Anda di halaman 1dari 9

UJPH 5 (1) (2016)

Unnes Journal of Public Health


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph

ANALISIS SPASIAL KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE


BERDASARKAN KEPADATAN PENDUDUK

Agcrista Permata Kusuma , Dyah Mahendrasari Sukendra

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang,
Indonesia

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Puskesmas Kedungmundu merupakan wilayah endemis DBD dengan kasus yang tinggi.
Diterima Juli 2015 Diperlukan upaya dalam menentukan kebijakan strategi pengendalian vektor secara efektif dan
Disetujui Juli 2015 efisien. Analisis spasial dalam SIG dapat digunakan untuk mengetahui pola penyebaran dan
Dipublikasikan Januari daerah potensi penularan DBD. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik
2016 menggunakan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan sampel
________________ wilayah memperhatikan proporsi sampel dengan jumlah sampel 146 responden. Pengambilan titik
Keywords: koordinat menggunakan GPS. Analisis data menggunakan analisis univariat dan analisis spasial.
DHF; Density Population; Hasil perhitungan statistik spasial ANN diperoleh nilai Z-score = -11,054 terdapat pola spasial
Spatyal Analysis kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu. Nilai ANN = 0,52 < 1, artinya pola
____________________ penyebaran kejadian DBD yang terjadi adalah berkerumun. Kesimpulan dalam penelitian ini
sebaran kasus DBD memiliki keterkaitan secara spasial dengan kepadatan penduduk.
Abstract
___________________________________________________________________
Kedungmundu PHC is an endemich region with a high case. Be required to determine policy of vector control
strategies effectively and efficiently. Spatial analsys in GIS can be used to determine the pattern of distribution
and areas of DHF potential transmission. The type this research was analysis descriptive with cross sectional
approach. The sampling technique used a sample area of attention to the proportion of the sample with 146
respondents of total sample. Capturing the coordinates used GPS. Data analisys used univariat and spatial
analisys. Result of ANN obtained a Z-score= -11,054, there was a spatial pattern of dengue cases in
Kedungmundu PHC. ANN value = 0,52 < 1, it meant that the pattern of DHF distribution was clustered.
The conclution of this research was DHF distribution cases has spatial correlation with density population.
© 2016 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 2252-6528
Gedung F1 Lantai 2 FIK Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: agcristapermatakusuma@gmail.com

