Anda di halaman 1dari 10

SAP (SATUAN ACARA PENYULUHAN) PENYULUHAN

KESEHATAN PADA BALITA DI RUMAH :PENCEGAHAN


STUNTING

Disusun oleh :
1. AINUN DYAH PITALOKA 216410004

2. ANITA DYAHSUWARDI 216410007

3. MELATI RIZKY K 216410027

4. NURUL DWI PRAMITASARI 216410038

5. SHOFIYULLAH ARROQI 216410046

6. USFATUN KHASANAH 216410052

7. YULIANA EKA SAPUTRI 216410054

8. ZEISVA APRILIANINGRUM 216410059

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2021
SATUAN ACARA PENYULUHAN
PENCEGAHAN STUNTING PADA BALITA

Pokok bahasan : Stunting


Sub pokok bahasan :
Hari/tanggal : Jum'at, 7 November 2021
Waktu : Pukul 09.00 WIB
Tempat : Rumah keluarga dengan balita
Sasaran : Anak-anak balita

A. Latar Belakang
Balita pendek (stunting) merupakan keadaan tubuh yang pendek dan
sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau tinggi
badan. Stunting dapat di diagnosis melalui indeks antropometri tinggi badan menurut
umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan
dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai.
Stunting merupakan pertumbuhan linear yang gagal untuk mencapai potensi genetik
sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit infeksi (ACC/SCN, 2000).
Stunting adalah masalah gizi utama yang akan berdampak pada kehidupan sosial
dan ekonomi dalam masyarakat. Ada bukti jelas bahwa individu yang stunting memiliki
tingkat kematian lebih tinggi dari berbagai penyebab dan terjadinya peningkatan
penyakit. Stunting akan mempengaruhi kinerja pekerjaan fisik dan fungsi mental dan
intelektual akan terganggu (Mann dan Truswell, 2002). Hal ini juga didukung oleh
Jackson dan Calder (2004) yang menyatakan bahwa stunting berhubungan dengan
gangguan fungsi kekebalan dan meningkatkan risiko kematian. Di Indonesia,
diperkirakan 7,8 juta anak mengalami stunting, data ini berdasarkan laporan yang
dikeluarkan oleh UNICEF dan memposisikan Indonesia masuk ke dalam 5 besar negara
dengan jumlah anak yang mengalami stunting tinggi (UNICEF, 2007). Hasil Riskesdas
2010, secara nasional prevalensi kependekan pada anak umur 2-5 tahun di Indonesia
adalah 35,6 % yang terdiri dari 15,1 % sangat pendek dan 20 % pendek.
B. Tujuan
1.Tujuan Intruksional Umum ( TIU )
Setelah mendapatkan penyuluhan tentang stunting pada anak, diharapkan Tn. Hendra dan
keluarga dapat mengetahui dan memahami tentang faktor penyebab stunting serta mau
melaksanakan penyuluhan dengan melakukan pencegahan dan menjaga gizi anak agar
tetap seimbang.
2.Tujuan Intruksional Khusus ( TIK )
 Peserta mengetahui tentang pengertian stunting
 Peserta mengetahui faktor penyebab stunting
 Peserta mengetahui pencegahan stunting
 Peserta mengetahui dampak stunting
 Peserta mengetahui kebutuhan gizi anak 1-2 tahun
 Peserta mengetahui cara penatalaksanaan stunting

C. Peserta :
D. Kepanitiaan:

1) Ketua Pelaksana : Usfatun Khasanah

2) Petugas :

 Moderator : Yuliana Eka Saputri

 Penyuluh : Usfatun Khasanah

 MC: Zeisva Aprilianingrum


 Fasilitator : Melati Rizky, Anita Dyah, Arroqi
 Notulen : Nurul Dwi P, Ainun Dyah p
E. Setting Acara
 Acara

No. Acara Waktu Kegiatan Penyuluhan Evaluasi


1. Pembukaan 2 menit  Mengucap salam Menjawab salam,
 Memperkenalkan diri mendengarkan
2. Inti 30  Menjelaskan tentang Mendengarkan dan
menit pengertian stunting memperhatikan.
 Menjelaskan faktor
penyebab stunting
 Menjelaskan
pencegahan stunting
 Menjelaskan dampak
stunting.
 Menjelaskan
kebutuhan gizi anak
usia 1-2 tahun
 Menjelaskan cara
penatalaksanaan
stunting
3. Diskusi dan 5 menit Diskusi dan tanya jawab Peserta bertanya
tanya jawab dan
memperhatikan.
4. Penutup 3 menit  Menyimpulkan hasil Mendengarkan dan
penyuluhan. menjawab salam.
 Memberi saran-saran.
 Memberi salam

F. Metode :

Ceramah, diskusi, dan tanya jawab

G. Media : Leaflet

H. Rencana Evaluasi Kegiatan

1) Evaluasi Struktur
 Surat Ijin Penyelenggaraan Penyuluhan
 Peralatan memadai dan berfungsi
 Media dan materi tersedia dan memadai
 SDM memadai
2) Evaluasi Proses
 Tempat tetap kondusif, bersih, dan nyaman
 Urutan acara tersrtuktur
 Fasilitator menyebar, berinteraksi dengan peserta

3) Evaluasi Hasil (peserta mampu mengulang materi)


 Mengetahui tentang pengertian stunting
 Mengetahui faktor penyebab stunting
 Mengetahui dampak stunting.
 Mengetahui cara mencegah stunting
 Mengetahui kebutuhan gizi anak 1-2 tahun
 Mengetahui cara penatalaksanaan stunting
I. LAMPIRAN MATERI

A. Pengertian Stunting
Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang
kurang jika dibandingkan dengan umur. (Depkes, 2018)
B. Faktor Penyebab Stunting
Terdapat tiga faktor utama penyebab stunting yaitu sebagai berikut :
 Asupan makanan tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi dalam
makanan yaitu karbohidrat, protein,lemak, mineral, vitamin, dan air).
 Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR)
 Riwayat penyakit.
Lancet “Maternal and Child Nutrition” Series tahun 2004 memuat satu konsep model
faktor-faktor yang menyebabkan kekurangan gizi, kecacatan atau disability dan kematian.
 Dalam diagram tersebut terlihat bahwa kekurangan gizi kronis atau pendek lebih
dipengaruhi oleh faktor gangguan pertumbuhan pada masa janin,kekurangan
asupan zat gizi mikro dan kekurangan asupan energy dan protein.
 Sementara itu gizi kurang akut yang sering disebut gizi kurang atau kurus lebih
banyak dipengaruhi oleh faktor tidak cukupnya asupan gizi terutama kalori dan
protein dan infeksi penyakit.
 Tidak optimalnya pemberian Air Susu ibu merupakan salah satu penyebabnya
tingginya infeksi pada bayi yang mengakibatkan kekurangan gizi akut dan
kematian.
 Kekurangan gizi mikro disamping menyebabkan kekurangan gizi kronis juga
menyebabkan disability, yang meningkatkan risiko kematian
 Faktor-faktor kemiskinan, sosial budaya dan politik, meningkatnya infeksi
penyakit, ketahanan pangan dan tidak optimalnya cakupan dan kualitas pelayanan
merupakan merupakan faktor yang secara bersama-sama maupun secara
sendiri;sendiri berpengaruh pada keadaan gizi ibu hamil, kekurangan gizi mikro,
asupan energi yang rendah dan tidak optimalnya pemberian Air Susu ibu.
C. Dampak Stunting
Stunting dapat mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ), sehingga prestasi belajar
menjadi rendah dan tidak dapat melanjutkan sekolah. Bila mencari pekerjaan, peluang gagal
tes wawancara pekerjaan menjadi besar dan tidak mendapat pekerjaan yang baik, yang
berakibat penghasilan rendah (economic productivity hypothesis) dan tidak dapat mencukupi
kebutuhan pangan. Karena itu anak yang menderita stunting berdampak tidak hanya pada
fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga pada kecerdasan, produktivitas dan prestasinya
kelak setelah dewasa, sehingga akan menjadi beban negara. Selain itu dari aspek estetika,
seseorang yang tumbuh proporsional akan kelihatan lebih menarik dari yang tubuhnya
pendek.
Stunting yang terjadi pada masa anak merupakan faktor risiko meningkatnya angka
kematian, kemampuan kognitif, dan perkembangan motorik yang rendah serta fungsi-fungsi
tubuh yang tidak seimbang (Allen & Gillespie, 2001). Gagal tumbuh yang terjadi akibat
kurang gizi pada masa-masa emas ini akan berakibat buruk pada kehidupan berikutnya dan
sulit diperbaiki.
Masalah stunting menunjukkan ketidakcukupan gizi dalam jangka waktu panjang,
yaitu kurang energi dan protein, juga beberapa zat gizi mikro.

D. Cara Mencegah Stunting


Mencegah Stunting pada Balita
Berbagai upaya telah kita lakukan dalam mencegah dan menangani masalah gizi
di masyarakat. Memang ada hasilnya, tetapi kita masih harus bekerja keras untuk
menurunkan prevalensi balita pendek sebesar 2,9% agar target MD’s tahun 2014 tercapai
yang berdampak pada turunnya prevalensi gizi kurang pada balita kita.
Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya
umur, namun pertambahan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam
waktu singkat. Jika terjadi gangguan pertumbuhan tinggi badan pada balita, maka untuk
mengejar pertumbuhan tinggi badan optimalnya masih bisa diupayakan, sedangkan anak
usia sekolah sampai remaja relatif kecil kemungkinannya. Maka peluang besar untuk
mencegah stunting dilakukan sedini mungkin. dengan mencegah faktor resiko gizi kurang
baik pada remaja putri, wanita usia subur (WUS), ibu hamil maupun pada balita. Selain
itu, menangani balita yang dengan tinggi dan berat badan rendah yang beresiko terjadi
stunting, serta terhadap balita yang telah stunting agar tidak semakin berat.
Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin dalam
kandungan dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil, artinya
setiap ibu hamil harus mendapatkan makanan yang cukup gizi, mendapatkan
suplementasi zat gizi (tablet Fe), dan terpantau kesehatannya. Selain itu setiap bayi baru
lahir hanya mendapat ASI saja sampai umur 6 bulan (eksklusif) dan setelah umur 6 bulan
diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya. Ibu nifas
selain mendapat makanan cukup gizi, juga diberi suplementasi zat gizi berupa kapsul
vitamin A. Kejadian stunting pada balita yang bersifat kronis seharusnya dapat dipantau
dan dicegah apabila pemantauan pertumbuhan balita dilaksanakan secara rutin dan benar.
Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis untuk
mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan, sehingga dapat dilakukan pencegahan
terjadinya balita stunting.
Bersama dengan sektor lain meningkatkan kualitas sanitasi lingkungan dan
penyediaan sarana prasarana dan akses keluarga terhadap sumber air terlindung, serta
pemukiman yang layak. Juga meningkatkan akses keluarga terhadap daya beli pangan
dan biaya berobat bila sakit melalui penyediaan lapangan kerja dan peningkatan
pendapatan.
Peningkatan pendidikan ayah dan ibu yang berdampak pada pengetahuan dan
kemampuan dalam penerapan kesehatan dan gizi keluarganya, sehingga anak berada
dalam keadaan status gizi yang baik. Mempermudah akses keluarga terhadap informasi
dan penyediaan informasi tentang kesehatan dan gizi anak yang mudah dimengerti dan
dilaksanakan oleh setiap keluarga juga merupakan cara yang efektif dalam mencegah
terjadinya balita stunting.
E. Kebutuhan Gizi Anak 1 – 2 tahun
Ketika memasuki usia 1 tahun, laju pertumbuhan mulai melambat tetapi
perkembangan motorik meningkat, anak mulai mengeksplorasi lingkungan sekitar
dengan cara berjalan kesana kemari, lompat, lari dan sebagainya. Namun pada usia
ini anak juga mulai sering mengalami gangguan kesehatan dan rentan terhadap
penyakit infeks seperti ISPA dan diare sehingga anak butuh zat gizi tinggi dan gizi
seimbang agar tumbuh kembangnya optimal. Pada usia ini ASI tetap diberikan. Pada
masa ini berikan juga makanan keluarga secara bertahap sesuai kemampuan anak.
Variasi makanan harus diperhatikan. Makanan yang diberikan tidak menggunakan
penyedap, bumbu yang tajam, zat pengawet dan pewarna. dari asi karena saat ini
hanya asi yang terbaik untuk buah hati anda tanpa efek samping.

F. Penatalaksaan
Pengobatan pada stunting antara lain :
1. Kalsium
Kalsium berfungsi dalam pembentukan tulang serta gigi, pembekuan darah
dan kontraksi otot. Bahan makanan sumber kalsium antara lain : ikan teri kering,
belut, susu, keju, kacang-kacangan.
2. Yodium
Yodium sangat berguna bagi hormon tiroid dimana hormon tiroid mengatur
metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Yodium juga penting untuk
mencegah gondok dan kekerdilan. Bahan makanan sumber yodium : ikan laut,
udang, dan kerang.
3. Zink
Zink berfungsi dalam metabolisme tulang, penyembuhan luka, fungsi
kekebalan dan pengembangan fungsi reproduksi laki-laki. Bahan makanan sumber
zink : hati, kerang, telur dan kacang-kacangan.
4. Zat Besi
Zat besi berfungsi dalam sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan otak, dan
metabolisme energi. Sumber zat besi antara lain: hati, telur, ikan, kacang-kacangan,
sayuran hijau dan buah-buahan.
5. Asam Folat
Asam folat terutama berfungsi pada periode pembelahan dan pertumbuhan
sel, memproduksi sel darah merah dan mencegah anemia. Sumber asam folat antara
lain : bayam, lobak, kacang-kacangan, serealia dan sayur-sayura
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. 2012. Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Kementerian Kesehatan dan
JICA. Jakarta.
Kuku KE & Nuryanto. 2011. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 2
– 3 Tahun Di Kecamatan Semarang Timur. Journal Of Nutrition College.
2(4) : 523 – 530.
Notoatmodjo S . 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta. Jakarta.
Soetjiningsih, Ranuh G. 2013. Tumbuh Kembang Anak Ed.2. EGC. Jakarta.
Sulistijani, A.D. 2001. Menjaga Kesehatan Bayi dan Balita. Puspa Suara. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai