JURUSAN MATEMATIKA
2019
A. Pengertian Analisis Butir Kuantitatif
Analisis butir soal secara klasik adalah proses penelaahan butir soal melalui informasi dari
jawaban peserta didik guna meningkatkan mutu butir soal yang bersangkutan dengan
menggunakan teori tes klasik.
Kelebihan analisisbutir soal secara klasik adalah murah, dapat dilaksanakan sehari-
hari dengan cepat menggunakan komputer, murah, sederhana, familier dan dapat menggunakan
data dari beberapa peserta didik atau sampel kecil (Millman dan Greene, 1993: 358).
Aspek yang perlu diperhatikan dalam analisis butir soal secara klasik adalah setiap butir soal
ditelaah dari segi: tingkat kesukaran butir, daya pembeda butir, dan penyebaran pilihan jawaban
(untuk soal bentuk obyektif) atau frekuensi jawaban pada setiap pilihan jawaban.
• Langkah pertama yang dilakukan adalah menabulasi jawaban yang telah dibuat pada
setiap butir soal yang meliputi berapa peserta didik yang: (1) menjawab benar pada
setiap soal, (2) menjawab salah (option pengecoh), (3) tidak menjawab soal.
Berdasarkan tabulasi ini, dapat diketahui tingkat kesukaran setiap butir soal, daya
pembeda soal, alternatif jawaban yang dipilih peserta didik.
• Misalnya analisis untuk 32 siswa, maka langkah (1) urutkan skor siswa dari yang
tertinggi sampai yang terendah. (2) Pilih 10 lembar jawaban pada kelompok atas dan 10
lembar jawaban pada kelompok bawah. (3) Ambil kelompok tengah (12 lembar jawaban)
dan tidak disertakan dalam analisis. (4) Untuk masing-masing soal, susun jumlah siswa
kelompok atas dan bawah pada setiap pilihan jawaban. (5) Hitung tingkat kesukaran pada
setiap butir soal. (6) Hitung daya pembeda soal. (7) Analisis efektivitas pengecoh pada
setiap soal (Linn dan Gronlund, 1995: 318-319).
1. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat
kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks. Indeks tingkat
kesukaran ini pada umumnya dinyatakan dalam bentuk proporsi yang besarnya berkisar
0,00 - 1,00 (Aiken (1994:66). Semakin besar indeks tingkat kesukaran yang
diperoleh dari hasil hitungan, berarti semakin mudah soal itu. Suatu soal memiliki TK=
0,00 artinya bahwa tidak ada siswa yang menjawab benar dan bila memiliki TK= 1,00
artinya bahwa siswa menjawab benar. Perhitungan indeks tingkat kesukaran ini dilakukan
untuk setiap nomor soal. Pada prinsipnya, skor rata-rata yang diperoleh peserta didik pada
butir soal yang bersangkutan dinamakan tingkat kesukaran butir soal itu.
Keterangan:
TK = tingkat kesukaran
SA = jumlah skor kelompok atas
SB = jumlah skor kelompok bawah
n = jumlah siswa
maks = skor maksimal soal yang bersangkutan
Kriteria interpretasi tingkat kesukaran digunakan pendapat Sudjana yaitu sebagai berikut:
0.00 – 0.30 > soal sukar
0.31 – 0.70 > soal sedang
0.71 – 1,00 > soal mudah
Fungsi tingkat kesukaran butir soal biasanya dikaitkan dengan tujuan tes.
Misalnya untuk keperluan ujian semester digunakan butir soal yang memiliki tingkat
kesukaran sedang, untuk keperluan seleksi digunakan butir soal yang memiliki tingkat
kesukaran tinggi/sukar, dan untuk keperluan diagnostik biasanya digunakan butir soal
yang memiliki tingkat kesukaran rendah/mudah
CONTOH PERHITUNGAN TINGKAT KESUKARAN SOAL URAIAN
U-24 10 1
U-26 7 1
U-29 7 1
U-2 10 1
U-4 0 0
U-19 5 0
U-21 10 1
U-22 10 1
U-30 10 1
U-32 10 1
U-3 7 1
U-36 0 0
U-31 0 0
U-33 7 1
U-9 10 1
U-25 0 0
U-12 7 1
U-7 7 1
U-11 7 1
U-1 7 1
U-28 7 1
U-15 5 0
U-20 7 1
U-8 5 0
U-18 7 1
U-27 5 0
U-35 5 0
U-23 0 0
U-34 0 0
U-5 0 0
U-6 0 0
U-17 0 0
U-14 0 0
U-13 7 1
U-16 0 0
Skor 0 – < 6,8 bernilai 0 , dianggap gagal
U-10 0 0
Skor 6,8 – 10 bernilai 1, dianggap tuntas
Jumlah Tes Gagal 17
= 47 %
P 27% < TK ≤ 72% maka tingkat kesukaran soal nomor 1 dikategorikan sedang.
(b) tanda- tanda terhadap kelebihan dan kelemahan pada kurikulum sekolah,
Dalam konstruksi tes, tingkat kesukaran butir soal sangat penting karena tingkat
kesukaran butir dapat:
(2) berhubungan dengan reliabilitas. Menurut koefisien alfa clan KR-20, semakin tinggi
korelasi antarsoal, semakin tinggi reliabilitas.
Tingkat kesukaran butir soal juga dapat digunakan untuk mempredikst alat ukur itu
sendiri (soal) dan kemampuan peserta didik dalam memahami materi yang diajarkan guru.
Misalnya satu butir soal termasuk kategori mudah, maka prediksi terhadap informasi ini
adalah seperti berikut.
1) Pengecoh butir soal itu tidak berfungsi.
2) Sebagian besar siswa menjawab benar butir soal itu; artinya bahwa sebagian besar
siswa telah memahami materi yang ditanyakan.
Bila suatu butir soal termasuk kategori sukar, maka prediksi terhadap informasi ini adalah
seperti berikut.
4) Materi yang diukur tidak cocok ditanyakan dengan menggunakan bentuk soal yang
diberikan (misalnya meringkas cerita atau mengarang ditanyakan dalam bentuk
pilihan ganda).
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu butir soal dapat membedakan antara
warga belajar/siswa yang telah menguasai materi yang ditanyakan dan warga
belajar/siswa yang tidak/kurang/belum menguasai materi yang ditanyakan. Manfaat daya
pembeda butir soal adalah seperti berikut ini.
• Butir soal itu memiliki 2 atau lebih kunci jawaban yang benar
• Materi yang ditanyakan terlalu sulit, schingga banyak siswa yang menebak
• Sebagian besar siswa yang memahami materi yang ditanyakan berpikir ada yang
salah informasi dalam butir soalnya
Indeks daya pembeda setiap butir soal biasanya juga dinyatakan dalam bentuk
proporsi. Semakin tinggi indeks daya pembeda soal berarti semakin mampu soal yang
bersangkutan membedakan warga belajar/siswa yang telah memahami materi
dengan warga belajar/peserta didik yang belum memahami materi. Indeks daya pembeda
berkisar antara -1,00 sampai dengan +1,00. Semakin tinggi daya pembeda suatu soal,
maka semakin kuat/baik soal itu. Jika daya pembeda negatif (<0) berarti lebih banyak
kelompok bawah (warga belajar/peserta didik yang tidak memahami materi) menjawab
benar soal dibanding dengan kelompok atas (warga belajar/peserta didik yang memahami
materi yang diajarkan guru).
Keterangan:
SA = jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah.
SB = jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah.
IA = jumlah skor ideal salah satu kelompok pada butir soal yang diolah.
No KODE X Y
1 U-24 10 100
2 U-26 10 97
3 U-29 10 97
4 U-2 10 90
5 U-4 10 90
6 U-19 10 90
7 U-21 10 90
8 U-22 10 90
9 U-30 10 90
10 U-32 10 90
11 U-3 10 87
12 U-36 10 85
13 U-31 10 85
14 U-33 10 82
15 U-9 10 80
16 U-25 10 80 Tabel hasil perhitungan soal nomor 1
setelah diurutkan dan dibagi dua
17 U-12 7 79
kelompok:
18 U-7 10 77
19 U-11 10 77
20 U-1 10 72
21 U-28 10 67
22 U-15 10 65
23 U-20 10 62
24 U-8 10 60
25 U-18 10 52
26 U-27 7 52
27 U-35 7 52
28 U-23 7 42
29 U-34 7 42
30 U-5 10 40
31 U-6 10 40
32 U-17 10 40
33 U-14 7 37
34 U-13 5 27
35 U-16 10 25
36 U-10 10 20
Low
No High Grade Grade x1 x 12 x2 x 22
Rata-rata 10 8,3
MH ML
t hitung
x 12 x 2 2
n i n i 1
10 8,3
=
0,00 32,10
10(10 1)
= 2,762
Hasil perhitungan dengan dk = 18 dan 5% diperoleh ttabel = 2,12, karena
Penyebaran pilihan jawaban dijadikan dasar dalam penelaahan soal. Hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui berfungsi tidaknya jawaban yang tersedia. Suatu pilihan
jawaban (pengecoh) dapat dikatakan berfungsi apabila pengecoh:
2) lebih banyak dipilih oleh kelompok siswa yang belum paham materi.
4. Validitas
= 0,4671
Dari daftar kritik r Product Moment diperoleh rtabel = 0,329 (n = 36 dan 5% ), karena rxy <
5. Reliabilitas
Tujuan utama menghitung reliabilitas skor tes adalah untuk mengetahui tingkat
ketepatan (precision) dan keajegan (consistency) skor tes. Indeks reliabilitas berkisar
antara 0 - 1. Semakin tinggi koefisien reliabilitas suatu tes (mendekati 1), makin tinggi
pula keajegan /ketepatannya.
U-12 7 7 14 49 49 196
U-27 7 5 12 49 25 144 F
U-35 7 5 12 49 25 144 a
k
U-23 7 0 7 49 0 49
t
U-34 7 0 7 49 0 49
o
U-5 10 0 10 100 0 100 r
U-6 10 0 10 100 0 100 y
a
U-17 10 0 10 100 0 100
n
U-14 7 0 7 49 0 49
g
U-13 5 7 12 25 49 144 M
2) Keajegan pengukuran setara: kesesuaian hasil pengukuran dan 2 atau lebih alat ukur
berdasarkan kompetensi kisi-kisi yang lama.
3) Keajegan belah dua: kesesuaian antara hasil pengukuran belahan pertama dan
belahan kedua dari alat ukur yang sama.
(1) Model satu parameter (Model Rasch), yaitu untuk menganalisis data yang
hanya menitikberatkan pada parameter tingkat kesukaran coal.
(2) Model dua paremeter, yaitu untuk menganalisis data yang hanya
menitikberatkan pada parameter tingkat kesukaran dan daya pembeda soal.
(3) Model tiga parameter, yaitu untuk menganalisis data yang menitikberatkan
pada parameter tingkat kesukaran soal, daya pembeda soal, dan menebak
(guessing).
(4) Model empat parameter, yaitu untuk menganalisis data yang menitikberatkan
pada parameter tingkat kesukaran soal, daya beda soal, menebak, dan
penyebab lain.
(3) model ini menekankan pada tingkat butir soal bukan tes,
(4) IRT tidak memerlukan paralel tes untuk menentukan relilabilitas tes,
(5) IRT suatu model yang memerlukan suatu pengukuran ketepatan untuk
setiap skor tingkat kemampuan.