Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

A.Sejarah Keberadaan Palang Merah Internasional


International Committee of The Red Cross (ICRC atau Palang Merah Internasional
merupakan gerakan kemanusiaan internasional yang mempunyai misi untuk melindungi dan
membantu korban konflik bersenjata dan situasi gangguan dalam negeri baik sipil maupun militer
dengan prinsip ketidakberpihakan (impartiality), kenetralan (neutrality), kemandirian
(independence) sebagai pedoman dalam implementasi gerakan1 Saat sebuah wilayah dari suatu
negara berdaulat dinyatakan tidak ada korban dari konflik bersenjata maka ICRC mem-perluas misi
gerakan dengan memberikan bantuan kepada korban kekerasan yang disebabkan oleh situasi yang
lain.Misi itu diselaras-kan dengan perkembangan dunia dan kebutuhan para korban dalam situasi
dan kondisi yang semakin rentan akibat kekerasan yang semakin variatif. Penerapan prinsip
kemanusian ICRC yang konsisten, membangun kepercayaan dengan pihak berwenang terkait dan
melaksanakan kegiatan secara profesional sehingga banyak negara yang menerima ICRC dengan
melanjutkan dan memperluas kegiatannya di luar fase-fase krisis akut. Aktifitas ICRC adalah
mengunjugi tawanan perang dan tahanan sipil; mencari orang hilang; me-nyampaikan berita antara
anggota keluarga yang terpisah karena konflik; mem-pertemukan kembali keluarga yang terpisah;
memberikan makanan, air, dan bantuan medis kepada orang sipil yang tak punya akses kebutuhan
dasar tersebut; menyebarluaskan pengetahuan tentang Hukum Humanitarian Internasional (HHI);
memantau kepatuhan terhadap HHI; dan mengarahkan perhatian kepada kasus-kasus pelanggaran
HHI dan membantu pengembangan HHI. Pembentukan Perhipunan Nasional Palang Merah atau
Bulan Sabit Merah di setiap negara merupaan tanggung jawab tambahan untuk mengupayakan
perkembang-an mitranya di level nasional. Keberadaan perhimpunan nasional memberi manfaat
ICRC yaitu dapat memobilisir jaringan kemanusiaan skala dunia sesuai dengan prinsip
kemanusiaan universal. Perkembangan ICRC di seluruh dunia, tidak dapat dilepaskan dari Henry
Dunant (1828-1910). Perkembangan ICRC di seluruh dunia, tidak dapat dilepaskan dari Henry
Dunant (1828-1910). Gagasan pembentukan ICRC berawal dari keprihatinan Henry Dunant yang
menyaksikan kejadian korban perang di Solferino (nama dari satu kota di dataran rendah Propinsi
Lambordi, paling utara Italia, kurang lebih 9 Km di selatan Danau Garda) pada tanggal 24 Juni
1859 antara Perancis dan Austria memperebutkan wilayah Sardinia sehingga diperkirakan
sebanyak 40.000 korban tewas dan terluka. Perancis membantu Sardinia dengan sejumlah konsesi,
yaitu wilayah Savoya dan Nizza diserahkan ke Perancis sesuai dengan Perjanjian Rahasia di

Abd Latif Bustami, “Palang Merah Di Negeri Bulan Bintang: Sebuah Kajian tentang Strategi KebudayaanInternational
1

