Anda di halaman 1dari 10

Penegakkan Diagnosis Antara Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dan

Tumor Paru Pada Perokok Aktif yang Mengalami Dyspnea - Case Report

Rafli*

Internship,dr. H Marsidi Judono General Hospital

Emergency Unit, dr. H Marsidi Judono General Hospital in Tanjungpandan, Belitung

Alamat Korespondensi : Rafli.andreas@yahoo.com

Abstrak

Sesak nafas atau Dyspnea merupakan keluhan abnormal pada paru - paru yang sering
dijumpai. Banyak faktor risiko dan penyebab sesak napas, antara lain merokok, usia,
jenis kelamin, faktor genetik dan lain - lain. Beberapa penyakit gangguan paru - paru
antara lain asma bronkiale, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), kanker paru,
pneumonia, efusi pleura, dan emboli paru. Karena PPOK dan tumor paru adalah kasus
penyebab sesak terbanyak dan sering ditemukan terutama pada pria yang berstatus
sebagai perokok aktif, maka perlulah untuk segera mengenali, mendiagnosis dan
mengobati penyakit tersebut sehingga dapat mencegah sesak menjadi lebih berat.

Kata Kunci : Dyspnea, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), Tumor paru.

Abstract

Dyspnea is abnormal sign in respiratory ways, especially lung. Many risk factors and
causes of dyspnea, there are smoke/smoker, ages, genre, genetic factors, and etc.
There are so many diseases about disfunction of lung, like asthma, Chronic
Obstructive of Pulmo Disease (COPD), lung cancer, pneumoniae, pleura effusion,
and emboly of lung. Because Chronic Obstructive of Pulmo Disease (COPD) and
lung cancer is the most cases that happened to a man as a active smoker, so we need
to know, to diagnostic, and to heal the diseases soon before dyspnea go to weak.

Keywords : Dyspnea, Chronic Obstructive of Pulmo Disease (COPD), lung cancer.


Pendahuluan

Seorang laki - laki usia 62 tahun mengeluh sesak nafas sejak tadi malam dan semakin
memberat sehingga dirasakan saat bekerja maupun saat istirahat. Pasien juga
merupakan perokok aktif yang menghabiskan 12 batang rokok perhari. Pasien tidak
memiliki riwayat hipertensi, diabetes, asma, riwayat berpergian keluar kota dan juga
riwayat kontak dengan ODP/PDP.

Sesak napas atau Dyspnea adalah kondisi tidak nyaman yang menyulitkan kita untuk
bernafas karena kurangnya pasokan udara yang masuk ke paru - paru.

Seperti yang diketahui, faktor risiko yang menajadi penyebab sesak nafas sangatlah
banyak. Sesak nafas dan tumor paru memiliki faktor risiko dan penyebab yang sama,
antara lain kebiasaan merokok, usia, jenis kelamin, pajanan terhadap partikel atau gas
berbahaya, infeksi berulang pada saluran pernapasan, pola makan, faktor sosial
ekonomi, Penyakit asma atau hiperaktivitas saluran napas, dan faktor genetik
(pertumbuhan dan perkembangan paru; Defisiensi α1 Antitrypsin (α1AT)).

Sesak yang disebabkan oleh gangguan paru - paru antara lain, asma bronkiale,
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), kanker paru, pneumonia (seperti infeksi virus
corona), efusi pleura, dan emboli paru. Oleh karena itu, diagnosis penyakit dengan
keluhan sesak ini harus bisa ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang cermat dan teliti.

Seperti yang diketahui, faktor risiko yang menajadi penyebab sesak nafas sangatlah
banyak. Sesak nafas dan tumor paru memiliki faktor risiko dan penyebab yang sama,
antara lain kebiasaan merokok, usia, jenis kelamin, pajanan terhadap partikel atau gas
berbahaya, infeksi berulang pada saluran pernapasan, pola makan, faktor sosial
ekonomi, Penyakit asma atau hiperaktivitas saluran napas, dan faktor genetik
(pertumbuhan dan perkembangan paru; Defisiensi α1 Antitrypsin (α1AT)).

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) didefinisikan sebagai penyakit atau


gangguan paru yang memberikan kelainan ventilasi berupa obstruksi saluran
pernapasan yang bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversible. PPOK ditandai
oleh adanya hambatan atau sumbatan aliran udara yang bersifat iireversible atau
reversible sebagian dan menimbulkan konsekuensi ekstrapulmoner bermakna yang
berkontribusi terhadap keparahan pasien.
Pajanan terhadap faktor pencetus PPOK yaitu partikel noxius yang terhirup bersama
dengan udara akan memasuki saluran pernapasan dan mengendap hingga
terakumulasi. Partikel tersebut mengendap pada lapisan mukus yang melapisi mukosa
bronkus sehingga menghambat aktivitas silia. Akibatnya pergerakan cairan yang
melapisi mukosa berkurang dan menimbulkan iritasi pada sel mukosa sehingga
merangsang kelenjar mukosa, kelenjar mukosa akan melebar dan terjadi hiperplasia
sel goblet sampai produksi mukus berlebih. Produksi mukus yang berlebihan
menimbulkan infeksi serta menghambat proses penyembuhan, keadaan ini merupakan
suatu siklus yang menyebabkan terjadinya hipersekresi mukus. Manifestasi klinis
yang terjadi adalah batuk kronis yang produktif.

Tumor adalah suatu benjolan atau pembengkakan dalam tubuh yang disebabkan oleh
perkembangan sel secara abnormal yang bisa dikarenakan oleh berbagai penyakit,
seperti keganasan dan infeksi. Tumor paru adalah pertumbuhan sel yang tidak normal
pada jaringan paru, dapat bersifat jinak maupun ganas. Kanker paru adalah keganasan
yang berasal dari luar paru (metastasis tumor paru) maupun yang berasal dari paru
sendiri, di mana kelainan dapat disebabkan oleh kumpulan perubahan genetika pada
sel epitel saluran nafas, yang dapat mengakibatkan proliferasi sel yang tidak dapat
dikendalikan.

Terjadinya tumor paru dikaitkan dengan perubahan pada tingkat gen. Terjadinya
tumor paru didasari dari tampilnya gen supresor tumor dalam genom (onkogen).
Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi)
atau penyisipan (insersi) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1
dan atau erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara
alamiah/programmed cell death). Pada kasus keganasan, perubahan tampilan gen ini
menyebabkan sel sasaran, yaitu sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat
pertumbuhan otonom.

Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah mengurangi gejala dan risiko eksaserbasi akut.
Indikator penurunan gejala adalah gejala membaik, memperbaiki toleransi terhadap
aktivitas, dan memperbaiki status kesehatan. Sedangkan indikator penurunan risiko
adalah mencegah perburukan penyakit, mencegah dan mengobati eksaserbasi,
menurunkan mortalitas. Beberapa golongan obat untuk pengobatan PPOK, antara lain
bronkodilator, Beta2-agonist,Antimuskarinik, Methylxanthine, Kombinasi terapi
bronkodilator, antibiotik, mukolitik, dan anti inflamasi (golongan kortikosteroid).
Sedangkan pada tumor paru, penatalaksanaannya berdasarkan stdium tumor paru
tersebut, kondisi umum pasien, komorbiditas, tujuan pengobatan, dan cost-
effectiveness. Modalitas penanganan tumor paru yang tersedida adalah pembedahan,
radiasi, kemoterapi, dan terapi sel target. Pendekatan penanganan yang dilakukan
secara integrasi multidisiplin.

Kasus :

Tn. R /62 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak tadi malam. Keluhan sesak
sudah dirasakan pasien sejak beberapa minggu yang lalu, namun pasien tidak
menghiraukan keluhan tersebut. Tadi malam, pasien meraskan sesak yang dialami
semakin memberat dan tidak membaik walaupun pasien sudah merubah posisi pasien.
Sesak selalu dirasakan pada saat bekerja maupun saat istirahat. Saat ini, pasien merasa
lelah karena sesak yang dirasakannya, namun pasien masih bisa berbicara dalam
bentuk kalimat dan masih bisa duduk tenang. Pasien menyangkal adanya keluhan
demam, batuk, sakit tenggorokan, riwayat berpergian keluar kota, riwayat kontak
dengan ODP/PDP, serta mengonsumsi obat - obatan lama seperti OAT. Pasien tidak
memiliki riwayat hipertensi, diabetes, dan asma. Pasien merupakan perokok aktif saat
ini. Dalam satu hari, pasien menghabiskan kurang lebih 12 batang rokok. Pasien
adalah seorang pensiunan UPT SKB yang hanya berdiam di rumah sejak 3 tahun yang
lalu. Anggota keluarga pasien tidak tinggal serumah dengan pasien.

Pemeriksaan Fisik :
TD : 132/82 mmHg
N : 112 x/menit
RR : 26x/menit
S : 36, 5 C
SpO2: 97% dengan nasal canul O2 3 lpm
Berat badan: 54kg
Rambut : warna hitam, lebat, sukar dicabut
Kelenjar getah bening
Leher : tidak ada pembesaran
Aksila : tidak ada pembesaran
Inguinal : tidak ada pembesaran
Kepala
Mata : sklera tidak kuning, konjungtiva tidak anemis
Telinga : serumen tidak ada
Hidung : sekret tidak ada, deviasi septum tidak ada
Mulut : mukosa basah, lidah tidak bisa dijulurkan
Thoraks
Paru
Inspeksi : tidak simetris kanan dan kiri
Palpasi : vokal fremitus kanan lebih tertinggal dibandingkan
dengan yang kiri
Perkusi : redup pada apeks paru kanan dan sonor pada lapang
paru kiri.
Auskultasi : vasikuler (+ menurun/+), ronki (-), wheezing (+/+)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba. Thrill tidak ada.
Perkusi :
Batas jantung kanan : SIC IV linea parasternalis dekstra
Batas jantung kiri : SIC V 1 jari medio linea midclavicula sinistra
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama regular, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : bentuk abdomen datar
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani (+)
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, edema tidak ada, sianosis tidak ada, tidak ada
kelemahan.
Inferior : Akral hangat, edema tidak ada, sianosis tidak ada, tidak ada
kelemahan
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Darah Lengkap
Leukosit 14.61 4-11 x 10^3/ul
Eritrosit 5.95 4.2-6.2 x 10^6/ul
Hemoglobin 14.7 12.5-18 g/dl
Hematokrit 43 40 - 50%
Trombosit 231 150-400 x 10^3/ul
MCV 72.4 82 - 92 fL
MCH 24.7 27 - 31 pg
MCHC 34.1 32-36 g/dl

Kimia Darah
Ureum 25 15-45 mg/dl
Creatinin 0.9 0.6 - 1.3 mg/dl
SGOT 30 1-35 U/L
SGPT 31 1-36 U/L
Elektrolit
Natrium 134.2 135-145 mEq/L
Kalium 3.75 3.5-5 mEq/L
Klorida 103.5 94-111 mEq/L
Serologi/Imunologi
CRP POS NEG

Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan Rontgen/Foto toraks
Diskusi

Berdasarkan kasus yang didapatkan bahwa seorang pria berumur 62 tahun dengan
keluhan sesak nafas yang semakin memberat sejak semalam, disertai status pasien
sebagai perokok aktif, yaitu kurang lebih 12 batang/hari. Pada pemeriksaan fisik,
ditemukan pergerakan dada yang tidak simetris, vokal fremitus yang lebih lemah pada
paru kanan dibandingkan dengan paru kiri, bunyi redup pada apeks paru kanan dan
sonor pada paru kiri, serta pada pemeriksaan auskultasi didapatkan vesikuler yang
menurun pada paru kanan dibandingkan paru kiri dan wheezing positif pada kedua
lapang paru. Pemeriksaan penunjang didapatkan CRP positif, serta ditemukan
gambaran atelektasis serta gambaran radioopak pada supero-media pulmo dextra.

Berdasarkan teori yang sudah dibahas sebelumnya, pada pasien yang mengalami
keluhan sesak dapat disebabkan banyak faktor, salah satunya adalah merokok. Pasien
adalah seorang perokok aktif sehingga dapat dimasukkan ke dalam faktor risiko
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Sedangkan pada pemeriksaan fisik yang
telah dilakukan, terdapat perbedaan pergerakan maupun perkusi dari paru kanan dan
kiri serta adanya wheezing pada kedua lapang paru. Dari pemeriksaan fisik, dapat kita
hubungkan dengan teori yang kita dapatkan bahwa hasil pemeriksaan trsebut dapat
mengarahkan kita ke arah PPOK ataupun kecurigaan ke arah tumor paru. Sedangkan
dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan, yaitu foto toraks, didapatkan gambaran
atelektasis dan juga radioopak pada superomedia pulmo dextra, gambaran tersebut
membuat kita untuk merencanakan pemeriksaan lanjutan seperti CT scan guna untuk
memastikan apakah sesak pada pasien disebabkan oleh PPOK atau memang ada
massa atau tumor pada paru kanan pasien.

Kesimpulan
Dyspnea atau sesak napas merupakan keluhan yang sering ditemui. Keluhan tersebut
paling sering ditemukan pada pasien dengn riwayat asma, PPOK bagi perokok, dan
juga tumor paru. Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
merupakan hal yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis dyspnea. Banyak
faktor risiko dan penyebab yang sama antara PPOK dan tumor paru sehingga gejala
dan keluhan yang terjadi juga hampir serupa. Pemeriksaan fisik dan penunjanglah
yang akan mengakkan diagnosis PPOK atau tumor paru, sehingga dapat memberikan
pengobatan dan penatalaksanaan yang tepat berdasarkan klasifikasi atau stadium
penyakit yang ditemukan.
Penutup
Dyspnea atau sesak napas merupakan keluhan yang sering ditemui. Keluhan tersebut
paling sering ditemukan pada pasien dengn riwayat asma, PPOK bagi perokok, dan
juga tumor paru. Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
merupakan hal yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis dyspnea. Banyak
faktor risiko dan penyebab yang sama antara PPOK dan tumor paru sehingga gejala
dan keluhan yang terjadi juga hampir serupa. Pemeriksaan fisik dan penunjanglah
yang akan mengakkan diagnosis PPOK atau tumor paru, sehingga dapat memberikan
pengobatan dan penatalaksanaan yang tepat berdasarkan klasifikasi atau stadium
penyakit yang ditemukan.
Daftar Pustaka

1.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.

2.
3.

Lozano R, Naghavi M, Foreman K, dkk. Global and regional mortality from


235 causes of death for 20 age groups in 1990 and 2010: a systematic analysis
for the Global Burden of Disease Study 2010. Lancet 2012; 380(9859): 2095-
128.

4.
5.

Putra TR, Suega K, Artana B. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit
Dalam. Denpasar: SMF Penyakit Dalam FK Unud; 2013.

6.
7.

Jusuf A, Haryanto A, Syahruddin E, Endart S, Mudjiantoro S, Sutantio N.


Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil. Pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil di Indonesia.
PDPI &POI, Jakarta. 2015

8.
9.

GOLD. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention: A


Guide for Healthcare Professionals. 2017 ed. Sydney: Global Initiative for
Chronic Obstructive Lung Disease Inc.; 2017.

10.
11.

World Health Organization-Cancer Country Profiles, 2014. Diunduh dari:


www.who.int/cancer/country-profiles/idn_en.pdf. Diakses pada 12 Juli 2020.

12.
13.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. PPOK Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Tim Kelompok Kerja PPOK; 2004.

14.
15.

Reilly J, Silverman EK, Shapiro SD. Chronic obstructive pulmonary disease.


In: Longo D, Fauci AS, Kasper D, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrison's
principles of internal medicine. 18th ed. New York: McGraw-Hill; 2011. pp.
2151–2159.

16.
17.

Kementerian Kesehatan RI. Petunjuk teknis penerapan pendekatan praktis


kesehatan paru di Indonesia. Jakarta: Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan; 2015.

18.
19.

Amira A, Elisna S, Wahju A, Indah S, Agus D. Analisis penyebab kematian


pasien kanker paru. J respi indo.2014; 34:11-6

20.
21.

Goldstraw P, Crowley J, Chansky K, et al. The IASLC Lung Cancer Staging


Project: proposals for the revision of the TNM stage groupings in the
forthcoming (seventh) edition of the TNM Classification of malignant
tumours. Journal of thoracic oncology : official publication of the International
Association for the Study of Lung Cancer 2007;2:706-14

22.
23.

Brasher VL. Kanker paru. Dalam Devi Y. Aplikasi klinis patofisiologi,


pemeriksaan dan manajemen. Cetakan I. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC,2008

24.
25.
Tandi, M., Tubagus V.N., Simanjuntak, M.L., 2016. Gambaran CT-Scan
Tumor Paru di Bagian/ SMF Radiologi RSUP Prof. Dr. R. Kandou Manado
Periode Oktober 2014 - September 2015. Journal e-Clinic (eCl). pp. 140-145.

26.
27.

Suprijono, A., Chodidjah., Cahyono, A. T., 2011. Kanker Paru Merupakan


Faktor Risiko Terjadinya Efusi Pleura Di Rumah Sakit Dr. Moewardi
Surakarta. Jurnal Unisulla. pp. 1-13.

28.

Anda mungkin juga menyukai