dari berbagai elemen yang membentuknya. Elemen-elemen
itu dapat dibedakan ke dalam unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur
intrinsik adalah unsur- unsur cerita fiksi yang secara langsung berada di
dalam, menjadi bagian, dan ikut membentuk eksistensi cerita yang
bersangkutan (Nurgiyantoro, 2005, hlm. 221). Unsur fiksi yang termasuk
dalam kategori ini meliputi tokoh, latar, tema, dan alur yang meliputi
konflik, klimaks, dan resolusi. Dalam rangka telaah teks fiksi, unsur-
unsur intrinsik inilah yang menjadi fokus perhatian.

26
1) Tokoh
Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita sedangkan
watak, perwatakan atau karakter menunjuk pada sifat dan sikap para
tokoh yang menggambarkan kualitas pribadi seorang tokoh. Sementara
itu, istilah penokohan lebih luas lagi cakupannya, sebab ia sekaligus
mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan
bagaimana penempatan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga
sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca (Nurgiantoro,
2010, hlm. 166). Tokoh cerita menempati posisi tragis sebagai pembawa
dan penyampai pesan dan amanat atau sesuatu yang sengaja ingin
disampaikan kepada pembaca.
2) Latar
Sebuah karya fiksi harus terjadi pada suatu tempo dan dalam
suatu waktu, seperti halnya kehidupan yang juga berlangsung dalam
ruang dan waktu. Elemen fiksi yang menunjukkan kepada kita di mana
dan kapan kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung disebut setting
‘latar’ (Sayuti, 2000, hlm.126). Latar memberikan pijakan cerita secara
konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis
kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah
sungguh-sungguh ada dan terjadi. Secara garis besar, deskripsi latar
fiksi dapat dikategorikan dalam tiga bagian, yakni latar tempat, latar
waktu, dan latar sosial. Latar tempat adalah hal yang berkaitan dengan
masalah geografis. Latar waktu berkaitan dengan masalah historis, dan
latar sosial berkaitan dengan kehidupan kemasyarakatan.
3) Konflik
Dalam sebuah cerita, terdapat peristiwa tertentu yang dapat
menimbulkan terjadinya konflik. Peristiwa dan konflik biasanya
berkaitan erat, dapat saling menyebabkan terjadinya satu dengan yang
lain, bahkan konflik pun hakikatnya merupakan peristiwa
(Nurgiyantoro, 2010, hlm.123). Karena memiliki hubungan yang erat,
antara peristiwa dan konflik saling mempengaruhi, misalnya terjadi

27
konflik menyebabkan peristiwa-peristiwa lain akan bermunculan.
Konflik dan peristiwa yang terus bermunculan akan menyebabkan
konflik semakin meningkat. Konflik yang mencapai pada titik puncak
disebut klimaks.
4) Klimaks
Dalam sebuah alur cerita, konflik dan klimaks merupakan hal
yang amat penting. Keduanya merupakan unsur utama plot dalam
sebuah karya fiksi. Konflik demi konflik, baik internal maupun
eksternal, inilah jika telah mencapai titik puncak menyebabkan
terjadinya klimaks (Nurgiyantoro, 2010, hlm.126). Dengan demikian,
antara konflik dan klimaks memili ki hubungan yang erat dan logis.
5) Resolusi atau penyelesaian cerita
Dalam sebuah cerita, konflik yang telah mencapai klimaks diberi
penyelesaian. Konflik, subkonflik, maupun konflik tambahan diberi
jalan keluar sebagai tahap mengakhiri cerita. Tahap akhir sebuah cerita,
atau dapat juga disebut tahap peleraian, menampilkan adegan tertentu
sebagai akibat klimaks (Nurgiyantoro, 2010, hlm.145). Dengan
demikian, bagian ini berisi kesudahan cerita atau bagaimana akhir
sebuah cerita.
6) Tema
Menurut Stanton dan Kenny (Nurgiantoro, 2010, hlm. 67) tema
adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Harymawan
(Wiyatmi, 2008, hlm. 49) mengatakan tema merupakan intisari cerita
sebagai landasan idiil dalam menentukan arah tujuan cerita. Sementara
itu, Sayuti (2000, hlm. 190) mengatakan bahwa tema lebih merupakan
sebagai sejenis komentar terhadap subjek atau pokok masalah, baik
secra eksplisit maupun implisit. Jadi didalam tema terkandung sikap
pengarang terhadap subjek atau pokok cerita. Dengan demikian, tema
adalah sesuatu yang diciptakan oleh pengarang untuk menyampaikan
makna yang terkandung dalam cerita atau pokok permasalahan
Memahami karya sastra, seperti teks cerita rakyat memiliki langkah-
langkah yang harus diperhatikan. Cerita rakyat merupakan salah satu