48
Agcrista Permata Kusuma dan Dyah Mahendrasari Sukendra / Unnes Journal of Public Health 5 (1) (2016)

PENDAHULUAN

Salah satu penyakit menular yang masyarakat dan sosial ekonomi penduduk),
memiliki angka morbiditas dan mortalitas dan agent (Ariati dan Athena, 2014).
tinggi adalah penyakit Demam Berdarah Berdasarkan hasil studi pendahuluan
Dengue (DBD). Penyakit DBD disebabkan yang dilakukan pada Februari 2015,
oleh virus Dengue yang ditularkan melalui berbagai upaya telah dilakukan untuk
gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes mengatasi permasalahan DBD di wilayah
albopictus. Kota Semarang merupakan kerja Puskesmas Kedungmundu. Upaya
wilayah dengan kasus DBD yang tinggi di yang dilakukan diantaranya pelaksanaan
Provinsi Jawa Tengah. Kasus DBD di Kota penyelidikan epidemiologi, pemeriksaan
Semarang tahun 2010-2014 secara jentik nyamuk, pelaksanaan fogging,
berurutan yaitu IR 368,7 /100.000 gerakan 3M plus, dan sosialisasi tentang
penduduk pada tahun 2010, IR DBD kepada masyarakat, tetapi angka
73,87/100.000 penduduk pada tahun 2011, kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas
IR 70,90/100.000 penduduk pada tahun Kedungmundu masih menunjukkan jumlah
2012, IR 134,09/100.000 penduduk pada kasus yang tinggi.
tahun 2013, dan IR 92,43/100.000 Pihak Pengendalian Penyakit
penduduk pada tahun 2014 (Dinkes Kota Bersumber Binatang (P2B2) Puskesmas
Semarang, 2015). Kedungmundu menjelaskan bahwa
Salah satu wilayah endemis penyakit penularan DBD dapat terjadi karena kasus
DBD dengan kasus yang tinggi di Kota tertular dari kasus lain yang sudah terinfeksi
Semarang adalah Kecamatan Tembalang. sebelumnya di wilayah sekitarnya.
Kecamatan Tembalang memiliki 2 Pemantauan yang dilakukan dengan
Puskesmas yaitu Puskesmas Rowosari dan menggunakan tabel serta grafik belum bisa
Kedungmundu. Kejadian DBD di menunjukkan tren dan pola spasial.
Puskesmas Kedungmundu lebih tinggi Berdasarkan informasi tersebut diperlukan
secara signifikan dibandingkan dengan upaya sebagai acuan program dalam
Puskemas Rowosari. Kasus DBD di menentukan kebijakan strategi
wilayah kerja Puskesmas Kedungumundu pengendalian vektor secara efektif dan
selama tahun 2010-2014 secara berurutan efisien. Teknik dan metodologi yang dapat
diantaranya IR 782,4/100.000 penduduk digunakan sebagai upaya acuan program
pada tahun 2010, IR 114,63 pada tahun yang berfungsi untuk analisis kejadian
2011, IR 100,97/100.000 pada tahun 2012, penyakit di permukaan bumi yaitu analisis
IR 259,39/100.000 penduduk pada tahun spasial (Achmadi, 2012:58).
2013, IR 174,69/100.000 penduduk pada Menurut Cromley dan Mc Lafferty
tahun 2014 (Dinkes Kota Semarang, 2015). (2002) dalam Achmadi (2012:58), analisis
Faktor-faktor yang dapat spasial merupakan kemampuan umum
mempengaruhi peningkatan dan untuk menyusun atau mengolah data
penyebaran kasus DBD yaitu faktor host, spasial ke dalam berbagai bentuk yang
lingkungan terdiri atas kondisi geografi berbeda sedemikian rupa sehingga mampu
(cuaca dan iklim) dan kondisi demografi menambah atau memberikan arti baru atau
(kepadatan penduduk, mobilitas, perilaku arti tambahan. Analisis spasial dapat
digunakan untuk melakukan analisis

49
Agcrista Permata Kusuma dan Dyah Mahendrasari Sukendra / Unnes Journal of Public Health 5 (1) (2016)

persebaran faktor risiko yang ditularkan Jenis penelitian yang digunakan


oleh binatang nyamuk vektor. adalah survei deskriptif analitik dengan
Perangkat yang digunakan dalam pendekatan studi cross sectional. Populasi
mengumpulkan, menyimpan, dalam penelitian ini adalah seluruh kasus
menampilkan, dan menghubungkan data DBD yang tinggal di Wilayah Kerja
spasial dari fenomena geografis tersebut Puskesmas Kedungmundu yang terdaftar
yaitu Sistem Informasi Geografi (SIG) dalam laporan penderita DBD Puskesmas
(Achmadi, 2012:58). SIG dapat digunakan Kedungmundu Januari-Desember 2014
untuk memonitor perkembangan penyakit dengan jumlah sebanyak 217 kasus dengan
DBD yang membutuhkan penanganan pengambilan sampel menggunakan sampel
khusus dan cepat (Kusumadewi, dkk, wilayah dengan memperhatikan proporsi
2008:39). sampel sebesar 146 responden. Penelitian
Pendekatan spasial dengan ini dilaksanakan di seluruh kelurahan
penggunaan SIG penting untuk dilakukan dalam wilayah kerja Puskesmas
karena dengan menggunakan analisis Kedungmundu yang terdiri dari 7
dalam SIG dapat diketahui kepadatan kelurahan. Wilayah tersebut meliputi
penduduk dan jentik dengan kekerapan Kelurahan Sendangmulyo, Kelurahan
atau angka kasus DBD (Achmadi, Kedungmundu, Kelurahan Jangli,
2012:20). Hal tersebut sesuai dengan Kelurahan Sendangguwo, Kelurahan
penelitian yang dilakukan oleh M. R., Tandang, Kelurahan Mangunharjo, dan
Naim, et al (2014:31) menunjukkan hasil Kelurahan Sambiroto.
bahwa jarak rata-rata kasus dengan kasus Penelitian ini menggunakan Global
DBD lainnya yaitu kurang dari 55 meter Positioning System (GPS) merk 62s
dengan pola cluster terkonsentrasi pada dua mengumpulkan data primer yaitu titik
area, memiliki nilai ANN sebesar 0, 264, koordinat berdasarkan dengan alamt
dan menjelaskan bahwa area dengan pola responden dalam laporan kasus DBD
cluster tersebut terjadi pada area dengan Puskesmas Kedungmundu tahun 2015.
populasi yang tinggi di Seremban. Analisis dalam penelitian ini menggunakan
Berdasarkan uraian tersebut, analisis univariat dan analisis spasial
penulis termotivasi melakukan dengan menggunakan Average Nearest
penelitian tentang analisis spasial di daerah Neighbor (ANN) and buffering. Pengolahan
endemis DBD dalam upaya pengendalian data secara spasial menggunakan software
DBD. Oleh karena itu penulis melakukan ArcGIS. Merupakan suatu analisis yang
penelitian dengan judul “Analisis Spasial digunakan untuk menentukan pola
Kejadian Demam Berdarah Dengue penyebaran. Nilai Average Nearest Neighbor
Berdasarkan Kepadatan Penduduk”. Pada (ANN) dinyatakan dengan ANN=1 berarti
penelitian ini untuk mengetahui pola kejadian berpola random, ANN<1, berarti
penyebaran kejadian DBD berdasarkan kejadian berkerumun (clustered), ANN>1
kepadatan penduduk dan buffer zone berarti kejadian menyebar (dispersed)
kejadian DBD berdasarkan kepadatan (Puspitasari, Rheni dan Irwan Susanto,
penduduk. 2011: 73-75). ANN dapat menunjukkan
jarak rata-rata antar kasus dan ada atau
METODE tidaknya pola spasial DBD di Puskesmas
Kedungmundu. Buffer adalah suatu analisis

50
Agcrista Permata Kusuma dan Dyah Mahendrasari Sukendra / Unnes Journal of Public Health 5 (1) (2016)

untuk membuat suatu area penyangga di buffer akan diketahui area yang berpotensi
sekitar objek yang sedang dilakukan untuk terjadinya penularan DBD.
pengamatan. Operasi buffer perlu dilakukan
untuk mengetahui sejauhmana HASIL DAN PEMBAHASAN
kemungkinan penyebaran dan tempat
kejadian kasus DBD. Buffer dibuat di setiap Kepadatan penduduk adalah
titik pada seluruh kelurahan di wilayah jumlah penduduk per satuan unit wilayah
kerja Puskesmas Kedungmundu. Buffering (km2) Jumlah penduduk di wilayah kerja
digunakan untuk mengetahui kemungkinan Puskesmas Kedungmundu pada tiap
penyebaran kasus DBD berdasarkan jarak kelurahan memiliki jumlah yang bervariasi.
terbang nyamuk. Berdasarkan hasil analisis

Tabel 1. Data Kepadatan Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu


No. Kelurahan Kepadatan Penduduk Jumlah Penduduk (jiwa)
2
(jiwa/km )
1 Sendangmulyo 7769 6.403
2. Jangli 1852 20.367
3. Kedungmundu 5807 11.106
4. Sendangguwo 14961 21.580
5. Tandang 10216 33.701
6. Sambiroto 3357 8.462
7. Mangunharjo 2837 12.335

Berdasarkan tabel 1 tersebut yang variatif. Kelurahan dengan rasio


menunjukkan hasil bahwa kepadatan kepadatan penduduk yang tergolong tinggi
penduduk tertinggi yaitu pada Kelurahan diantaranya Kelurahan Kedungmundu,
Sendangguwo sebesar 14.961 jiwa/km2, Kelurahan Sendangguwo, Kelurahan
sedangkan untuk kepadatan penduduk Sendangmulyo, dan Kelurahan Tandang.
terendah yaitu di Kelurahan Jangli sebesar Berikutnya, kelurahan yang memiliki rasio
1.852 jiwa/km2. Kepadatan penduduk tiap kepadatan penduduk tergolong sedang yaitu
kelurahan di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Sambiroto dan Kelurahan
Kedungmundu memiliki jumlah yang Mangunharjo, sedangkan kelurahan dengan
variatif antara satu kelurahan dengan kategori rendah rasio kepadatan
kelurahan yang lain. penduduknya hanya pada satu kelurahan
Kepadatan penduduk di wilayah kerja saja yaitu Kelurahan Jangli.
Puskesmas Kedungmundu memiliki jumlah

51
Agcrista Permata Kusuma dan Dyah Mahendrasari Sukendra / Unnes Journal of Public Health 5 (1) (2016)

Berikut peta sebaran kejadian DBD wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu.


berdasarkan kepadatan penduduk di

Gambar 1. Peta Persebaran Kejadian DBD Berdasarkan Kepadatan Penduduk

Peta 1 menjelaskan bahwa distribusi berdasarkan perangkat lunak ArcGIS untuk


dari kejadian DBD di Kedungmundu mengetahui secara spasial pola
terjadi di semua kelurahan di wilayah kerja penyebarannya berdasarkan kepadatan
Puskesmas Kedungmundu. Tabel 2 penduduk.
menjelaskan hasil perhitungan ANN

Tabel 2. Hasil Perhitungan Average Nearest Neighbor Summary


Average Nearest Neighbor Summary
Observed Mean Distance 90,301050 meters
Nearest Neighbor Ratio 0,521802
z-score -11,053892
p-value 0,000000

Berdasarkan analisis statistik spasial perhitungan ANN tersebut juga


ANN berdasarkan perangkat lunak ArcGIS menghasilkan jarak rata-rata antar kasus di
diperoleh hasil output dengan nilai Z-score = wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu
-11,054. Nilai Z-score= -11,054<-2, 58 yaitu 90, 30 meter.
berarti H0 ditolak artinya terdapat pola Kejadian DBD berdasarkan pada
spasial kasus DBD di wilayah kerja peta dalam penelitian ini berkerumun
Puskesmas Kedungmundu. Hasil dari terutama pada kelurahan dengan kepadatan
perhitungan ANN menunjukkan hasil nilai penduduk yang tertinggi yaitu Kelurahan
ANN= 0, 52 < 1, dapat disimpulkan bahwa Sendangguwo sebesar 14.961 jiwa/km2,
pola penyebaran kejadian DBD yang terjadi sedangkan pada kelurahan dengan
di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu kepadatan penduduk yang terendah yaitu
adalah berkerumun/clustered. Berdasarkan Kelurahan Jangli sebesar 1.852 jiwa/km2

