Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DIABETES MELITUS

Disusun Oleh:

Ramadhanti Salsabilla

NIM: 2130131

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH

SURABAYA

2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DIABETES MELITUS

Oleh
RAMADHANTI SALSABILLA
NIM. : 2130131

Surabaya, 19 November 2021

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

DR. Setiadi, S.Kep., Ns. M.Kep Isfarayini Sya’bandiah, S.Kep., Ns.


NIP. 03001
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DIABETES MELITUS

A. Konsep Dasar Penyakit Diabetes Melitus


1. Definisi
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas
tidak cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak efisien
menggunakan insulin itu sendiri. Insulin adalah hormon yang mengatur kadar gula
darah. Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula darah, adalah efek yang tidak
terkontrol dari diabetes dan dalam waktu panjang dapat terjadi kerusakan yang serius
pada beberapa sistem tubuh, khususnya pada pembuluh darah jantung (penyakit
jantung koroner), mata (dapat terjadi kebutaan), ginjal (dapat terjadi gagal ginjal)
(WHO, 2011). Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit atau gangguan
metabolik dengan karakteristik hipeglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
urin, kerja insulin, atau kedua – duanya (ADA, 2017).
2. Etiologi
Menurut Smeltzer 2015 Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan kedalam 2
kategori klinis yaitu:
a. Diabetes Melitus tergantung insulin (DM TIPE 1)
1) Genetik
Umunya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1 namun mewarisi
sebuah predisposisis atau sebuah kecendurungan genetik kearah terjadinya
diabetes type 1. Kecendurungan genetik ini ditentukan pada individu yang
memiliki type antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA ialah
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi & proses
imunnya. (Smeltzer dan Bare, 2015)
2) Imunologi
Pada diabetes type 1 terdapat fakta adanya sebuah respon autoimum. Ini
adalah respon abdomal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh
secara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya sebagai jaringan
asing. (Smeltzer dan Bare, 2015)
3) Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi selbeta. (Smeltzer dan Bare ,2015)

b. Diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM TIPE II)


Menurut Smeltzel 2015 Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Faktor-faktor resiko :

1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)

2) Obesitas

3) Riwayat keluarga.

c. Diabetes gestasional
Diabetes Melitus Gestasional adalah gangguan dari glukosa yang dipicu oleh
kehamilan, biasanya menghilang setelah melahirkan. Diabetes Melitus
Gestasional didefinisikan sebagai intoleransi glukosa yang terjadi atau diketahui
pertama kali saat hamil tanpa membedakan apakah penderita mendapat insulin
atau diet saja. Pada kehamilan trimester pertama kadar glukosa akan turun antara
55-65% dan hal ini merupakan respon terhadap transportasi glukosa dari ibu ke
janin.1,2 Diabetes gestasional terjadi pada minggu ke 24 sampai ke 28 pada masa
kehamilan. Walaupun diabetes pada masa kehamilan termasuk salah satu faktor
resiko terkena diabetes tipe II. Kondisi ini adalah kondisi sementara dimana kadar
gula darah akan kembali normal setelah melahirkan. Disebut diabetes gestasional
bila gangguan toleransi glukosa yang terjadi sewaktu hamil kembali normal
dalam 6 minggu setelah persalinan.

3. Manifestasi Klinis
Penyakit diabetes melitus ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak
disadari penderita. Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita
DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula
darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160-180 mg/dL
dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula
(glucose),sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut. Menurut PERKENI
gejala dan tanda tanda DM dapat digolongkan menjadi 2 yaitu:
a. Gejala akut penyakit DM
Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap, bahkan mungkin tidak menunjukan gejala
apapun sampai saat tertentu. Pemulaan gejala yang ditunjukan meliputi:
1) Lapar yang berlebihan atau makan banyak(poliphagi)
Pada diabetes,karena insulin bermasalah pemaasukan gula kedalam sel sel tubuh
kurang sehingga energi yang dibentuk pun kurang itun sebabnya orang menjadi
lemas. Oleh karena itu, tubuh berusaha meningkatkan asupan makanan dengan
menimbulkan rasa lapar sehingga timbulah perasaan selalu ingin makan
2) Sering merasa haus(polidipsi)
Dengan banyaknya urin keluar, tubuh akan kekurangan air atau dehidrasi.untu
mengatasi hal tersebut timbulah rasa haus sehingga orang ingin selalu minum dan
ingin minum manis, minuman manis akan sangat merugikan karena membuat
kadar gula semakin tinggi.
3) Jumlah urin yang dikeluarkan banyak(poliuri)
Jika kadar gula melebihi nilai normal , maka gula darah akan keluar bersama
urin,untu menjaga agar urin yang keluar, yang mengandung gula,tak terlalu pekat,
tubuh akan menarik air sebanyak mungkin ke dalam urin sehingga volume urin
yang keluar banyak dan kencing pun sering.Jika tidak diobati maka akan timbul
gejala banyak minum, banyak kencing, nafsu makan mulai berkurang atau berat
badan turun dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah
dan bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual (PERKENI, 2015).
b. Gejala kronik penyekit DM
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM (PERKENI, 2015) adalah:
1) Kesemutan
2) Kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum
3) Rasa tebal dikulit
4) Kram
5) Mudah mengantuk
6) Mata kabur
7) Biasanya sering ganti kaca mata
8) Gatal disekitar kemaluan terutama pada wanita
9) Gigi mudah goyah dan mudah lepas
10) Kemampuan seksual menurun
11) Dan para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin
dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg
4. Komplikasi
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada penderita DM tipe II akan menyebabkan
berbagai komplikasi. Komplikasi DM tipe II terbagi menjadi dua berdasarkan lama
terjadinya yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik (Smeltzel dan Bare, 2015):
a. Komplikasi Akut
1) Ketoasidosis Diabetik (KAD)
KAD merupakan komplikasi akut DM yang di tandai dengan peningkatan kadar
glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dl), disertai dengan adanya tanda dan
gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-
320 mOs/Ml) dan terjadi peningkatan anion gap (PERKENI,2015).
2) Hipoglikemi
Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah hingga mencapai
<60 mg/dL. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak
keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro- glikopenik (pusing, gelisah,
kesadaran menurun sampai koma) (PERKENI, 2015).
3) Hiperosmolar Non Ketonik (HNK)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600- 1200
mg/dl), tanpa tanda dan gejala asidosis,osmolaritas plasma sangat meningkat
(330-380 mOs/ml),plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat
(PERKENI, 2015).
b. Komplikasi Kronis (Menahun)
Menurut Smeltzer dan Bare 2015, kategori umum komplikasi jangka panjang terdiri
dari:
1) Makroangiopati: pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh
darah otak.
2) Mikroangiopati: pembuluh darah kapiler retina mata (retinopati diabetik)
dan Pembuluh darah kapiler ginjal (nefropati diabetik).
3) Neuropatid : suatu kondisi yang mempengaruhi sistem saraf, di mana
serat-serat saraf menjadi rusak sebagai akibat dari cedera atau penyakit.
4) Komplikasi dengan mekanisme gabungan: rentan infeksi, contohnya
tuberkolusis paru, infeksi saluran kemih,infeksi kulit dan infeksi kaki. dan
disfungsi ereksi.
5) Ulkus diabetic: Ulkus diabetikum merupakan kerusakan yang terjadi sebagian
(Partial Thickness) atau keseluruhan (Full Thickness) pada daerah kulit yang
meluas ke jaringan bawah kulit, tendon, otot, tulang atau persendian yang terjadi
pada seseorang yang menderita penyakit Diabetes Melitus (DM), kondisi ini
timbul akibat dari peningkatan kadar gula darah yang tinggi.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
No Pemeriksaan Normal