28
bentuk sastra anak dengan genre cerita. Simatupang (via Sayuti, 2000,
hlm. 5) mengungkapkan bahwa kegiatan-kegiatan atau langkah yang harus
dilakukan untuk memahami karya sastra paling tidak meliputi tiga hal,
yaitu (1) interpretasi atau penafsiran; (2) analisis atau penguraian; (3)
evaluasi atau penilaian.
Penafsiran dilakukan melalui kegiatan memahami karya sastra
dengan memberikan tafsiran berdasarkan sifat-sifat karya sastra itu
sendiri. Cerita rakyat sebagai salah satu genre teks cerita memiliki unsur
pembangun yang perlu dianalisis. Santon (via Sayuti, 2000, hlm.6)
mengungkapkan bahwa analisis fiksi meliputi analisis terhadap semua
elemen pembangun fiksi, yang mencakup fakta cerita, sarana cerita, dan
tema. Penilaian dilakukan sebagai usaha untuk menentukan keberhasilan
atau keindahan suatu karya sastra. Dengan demikian, membaca teks cerita
rakyat dapat dilakukan dengan cara membaca pemahaman sebagai upaya
untuk memahami suatu karya sastra. Oleh karena itu, untuk memahami
karya sastra seperti teks cerita rakyat diperlukan analisis terhadap struktur
teks itu sendiri.

G. Hakikat Prezi

Prezi adalah sebuah perangkat lunak untuk persentasi berbasisi internet.


Selain untuk persentasi, prezi juga dapat digunakan sebagai alat untuk
mengeksplorasi dan berbagi ide di atas kanvas virtual. Prezi menjadi unggul
karena program ini menggunakan en: Zooming User Interface (ZUI), yang
memungkinkan pengguna prezi untuk memperbesar dan memperkexil tampilan
mesia persentasi mereka (Rusyifian, 2016, hlm. 2)

Kelebihan prezi tampilan tema yang lebih bervariasi, menarik ketika dalam
mode presentasi, dengan menggunakan teknologi ZUI nya, lebih simple dalam hal
pembuatan animasi, dan pilihan tema yang banyak (yang dapat di unduh secara
online).

29
Kelemahan prezi proses instalasinya membutuhkan koneksi internet yang
cukup, sulit memasukkan simbol matematika, dan untuk versi trialnya berlaku 30
hari, tapi masih bisa diantisipasi.

Manfaat penggunaan prezi dalam proses pembelajaran dapat membuat proses


pembelajaran lebih menyenangkan, meningkatkan kualitas belajar, pembelajaran
menggunakan prezi lebih baik dari pada hanya menerangkan tanpa menggunakan
media apapun dengan adanya pembelajaran menggunakan prezi, siswa akan lebih
tertarik terhadap pembelajaran, sehingga proses pembelajaran lebih berkualitas
dan materi juga akan lebih tersusun secara sistematis, sehingga mempermudah
guru pada saat menjelaskan materi.

H. Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan digunakan untuk menguatkan posisi penelitian


yang dilakukan dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan. Adapun penelitian
yang relevan sebagai berikut : (1) Hasil penelitian oleh Egi Nuryadin (2018)
dengan judul Pengaruh Media Prezi Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Pada
Materi Sistem Pencernaan Pada Manusia. Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilaksanakan di sekolah SMP Negeri 20 Kota Tasikmalaya kelas VIII A sebagai
kelas eksperimen yang proses belajarnya menggunakan media prezi dan kelas
VIII E sebagai kelas kontrol yang proses belajarnya menggunakan model direct
instructionterdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan, hasil analisis uji t
menunjukan pengaruh media prezi terhadap hasil belajar peserta didik dengan
skor t N-gain eksperimen dan N-gain kontroldiperoleh nilai thitung -20.48,
terletak di daerah penolakan Ho yang artinya adanya pengaruh media prezi
terhadap hasil belajar peserta didik pada materi sistem pencernaan manusia. (2)
Rizal Burhanudin (2018) dengan judul Pengembangan Media Pembelajaran
Presentasi Berbasis Software Prezi Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Hasil
Belajar Fisika Siswa Sma Kelas X, Berdasarkan hasil analisis terhadap lembar
pretest dan posttest untuk mengukur peningkatan hasil belajar siswa pada ranah
kogitif atau pengetahuan setelah pembelajaran menggunakan Media Pembelajaran
Berbasis Prezi pada menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hal ini juga

30
ditunjukkan pada nilai Standard Gain yang diperoleh mencapai angka 0,84 dengan
kategori Tinggi. Nilai 0,84 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar
fisika dalam ranah kognitif yang sangat baik.

I. Rancangan Penelitian

Pengembangan model pembelajaran dalam penelitian ini menggunakan


model Four-D, sedangkan desain penelitian yang digunakan adalah One Group
Pretest- Posttest Design. Desain penelitia ini hanya berlaku untuk satu kelas,
tanpa menggunakan kelas control. Berikut rumusan rancangan penelitian yang
digunakan

O1 X O2

Keterangan :

O1 = Pengujian awal untuk mengetahui penguasaan materi sebelum perlakuan

X = Perlakuan dengan menggunakan model inquiry learning Berbantuan Prezi

O2 = Pengujian akhir untuk mengetahui penguasaan materi setelah perlakuan.

Kegiatan di awali denagn tes siswa, setelah itu dilakukan proses pembelajaraan,
kemudian uji akhir. Setelah uji akhir. Siswa diminta untuk mengisi angket respons
siswa terhadap kegitan pembelajaraan.

31
BAB III
METODE PENELITIAN
BAB IJenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan tergolong dalam penelitian pengembangan karena
mengembangkan pembelajaran model inquiry learning pada materi membaca
cerita rakyat untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Pengembangan yang
dipakai dalam penelitian ini adalah Pengembangan menurut Thiagarajan dan
Semmel (1974) adalah 4-D, ini terdiri atas empat tahapan pengembangan yaitu
define, design, develop dan desseminite.

A. Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada semester gasal, tahun ajaran 2019-2020 di
SMP Negeri 2 Pontianak.

B. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah model inquiry learning dalam
pembelajaran membaca cerita rakyat, sedangkan subjek uji coba penelitian ini
adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Pontianak.

C. Prosedur Penelitian.
Pengembangan perangkat pembelajaran menggunakan model 4-D (four D
model) yang terdiri dari empat tahap (Thiagarajan & Semmel, 1974) yaitu, define
(pendefinisian), design (perancangan), develop (pengembangan), dan disseminate
(penyebaran). Karena adanya kater batasan waktu dalam penelitian ini, maka dari
empat tahapan pengembangan yang ada, pengambangan perangkat hanya sampai
pada tahap develop (pengembangan), selain itu perangkat pembelajaran itu juga
hanya digunakan pada sekolah yang di uji coba, hal ini berarti bahwa perangakat
yang dikembangkan tidak disebarkan ke sekolah lain. Model 4-D (kecuali
disseminate/penyebaran) dapat dilihat pada Gambar 3.1.

32
Gambar 3.1. Diagram Alir Rancangan Pengembangan Perangkat 4D
(diadaptasi dari Ibrahim, 2008)

33
1. Tahap Pendefinisian (Define)

Tahap define adalah tahap untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat-


syarat pembelajaran. Tahap define ini mencakup lima langkah pokok, yaitu
analisis ujung depan (front-end analysis), analisis siswa (learner analysis),
analisis tugas (task analysis), analisis konsep (concept analysis) dan perumusan
tujuan pembelajaran (specifying instructional objectives).

a.  Analisis Ujung Depan (front-end analysis)

Menurut Thiagarajan, dkk (1974), analisis ujung depan bertujuan untuk


memunculkan dan menetapkan masalah dasar yang dihadapi dalam pembelajaran,
sehingga diperlukan suatu pengembangan bahan ajar. Dengan analisis ini akan
didapatkan gambaran fakta, harapan dan alternatif penyelesaian masalah dasar,
yang memudahkan dalam penentuan atau pemilihan bahan ajar yang
dikembangkan.

b.  Analisis Siswa (learner analysis)

Menurut Thiagarajan, dkk (1974), analisis siswa merupakan telaah tentang


karakteristik siswa yang sesuai dengan desain pengembangan perangkat
pembelajaran. Karakteristik itu meliputi latar belakang kemampuan akademik
(pengetahuan), perkembangan kognitif, serta keterampilan-keterampilan individu
atau sosial yang berkaitan dengan topik pembelajaran, media, format dan bahasa
yang dipilih. Analisis siswa dilakukan untuk mendapatkan gambaran karakteristik
siswa, antara lain: (1) tingkat kemampuan atau perkembangan intelektualnya, (2)
keterampilan-keterampilan individu atau sosial yang sudah dimiliki dan dapat
dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan.

c.  Analisis konsep (concept analysis)

Analisis konsep menurut Thiagarajan, dkk (1974) dilakukan untuk


mengidentifikasi konsep pokok yang akan diajarkan, menyusunnya dalam bentuk
hirarki, dan merinci konsep-konsep individu ke dalam hal yang kritis dan yang

34
tidak relevan. Analisis membantu mengidentifikasi kemungkinan contoh dan
bukan contoh untuk digambarkan dalam mengantar proses pengembangan.

Analisis konsep sangat diperlukan guna mengidentifikasi pengetahuan-


pengetahuan deklaratif atau prosedural pada materi matematika yang akan
dikembangkan. Analisis konsep merupakan satu langkah penting untuk memenuhi
prinsip kecukupan dalam membangun konsep atas materi-materi yang digunakan
sebagai sarana pencapaian kompetensi dasar dan standar kompetensi.

Mendukung analisis konsep ini, analisis-analisis yang perlu dilakukan adalah (1)
analisis standar kompetensi dan kompetensi dasar yang bertujuan untuk
menentukan jumlah dan jenis bahan ajar, (2) analisis sumber belajar, yakni
mengumpulkan dan mengidentifikasi sumber-sumber mana yang mendukung
penyusunan bahan ajar.

d.  Analisis Tugas (task analysis)

Analisis tugas menurut Thiagarajan, dkk (1974) bertujuan untuk


mengidentifikasi keterampilan-keterampilan utama yang akan dikaji oleh peneliti
dan menganalisisnya kedalam himpunan keterampilan tambahan yang mungkin
diperlukan. Analisis ini memastikan ulasan yang menyeluruh tentang tugas dalam
materi pembelajaran.

e.  Perumusan Tujuan Pembelajaran (specifying instructional objectives)

Perumusan tujuan pembelajaran menurut Thiagarajan, dkk (1974) berguna


untuk merangkum hasil dari analisis konsep dan analisis tugas untuk menentukan
perilaku objek penelitian. Kumpulan objek tersebut menjadi dasar untuk
menyusun tes dan merancang perangkat pembelajaran yang kemudian di
integrasikan ke dalam materi perangkat pembelajaran yang akan digunakan oleh
peneliti.

35
2. Tahap Perancangan (Design)

Tahap perancangan bertujuan untuk merancang perangkat pembelajaran.


Empat langkah yang harus dilakukan pada tahap ini, yaitu: (1) penyusunan standar
tes (criterion-test construction), (2) pemilihan media (media selection) yang
sesuai dengan karakteristik materi dan tujuan pembelajaran, (3) pemilihan format
(format selection), yakni mengkaji format-format bahan ajar yang ada dan
menetapkan format bahan ajar yang akan dikembangkan, (4) membuat rancangan
awal (initial design) sesuai format yang dipilih. Langkah-langkahnya adalah
sebagai berikut:

a.  Penyusunan tes acuan patokan (constructing criterion-referenced test)

Menurut Thiagarajan, dkk (1974), penyusunan tes acuan patokan


merupakan langkah yang menghubungkan antara tahap pendefinisian (define)
dengan tahap perancangan (design). Tes acuan patokan disusun berdasarkan
spesifikasi tujuan pembelajaran dan analisis siswa, kemudian selanjutnya disusun
kisi-kisi tes hasil belajar. Tes yang dikembangkan disesuaikan dengan jenjang
kemampuan kognitif.  Penskoran hasil tes menggunakan panduan evaluasi yang
memuat kunci dan pedoman penskoran setiap butir soal.

b.  Pemilihan media (media selection)

Pemilihan media dilakukan untuk mengidentifikasi media pembelajaran


yang relevan dengan karakteristik materi. Lebih dari itu, media dipilih untuk
menyesuaikan dengan analisis konsep dan analisis tugas, karakteristik target
pengguna, serta rencana penyebaran dengan atribut yang bervariasi dari media
yang berbeda-beda.hal ini berguna untuk membantu siswa dalam pencapaian
kompetensi dasar. Artinya, pemilihan media dilakukan untuk mengoptimalkan
penggunaan bahan ajar dalam proses pengembangan bahan ajar pada
pembelajaran di kelas.

