Materi 2 KMMI IoT 2021
Materi 2 KMMI IoT 2021
Daftar Isi
A. Capaian Pembelajaran
B. Materi Pembelajaran
1. Prinsip Dasar Sensor
2. Klasifikasi Sensor
3. Anatomi Sensor
4. Prinsip Fisik Penginderaan
5. Berbagai Jenis Sensor
a. Sensor Suhu dan Kelembaban Udara
b. Sensor Jarak Ultrasonik
c. Sensor Pulse Heart Rate
d. Sensor Cahaya
e. Sensor Kelembaban Tanah
f. PIR Sensor
g. Sensor Pendeteksi Gas
6. Contoh dan Aplikasi Penerapan Sensor
a. Robot Penghindar Halangan
b. Sistem Monitoring Detak Jantung
c. Lampu Jalan Cerdas
C. Tugas Harian
A. Capaian Pembelajaran
- Mahasiswa mampu mengklasifikasikan perangkat sensor, aktuator dan processor
dalam perancangan sistem IoT
B. Materi Pembelajaran
Dibandingkan dengan indera manusia, sensor dan aktuator adalah komponen paling
mendasar dari perangkat komputasi. Perbandingan antara fungsi tubuh manusia dan
cara kerja mesin cerdas ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Perbedaan antara fungsi tubuh manusia dan sistem mesin cerdas
2. Klasifikasi Sensor
Sensor dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
● Sensor Sederhana (Langsung) Vs Sensor Kompleks
● Sensor Aktif Vs Sensor Pasif
● Sensor Kontak Vs Sensor Non Kontak
● Sensor Absolut dan Sensor Relatif
● Sensor Digital Vs Sensor Analog (berdasarkan output)
● Sensor Skalar Vs Sensor Vektor (berdasarkan tipe data)
3. Anatomi Sensor
Secara umum, komponen dasar dari sebuah sensor meliputi unit penginderaan, unit
pemrosesan, unit Analog to Digital Converter (ADC), unit daya, penyimpanan, dan
transceiver seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Elemen penginderaan adalah
sebuah perangkat keras, yang bertanggung jawab untuk mengukur setiap stimulus
fisik (yaitu cahaya, suhu, suara, dll) di lingkungan untuk mengumpulkan data yang
bersangkutan. Pada proses penginderaan, sensor menghasilkan sinyal analog
terus-menerus, yang harus didigitalkan sebelum mengirimkannya ke controller untuk
diproses lebih lanjut. Oleh karena itu diperlukan ADC yang melakukan konversi sinyal
Konsumsi energi adalah masalah paling penting dalam node sensor. Oleh karena itu,
node sensor lebih fokus pada konservasi daya menjaga QoS dalam jaringan sensor.
Node sensor mengkonsumsi energi tinggi dalam komunikasi dibandingkan dengan
penginderaan dan pemrosesan lainnya. Sumber dan fenomena energi alami (misalnya
variasi matahari dan suhu) lebih disukai untuk meregenerasi energi dalam sensor.
Selain itu, masalah konsumsi energi harus diperhitungkan dengan mengoperasikan
node sensor dalam mode siaga (idle mode). Teknik Dynamic Power Management
(DPM) dan Dynamic Voltage Scaling (DVS) digunakan untuk mengatasi masalah
konservasi energi pada sensor. DPM bekerja berdasarkan prinsip mematikan bagian
node sensor yang tidak digunakan. Sebaliknya, untuk menghemat energi, DVS
memilih level tegangan serendah mungkin untuk komponen sensor yang berbeda
agar tetap berfungsi dengan baik.
a. Kapasitansi
Kapasitansi adalah fenomena listrik untuk menyimpan muatan listrik, dan
perangkat yang menyimpan muatan mengikuti fenomena ini dikenal sebagai
Kapasitor. Untuk memahami cara kerja sensor Kapasitif, pertama-tama perlu
memahami prinsip-prinsip dasar dunia kapasitor.
C=Q/V
C=Q/V=(ε0 × 𝐴)/d
(
𝐶 = 𝐾 × 𝑄/𝑉 = 𝐾 × ϵ0 × 𝐴 /𝑑 )
kapasitif, konstanta dielektrik, dan jarak antar pelat. Salah satu aplikasi
paling sederhana dari sensor posisi kapasitif adalah penginderaan level
cairan dalam tangki penyimpanan di mana dua batang logam konduktif
ruang tetap direndam dalam cairan seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 7. Kenaikan cairan meningkatkan kapasitansi antara batang
paralel dan akhirnya digunakan untuk merasakan tingkat cairan dalam
wadah. Aplikasi lain dari sensor posisi kapasitif termasuk penginderaan
posisi gigi dan sistem koordinat layar sentuh.
Dari Gambar 9 menjadi jelas bahwa ketika arus melewati kawat sederhana
maka karena pergerakan elektron, medan magnet dihasilkan di sekitar kawat.
Di sisi lain, medan magnet yang bervariasi di sekitar kawat dapat menginduksi
tegangan pada kawat atau kumparan itu ( juga dikenal sebagai induksi
magnetik) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10. Michael Faraday pada
tahun 1831 menemukan bahwa tegangan yang dihasilkan ( juga dikenal sebagai
gaya gerak listrik [EMF]) sama dengan laju perubahan fluks magnet. Secara
matematis, dapat direpresentasikan sebagai
ε = 𝑑φ𝑏/𝑑𝑡
dimanaφ𝑏 adalah fluks magnet, 𝑡 adalah waktu, εadalah EMF yang diinduksi.
( )
ϵ =− 𝑁 × 𝑑φ𝑏 /𝑑𝑡
𝑉 =− 𝑁[(𝑑𝐵𝐴)]/𝑑𝑡
Sensor Efek Hall: Produksi beda potensial melintasi konduktor pembawa arus
listrik dengan adanya medan magnet (diterapkan tegak lurus terhadap arah
aliran arus) dikenal sebagai Efek Hall. Perangkat sensor efek hall digunakan
untuk mengukur tegangan yang berbanding lurus dengan besarnya kekuatan
medan magnet yang diterapkan.
Deteksi level cairan atau deteksi level bahan bakar otomotif adalah salah satu
aplikasi sensor efek Hall. Desain sensor Hall level cairan ditunjukkan pada
Gambar 12. Ini terdiri dari dua komponen penting, yaitu magnet permanen di
dalam float (yang dapat meluncur secara vertikal dan dapat menunjukkan
ketinggian permukaan cairan dalam wadah) dan sensor hall yang dipasang di
bagian atas tiang. Setelah naiknya level cairan dalam wadah dan ketika
pelampung mendekati tanda deteksi, efek Hall dihasilkan dan mengirimkan
sinyal ke perangkat pemantauan. Selain deteksi tingkat bahan bakar,
fenomena efek Hall juga dapat digunakan untuk mengukur arus DC pada
transformator, penginderaan posisi, saklar keyboard, dll.
𝑉 = 𝑅 × 𝐼
dimana, V adalah tegangan yang diukur dalam Volt, I adalah arus yang diukur
dalam Ampere, R mewakili resistansi yang diukur dalam Ohm
𝑅 = ρ × (𝐿/𝐴)
ρ = 𝑅 × (𝐴/𝐿)
d. Efek piezoelektrik
Efek piezoelektrik terkait dengan produksi muatan listrik dalam bahan kristal
melalui konsekuensi tegangan mekanik yang diterapkan. Sensor piezoelektrik
didasarkan pada prinsip mengubah dimensi fisik menjadi kekuatan dan bekerja
pada permukaan yang berlawanan dari elemen penginderaan. Mikrofon adalah
contoh paling sederhana dari efek piezoelektrik, yang merasakan variasi
tekanan dalam bentuk suara dan mengubahnya menjadi sinyal listrik.
perbedaan. Di dalam bodi sensor yang berwarna biru atau putih terdapat
sebuah Resistor dengan tipe NTC (Negative Temperature Coefficient).
Sensor DHT11 memiliki 2 versi, yatu versi 4 pin dan versi 3 pin. Tidak ada
perbedaan karakteristik dari 2 versi ini. Pada versi 4 pin,. Pin 1 adalah tegangan
sumber, berkisar antara 3V sampai 5V. Pin 2 adalah data keluaran (output) . Pin
ke 3 adalah pin NC (normally close ) alias tidak digunakan dan pin ke 4 adalah
Ground. Sedangkan pada versi 3 kaki, pin 1 adalah VCC antara 3V sampai 5V,
pin 2 adalah data keluaran dan pin 3 adalah Ground.
Adapun versi upgrade (peningkatan) dari sensor DHT11 adalah sensor DHT22.
Tidak ada perbedaan pada susunan pin, hanya saja akurasi dari DHT22 lebih
tinggi dari DHT11, yakni sebesar 0.5 °C untuk temperature dan 2.5% untuk
kelembaban. Bentuk dari sensor DHT11 dan DHT22 ditunjukkan pada gambar
13.
Salah satu sensor ultrasonik yang paling sering dijumpai adalah HC-SR04.
Gelombang ultrasonik adalah gelombang bunyi yang mempunyai frekuensi
sangat tinggi yaitu 20.000 Hz. Bunyi ultrasonik tidak dapat didengar oleh
telinga manusia. Bunyi ultrasonik dapat didengar oleh anjing, kucing, kelelawar,
dan lumba-lumba. Bunyi ultrasonik dapat merambat melalui zat padat, cair dan
gas. Reflektivitas bunyi ultrasonik di permukaan zat padat hampir sama dengan
reflektivitas bunyi ultrasonik di permukaan zat cair. Akan tetapi, gelombang
bunyi ultrasonik akan diserap oleh tekstil dan busa.
Prinsip kerja dan bentuk dari sensor HC-SR04 ditunjukkan pada gambar 14.
Secara detail, cara kerja sensor ultrasonik adalah sebagai berikut:
- Sinyal dipancarkan oleh pemancar ultrasonik dengan frekuensi tertentu
dan dengan durasi waktu tertentu. Sinyal tersebut berfrekuensi diatas
20kHz. Untuk mengukur jarak benda (sensor jarak), frekuensi yang
umum digunakan adalah 40kHz
- Sinyal yang dipancarkan akan merambat sebagai gelombang bunyi
dengan kecepatan sekitar 340 m/s. Ketika sinyal menumbuk suatu
benda, maka sinyal tersebut akan dipantulkan kembali oleh benda
tersebut
- Setelah gelombang pantulan sampai di alat penerima, maka sinyal
tersebut akan diproses untuk menghitung jarak benda tersebut
S = 340 x t / 2
dimana S adalah Jarak antara sensor dengan benda yang diukur (m), t adalah
Waktu yang dibutuhkan sinyal untuk kembali ke sensor (s).
Gambar 14. Bentuk Sensor HC-SR04 dan Cara kerja Sensor HC-SR04
d. Sensor Cahaya
LDR (Light Dependent Resistor) merupakan salah satu komponen resistor yang
nilai resistansinya akan berubah-ubah sesuai dengan intensitas cahaya yang
mengenai sensor ini. LDR juga dapat digunakan sebagai sensor cahaya. Perlu
diketahui bahwa nilai resistansi dari sensor ini sangat bergantung pada
intensitas cahaya. Semakin banyak cahaya yang mengenainya, maka akan
semakin menurun nilai resistansinya. Sebaliknya jika semakin sedikit cahaya
yang mengenai sensor (gelap), maka nilai hambatannya akan menjadi semakin
besar sehingga arus listrik yang mengalir akan terhambat. Umumnya Sensor
LDR memiliki nilai hambatan 200 Kilo Ohm pada saat dalam kondisi sedikit
cahaya (gelap), dan akan menurun menjadi 500 Ohm pada kondisi terkena
banyak cahaya. Tak heran jika komponen elektronika peka cahaya ini banyak
diimplementasikan sebagai sensor lampu penerang jalan, lampu kamar tidur,
alarm dan lain-lain.
f. PIR Sensor
PIR (Passive Infrared Receiver) merupakan sebuah sensor berbasiskan infrared.
Akan tetapi, tidak seperti sensor infrared kebanyakan yang terdiri dari IR LED
dan fototransistor. PIR tidak memancarkan apapun seperti IR LED. Sesuai
dengan namanya ‘Passive’, sensor ini hanya merespon energi dari pancaran
sinar inframerah pasif yang dimiliki oleh setiap benda yang terdeteksi olehnya.
Benda yang bisa dideteksi oleh sensor ini biasanya adalah tubuh manusia.
Mengapa sensor PIR hanya bereaksi pada tubuh manusia saja? Hal ini
disebabkan karena adanya IR Filter yang menyaring panjang gelombang sinar
inframerah pasif. IR Filter di modul sensor PIR ini mampu menyaring panjang
gelombang sinar inframerah pasif antara 8 sampai 14 mikrometer, sehingga
panjang gelombang yang dihasilkan dari tubuh manusia yang berkisar antara 9
sampai 10 mikrometer ini saja yang dapat dideteksi oleh sensor. Jadi, ketika
seseorang berjalan melewati sensor, sensor akan menangkap pancaran sinar
inframerah pasif yang dipancarkan oleh tubuh manusia yang memiliki suhu
yang berbeda dari lingkungan sehingga menyebabkan material pyroelectric
bereaksi menghasilkan arus listrik karena adanya energi panas yang dibawa
oleh sinar inframerah pasif tersebut. Kemudian sebuah sirkuit amplifier yang
ada menguatkan arus tersebut yang kemudian dibandingkan oleh comparator
sehingga menghasilkan output. Ketika manusia berada di depan sensor PIR
dengan kondisi diam, maka sensor PIR akan menghitung panjang gelombang
yang dihasilkan oleh tubuh manusia tersebut.
Jadi sensor PIR tidak akan menghasilkan output apabila sensor ini dihadapkan
dengan benda panas yang tidak memiliki panjang gelombang inframerah
antara 8 sampai 14 mikrometer dan benda yang diam seperti sinar lampu yang
sangat terang yang mampu menghasilkan panas, pantulan objek benda dari
cermin dan suhu panas ketika musim panas. Untuk jarak jangkau dari sensor
PIR sendiri bisa disetting sesuai kebutuhan, akan tetapi jarak maksimalnya
hanya +/- 10 meter dan minimal +/- 30 cm. Adapun bentuk dari sensor PIR
ditunjukkan pada gambar 18.
Dalam topik sensor Gas akan dibahas lebih dalam tentang sensor TGS2610,
AF30, AF63, MQ-2, dan MQ-7. Sensor Gas TGS 2610 adalah sensor gas tipe
semikonduktor yang memiliki sensitivitas yang sangat tinggi terhadap gas LPG
dengan konsumsi daya yang rendah. Sensor ini hanya memerlukan arus
pemanas (heater current) sebesar 56 mA. Pada dasarnya prinsip kerja sensor
Gas TGS 2610 adalah mendeteksi keberadaan gas-gas Butana dan LP yang
mana jenis gas ini dapat dijumpai di LPG. Liquefied Petroleum Gas (LPG) pada
dasarnya terdiri atas propana (C3H8), Butana (C4H10), atau campuran
keduanya. Ketika sensor mendeteksi keberadaan gas-gas tersebut dengan
tingkat konsentrasi tertentu, maka resistansi elektrik sensor akan turun. Heater
pada sensor ini berfungsi sebagai pemicu sensor untuk dapat mendeteksi
target gas yang diharapkan setelah diberi tegangan 5.0±0.2V DC/AC.
Sehingga dua element logam (pin kaki 2 dan 3) akan bekerja. Di antara dua
element logam tersebut, terdapat ruang yang jaraknya telah ditentukan.
Apabila sensor mendeteksi adanya Gas, maka kerapatan ruang yang terdapat
antara logam 2 dan 3 akan membesar/mengecil. Saat tahanan semakin kecil,
maka arus akan mengalir dari pin kaki 2 menuju pin kaki 3. Sehingga output
tegangan sensor yang dihasilkan akan besar. Bentuk dari sensor TGS2610
ditunjukkan pada gambar 19.
C. Tugas Harian