1 Glukosa darah sewaktu >200 mg/dl


2 Glukosa darah puasa >140 mg/dl
3 Glukosa darah 2 jam setelah makan >200 mg/dl

b. Pemeriksaan fungsi tiroid

Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah


dan kebutuhan akan insulin.
c. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan
merah bata (++++).
d. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman.
6. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan diabetes dititikberatkan pada 4 pilar penatalaksanaan diabetes, yaitu
edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis.
a. Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang
memerlukan partisipasi efektif dari klien dan keluarga klien. Tujuan utama dari
pemberian edukasi pada pasien DM dan juga pada keluarga adalah harapan diamana
pasien dan keluarga akan mengerti bagaimana cara penanganan yang tepat dilakukan
pada pasien DM. Edukasi pada pasien bisa dilakukan meliputi pemantauan kadar gula
darah, perawatan luka, kepatuhan dalam pengansumsian obat, peningkatan aktivitas
fisik, pengurangan asupan kalori dan juga pengertian serta komplikasi dari penyakit
tersebut.
b. Terapi Gizi Medis
Pasien DM harus mampu memenuhi prinsip 3J pada dietnya, meliputi (jumlah
makanan yang dikonsumsi, jadwal diet yang ketat dan juga jenis makanan apa yang
dianjurkan dan pantangan makannya).
c. Olahraga
Olahraga secara teratur 3-4 x dalam seminggu kurang lebih 30 menit (Suzanna, 2014).
d. Intervensi farmakologis
Berupa pemberian obat Hipoglikemik oral (sulfonilurea, biguanid/metformin, inhibitor
alfa glukosidase dan insulin). Dengan penanganan yang benar baik pencegahan dan
perawatannya, diharapkan gangren dapat dilakukan pengobatannya secara benar agar
pasien DM bisa berkurang.
e. Kontrol kadar gula darah
Pengendalian gula darah dan berbagai upaya sangat penting dilakukan untuk
memperbaiki keadaan umum penderita dengan nutrisi yang memadai.
f. Penanganan ulkus/gangren
Tindakan yang dilakukan untuk penanganan ulkus/gangren ini, antara lain : bedah
minor seperti insisi, pengaliran abses, debridemen, dan nekrotomi dengan tujuan untuk
mengeluarkan semua jaringan nekrosis untuk mengeliminasi infeksi, sehingga
diharapkan dapat mempercepat penyembuhan luka.
g. Memperbaiki sirkulasi darah
1) Memperbaiki status rheologi, merupakan tindakan memberikan obat
antiagregasi trombosit hipolipidemik yang bertujuan untuk memperbaiki
jaringan yang terserang.
2) Memperbaiki struktur vaskuler, merupakan tindakan yang dilakukan dengan
cara embolektomi, endarteriktomi atau biasa disebut dengan rekontruksi
pembuluh darah.
B. Asuhan Keperawatan Pada Pasien DM
1. Pengkajian
a. Data umum
Di identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, status perkawinan,
tanggal MRS, dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Pada pasien dengan diabetes melitus biasanya akan merasakan badannya lemas
dan mudah mengantuk terkadang juga muncul keluhan berat badan turun dan
mudah merasakan haus. Pada pasien diabetes dengan ulkus diabetic biasanya
muncul luka yang tidak kunjung sembuh.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien biasanya merasakan nyeri, merasakan paresthesia ekstremitas bawah,
luka yang susah untuk sembuh, turgor kulit jelek, mata cekung, nyeri kepala,
mual dan muntah, kelemahan otot, letargi, mengalami kebingungan dan bisa
terjadi koma.

d. Riwayat penyakit dahulu


Biasanya hipertensi dan penyakit jantung. Gejala yang muncul pada pasien DM
tidak terdeteksi, pengobatan yang di jalani berupa kontrol rutin ke dokter
maupun instansi kesehatan terdekat.
e. Riwayat penyakit keluarga
Muncul akibat adanya keturunan dari keluarga yang menderita penyakit DM.
f. Pola sehari-hari
1) Pola persepsi
Persepsi pasien ini biasanya akan mengarah pada pemikiran negative
terhadap dirinya yang cenderung tidak patuh berobat dan perawatan.

2) Pola nutrisi metabolik


Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya kurang insulin maka
kadar gula darah tidak bisa dipertahankan sehingga menyebabkan keluhan
sering BAK, banyak makan, banyak minum, BB menurun dan mudah lelah.
Keadaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang mempengaruhi status kesehatan.
3) Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada
urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai
terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai
bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-
hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
5) Pola tidur dan istirahat
Istirahat kurang efektif adanya poliuri, nyeri pada kaki diabetic, sehingga
klien mengalami kesulitan tidur.
6) Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati/mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami
penurunan, gangguan penglihatan .

7) Persepsi dan konsep diri


Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh,
lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
keluarga (self esteem).
8) Peran hubungan
Luka gangren yang susah sembuh dan berbau menjadikan penderita kurang
percaya diri dan menghindar dari keramaian.
9) Seksualitas
Menyebabkan gangguan kualitas ereksi, gangguan potensi seks, adanya
peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten
pada pria risiko lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan
nefropati.
10) Koping toleransi
Waktu peraatan yang lama, perjalanan penyakit kronik, tidak berdaya karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif seperti marah,
cemas,mudah tersinggung, dapat mengakibatkan penderita kurang mampu
menggunakan mekanisme koping yang konstruktif/adaptif.
11) Nilai keprercayaan
Perubahan status kesehatan, turunnya fungsi tubuh dan luka pada kaki tidak
menghambat penderita dalam melakukan ibadah tetapi mempengaruhi pola
ibadahnya.
g. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum : meliputi keadaan penderita yang sering
muncul adalah kelemahan fisik.
2) Tingkat kesadaran : normal, letargi, stupor, koma (tergantung kadar
gula yang dimiliki dan kondisi fisiologis untuk melakukan kompensasi
kelebihan kadar gula dalam darah)
3) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah (TD) : biasanya mengalami hipertensi dan juga
ada yang mengalami hipotensi.
b) Nadi (N) : biasanya pasien DM mengalami takikardi saat
beristirahat maupun beraktivitas.

c) Pernapasan (RR) : biasanya pasien mengalami takipnea


d) Suhu (S) : biasanya suhu tubuh pasien mengalami peeningkatan
jika terindikasi adanya infeksi.
e) Berat badan : pasien DM biasanya akan mengalami penuruan BB
secara signifikan pada pasien yang tidak mendapatkan terapi dan
terjadi peningkatan BB jika pengobatan pasien rutin serta pola
makan yang terkontrol.
4) Kepala dan leher
a) Wajah : kaji simetris dan ekspresi wajah, antara lain paralisis
wajah (pada klien dengan komplikasi stroke).
b) Mata : kaji lapang pandang klien, biasanya pasien mengalami
retinopati atau katarak, penglihatan kabur, dan penglihatan ganda
(diplopia).
c) Telinga : pengkajian adakah gangguan pendengaran, apakah
telinga kadang-kadang berdenging, dan tes ketajaman
pendengaran dengan garputala atau bisikan.
d) Hidung : tidak ada pembesaran polip dan tidak ada sumbatan,
serta peningkatan pernapasan cuping hidung (PCH).
e) Mulut :
Bibir : sianosis (apabila mengalami asidosis atau penurunan
perfusi jaringan pada stadium lanjut).
Mukosa : kering, jika dalam kondisi dehidrasi akibat diuresis
osmosis.
Pemeriksaan gusi mudah bengkak dan berdarah, gigi mudah
goyah.
f) Leher : pada inspeksi jarak tampak distensi vena jugularis,
pembesaran kelenjar limfe dapat muncul apabila ada infeksi
sistemik

5) Thorax dan paru-paru

Inspeksi : bentuk dada simetris atau asimetris, irama pernapasan, nyeri


dada, kaji kedalaman dan juga suara nafas atau adanya kelainan suara
nafas, tambahan atau adanya penggunaan otot bantu pernapasan.
Palpasi : lihat adnya nyeri tekan atau adanya massa.
Perkusi : rasakan suara paru sonor atau hipersonor.
Auskultasi : dengarkan suara paru vesikuler atau bronkovesikuler.
Gejala : merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum
purulent (tergantung adanya infeksi atau tidak.
Tanda : frekuensi pernapasan meningkat dan batuk
6) Abdomen
Inspeksi : amati bentuk abdomen simetris atau asimetris.
Auskultasi : dengarkan apakah bising usus meningkat.
Perkusi : dengarkan thympany atau hiperthympany.
Palpasi : rasakan adanya massa atau adanya nyeri tekan.
7) Integumen
Kulit : biasanya kulit kering atau bersisik
Warna : tampak warna kehitaman disekitar luka karena adanya
gangren, daerah yang sering terpapar yaitu ekstremitas bagian bawah.
Turgor : menurun karena adanya dehidrasi
Kuku : sianosis, kuku biasanya berwarna pucat
Rambut : sering terjadi kerontokan karena nutrisi yang kurang.
8) Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat hipertensi, klaudikasi, kebas, dan kesemutan pada
ektremitas, ulkus pada kaki dan penyembuhan lama.
Tanda : adanya takikardia, perubahan tekanan darah postural, hipertensi,
disritmia.
9) Genetalia
Adanya perubahan pada proses berkemih, atau poliuria, nokturia,
rasanyeri seperti terbakarpada bagian organ genetalia, kesulitan
berkemih (infeksi).

10) Neurosensori
Terjadi pusing, pening, sakit kepala, kesemutan, kebas pada otot.
Tanda : disorientasi; mengantuk, letargi, stupor/koma (tahap lanjut).

2. Diagnosa keperawatan
SDKI 2018, diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien diabetes melitus
adalah:
a. Perfusi perifer tidak efektif
b. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
c. Gangguan integritas kulit/jaringan
d. Resiko infeksi
e. Resiko jatuh
f. Gangguan eleminasi urine
g. Nyeri akut
3. Intervensi

No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI

1. Ketidakstabilan kadar glukosa Kestabilan kadar glukosa darah (hal. Manajemen hiperglikemia (hal.180)
darah (D.0003, hal 22) 43) Observasi
1. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemi
1. Lelah/lesu menurun
2. Identifikais situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin
2. Kadar glukosa dalam darah meningkat (meliputi penyakit kambuhan)
membaik (74-106) 3. Monitor kadar glukosa darah

3. Output dan input cairan dalam 4. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (misalnya

rentang normal polyuria, polidipsi, polifagia,kelemahan, malaise,


pandangan kabur dan sakit kepala)
5. Monitor intake dan output cairan
6. Monitor Analisa gas darah
Terapeutik
1. Konsultasi jikatanda dan gejala hiperglikemia tetap ada
Edukasi
1. Ajarkan kelolaan diabete (misal penggunaan insulin, obat
oral, monitor asupan cairan pengganti karbohidrat, dan
profesional kesehatan )
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian insulin, cairan IV, dan kalium
2. Perfusi perifer tidak efektif Perfusi perifer (hal. 84) Perawatan sikulasi (hal. 345)
(D.0003, hal 22) Observasi
1. Warna kulit tidak pucat
1. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema,
2. Edema tidak ada pengisian kapiler, warna, suhu, ankle brachial index).

3. Akral tidak dingin dan pucat 2. Monitor panas kemerahan, nyeri, atau bengkak pada
ekstremitas.
Terapeutik
1. Lakukan hidrasi
Edukasi
1. Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat atau tranfusi darah
3. Gangguan integritas Integritas kulit dan jaringan (hal. 33) Perawatan integritas kulit (hal. 316)
kulit/jaringan (D.0003, hal 22) 1. Tingkat nyeri menurun Observasi
2. Integritas kulit dan 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis.
jaringan membaik Perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan
3. Kontrol resiko meningkat kelembaban, penurunan, suhu lingkungan ekstrem,
penurunan mobilitas).

Terapeutik
1. Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada
kulit kering
2. Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit kering
3.
Edukasi
1. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
2. Anjurkan minum air yang cukup
4. Resiko infeksi (D.0003, hal Tingkat infeksi (hal. 139) Pencegahan infeksi (hal. 278)
22) 1. Tingkat nyeri menurun Observasi
2. Integritas kulit dan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
jaringan membaik Terapeutik
3. Kontrol resiko meningkat 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian imunisasi

5. Resiko jatuh (D.0003, hal 22) Tingkat jatuh (hal. 140) Pencegahan jatuh (hal. 279)
1. Jatuh dari tempat tidur Observasi
menurun. 1. Identifikasi faktor risiko jatuh (misal usia > 65 tahun,
2. Jatuh saat berdiri menurun. penurunan tingkat kesadaran, defisit kognitif, hipotensi
3. Jatuh saat duduk menurun. ortostatik, gangguan keseimbangan, gangguan
4. Jatuh saat berjalan menurun. penglihatan, neuropati).
5. Jatuh saat naik tangga menurun. 2. Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau
6. Jatuh saat dikamar mandi sesuai dengan kebijakan institusi.
menurun. 3. Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan risiko
7. Jatuh saat membungkuk jatuh (misal: lantai licin, penerangan kurang).
menurun. 4. Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (misal:
Fall Morse Scale, Humpty Dumpty Scale), jika perlu.
5. Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke kursi
roda dan sebaliknya.
Terapeutik
1. Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga.
2. Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam
kondisi terkunci.
3. Pasang handrail temapt tidur.
4. Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah.
5. Tempatkan pasien beresiko tinggi jatuh dekat dengan
pantauan perawat dan nurse station.
6. Gunakan alat bantu berjalan (misal Kursi roda, Walker).
7. Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien.
Edukasi
1. Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan
untuk berpindah.
2. Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin.
3. Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan
tubuh.
4. Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk
meningkatkan keseimbangan saat berdiri.
5. Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil untuk
memanggil perawat.
6. Gangguan eleminasi urine Eliminasi urine (hal. 24) Manajemen eliminasi urine (hal. 175)
(D.0003, hal 22) 1. Mengompol menurun Observasi
2. Karakteristik urin membaik 1. Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia
(warna kuniing jernih, bau urine
tidak menyengat, jumlah urin 2. Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau
output 400-800cc/hari). inkontinensa urine
3. Frekuensi buang air kecil 3. Monitor eliminasi urine (frekuensi, konsistensi, aroma,
membaik (5-7x/24 jam). volume, dan warna)
4. Desakan berkemih (urgensi) Terapeutik
menurun 1. Ambil sampel urine tengah (midstream) atau kultur
5. Disuria menurun 2. Catat waktu-waktu dan haluran berkemih
Edukasi
1. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
2. Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine
3. Anjurkan minum yang cukup (1,5-2 liter), jika tidak ada
kontraindikasi
4. Ajarkan mengambil sample urine midstream
7. Nyeri akut (D.0003, hal 22) Tingkat nyeri (hal. 145) Manajemen nyeri (hal. 201)
1. Tidak mengeluh nyeri Observasi
2. Tidak meringis 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
3. Tidak bersikap protektif kualitas, intensitas nyeri
4. Tidak gelisah 2. Identifikasi skala nyeri
5. Tidak mengalami kesulitan 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
tidur 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
6. Frekuensi nadi membaik nyeri
7. Tekanan darah membaik 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
8. Melaporkan nyeri terkontrol 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
9. Kemampuan mengenali 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
onset nyeri meningkat 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
10. Kemampuan mengenali diberikan
penyebab nyeri meningkat 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
11. Kemampuan menggunakan Terapeutik
teknik non-farmakologis 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.
suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah realisasi dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang
spesifik (Nursalam, 2006).
Jenis – jenis tindakan pada tahap pelaksanaan adalah:
a. Secara mandiri (independent) Adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh
perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya dan
menanggapi reaksi karena adanya stressor.
b. Saling ketergantungan (interdependent) Adalah tindakan keperawatan atas
dasar kerja sama tim keperawatan dengan tim kesehatan lainnya, seperti
dokter, fisioterapi, dan lain- lain.
c. Rujukan/ketergantungan (dependent) Adalah tindakan keperawatan atas
dasar rujukan dan profesi lainnya diantaranya dokter, psikiater, ahli gizi dan
sebagainya.

5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah tindakan untuk mengukur respons pasien terhadap tindakan
keperawatan dan kemajuan pasien ke arah pencapaian tujuan (Reeder, 2011).
Perawat melaksanakan evaluasi sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan
terdapat 3 kemungkinan hasil, menurut Hidayat, A (2007) yaitu:
a. Tujuan tercapai Apabila pasien telah menunjukkan perubahan dan kemajuan
yg sesuai dengan kriteria yang telah di tetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian Jika tujuan tidak tercapai secara keseluruhan
sehingga masih perlu dicari berbagai masalah atau penyebabnya.
c. Tujuan tidak tercapai Jika pasien tidak menunjukkan suatu perubahan ke
arah kemajuan sebagaimana dengan kriteria yang diharapkan.
Web Of Caution

Reaksi autoimun Obesitas, usia, genetic pola hidup

DM tipe 1 DM tipe 2

Sel beta pancreas hancur Reseptor insulin rusak

Difisiensi insulin

Anabolisme proses Lipofisis meningkat Penurunan pemakaian glukosa

Kerusakan pada antibodi katogenesis hiperglikemia


aterosklerosis

Neuropati sensori perifer


ketonuria polifagi Viskolitas darah
Makro Mikro vaskuler
vaskuler
ketoasidosis polidipsi Aliran darah melambat

IMA, Jantung, retinopati neuropati nefropati


Nyeri abdomen, Ischemic jaringan
ginjal, otak dll poliuri
Gg MK: nyeri MK: Gg mual, dan muntah
penglihatan eleminasi urin
akut MK:
Mk: resiko jatuh ketidakstabilan
Luka nekrosis kadar glukosa
darah
MK: 1. gangguan integritas MK: perfusi perifer
kulit/jaringan. tidak efektif
gangren
2. resiko infeksi
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA), (2013). Diakses tgl 11 juni 2017 Diabetes
bacic. Http://www.diabetes.org/ diabetes-bacics

PERKERNI.(2015).Konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus


Tipe 2 di Indonesia. Jakarta :PERKERNI
PPNI DPP SDKI Pokja Tim, 2018. Standar Diagnosia Keperawatan Indonesia
Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI
PPNI DPP SIKI Pokja Tim, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI
PPNI DPP SLKI Pokja Tim, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI
Smeltzer, S.C dan B,G Bare. 2015. Baru Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai