Anda di halaman 1dari 41

PERAN SCRUB NURSE

PADA ASUHAN KEPERAWATAN


PASIEN Ny. S DENGAN PAOD
DI RUANG KATETERISASI JANTUNG
RSUP Dr. KARIADI

Disusun oleh :
MAULANA RIAN KRISANDI,S.Kep.,Ns

PELATIHAN ASUHAN KEPERAWATAN


DIAGNOTIK INVASIF JANTUNG TINGKAT LANJUT 1
KATETERISASI JANTUNG ( CATHLAB )
TAHUN 2021

BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Diabetes mellitus (DM) ialah penyakit metabolik ditandai dengan hiperglikemia karena
kerja insulin, sekresi insulin atau keduanya (Purnamasari, 2014). Klien maupun penyedia
layanan kesehatan sering menyebut sebagai penyakit “gula tinggi” (Fain, 2014). Diabetes
mellitus (DM) sekarang menjadi ancaman yang cukup serius bagi penduduk didunia
khususnya DM tipe 2 (Depkes, 2008). Di Indonesia penderita diabetes mellitus (DM) banyak
dialami penduduk dengan usia dewasa. WHO menyebutkan Asia Tenggara mengalami
peningkatan tertinggi dibanding benua lainnya. Perkirakan WHO Indonesia pada tahun 2025
menempati peringkat 5 sedunia dengan penderita sebanyak 12,4 juta penduduk dengan
kenaikan 2 tingkat dibanding 1995 (Suyono, 2014).
Penyakit diabetes mellitus (DM) jika tidak dilakukan pencegahan dan penanganan yang
benar maka akan menimbulkan komplikasi seperti komplikasi makrovaskuler dan
mikrovaskuler. Sebelum diagnosa diabetes mellitus (DM) ditegakan, komplikasi DM sudah
dimulai sejak dini. Diantaranya seperti mengalami retinopati, gambaran abnormal EKG dan
timbul kaki iskemik atau denyut nadi tungkai tidak teraba karena adanya gangguan aliran
darah ke tungkai. Keadaan tersebut dikenal dengan Peripheral Arterial Disease (PAD) atau
penyakit arteri perifer (Tori & Purbianto, 2012).
PAOD (Perifer Arterial Occlusive Disease) atau bisa juga disebut PAD (Perifer Arterial
Disease) adalah penyumbatan pada arteri perifer yang dihasilkan dari proses atherosklerosis
atau proses inflamasi yang menyebabkan lumen menyempit (stenosis), atau dari pembentukan
trombus (biasanya terkait dengan faktor resiko yang menjadi dasar timbulnya
atherosklerosis). Ketika kondisi ini muncul maka akan terjadi peningkatan resistensi
pembuluh darah yang dapat menimbulkan penurunan tekanan perfusi ke area distal dan laju
darah. Studi menunjukkan bahwa kondisi atherosklerosis kronik pada tungkai bawah yang
menghasilkan lesi stenosis. Mekanisme dan proses hemodinamik yng terjadi pada PAOD
sangat mirip dengan yang terjadi pada penyakit arteri koroner.
Peripheral Arterial Disease (PAD) adalah penyakit yang terjadi di pembuluh darah
setelah keluar dari jantung atau aorta, termasuk arteri karotis, mesenterika, renalis dan semua
percabangan setelah melewati aorta iliaka ekstremitas bawah serta ekstremitas atas. PAD
lebih sering terjadi pada ekstremitas bawah. Penyebab utama dari penyakit ini adalah
arterosklerosis. Dalam patofisiologi mengubah bentuk struktur dan fungsi aorta yang normal.
Faktor resiko utama pada arterosklerosis adalah penyakit diabetes mellitus, kebiasaan
merokok, hipertensi dan peningkatan kadar lemak dalam darah (Anotono & Hamonangani,
2014; Hiatt, 2008; Black & Hawks, 2014).
Saat ini diperkirakan lebih 202 juta orang di dunia terkena PAD. Penduduk Amerika
sekitar 8-12 juta terkena Peripheral Arterial Disease dan meningkat seiring bertambahanya
usia karena terjadi kelemahan pada pembuluh darah. Di Amerika Serikat sebanyak 34.3% usia
diatas 40 tahun dan 14.5% diatas 70 tahun terkena PAD. Studi epidemiologi menunjukkan
bahwa prevalensi PAD sekitar 1,6 – 12% (Norgren, 2007).
Hasil yang diperoleh penelitian dari (AGATHA) A Global Atherothrombosis Assessment
oleh American Society of Cardiology tahun 2006, prevalensi PAD di Indonesia adalah 9,7%.
Indonesia ikut disertakan menjadi subyek penelitian multi negara oleh PAD-SEARCH, dan
mendapatkan hasil setiap satu juta orang Indonesia, 13.807 diantaranya terkena PAD.
Prevalensi penyakit arterosklerosis meningkat pada diabetes mellitus, hipertensi,
hiperkolesterolemia, dan perokok (Antono & Hamonangani, 2014). Individu dengan diabetes
berada pada resiko lebih besar untuk mengembangkan terjadinya PAD. Kegagalan upaya
pengendalian kadar glukosa darah dalam jangka panjang akan berdampak terhadap timbulnya
berbagai komplikasi baik mikrovaskuler maupun makrovaskuler. Proses komplikasi tersebut
bermula dari kegagalan pengontrolan glukosa dalam darah sehingga mengalami hiperglikemia
dalam jangka panjang (Vienna, 2012). American Diabetes Associattion merekomendasikan
skrinning PAD setiap 5 tahun pada pasien diabetes (Marso & Hiatt, 2006).
Sekitar 15-20% usia diatas 50 tahun memiliki resiko menderita PAD (Elfi, 2012).
Hubungan PAD dan usia menggambarkan lebih lamanya paparan faktor aterogenik dengan
disertai efek komulatif penuaan di pembuluh darah. Didalam proses penuaan yang secara
alami dapat mengakibatkan pembuluh darah orang tua lebih mudah mengalami aterosklerosis
dan berpotensi poliferasi sel, kerusakan DNA serta proses apoptosis. Jumlah NO (Nitrogen
Monoksida) dan respon vaskular pada NO menurun dengan seiring bertambah usia.
Penurunan NO mengakibatkan gangguan relaksasi pemuluh darah (Chouneiri et al, 2006;
Wang & Martin, 2012).
Pada pemeriksaan lanjutan pada kasus PAD atau PAOD yang dilakukan salah satu nya
adalah ARTERIOGRAFI CORONER. Pemeriksaan arteriografi adalah pemeriksaan
pembuluh darah arteri dengan menggunakan zat kontras. Karena aliran darah dalam pembuluh
darah arteri sangat cepat, maka digunakan rapid film changer yang dapat memotret maksimal
sampai 10 film per detik, sehingga setiap alilran kontras dalam pembuluh darah arteri dapat
diikuti (Rachman, 2005)

