Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN DAN LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NEONATORUM DENGAN ASFIKSIA


DI RUANG NICU-NHCU RSUD. PROF. DR. W.Z JOHANNES KUPANG

OLEH

MEMET PAULANA LAPIDJAHI


153111038

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

CITRA HUSADA MANDIRI KUPANG

2016
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Asfiksia neonates adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak
dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit
setelah lahir (Mansjoer, 2000).
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan
asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat
mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia jugadapat
mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001).
Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana bayi tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, keadaan
tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea dan
sampai ke asidosis (Hidayat, 2005).
2. Etiologi
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab
terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir:
1) Faktor ibu
a. Preeklampsia dan eklampsia
b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio
plasenta)
c. Partus lama atau partus macet
d. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis,
TBC, HIV)
e. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2) Faktor Tali Pusat
a. Lilitan tali pusat
b. Tali pusat pendek
c. Simpul tali pusat
d. Prolapsus tali pusat
3) Faktor Bayi
a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar,
distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
c. Kelainan bawaan (kongenital)
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
4) Jenis persalinan sectio caesarea juga dapat berpengaruh, hal
ini disebabkan karena sectio caesarea yang diputuskan
mendadak tanpa perawatan pre-operatif yang memadai dan
tanpa direncanakan sebelumnya. Artinya sectio caesarea
dilakukan apabila ibu maupun janin dalam keadaan darurat
misalnya gawat janin, dan lain-lain (Menurut penelitian
Zainuddin, dkk, 2012)
3. Patofisiologi
Janin yang kekurangan O2 sedangkan kadar CO2nya
bertambah, akan menyebabkan muncul rangsangan tehadap
nervus vagus sehingga DJJ menjadi lambat. Timbullah rangsangan
dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya
ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan
intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air
ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi
atelektasis.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti,
denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus otot
neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi dapat
bernafas kembali secara teratur maka bayi mengalami asfiksia
ringan. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang
dalam, denyut jantung teruss menurun disebabkan karena
terjadinya metabolisme anaerob yaitu glikolisis glikogen pada tubuh
yang sebelumnya diawali dengan asidosis respiratorik
karena gangguan metabolisme asam basa, biasanya gejala ini
terjadi pada asfiksia sedang/berat, tekanan darah bayi juga mulai
menurun dan bayi akan terlihat lemas pernafasan makin lama
makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder.
4. Manifestasi klinis
Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Asfiksia ringan (vigorus baby) : skor APGAR 7-10, bayi
dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa
b. Asfiksia ringan (vigorus) : skor APGAR 4-6, pada
pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari
100x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek
iritabilitas tidak ada
c. Asfiksia berat : skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik
ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit, tonus
otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek
iritabilitas tidak ada. Pada asfiksia dengan henti jantung yaitu
jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum
lahir lengkap atau buni jantung menghilang post partum,
pemeriksaan fisik sama pada asfiksia berat.
5. Komplikasi
a. Edema otak, perdarahan otak
b. Hipertensi pulmonal persisten pada neonates, perdarahan paru,
edema paru
c. Hiperbilirubinemia
6. Pemeriksaan diagnostik
a. Analisis gas darah
b. Penilaian apgar skor
Tanda Nilai APGAR skor
0 1 2
