Anda di halaman 1dari 16

Azwar Asrudin

Thomas Kuhn dan Teori Hubungan Internasional: Realisme sebagai


Paradigma

Azwar Asrudin
The Asrudian Center

Abstract
This writing is the writer’s objections against Peter Van Ness’ claim on realist paradigm. In reference to
Thomas Kuhn’s paradigm shift, Van Ness argued that realism, as what Kuhn would call “normal science” in
international relations theory, is in a crisis because of its inability to explain some anomalies. According to
Van Ness, rampant number of states doing security cooperation is enough to call realism is in a crisis as a
paradigm. Through several cases on international anarchy, the writer argues that realism is still relevant and
worthy to be called a paradigm in Kuhnian category.

Keywords: paradigm, Thomas Kuhn, realism, anarchy, cooperative security

Abstrak
Tulisan ini adalah bantahan penulis atas gugatan Peter Van Ness terhadap paradigma realisme. Dengan
merujuk pada karya Thomas Kuhn tentang pergeseran paradigma, Van Ness berargumen bahwa realisme,
yang disebut oleh Kuhn sebagai “normal science” dalam teori hubungan internasional, berada dalam krisis
karena ketidakmampuannya menjelaskan sejumlah anomali. Menurut Van Ness maraknya kerjasama
keamanan yang terjadi antar negara cukup untuk menyebut realisme berada dalam tahap krisis sebagai
sebuah paradigma. Penulis menolak argumen Van Ness tersebut. Melalui sejumlah contoh kasus anarki
internasional, penulis mengatakan bahwa realisme tetaplah relevan dan layak disebut sebagai paradigma
dalam kategori Kuhnian.

Kata kunci: paradigma, Thomas Kuhn, realisme, anarki, kerjasama keamanan

Indonesian Journal of International Studies (IJIS) 107


Thomas Kuhn dan Teori Hubungan Internasional: Realisme sebagai Paradigma

Pendahuluan berakhirnya Perang Dingin. Pada musim semi


Persoalan besar teoretis dan akademis dalam 1989 New York Times dan International
disiplin Hubungan Internasional (HI) yang Institute for Strategic Studies, George Kennan
masih terus mengemuka hingga saat ini adalah dan George Bush, menyatakan proposisi ini
ketidaksepakatan para ilmuwan HI atas dalam satu dan lain bentuk. Akhir Perang
pertanyaan masih relevankah paradigma Dingin menjadi Kebenaran Mapan dari
realisme digunakan untuk memahami Kemapanan Kebijakan Luar Negeri (the
masalah-masalah internasional setelah Perang Foreign Policy Establishment's Established
Dingin berakhir. Truth).
Dalam artikelnya yang berjudul “No Kedua, endisme menyatakan dirinya
Exit: The Errors of Endism,” Samuel dalam proposisi yang lebih akademik dan
Huntington (The National Interest, 1989) umum bahwa perang di antara negara-negara
mengatakan, di era akhir Perang Dingin (1989) bangsa, atau setidaknya di antara negara-
disiplin HI telah mengalami pergeseran negara bangsa jenis tertentu, telah berakhir.
paradigma yang sangat signifikan. Jika di masa Banyak ilmuwan HI yang merujuk pada
Perang Dingin paradigma deklinisme begitu gagasan mengenai tidak adanya perang di
mendominasi, di masa setelahnya, paradigma antara negara-negara demokratis (Lihat ulasan
endisme justru lebih mengambil peran. Di era Asrudin, 2009: 65-102; Lihat juga Asrudin,
ini, menurut pemahaman paradigma endisme, 2010: 90-102)2 dalam sejarah dan makin
hal yang menjadi masalah-masalah meningkatnya rezim demokratis sejak 1974
internasional telah berakhir, bahwa realisme sebagai bukti bahwa kemungkinan terjadinya
tidak lagi dipandang sebagai paradigma yang perang sangat kecil. Dalam pernyataan yang
paling presisi. berhubungan namun merupakan versi lain
Paradigma endisme itu sendiri dari proposisi ini, Michael Doyle mengatakan
menurut Huntington berkembang dalam tiga bahwa perang mustahil terjadi di antara
tingkatan.1 Pertama, pada tingkatan yang negara-negara liberal (Doyle, 1983: 213).3
paling spesifik, endisme mengelu-elukan

1Penjelasan setelahnya tentang endisme sepenuhnya liberal states not to engage in a war with each other. Peru
mengutip pada tulisan Huntington. Namun pengutipan itu and Ecuador, for example, entered into conflict. But for
penulis berikan tambahan rujukan sebagai penegasan di each, the war came within one to three years after the
dalam bodynote. establishment of a liberal regime, that is, before the
2 Dalam ilmu HI, gagasan ini disebut dengan teori pacifymg effects of liberalism could become deeply
perdamaian demokrasi. Teori ini terinspirasi dari gagasan ingrained. The Palestinians and the Israelis clashed
filsuf Jerman Immanuel Kant mengenai perdamaian frequently along the Lebanese border, which Lebanon
republikan. Dalam buku tipisnya yang berjudul Perpetual could not hold secure from either belligerent. But at the
Peace, Kant mengatakan perdamaian abadi hanya bisa beginning of the 1967 War, Lebanon seems to have sent a
terwujud jika negara-negara bangsa memeluk sistem flight of its own jets into Israel. The jets were repulsed.
politik republikan. Alone among Israel's Arab neighbors, Lebanon engaged
3 Dalam tulisannya Michael W. Doyle mengatakan, “even in no further hostilities with Israel. Israel's recent attack
though liberal states heve become involved in numerous on the territory of Lebanon was an attack on a country
wars with nonliberal states, constitutionally secure that had already been occupied by Syria (and the P.L.O.).
liberal states have yet engage in war with one another.” Whether Israel actually will withdraw (if Syria
Doyle kemudian melanjutkan dalam catatan kakinya withdraws) and restore an independent Lebanon is yet to
“There appear to be some exceptions to the tendency for be determined.”

108 IJIS Vol.1, No.2, Desember 2014


Azwar Asrudin

Terakhir, adalah tingkatan paradigma realis. Mereka masih menaruh curiga satu
endisme yang paling ekstrem. Paradigma ini sama lain. Selain itu, penulis juga
diajukan oleh Francis Fukuyama dalam sebuah menambahkan contoh kasus empiris kondisi
esai yang sangat populer dan kontroversial dunia kekinian yang juga menunjukkan hal
berjudul “The End of History?” dalam edisi yang sama.
Musim Panas jurnal The National Interest Untuk memudahkan ulasan, penulis
(1989). Dalam esainya itu, Fukuyama bukan akan membagi artikel ini berdasarkan urutan
saja merayakan akhir Perang Dingin, bahasan Van Ness. Pertama, penulis akan
melainkan juga “akhir sejarah.” Era ini, kata menjelaskan tentang apa itu paradigma Kuhn.
Fukuyama, merupakan “kemenangan mutlak Kedua, akan dijelaskan juga apa itu paradigma
tak terbantahkan liberalisme ekonomi dan realisme. Ketiga, tentang gugatan Van Ness
politik” dan pudarnya pesona sistem-sistem atas paradigma realisme. Keempat, pembelaan
lainnya yang menjadi musuh liberalisme. realis atas gugatan Van Ness.
Fukuyama menegaskan meski di era “akhir
sejarah” perang masih mungkin terjadi di Apa itu Paradigma
antara negara-negara dunia ketiga yang masih Pada tahun 2012, University of Chicago Press
terjebak dalam proses sejarah. Namun bagi menerbitkan sebuah edisi khusus peringatan
negara-negara maju, Uni Soviet, dan Cina, 50 tahun buku Thomas Kuhn yang sangat
sejarah telah berakhir. berpengaruh, The Structure of Scientific
Yang menarik adalah pendekatan Revolutions. Kuhn yang meninggal karena
endisme ini rupanya hingga kini masih kanker paru pada tahun 1996, merupakan ahli
dianggap sebagai paradigma yang sangat seksi Fisika di Universitas Harvard dan menjadi
bagi sebagian ilmuwan HI. Saking seksinya, terkenal karena karya-karyanya di bidang
paradigma endisme ini kembali dimunculkan sejarah dan ilmu filsafat. Penafsirannya
oleh Peter Van Ness4. Pada tahun 2014, melalui tentang evolusi ilmu pengetahuan dan konsep
konsep “kerjasama keamanan” untuk “pergeseran paradigma” memiliki dampak
mengkritik paradigma realisme. Dengan besar pada pemahaman kita mengenai
merujuk pada karya Thomas Kuhn tentang kehidupan intelektual, baik dalam ilmu fisika
pergeseran paradigma, Van Ness berargumen ataupun ilmu-ilmu sosial (Van Ness, 2014),
bahwa realisme, yang disebut oleh Kuhn termasuk dalam hal ini adalah ilmu HI. Bagian
sebagai “normal science” dalam teori ini akan mengulas secara singkat gagasan
Hubungan Internasional, berada dalam krisis Kuhn mengenai paradigma.
karena ketidakmampuannya menjelaskan Paradigma sebagaimana diketahui
sejumlah anomali. Menurut Van Ness semakin adalah sebuah istilah yang pertama kali
maraknya saling ketergantungan ekonomi dan digunakan oleh Kuhn dalam The Structure
kerjasama keamanan antar negara merupakan of Scientific Revolution (Kuhn, 1989). Apa
indikator penting untuk menyebut realisme yang dimaksud dengan paradigma seperti
sedang berada dalam tahap krisis sebagai yang dipahami Kuhn, menurut Kuntowijoyo,
sebuah paradigma. adalah pada dasarnya realitas sosial itu
Artikel ini sesungguhnya ditulis untuk dikonstruksi oleh mode of thought atau
memberikan tanggapan kritis atas working mode of inquiry tertentu, yang pada
paper Van Ness (2014) yang berjudul “Thomas gilirannya akan menghasilkan mode of
Kuhn and International Relations Theory: knowing tertentu pula (Kuntowijoyo, 2008:
Realism in Crisis.” Tanggapan kritis ini saya 548). Dalam pandangan Immanuel Kant,
utarakan dengan menyebut sejumlah kasus cara mengetahui itu dianggap sebagai skema
empiris, dimana meskipun Perang Dingin konseptual; Marx menamakannya sebagai
telah berakhir, negara-negara rupanya masih ideologi; dan Wittgenstein melihatnya
membingkai dunia dengan cara-cara yang

4Visiting Fellow, Department of International Relations, College of Asia and the Pacific, Australian National
School of International, Political & Strategic Studies, University, <peter.van-ness@anu. edu.au>

Indonesian Journal of International Studies (IJIS) 109


Thomas Kuhn dan Teori Hubungan Internasional: Realisme sebagai Paradigma

sebagai cagar bahasa (Kuntowijoyo, 2008: yang dianut akan membawa periode SN pada
548). tahap krisis. Krisis ini merupakan akumulasi
Secara konseptual paradigma fakta-fakta anomali yang membuat
sesungguhnya memiliki bermacam keabsahan suatu paradigma menjadi goyah.
pengertian. Kuhn sendiri, yang Fakta-fakta anomali ini terkadang muncul
memopulerkan istilah itu telah secara tiba-tiba dan mengejutkan ilmuwan
menggunakan 22 pengertian dari konsep karena berlawanan sama sekali dengan apa
tersebut dengan cara yang berbeda. Namun yang seharusnya terjadi menurut
secara umum, Kuhn mengartikan paradigma paradigma. Misalnya, Kuhn mengemukakan
sebagai model atau pola yang diterima. kasus penemuan baterai elektrik yang
Paradigma juga dapat berarti apa yang terjadi tatkala detektor arus statis gagal
dimiliki bersama oleh anggota-anggota bekerja seperti apa yang seharusnya terjadi
suatu masyarakat ilmiah. Paradigma juga berdasarkan paradigma Franklin. Dengan
memiliki pengertian keseluruhan konstelasi begitu, paradigma tidak mampu
kepercayaan, nilai, teknik yang dimiliki mempertahankan diri karena desakan
bersama oleh anggota-anggota masyarakat akumulasi fakta-fakta anomali yang semakin
tertentu dan menunjukkan sejenis unsur menjadi (Adian, 2002: 88).
dalam konstelasi itu, pemecahan teka-teki Krisis ini memaksa komunitas ilmu
konkret yang digunakan sebagai model atau pengetahuan mempertanyakan kembali
contoh yang kemudian dapat menggantikan secara radikal dasar-dasar ontologis,
kaidah-kaidah yang eksplisit sebagai dasar metodologis, dan nilai-nilai yang selama ini
bagi pemecahan masalah. dipakainya. Karena hal itulah krisis
Menurut Kuhn, paradigma sebagai kemudian mendorong lahirnya paradigma
model atau pola yang diterima dalam suatu baru (P2) yang sama sekali berbeda dengan
masyarakat ilmiah tertentu dan paradigma sebelumnya (P1) (Adian, 2002:
keberadaannya hanya berlangsung selama 89).
masyarakat ilmiah tersebut menerima dan Dalam ilmu HI, satu hal yang
mengakuinya. Jika ditolak, pergantian disepakati oleh hampir semua ilmuwannya,
paradigma menjadi konsekuensi logis baik yang pro ataupun kontra, adalah
perkembangan sains dan pergantian realisme merupakan satu-satunya
paradigma ini dinamakan sebagai revolusi pendekatan yang paling pantas mendapat
ilmiah. Rumus perkembangan revolusioner status paradigma (P1) menurut kategori
itu dibuat oleh Kuhn berdasarkan kerangka Kuhnian. Seorang pospositivis Colin Wight
sebagai berikut: Paradigma 1 – Sains misalnya, pernah mengakui realisme
Normal – Anomali – Krisis – Paradigma 2 sebagai calon kuat pendekatan HI yang bisa
(P1 – SN – A – K – P2). menjadi paradigma paling dominan dalam
Bagi Kuhn, kemajuan ilmu ilmu HI (Wight, 2013: 37). Dan para
pengetahuan akan selalu berawal dari ilmuwan HI telah berulang kali
perjuangan kompetitif berbagai teori untuk mendefinisikan dan menjalankan asumsi-
mendapatkan legitimasi intersubjektif dari asumsi inti (core as asumptions) dari
satu komunitas ilmu pengetahuan. Teori paradigma realisme (pendefinisian ulang
yang memperoleh legitimasi sosial akan mengenai paradigma realisme akan dikupas
tampil sebagai paradigma (P1). Setelah itu, setelah bahasan ini).
paradigma ini pun berjalan tanpa tentangan Akan tetapi, meskipun realisme
dan ilmu pengetahuan memasuki apa yang dinilai sebagai pendekatan terkemuka bagi
disebut oleh Kuhn sebagai Sains Normal status paradigma dalam disiplin HI, ia
(SN). bukanlah calon tunggal paradigma. Para ahli
Namun, Kuhn meyakini bahwa telah menciptakan sejumlah paradigma
kecenderungan ilmuwan untuk alternatif, yang hampir selalu didefinisikan
menyingkirkan fakta-fakta (anomali) yang bertentangan dengan realisme (Schmidt,
tidak sesuai dengan paradigma dominan 2013: 10). Van Ness adalah salah satu ahli

110 IJIS Vol.1, No.2, Desember 2014


Azwar Asrudin

yang dimaksud dan gigih dalam menggugat ekonomi, konsep-konsep mengenai


paradigma realisme. Gugatan Van Ness ini legitimasi politik tunduk pada evolusi
menunjukkan seakan-akan realisme sedang sejarah, hubungan internasional justru tidak
memasuki tahap krisis (K) dan lahirlah demikian, sejarah selalu dianggap
paradigma baru (P2) yang berbeda sekaligus selamanya identik dengan dirinya sendiri:
bertentangan dengan paradigma realisme “Perang adalah Abadi” (Fukuyama, 2003:
(P1). 374).
Pandangan pesimistis mengenai
Paradigma Realisme hubungan internasional ini telah memberi
Seperti yang pernah dikatakan Francis suatu formulasi sistematis yang berjalan
Fukuyama (2003) bahwa politik dan dalam berbagai julukan tentang “realisme,
hubungan internasional adalah masalah real politik, atau politik kekuasaan”.
evolusi sejarah. Ke arah mana angin sejarah Realisme, baik secara sadar disebut dengan
bergerak, di situ kita akan menemukan teka- nama itu atau tidak, adalah kerangka yang
teki sejarah yang kontradiktif dan dialektis. dominan dalam memahami hubungan
Mereka yang optimis tentang jalannya internasional, dan secara virtual telah
sejarah dunia tentu akan mengikuti pola- membentuk pemikiran mengenai setiap
pola historis yang tergambar dalam tradisi kebijakan luar negeri profesional saat ini di
filsafat idealisme Hegel dalam bingkai Amerika Serikat dan tempat-tempat lain di
“Pertempuran Jena”, 5 sementara bagi dunia (Fukuyama, 2003: 374), terutama
mereka yang pesimis, pola-pola historis sejak Thucydides, Machiavelli, Hobbes,
yang tergambar cenderung mengikuti tradisi Carr, Morgenthau, dan Waltz membahas
filsafat realisme politik Thucydides dalam masalah ini di dalam karya-karyanya.
bingkai “Perang Peloponnesia”. 6 Dengan Realisme politik ketika menganalisis
demikian, perjalanan sejarah dunia adalah hubungan internasional selalu mendasarkan
perjalanan sejarah yang dialektis, sulit pandangan mereka pada realitas, pada apa
untuk mereka-reka ke arah mana angin yang ada, dan bukan pada apa yang
sejarah akan bergerak: akankah mengarah seharusnya, seperti yang diklaim oleh kaum
pada kemajuan (endisme) atau pada idealisme politik. Di dunia nyata, menurut
kemunduran (deklinisme). kaum realis, konflik sudah diambang pintu
Teori mainstream dalam ilmu karena sifat kekerasan yang melekat di
ekonomi dan sosiologi, selama berabad- dalam diri manusia dan karena jalan yang
abad yang lalu, telah dan terus berjuang dipilih oleh penduduk dunia lebih tertarik
dengan problem sejarah dan perubahan untuk mengorganisasikan bentuk negara
sejarah. Namun, para teoretisi hubungan yang berdaulat dan independen yang
internasional bertradisi filsafat realisme cenderung tidak menghormati otoritas di
justru berbicara seolah-olah sejarah tidak luar atau di atas negaranya. Pemikiran kaum
eksis, misalnya, seolah-olah perang dan realis dengan demikian berlandaskan pada
imperialisme adalah aspek permanen dari pencarian kekuatan dan dominasi yang
cakrawala manusia. Sementara seluruh berasal dari sifat manusia sebagai alasan
aspek yang lain dari lingkungan sosial dasar bagi konflik (Sorensen, 2003: 205).
manusia seperti agama, keluarga, organisasi

5 “Akhir Sejarah” bagi Hegel terjadi pada 1806. Saat itu 6 Lain lagi dengan Thucydides. Menurutnya Perang
Hegel melihat penaklukan monarki Prusia (Jerman) oleh Peloponnesia menandai sejarah gelap manusia. Dalam
Napoleon dalam Pertempuran Jena sebagai kemenangan pengertian realisme politik, Perang Peloponnesia
cita-cita Revolusi Perancis dan universalisasi bentuk mengindikasikan kehausan manusia pada kekuasaan
negara yang merangkum asas kebebasan dan persamaan politik untuk mendominasi lainnya. Itulah mengapa
bagi seluruh umat manusia. Thucydides mengatakan “Sejarah Gelap Manusia Akan
Terus Berulang”.

Indonesian Journal of International Studies (IJIS) 111


Thomas Kuhn dan Teori Hubungan Internasional: Realisme sebagai Paradigma

Mereka juga cenderung menjadi ataupun Thomas Hobbes akan melihat hal
determinis dan yakin bahwa ada kekuatan- yang sama ketika dihadapkan pada masalah-
kekuatan kausal yang berada di luar masalah dunia. Akan selalu ada yang
kemampuan manusia—ada hukum-hukum namanya perasaan ketidakamanan. Tidak
obyektif yang menjadikan pola-pola tingkah semua negara atau pelaku dapat sama-sama
laku tertentu pasti berlaku, tidak dapat aman selama belum tercapai dunia yang
dihindarkan, terutama sekali dalam bebas dari ancaman dan permusuhan”
hubungan internasional. Ini berarti bahwa (Hoffman, dalam Bertram, 1988: 130).
kaum realis tidak begitu yakin pada Pertanyaannya adalah, mengapa
kemampuan akal pikiran manusia untuk kaum realis begitu pesimis terhadap kondisi
mencari pemecahan-pemecahan jitu politik internasional? Mengapa kaum realis
terhadap masalah-masalah yang begitu meyakini ancaman keamanan,
dihadapinya. Secara demikian realisme konflik, dan anarki menjadi hal yang mutlak
politik mengandung unsur-unsur dan akan terus berlangsung selama negara
oportunisme dan menekankan pada masih menjadi unit politik yang
ekspediensi dalam arti sangat terpengaruh independen? Menurut Vioti dan Kauppi,
oleh lingkungan yang ada dan mengambil setidaknya ada empat hal pokok yang bisa
langkah-langkah yang paling pragmatis menjawabnya (Viotti & Kauppi, 1999: 6-7;
dalam memecahkan masalah, sungguhpun dan Andre Pareira, 1999: 102-104).
langkah-langkah itu tidak benar untuk Pertama, negara dipandang sebagai pelaku
jangka waktu yang panjang. utama sekaligus pelaku terpenting (state are
Realis juga beranggapan bahwa the principal or most important actors).
prinsip-prinsip moral tidak dapat Dalam asumsi ini, negara dipandang sebagai
diterapkan untuk memahami perilaku unit utama dalam analisis, baik ketika orang
politik negara. Sebagaimana yang membahas masyarakat politik zaman
dinyatakan oleh Morgenthau, bahwa Yunani Kuno (polis) maupun analisis
“realisme politik tidak memerlukan masyarakat politik modern (nation state),
pembenaran moral, akan tetapi ia dan studi HI adalah studi hubungan di
memerlukan pembedaan yang tajam antara antara unit-unit masyarakat politik. Seorang
apa yang dikehendaki dan apa yang realis yang menggunakan konsep sistem,
mungkin, antara apa yang diharapkan di mendefinisikan terminologi sistem dalam
mana pun kapan pun” (Morgenthau, 1985: pengertian sistem internasional yang
7). Kalangan realis juga menolak penerapan melibatkan negara sebagai elemen-elemen
prinsip-prinsip moral dalam analisis politik dalam sistem tersebut. Elemen-elemen lain
internasional karena perbedaan mendasar bukan negara di dalam sistem internasional,
antara politik internasional dan politik seperti organisasi internasional,
domestik. Di tingkat domestik terdapat multinational coorperation, transnational
otoritas-otoritas berkuasa yang dapat groups juga merupakan aktor, tetapi
mengatur moralitas individu, sementara di perannya kurang penting dibandingkan
dunia internasional tidak ada otoritas negara.
berkuasa yang dapat mengatur kehidupan Kedua, negara dipandang sebagai
negara karena hubungan antar negara kesatuan aktor (state is viewed as a unitary
berlangsung dalam lingkungan yang actor). Untuk tujuan analisis, seorang realis
anarkis. melihat negara ibaratnya sesuatu mahkluk
Karena itulah, seorang yang sangat yang terbungkus oleh sel-sel kehidupan yang
liberalis pun, seperti Stanley Hoffman, keras (as being encapsulated by
bahkan mengatakan bahwa “dalam suatu metaphorical hard sell). Sebuah negara
masyarakat anarkis dari bangsa-bangsa berhadapan dengan dunia luar yang juga
yang hidup dalam keadaan ‘tidak damai’ merupakan suatu unit yang terintegrasi.
atau ‘keadaan perang’, semua yang Dalam pengertian ini negara dilihat sebagai
bergantung pada pandangan John Locke otoritas tertinggi, yang perwujudannya oleh

112 IJIS Vol.1, No.2, Desember 2014


Azwar Asrudin

pemerintah, dan pemerintah adalah perlindungan terhadap tindakan


representasi negara yang menyuarakan pelanggaran wilayah perbatasan. Oleh
dengan satu suara yang sama untuk karena itu, power adalah konsep kunci.
kepentingan negara secara keseluruhan. Dalam kacamata realis, keamanan militer
Sehingga apabila terjadi sesuatu di dalam dan isu-isu strategis tergolong kepentingan
sistem negara yang berhubungan dengan utama dan mengacu pada kategori politik
lingkungan di luar negara, negara berbobot tinggi (high politics), sedangkan
(pemerintah) melakukan intervensi untuk ekonomi dan isu-isu sosial dilihat oleh kaum
mengambil suatu tindakan, peran aktor non- realis sebagai hal yang biasa, kurang penting
negara yang berbeda pandangan dengan atau mempunyai bobot politik yang rendah
negara (pemerintah) diarahkan untuk (low politics).
kepentingan kebijaksanaan yang terpusat Meskipun keempat pandangan di
dan dikontrol oleh negara. atas merupakan prinsip umum dari
Ketiga, negara secara esensial realisme, namun realisme bukanlah teori
diasumsikan sebagai aktor yang rasional tunggal. Realisme dapat dikelompokkan lagi
(state is essentially a rational actor). menjadi dua pendekatan, yaitu “realisme
Asumsi ini berhubungan dengan proses klasik” dan “neo-realisme.” Tak hanya itu,
pembuatan keputusan politik luar negeri, neo-realisme pun dibagi lagi menjadi dua
yang seharusnya mencakup perumusan varian: defensif dan ofensif. Penganut
tujuan, pertimbangan-pertimbangan paham realisme klasik seperti Hans J.
alternatif dalam pengertian ketersediaan Morgenthau percaya bahwa negara, seperti
kapabilitas negara, pertimbangan halnya manusia, memiliki hasrat yang tak
kemungkinan berbagai macam alternatif pernah terpuaskan untuk mendominasi
yang bisa digunakan dengan disertai yang lainnya dan pada akhirnya membawa
pertimbangan keuntungan dan kerugian mereka pada peperangan.
untuk masing-masing alternatif yang Sebaliknya, neo-realis defensif yang
digunakan. Asumsi ini juga dimapankan oleh Kenneth Waltz, justru
memperhitungkan bahwa unsur mengabaikan sifat alamiah manusia dan
kemanusiaan dari para pembuat keputusan memfokuskan analisisnya pada dampak
yang mungkin saja menimbulkan persepsi yang dihasilkan sistem internasional. Bagi
yang salah tentang lingkungan yang Waltz (1979), sistem internasional terdiri
dihadapi yang bisa mengarahkan politik luar dari sejumlah kekuatan besar, yang masing-
negeri tidak sesuai dengan tujuan. masing berusaha untuk bertahan karena
Keempat, keamanan nasional sistem berjalan secara anarkis (suatu
merupakan isu utama dan menempati kondisi yang dihasilkan karena tidak adanya
tempat teratas di samping isu-isu lainnya otoritas sentral yang dapat mengaturnya).
(national security is on top of the list within Di dalam kondisi yang anarkis seperti itu,
the hierarchy of international issue) setiap negara akan mempertahankan dirinya
sehingga aspek militer dan isu-isu politik sendiri. Untuk itu, kata Waltz, kondisi ini
yang berhubungan dengan masalah telah memaksa negara-negara lemah
keamanan nasional mendominasi menjadi berupaya untuk mengimbangi
perpolitikan dunia. Seorang realis juga negara-negara yang kuat. Sejalan dengan
biasanya memusatkan perhatiannya pada Waltz, seorang neo-realis ofensif John J.
potensi konflik yang ada di antara aktor Mearsheimer (2001), mengatakan bahwa
negara, dalam rangka memperhatikan atau struktur sistemlah yang menentukan
menjaga stabilitas internasional, bagaimana negara berperilaku, bagaimana
mengantisipasi kemungkinan kegagalan cara mereka memandang satu sama lain dan
upaya penjagaan stabilitas, ini bisa berakibat pada apa yang disebut
memperhitungkan manfaat dari tindakan dengan anarki internasional.
paksaan sebagai salah satu cara pemecahan Akan tetapi Waltz dan Mearsheimer
terhadap perselisihan, dan memberikan memiliki perbedaan pandangan dalam

Indonesian Journal of International Studies (IJIS) 113


Thomas Kuhn dan Teori Hubungan Internasional: Realisme sebagai Paradigma

menjelaskan tujuan negara. Mearsheimer, Gugatan Van Ness


misalnya, percaya bahwa setiap negara akan Secara tegas Van Ness menggugat semua
berupaya untuk menjadi kekuatan hegemon pandangan paradigma realisme di atas.
dan lebih agresif daripada yang dibayangkan Menurut Van Ness, dunia tidak lagi bekerja
oleh Waltz. Tujuan negara menurut dalam kerangka pemikiran realis.
Mearsheimer adalah untuk mendominasi Karenanya, Van Ness meyakini paradigma
seluruh sistem, dan menjadi pihak yang realisme sedang mengalami krisis yang
berkuasa di kawasan dunia (Kreisler, disebabkan oleh semakin banyaknya
2002). 7 Jika anda adalah yang terbesar, anomali yang dihadapi dunia pada era
tidak akan negara manapun yang berani kekinian: negara-negara kini lebih memilih
menentang anda karena anda begitu strategi win–win daripada strategi zero-
berkuasa. Ambillah belahan bumi Barat sum dalam menyelesaikan perselisihan;
sebagai contoh, di mana AS sejauh ini negara-negara juga saat ini telah
merupakan negara yang paling berkuasa di menunjukkan keharmonisannya karena
kawasan ini. Di kawasan itu, tidak akan ada mereka merasa saling membutuhkan dan
negara seperti Kanada, Guetamala, Kuba, tergantung satu sama lain; dan yang paling
ataupun Meksiko yang akan berpikir untuk penting menurut Van Ness adalah kegagalan
berani melawan atau berperang dengan AS realisme untuk memberikan penjelasan
karena kekuatan AS terlalu besar bagi tentang munculnya pendekatan “Kerjasama
mereka. Berbeda dengan Waltz. Keamanan.”
Menurutnya, pandangan Mearsheimer itu Untuk yang pertama, Van Ness
tidak tepat. Karena dengan menjadi begitu mengambil contoh kasus senjata nuklir.
berkuasa, dan ketika suatu negara bergerak Hampir semua negara paling kuat di dunia,
ke arah sana, negara lain pasti akan kecuali Jerman dan Jepang (dua negara
berupaya untuk mengimbangi dan yang dikalahkan dalam Perang Dunia
melawannya. Kedua), memiliki senjata nuklir. Menurut
Meski ada perbedaan pandangan Van Ness, perang besar di antara mereka
dalam hal keutamaan unit analisis dan sangat tidak mungkin terjadi dilihat dari
tujuan negara dari varian-varian realisme di alasan atau perspektif rasional manapun.
atas, secara prinsip mereka menyepakati Mengapa demikian? Karena perang nuklir
satu hal bahwa sistem politik internasional pastinya tidak akan dimenangkan oleh pihak
akan selalu berjalan secara anarkis manapun dan perang ini hanya akan
dikarenakan memang tidak adanya otoritas menjadi ajang bunuh diri masal di antara
tunggal (baca: LBB atau PBB) yang bisa mereka. Fakta ini, Van Ness kembali
membuat dunia menjadi jauh lebih mengutarakan, telah menyadarkan para
harmonis. pembuat kebijakan luar negeri Amerika

7 Penting untuk dicatat: agar tidak salah menafsirkan berbagai kawasan di seluruh dunia. Dengan kata lain, AS
maksud Mearsheimer mengenai tujuan negara untuk tidak akan mungkin memerangi Asia dan menaklukan
mendominasi atau menghegemoni seluruh sistem adalah sebagian besar wilayah Asia. Jika ingin melakukan
hanya menjadi “dominan atau hegemon secara regional penaklukan semacam itu, AS harus melibatkan proyeksi
dan bukan global.” Karena menurut Mearsheimer luas kekuasaan di seluruh parit raksasa yang disebut Samudera
dunia terlalu besar dan terdapat proyeksi kekuasaan besar Pasifik dan hal itu tentunya tidak akan mungkin terjadi.
yang dihubungkan dengan perairan yang memisahkan

114 IJIS Vol.1, No.2, Desember 2014


Azwar Asrudin

Serikat dan Uni Soviet ketika terjadinya Untuk itu, Van Ness menawarkan
krisis rudal Kuba pada 1962. Padahal waktu paradigma alternatif hubungan
itu mereka berada di ambang bencana internasional mengenai “kerjasama
perang nuklir. Oleh karena itu, kedua negara keamanan” yang menurutnya bisa
superpower tersebut kini lebih memilih menjelaskan perkembangan internasional
bekerjasama dalam pengendalian senjata secara lebih baik daripada paradigma
yang dirancang untuk membatasi bahaya realisme. Paradigma “kerjasama keamanan”
senjata nuklir. 8 ini menurut Van Ness bisa menjelaskan
Van Ness meyakini bahwa sejumlah anomali dari paradigma realis,
pengalaman krisis rudal Kuba menunjukkan seperti perubahan iklim, proliferasi nuklir,
tidak ada definisi yang masuk akal mengenai pembangunan berkelanjutan, dan
“kepentingan nasional” dari negara besar manajemen krisis ekonomi global.
pemilik senjata nuklir (AS, Russia, dan Pendekatan “kerjasama keamanan” ini
China) yang bisa membenarkan sebuah lebih menyerukan negara-negara untuk
kebijakan untuk saling memerangi satu membangun hubungan yang saling
sama lain. Dengan demikian, tidak mungkin menguntungkan dengan musuh-musuh
bagi AS dan China berperang untuk kasus potensialnya, daripada berinvestasi untuk
Taiwan atau berperang untuk persiapan-persiapan militer yang akan
memperebutkan pulau di Laut Cina Selatan digunakan untuk memerangi mereka. Asumsi
dengan menggunakan senjata nuklir. dasar yang menggarisbawahi pendekatan
Selain soal nuklir, Van Ness juga alternatif ala Van Ness ini adalah persepsi
melihat terjadinya krisis paradigma ancaman telah berubah. Jika kaum tradisional
realisme oleh karena adanya saling berfokus pada ancaman militer, pendekatan di
ketergantungan dalam hubungan antar era kekinian lebih cenderung kepada
negara. Sebagai contoh, Anda tidak bisa kerjasama keamanan.
berhasil dalam membangun perjanjian Dalam hubungannya dengan
perdagangan bebas dengan menerapkan keamanan ekonomi, misalnya, anarki tidak
strategi zero-sum karena negara-negara lain lagi menjadi pilihan karena saat ini negara-
tentunya tidak akan ikut untuk bergabung. negara telah menjadi tergantung satu sama
Rangsangan agar banyak pihak bisa lain. Van Ness juga menyebut contoh
berpartisipasi dalam perdagangan mengenai kesehatan publik–bagaimana
internasional adalah dengan strategi win– sebuah negara secara sendirian dapat
win. Contoh lain yang juga menurut Van melindungi warga negaranya dari penyakit
Ness bisa menggeser paradigma realisme ini pandemik seperti flu burung H5N1 (atau kini
terkait dengan adanya masalah pada konsep H7N9)? Perlawanan terhadap terorisme juga
kemandirian. AS, misalnya, tidak akan bisa merupakan contoh lain yang disebutkan Van
menghadapi krisis keuangan 2008 jika Ness. Van Ness juga menunjuk pada pencarian
berpegang pada kemandirian (self-help). kelangsungan energi. Meski pencarian energi
Washington harus mendapatkan banyak bisa menyebabkan persaingan dan mungkin
bantuan dari rekan-rekannya di OECD, dan konfrontasi antarnegara, namun dalam banyak
meraih kerjasama sebanyak mungkin kasus, Van Ness meyakini pemerintah negara-
dengan China, agar bisa menghindari negara justru menitikberatkan pada kerjasama
terjadinya depresi global. yang lebih bermanfaat.

8 Menurut catatan penulis, sejak tahun 1968-2002, Missile Treaty (1972), Strategic Arms Limitation Talk II
setidaknya terdapat 9 perjanjian yang telah disepakati oleh (1979), Intermediate Range Nuclear Forces Treaty
Amerika Serikat dan Uni Soviet/Rusia untuk melakukan (1987), Strategic Arms Reduction Talks I (1991),
pengawasan dan pelucutan senjata, antara lain Strategic Arms Reduction Talks II (1993),
Nonproliferation Treaty (1968), Outer Space Treaty (1967), Comprehensive Test Ban Treaty (1996), dan Strategic
Strategic Arms Limitation Talk I (1972), Antiballistic Offensive Reduction Treaty (2002).

Indonesian Journal of International Studies (IJIS) 115


Thomas Kuhn dan Teori Hubungan Internasional: Realisme sebagai Paradigma

Diakhir bahasannya mengenai


kerjasama keamanan, Van Ness juga Pembelaan Realis
memberikan contoh lainnya pada pidato Pada bagian ini, penulis akan membahas
presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pembelaan realis atas gugatan Van Ness.
dalam Shangri-La Dialogue, 1 Juni 2012. Penulis akan memberikan sejumlah contoh
Menurut Van Ness, Presiden SBY telah kasus empiris yang jauh lebih kuat secara
memberikan contoh bagus tentang apa yang argumen dari Van Ness.
dimaksud dengan Kerjasama Keamanan. Saat Sebagaimana diketahui, realisme
itu tema yang diangkat SBY adalah “kerjasama adalah suatu upaya untuk menggambarkan
geopolitik”. Dengan membandingkan sejarah situasi politik internasional itu berjalan secara
masa lalu kesepuluh anggota ASEAN dengan anarkis. Dalam gejala ilmu sosial mungkin saja
masa kini, SBY mengatakan bahwa: terjadi suatu anomali seperti yang telah
disinggung oleh Van Ness, dimana politik
“There is no war in Southeast Asia and, internasional ternyata berjalan dengan aman
in contrast with the past, ASEAN states tanpa adanya ketegangan, konflik, ataupun
are in charge of regional affairs. Trade perang. Dengan begitu realisme patut
barriers between ASEAN states are dipertanyakan keabsahan paradigmanya.
down, and connectivity is increasing. Namun, seperti ditunjukkan oleh Kuhn,
We have decisively moved on from a kejadian-kejadian yang menyimpang
region of conflict and division, to a (anomali) ini tak serta merta bisa
region of peace, progress and menggugurkan suatu paradigma (Huntington,
cooperation.” 1993: 187). Ketika Perang Dingin berakhir kita
mendapati bahwa situasi politik internasional
SBY juga menambahkan bahwa “untuk tetap berjalan secara anarkis. Prediksi
pertama kalinya dalam sejarah, hubungan paradigma endisme tentang perdamaian di era
antara kekuatan-kekuatan besar juga berjalan Pasca Perang Dingin ternyata salah. Krisis
dengan penuh perdamaian, kestabilan dan Teluk yang berujung pada invasi Amerika
saling bekerjasama.” Untuk itu, SBY kembali Serikat terhadap Irak adalah bukti nyata
mengutarakan bahwa: kegagalan paradigma endisme mempediksi
situasi politik internasional.
“We have the opportunity to build a Dengan begitu dapat dikatakan bahwa
durable architecture for peace in our berakhirnya Perang Dingin, struktur dasar
region. This architecture can be more sistem internasional sebagian besar tidak
durable, and more peaceful, than at any mengalami perubahan. Negara masih menjadi
regional order in previous decades or aktor penting politik internasional dan terus
centuries … Both the US and China have bekerja dalam sistem yang anarkis. Sangat sulit
an obligation not just to themselves, but untuk menemukan seorang ahli yang berani
to the rest of the region to develop mengatakan bahwa PBB atau institusi
peaceful cooperation … the relations of internasional lainnya dapat memaksakan
major powers are not entirely up to pengaruhnya terhadap negara-negara
them. Middle and smaller powers too berkekuatan besar atau memungkinkan untuk
can help lock the major powers into this dapat memiliki pengaruh tersebut di masa
durable architecture.” yang akan datang (Mearsheimer, 1994/95: 5-
49), karena kedaulatan negara belum juga
Asumsi dasar yang menggarisbawahi berakhir.
paradigma alternatif Van Ness ini adalah Apabila sistem internasional tidak
pemahaman tentang keamanan negara telah mengalami perubahan selama tahun 1990,
berubah. Bila dulu kaum tradisional realis kita tidak dapat berharap bahwa perilaku
berfokus pada ancaman keamanan, kini negara di abad baru ini akan jauh berbeda dari
negara-negara lebih tertarik pada kerjasama apa yang berlaku di abad sebelumnya. Pada
keamanan. kenyataannya, terdapat bukti berlimpah yang

116 IJIS Vol.1, No.2, Desember 2014


Azwar Asrudin

menunjukkan bahwa negara masih mengakui bahwa kekuasaan politik tetap hidup
memperjuangkan kekuasaan dan siap di kawasan tersebut. Pemerintah Jepang,
berkompetisi untuk mendapatkan kekuasaan misalnya, mempersepsikan bahwa jika
tersebut di masa yang akan datang. Sejarah ekonomi dan politik China terus berkembang
juga masih memperlihatkan bahwa kompetisi selama beberapa dekade ke depan, mungkin
memperjuangkan kekuasaan bisa kompetisi keamanan di kawasan ini akan
menjerumuskan negara pada perang dan tidak semakin membahayakan, khususnya bagi
berhenti meski Uni Soviet runtuh. China dan negara tetangganya, termasuk AS.
Amerika Serikat, misalnya, tercatat Bahkan Thomas J. Christensen (1996: 37)
telah melakukan peperangan dengan dua menyebut China sebagai, “the high church of
negara yang relatif lebih lemah sejak akhir realpolitic in the post-cold war”. Satu lagi
Perang Dingin, yaitu dengan Irak (1991) dan bukti terbaik bahwa kekuasaan politik masih
Kosovo (1999). AS juga hampir saja berperang relevan di kawasan NEAsia adalah AS telah
dengan Korea Utara (Korut) pada 1994. mengirimkan seratus ribu pasukan di kawasan
Bahkan kedua kandidat presiden (George W. ini dan berencana menempatkan pasukan
Bush dari Republik dan Al Gore dari tersebut untuk jangka waktu yang lama. Jika
Demokrat) pada kampanye presiden tahun NEAsia adalah zona perdamaian, pasukan AS
2000 telah merencanakan untuk seharusnya tidak perlu lagi ditempatkan di
menghabiskan lebih banyak anggaran negara sana, dikirim pulang, dan dimobilisasikan
untuk Pentagon. Jadi, tidak ada alasan bagi untuk menghemat pajak yang dibayar oleh
ilmuwan penentang realis untuk mengatakan masyarakat AS. Singkatnya, NEAsia tetap
bahwa negara tidak lagi peduli tentang merupakan kawasan yang secara potensial
keamanan mereka (Mearsheimer dalam berbahaya, di mana kompetisi keamanan di
Brecher & Harvey, 2002: 26).9 kawasan ini tetap merupakan masalah serius
Selain itu, wilayah Asia Selatan dan dalam politik internasional.
Teluk Persia adalah contoh bagus pembelaan Joseph Nye (1990: 90-102), arsitek
realis. Di wilayah Asia Selatan, terdapat bom utama kebijakan luar negeri AS di NEAsia pada
yang sewaktu-waktu bisa meledak karena era pasca Perang Dingin dan seorang ahli
potensi konflik antara India dan Pakistan hubungan internasional dengan reputasi
sangat sulit untuk didamaikan. Celakanya, mapan menyatakan, “it has become
kedua negara ini dipersenjatai dengan senjata fashionable, to say that the world after the
nuklir, serta memungkinkan keduanya untuk Cold war has moved beyond the age of power
saling berperang dalam persoalan klaim atas politics to the age of geoeconomic”.
Kashmir. Di Teluk Persia juga terdapat potensi Pernyataan Nye ini menurut Mearsheimer
konflik dengan makin seriusnya Iran dalam adalah sebuah ilusi, dan mencerminkan
mengembangkan senjata nuklir. Dua kasus ini analisa yang sempit. Bagi Mearsheimer, politik
menjadi bukti nyata masih terdapatnya dan ekonomi saling berkait, sistem ekonomi
ancaman keamanan (Mearsheimer dalam internasional akan selalu bersandar pada
Brecher & Harvey, 2002: 26-27). tatanan politik internasional. Kolega Nye,
Demikian halnya dengan wilayah Asia Robert Keohane pada 1984 juga mengatakan
Timur Laut (NEAsia) dan Eropa. Anggapan hal yang serupa dengan Mearsheimer, “Di
yang mengatakan bahwa kedua kawasan dalam perekonomian dunia, kapan pun juga,
tersebut adalah contoh terbaik tentang tidak para pelakunya akan menggunakan kekuasaan
adanya konflik merupakan argumen yang untuk saling memberikan pengaruh satu sama
lemah. Terdapat sejumlah literatur yang lain agar dapat mencapai tujuannya masing-
mengkaji tentang keamanan NEAsia di era masing. Hal inilah yang membuat ekonomi
pasca Perang Dingin dan hampir setiap penulis internasional sarat dengan muatan politis”

9Penting untuk dicatat sebagian contoh anarki dalam penulis miliki, catatan perut tidak ditulis berdasarkan
bahasan berikut kebanyakan mengutip langsung dari sumber yg dikutip dari Mearsheimer, melainkan dari
tulisan John Mearsheimer. Namun untuk setiap data yang sumber tulisan yang asli.

Indonesian Journal of International Studies (IJIS) 117


Thomas Kuhn dan Teori Hubungan Internasional: Realisme sebagai Paradigma

(Keohane, 1984: 21). Begitu pula dengan memberikan situasi stabil pada separuh bagian
asumsi Kenneth Waltz, bahwa di dalam dunia Barat daratan ini. Ekspansi NATO ke Timur
yang sangat realis, distribusi ekonomi telah membuat marah Rusia, yang kini kembali
antarnegara yang dihasilkan dari kerjasama berpikir dengan cara-cara lama (realis). Untuk
ekonomi internasional apapun, tidaklah dibagi merespons sikap NATO tersebut, Presiden
berdasarkan keuntungan bagi semua pihak, Vladimir Putin dalam “The National Security
tetapi siapa yang akan mendapatkan untung Concept of the Russian Federation”
lebih banyak di dalam perdagangan (http://www.armscontrol.org/act/2000_01-
internasional, 02/docjf00), sebuah dokumen kebijakan luar
negeri Rusia yang ditandatangani pada 10
“inequality in the expected distribution of the Januari 2000, menyatakan,
increased product works strongly against the
extension of the division of labor “the formations of international relations is
internationally. When faced with the accompanied by competition and also by the
possibility of cooperating for mutual gain, aspiration of a number of states to strengthen
states that feel insecure must ask how the gain their influence on global politics, including by
will be divided. They are compelled to ask not creating weapons of mass destruction.
‘will both of us gain’ but ‘who will gain more?” Military force and violence remain
(Waltz, 1979: 105).10 substantial aspects of international relations”.

Begitu pula dengan kawasan Eropa. Sama seperti di NEAsia, mungkin bukti
Beberapa penulis percaya bahwa kawasan terbaik bahwa praktik politik kekuasaan tidak
Eropa adalah tempat yang tidak lagi hilang di Eropa adalah tentang penempatan
terkontaminasi dengan praktek “Power seratus ribu pasukan AS dalam NATO. Jika
Politics” di antara kekuatan-kekuatan besar, Eropa memang merupakan “zona
terutama dengan berkembangnya keyakinan perdamaian”, NATO seharusnya dibubarkan
yang meluas di awal tahun 1990 bahwa Rusia dan pasukan Amerika dapat dimobilisasi dan
telah menjalani transformasi besar dalam ditarik pulang. Tetapi yang terjadi justru
pemikirannya tentang politik internasional. sebaliknya, mereka tetap dipertahankan,
Banyak elit di Rusia yang meyakini dan karena memang terdapat potensi kompetisi
memahami bahwa kompetisi kekuasaan tidak keamanan di wilayah Eropa. Jika tidak,
mungkin lagi dapat memperkuat dan mengapa Washington menghabiskan sepuluh
melindungi negaranya, dan cara terbaik untuk juta dollar setiap tahunnya untuk membangun
mencapai tujuan tersebut adalah dengan keberadaan militernya di Eropa?
meningkatkan kerjasama dengan negara- (Mearsheimer dalam Brecher & Harvey, 2002:
negara Barat dalam menciptakan tatanan yang 28).
jauh lebih aman dan damai di seluruh kawasan Dalam suatu survei yang dilakukan
Eropa. Beberapa pendapat lain juga oleh Robert Art antara tahun 1990 dan 1994
menyebutkan bahwa di era pasca Perang dengan mewawancarai lebih dari seratus elit
Dingin, Eropa Barat telah menyediakan politik dan militer Eropa, telah diketahui
fondasi bagi tatanan politik yang lebih stabil di bahwa banyak orang Eropa yang percaya
seluruh daratan Eropa (Mearsheimer dalam bahwa AS merahasiakan kompetisi keamanan
Brecher & Harvey, 2002: 28). di kawasan mereka. Dalam penelitiannya ini,
Namun pada kenyataannya, banyak hal- Art menemukan banyak di antara mereka yang
hal yang tidak bekerja sebagaimana mestinya menyatakan, “If the Americans removed their
di kawasan Eropa. NATO, misalnya, hanya security blanket from Europe… the Western

10Yang dimaksud oleh Waltz tentang hal ini adalah meningkatkan interdependensi ekonomi antara Negara,
upayanya untuk mengkritik asumsi kaum liberalis yang dengan kata lain keuntungan bagi semua Negara.
mengatakan bahwa kerjasama ekonomi internasional akan

118 IJIS Vol.1, No.2, Desember 2014


Azwar Asrudin

European states could well return to the melibatkan kedua negara. Tidak tanggung-
destructive power politics that they had just tanggung, dalam latihan ini Beijing
spent the last forty-five years trying to banish mengerahkan 4.000 tentaranya, 16 kapal yang
from their part of the continent” (Art, 1996: 5- terdiri dari lima kapal perusak, lima fregat,
6). empat kapal perang, 1 kapal pendukung, dan
Christoph Bertram, mantan Direktur satu kapal yang berfungsi sebagai rumah sakit.
IISS (International Institut for Strategic Selain itu, Beijing juga menurunkan 13
Studies) di London dan salah satu pemikir pesawat tempur dan 5 helikopter pengangkut.
strategi Jerman, menguatkan argumen Sementara dari pihak Moscow mengerahkan
tersebut ketika ia menulis pada 1995, empat kapal perang yang terdiri atas kapal
“membubarkan NATO pada saat ini justru penjelajah kelas Slava dan Varyag. Juga tiga
akan menjatuhkan Eropa ke dalam kapal perusak kelas Udaloy ditambah dengan
ketidakamanan… hal ini akan menjadi bencana tiga kapal pendukung (Asrudin, 2012).
strategis bagi Eropa… jika AS menarik diri dari Menariknya adalah, latihan perang ini
Eropa, NATO akan runtuh dan Uni Eropa akan dilakukan sepekan setelah AS dan Filipina
mengalami disintegrasi. Jerman akan berdiri memulai latihan perang di Laut Cina Selatan.
sebagai kekuatan dominan di wilayah Barat, Tidak hanya itu, banyak analis yang
sementara Rusia menjadi kekuatan mengatakan latihan perang Rusia-Cina disebut
pengganggu di wilayah Timur. Dengan begitu, sebagai bentuk provokasi atas latihan perang
AS akan kehilangan otoritas internasionalnya” yang kebetulan dilakukan secara bersamaan
(Mearsheimer dalam Brecher & Harvey, 2002: oleh Korea Selatan (Korsel) dan AS (Asrudin,
29). 2012).
Tak ketinggalan Barry Posen (1993) Contoh kasus kedua adalah tentang
juga mengokohkan paradigma realisme. Posen rencana Rusia yang akan menghancurkan
bahkan menawarkan penjelasan baru tentang sistem pertahanan misil Eropa yang dibentuk
konflik etnik di Yugoslavia pada era pasca oleh AS karena mengancam fasilitas nuklir
Perang Dingin. Menurutnya, perpecahan miliknya. Sebagaimana diketahui rencana
negara multietnis akan menempatkan pertahanan rudal AS di Eropa telah menjadi
kelompok etnik yang menjadi musuhnya ke salah satu topik yang paling sulit diselesaikan
dalam lingkungan anarki, hal ini kemudian dalam hubungan AS-Rusia selama bertahun-
memicu ketakutan yang terus berkembang dan tahun (Asrudin, 2012).
mendorong tiap kelompok etnik menggunakan Terkait dengan hal itu, pada 4 Mei
kekuatan mereka dalam rangka untuk 2012, Kepala Staf Umum Rusia Nikolai
meningkatkan posisi relatifnya. Hal seperti ini Makarov mengatakan, keputusan untuk
terjadi di Yugoslavia, dimana masing-masing menggunakan kekuatan destruktif akan
etnik terdorong untuk melakukan diambil jika situasi terus memburuk.
“pembersihan etnis” terhadap musuhnya. Celakanya, AS justru menyikapi ancaman
tersebut dengan akan tetap membangun
Dunia Masa Kini sistem pertahanan itu meski Rusia
Sebagai tambahan atas contoh kasus empiris menolaknya. Hal ini diperburuk dengan
sebelumnya, penulis juga akan keengganan AS untuk memberikan jaminan
menggambarkan situasi anarkis yang keamanan tertulis kepada Rusia bila misil-
mengancam dunia pada masa kini. Terdapat misil itu tidak ditujukan ke Rusia (Asrudin,
tiga contoh kasus yang dapat dijadikan tolak 2012).
ukur untuk menilai adanya anarkisme Sementara itu kasus ketiga yang juga
internasional di era kekinian. tak kalah penting dan bisa dijadikan sebagai
Contoh kasus pertama adalah latihan contoh untuk menilai apakah paradigma
perang gabungan antara Rusia-Cina selama realisme masih relevan digunakan sebagai
enam hari di Laut Kuning, sebelah Timur pisau analisis dalam membaca masalah-
Pantai Cina, pada 22 April 2012. Latihan masalah internasional kekinian adalah
perang ini tergolong paling besar, yang mengenai penempatan kekuatan militer AS

Indonesian Journal of International Studies (IJIS) 119


Thomas Kuhn dan Teori Hubungan Internasional: Realisme sebagai Paradigma

dalam jumlah yang sangat besar di kawasan kawasan ini, termasuk angkatan-angkatan laut
Asia Pasifik. Dalam kunjungan pertamanya ke dengan teknologi paling canggih (Asrudin,
Indonesia (8-10 Februari 2013), Panglima 2013: 4).
Komando Militer AS yang ditugaskan Obama Di tengah resesi ekonomi yang belum
di Kawasan Pasifik (PACOM), Laksamana juga usai, AS tentu berkepentingan untuk
Samuel J. Locklear III menjelaskan mengapa memerluas peranannya di Asia Pasifik.
Asia Pasifik kini makin strategis bagi AS di Kawasan itu sangat penting bagi masa depan
tengah perubahan dinamika kekuatan global ekonomi AS, sehingga AS akan terus berjuang
(Asrudin, 2013: 4). menjadi kekuatan utama di Asia Pasifik. Itulah
Menurut Locklear mengapa sebabnya AS mendirikan pangkalan militer
penempatan kekuatan militer AS sekarang dan menempatkan pasukan marinirnya di
terfokus di Asia Pasifik, adalah untuk Darwin, Australia (Asrudin, 2011).
“Rebalance Peran AS di Asia Pasifik.” Locklear Sebagaimana diketahui, penempatan
mengatakan perimbangan itu bukan hanya pasukan marinir AS di Darwin ini adalah yang
menyangkut militer saja, tetapi juga kebijakan, ketiga di kawasan Asia Pasifik setelah di Guam
diplomasi, dan perdagangan ekonomi. Untuk dan Okinawa, Jepang. Secara geografis, ketiga
memuluskan rebalance yang dimaksud, AS kawasan tersebut rupanya melingkari wilayah
mengerahkan lebih dari setengah kekuatan China. Itu artinya ada upaya dari Obama untuk
militer laut yang kini ditugaskan beroperasi di melakukan politik pembendungan terhadap
kawasan Asia Pasifik. PACOM dibekali China yang dinilai kian agresif di kawasan Asia
setidaknya seperlima dari total kekuatan Pasifik (Asrudin, 2011).
militer AS dan akan memimpin 60 persen dari Yang pasti, ketiga contoh kasus ini
armada Angkatan Laut Amerika. Saat ini, cukup untuk menunjukkan bahwa anarki
armada militer AS di Pasifik diperkuat oleh masih menjadi bingkai hiasan dunia,
lima kapal induk dengan kekuatan pendukung, sebagaimana yang selama ini diyakini oleh
yaitu 180 kapal, 1.500 pesawat, dan 100.000 kaum realis.
personel militer aktif (Asrudin, 2013: 4).
Tentu saja pengerahan kekuatan Penutup
militer ini dilakukan untuk mengamankan Berdasarkan uraian di atas, apa yang digugat
kepentingan ekonomi AS di Asia Pasifik, oleh Van Ness tidak lebih hanyalah sebuah
sebuah kawasan yang memiliki dua dari tiga retorika akademis belakakarena Van Ness
ekonomi terbesar di dunia. Begitu pula dari mengabaikan sejumlah contoh kasus yang
segi bisnis dan perdagangan, kawasan ini telah penulis jabarkan. Itu artinya, walaupun
sangat strategis bagi AS. Asia Pasifik, kata realisme tetap banyak ditentang, bukan berarti
Locklear, yang memiliki sembilan dari 10 pendekatan ini dengan serta-merta menjadi
pelabuhan terbesar di dunia, merupakan jalur- goyah dan tak layak mendapatkan status
jalur laut paling sibuk yang menghasilkan lebih sebagai paradigma dalam kategori Kuhnian.11
dari US$8 triliun, dan 70 persen dari kapal- Oleh karena itu, mengingat dunia
kapal pengangkut bahan energi melintasi masih bekerja dengan cara-cara realis,
lautan Pasifik setiap harinya. Dari sisi Indonesia di era pemerintahan Jokowi
pertahanan dan keamanan pun, Asia Pasifik dituntut untuk mawas diri dalam merespons
tidak kalah strategis mengingat tujuh dari 10 isu-isu internasional dan tidak mengulangi
kekuatan militer terbesar dunia ada di

11Meski Kuhn dalam bukunya juga menyinggung istilah Itu artinya, tidak ada gunanya lagi mencoba mengkritik
incomensurability, dimana setiap paradigma tidak bisa dunia yang satu dari dunia yang lain (Wight, 2013: 37).
diperbandingkan satu sama lain, namun menggunakan Itulah sebabnya penulis menolak argumen
argumen ini hanya akan membuat pendukung paradigma incomensurability Kuhnian.
yang berbeda benar-benar tinggal di dunia yang berbeda.

120 IJIS Vol.1, No.2, Desember 2014


Azwar Asrudin

kesalahan pemerintahan SBY yang terpenjara Internasional. Bandung: PT. Citra


oleh doktrin a million friends, zero enemy. Aditya Bakti.
***
Schmidt, B.C. (2013) On the History and
Historiography of International
Daftar Pustaka Relations. Dalam: Carlsnaes W, Risse T,
& Simmons, B.A.eds. Handbook of
Buku International Relations. London: SAGE
Adian, D.G. (2002) Menyoal Objektivisme Publications.
Ilmu Pengetahuan: Dari David Hume Sorensen, G. (2003) Demokrasi dan
Sampai Thomas Kuhn. Jakarta: Teraju. Demokratisasi: Proses dan Prospek
Asrudin. (2009) Teori Perdamaian Demokrasi dalam Sebuah Dunia Yang Sedang
dalam Hubungan Internasional. Dalam: Berubah. Yogyakarta: CCSS & Pustaka
Asrudin dan Mirza, J.S.eds. Refleksi Pelajar.
Teori Hubungan Internasional: dari Viotti, P.R. & Mark V.K. (1999) International
Tradisional ke Kontemporer. Relation Theory: Realism, Pluralism,
Yogyakarta: Graha Ilmu. Globalism, and Beyond. Boston and
Hoffman, S. (1988) Keamanan dalam Zaman London, Ally and Bacon.
Bergolak: Alat-Alat Respon. Dalam: Waltz, K. (1979) Theory of International
Bertram C.ed. Konflik Dunia Ketiga dan Politics. New York: Mcgraw Hill.
Keamanan Dunia. Jakarta: Bina Wight, C. (2013) Philosophy of Social Science
Aksara. and International Relations. Dalam:
Fukuyama, F. (2003) The End of History and Walter C, Thomas R, & Beth A.S.eds.
the Last Man. Yogyakarta: Qalam. Handbook of International Relations.
Keohane, R. (1984) After Hegemony: London: SAGE Publications.
Cooperation and Discord in the World
Political Economy. Princeton: Princeton Jurnal
University Press. Art, R. (1996) Why Western Europe Needs the
Kuhn, T.S. (1989) Peran Paradigma Dalam US and NATO. Political Science
Revolusi Sains. Bandung: Remadja Quarterly, 111 (1).
Karya. Asrudin. (2010) Memahami Visi Perdamaian
Kuntowijoyo. (2008) Paradigma Islam: Abadi Immanuel Kant. Jurnal Ilmiah
Interpretasi untuk Aksi. Bandung: Hubungan Internasional, 6 (1).
Mizan. Christensen, T.J. (1996) Chinese Realpolitik.
Mearsheimer, J.J. (2001) The Tragedy of Foreign Affairs, 75 (5).
Great Power Politics. New York: W.W Doyle, M.W. (1983) Kant, Liberal
Norton. Legacies, and Foreign Affairs.
______. (2002) Realism, the Real World, and Philosophy and Public Affairs, 12 (3).
the Academy. Dalam: Brecher M. & Huntington, S.P. (1993) If Not Civilizations,
Harvey, F.P.eds. Realism and What?. Foreign Affairs, 72 (5).
Institutionalism in International Mearsheimer, J.J. (1994/95) The False
Studies. Ann Arbor: The University of Promise of International Institutions.
Michigan Press. International Security, 19 (3).
Morgenthau, H.J. (1985) Politics Among Nye, J. (1990) East Asia Security: The Case for
Nations: The Struggle for Power and Deep Engagement. Foreign Affairs, 74
Peace. New York: Alfre A. Knopf. (4).
Pareira, A.H. (1999) Negara dalam Studi Posen, B. (1993) The Security Dillema and
Hubungan Internasional: Perubahan Ethnic Conflict. Survival.
dan Kesinambungan. Dalam: Pareira,
A.H.ed. Perubahan Global dan
Perkembangan Studi Hubungan Koran

Indonesian Journal of International Studies (IJIS) 121


Thomas Kuhn dan Teori Hubungan Internasional: Realisme sebagai Paradigma

Asrudin. (2011) Mencermati Politik Luar <http://globetrotter.berkeley.edu/peop


Negeri Obama di Pasifik. Koran Tempo, le2/Mearsheimer/mearsheim er-
23 November. con2.html> [Diakses 10 september
______. (2012) Perang Dingin Baru. Kompas, 2008].
9 Mei, hal. 7. Russia’s National Security Concept [Online].
______. (2013) Merkantilisme Obama. Sinar Tersedia dalam:
Harapan, 21 Februari 2013, hal. 4. <http://www.armscontrol.org/act/200
0_01-02/docjf00> [Diakses 15 Juni
2010].
Internet Van Ness, P. (2014) Thomas Kuhn and
Huntington, S.P. (1989) No Exit: The Errors of International Relations Theory: Realism
Endism. The National in Crisis [Online]. Tersedia dalam:
Interest.[Online]. Tersedia dalam: <http://ips.cap.anu.edu.au/sites/defaul
<http://www.wesjones.com/eoh_noexi t/files/14-1.pdf> [Diakses 3 September
t.htm> [Diakses 5 Maret 2007]. 2014].
Kreisler, H. (2002) Conversations with John J.
Mearsheimer: Through the Realist Lens
[Online]. Institute of International
Studies, UC Berkeley. Tersedia dalam:

122 IJIS Vol.1, No.2, Desember 2014

Anda mungkin juga menyukai