B. TUJUAN
Tujuan dari penyusunan laporan ini adalah berikut:
1. Mengetahui tujuan dari prosedur pemeriksaan Arteriografi pada pasien dengan diagnose
PAOD
2. Memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan PAOD yang dilakukan tindakan
Arteriografi
3. Memahami hasil tindakan arteriografi pada pasien PAOD sehingga dapat dilakukan
penatalakssanaan lebih lanjut

C. MANFAAT
Laporan peran scrub nurse pada asuhan keperawatan pasien Ny. S dengan PAOD di
ruang kateterisasi jantung ini diharapkan dapat bermanfaat untuk saya sebagai peserta agar
dapat mengerti, memahami dan mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang
dilakukan tindakan diagnostik invasif di Cath Lab. Serta mempunyai kompetensi klinik dalam
bidang perawatan kardiovaskular khusus (Cath Lab).
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
PAOD (Perifer Arterial Occlusive Disease) atau bisa juga disebut PAD (Perifer
Arterial Disease) adalah penyumbatan pada arteri perifer yang dihasilkan dari proses
atherosklerosis atau proses inflamasi yang menyebabkan lumen menyempit (stenosis),
atau dari pembentukan trombus (biasanya terkait dengan faktor resiko yang menjadi
dasar timbulnya atherosklerosis). Ketika kondisi ini muncul maka akan terjadi
peningkatan resistensi pembuluh darah yang dapat menimbulkan penurunan tekanan
perfusi ke area distal dan laju darah. Studi menunjukkan bahwa kondisi atherosklerosis
kronik pada tungkai bawah yang menghasilkan lesi stenosis. Mekanisme dan proses
hemodinamik yng terjadi pada PAOD sangat mirip dengan yang terjadi pada penyakit
arteri koroner.
Peripheral Artery Disease (PAD) adalah suatu penyakit dimana terganggunya atau
tersumbatnya aliran darah dari atau ke jaringan organ. Sumbatan itu disebabkan oleh
plak yang terbentuk di arteri yang membawa darah ke seluruh anggota tubuh. Plak ini
terdiri atas lemak, kalsium, jaringan fibrosa dan zat lain di dalam darah (Prasetyo,
2003).
Menurut Fran (2004), Peripheral Artery Disease (PAD) adalah semua penyakit
yang menyangkut sindrome arterial non koroner yang disebabkan oleh kelainan
struktur dan fungsi arterial yang mengaliri otak, organ viseral dan keempat ekstremitas.
Tempat tersering terjadinya PAOD adalah daerah tungkai bawah. Sirkulasi pada
tungkai bawah berasal dari arteri femoralis yang merupakan lanjutan dari arteri
eksternal iliaka. Pecabangan utama dari arteri femoralis adalah arteri femoralis distal
(yang biasanya dimaksudkan sebagai sreri femoralis superfisial) yang berlanjut k
bagian bawah tungkai dan menjadi arteri popliteal tepat diatas lutut. Dua arteri utama
pada akhir popliteal arteri adalah arteri posterior dan anterior tibial yang menyuplai
darah kebagian bawah tungkai dan kaki. Berikut adalah gambar vaskularisasi tungkai
B. Etiologi
PAOD umumnya akibat aterosklerosis yaitu terbentuknya plak pada
pembuluh darah yang membentuk blok sehingga mempersempit dan
melemahkan pembuluh darah.
Penyebab lain PAOD antara lain :
1. Gumpalan atau bekuan darah yang dapat memblokir pembuluh darah,
2. Diabetes dalam jangka panjang, gula darah yang tinggi dapat merusak
pembuluh darah. Penderita DM juga memiliki tekanan darah yang tinggi
dan lemak yang banyak dalam darah sehingga mempercapat
perkembangan aterosklerosis,
3. Infeksi Arteri (arteritis),
4. Cidera, bisa terjadi akibat kecelakaan,
5. Hiperlipidemia,
6. Perokok,
7. Hipertensi,
8. Obesitas dan lain-lain.
C. Klasifikasi/Tingkatan Penyakit

Fontaine
Rutherford classification
Classificatio
n
Stage Symptoms Grade Category Symptoms
I Asymptomatic 0 0 Asymptomatic
Intermittent I 1 Mild
II claudication claudication
I 2 Moderate
claudication
I 3 Severe
claudication
III Ischaemic rest II 4 Ischaemic rest
Pain pain
Ulceration or III 5 Minor tissue
IV gangrene loss
III 6 Mayor tissue
loss

D. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya aterosklerosis pada PAOD sama seperti yang
terjadi pada arteri koronaria. Proses aterosklerosis lebih sering terjadi pada
percabangan arteri, tempat yang turbulensinya meningkat dan kerusakan
tunika intima. Aterosklerosis pembuluh darah distal lebih sering terjadi pada
pasien usia lanjut dan diabetes mellitus. Aterosklerosis menyebabkan
terbatasnya aliran darah arteri sehingga dapat menimbulkan iskemia karena
terdapat ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan.
Pada PAOD, arteri yang terganggu tidak dapat berespon terhadap
stimulus untuk vasodilatasi. Selain itu, endotel yang mengalami disfungsi
pada aterosklerosis tidak dapat melepaskan substansi vasodilator seperti
adenosin serta nitrit oksida dalam jumlah yang normal. Jika aterosklerosis
atau stenosis terjadi sedemikian parah hingga menyebabkan tidak
tercukupinya suplai darah atau oksigen bahkan pada saat istirahat, akan
terjadi kegawatan pada tungkai karena berpotensi besar terjadi nekrosis
jaringan dan ganggren.
Iskemia yang terjadi secara intermiten lama kelamaan dapat menyebabkan
perubahan struktur dan fungsi otot seperti denervasi dan drop out. Hilangnya
serat-serat otot dapat menyebabkan penurunan kekuatan serta atropi otot.
Selain itu, serat-serat otot yang masih dapat digunakan sebenarnya juga sudah
mengalami abnormalitas metabolisme oksidatif pada mitokondria.