36
c.  Pemilihan format (format selection)

Pemilihan format dalam pengembangan perangkat pembelajaran ini


dimaksudkan untuk mendesain atau merancang isi pembelajaran, pemilihan
strategi, pendekatan, metode pembelajaran, dan sumber belajar. Format yang
dipilih adalah yang memenuhi kriteria menarik, memudahkan dan membantu
dalam pembelajaran matematika realistik.

d.  Rancangan awal (initial design)

Menurut Thiagarajan, dkk (1974: 7) “initial design is the presenting of the


essential instruction through appropriate media and in a suitable sequence.”
Rancangan awal yang dimaksud adalah rancangan seluruh perangkat
pembelajaran yang harus dikerjakan sebelum ujicoba dilaksanakan. Hal ini juga
meliputi berbagai aktivitas pembelajaran yang terstruktur seperti membaca teks,
wawancara, dan praktek kemampuan pembelajaran yang berbeda melalui praktek
mengajar.

3. Tahap Pengembangan (Develop)

Tahap pengembangan adalah tahap untuk menghasilkan produk


pengembangan yang dilakukan melalui dua langkah, yakni: (1) penilaian ahli
(expert appraisal) yang diikuti dengan revisi, (2) uji coba pengembangan
(developmental testing).

Tujuan tahap pengembangan ini adalah untuk menghasilkan bentuk akhir


perangkat pembelajaran setelah melalui revisi berdasarkan masukan para pakar
ahli/praktisi dan data hasil ujicoba. Langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah
sebagai berikut:

a.  Validasi ahli/praktisi (expert appraisal)

Menurut Thiagarajan, dkk (1974: 8), “expert appraisal is a technique for


obtaining suggestions for the improvement of the material.” Penilaian para
ahli/praktisi terhadap perangkat pembelajaran mencakup: format, bahasa, ilustrasi

37
dan isi. Berdasarkan masukan dari para ahli, materi pembelajaran di revisi untuk
membuatnya lebih tepat, efektif, mudah digunakan, dan memiliki kualitas teknik
yang tinggi.

b.  Uji coba pengembangan (developmental testing)

Ujicoba lapangan dilakukan untuk memperoleh masukan langsung berupa


respon, reaksi, komentar siswa, dan para pengamat terhadap perangkat
pembelajaran yang telah disusun. Menurut Thiagarajan, dkk (1974) ujicoba, revisi
dan ujicoba kembali terus dilakukan hingga diperoleh perangkat yang konsisten
dan efektif.

4. Tahap Penyebaran (Disseminate)

Proses diseminasi merupakan suatu tahap akhir pengembangan. Tahap


diseminasi dilakukan untuk mempromosikan produk pengembangan agar bisa
diterima pengguna, baik individu, suatu kelompok, atau sistem. Produsen dan
distributor harus selektif dan bekerja sama untuk mengemas materi dalam bentuk
yang tepat. Menurut Thiagarajan dkk, (1974: 9), “the terminal stages of final
packaging, diffusion, and adoption are most important although most frequently
overlooked.”

Diseminasi bisa dilakukan di kelas lain dengan tujuan untuk mengetahui


efektifitas penggunaan perangkat dalam proses pembelajaran. Penyebaran dapat
juga dilakukan melalui sebuah proses penularan kepada para praktisi
pembelajaran terkait dalam suatu forum tertentu. Bentuk diseminasi ini dengan
tujuan untuk mendapatkan masukan, koreksi, saran, penilaian, untuk
menyempurnakan produk akhir pengembangan agar siap diadopsi oleh para
pengguna produk.

D. Instrumen Pengumpulan Data


Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini digunakan untuk
memperoleh data-data berdasarkan rumusan masalah. Penelitian ini menggunakan

38
tiga cara pengumpulan data yaitu melalui pemberian tes tertulis, memberikan
angket dan lembar observasi.

1. Pemberian tes tertulis


Pemberian tes dilakukan untuk mengetahui kemampuan membaca siswa
Tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu pre-test dan post-test. Pre-test dilakukan
untuk mengukur kemampuan membaca siswa siswa sebelum mengikuti
pembelajaran dengan menggunakn model inkuiri berbantuan prezi, dan post-
test dilakukan setelah siswa diajarkan dengan menggunakan model inkuiri
berbantuan prezi untuk melihat kemampuan membaca cerita rakyat siswa.
Instrumen tes pre-test dan post-test yang digunakan berupa soal tes pilihan
ganda dan essay yang telah divalidasi oleh pakar yang berkompeten
dibidangnya.
2. Pemberian angket
Pemberian angket dilakukan untuk mengukur respon siswa terhadap
pembelajaran yang dilaksanakan dengan menggunkan model inkuiri
berbantuan prezi. Pemberian angket ini berupa kuisioner yang dilakukan oleh
peneliti kepada siswa. Sebelum diberikan instrumen sudah terlebih dahulu
divalidasi oleh pakar yang berkompeten pada bidangnya.
3. Lember observasi
Lembar observasi digunakan untuk mendapatkan hasil atau data
keterlaksanaan proses pembelajaran serta kendala yang dihadapi selama proses
pembelajaran berlangsung. Observasi ini dilakukan selama proses
pembelajaran berlangsung dalam penelitian dan diamati oleh dua orang
pengamat. Lembar instrumen keterlaksanaan pembelajaran berbentuk check
list yang meliputi aspek yang diamati, keterlaksanaan, dan penilaian. Aspek-
aspek ini terdiri dari pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung
mulai dari kegiatan pendahuan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup serta
suasana kelas selama proses pembelajaran berlangsung. Kemudian instrumen
untuk melihat kendala dalam pelaksanaan pembelajaran berbentuk deskripsi

39
yang meliputi kendala dan solusi dari kendala selama proses pembelajaran
berlangsung.

E. Karakteristik yang Diamati

Beberapa karakteristik yang diamati dalam penlitian ini antara lain.


1. Keterlaksanaan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
2. Aktifitas siswa dalam pembelajaran
3. Respons siswa terhadap pembelajaran
4. Hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran
5. Hambatan-hambatan selama pembelajaran berlangsung

F. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini digunakan untuk menentukan

kelayakan perangkat pembelajaran yang dikembangkan. Adapun perangkat

pembelajaran yang dikembangkan untuk pengumpulan data antara lain.

1. Penggunaan metode observasi atau pengamatan

Penelitian ini menggunakan metode interobserver agreement, artinya dua

orang pengamat melakukan pengamatan untuk variabel yang sama

dengan menggunakan lembar observasi yang sama pula. Instrumen yang

digunakan pada metode observasi ini berupa lembar observasi

keterlaksanaan rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar pengamatan

aktifitas siswa, dan lembar lembar pengamatan kecakapan akademik.

2. Penggunaan tes

Penggunaan tes bertujuan untuk mengetahui tingkat ketercapaian hasil

belajar siswa dan sensitivitas butir soal, berupa tes hasil belajar produk

dan tes hasil belajar proses.

3. Penggunaan angket

40
Penggunaan angket bertujuan untuk mengetahui pendapat siswa terhadap

perangkat pembelajaran yang diimplementasikan.

G. Defenisi Operasional Variabel Penelitian

Defenisi operasional variable yang diamati dalam penelitian ini meliputi.

1. Aktifitas siswa adalah kegiatan yang dilakukan siswa selama proses

pembelajaran berlangsung

2. Respons siswa adalah minat dan motivasi siswa terhadap penerapan

perangkat pembelajaran aktif sebagai upaya peningkatan kecakapan

akademik siswa.

3. Hasil belajar adalah skor yang diperoleh dari tes hasil belajar berupa tes

hasil produk dan tes hasil belajar proses yang diukur dengan instrument

tes hasil belajar

4. Hambatan selama proses pembelajaran adalah hal-hal yang dapat

menghambat kelancaran proses pembelajaran.

H. Teknik Analisis Data


Mengacu pada jenis data penelitian ini ada dua macam, yakni data
kuantitatif dan kualitatif, maka analisis data dalam penelitian ini dilakukan
analisis kuantitatif dan analisis kualitatif.
1. Analisis kuantitatif. Analisis data kuantitatif artinya langkah untuk
menganalisis data berupa angka yang diperoleh dari hasil tes.
2. Analisis data kualitatif. Teknik kualitatif digunakan untuk menganalisis data
nontes yang diperoleh melalui kegiatan observasi, angket, dan wawancara.
Adapun bahan yang dinilai dari produk pengembangan media pembelajaran
menggunakan prezi sebagai media pembelajaran.

41

Anda mungkin juga menyukai