9703-Article Text-19218-1-10-20160313
9703-Article Text-19218-1-10-20160313
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang,
Indonesia
Alamat korespondensi: ISSN 2252-6528
Gedung F1 Lantai 2 FIK Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: agcristapermatakusuma@gmail.com
48
Agcrista Permata Kusuma dan Dyah Mahendrasari Sukendra / Unnes Journal of Public Health 5 (1) (2016)
PENDAHULUAN
Salah satu penyakit menular yang masyarakat dan sosial ekonomi penduduk),
memiliki angka morbiditas dan mortalitas dan agent (Ariati dan Athena, 2014).
tinggi adalah penyakit Demam Berdarah Berdasarkan hasil studi pendahuluan
Dengue (DBD). Penyakit DBD disebabkan yang dilakukan pada Februari 2015,
oleh virus Dengue yang ditularkan melalui berbagai upaya telah dilakukan untuk
gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes mengatasi permasalahan DBD di wilayah
albopictus. Kota Semarang merupakan kerja Puskesmas Kedungmundu. Upaya
wilayah dengan kasus DBD yang tinggi di yang dilakukan diantaranya pelaksanaan
Provinsi Jawa Tengah. Kasus DBD di Kota penyelidikan epidemiologi, pemeriksaan
Semarang tahun 2010-2014 secara jentik nyamuk, pelaksanaan fogging,
berurutan yaitu IR 368,7 /100.000 gerakan 3M plus, dan sosialisasi tentang
penduduk pada tahun 2010, IR DBD kepada masyarakat, tetapi angka
73,87/100.000 penduduk pada tahun 2011, kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas
IR 70,90/100.000 penduduk pada tahun Kedungmundu masih menunjukkan jumlah
2012, IR 134,09/100.000 penduduk pada kasus yang tinggi.
tahun 2013, dan IR 92,43/100.000 Pihak Pengendalian Penyakit
penduduk pada tahun 2014 (Dinkes Kota Bersumber Binatang (P2B2) Puskesmas
Semarang, 2015). Kedungmundu menjelaskan bahwa
Salah satu wilayah endemis penyakit penularan DBD dapat terjadi karena kasus
DBD dengan kasus yang tinggi di Kota tertular dari kasus lain yang sudah terinfeksi
Semarang adalah Kecamatan Tembalang. sebelumnya di wilayah sekitarnya.
Kecamatan Tembalang memiliki 2 Pemantauan yang dilakukan dengan
Puskesmas yaitu Puskesmas Rowosari dan menggunakan tabel serta grafik belum bisa
Kedungmundu. Kejadian DBD di menunjukkan tren dan pola spasial.
Puskesmas Kedungmundu lebih tinggi Berdasarkan informasi tersebut diperlukan
secara signifikan dibandingkan dengan upaya sebagai acuan program dalam
Puskemas Rowosari. Kasus DBD di menentukan kebijakan strategi
wilayah kerja Puskesmas Kedungumundu pengendalian vektor secara efektif dan
selama tahun 2010-2014 secara berurutan efisien. Teknik dan metodologi yang dapat
diantaranya IR 782,4/100.000 penduduk digunakan sebagai upaya acuan program
pada tahun 2010, IR 114,63 pada tahun yang berfungsi untuk analisis kejadian
2011, IR 100,97/100.000 pada tahun 2012, penyakit di permukaan bumi yaitu analisis
IR 259,39/100.000 penduduk pada tahun spasial (Achmadi, 2012:58).
2013, IR 174,69/100.000 penduduk pada Menurut Cromley dan Mc Lafferty
tahun 2014 (Dinkes Kota Semarang, 2015). (2002) dalam Achmadi (2012:58), analisis
Faktor-faktor yang dapat spasial merupakan kemampuan umum
mempengaruhi peningkatan dan untuk menyusun atau mengolah data
penyebaran kasus DBD yaitu faktor host, spasial ke dalam berbagai bentuk yang
lingkungan terdiri atas kondisi geografi berbeda sedemikian rupa sehingga mampu
(cuaca dan iklim) dan kondisi demografi menambah atau memberikan arti baru atau
(kepadatan penduduk, mobilitas, perilaku arti tambahan. Analisis spasial dapat
digunakan untuk melakukan analisis
49
Agcrista Permata Kusuma dan Dyah Mahendrasari Sukendra / Unnes Journal of Public Health 5 (1) (2016)
50
Agcrista Permata Kusuma dan Dyah Mahendrasari Sukendra / Unnes Journal of Public Health 5 (1) (2016)
untuk membuat suatu area penyangga di buffer akan diketahui area yang berpotensi
sekitar objek yang sedang dilakukan untuk terjadinya penularan DBD.
pengamatan. Operasi buffer perlu dilakukan
untuk mengetahui sejauhmana HASIL DAN PEMBAHASAN
kemungkinan penyebaran dan tempat
kejadian kasus DBD. Buffer dibuat di setiap Kepadatan penduduk adalah
titik pada seluruh kelurahan di wilayah jumlah penduduk per satuan unit wilayah
kerja Puskesmas Kedungmundu. Buffering (km2) Jumlah penduduk di wilayah kerja
digunakan untuk mengetahui kemungkinan Puskesmas Kedungmundu pada tiap
penyebaran kasus DBD berdasarkan jarak kelurahan memiliki jumlah yang bervariasi.
terbang nyamuk. Berdasarkan hasil analisis
51
Agcrista Permata Kusuma dan Dyah Mahendrasari Sukendra / Unnes Journal of Public Health 5 (1) (2016)
52
Agcrista Permata Kusuma dan Dyah Mahendrasari Sukendra / Unnes Journal of Public Health 5 (1) (2016)
53
Agcrista Permata Kusuma dan Dyah Mahendrasari Sukendra / Unnes Journal of Public Health 5 (1) (2016)
Hasil dari analisis buffer sebaran lain yang berbatasan dengan wilayah kerja
kejadian DBD berdasarkan kepadatan Puskesmas Kedungmundu. Hubungan
penduduk menunjukkan bahwa pada zona transportasi yang baik antar wilayah
penyebaran kasus DBD radius kurang dari semakin memudahkan penyebaran penyakit
240 meter dapat terjadi hampir menyeluruh ini ke daerah-daerah yang lain (Munsyir
pada bagian wilayah kelurahan yang dan Amiruddin, 2010:8). Hal tersebut dapat
tergolong memiliki angka kepadatan menjadikan potensi penularan kasus DBD.
penduduk yang tinggi. Radius penularan Jadi, meskipun pada sebagian wilayah dari
kasus kurang dari 240 meter yang diambil Kelurahan Jangli, Kelurahan Sambiroto,
dari titik koordinat kasus tersebut bahkan Kelurahan Tandang, dan Kelurahan
sampai melebihi batas administrasi wilayah Mangunharjo termasuk dalam radius >750
kerja Puskesmas Kedungmundu. Analisis meter, yaitu merupakan radius aman untuk
buffer tersebut memang tidak memerhatikan penularan dilihat dari jarak terbang
batasan administrasi tetapi jarak terbang nyamuk, masyarakatnya harus tetap
nyamuk untuk digunakan sebagai jarak waspada DBD.
buffer. Hal tersebut bertujuan untuk Hasil penelitian ini menunjukkan
mengetahui sejauhmana kemungkinan bahwasanya penyakit menular tidak
penyebaran dan tempat kejadian kasus mengenal batas wilayah administrasi. Dua
DBD (Ruliansyah, 2010:19). wilayah berbatasan antar kabupaten pun
Berdasarkan analisis buffer juga yang memiliki masalah penyakit sama
menunjukkan bahwa penularan kasus DBD maka harus melakukan sinkronisasi
yang memungkinkan terjadi pada radius program-program. Hal ini bertujuan untuk
antara 240-750 meter dari titik kasus upaya bersama pemberantasan penyakit
memungkinkan dapat menyebar ke dengan sumber daya masing-masing yang
kelurahan yang memiliki rasio sedang dan dimiliki kabupaten atau kota yang tidak
rendah, dan bahkan keseluruhan wilayah melibatkan sektor kesehatan saja, tetapi
54
Agcrista Permata Kusuma dan Dyah Mahendrasari Sukendra / Unnes Journal of Public Health 5 (1) (2016)
juga melibatkan sektor lain, di luar dinas menunjukkan bahwa semua kelurahan
kesehatan (Achmadi, 2012:55). berpotensi untuk terjadi penularan DBD.
Selain itu, upaya pemberantasan
penyakit sebaiknya memang dilakukan UCAPAN TERIMAKASIH
tidak hanya oleh pemerintah saja,
melainkan keterlibatan atau peran Terimakasih kami sampaikan kepada
masyarakat juga. Upaya yang dapat Kepala Puskesmas Kedungmundu beserta
dilakukan yaitu dengan meningkatkan staff dan Kepala Kecamatan Tembalang
pencegahan dengan peningkatan informasi beserta staff atas ijin dan bantuan yang
DBD kepada masyarakat dan pelaksanaan diberikan dalam pelaksanaan penelitian ini.
3M plus (konsep 3M yaitu menutup,
mengura, dan mendaur ulang. Strategi plus DAFTAR PUSTAKA
dapat dilakukan dengan cara memelihara
Achmadi, Umar Fahmi, 2012, Manajemen Penyakit
ikan pemakan jentik, menabur larvasida,
Berbasis Wilayah, Rajawali Press, Jakarta.
menggunakan kelambu pada waktu tidur, Afira, Fatma dan Muchtaruddin Mansyur, 2013,
memasang kasa, dan diharapkan untuk Gambaran Kejadian Demam Berdarah Dengue di
melakukan pemeriksaan jentik berkala Kecamatan Gambir dan Kecamatan Sawah Besar
sesuai dengan kondisi tempat) dan Jakarta Pusat Tahun 2005- 2009, eJKL, Volume
I, No. 1, April 2013, hlm: 23- 29.
peningkatan pemantauan penyakit dengan Ariati, Jusniar, and Athena Anwar, Model Prediksi
melihat tren kasus dan penyebarannya Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)
secara spasial. Pengetahuan tentang DBD Berdasarkan Faktor Iklim di Kota Bogor, Jawa
sangat penting sebagai upaya pencegahan. Barat, Buletin Penelitian Kesehatan, Volume
42, No. 4, Desember 2014, hlm: 249-256.
Hasil penelitian yang dilakukan Wati, Dwi,
Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2015, Dinas
dan Sri juga menunjukkan bahwa Kesehatan Kota Semarang, Dinas Kesehatan
pengetahua responden tentang DBD Kota Semarang, Semarang.
memiliki hubungan dengan kejadian DBD
di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan Kusumadewi, Sri, dkk, 2009, Informatika Kesehatan,
Graha Ilmu, Yogyakarta.
tahun 2009. Hal tersebut sesuai dengan Munsyir, Mujida Abdul dan Ridwan Amiruddin,
penelitian yang dilakukan oleh Akhmad 2010, Pemetaan dan Analisis Kejadian Demam
Riyadi yang menunjukkan bahwa ada Berdarah Dengue di Kabupaten Bantaeng Provinsi
hubungan antara tindakan PSN DBD Sulawesi Selatan, FKM UNHAS, Makassar.
Puspitasari, Rheni and Irwan Susanto, 2011, Analisis
dengan densitas larva Aedes aegpyti.
Spasial Kejadian Demam Berdarah Dengue di
Sukoharjo Jawa Tengah dengan Menggunakan
SIMPULAN Indeks Moran, Prosiding dengan tema
Matematika dan Pendidikan Karakter dalam
Setelah dilakukan penelitian tentang Pembelajaran, ISBN: 978-979-16353-6-3,
FMIPA UNS, S-8, 3 Desember, 2011, hal: 67-
analisis spasial kejadian DBD di wilayah
77.
kerja Puskesmas Kedungmundu dapat R., Naim M., Spatial-Temporal Analysis for
disimpulkan bahwa pola penyebaran DBD Identification of Vulnerability to Dengue in
menunjukkan pola berkerumun atau Seremban District Malaysia, International
Journal of Geoinformatics, Volume X. No. 1,
clustered terutama pada kelurahan dengan
Maret 2014, hlm: 31- 38.
kepadatan penduduk yang tertinggi. Rahayu, Misti, Tri Baskoro, and Bambang Wahyudi,
Sebaran kejadian DBD berdasarkan Studi Kohort Kejadian Penyakit Demam Berdarah
kepadatan penduduk dengan analisis buffer
55
Agcrista Permata Kusuma dan Dyah Mahendrasari Sukendra / Unnes Journal of Public Health 5 (1) (2016)
56