Comittee of The Red Cross (ICRC) di Indonesia”, Jurnal Sejarah dan Budaya, Vol.1 No.1, Juni 2014, hlm 41-53.
1
Flombieres. Perang ini berakhir dengan perdamaian di Zurich tahun 1859 dengan ketentuan
Napoleon III menerima Lombard dari Austria yang langsung diserahkan kepada Sardinia oleh
Napoleon sedangkan Savoya dan Nizza di serahkan oleh Sardinia kepada Perancis. Dunant sebagai
pebisnis dan berperan sebagai pelayan umat menyaksikan kejadian itu meminta bantuan masyarakat
setempat untuk membantu merawat korban dari kedua belah pihak yang harus diberi perawatan
yang setara. Pengalaman terhadap kejadian itu di dokumentasikan oleh Dunant dalam buku dengan
judul Un Souvenir De Solferino atau dalam edisi Inggrisnya A Memory of Solferino yang isinya
merupakan implementasi gagasan pada masa damai, yaitu pentingnya mendirikan perhimpunan-
perhimpunan bantuan kemanusiaan yang memiliki juru rawat yang siap untuk merawat korban luka
pada waktu terjadi perang dan para relawan yang bertugas membantu dinas medis, angkatan
bersenjata, dan perhimpunan itu diberi pengakuan dan perlindungan melalui sebuah perjanjian
internasional. Gagasan itu berkembang luas dan mendapatkan simpati publik. Gustave Moynier,
seorang pengacara dan Ketua dari The Geneva Public Welfare Society (GPWS) atau Perhimpunan
Jenewa untuk Kesejahteraan Masyarakat menyatakan tertarik dan berniat untuk mengimplementasi-
kannya serta meminta Dunant untuk me-nyatakan gagasannya di pertemuan GPWS pada tanggal 9
Februari 1863 di Gedung Cacino Saint-Pierre. Ternyata 160 dari 180 anggota GPWS yang hadir itu
mendukung Dunant dan disepakati dukungan itu dalam suatu kegiatan yang dinamakan Proyek
Mounier-Dunant. Proyek itu dibentuk pengurus terdiri atas Gustave Moynier (Ketua GPWS), dr.
Louis Appia, dr. Theodore Maunoir, Jenderal Guillame-Henri Dufour (ketiganya Anggota GPWS).
Dunant tidak dilibatkan dalam proyek tersebut karena bukan anggota GPWS.

B. Ruang lingkup Subjek Hukum Palang Merah Internasional dalam Hukum Internasional
2
Subjek hukum internasional dapat diartikan sebagai negara atau kesatuan – kesatuan bukan
negara yang dalam keadaan tertentu memilki kemampuan untuk menjadi pendukung hak dan
kewajiban berdasarkan Hukum Internasional. Munculnya organisasi –organisasi Internasional baik
yang bersifat bilateral, regional maupun multilateral dengan berbagai kepentingan dan latar
belakang yang mendasari pada akhirnya mampu untuk dianggap sebagai subjek hukum
internasional. 3Menurut I Wayan Parthiana subjek hukum pada umumnya diartikan sebagai
pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. 4Sedangkan menurut Mochtar Kusumaatmadja
pengertian subjek hukum internasional adalah:
a. Pemegang segala hak dan kewajiban menurut hukum internasional. subjek hukum
semacam ini disebut subjek hukum internasional penuh, misalnya negara.

2
Haryomataram, KGPH, Pengantar Hukum Internasional, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, hal 78
3
I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 1990, hal. 58.
4
Rudi T May, 2001, Hukum Internasional I, Refika Aditama, Bandung, hal 44.
2
b. Mencakup pula keadaan-keadaan dimana yang dimilikinya itu hanya hakhak dan
kewajiban-kewajiban terbatas, misalnya kewenangan untuk mengadakan penuntutan hak
yang diberikan oleh hukum internasional di muka pengadilan berdasarkan suatu
konvensi, misalnya individu.
c. Subyek hukum internasional memperoleh kedudukan berdasarkan hukum kebiasaan
internasional karena perkembangan sejarah
Dengan kemampuan sebagai pemegang hak dan kewajiban tersebut, berarti adanya kemampuan
untuk mengadakan hubungan hukum yang melahirkan hak –hak dan kewajiban. Secara umum yang
dipandang sebagai subjek hukum adalah:
1. Individu atau orang perorangan atau disebut pribadi alam dan
2. Badan atau lembaga yang sengaja didirikan untuk suatu maksud dan tujuan tertentu yang
karena sifat, ciri, dan coraknya yang sedemikian rupa dipandang mampu berkedudukan
sebagai subjek hukum.
Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa subjek hukum menurut hukum internasional adalah
pemegang atau pendukung hak dan kewajiban menurut hukum internasional adalah Subjek Hukum
Internasional.
Ada beberapa subjek Hukum Internasional yaitu:
1. Negara
Negara sebagai subyek utama hukum internasional terbentuk dari unsur-unsur konstitutif :
penduduk yang tetap, wilayah tertentu, pemerintah dan kedaulatan5
2. Tahta Suci (vatikan)
3. Palang Merah Indonesia
4. Organisasi Internasional
Palang Merah Internasional sebagai subjek hukum merupakan organisasi dalam ruang
lingkup nasional yaitu Swiss yang didirikan oleh lima orang berkewarganegaraan Swiss, yang
dipimpin oleh Hendry Dunat dan bergerak dibidang kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan yang
dilakukan oleh Palang Merah Internasional mendapatkan simpati dan meluas dibanyak negara, yang
kemudian membentuk palang Merah Nasional di masing –masing wilayahnya. Palang Merah
Nasional dari negara –negara itu kemudian dihimpun menjadi Palang Merah Internasional
(International Commite of the Red Cross/ICRC).
Palang Merah Internasional yang berkedudukan di Jenewa mempunyai tempat tersendiri
dalam sejarah hukum internasional. Organisasi ini sebagai suatu subjek hukum lahir karena sejarah
walaupun kemudian kedudukannya diperkuat dalam perjanjian dan kemudian konvensi – konvensi

5
Marlina, “Perlindungan Hak Buruh Migram Oleh Negara Dalam Kedudukannya Sebagai Subjek Hukum
Internasional”, Jurnal Pandecta, Vol.8 No.2, Juli 2013, hlm 182-195.
3
Palang Merah (sekarang Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang perlindungan korban perang). Palang
Merah Internasional secara umum diakui sebagai organisasi internasional yang memiliki kedudukan
sebagai subjek hkum internasional walaupun dengan ruang yang sangat terbatas. kedudukan sebagai
subjek hukum internasional walaupun dengan ruang lingkup yang sangat terbatas.Sedangkan
Bowett tampaknya menolak anggapan bahwa ICRC termasuk organisasi internasional. Hal ini
terlihat dari pendapat beliau yang menggolongkan ICRC sebagai private international union,
sedangkan yang dianggap awal perkembangan organisasi internasional menurut beliau adalah
public international union. Sepanjang sebagian besar sejarahnya, Komite Palang Merah
Internasional (ICRC) secara khusus menahan diri untuk tidak menerapkan undang-undang hak asasi
manusia internasional, karena alasan politisasi yang diajukan oleh undang-undang ini 6 Namun,
karakter konflik bersenjata yang berubah dan situasi kekerasan lainnya dimana ICRC saat ini
beroperasi telah mendorongnya untuk menetapkan kerangka kerja untuk memanfaatkan secara
terbatas hak asasi manusia yang dipilih dan yang berlaku, untuk tujuan memperkuat perlindungan
dan bantuan yang diberikannya. Artikel ini membahas bagaimana ICRC dapat menggunakan hak
asasi manusia dengan cara ini selama konflik bersenjata, melalui prisma hukum humaniter
internasional, serta persyaratan untuk doa mereka sesuai dengan doktrin ICRC yang relevan.
Dalam Pasal 1 Statuta ICRC disebutkan bahwa ICRC adalah “an independent humanitarian
organization”. Selain itu, Oppenheim, Goodspeed, dan umumnya pendapat para sarjana lain yang
secara tegas menyatakan bahwa keanggotaan organisasi internasional adalah negara-negara,
tentunya akan menolak untuk menggolongkan ICRC terdiri dari individu, walaupun memang harus
diakui bahwa ICRC memenuhi sebagian besar kriteria sebagai suatu organisasi internasional,
misalnya :
a.Memiliki organisasi yang tetap untuk menjalankan fungsi-fungsinya, berupa organ-organ khusus
yang akan menjalankan fungsi ICRC sebagaimana tercantum dalam Statuta ICRC, Statuta Gerakan,
dan Konvensi Jenewa.
b.Memiliki instrument dasar berupa Statuta ICRC yang diadopsi tanggal 21 Juni 1973, dimana di
dalamnya dicantumkan struktur organisasi ICRC (pasal 8-10), metode operasi berupa “Rules of
Procedur” (pasal 13), baik untuk ICRC sendiri maupun dalam kapasitasnya sebagai bagian dari
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional.
c.Memiliki lembaga konsultatif berupa Konferensi Internasional Palang Merah yang diadakan
setiap 4 tahun sekali. Pada konferensi ini dihasilkan berbagai resolusi yang akan menjadi pedoman
kerja bagi seluruh unsure Gerakan. Konferensi ini dihadiri oleh ICRC, Federasi, Perhimpunan

6
Sergey Sarapin, “The International Committee of the Red Cross and International Human Rights Law ”, Oxford
Journal Of Human Rights Law Review, Vol.9 No.1, Januari 2009, doi.org/10.1093/hrlr/ngn044, hlm 95-126.