52
Agcrista Permata Kusuma dan Dyah Mahendrasari Sukendra / Unnes Journal of Public Health 5 (1) (2016)

menunjukkan sebaran kasus tidak orang lain. Tanpa adanya upaya-upaya


berkerumun berbanding terbalik dengan pencegahan yang memadai, semakin padat
yang terjadi di Kelurahan Sendangguwo. penduduk maka menyebabkan semakin
Penelitian ini mendukung penelitian kondusif perkembangbiakan virus sehingga
terdahulu yang dilakukan oleh Afira dan dapat mengakibatkan terjadinya
Mansyur (2013) yaitu secara statistik peningkatan kasus (Achmadi, 2012;
didapatkan nilai p 0,0001 di Kecamatan Ruliansyah, Totok, and Sugeng, 2011).
Sawah dan Kecamatan Gambir bahwa ada Kepadatan penduduk memerlukan
hubungan yang bermakna antara kepadatan perhatian khusus dari pemerintah
penduduk dengan jumlah kasus DBD di sehubungan dengan kelayakan hidup
kedua kecamatan tersebut. Penelitian ini manusia terutama karena urbanisasi yang
sejalan dengan penelitian yang dilakukan tidak terencana dan terkendali. Oleh sebab
oleh Puspitasari dan Irwan (2011) yang itu, diperlukan informasi tentang distribusi
menunjukkan bahwa pola kejadian DBD di penduduk secara geografis yang
Sukoharjo mempunyai pola cluster. memungkinkan pemerintah untuk
Demikian pula dengan hasil mengatasi masalah kepadatan penduduk.
penelitian yang dilakukan oleh Rahayu, Tri, Informasi tentang kepadatan penduduk
dan Bambang yang menunjukkan bahwa tersebut tentu sangat berpengaruh terhadap
mayoritas yang terkena DBD tinggal di upaya-upaya kepentingan kesehatan
wilayah padat penduduk di Kecamatan (Achmadi, 2012:15).
Sawahan Kota Surabaya. Penelitian juga Berikut di bawah ini peta hasil
selaras dengan penelilitian yang dilakukan analisis buffer kejadian DBD berdasarkan
oleh Setyaningsih dan Dodiet yang kepadatan penduduk, berdasarkan peta
menunjukkan bahwa pola penyebaran tersebut akan diketahui daerah yang
kasus DBD di Kecamatan Karangmalang berpotensi terjadinya penyebaran atau
berkerumun dan ada 4 kluster di Desa penularan DBD berdasarkan jarak buffer
Plumbungan, Desa Kroyo, Desa Guworejo, yang diperoleh dari pertimbangan jarak
Desa Plosokerep, Desa Kedungwaduk, dan terbang nyamuk sepanjang hidupnya dan
Desa Puro. Penyebaran kasus DBD di rata-rata jarak terbang per hari dari nyamuk
Kecamatan Karangmalang terkonsentrasi Aedes aegypti. Rata-rata nyamuk betina Aedes
pada area dengan kepadatan populasi aegypti hidup selama 8-15 hari dan rata-rata
tinggi. nyamuk tersebut dapat terbang 30-50 meter
Faktor kepadatan penduduk per hari. Indikasi umum, nyamuk betina
mempengaruhi proses penularan atau berpindah sekitar 240-750 meter selama
pemindahan penyakit dari satu orang ke hidupnya (Ruliansyah, 2010)

53
Agcrista Permata Kusuma dan Dyah Mahendrasari Sukendra / Unnes Journal of Public Health 5 (1) (2016)

Gambar 2. Peta Daerah Rawan DBD Berdasarkan Kepadatan Penduduk

Hasil dari analisis buffer sebaran lain yang berbatasan dengan wilayah kerja
kejadian DBD berdasarkan kepadatan Puskesmas Kedungmundu. Hubungan
penduduk menunjukkan bahwa pada zona transportasi yang baik antar wilayah
penyebaran kasus DBD radius kurang dari semakin memudahkan penyebaran penyakit
240 meter dapat terjadi hampir menyeluruh ini ke daerah-daerah yang lain (Munsyir
pada bagian wilayah kelurahan yang dan Amiruddin, 2010:8). Hal tersebut dapat
tergolong memiliki angka kepadatan menjadikan potensi penularan kasus DBD.
penduduk yang tinggi. Radius penularan Jadi, meskipun pada sebagian wilayah dari
kasus kurang dari 240 meter yang diambil Kelurahan Jangli, Kelurahan Sambiroto,
dari titik koordinat kasus tersebut bahkan Kelurahan Tandang, dan Kelurahan
sampai melebihi batas administrasi wilayah Mangunharjo termasuk dalam radius >750
kerja Puskesmas Kedungmundu. Analisis meter, yaitu merupakan radius aman untuk
buffer tersebut memang tidak memerhatikan penularan dilihat dari jarak terbang
batasan administrasi tetapi jarak terbang nyamuk, masyarakatnya harus tetap
nyamuk untuk digunakan sebagai jarak waspada DBD.
buffer. Hal tersebut bertujuan untuk Hasil penelitian ini menunjukkan
mengetahui sejauhmana kemungkinan bahwasanya penyakit menular tidak
penyebaran dan tempat kejadian kasus mengenal batas wilayah administrasi. Dua
DBD (Ruliansyah, 2010:19). wilayah berbatasan antar kabupaten pun
Berdasarkan analisis buffer juga yang memiliki masalah penyakit sama
menunjukkan bahwa penularan kasus DBD maka harus melakukan sinkronisasi
yang memungkinkan terjadi pada radius program-program. Hal ini bertujuan untuk
antara 240-750 meter dari titik kasus upaya bersama pemberantasan penyakit
memungkinkan dapat menyebar ke dengan sumber daya masing-masing yang
kelurahan yang memiliki rasio sedang dan dimiliki kabupaten atau kota yang tidak
rendah, dan bahkan keseluruhan wilayah melibatkan sektor kesehatan saja, tetapi

54
Agcrista Permata Kusuma dan Dyah Mahendrasari Sukendra / Unnes Journal of Public Health 5 (1) (2016)

juga melibatkan sektor lain, di luar dinas menunjukkan bahwa semua kelurahan
kesehatan (Achmadi, 2012:55). berpotensi untuk terjadi penularan DBD.
Selain itu, upaya pemberantasan
penyakit sebaiknya memang dilakukan UCAPAN TERIMAKASIH
tidak hanya oleh pemerintah saja,
melainkan keterlibatan atau peran Terimakasih kami sampaikan kepada
masyarakat juga. Upaya yang dapat Kepala Puskesmas Kedungmundu beserta
dilakukan yaitu dengan meningkatkan staff dan Kepala Kecamatan Tembalang
pencegahan dengan peningkatan informasi beserta staff atas ijin dan bantuan yang
DBD kepada masyarakat dan pelaksanaan diberikan dalam pelaksanaan penelitian ini.
3M plus (konsep 3M yaitu menutup,
mengura, dan mendaur ulang. Strategi plus DAFTAR PUSTAKA
dapat dilakukan dengan cara memelihara
Achmadi, Umar Fahmi, 2012, Manajemen Penyakit
ikan pemakan jentik, menabur larvasida,
Berbasis Wilayah, Rajawali Press, Jakarta.
menggunakan kelambu pada waktu tidur, Afira, Fatma dan Muchtaruddin Mansyur, 2013,
memasang kasa, dan diharapkan untuk Gambaran Kejadian Demam Berdarah Dengue di
melakukan pemeriksaan jentik berkala Kecamatan Gambir dan Kecamatan Sawah Besar
sesuai dengan kondisi tempat) dan Jakarta Pusat Tahun 2005- 2009, eJKL, Volume
I, No. 1, April 2013, hlm: 23- 29.
peningkatan pemantauan penyakit dengan Ariati, Jusniar, and Athena Anwar, Model Prediksi
melihat tren kasus dan penyebarannya Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)
secara spasial. Pengetahuan tentang DBD Berdasarkan Faktor Iklim di Kota Bogor, Jawa
sangat penting sebagai upaya pencegahan. Barat, Buletin Penelitian Kesehatan, Volume
42, No. 4, Desember 2014, hlm: 249-256.
Hasil penelitian yang dilakukan Wati, Dwi,
Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2015, Dinas
dan Sri juga menunjukkan bahwa Kesehatan Kota Semarang, Dinas Kesehatan
pengetahua responden tentang DBD Kota Semarang, Semarang.
memiliki hubungan dengan kejadian DBD
di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan Kusumadewi, Sri, dkk, 2009, Informatika Kesehatan,
Graha Ilmu, Yogyakarta.
tahun 2009. Hal tersebut sesuai dengan Munsyir, Mujida Abdul dan Ridwan Amiruddin,
penelitian yang dilakukan oleh Akhmad 2010, Pemetaan dan Analisis Kejadian Demam
Riyadi yang menunjukkan bahwa ada Berdarah Dengue di Kabupaten Bantaeng Provinsi
hubungan antara tindakan PSN DBD Sulawesi Selatan, FKM UNHAS, Makassar.
Puspitasari, Rheni and Irwan Susanto, 2011, Analisis
dengan densitas larva Aedes aegpyti.
Spasial Kejadian Demam Berdarah Dengue di
Sukoharjo Jawa Tengah dengan Menggunakan
SIMPULAN Indeks Moran, Prosiding dengan tema
Matematika dan Pendidikan Karakter dalam
Setelah dilakukan penelitian tentang Pembelajaran, ISBN: 978-979-16353-6-3,
FMIPA UNS, S-8, 3 Desember, 2011, hal: 67-
analisis spasial kejadian DBD di wilayah
77.
kerja Puskesmas Kedungmundu dapat R., Naim M., Spatial-Temporal Analysis for
disimpulkan bahwa pola penyebaran DBD Identification of Vulnerability to Dengue in
menunjukkan pola berkerumun atau Seremban District Malaysia, International
Journal of Geoinformatics, Volume X. No. 1,
clustered terutama pada kelurahan dengan
Maret 2014, hlm: 31- 38.
kepadatan penduduk yang tertinggi. Rahayu, Misti, Tri Baskoro, and Bambang Wahyudi,
Sebaran kejadian DBD berdasarkan Studi Kohort Kejadian Penyakit Demam Berdarah
kepadatan penduduk dengan analisis buffer

55
Agcrista Permata Kusuma dan Dyah Mahendrasari Sukendra / Unnes Journal of Public Health 5 (1) (2016)

Dengue, Berita Kedokteran Masyarakat, Volume


25, No. 4, Desember 2010, hlm:163-170.
Riyadi, Akhmad, Hasanuddin Ishak, dan Erniwati
Ibrahim, 2012, Pemetaan Densitas Larva Aedes
Aegypti Berdasarkan Tindakan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) DBD di Kelurahan
Ballaparang Kecamatan Rappocini Kota Makassar
Tahun 2012, FKM UNHAS, Makassar.
Ruliansyah, Andri, 2010, Perspektif Informasi
Keruangan (Geospasial) dalam Melihat Fenomena
Demam Berdarah Dengue, Aspirator, Volume 2,
No. I, 2010, hlm: 17-22.
Ruliansyah, Andri, Totok Gunawan, and Sugeng
Juwono M, Pemanfaatn Citra Penginderaan Jauh
dan Sistem Informasi Geografi untuk Pemetaan
Daerah Rawan Demam Berdarah Dengue (Studi
Kasus di Kecamatan Pangandaran Kabupaten
Ciamis Provinsi Jawa Barat, Aspirator, Volume
3, No. 2, 2011, hlm: 72-81.
Setyaningsih, Wiwik, and Aditya Setyawan,
Pemodelan Sistem Informasi Geografi (SIG) pada
Distribusi Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Kecamatan Karangmalang Kabupaten
Sragen, Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan,
Volume 3, No. 2, November 2014, hlm: 106-
214.
Wati, Widia Eka, Dwi Astuti, and Sri Darnoto,
Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan Tahun 2009,
Jurnal Vektora, Volume lll, No. 1, hlm: 22-34.

56

Anda mungkin juga menyukai