Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

EKOLOGI LAUT TROPIS

Dosen Pengampu : 1. Ni Made Ernawati, S.Kel., M.Si


2. Made Ayu Pratiwi, S.Pi., M.Si
3. Dr. Nyoman Dati Pertami, S.P., M.Si

Oleh:
Faisal Peru Sihombing
1813521019
Kelas A

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS UDAYANA
BUKIT JIMBARAN
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam, karena atas
karunia dan rahmat-Nya Penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir Praktikum
Ekologi Laut Tropis ini tepat pada waktunya. Laporan Akhir Praktikum ini
penulis sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah ekologi laut tropis untuk
memenuhi syarat kelulusan matakuliah ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dan mendukung dalam menyusun laporan praktikum ini. Penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Orangtua Penulis yang senantiasa mendukung dan membiayai
perkuliahan Penulis.
2. Dosen pengampu mata kuliah Ekologi Laut Tropis, yakni Ni Made
Ernawati, S.Kel., M.Si dan ibu Made Ayu Pratiwi, S.Pi., M.Si serta ibu
Dr. Nyoman Dati Pertami, S.P., M.Si yang telah mencurahkan ilmu
kepada Penulis.
3. Teman-teman mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan angkatan
18, yang telah memberikan semangat dan motivasi serta membantu
Penulis dalam Penulisan Laporan Akhir Praktikum ini.
Dengan kemampuan yang terbatas, Penulis telah memberikan yang terbaik
dalam penulisan laporan akhir praktikum ini. Kritik dan saran dari berbagai pihak
sangat diharapkan oleh Penulis demi kesempurnaan Laporan Akhir Praktikum ini
dan untuk memperluas wawasan Penulis dalam penulisan laporan praktikum
selanjutnya. Penulis berharap laporan praktikum ini bisa bermanfaat bagi kita
semua.

Bukit Jimbaran, 02 Januari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER..................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2 Tujuan.....................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................3
2.1 Ekologi Laut Tropis...............................................................................3
2.2 Padang Lamun (Seagrass).....................................................................3
2.3 Pantai Matahari Terbit, Sanur.............................................................4
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM...........................................................6
3.1 Waktu dan Lokasi..................................................................................6
3.2 Alat dan Bahan.......................................................................................6
3.3 Prosedur Praktikum..............................................................................7
3.4 Analisis Data...........................................................................................7
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................10
4.1 Hasil.......................................................................................................10
4.1.1 Hasil Kerapatan Jenis Lamun.......................................................10
4.1.2 Hasil Pengamatan tutupan Lamun................................................11
4.1.3 Indeks Ekologi Lamun..................................................................12
4.2 Pembahasan..........................................................................................13
BAB V PENUTUP...............................................................................................16
5.1 Kesimpulan...........................................................................................16
5.2 Saran.....................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................17
LAMPIRAN.........................................................................................................19

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Lokasi Pantai Matahari Terbit..................................................4


Gambar 4.1 Grafik Indeks Ekologi Lamun........................................................14

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Alat dan Bahan Praktikum.....................................................................6


Tabel 4.1 Hasil Kerapatan Jenis Lamun pada Transek 1......................................10
Tabel 4.2 Hasil Kerapatan Jenis Lamun pada Transek 2......................................10
Tabel 4.3 Hasil Kerapatan Jenis Lamun pada Transek 3......................................11
Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Tutupan Lamun.......................................................11
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Indeks Ekologi Lamun pada Titik 1.......................12
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Indeks Ekologi Lamun pada Titik 2.......................12
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Indeks Ekologi Lamun pada Titik 3.......................12

v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu “Oikos”
dan “Logos”. Oikos berarti tempat untuk hidup atau lingkungan biotik, sedangkan
logos berarti ilmu pengetahuan. Oleh karena itu ekologi dapat diartikan sebagai
ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup (biotik)
dengan lingkungannya (abiotik) (Latuconsina, 2019). 
Ditinjau dari perspektif lingkungan perairan, maka ekologi perairan laut
adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi
antar suatu organisme dengan organisme lainnya serta dengan semua komponen
lingkungan yang ada di wilayah perairan laut. Salah satu contoh perairan laut
meliputi perairan intertidal yakni padang lamun (seagrass) (Latuconsina, 2019). 
Lamun (seagrass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga yang
memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati yang hidup terendam di perairan laut
dangkal. Sebagai produsen primer, lamun memfiksasi sejumlah karbon organik
yang sebagian besar berasal dari rantai makan di laut sehinga berkontribusi
sebagai makanan langsung bagi biota laut, baik sebagai makanan langsung bagi
hewan herbivora maupun sebagai tempat melekatnya mikroalga bentik yang
menjadi sumber makan bagi biota laut lainnya (Nur, 2011). 
Ekosistem lamun yang memiliki peranan penting tersebut seringkali tidak
mendapatkan upaya pelestarian oleh masyarakat sehingga rentan terhadap
kerusakan. Kerusakan lamun dapat diakibatkan oleh pengaruh aktivitas
masyarakat. Salah satu lokasi padang lamun di Bali dengan aktivitas masyarakat
yang tinggi adalah Pantai Matahari Terbit, Sanur. Menurut Graha (2016), Pantai
Matahari Terbit, Sanur merupakan kawasan pariwisata dan sebagian arealnya
dijadikan lokasi penambatan kapal atau perahu sehingga dapat menekan
keberadaan padang lamun. Oleh karena itu, untuk mengetahui struktur komunitas
dan kondisi padang lamun di Pantai Matahari Terbit, perlu dilakukan praktikum
lapangan.

1
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilaksanakannya praktikum ekologi laut tropis ini adalah
sebagai berilkut:
1. Dapat memahami dan mempraktekkan metode pengambilan data lamun
(seagrass).
2. Dapat mengetahui struktur komunitas dan kondisi padang lamun
(seagrass) yang berada di Pantai Matahari Terbit, Sanur.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekologi Laut Tropis
Kondisi perairan sebagai habitat ikan di daerah tropis memiliki tiga
perbedaan dengan kawasan bumi lainnya. Pertama, daerah khatulistiwa menerima
sinar Matahari yang sama sepanjang tahun, lain halnya daerah tropis yang
memiliki empat musim ekstrim, musim panas, gugur, dingin dan semi. Kedua,
iklim tropis yang menjadi penyebab keanekaragaman sumber hayati yang jauh
lebih besar dari yang ada di subtropics. Ketiga, suhu yang relatif tinggi di daerah
tropis merupakan beban yang nyata dalam usaha perikanan (Sulistyono et al.,
2015).
Dalam ekosistem pesisir dan laut, ekosistem laut meliputi beberapa
ekosistem khas seperti padang lamun, terumbu karang, laut dalam dan samudra,
dimana seluruh jenis organisme saling berhubungan dan ekosistem pesisir dimana
organisme penghuninya berbaur antara organisme dari darat dan dari laut. Seperti
pantai berbatu, pantai berpasir, hutan mangrove, padang lamun dan terumbu
karang (Regional, 2008).
2.2 Padang Lamun (Seagrass)
Padang lamun merupakan suatu ekosistem yang terdiri dari susunan flora
dan fauna dengan ciri khas serta hidup pada lingkungan yang khusus berupa
perairan yang berpantai landai. Secara ekologis, perairan di wilayah padang lamun
ini memiliki beberapa fungsi penting di perairan pantai. Salah satu fungsi lamun
adalah sebagai penyedia tempat berlindung bagi organisme-organisme laut yang
hidup di dalamnya (Indrayanti et al., 2003).
Pentingnya keberadaan padang lamun di perairan tidak hanya terkait dengan
peranannya sebagai penunjang produksi ikan, tetapi juga dengan fungsi fisika dan
kandungan biokimia yang dimiliki. Padang lamun berperan sebagai produser
primer, stabilisator dasar perairan dan pencegah erosi pantai, sumber makanan,
tempat asuhan dan tempat tinggal beberapa jenis organisme. Tumbuhan lamun
juga mempunyai potensi sebagai bahan untuk pembuatan kertas, makanan, dan

3
obat-obatan bagi manusia karena kandungan biokimia yang dimilikinya
(Fortes,1990 dalam Supriyadi et al., 2006).
Menurut tipe vegetasinya, padang lamun dapat dibagi menjadi 3 kelompok,
yaitu sebagai berikut (Makwin, 2010 dalam Nusi, 2013):
1. Padang lamun vegetasi tunggal Hanya terdiri dari 1 spesies saja. Contoh
jenis lamun yang dapat membentuk vegetasi tunggal yaitu Enhalus
accoroides, Halodule uninervis, Halophila ovalis, dan Thalassia
hemprichii.
2. Padang lamun asosiasi 2 atau 3 spesies Merupakan komunitas lamun yang
terdiri dari 2 sampai 3 spesies saja. Dan lebih sering dijumpai
dibandingkan padang lamun tunggal.
3. Padang lamun vegetasi campuran Padang lamun campuran umumnya
terdiri dari sedikitnya 4 dari 7 spesies lamun, yakni Cymodocea rotundata,
Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halodule uninervis, Halophila
ovalis, Syringodium isoetifolium, dan Thalassia hemprichii. Tetapi dalam
kerangka struktur komunitas padang lamun campuran ini, selalu terdapat
asosiasi antara spesies Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii
(sebagai spesies lamun yang dominan) dengan kelimpahan yang lebih
tinggi dibandingkan spesies lamun yang lain.
2.3 Pantai Matahari Terbit, Sanur

Gambar 3.1 Peta Lokasi Pantai Matahari Terbit


Sumber: Pamungkas (2016).
Pantai Matahari Terbit, Sanur berada di sebelah timur pulau Bali. Pantai
tersebut merupakan salah satu objek wisata pantai yang tepat untuk menikmati
sunrise atau matahari terbit. Sebagian kawasan pantai ini mempunyai pasir

4
berwarna putih yang eksotis. Keindahan alam ini yang menjadikan pantai Sanur
menjadi pantai atau objek wisata alam yang begitu eksotis dan terkenal
(Sugiharta, 2013).
Habitat padang lamun di pantai Matahari Terbit, Sanur dicirikan oleh habitat
laguna, yaitu wilayah perairan dangkal antara pantai dan tubir karang dimana
pasang surut terjadi. Lebar sebaran padang lamun bervariasi tergantung lebar
laguna. Di kawasan Pantai Sanur ditemukan 66 % dari total jenis lamun yang ada
di Indonesia dan 80 % dari total jenis lamun yang ada di provinsi Bali. Sehingga
tingkat keanekaragaman jenis lamun di kawasan pantai Sanur termasuk dalam
kriteria tinggi (Graha, 2016).

5
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Lokasi Praktikum
Adapun waktu dan lokasi pelaksanaan praktikum ekologi laut tropis adalah
sebagai berikut:
Hari, tanggal : Selasa, 29 Desember 2020
Waktu : 06.00 WITA – Selesai
Lokasi : Pantai Matahari Terbit, Sanur Kaja, Kecamatan. Denpasar
Selatan, Kota Denpasar, Bali
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan pengamatan lamun pada praktikum ekologi laut
tropis adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Alat dan bahan Praktikum
No Nama alat/bahan Gambar Kegunaan
.
1. Transek Sebagai alat ukur
0.5 m x 0.5 m luas pengamatan

2.. Smartphone Sebagai alat untuk


dokumentasi,
menentukan titik
koordinat stasiun,
dan mencatat hasil
pengamatan dan
pengukuran
3. Kacamata Renang Sebagai alat bantu
pengamatan lamun
didalam air

4. Papan worksheet Sebagai wadah


spesies lamun yang
diidentifikasi

6
5. Lamun Sebagai bahan yang
diamati

3.3 Prosedur Praktikum


Adapun prosedur yang dilakukan dalam praktikum ekologi laut tropis ini
adalah sebagai berikut:
1. Disiapkan alat yang akan digunakan untuk pengamatan yaitu transek
ukuran 0.5 x 0.5 meter dan papan worksheet.
2. Ditentukan titik pengamatan lamun sebanyak 3 titik dengan jarak kurang
lebih 25 meter tegak luruss dari bibir pantai.
3. Diletakkan transek pada tutupan lamun dan diidentifikasi jenis lamun yang
ditemukan.
4. Dilakukan perhitungan jumlah tegakan masing-masing jenis lamun pada 5
petak transek.
5. Dilakukan pengamatan persentase tutupan lamun pada transek
denganmenggunakan metode Seagrass Percent Cover Standards.
6. Dicatat hasil perhitungan dan pengamatan setiap titik stasiun pengamatan
3.4 Analisis Data
Adapun analisis data yang dilakukan dalam praktikum ekologi laut tropis ini
adalah analisis data ekosistem lamun yang dibagi menjadi kerapatan lamun,
persentase tutupan lamun, indeks keanekaragamaan (H’), indeks keseragaman (E),
dan indeks dominasi (C).
1. Kerapatan Jenis
Kerapatan jenis merupakan jumlah individu yang ditemukan per satuan
area pengamatan. Kerapatan jenis (Di), yaitu jumlah individu jenis i dalam suatu
area yang diukur (Bengen , 2000):
¿
Di = A

Keterangan:

7
Di = Kerapatan jenis-i,
ni = Jumlah total individu dari jenis-I,
A = Luas areal total pengambilan contoh.
2. Persentase tutupan
Penutupan lamun merupakan estimasi persentase luasan dalam plot transek
yang tertutupi lamun. Persentase tutupan lamun adalah proporsi luas substrat yang
ditutupi vegetasi lamun dalam satu satuan luas yang diamati tegak lurus dari atas
(Brower et al., 1989). Data estimasi yang didapat pada setiap plot kemudian di
rata-rata per stasiun pengamatan.
3. Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman dan Indeks
Dominansi
Perhitungan keanekaragaman lamun dilakukan dengan menggunakan
indeks Shannon-Wiener (H’) dengan rumus sebagai berikut (Krebs 1972):
n
H ' =−∑ pi ln pi
i=1

Keterangan:
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
Pi = Perbandingan jumlah lamun spesies ke-i terhadap jumlah total seluruh
spesies
N = Jumlah seluruh spesies

Perhitungan indeks keseragaman lamun dilakukan dengan rumus :


H'
E=
H ' max
Keterangan:
E = Indeks keseragaman (Evenness index)
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiene
S = Jumlah spesies
Perhitungan indeks dominasi diperlukan untuk mengetahui tingkat dominasi
suatu spesies di perairan dengan rumus sebagai berikut :
n
C=∑ pi 2
i=1

Keterangan:

8
C = Indeks dominansi (Index of dominance)
ni = Nilai dari setiap spesies (jumlah jenis individu ke-i
N =Nilai total dari seluruh spesies (jumlah individu total yang telah
ditemukan)
Pi =Perbandingan jumlah individu jenis ke-i dengan jumlah individu total yang
telah ditemukan.

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Kerapatan Jenis Lamun
Adapun hasil perhitungan kerapatan jenis lamun pada praktikum ekologi
laut tropis ini disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.1 Hasil Kerapatan Jenis Lamun pada Transek 1
No Nama Gambar Jumlah Kerapatan Jenis
. Spesies Individu (Ind/m2)
1. Cymodocea 15+12+21+8+7 453.24
serrulata =
63

2. Halodule 2+2+3+0+4 79.14


pinifolia =
11

Tabel 4.2 Data Kerapatan Jenis Lamun pada Transek 2


No Nama Gambar Jumlah Kerapatan Jenis
. Spesies Individu (Ind/m2)
1. Cymodocea 5+6+5+3+1 143.88
rotundata =
20