4
Nasional, serta negara-negara penandatanganan Konvensi Jenewa. Selain itu ada pula lembaga
Council of Delegates yang terdiri dari wakil-wakil ICRC, Federasi dan Perhimpunan Nasional yang
bertemu 2 tahun sekali untuk memberikan pendapat atas kebijakan dan masalah umum bagi semua
unsur Gerakan.
d.Memiliki sekrettariat tetap yang berpusat di Jenewa yang menjalankan fungsi-fungsi administratif,
riset, dan informasi secara terus menerus. Palang Merah Internasional pada dasarnya juga memiliki
runag lingkup atau cakupan dalam menjalankan kegiatannya, ruang lingkup tersebut terangkum
dalam prinsip-prinsip dasar Palang Merah. Prinsip dasar Palang Merah dikenal dengan 7 Prinsip
Palang Merah yang disahkan di Wina ( Austria ) oleh Konferensi International Palang Merah dan
Bulan Sabit Merah XX tahun 1965. Terdiri atas :
1)      Kemanusiaan ( Humanity )
Bahwa gerakan Palang Merah dan Bulan sabit Merah didirikan berdasarkan keinginan untuk
memberikan pertolongan tanpa membedakan korban dalam pertempuran, berusaha mencegah dan
mengatasi penderitaan sesama manusia.
2)      Kesamaan ( Importiality )
Bahwa gerakan ini tidak membedakan bangsa, suku, agama dan politik, tujuannya semata-mata untuk
mengurangi penderitaan manusia sesuai dengan kebutuhannya dan mendahulukan yang paling parah.
3)      Kenetralan ( Neutrality )
Bahwa gerakan ini tidak boleh memihak atau melibatkan diri dalam pertentangan Politik, agama,
suku, atau ideologi agar senantiasa mendapat kepercayaan dari semua pihak.
4)      Kemandirian ( Independence )
Bahwa gerakan ini bersifat mandiri, tugasnya membantu pemerintah dalam bidang kemanusiaan,
harus mentaati peraturan negaranya dan harus menjaga otonomi negaranya sehingga dapat
bertindak sesuai dengan prinsip pelang merah.
5)      Kesukarelaan ( Voluntari Service )
Gerakan ini memberi bantuan secara sukarela bukan keinginan mencari keuntungan.
6)      Kesatuan ( Unity )
Gerakan ini dalam suatu negara hanya terdapat satu perhimpunan palng merah atau bulan sabit
merah yang terbuka untuk semua orang dan melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah.
7)      Kesemestaan ( Universality )
Bahwa gerakan ini bersifat semesta dimana setiap perhimpunan mempunyai hak dan tanggung
jawab yang sama dalam menolong sesama.

C. Peran serta Palang Merah Internasional dalam menangani permasalahan di suatu negara?

5
Untuk memaparkan Peran Serta Palang Merah Internasional dalam membantu menangani
permaslahan keamanusiaan yang terjadi di suatu negara, makalah ini akan memberikan dari contoh
penelusuran yang telah ada dalam penelitian berjudul “Peran International Of The Red Cross
(ICRC) Dalam Mengatasi Masalah Kemanusiaan di Aceh Tahun 2004-2006”. Khusus dalam
pemaparan ini memfokuskan mengenai peran sebuah organisasi non-permerintah dalam mengatasi
masalah kemanusiaan pada situasi konflik bersenjata dan bencana alam, organisasi yang dimaksud
adalah palang merah internasional atau yang disebut dengan International Committee of The Red
Cross (ICRC). Organisasi ini berbasis di Jenewa Swiss pada tanggal 24 Juni 1863 yang didirikan
oleh Henry Dunant dan awalnya bernama ―Komisi Lima‖ dengan empat tokoh terkemuka lainnya
dari keluarga terkenal Geneva, sebagai sebuah komisi penyelidikan dari Masyarakat Jenewa untuk
kesejahteraan masyarakat.2Misi resmi ICRC adalah sebagai organisasi kemanusiaan yang tidak
memihak, netral dan mandiri yang misinya semata-mata bersifat kemanusiaan yaitu untuk
melindungi kehidupan dan martabat para korban konflik bersenjata, perang, dan situasi-situasi
kekerasan lain dan memberikan mereka pertolongan dan bantuan. ICRC melaksanakan tugas yang
bersumber pada Konvensi Jenewa 1949 dan Statuta Gerakan, dimana bahwa tugas ICRC adalah:
1. Memantau kepatuhan para pihak yang bertikai pada konvensi Jenewa
2. Mengorganisir perawatan terhadap korban luka di medan perang
3. Mengawasi perlakuan terhadap tawanan perang dan melakukan intervensi yang bersifat
konfidensial dengan pihak berwenang yang melakukan perlawanan.
4. Membantu mencarikan orang hilang dalam konflik bersenjata
5. Mengorganisir perlindungan dan perawatan penduduk sipil
6. Bertindak sebagai perantara netral antara pihak yang berperang
Misi umum ICRC adalah untuk melindungi dan membantu korban konflik bersenjata dan situasi
gangguan dalam negeri, sipil maupun militer, secara netral dan tidak memihak. Selain
melaksanakan kegiatan-kegiatan operasional untuk melindungi dan membantu para korban konflik
bersenjata ICRC juga mempunyai misi untuk mempromosikan hukum humaniter internasional 7CRC
telah menjalankan misinya dilebih dari 80 negara di dunia, tersebar di 27 negara di Afrika, 14
negara di Asia, 27 negara di Eropa dan Amerika, serta 12 negara di Timur Tengah dan Africa Utara.
Misi-Misi ICRC mencakup hal hal sebagai berikut ; Memberikan Perlindungan , Kegiatan
perlindungan mencakup kunjungan ketempat-tempat penahanan dan pemulihan kembali hubungan
keluarga. ICRC tidak membeda-bedakan korban dan konsisten dengan sikap netralnya dengan rutin
melakukan kunjungan bagi tahanan-tahanan dan melakukan dialog rahasia dan konstruktif dengan
pihak berwenang dan bertanggungjawab mengenai kondisi material dan pengobatan. Memberikan

7
Hany Farika, “Peran International Committee Of The Red Cross (ICRC) Dalam Mengatasi Masalah Kemanusiaan Di
Aceh Tahun 2004-2006”, Jurnal FISIP, Vol.2 No.2, Oktober 2015, hlm 1-7.
6
Bantuan, Krisis kemanusiaan sering kali terjadi seiringan dengan krisis-krisis lainnya seperti
kelaparan, wabah penyakit, dan kekacauan ekonomi. Sehinggan dalam kondisi ini ICRC siap siaga
berusaha menyediakan kebutuhan para korban berupa bantuan makanan dan obat-obatan serta
pembuatan penyediaan air atau sarana medis. Bekerjasama dengan Perhimpunan Nasional Negara ,
ICRC selalu menjalin kerjasama dengan perhimpunan negara manapun tempat beroperasi,
tujuannya adalah untuk mempermudah pergerakan dan meningkatkan kemampuan perhimpunan-
perhimpunan nasional dalam memenuhi tanggungjawab mereka dalam memberikan pelayanan
kemanusian di negaranya masing-masing. Kerjasama yang dilakukan adalah seperti memberikan
pelatihan kepada staf kesehatan utama, ahli beda, dan teknisi lainnya. Aceh memang dikaruniai
dengan berbagai macam keistimewaan dan kekayaan alam—yang tragisnya juga mengundang
pertikaian. Teristimewa adalah posisi geografisnya yang strategis, terletak di persimpangan jalan
laut yang ramai, yang menghubungkan Lautan Hindia dan Laut Cina Selatan. Tepat di
persimpangan dua budaya besar dunia, India dan China. Potensial sebagai tempat rendezvous bagi
para pelayar, sekaligus strategis sebagai sarang perompak untuk menghadang kapal-kapal kaya.
Mengingat posisi Aceh yang berada di ujung barat nusantara, negeri ini juga menjadi gerbang
pertama yang harus dilalui jamaah haji ketika berangkat ke tanah suci melalui jalur laut. Maka
negeri ini pun sempat memiliki julukan yang terkenal sebagai Serambi Mekah. Tsunami merupakan
perstiwa bencana alam terparah yang tak akan dilupakan masyarakat Aceh maupun dunia. Tsunami
berasal dari bahasa Jepang yang secara harfiah berarti ombak besar di pelabuhan. Tsunami adalah
perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-
tiba. Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat dibawah
laut, atau hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat merambat kesegala arah. Tenaga yang
dikandung alam gelombang tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di
laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km per jam. Setara
dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1 meter.
Dengan demikian laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah laut. Ketika
mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun hingga sekitar 30 km per jam, namun
ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter. Hantaman gelombang tsunami
bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi
karena tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran
gelombang tsunami. Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja yang
dilaluinya. Bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa manusia serta
menyebabkan genangan, pencemaran air asin lahan pertanian, tanah dan ait bersih. Peran ICRC
Membantu Aceh dan PMI Mengatasi Tsunami yakni selama tiga minggu setelah terjadinya

7
Tsunami, staf ICRC melakukan asesmen ke lebih dari 90 lokasi penampungan di Banda Aceh,
Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie, Bireuen dan Lhokseumawe. Mereka dengan cepat
melakukan asesmen, yang langsung dilanjutkan dengan distribusi makanan dan bantuan
kemanusiaan non-makanan yang terdiri dari perlengkapan kebersihan, pakaian dan bahan dasar
rumah tangga serta bahan-bahan penampungan lainnya.
Atas kerjasama ICRC dan PMI, 122.310 pengungsi (24.462 Rumah Tangga) telah menerima non-
pangan dalam bentuk kebutuhan dasar kebersihan, pakaian, pakaian dalam, peralatan memasak,
tenda, terpal, tikar, selimut dan perlengkapan untuk bayi (perlengkapan keluarga).Antara tanggal 6
dan 13 Januari 2004, ICRC bekerjasama dengan PMI mendistribusikan makanan untuk kebutuhan
selama satu minggu (beras, mie, minyak goreng, ikan kaleng, garam, gula, susu bubuk, dan biskuit)
kepada total 50.266 pengungsi (11’086 Rumah Tangga).500 perlengkapan kebersihan dirakit dan
didistribusikan di 90 lokasi penampungan.ICRC memastikan bahwa bantuan yang telah diberikan
telah sesuai dengan kebutuhan para pengungsi, seperti pemulihan diri, kebersihan dan peralatan
untuk mata pencaharian. Segera setelah tsunami, ICRC menyediakan bahan, logistik dan dukungan
keuangan untuk kegiatan PMI. Awalnya, PMI terfokus pada mengevakuasi barang bantuan mati dan
mendistribusikan. Komponen lain dari Gerakan juga telah beroperasi di provinsi Aceh sejak
tsunami. Ini termasuk Federasi Internasional Palang Merah dan banyak Nasional dan Bulan Sabit
Merah.Sampai saat ini, lebih dari 90 proyek yang bertujuan mendukung upaya rehabilitasi dan
rekonstruksi PMI telah disetujui dalam Kerangka Koordinasi Gerakan. Beberapa 25 Palang Merah
Nasional dan Bulan Sabit Merah serta Federasi Internasional, ICRC dan PMI telah memberikan
kontribusi terhadap pelaksanaan program, misalnya, merehabilitasi layanan ambulans PMI;
mengatur dukungan psikososial; mengembalikan pasokan air;merekonstruksi rumah, sekolah dan
pusat kesehatan; dan merehabilitasi infrastruktur PMI dan meningkatkan kapasitas tanggap
darurat.PMI, Federasi dan ICRC telah ditandatangani, atas nama seluruh Gerakan, perjanjian
dengan yang baru terbentuk badan pelaksana pemerintah untuk rekonstruksi dan rehabilitasi Aceh
dan Nias. Perjanjian tersebut menegaskan komitmen Gerakan untuk memberi masyarakat Aceh
dengan nilai $ 600,000,000 'dukungan dalam berbagai sektor. Hal ini dilihat sebagai langkah
penting dalam posisi Gerakan sebagai pemain kunci dalam pemulihan dan rehabilitasi tahap operasi
tsunami.

Anda mungkin juga menyukai