E. Manifestasi Klinis
1. Gejala yang tampak :
a. Rasa nyeri pada kaki
b. Denyut nadi lemah
c. Perubahan suhu tubuh.
d. Bulu kaki rontok

2. Gejala yang tidak tampak


90% hanya bisa diketahui dari ABI.
3. Gejala Non Spesifik
a. Kulit dingin, kulit mengkilat
b. Kuku menebal
c. Kurangnya rambut atau bulu kaki
d. Nyeri di dada atau leher
e. Pingsan
f. Kebingungan, sulit untuk melihat pada satu atau kedua mata
g. Kehilangan koordinasi
h. Sakit kepala mendadak

Tanda gejala utama adalah nyeri pada area yang mnegalami penyempitan pembuluh darah.
Tanda gejala awal adalah nyeri (klaudikasi) dan sensasi lelah pada otot yang terpengaruh. Karena
pada umumnya penyakit ini terjadi pada kaki maka sensasi terasa saat berjalan. Gejala mungkin
menghilang saat beristirahat. Saat penyakit bertambah buruk gejala mungkin terjadi saat aktivitas
fisik ringan bahkan setiap saat meskipun beristirahat.

Gambar 2. Perubahan warna kulit


Pada tahap yang parah kaki dan tungkai akan menjadi dingin dan kebas. Kulit akan menjadi
kering dan bersisik bahkan saat terkena luka kecil dapat terjadi ulcer karena tanpa suplai darah
yang baik maka proses penyembuhan luka tidak akan berjalan dengan baik. Pada fase yang paling
parah saat pembuluh darah tersumbat akan dapat terbentuk gangren pada area yang kekurangan
suplai darah.

Gambar 3 iskemia kronis parah dengan gangren kering


Pada beberapa kasus penyakit vaskular perifer terjadi secara mendadak hal ini terjadi saat
ada emboli yang menyumbat pembuluh darah. Pasien akan mengalami nyeri yang tajam diikuti
hilangnya sensari di area yang kekurangan suplai darah. Tungkai akan menjadi dingin dan kebas
serta terjadi perubahan warna menjadi kebiruan

F. Komplikasi
1. Iskemia berat dan nekrosis
2. Ulserasi kulit
3. Gangren yang dapat di ikuti oleh amputasi tungkai
4. Kerusakan pertumbuhan kuku dan rambut
5. Stroke atau serangan iskemia sepintas (TIA)
6. Emboli perifer atau sistemik

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan lanjutan yang diperlukan pada kecurigaan adanya PAD
adalah pengukuran anklebrachial index (ABI) yang merupakan rasio tekanan
sistolik pada ankle (kaki) serta brachial (lengan). ABI dianggap normal
apabila ≥1.0 sedangkan indeks kurang dari 0.9 dapat membantu menegakan
diagnosis PAD. Pada kondisi tersebut pasien seringkali sudah mengeluhkan
klaudikasio. Sementara itu, jika indeks sudah mencapai <0.5, pasien biasanya
sudah mengalami klaudikasio pada saat istirahat.
Beberapa tes lain yang dapat digunakan untuk menilai perfusi perifer
antara lain adalah sebagai berikut :
1. Ankle Brachial Indeks
Pemeriksaan ABI adalah uji noninvasif yang cukup akurat untuk
mendeteksi adanya PAD dan untuk menentukan derajat penyakit ini. ABI
merupakan pengukuran non-invasif ABI didefinisikan sebagai rasio
antara tekanan darah sistolik pada kaki dengan tekanan darah sitolik
padalengan. Kriteria diagnostik PAD berdasarkan ABI diinterpretasikan
sebagai berikut:

2. Toe-Brachial Index (TBI)


TBI juga merupakan suatu pemeriksaan noninvasif yang dilakukan
pada pasien diabetes dengan PAD khususnya pada pasien yang
mengalami kalsifikasi pada pembuluh darah ekstremitas bawah yang
menyebabkan arteri tidak dapat tertekan dengan menggunakan teknik
tradisional (ABI, indeks ABI > 1,30) sehingga pemeriksaan ini lebih
terpercaya sebagai indikator PAD dibandingkan ABI. Nilai TBI yang ≥
0,75 dikatakan normal atau tidak terdapat stenosis arteri.
3. Segmental Pressure dan Pulse Volume Recordings (PVR)
Pulse volume recording (PVR) yang juga disebut plethysmography
merupakan suatu tes yang mengukur aliran darah arteri pada ekstremitas
bawah dimana pulsasi yang mewakili aliran darah pada arteri
diperlihatkan oleh monitor dalam bentuk gelombang. PVR juga dapat
digunakan pada pasien PAD yang mengalami kalsifikasi pada arteri
bagian medial (ABI > 1,30) yang biasa ditemukan pada pasien usia tua,
pasien yang menderita diabetes cukup lama atau pasien yang menderita
penyakit ginjal kronik. Pada pasien dengan PAD berat, PVR juga dapat
memprediksi apakah kaki yang terkena PAD ini memiliki cukup aliran
darah atau tidak untuk bertahan atau jika akan dilakukan amputasi pada
kaki tersebut. Interpretasi dari tes ini dapat menyediakan informasi
mengenai derajat obstruksi PAD secara spesifik. Pada arteri yang masih
sehat, gelombang pulsasi akan terlihat tinggi dengan puncak yang tajam
yang menunjukkan aliran darah mengalir dengan lancar. Namun jika
arteri tersebut mengalami penyempitan atau obstruksi maka akan terlihat
gelombang yang pendek dan memiliki puncak yang kecil dan datar.
Tingkat keakuratan pemeriksaan ini untuk menegakkan diagnosis PAD
berkisar antara 90-95%.
4. Ultrasonografi dupleks/ Duplex ultrasonography
Ultrasonografi dupleks memiliki beberapa keuntungan dalam
menilai sistem arteri perifer. Pemeriksaan yang noninvasif ini tidak
memerlukan bahan kontras yang nefrotoksik sehingga alat skrining ini
digunakan untuk mengurangi kebutuhan akan penggunaan angiografi
dengan kontras (Elgzyri, 2008). Modalitas diagnostik ini juga dapat
digunakan sebagai alat pencitraan tunggal sebelum dilakukan intervensi
pada sekitar 90% pasien dengan PAD dimana sensitivitas dan spesifisitas
untuk mendeteksi dan menentukan derajat stenosis pada PAD berkisar
antara 70% dan 90% (Favaretto et al, 2007) Dupleks ultrasonografi juga
dapat menggambarkan karakteristik dinding arteri sehingga dapat
menentukan apakah pembuluh darah tersebut dapat diterapi dengan distal
bypass atau tidak. Selain itu, alat ini juga dapat digunakan untuk
menentukan apakah suatu plak pada arteri tersebut merupakan suatu
resiko tinggi terjadinya embolisasi pada bagian distal pembuluh darah
pada saat dilakukan intervensi endovascular.
5. Computed Tomographic Angiography (CTA), jika akan direncakan
dilakukan prosedur revaskularisasi.
Penggunaan CTA untuk mengevaluasi sistem arteri perifer telah
berkembang seiring perkembangan multidetector scanner (16- atau 64-
slice).Sensitivitas dan spesifisitas alat ini untuk mendeteksi suatu stenosis
 50% atau oklusi adalah sekitar 95-99%. Seperti halnya ultrasonografi
dupleks, CTA juga menyediakan gambaran dinding arteri dan jaringan
sekitarnya termasuk mendeteksi adanya aneurisma arteri perifer,
karakteristik plak, kalsifikasi, ulserasi, trombus atau plak yang lunak,
hiperplasia tunika intima, in-stent restenosis dan fraktur stent. CTA tetap
memiliki keterbatasan dalam hal penggunaannya pada pasien dengan
insufisiensi renal sedang-berat yang belum menjalani dialysis.
6. Magnetic Resonance Angiography (MRA), jika akan direncakan
dilakukan prosedur revaskularisasi.
MRA merupakan pemeriksaan noninvasif yang memiliki resiko
rendah terhadap kejadian gagal ginjal. Pemeriksaan yang memiliki
rekomendasi dari ACC/AHA (Class I Level of Evidence A)ini dapat
memberikan gambaran pembuluh darah yang hampir sama dengan
gambaran pembuluh darah pada pemeriksaan angiografi (Hirsch et al,
2006). Modalitas pemeriksaan ini tidak menggunakan radiasi dan media
kontras yang digunakan (gadolinium-based contrast) tidak terlalu
nefrotoksik dibandingkan dengan kontras yang digunakan pada CTA
maupun angiografi kontras. Sensitivitas dan spesifisitas alat ini untuk
mendeteksi stenosis arteri dibandingkan dengan angiografi kontras
adalah sekitar 80-90%.
7. Contrast Angiography
Walaupun MRA merupakan modalitas pemeriksaan yang cukup
aman dan merupakan teknologi yang cukup menjanjikan namun
pemeriksaan yang masih merupakan standar baku emas untuk
mendiagnosis PAD adalah angiografi kontras.Pemeriksaan ini
menyediakan informasi rinci mengenai anatomi arteri dan
direkomendasikan oleh ACC/AHA (Class I, Level of Evidence A) untuk
pasien PAD khususnya yang akan menjalani tindakan revaskularisasi.
Seperti halnya pemeriksaan yang menggunakan media kontras, prosedur
angiografi kontras juga memerlukan perhatian khusus mengenai resiko
terjadinya nefropati kontras. Pasien dengan insufisiensi ginjal sebaiknya
mendapatkan hidrasi yang cukup sebelum tindakan. Pemberian n-
acetylcysteinesebelum dan setelah tindakan pada pasien dengan
insufisiensi ginjal (serum kreatinin lebih dari 2,0 mg/dl) dapat dilakukan
sebagai tindakan pencegahan perburukan fungsi ginjal. Selain itu pasien
diabetes yang menggunakan obat metformin memiliki resiko menderita
asidosis laktat setelah angiografi. Metformin sebaiknya dihentikan sehari
sebelum tindakan dan 2 hari setelah tindakan untuk menurunkan resiko
asidosis laktat. Insulin dan obat hipoglikemik oral sebaiknya dihentikan
penggunaannya pada pagi hari menjelang tindakan. Evaluasi klinis
termasuk pemeriksaan fisik dan pengukuran fungsi ginjal
direkomendasikan untuk dilakukan dua minggu setelah prosedur
angiografi untuk mendeteksi adanya efek samping lanjut seperti
perburukan fungsi ginjal atau adanya cedera pada daerah akses kateter
pembuluh darah.
8. Pemeriksaan laboratorium dievaluasi kondisi hidrasi, kadar oksigen
darah, fungsi ginjal, fungsi jantung dan kerusakan otot.
9. Diperiksa foto toraks untuk melihat kardiomegali,
10. Hematokrit untuk melihat polisitemia,
11. Analisa urine untuk melihat protein dan pigmen untuk melihat mioglobin
di urine.
12. Creatinine phosphokinase untuk menilai nekrosis.
13. Ultrasonografi abdomen untuk mencari aneurisma aorta abdominal.
14. Arteriografi dapat mengetahui dengan jelas tempat sumbatan dan
penyempitan.
H. Penatalaksanaan
1. Terapi Non-Farmakologi
a. Perubahan pola hidup
1) Berhenti merokok
2) Menurunkan berat badan pada penderita obesitas (diet dan
olahraga)
3) Menurunkan tekanan darah
4) Menurunkan kadar kolesterol dalam darah
5) Menurunkan kadar gula darah jika beresiko diabetes
6) Olahraga teratur
b. Terapi suportif
1) Perawatan kaki dengan menjaga tetap bersih dan lembab
dengan memberikan krim atau pelembab
2) Memakai sandal dan sepatu yang ukurannya pas dari bahan
sintetis yang berventilasi.
3) Hindari penggunaan bebat plastik karena mengurangi aliran
darah ke kulit
4) Latihan fisik (exercise) berupa jalan-jalan kaki kira-kira selama
30-40 menit
2. Penatalaksanaan Medis
a. Angioplasti dan bedah.
Dalam beberapa kasus, angioplasti atau pembedahan mungkin
diperlukan untuk mengobati penyakit arteri perifer yang
menyebabkan klaudikasio intermiten.
b. Angioplasti.
Dalam prosedur ini, tabung hampa kecil (kateter) berulir
dimasukkan melalui pembuluh darah ke arteri yang terkena. Balon
kecil di ujung kateter mengembang untuk membuka kembali arteri
dan meratakan penyumbatan ke dinding arteri, sementara pada saat
yang sama peregangan arteri terbuka untuk meningkatkan aliran
darah.
c. Graft bypass

Graft bypass menggunakan pembuluh darah dari bagian lain dari


tubuh atau pembuluh darah sintetis. Teknik ini memungkinkan
darah mengalir di sekitar - atau memotong - arteri yang tersumbat
atau menyempit.
d. Terapi trombolitik.
Jika ada bekuan darah yang memblokir arteri, dokter akan
menyuntikkan obat untuk melarutkan gumpalan dalam arteri pada
titik dari bekuan itu.
I. PATHWAY
J. ARTERIOGRAFI
A. DEFINISI
Pemeriksaan angiografi adalah pemeriksaan pembuluh darah dengan
menggunakan zat kontras. Pemeriksaan angiografi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
a. Pemeriksaan arteriografi
b. Pemeriksaan flebografi-venografi
Pemeriksaan arteriografi adalah pemeriksaan pembuluh darah arteri dengan
menggunakan zat kontras. Karena aliran darah dalam pembuluh darah arteri sangat
cepat, maka digunakan rapid film changer yang dapat memotret maksimal sampai 10
film per detik, sehingga setiap alilran kontras dalam pembuluh darah arteri dapat
diikuti (Rachman, 2005)
Ada 2 teknik dasar yang secara luas digunakan untuk pemeriksaan arteriografi, yaitu:
1. Pungsi jarum perkutan
2. Kateterisasi arteri perkutan
Indikasi pemeriksaan arteriografi, ialah (Rachman, 2005):
1. Kelainan kongenital
2. Perdarahan
3. Trauma
4. Kelainan pembuluh darah
5. Kelainan tumor
6. Pemeriksaan donor dan resipiens pada transplantasi organ
Kontraindikasi arteriografi (Rachman, 2005)
1. Kontraindikasi mutlak (absolut) ialah pasien alergi terhadap ypdium (karena
kontras mengandung yodium)
2. Kontraindikasi relatif
a. Kelainan jantung
b. Kaceksia
Persiapan pasien (Rachman, 2005)
1. Izin tertulis untuk melakukan tindakan pemeriksaan arteriografi
2. Pasien dipuasakan sejak malam hari, terutama apabila dilakukan pemeriksaan
dengan anestesi umum.
3. Apabila pungsi dilakukan di daerah inguinal untuk melakukan antisepsi di daerah
tersebut rambut pubis harus dicukur habis. Begitu pula apabila dilakukan pungsi arteri
aksilaris, rambut ketiak dicukur habis.
4. Dua jam sebelum pemeriksaan diberikan obat penenang, seperti suntikan diazepam
sebanyak 10 mg.
Zat kontras yang dipakai angiografin 65%, apabila angiografin sukar didapat, dapat
dipakai urografin 60% atau urografin 76%. Zat kontras disuntikkan dengan alat injektor
khusus. Kecepatan penyuntikan zat kontras:
a. Zat kontras disuntikkan dengan kecepatan tangan.
b. Zat kontras disuntikkan dengan alat penyuntik yang telah dikalibrasi dengan ketelitian
tertentu.
(Rachman, 2005)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

PERAN SCRUB NURSE


PADA ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN Ny. S DENGAN PAOD
DI RUANG KATETERISASI JANTUNG

A. DATA DEMOGRAFI
Nama : Ny. S
No. CM : C824003
Tanggal lahir / umur : 21-11-1965 / 56 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jepara
Tanggal masuk : 27 November 2021
Diagnosa medis : PAOD
Asal ruang : MERAK LT DASAR
Jaminan : JKN Non PBI

B. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan Utama
Nyeri pada kaki kanan terasa sakit pada telapak kaki kanan.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit, Pasien mengeluh sulit
menggerakkan kakinya. Awalnya pasien mengeluh nyeri ketika berjalan, nyeri dirasakan
seperti tertusuk- tusuk pada bagian bawah lututnya yang menjalar hingga ke ujung kaki.
Nyeri dirasakan secara terus menerus walaupun sedang beristirahat Karena tidak tertahan
maka keluarga membawa ke rumah sakit Di jepara dan dirujuk ke RSUP DR KARIADI
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien riwayat Diabetes mellitus sejak lama tetapi obat yang diberikan tidak teratur di
minum dan memiliki riwayat Hipertensi.
Faktor resiko :
1) Hipertensi sejak umur kurang lebih 30 tahun, saat kontrol tensi sering terukur 140/90
mmhg, pasien rutin minum obat anti hipertensi.
2) Diabetes mellitus ( + ) : Ibu kandung dan Adik pasien memiliki riwayat gula
darahnya dulu sering tinggi ( DM ).
3) Riwayat merokok (-) minum berakohol (-) minum jamu- jamuan (-)
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada keluarga pasien terdapat keluarga yang mengalami sakit seperti yang dirasakan
pasien, Ibu kandung dan Adik pasien memiliki riwayat gula darahnya dulu sering tinggi
( DM ).

