Disusun Oleh:
Ramadhanti Salsabilla
NIM: 2130131
SURABAYA
2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DIABETES MELITUS
Oleh
RAMADHANTI SALSABILLA
NIM. : 2130131
Mengetahui,
Faktor-faktor resiko :
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga.
c. Diabetes gestasional
Diabetes Melitus Gestasional adalah gangguan dari glukosa yang dipicu oleh
kehamilan, biasanya menghilang setelah melahirkan. Diabetes Melitus
Gestasional didefinisikan sebagai intoleransi glukosa yang terjadi atau diketahui
pertama kali saat hamil tanpa membedakan apakah penderita mendapat insulin
atau diet saja. Pada kehamilan trimester pertama kadar glukosa akan turun antara
55-65% dan hal ini merupakan respon terhadap transportasi glukosa dari ibu ke
janin.1,2 Diabetes gestasional terjadi pada minggu ke 24 sampai ke 28 pada masa
kehamilan. Walaupun diabetes pada masa kehamilan termasuk salah satu faktor
resiko terkena diabetes tipe II. Kondisi ini adalah kondisi sementara dimana kadar
gula darah akan kembali normal setelah melahirkan. Disebut diabetes gestasional
bila gangguan toleransi glukosa yang terjadi sewaktu hamil kembali normal
dalam 6 minggu setelah persalinan.
3. Manifestasi Klinis
Penyakit diabetes melitus ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak
disadari penderita. Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita
DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula
darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160-180 mg/dL
dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula
(glucose),sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut. Menurut PERKENI
gejala dan tanda tanda DM dapat digolongkan menjadi 2 yaitu:
a. Gejala akut penyakit DM
Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap, bahkan mungkin tidak menunjukan gejala
apapun sampai saat tertentu. Pemulaan gejala yang ditunjukan meliputi:
1) Lapar yang berlebihan atau makan banyak(poliphagi)
Pada diabetes,karena insulin bermasalah pemaasukan gula kedalam sel sel tubuh
kurang sehingga energi yang dibentuk pun kurang itun sebabnya orang menjadi
lemas. Oleh karena itu, tubuh berusaha meningkatkan asupan makanan dengan
menimbulkan rasa lapar sehingga timbulah perasaan selalu ingin makan
2) Sering merasa haus(polidipsi)
Dengan banyaknya urin keluar, tubuh akan kekurangan air atau dehidrasi.untu
mengatasi hal tersebut timbulah rasa haus sehingga orang ingin selalu minum dan
ingin minum manis, minuman manis akan sangat merugikan karena membuat
kadar gula semakin tinggi.
3) Jumlah urin yang dikeluarkan banyak(poliuri)
Jika kadar gula melebihi nilai normal , maka gula darah akan keluar bersama
urin,untu menjaga agar urin yang keluar, yang mengandung gula,tak terlalu pekat,
tubuh akan menarik air sebanyak mungkin ke dalam urin sehingga volume urin
yang keluar banyak dan kencing pun sering.Jika tidak diobati maka akan timbul
gejala banyak minum, banyak kencing, nafsu makan mulai berkurang atau berat
badan turun dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah
dan bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual (PERKENI, 2015).
b. Gejala kronik penyekit DM
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM (PERKENI, 2015) adalah:
1) Kesemutan
2) Kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum
3) Rasa tebal dikulit
4) Kram
5) Mudah mengantuk
6) Mata kabur
7) Biasanya sering ganti kaca mata
8) Gatal disekitar kemaluan terutama pada wanita
9) Gigi mudah goyah dan mudah lepas
10) Kemampuan seksual menurun
11) Dan para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin
dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg
4. Komplikasi
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada penderita DM tipe II akan menyebabkan
berbagai komplikasi. Komplikasi DM tipe II terbagi menjadi dua berdasarkan lama
terjadinya yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik (Smeltzel dan Bare, 2015):
a. Komplikasi Akut
1) Ketoasidosis Diabetik (KAD)
KAD merupakan komplikasi akut DM yang di tandai dengan peningkatan kadar
glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dl), disertai dengan adanya tanda dan
gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-
320 mOs/Ml) dan terjadi peningkatan anion gap (PERKENI,2015).
2) Hipoglikemi
Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah hingga mencapai
<60 mg/dL. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak
keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro- glikopenik (pusing, gelisah,
kesadaran menurun sampai koma) (PERKENI, 2015).
3) Hiperosmolar Non Ketonik (HNK)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600- 1200
mg/dl), tanpa tanda dan gejala asidosis,osmolaritas plasma sangat meningkat
(330-380 mOs/ml),plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat
(PERKENI, 2015).
b. Komplikasi Kronis (Menahun)
Menurut Smeltzer dan Bare 2015, kategori umum komplikasi jangka panjang terdiri
dari:
1) Makroangiopati: pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh
darah otak.
2) Mikroangiopati: pembuluh darah kapiler retina mata (retinopati diabetik)
dan Pembuluh darah kapiler ginjal (nefropati diabetik).
3) Neuropatid : suatu kondisi yang mempengaruhi sistem saraf, di mana
serat-serat saraf menjadi rusak sebagai akibat dari cedera atau penyakit.
4) Komplikasi dengan mekanisme gabungan: rentan infeksi, contohnya
tuberkolusis paru, infeksi saluran kemih,infeksi kulit dan infeksi kaki. dan
disfungsi ereksi.
5) Ulkus diabetic: Ulkus diabetikum merupakan kerusakan yang terjadi sebagian
(Partial Thickness) atau keseluruhan (Full Thickness) pada daerah kulit yang
meluas ke jaringan bawah kulit, tendon, otot, tulang atau persendian yang terjadi
pada seseorang yang menderita penyakit Diabetes Melitus (DM), kondisi ini
timbul akibat dari peningkatan kadar gula darah yang tinggi.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
No Pemeriksaan Normal
10) Neurosensori
Terjadi pusing, pening, sakit kepala, kesemutan, kebas pada otot.
Tanda : disorientasi; mengantuk, letargi, stupor/koma (tahap lanjut).
2. Diagnosa keperawatan
SDKI 2018, diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien diabetes melitus
adalah:
a. Perfusi perifer tidak efektif
b. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
c. Gangguan integritas kulit/jaringan
d. Resiko infeksi
e. Resiko jatuh
f. Gangguan eleminasi urine
g. Nyeri akut
3. Intervensi
1. Ketidakstabilan kadar glukosa Kestabilan kadar glukosa darah (hal. Manajemen hiperglikemia (hal.180)
darah (D.0003, hal 22) 43) Observasi
1. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemi
1. Lelah/lesu menurun
2. Identifikais situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin
2. Kadar glukosa dalam darah meningkat (meliputi penyakit kambuhan)
membaik (74-106) 3. Monitor kadar glukosa darah
3. Output dan input cairan dalam 4. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (misalnya
3. Akral tidak dingin dan pucat 2. Monitor panas kemerahan, nyeri, atau bengkak pada
ekstremitas.
Terapeutik
1. Lakukan hidrasi
Edukasi
1. Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat atau tranfusi darah
3. Gangguan integritas Integritas kulit dan jaringan (hal. 33) Perawatan integritas kulit (hal. 316)
kulit/jaringan (D.0003, hal 22) 1. Tingkat nyeri menurun Observasi
2. Integritas kulit dan 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis.
jaringan membaik Perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan
3. Kontrol resiko meningkat kelembaban, penurunan, suhu lingkungan ekstrem,
penurunan mobilitas).
Terapeutik
1. Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada
kulit kering
2. Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit kering
3.
Edukasi
1. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
2. Anjurkan minum air yang cukup
4. Resiko infeksi (D.0003, hal Tingkat infeksi (hal. 139) Pencegahan infeksi (hal. 278)
22) 1. Tingkat nyeri menurun Observasi
2. Integritas kulit dan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
jaringan membaik Terapeutik
3. Kontrol resiko meningkat 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian imunisasi
5. Resiko jatuh (D.0003, hal 22) Tingkat jatuh (hal. 140) Pencegahan jatuh (hal. 279)
1. Jatuh dari tempat tidur Observasi
menurun. 1. Identifikasi faktor risiko jatuh (misal usia > 65 tahun,
2. Jatuh saat berdiri menurun. penurunan tingkat kesadaran, defisit kognitif, hipotensi
3. Jatuh saat duduk menurun. ortostatik, gangguan keseimbangan, gangguan
4. Jatuh saat berjalan menurun. penglihatan, neuropati).
5. Jatuh saat naik tangga menurun. 2. Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau
6. Jatuh saat dikamar mandi sesuai dengan kebijakan institusi.
menurun. 3. Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan risiko
7. Jatuh saat membungkuk jatuh (misal: lantai licin, penerangan kurang).
menurun. 4. Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (misal:
Fall Morse Scale, Humpty Dumpty Scale), jika perlu.
5. Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke kursi
roda dan sebaliknya.
Terapeutik
1. Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga.
2. Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam
kondisi terkunci.
3. Pasang handrail temapt tidur.
4. Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah.
5. Tempatkan pasien beresiko tinggi jatuh dekat dengan
pantauan perawat dan nurse station.
6. Gunakan alat bantu berjalan (misal Kursi roda, Walker).
7. Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien.
Edukasi
1. Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan
untuk berpindah.
2. Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin.
3. Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan
tubuh.
4. Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk
meningkatkan keseimbangan saat berdiri.
5. Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil untuk
memanggil perawat.
6. Gangguan eleminasi urine Eliminasi urine (hal. 24) Manajemen eliminasi urine (hal. 175)
(D.0003, hal 22) 1. Mengompol menurun Observasi
2. Karakteristik urin membaik 1. Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia
(warna kuniing jernih, bau urine
tidak menyengat, jumlah urin 2. Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau
output 400-800cc/hari). inkontinensa urine
3. Frekuensi buang air kecil 3. Monitor eliminasi urine (frekuensi, konsistensi, aroma,
membaik (5-7x/24 jam). volume, dan warna)
4. Desakan berkemih (urgensi) Terapeutik
menurun 1. Ambil sampel urine tengah (midstream) atau kultur
5. Disuria menurun 2. Catat waktu-waktu dan haluran berkemih
Edukasi
1. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
2. Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine
3. Anjurkan minum yang cukup (1,5-2 liter), jika tidak ada
kontraindikasi
4. Ajarkan mengambil sample urine midstream
7. Nyeri akut (D.0003, hal 22) Tingkat nyeri (hal. 145) Manajemen nyeri (hal. 201)
1. Tidak mengeluh nyeri Observasi
2. Tidak meringis 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
3. Tidak bersikap protektif kualitas, intensitas nyeri
4. Tidak gelisah 2. Identifikasi skala nyeri
5. Tidak mengalami kesulitan 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
tidur 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
6. Frekuensi nadi membaik nyeri
7. Tekanan darah membaik 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
8. Melaporkan nyeri terkontrol 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
9. Kemampuan mengenali 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
onset nyeri meningkat 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
10. Kemampuan mengenali diberikan
penyebab nyeri meningkat 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
11. Kemampuan menggunakan Terapeutik
teknik non-farmakologis 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.
suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah realisasi dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang
spesifik (Nursalam, 2006).
Jenis – jenis tindakan pada tahap pelaksanaan adalah:
a. Secara mandiri (independent) Adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh
perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya dan
menanggapi reaksi karena adanya stressor.
b. Saling ketergantungan (interdependent) Adalah tindakan keperawatan atas
dasar kerja sama tim keperawatan dengan tim kesehatan lainnya, seperti
dokter, fisioterapi, dan lain- lain.
c. Rujukan/ketergantungan (dependent) Adalah tindakan keperawatan atas
dasar rujukan dan profesi lainnya diantaranya dokter, psikiater, ahli gizi dan
sebagainya.
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah tindakan untuk mengukur respons pasien terhadap tindakan
keperawatan dan kemajuan pasien ke arah pencapaian tujuan (Reeder, 2011).
Perawat melaksanakan evaluasi sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan
terdapat 3 kemungkinan hasil, menurut Hidayat, A (2007) yaitu:
a. Tujuan tercapai Apabila pasien telah menunjukkan perubahan dan kemajuan
yg sesuai dengan kriteria yang telah di tetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian Jika tujuan tidak tercapai secara keseluruhan
sehingga masih perlu dicari berbagai masalah atau penyebabnya.
c. Tujuan tidak tercapai Jika pasien tidak menunjukkan suatu perubahan ke
arah kemajuan sebagaimana dengan kriteria yang diharapkan.
Web Of Caution
DM tipe 1 DM tipe 2
Difisiensi insulin
American Diabetes Association (ADA), (2013). Diakses tgl 11 juni 2017 Diabetes
bacic. Http://www.diabetes.org/ diabetes-bacics