2. Halodule 4+0+2+2+0 57.55


uninervis =
8

10
Tabel 4.3 Data Kerapatan Jenis Lamun pada Transek 3
No Nama Gambar Jumlah Kerapatan Jenis
. Spesies Individu (Ind/m2)
1. Cymodocea 7+5+13+5+12 302.16
rotundata =
42

2. Syringodiu 5+3+11+0+3 158.27


m =
isoetifolium 22

4.1.2 Hasil Pengamatan Tutupan Lamun


Adapun hasil pengamatan tutupan lamun pada praktikum ekologi laut tropis
ini disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Tutupan Lamun
Transek Koordinat Gambar % Penutupan
1 -8,6748220, 95 %
115,2646400

2 -8,6747507, 75 %
115,2646393

3 -8,6746957, 85 %
115,2646246

11
4.1.3 Indeks Ekologi Lamun
Hasil perhitungan Indeks Ekologi Lamun yakni Indeks Keanekaragaman,
Indeks Keseragaman dan Indeks Dominansi lamun pada praktikum ekologi laut
tropis ini disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Indeks Ekologi Lamun pada Titik 1
Nama Spesies ni N Pi Pi2 ln Pi Pi ln Pi ln S
Cymodocea 63 74 0.85 0.72 -0.16 -0.137 0.69
serrulata
Halodule pinifolia 11 74 0.15 0.02 -1.91 -0.283 0.69
Indeks
Keanekaragaman 0.42
(H’)
Indeks 0.61
Keseragaman (E)
Indeks Dominansi 0.75
(D)

Tabel 4.6 Indeks Perhitungan Indeks Ekologi Lamun pada Titik 2


Nama Spesies ni N Pi Pi2 ln Pi Pi ln Pi ln S
Cymodocea rotundata 20 28 0.71 0.51 -0.34 -0.24 0.69
Halodule uninervis 8 28 0.29 0.08 -1.25 -0.36 0.69
Indeks
Keanekaragaman 0.60
(H’)
Indeks Keseragaman 0.86
(E)
Indeks Dominansi 0.59
(D)

Tabel 4.7 Indeks Perhitungan Indeks Ekologi Lamun pada Titik 3


Nama Spesies ni N Pi Pi2 ln Pi Pi ln Pi ln S
Cymodocea 42 64 0.660.43 -0.42 -0.28 0.69
rotundata
Syringodium 22 64 0.340.12 -1.07 -0.37 0.69
isoetifolium
Indeks
Keanekaragaman 0.64
(H’)
Indeks Keseragaman 0.93
(E)
Indeks Dominans 0.55
(D)

12
4.2 Pembahasan
Hasil pada praktikum ini yaitu pada titik 1 ditemukan 2 spesies lamun yaitu
Cymodocea serrulata dengan kerapatan jenis (Di) sebesar 453.24 Ind/m2 dan
Halodule pinifolia dengan kerapatan jenis (Di) sebesar 79.14 Ind/m2. Berdasarkan
hasil tersebut, pada titik 1 kondisi lamun Cymodocea serrulata yaitu sangat rapat,
sedangkan jenis kondisi lamun Halodule pinifolia yaitu agak rapat.
Pada titik 2 ditemukan 2 spesies lamun yaitu Cymodocea rotundata dengan
kerapatan jenis (Di) sebesar 143.88 Ind/m2 dan Halodule uninervis dengan
kerapatan jenis (Di) sebesar 57.55 Ind/m2. Berdasarkan hasil tersebut, pada titik 2
kondisi lamun Cymodocea rotundata adalah rapat, sedangkan jenis kondisi lamun
Halodule uninervis adalah jarang.
Pada titik 3 ditemukan 2 spesies lamun yaitu Cymodocea rotundata dengan
kerapatan jenis (Di) sebesar 302.16 Ind/m2 dan Syringodium isoetifolium dengan
kerapatan jenis (Di) sebesar 158.27 Ind/m2. Berdasarkan hasil tersebut, pada titik
3 kondisi lamun Cymodocea rotundata adalah sangat rapat, sedangkan jenis
kondisi lamun Syringodium isoetifolium adalah rapat.
Secara keseluruhan jumlah spesies lamun pada praktikum kali ini adalah
sebanyak lima spesies yaitu Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata,
Halodule pinifolia, Halodule uninervis, Syringodium isoetifolium. Sedangkan
menurut Graha (2016), ditemukan delapan jenis spesies lamun di kawasan Pantai
Sanur yang tergolong dalam dua famili yaitu H. uninervis, S. isoetifolium, H.
ovalis, H. pinifolia, E. acroides, C. rotundata, T. hemprichii dan C. Serrulata.
Perbedaan jumlah spesies yang didapatkan ini diduga terjadi karena titik lokasi
pengamatan yang dilakukan oleh praktikan belum dapat mewakili keseluruhan
kawasan pantai Matahari Terbit .
Pada praktikum ini juga dilakukan pengukuran persentase tutupan lamun.
Berdasarkan estimasi proporsi luas substrat yang ditutupi oleh vegetasi lamun
didapatkan hasil bahwa tutupan lamun pada titik 1 adalah 95%, pada titik 2
adalah75%, dan pada titik 3 adalah 85%. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa
kondisi vegetasi lamun di semua titik pegamatan termasuk kategori Baik.

13
Hasil perhitungan Indeks Ekologi Lamun yang dilakukan pada praktikum
ekologi laut tropis ini digambarkan dalam gambar grafik berikut ini:

Indeks Ekologi Lamun

1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
Titik 1 Titik 2 Titik 3

Keanekaragaman Keseragaman Dominansi


X
Gambar 4.1 Grafik Indeks Ekologi Lamun
Pada gambar grafik tersebut dapat diketahui bahwa indeks keanekaragaman
(H’) dari ketiga titik pengamatan di Pantai Matahari Terbit memiliki nilai kurang
dari 1 (H’≤1) yang artinya indeks keanekaragaman di pantai tersebut termasuk
rendah, sesuai dengan Odum (1971) bahwa nilai H’ (indeks keanekaragaman)
yang kurang dari 1 tetapi lebih besar dari 0 adalah keanekaragaman yang rendah.
Indeks keseragaman paling rendah terdapat pada titk 1 yaitu 0,61 sedangkan
indeks keseragaman tertinggi yaitu 0.93 yang terdapat pada titik 3. Romiharto dan
Juwana (2001) mengemukakan bahwa indeks keseragaman yang berada pada
kisaran 0.6 hingga 1 dikategorikan kedalam keseragaman tinggi. Oleh karena itu
diketahui bahwa indeks keseragaman pada ketiga titik pengamatan di pantai
Matahari Terbit termasuk kategori keseragaman tinggi, jumlah individu pada
masing-masing jenis retalif sama, perbedaannya tidak mencolok , dan kondisi
lingkungan stabil.
Indeks dominansi yang didapatkan pada titik 1 adalah 0,75, pada titik 2
adalah 0,59 dan pada titik 3 adalah 0,55. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa
pada titik 1 tergolong dominansi tinggi sedangkan pada titik 2 dan 3 termasuk

14
kategori dominansi sedang. Menurut Rappe (2010) , Dominansi sedang
menunjukkan kondisi lingkungan yang cukup stablil, sedangkan dominansi tinggi
menunjukkan bahwa terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya, kondisi
lingkungan tidak stabil dan terdapat suatu tekanan ekologi.

15
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukannya praktikum ekologi laut tropis ini, penulis dapat
menyimpulkan bahwa:
1. Untuk mengetahui kondisi vegetasi lamun di suatu perairan dapat
dilakkan dengan memngukur kerapatan jenis, persentase tutupan, dan
perhitungan indeks ekologi lamun tersebut.
2. Struktur komunitas lamun di Pantai Matahari Terbit berdasarkan
praktikum kali ini adalah terdapat lima spesies yaitu Cymodocea
serrulata, Cymodocea rotundata, Halodule pinifolia, Halodule
uninervis, Syringodium isoetifolium.Oleh karena itu vegetasi padang
lamun di pantai Mtahari Terbit termasuk dalam vegetasi campuran.
3. Secara umum kondisi vegetasi lamun di Pantai Matahari Terbit masih
tergolong dalam keadaan baik, namun ada indikasi dominansi spesies
yang menunjukkan ketidakstabilan ekosistem sehingga ekosistem
padang lamun di Pantai Matahari harus terus dijaga dan dilestarikan
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan setelah melakukan praktkum
ini adalah sebaiknya titik pengamatan lebih banyak agar lebih mewakili kawasan
yang diamati.

16
DAFTAR PUSTAKA

Bengen, D.G., 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat
Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan . Institut Pertanian Bogor. Bogor,
Indonesia.
Brower JE, Zar JH & Ende CNV. 1989. Field and laboratory method for general
ecology fourth edition. McGraw-Hill Publication. Boston, USA. xi + 273p.
Graha, Arthana, & Karang, . 2016. Simpanan karbon padang lamun di kawasan
pantai sanur, kota denpasar. ECOTROPHIC: Jurnal Ilmu Lingkungan
(Journal of Environmental Science) , 10 (1), 46-53.
Indrayanti, E., Widianingsih., Riniatsih, I. 2003. Kajian Potensi Kerang-kerangan
dan Siput Laut di Ekosistem Padang Lamun Perairan Jepara. FPIK. UNDIP:
Semarang.
Krebs, C. J. 1972. The experimental analysis of distribution and
abundance. Ecology. New York: Harper and Row, 1-14.
Latuconsina, H. 2019. Ekologi perairan tropis: prinsip dasar pengelolaan sumber
daya hayati perairan. UGM PRESS.
Nur, Chandra. 2011. Inventarisasi Jenis Lamun dan Gastropoda yang Berasosiasi
di Perairan Pulau Karangpuang, Mamuju. Skripsi. Makassar: Program Studi
Ilmu Kelutan, Uversitas Hasanuddin.
Nusi, Siti Rahmi A.R. 2013. Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde,
Kec. Ponelo Kepulauan, Kab. Gorontalo Utara. Skripsi. Gorontalo:
Manajemen Sumberdaya Perairan, Universitas Negeri Gorontalo.
Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. W.B. Sounders Company Ltd.
Philadelphia.
Pamungkas, M. W. T. 2016. Studi Perubahan Habitat Padang Lamun
Berdasarkan Kualitas Perairan Menggunakan Citra Landsat 8 (Studi
Kasus: Pantai Sanur, Bali) (Doctoral dissertation, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember).

17
Rappe, R. A. (2010). Struktur Komunitas Ikan Pada Padang Lamun yang Berbeda
di Pulau Barrang Lompo. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 2(2),
62-73.
Regional. 2008. Ekosistem Pesisir dan Laut dalam regional.coramap.or.id.
Romimohtarto, K & Juwana, S. (2009). Biologi Laut Ilmu Pengetahuan tentang
Biologi Laut. Djambatan. Jakarta.
Sugiharta, G. 2013. Identifikasi Objek Wisata Yang Terdapat Di Pantai
Sanur. Widya Winayata: Jurnal Pendidikan Sejarah, 1(1).
Sulistiyono. Dwi., Suwarto., Moh. Gamal Rindarjono. Transformasi Mata
Pencaharian Dari Petani Ke Nelayan Di Pantai Depok Desa Parangtritis
Kabupaten Bantul. Jurnal Geoeco.1 (2): 234 – 24.
Supriadi., Dedi, S. Richardus, F.K. 2006. Beberapa Aspek Pertumbuhan lamun
Enhalus acoroides Royle di Pulau Barrong Lompo Makasar. FIKP.
UNHAS: Makasar.

18
LAMPIRAN

19

Anda mungkin juga menyukai