Frekuensi Tidak ada Lambat, . 100x/menit
jantung <100x/menit
Usaha nafas Tidak ada Tidak teratur Menangis kuat
Tonus otot Lunglai Beberapa fleksi Gerakan aktif
ekstremitas
Reflex saat jalan Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
nafas
dibersihkan
Warna kulit Biru pucat Tubuh merah Merah muda
muda, seluruhnya
ekstremitas biru
Keterangan:
Nilai 0-3 : asfiksia berat
Nilai 4-6 : asfiksia sedang
Nilai 7-10 : normal
Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan
menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7,
penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai
Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru
lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk  memulai
resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila
bayi tidak menangis.
c. Pemeriksaan EEG dan CT jika sudah terjadi komplikasi
7. Penatalaksanaan
Tindakan resusitasi bayi baru lahir meliputi tahapan ABC, yaitu:
a. Memastikan saluran nafas terbuka
a) Meletakkan bayi dalam posisi yang benar
b) Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
c) Bila perlu memasukkan ET untuk memastikan pernapasan
tebuka
b. Memulai pernapasan
a) Lakukan rangsangan taktil dengan menyentil atau menepuk
telapak kaki bayi. Lakukan penggosokan punggung bayi
secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan
kepala bayi
b) Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
c. Mempertahankan sirkulasi darah
a) Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
kompresi dada
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas:
Umur : terjadi pada bayi baru lahir usia 0 hari disebabkan
karena kondisi partus lama, lilitan tali pusat,
bayi prematur, air ketuban bercampur
mekonium
Jenis kelamin : lebih banyak terjadi pada bayi laki-laki daripada
perempuan terkait dengan perbedaan steroid
gonad in utero sehingga kemampuan fetus laki-
laki mengahadapi sters lebih rendah
b. Keluhan utama: sesak nafas
c. Riwayat penyakit sekarang: frekuensi jantung > 100x/menit,
tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak
ada.
d. Riwayat penyakit dahulu: faktor ibu (perdarahan abnormal,
partus lama, PEB), faktor tali pusat (lilitan tali pusat, tali pusat
pendek, prolapsus tali pusat), faktor bayi (bayi premature,
kelainan bawaan, air ketuban bercampur mekonium)
e. Pola ADL:
Istirahat/aktivitas: tonus otot kurang baik atau baik
Eliminasi: dapat berkemih saat lahir
Nutrisi:-
Personal hiegine: -
f. Pemeriksaan fisik:
B1: dispnea, ada secret, penggunaan otot bantu pernapasan
B2: suhu tubuh dibawah normal
B3: penurunan kesadaran
B4: -
B5: -
B6: kelemahan
2. Diagnosa
1) Ketidakefektifan pola nafas b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
ditandai dengan pernapasan cuping hidung, ortopnea, takipnea,
penggunaan otot bantu pernapasan, dispnea
2) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi
ventilasi ditandai dengan ph arteri abnormal, dispnea, takikardi,
hipoksia, nafas cuping hidung, sianosis
3) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
frekuensi jantung ditandai dengan aritmia, murmur, dispnea,
penurunan nadi perifer, perubahan warna kulit
4) Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah ditandai dengan
klien mengatakan anaknya lemas, konjungtiva anemis, CRT > 3 detik,
kulit pucat, Hb dibawah kisaran normal
5) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penurunan srikulasi oksigen ke otak ditandai dengan penurunan
kesadaran, bradipnea, bradikardi
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
yang ditandai dengan pergerakan kurang aktif, tampak hanya
tidur saja
7) Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan
yang ditandai dengan perilaku gelisah, bingung, kesedihan
yang mendalam, rasa nyeri yang meningkatkan
ketidakberdayaan
3. Intervensi
1) Ketidakefektifan pola nafas b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
ditandai dengan pernapasan cuping hidung, ortopnea, takipnea,
penggunaan otot bantu pernapasan, dispnea
Goal: bayi akan bebas dari ketidakefektifan pola nafas selama
dalam perawatan.
Objective: bayi tidak akan ada hipoventilasi selama dalam
perawatan
Outcome: Dalam waktu 3x24 jam perawatan bayi akan
menunjukkan: tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak
ortopnea, tidak takipnea, tidak penggunaan otot bantu
pernapasan, tidak dispnea
Intervensi:
a) Jelaskan kepada keluarga bayi terkait dengan pola nafas
yang tidak efektif yang terjadi pada pasien
R/ Disebabkan karena kurangya kebutuhan paru akan
oksigen
b) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan
pengisapan lendir
R/ untuk membersihkan jalan nafas
c) Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan
kebutuhan.
R/ guna meningkatkan kadar oksigen yang bersirkulasi dan
memperbaiki status kesehatan Tentukan kebutuhan oral/
suction
d) Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
R/ Terapi oksigen dapat membantu mencegah gelisah bila
klien menjadi dispneu dan ini juga membantu mencegah
edema paru.
e) Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction .
R/ membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien
2) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi
ventilasi ditandai dengan ph arteri abnormal, dispnea, takikardi,
hipoksia, nafas cuping hidung, sianosis
Goal: bayi akan bebas dari gangguan pertukaran gas selama
dalam perawatan.
Objective: bayi tidak akan ada ketidakseimbangan perfusi
ventilasi selama dalam perawatan
Outcome: Dalam waktu 3x24 jam perawatan bayi akan
menunjukkan: tidak ada arteri abnormal, tidak dispnea, tidak
takikardi, tidak hipoksia, tidak ada nafas cuping hidung, tidak
sianosis
Intervensi:
a) Jelaskan kepada keluarga bayi terkait gangguan pertukaran
gas yang terjadi pada bayi
R/ Disebabkan karena tidak seimbangya proses perfusi
ventilasi
b) Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan
produksi sputum.
R/ membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien
c) Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara
dan / bunyi tambahan.
R/ untuk mengetahui efektifitas dari suction.
d) Pantau hasil Analisa Gas Darah
R/ perubahan AGD dapat mencetuskan disritmia jantung.
3) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
frekuensi jantung ditandai dengan aritmia, murmur, dispnea,
penurunan nadi perifer, perubahan warna kulit
Goal: bayi akan bebas dari penurunan curah jantung selama
dalam perawatan.
Objective: bayi tidak akan ada mengalami perubahan frekuensi
jantung selama dalam perawatan
Outcome: Dalam waktu 3x24 jam perawatan bayi akan
menunjukkan: tidak ada aritmia, tidak murmur, tidak dispnea,
penurunan nadi perifer, tidak ada perubahan warna kulit
Intervensi:
1. Jelaskan kepada keluarga terkait perubahan frekuensi
jantung
R/disebabkan karena kurangnya suplai darah yang ke
seluruh tubuh sehingga jantung mengalami perubahan
kontraksi jantung
2. Lakukan tindakan resusitasi jika bayi terus mengalami
penurunan frekuensi jantung dan hanta nafas.
R/sebagai bantuan hidup dasar bagi bayi
3. Observasi TTV, warna kulit, CRT bayi
R/sebagai indikasi untuk mengatahui status perubahan bayi
4) Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah ditandai dengan
klien mengatakan anaknya lemas, konjungtiva anemis, CRT > 3 detik,
kulit pucat, Hb dibawah kisaran normal
Goal: bayi akan bebas dari ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer selama dalam perawatan.
Objective: bayi tidak akan ada mengalami perubahan
konsentrasi hemoglobin dalam darah selama dalam perawatan
Outcome: Dalam waktu 3x24 jam perawatan bayi akan
menunjukkan: tidak ada klien mengatakan anaknya lemas,
konjungtiva anemis, CRT > 3 detik, kulit pucat, Hb dibawah
kisaran normal
Intervensi:
1. Jelaskan kepada keluarga terkait kondisi pucat pasien
R/Disebabkan karena kurangnya suplai darah yang
mengandung Hb ke seluruh tubuh
2. Anjurkan kepada ibu tetap mempertahankan pemberian ASI.
R/ASI memiliki nutrisi yang dapat meningkatkan kondisi
ketahanan tubuh bayi
3. Kolaborasi dalam pemberian tranfusi PRC sesuai dengan
indikasi
R/meningkatkan konsentrasi Hb dalam darah
4. Observasi warna kulit, CRT, TTV dan tekstur kulit pasien
R/Penurunan perfusi mengakibatkan kulit jadi lebih dingin,
dan tekstur kulit berubah
8) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penurunan srikulasi oksigen ke otak ditandai dengan penurunan
kesadaran, bradipnea, bradikardi
Goal: bayi akan bebas dari gangguan perfusi jaringan serebral
selama dalam perawatan.
Objective: bayi tidak akan ada mengalami penurunan srikulasi
oksigen ke otak selama dalam perawatan
Outcome: Dalam waktu 3x24 jam perawatan bayi akan
menunjukkan: tidak tejadi penurunan kesadaran, tidak
bradipnea, tidak bradikardi

Intervensi:
1. Jelaskan kepada keluarga terkait penurunan kesadaran yang
terjadi pada bayi
R/disebabkan karena kurangnya suplai oksigen ke jaringan
otak
2. Kolaborasi dengan pemberian O2 nasal kanul
R/mempertahankan kebutuhan oksigen ke jaringan otak bayi
3. Observasi TTV dan tingkat kesadaran bayi
R/sebagai indikator untuk mengetahui status perubahan bayi
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
yang ditandai dengan pergerakan kurang aktif, tidur terlalu
banyak
Goal: bayi akan bebas dari intoleransi aktivitas selama dalam
perawatan.
Objective: bayi tidak akan ada mengalami kelemahan umum selama
dalam perawatan
Outcome: Dalam waktu 3x24 jam perawatan bayi akan
menunjukkan: tidak pergerakan kurang aktif, tidur terlalu banyak
Intervensi:
1. Jelaskan kepada keluarga terkait pergerakan yang kurang
aktif
R/Disebabkan karena kurangnya suplai oksigen ke jaringan
tubuh sehingga terjadi penurunan kesadaran
2. Penuhi kebutuhan bayi seperti memandikan, menggosok
minyak/jelly gamat dan mengganti popok
R/mencegah terjadinya perkembangan bakteri dan
minyak/jelly gamat dapat mencegah terjadinya dekubitus
3. Observasi kulit bayi dan pergerakan tonus oto bayi
R/sebagai indikator untuk mengetahui status perubahan bayi
6) Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan
yang ditandai dengan perilaku gelisah, bingung, kesedihan
yang mendalam, rasa nyeri yang meningkatkan
ketidakberdayaan
Goal: keluarga tidak akan mengalami ansietas selama dalam
perawatan
Objective: keluarga akan menyesuaikan diri dengan ancaman
pada status kesehatan
Outcomes: dalam waktu 3x24 jam diharapkan keluarga dapat :
Menunjukkan tidak gelisah, tidak bingung, tidak ada kesedihan
yang mendalam, tidak ada nyeri yang meningkatkan
ketidakberdayaan
Intervensi :
1. Jelaskan kepada keluarga terkait penyakit yang diderita
R/ Memberikan pemahaman yang tepat kepada pasien
sehingga dapat menurunkan rasa cemas yang dialami oleh
pasien ataupun keluarga
2. Motivasi keluarga untuk mengidentifikasi dan berpartisipasi
dalam aktifitas yang ia rasa menyenangkan
R/ Untuk membangun rasa kontrol
3. Dengarkan dengan penuh perhatian & kaji pengetahuan
keluarga mengenai situasi yang dialami dan beri dorongan
pada keluarga
R/ Untuk mendiskusikan alasan munculnya ansietas
4. Libatkan keluarga dalam pengambilan keputusan
R/ Untuk membangun rasa kepercayaan
5. Observasi tingkat kecemasan keluarga dan kemampuan
keluarga dalam memperhatikan pasien
R/ Sebagai indikator dalam menentukan tingkat
keberhasilan tindakan
4. Implementasi
Tindakan keperawatan dilakukan dengan mengacuh pada
rencana keperawatan.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah
keperawatan teratasi, teratasi sebagian atau tidak teratasi dengan
mengacu pada kriteria hasil.

DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer, dkk., ( 2000), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica
Aesculpalus, FKUI, Jakarta

Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

Nanda ( Budi Santosa : editor ). 2006. Panduan Diagnosa Nanda 2005-2006 ;


Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC

Price Sylvia A, Wilson Lorraine M., ( 2005 ), Patofisiologi Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume I, Jakarta : EGC

Zainuddin, Wilar, & Mantik. 2012. Hubungan Jenis Persalinan Dengan


Kejadian Asfiksia Neonatorum Di Rsud Prof. R. D Kandou Manado.
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Sam Ratulangi Manado.
Diakses pada tanggal 4 Maret 2016 pukul 19.14.

Anda mungkin juga menyukai