C. POLA FUNGSIONAL KESEHATAN


a. Pola persepsi dan manajemen Kesehatan
Pasien menderita keluhan seperti ini sejak kurang lebih 1 bulan terakhir. Pasien biasa
kontrol kesehatannya ke Rumah Sakit di Jepara, saat kontrol pasien mendapat obat anti
hipertensi, dan gula darah pasien tetapi dalam penerapan dirumah terkadang obat tidak
rutin untuk diminum. Pada tanggal 27 November 2021 pasien di rujuk ke RSUP DR
KARIADI dikarenakan curiga PAOD
b. Pola nutrisi – metabolik
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 55 kg
Dalam waktu 6 bulan terakhir tidak ada penurunan berat badan, nafsu makan pasien saat
ini masih baik – baik saja, pasien tidak mual dan muntah.
c. Pola eliminasi
Pasien BAK kurang lebih 5-6 kali sehari, setiap BAK kurang lebih 100-200 cc, warna
urin jernih, terkadang keruh setiap kali minum teh.
Pasien tidak ada masalah saat BAB.
d. Pola aktifitas dan Latihan
Pasien terbiasa bekerja setiap hari, dan melakukan aktiftas di rumah seperti bersih-bersih,
namun pasien Semenjak kaki terasa sakit atau nyeri, kegiatan pasien hanya berbaring di
tempat tidur dan duduk di tempat tidur.

e. Pola kognitif dan persepsi sensori


Saat ini pasien masih dapat mendengar dengan baik. Pasien dapat melihat dengan baik,
Masih dapat mencium bau dengan baik. Masih bisa mengecap dengan baik
Keseimbangan tubuh pasien Berkurang akibat telapak kaki yang terasa nyeri.
f. Pola persepsi - konsep diri
Pasien saat ini merasa optimis dan bersemangat untuk segera sembuh. Pasien sudah
sutuju dilakukan Tindakan. Tetapi pasien mengatakan merasa masih khawatir dengan
tindakan Pemeriksaan Pembuluh darah dan dilanjutkan dengan Amputasi pada jaringan
yang sudah tidak teraliri darah. Pasien sebelumnya sudah diberikan edukasi oleh dokter
tentang tindakan ini.
g. Pola tidur dan istirahat
Saat di rumah pasien tidur jam 22.00 sampai subuh, pasien jarang sekali tidur siang. Saat
di rumah sakit tadi malam pasien bisa tidur tetapi sering terbangun karena masih
kepikiran dengan tindakan hari ini.
h. Pola peran dan hubungan
Pasien saat ini sebagai Ibu rumah tangga Serta bekerja, di rumah bersama dengan Suami
dan anaknya. Pasien dan Suaminya seiap hari bekerja Bersama.
i. Pola seksual – reproduksi
Pasien menikah satu kali dengan Suaminya saat ini. Pasien mempunyai 2 anak. Pada
anggota keluarga pasien terdapat riwayat sakit seperti pasien, ibu kandung dan Adik
pasien dulunya memiliki riwayat DM.
j. Pola toleransi stress – koping
Pasien mempunyai pemikiran yang optimis bisa cepat sembuh terhadap sakitnya ini.
k. Pola nilai – kepercayaan
Pasien beragama islam dan pasien tidak memiliki kepercayaan tertentu dengan
kondisinya saat ini.
D. HASIL PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LAINNYA
a. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Baik, kesadaran composmentis, pasien kooperatif dan mampu berkomunikasi secara
normal

2) Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 140/93 mmhg
Nadi : 89 x/menit
Suhu : 360 C
RR : 24 x/menit
SPO2 : 99 %
3) Dada dan paru-paru
Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, tidak disertai bunyi tambahan seperti murmur maupun
gallop.
Bunyi nafas vesikuler, tidak ada bunyi nafas tambahan, Gerakan dinding dada kanan
dan kiri seimbang.
b. Rontgen thorax
(27 -11- 2021)
- Konfigurasi jantung relative sama
- Bercak retikulogranular disertai bronkiestasis pada lapangan atas tengah bawah paru
kiri relative sama , curiga interstitial lung disease
- Efusi pleura dupleks
c. Hasil lab
Tanggal 27/11/20121:
Hemoglobin : 14
Trombosit : 477
Leukosit : 11.4 (H)
Hematokrit : 44
Eritrosit : 4.72
Gula darah sewaktu : 157
Ureum : 23
Kreatinin : 1.0
Natrium : 134
Kalium : 4.8
Chloride : 104
HBsAg : Negatif
PPT : 13.1
PPTK : 28.6
APTT : 32.0
d. Terapi
IVFD Nacl 0.9% 20 tpm
Amlodipin tab 5 mg/24 jam
Allopurinol tab 100 mg/24 jam
Glimepiride tab 4 mg/24 jam
Acarbose tab 100 mg/8 jam
E. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNCUL
a. Analisa data
No Data focus Etiologi Problem
1 Subjektif : Cedera Nyeri akut
Fisik
1) Pasien mengeluhkan Nyeri pada telapak
kaki menjalar kejari kaki
P : Saat Aktifitas atau tersentuh benda lain
Q : Seperti tertusuk-tusuk
R : pada Telapak kaki sampai Ujung jari
S : Skala 5
T : Hilang timbul dan saat bersentuhan dengan benda
lain

Objektif :
1. Pasien tampak gelisah
2. Pasien pasien tampak meringis
3. Pasien tampak menahan sakit
2 Subjektif : Krisis Ansietas
1) Pasien mengatakan merasa khawatir dengan tindakan situasional
Pemeriksaan Pembuluh darah dan dilanjutkan dengan (hospitalisasi)
Amputasi pada jaringan yang sudah tidak teraliri
darah.

Objektif :
Tekanan darah : 140/93 mmhg
Nadi : 89 x/menit
Suhu : 360 C
RR : 24 x/menit
SPO2 : 99 %.
Wajah Pasien tampak tegang mulai dari dating saat
tindakan.
3 Subjektif : Prosedur Resiko
- tindakan perdarahan
Objektif :
1) Prosedur tindakan yang dilakukan merupakan
tindakan invasif
2) Pasien masih terpasang sheath 6f pada femoral kanan
post tindakan

b. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut Berhubungan dengan cedera fisik
2) Ansietas berhubungan dengan Krisis situasional (hospitalisasi)
3) Resiko perdarahan berhubungan dengan Prosedur tindakan

F. RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN


c. Nyeri akut Berhubungan dengan cedera fisik
Tujuan :
Setelahdilakukan Intervensi keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan tingkat nyeri
menurun dengan kriteria hasil:
1. Keluhan nyeri menurun
2. Meringis menurun
3. Gelisah menurun
Intervensi :
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
4. Monitor keberhasilan terapi Teknik Nafas Dalam
5. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri (pemberian terapi
teknik nafas dalam)
6. Berikan terapi teknik nafas dalam untuk mengurangi rasa nyeri
7. Kolaborasi untuk pemberian famakologi anti nyeri
.
a. Ansietas berhubungan dengan Krisis situasional (hospitalisasi)
Tujuan :
Tingkat Ansietas menurun Setelah dilakukan tindakan Keperawatan selama 1 x 24 jam.
Kriteria hasil :
1) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
2) Perilaku gelisah menurun
3) Frekuensi pernafasan menurun
4) Frekuensi nadi menurun
5) Orientasi membaik
Intervensi :
1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah: kondisi, waktu, stressor
2) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
3) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
4) Pahami situasi yang membuat ansietas
5) Dengarkan dengan penuh perhatian
6) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
7) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang
8) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
9) Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis
10) Anjurkan pasien untuk relaksasi dan menggunakan Teknik pengalihan
b. Resiko perdarahan berhubungan dengan Prosedur tindakan
Tujuan :
Tingkat perdarahan menurun Setelah dilakukan tindakan Keperawatan selama 1 x 12 jam
Kriteria hasil :
1) Kelembaban membran mukosa meningkat
2) Kelembaban kulit meningkat
3) Perdarahan pasca tindakan menurun
4) Hemoglobin membaik
5) Tekanan darah membaik
6) Suhu tubuh membaik
Intervensi :
1) Monitor tanda dan gejala perdarahan
2) Instruksikan keluarga pasien bila terdapat tanda-tanda perdarahan
3) Pertahankan bedrest selama perdarahan
4) Imobilisasi kaki yang dilakukan penusukan jarum puncture
5) Hindari pengukuran suhu rektal
6) Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan
G. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Hari / Diagnosa
Tindakan
tanggal / Keperawata Evaluasi tindakan
keperawatan
jam n
Selasa 30 Nyeri akut 1. DS: Pasien mengatakan
1. Mengidentifikasi
November Berhubungan lokasi, karakteristik, mengalami nyeri pada telapak
durasi, frekuensi, kaki sampai ujung jari, nyeri
2021 jam dengan cedera
kualitas, intensitas dirasakan seperti tertusuk dan
14.30 fisik nyeri hilang timbul.
DO: Pasien tampak meringis,
pasien tampak menangis, saat
menggerakkan kaki atau saat
telapak bersentuhan dengan benda
lain

2. Mengidentifikasi
skala nyeri 2. DS: Pasien mengatakan skala
nyeri yang dirasakan 5 (0-10)
DO: Pasien tampak gelisah

3. Mengidentifikasi 3. DS: Pasien mengatakan rasa


faktor yang nyeri saat beraktivitas dan saat
memperberat dan kaki bersentuhan dengan benda
memperingan nyeri lain
DO:Pasien tampak tidak
Nyaman, pasien tampak
berteriak saat kai digerakkan dan
saat kaki tersentuhan dengan
kain

4. Mengajarkan teknik 4. DS: Pasien mengatakan masih


nonfarmakologi sulit mengatur nafas dan fokus
untuk mengurangi untuk melakukan teknik nafas
rasa nyeri
dalam
(pemberian terapi
Nafas Dalam) DO: Pasien tampak antusias
saat dijelaskan
Selasa, 30 Ansietas 1) Memonitor tanda- 1) Subjektif :
November berhubungan tanda ansietas Pasien mengatakan masih ada
2021 jam dengan Krisis (verbal dan rasa khawatir, tetapi berharap
14.30 situasional nonverbal) semoga tindakan lancar
(hospitalisasi) Objektif :
Raut muka pasien tampak tegang
saat akan dilakukan sterilisasi
area penusukan pada femur kanan
2) Menjelaskan 2) Subjektif :
prosedur, termasuk -
sensasi yang Objektif :
mungkin dialami Menjelaskan bahwa akan
dilakukan anestesi lokal pada
femoral
3) Menginformasikan 3) Subjektif :
secara faktual Pasien mengatakan setuju jika
mengenai diagnosis, harus dilanjutkan dengan
pengobatan, dan amputasi pada kaki kanannya
prognosis Objektif :
Menjelaskan kepada pasien post
tindakan Arteriografi bahwa
terdapat pembuluhdarah yang
berhenti atau occlosi sehingga di
daerah telapak kaki tidak
mendapat supplai nutrisi sehingga
menyebabkan nyeri dan hasil
usulan DPJP harus di amputasi

4) Menganjurkan 4) Subjektif :
pasien untuk =
relaksasi dan Objektif :
menggunakan Pasien tampak berdoa dan mulai
Teknik Nafas focus untuk melakukan teknik
Dalam nafas dalam.

Selasa 30 Resiko 1) Memonitor tanda 1) Subjektif :


November perdarahan dan gejala -
2021 jam berhubungan perdarahan Objektif :
14.30 dengan Setelah tindakan Arteriografi,
Prosedur meraba area sekitar penusukan,
tindakan tidak ada tanda-tanda perdarahan
maupun bengkak
2) Menganjurkan 2) Subjektif :
untuk Pasien mengatakan akan bedrest
mempertahankan selama 6 jam di ruangan
bedrest setelah Objektif :
tindakan -
3) Subjektif :
3) Menganjurkan -
untuk imobilisasi Objektif :
kaki yang dilakukan Setelah selesai tindakan, pasien
penusukan jarum pindah ke bed dorong dengan kaki
puncture kanan lurus

H. EVALUASI KEPERAWATAN
Diagnosa
Evaluasi
keperawatan
Nyeri akut S :
Berhubungan Pasien mengatakan nyeri masih dirasakan
dengan cedera P : Saat Aktifitas atau tersentuh benda lain
fisik Q : Seperti tertusuk-tusuk
R : pada Telapak kaki sampai Ujung jari
S : Skala 5
T : Hilang timbul dan saat bersentuhan dengan benda lain

O:
1) Pasien tampak gelisah
2) Pasien pasien tampak meringis
3) Pasien tampak menahan sakit
Terpasang infus 20 tpm
A:
Masalah Belum Tertasi
P:
Lanjutkan Intervensi:
1) Identifikasi skala nyeri
2) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
3) Monitor keberhasilan terapi Teknik Nafas Dalam
4) Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
(pemberian terapi teknik nafas dalam)
5) Berikan terapi teknik nafas dalam untuk mengurangi rasa nyeri
6) Kolaborasi untuk pemberian famakologi anti nyeri (Analgetik)
Ansietas S:
berhubungan Pasien mengatakan masih ada rasa khawatir terhadap operasi yang akan
dengan Krisis dilakukan tetapi pasien sudah siap dengan tindakan terbaik dari dokter
situasional O:
(hospitalisasi) Pasien diberikan penjelasan oleh dokter bahwa Hasil tindakan Arteriografi
terdapat penyumbatan pada pembuluh dan akan dilakukan amputasi
A:
Masalah teratasi Sebagian
P:
Lanjutkan intervensi
1) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
2) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
3) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
4) Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan
prognosis
5) Anjurkan pasien untuk relaksasi dan menggunakan Teknik pengalihan
Resiko S : pasien mengatakan tidak ada terasa hangat dan basah di area penusukan
perdarahan post tindakan arteriografi
berhubungan O:
dengan Prosedur Setelah selesai tindakan, pasien pindah ke bed dorong dengan kaki kanan
tindakan lurus. Tidak ada tanda-tanda perdarahan maupun bengkak
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Lanjutkan Intervensi
1) Monitor tanda dan gejala perdarahan
2) Instruksikan keluarga pasien bila terdapat tanda-tanda perdarahan
3) Pertahankan bedrest selama perdarahan
4) Imobilisasi kaki yang dilakukan penusukan jarum puncture
BAB IV
PEMBAHASAN

A. PROSEDUR TINDAKAN
Pada pasien Ny.S ini pasien dilakukan tindakan Arteriografi pada tanggal 30 november
2021 jam 14.30 wib. Pada tindakan ini perawat berperan sebagai Scrub Nurse pada tindakan.
Prosedur tindakan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Membuka set linen steril dan membuka peralatan habis pakai;
2. Menyiapkan cairan flush dan betadine;
3. Memakai APD anti radiasi lengkap;
4. Mencuci tangan dengan prinsip steril;
5. Memakai pakaian operasi dan sarung tangan steril;
6. Melakukan flusing alat ( jarum puncture, sheath);
7. Melakukan desinfeksi area tindakan (inguinal kanan dan kiri)
8. Menutup area tindakan dan pasien dengan doek steril;
9. Menempatkan alat-alat dekat dengan area tindakan;
10. Mengambil lidocaine 5 ampul dengan spuit 10 cc;
11. Memfasilitasi DPJP untuk anestesi lokal dengan lidocaine pada inguinal kanan;
12. Melakukan penusukan arteri femoralis kanan dengan jarum puncture 18G
13. Memasukkan sheath 6f ke arteri femoralis kanan;
14. Melakukan aspirasi dan spoeling sheath tersebut;
15. Menyiapkan Kontrak untuk perekaman arteriografi dengan dosis 50% kontrak 50%
cairan, dan menyiapkan cairan flushing guna meflushing setelah dilakukan injeksi
kontrak
16. Setelah selesai tindakan Arteriografi, melakukan aspirasi dan spoeling sheath untuk
memastikan tidak ada thrombus diarea sheath dan melakukan aff pada sheath
17. Lakukan penekanan pada area pulse diatas area puncture selama 10-15 menit
18. Setelah dipastikan perdarhan terhenti tutup area puncture dengan kassa dan plester
19. Prosedur tindakan Arteriografi selesai.
B. HASIL TINDAKAN YANG TELAH DILAKUKAN
Pasien Ny.s telah dilakukan tindakan Arteriografi pada tanggal 30 november 2021 jam 14.30
WIB, tindakan PAC selesai pada jam 15.20 wib. Hasil tindakan PAC pada pasien ini adalah
sebagai berikut :
Kesimpulan : Terdapat Occlosi Pada Dorsalis Pedis Artery
BAB V
PENUTUP

KESIMPULAN
Pada pemeriksaan lanjutan pada kasus PAD atau PAOD yang dilakukan salah satu nya
adalah ARTERIOGRAFI CORONER. Pemeriksaan arteriografi adalah pemeriksaan pembuluh
darah arteri dengan menggunakan zat kontras. Karena aliran darah dalam pembuluh darah arteri
sangat cepat, maka digunakan rapid film changer yang dapat memotret maksimal sampai 10 film
per detik, sehingga setiap alilran kontras dalam pembuluh darah arteri dapat diikuti (Rachman,
2005).
Pada kasus Ny.S dengan diagnosis PAOD tujuan dari Prosedur Arteriografi yang dilakukan
merupakan pemeriksaan diagnostic untuk menentukan sampai mana keaddan artery yang masih
mengaliri darah ke arah distal ektremitas bawah. Sehingga membantu dalam mengambil
keputusan sejauh manan organ pasien akan dilakukan amputasi.
Pada asuhan keperawatan Ny. S, muncul tiga diagnosa keperawatan diantaranya adalah
diagnosa keperawatan pre tindakan yaitu ansietas dan nyeri, intra tindakan yaitu Nyeri, dan post
tindakan yaitu resiko perdarahan. Dari ketiga diagnosa keperawatan tersebut telah dilakukan
intervensi, dan implementasi keperawatan.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai