Anda di halaman 1dari 18

TATA CARA PEMBEBASAN LAHAN & RELOKASI PENDUDUK

Studi LARAP Bendungan Rukoh Tiro di Kabupaten Pidie

Bab 3 TATA CARA PEMBEBASAN


LAHAN & RELOKASI PENDUDUK

3.1. Konflik Pertanahan


3.1.1. Pengertian.
Konflik pertanahan dapat diartikan sebagai konflik yang lahir sebagai akibat adanya
hubungan antar orang atau kelompok yang terkait dengan masalah bumi dan segala
kekayaan alam yang terdapat di atas permukaan maupun di dalam perut bumi.
Istilah sengketa dan konflik pertanahan sering kali dipakai sebagai suatu padanan kata
yang dianggap mempunyai makna yang sama. Akan tetapi sesungguhnya kedua istilah itu
memiliki karakteristik yang berbeda. Berdasarkan Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.
Badan Pertanahan Nasional RI memberi batasan mengenai sengketa, konflik maupun
perkara pertanahan. Pasal 1 Peraturan Kepala BPN tersebut menyatakan bahwa kasus
pertanahan adalah sengketa, konflik dan perkara pertanahan yang disampaikan kepada
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia untuk mendapatkan penanganan,
penyelesaian sesuai peraturan perundangundangan dan/atau kebijakan pertanahan
nasional.
a. Sengketa Pertanahan.
Sengketa pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan,
badan hukum atau lembaga yang tidak berdampak luas secara sosio-politis. Penekanan
yang tidak berdampak luas inilah yang membedakan definisi sengketa pertanahan
dengan definisi konflik pertanahan. Sengketa tanah dapat berupa sengketa
administratif, sengketa perdata, sengketa pidana terkait dengan pemilikan, transaksi,
pendaftaran, penjaminan, pemanfaatan, penguasaan dan sengketa hak ulayat.
b. Konflik Pertanahan.
Konflik pertanahan merupakan perselisihan pertanahan antara orang perseorangan,
kelompok, golongan, organisasi, badan hukum atau lembaga yang mempunyai
kecenderungan atau sudah berdampak luas secara sosio politis.
c. Perkara Pertanahan.
Perkara pertanahan adalah perselisihan pertanahan yang penyelesaiannya
dilaksanakan oleh lembaga peradilan atau putusan lembaga peradilan yang masih
dimintakan penanganan perselisihannya di BPN RI

Bab 3 - 1
TATA CARA PEMBEBASAN LAHAN & RELOKASI PENDUDUK
Studi LARAP Bendungan Rukoh Tiro di Kabupaten Pidie

3.1.2. Akar konflik pertanahan.


Akar konflik pertanahan merupakan faktor mendasar yang menyebabkan timbulnya
konflik pertanahan. Akar konflik pertanahan penting untuk diidentifikasi serta
diinventarisasi guna mencari jalan keluar atau bentuk penyelesaian yang akan dilakukan.
Akar permasalahan konflik pertanahan dalam garis besarnya dapat ditimbulkan oleh hal-
hal sebagai berikut :
(1) konflik kepentingan, yaitu adanya persaingan kepentingan yang terkait dengan
kepentingan substantif, kepentingan prosedural, maupun kepentingan psikologis,
(2) konflik struktural, yang disebabkan pola perilaku destruktif, kontrol perilaku
sumberdaya yang tidak seimbang,
(3) konflik nilai, karena perbedaan kriteria yang dipergunakan mengevaluasi
gagasan/ perilaku, perbedaan gaya hidup, idiologi atau agama/kepercayaan,
(4) konflik hubungan, yang disebabkan karena emosi yang berlebihan, persepsi yang
keliru, komunikasi yang buruk/salah, pengulangan perilaku yang negatif,
(5) konflik data, yang disebabkan karena informasi yang tidak lengkap, informasi
yang keliru, pendapat yang berbeda tentang hal-hal yang relevan, interpretasi
data yang berbea, dan perbedaan prosedur penilaian.
Penyebab umum timbulnya konflik pertanahan dapat dikelompokkan dalam dua faktor,
yaitu faktor hukum dan faktor non hukum.
a. Faktor Hukum.
Beberapa faktor hukum yang menjadi akar dari konflik pertanahan belakangan ini antara
lain :
1) Tumpang tindih peraturan.
UUPA sebagai induk dari peraturan di bidang sumber daya agraria lainnya, dalam
perjalanannya dibuat beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
sumber daya agraria tetapi tidak menempatkan UUPA sebagai undang-undang
induknya, bahkan justru menempatkan UUPA sejajar dengan undang-undang agraria.
UUPA yang mulanya merupakan payung hukum bag kebijakan pertanahan di Indonesia
menjadi tidak berfungsi dan secara substansial bertentangan dengan diterbitkannya
berbagai peraturan perundangan sektoral seperti UU Kehutanan, UU Pokok
Pertambangan, UU Transigrasi dan lain-lain.
2) Tumpang tindih peradilan.
Pada saat ini terdapat tiga lembaga peradilan yang dapat menangani suatu konflik
pertanahan yaitu peradilan perdata, peradilan pidana dan peradilan tata usaha negara
(TUN). Dalam bentuk konflik tertentu, salah satu pihak yang menang secara perdata
belum tentu menang secara pidana (dalam hal konflik disertai tindak pidana).
b. Faktor Non Hukum.
1) Tumpang tindih penggunaan tanah.
Sejalan dengan waktu, pertumbuhan penduduk yang cepat mengakibatkan jumlah
penduduk bertambah, sedangkan produksi pangan tetap atau mungkin berkurang

Bab 3 - 2
TATA CARA PEMBEBASAN LAHAN & RELOKASI PENDUDUK
Studi LARAP Bendungan Rukoh Tiro di Kabupaten Pidie

karena banyak tanah pertanian yang beralih fungsi. Tidak dapat dihindarkan bahwa
dalam sebidang tanah yang sama dapat timbul kepentingan yang berbeda.

2) Nilai ekonomis tanah tinggi.


3) Kesadaran masyarakat meningkat
Adanya perkembangan global serta peningkatan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi berpengaruh pada peningkatan kesadaran masyarakat. Pola pikir masyarakat
terhadap masyarakatpun ikut berubah.
Terkait tanah sebagai aset pembangunan, maka muncul perubahan pola pikir
masyarakat terhadap penguasaan tanah, yaitu tidak lagi menempatkan tanah sebagai
sumber produksi akan tetapi menjadikan tanah sebagai sarana untuk investasi atau
komoditas ekonomi.
4) Tanah tetap, penduduk bertambah.
Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat baik melalui kelahiran maupun migrasi
serta urbanisasi, serta jumlah lahan yang tetap, menjadikan tanah sebagai komoditas
ekonomi yang nilainya sangat tinggi, sehingga setiap jengkal tanah dipertahankan
sekuatnya.
5) Kemiskinan.
Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
saling berkaitan. Terbatasnya akses terhadap tanah merupakan salah satu faktor
penyebab kemiskinan dalam kaitan terbatasnya aset dan sumber daya produktif yang
dapat diakses masyarakat miskin.

3.1.3. Tipologi Konflik Pertanahan.


Tipologi konflik pertanahan merupakan jenis sengketa, konflik dan atau perkara
pertanahan yang disampaikan atau diadukan dan ditangani. Tipologi konflik pertanahan
yang ditangani Badan Pertanahan Nasional RI dapat dikelompokkan menjadi 8 (delapan),
terdiri dari masalah yang berkaitan dengan :
a. Penguasaan dan Pemilikan Tanah, yaitu :
Perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan di
atas tanah tertentu yang tidak atau belum dilekati hak (tanah Negara), maupun yang
telah dilekati hak oleh pihak tertentu;
b. Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah, yaitu :
Perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai proses penetapan hak
dan pendaftaran tanah yang merugikan pihak lain sehingga menimbuikan anggapan
tidak sahnya penetapan atau perijinan di bidang pertanahan;
c. Batas atau letak bidang tanah, yaitu :
Perbedaan pendapat, nilai kepentingan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah
yang diakui satu pihak yang teiah ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia maupun yang masih dalam proses penetapan batas;
d. Pengadaan Tanah, yaitu :

Bab 3 - 3
TATA CARA PEMBEBASAN LAHAN & RELOKASI PENDUDUK
Studi LARAP Bendungan Rukoh Tiro di Kabupaten Pidie

Perbedaan pendapat, kepentingan, persepsi atau nilai mengenai status hak tanah yang
perolehannya berasal proses pengadaan tanah, atau mengenai keabsahan proses,
pelaksanaan pelepasan atau pengadaan tanah dan ganti rugi;
e. Tanah obyek Landreform, yaitu
Perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai prosedur penegasan,
status penguasaan dan pemilikan, proses penetapan ganti rugi, penentuan subyek
obyek dan pembagian tanah obyek Landreform;
f. Tuntutan Ganti Rugi Tanah Partikelir, yaitu :
Perbedaan persepsi, pendapat, kepentingan atau nilai mengenai Keputusan tentang
kesediaan pemerintah untuk memberikan ganti kerugian atas tanah partikelir yang
dilikwidasi;
g. Tanah Ulayat, yaitu :
Perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status ulayat dan
masyarakat hukum adat di atas areal tertentu baik yang telah diterbitkan hak atas
tanah maupun yang belum, akan tetapi dikuasai oleh pihak lain;
h. Pelaksanaan Putusan Pengadilan, yaitu :
Perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai putusan badan
peradilan yang berkaitan dengan subyek atau obyek hak atas tanah atau mengenai
prosedur penerbitan hak atas tanah tertentu.

3.2. Penyelesaian Konflik Pertanahan


Berbagai penyelesaian konflik pertanahan cukup banyak ditawarkan baik yang bersifat
litigasi maupun non litigasi, tetapi dalam banyak hal hasilnya terasa kurang memuaskan.
Bahkan penyelesaian melalui pengadilanpun terkadang dirasakan oleh masyarakat tidak
memuaskan. Tidak sedikit mereka yang telah menduduki tanah selama bertahun-tahun
ditolak gugatannya untuk mempertahankan hak atau mendapatkan hak karena adanya
pihak lain yang menguasai tanah yang bersangkutan. Atau sebaliknya gugatan seseorang
terhadap penguasaan tanah tertentu dikabulkan pengadilan walaupun bagi pihak yang
menguasai tanah tidak cukup kuat atau gugatan kurang beralasan.
Di Indonesia, konflik pertanahan yang ada diselesaikan melalui Pengadilan Umum dan
Pengadilan Tata Usaha Negara. Namun dari sekian banyaknya kasus yang masuk ke
badan peradilan tersebut, banyak yang diselesaikan dengan hasil yang kurang
memuaskan, sehingga berkembanglah pandangan di masyarakat bahwa badan peradilan
tidak optimal dalam menyelesaikan sengketa pertanahan.
Akibatnya, rasa keadilan dan kepastian hukum yang diharapkan masyarakat tersebut
tidak terpenuhi, bahkan yang ada hanyalah persoalan baru yang dampaknya justru
memperburuk kondisi yang ada.
Pola-pola penyelesaian konflik pertanahan di luar pengadilan yang dilakukan adalah :
negosiasi, musyawarah mufakat dan mediasi. Negosiasi dilakukan dengan jalan dimana
para pihak yang berkonflik duduk bersama untuk mencari jalan terbaik dalam
penyelesaian konflik dengan prinsip bahwa penyelesaian itu tidak ada pihak yang
dirugikan (win-win solution), kedua pihak tidak ada yang merasa dirugikan. Musyawarah
mufakat adalah lengkah lebih lanjut dari negosiasi. Jika dalam negosiasi tidak terdapat
kesepakatan yang saling menguntungkan, maka langkah lebih lanjut adalah melakukan

Bab 3 - 4
TATA CARA PEMBEBASAN LAHAN & RELOKASI PENDUDUK
Studi LARAP Bendungan Rukoh Tiro di Kabupaten Pidie

musyawarah mufakat dengan melibatkan pihak lain selaku penengah. Hasil musyawarah
tersebut selanjutnya dibuatkan surat kesepakatan bersama yang ditanda tangani oleh
para pihak dan para saksi.
Mediasi merupakan pengendalian konflik pertanahan yang dilakukan dengan cara
membuat konsensus diantara dua pihak yang berkonflik untuk mencari pihak ketiga yang
berkedudukan netral sebagai mediator dalam penyelesaian konflik. Penyelesaian secara
mediasi baik yang bersifat tradisional ataupun melalui berbagai Lembaga Alternative
Dispute Resolution (ADR) mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan berperkara di
muka pengadilan yang tidak menarik dilihat dari segi waktu, biaya dan pikiran/tenaga.
Disamping itu kurangnya kepercayaan atas kemandirian lembaga peradilan dan kendala
administrasi yang meliputinya membuat pengadilan merupakan pilihan terakhir untuk
penyelesaian sengketa.
Mediasi memberikan kepada para pihak perasaan kesamaan kedudukan dan upaya
penentuan hasil akhir perundingan yang dicapai menurut kesepakatan bersama tanpa
tekanan atau paksaan. Dengan demikian solusi yang dihasilkan mengarah kepada win-win
solution. Upaya untuk win-win solution itu ditentukan oleh beberapa faktor :
1. Proses pendekatan yang obyektif terhadap sumber sengketa lebih dapat diterima
oleh pihak-pihak yang memberikan hasil yang saling menguntungkan, dengan
catatan bahwa pendekatan itu harus menitikberatkan pada kepentingan yang
menjadi sumber konflik dan bukan pada posisi atau kedudukan para pihak.
2. Kemampuan yang seimbang dalam proses negosiasi atau musyawarah. Perbedaan
kemampuan tawar menawar akan menyebabkan adanya penekanan oleh pihak
yang satu terhadap yang lain.
Dengan berjalannya waktu, penyelesaian konflik pertanahan melalui ADR secara implisit
dimuat dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan
Nasional (BPN). Dalam struktur organisasi BPN dibentuk satu kedeputian, yaitu
Kedeputian Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan. BPN
telah pula menerbitkan Keputusan Kepala BPN No. 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk
Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan yang telah diganti dengan
Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan
Penanganan Kasus Pertanahan. Dalam menjalakan tugasnya menyelesaikan konflik
pertanahan, BPN melakukan upaya antara lain melalui mediasi.
Pembentukan kedeputian tersebut menyiratkan dua hal. Pertama, bahwa penyelesaian
berbagai konflik pertanahan itu sudah merupakan hal yang sangat mendesak sehingga
diupayakan membentuk kedeputian untuk menanganinya.
Kedua, terdapat keyakinan bahwa tidak semua konflik pertanahan harus diselesaikan
melalui pengadilan. Kedeputian Bidang Pengkajian dan Penanganan
Sengketa dan Konflik Pertanahan mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan
kebijakan di bidang pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik
pertanahan. Dalam melaksanakan tugasnya Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan
Sengketa dan Konflik Pertanahan berpedoman pada peraturan prundang-undangan yang
berlaku, terutama Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.

3.2.1 Mekanisme penanganan dan penyelesaian konflik oleh BPN.

Bab 3 - 5
TATA CARA PEMBEBASAN LAHAN & RELOKASI PENDUDUK
Studi LARAP Bendungan Rukoh Tiro di Kabupaten Pidie

Penanganan dan penyelesaian terhadap konflik pertanahan oleh BPN RI didasarkan pada
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan, yang meliputi mekanisme pelayanan
pengaduan dan informasi, pengkajian, penanganan, dan penyelesaian konflik pertanahan,
serta bantuan hukum dan perlindungan hukum.
a. Mekanisme Pengaduan.
1. Pelayanan pengaduan sengketa dan konflik pertanahan dilaksanakan dan
dikoordinir oleh Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik
Pertanahan (Deputi V) di BPN RI, di Kantor Wilayah BPN Provinsi dilakukan oleh
Kepala Bidang PPSKP dikoordinasi oleh Kakanwil, dan di Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota dilakukan oleh Kepala Seksi SKP dikoordinasi oleh Kepala Kantor;
2. Pengaduan sengketa dan konflik pertanahan dapat diajukan secara lisan atau
tertulis dan dapat disampaikan secara langsung ke Kantor Pertanahan, Kantor
Wilayah BPN, dan Kantor BPN RI, atau melalui www.bpn.go.id. Khusus melalui
www.bpn.go.id harus ditindaklanjuti dengan pembuatan permohonan secara
tertulis;
3. Pengaduan paling sedikit memuat identitas pengadu, obyek yang diperselisihkan,
posisikasus (legal standing) dan maksud pengaduan, serta dilampiri foto copy
identitas pengadu dan data dukung yang terkait dengan pengaduan;
4. Surat pengaduan yang telah diterima diteruskan ke satuan organisasi yang tugas
dan fungsinya menangani sengketa dan konflik pertanahan. Surat pengaduan
yang diterima dicatat dalam register dan diditribusikan kepada pelaksana dan/atau
tim pengolah untuk mendapatkan penanganan.
b. Pengkajian Konflik Pertanahan.
Pengkajian konflik dilakukan dengan melakukan pengkajian akar dan riwayat koflik
untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya dan potensi dampak dari terjadinya
konflik. Pengkajian konflik pertanahan dilakukan dengan cara meneliti dan
menganalisis data konflik yang terjadi. Hasil dari penelitian dan analisa data
dipergunakan untuk menentukan dan merumuskan pokok permasalahan atas
terjadinya konflik. Terhadap pokok permasalahan konflik dilakukan telaahan hukum
berdasarkan data yuridis, data fisik dan/atau data pendukung lainnya, yang hasilnya
kemudian dilakukan kajian penerapan hukum yang selanjutnya menghasilkan
rekomendasi penanganan konflik.
c. Penanganan Konflik Pertanahan.
Penanganan konflik pertanahan dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum atas
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, serta untuk memastikan
tidak terdapat tumpang tindih pemanfaatan, tumpang tindih penggunaan, tumpang
tindih penguasaan dan tumpang tindih pemilikan tanah, sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku serta bukti kepemilikan tanah bersifat tunggal untuk setiap
bidang tanah yang diperselisihkan. Penanganan konflik pertanahan dilaksanakan
secara komprehensif melalui kajian akar permasalahan, pencegahan dampak konflik,
dan penyelesaian konflik.
Penanganan sengketa dan konflik pertanahan dilakukan dengan :
1. Penelitian/pengolahan data pengaduan; yang meliputi : penelitian kelengkapan
dan keabsahan data, pencocokan data yuridis dan data fisik serta data dukung

Bab 3 - 6
TATA CARA PEMBEBASAN LAHAN & RELOKASI PENDUDUK
Studi LARAP Bendungan Rukoh Tiro di Kabupaten Pidie

lainnya, kajian kronologi sengketa dan konflik, dan analisis aspek yuridis, fisik dan
administrasi.
2. Penelitian lapangan; meliputi penelitian keabsahan atau kesesuaian data dengan
sumbernya, pencarian keterangan dari saksi-saksi terkait, peninjauan fisik tanah
obyek yang disengketakan, penelitian batas tanah, gambar situasi, peta bidang,
Surat Ukur, dan kegiatan lain yang diperlukan.
3. Penyelenggaraan Gelar Kasus; tujuannya antara lain untuk memetapkan rencana
penyelesaian, memilih alternatif penyelesaian dan menetapka upaya hukum. Jenis
gelar kasus terdiri dari :
a) Gelar Internal, adalah gelar yang pesertanya dari Kantor Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional dan/atau Kantor Pertanahan. Gelar Internal bertujuan : menghimpun
masukan pendapat para petugas/ pejabat; mengidentifikasi sengketa dan
konflik yang diperselisihkan; dan menyusun rencana penyelesaian.
b) Gelar Eksternal, adalah gelar yang pesertanya dari Kantor Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional dan/atau Kantor Pertanahan yang diikuti peserta dari unsur/instansi
lainnya. Gelar Eksternal bertujuan : melengkapi keterangan dan pendapat dari
internal dan eksternal Kantor BPN RI, Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional dan/atau Kantor Pertanahan agar pembahasan lebih komprehensif;
mempertajam analisis kasus pertanahan; dan memilih alternatif penyelesaian
c) Gelar Mediasi, adalah gelar yang menghadirkan para pihak yang berselisih
untuk memfasilitasi penyelesaian kasus pertanahan melalui musyawarah. Gelar
Mediasi bertujuan : menampung informasi/pendapat dari semua pihak yang
berselisih, dan pendapat dari unsur lain yang perlu dipertimbangkan;
menjelaskan posisi hukum para pihak baik kelemahan/kekuatannya;
memfasilitasi penyelesaian kasus pertanahan melalui musyawarah; dan
pemilihan penyelesaian kasus pertanahan.
d) Gelar Istimewa, adalah gelar yang dilaksanakan oleh Tim
Penyelesaian Kasus Pertanahan yang dibentuk oleh Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia atau Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan
Sengketa dan Konflik Pertanahan. Gelar Istimewa bertujuan : menyelesaikan
kasus pertanahan yang sangat kompleks; menyelesaikan perbedaan keputusan
mengenai penanganan kasus pertanahan antara pejabat BPN RI atau pejabat
instansi lainnya; mengkoreksi keputusan Pejabat BPN RI yang bermasalah; dan
menetapkan upaya hukum.
4. Penyusunan Risalah Pengolahan Data (RPD); merupakan dokumen resmi BPN RI
yang menjadi bagian tidak terpisahkan dengan dokumen penanganan dan
penyelesaian kasus pertanahan, yang merupakan rangkuman hasil penanganan
kasus/sengketa dan konflik pertanahan. Risalah Pengolahan Data disusun
berdasarkan komitmen terhadap kebenaran, kejujuran dan prosedur, sehingga
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
5. Penyiapan Berita Acara/Surat/Keputusan;
6. Monitoring dan evaluasi terhadap hasil penanganan sengketa.
d. Penyelesaian Konflik Pertanahan.

Bab 3 - 7
TATA CARA PEMBEBASAN LAHAN & RELOKASI PENDUDUK
Studi LARAP Bendungan Rukoh Tiro di Kabupaten Pidie

Dalam rangka membangun kepercayaan publik (trust building), salah satu yang
dilakukan oleh BPN adalah melakukan percepatan penanganan dan penyelesaian
kasus-kasus pertanahan sebagaimana diamantkan dalam Tap MPR IX/MPR/2001 yang
juga merupakan bagian dari 11 Agenda Prioritas BPN RI dengan berlandaskan 4
(4mpat) prinsip kebijakan pertanahan.
Peyelesaian konflik pertanahan berdasarkan Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan terdiri dari :
1. Penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan untuk melaksanakan putusan
pengadilan; BPN RI wajib melaksanakan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali terdapat alasan yang sah untuk tidak
melaksanakannya, yaitu :
- Terhadap obyek putusan terdapat putusan lain yang bertentangan;
- Terhadap obyek putusan sedang diletakkan sita jaminan;
- Terhadap obyek putusan sedang menjadi obyek gugatan dalam perkara lain;
- Alasan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
2. Penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan di luar pengadilan; dapat berupa
perbuatan hukum administrasi pertanahan meliputi :
- Pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administrasi;
- Pencatatan dalam Sertipikat dan/atau Buku Tanah serta Daftar Umum lainnya;
- Penerbitan surat atau keputusan administrasi pertanahan lainnya karena
terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitannya.
Dalam melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik pertenahan,
BPN RI menetapkan beberapa keriteria terhadap kasus pertanahan yang dinyatakan
selesai sebagaimana disebutkan dalam Pasal 72 Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3
Tahun 2011, yaitu :
a. Kriteria Satu (K-1) berupa penerbitan Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus
Pertanahan dan pemberitahuan kepada semua pihak yang bersengketa; b.
Kriteria Dua (K-2) berupa Penerbitan Surat Keputusan tentang pemberian hak
atas tanah, pembatalan sertipikat hak atas tanah, pencatatan dalam buku
tanah, atau perbuatan hukum lainnya sesuai Surat Pemberitahuan Penyelesaian
Kasus Pertanahan;
c. Kriteria Tiga (K-3) berupa Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan
yang ditindaklanjuti mediasi oleh BPN sampai pada kesepakatan berdamai atau
kesepakatan yang lain yang disetujui oleh para pihak;
d. Kriteria Empat (K-4) berupa Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus
Pertanahan yang intinya menyatakan bahwa penyelesaian kasus pertanahan
akan melalui proses perkara di pengadilan, karena tidak adanya kesepakatan
untuk berdamai;
e. Kriteria Lima (K-5) berupa Surat Pemberitahuan Penyelesaian KasusPertanahan
yang menyatakan bahwa penyelesaian kasus pertanahan yang telah ditangani
bukan termasuk kewenangan BPN dan dipersilakan untuk diselesaikan melalui
instansi lain.
e. Bantuan Hukum dan Perlindungan Hukum.

Bab 3 - 8
TATA CARA PEMBEBASAN LAHAN & RELOKASI PENDUDUK
Studi LARAP Bendungan Rukoh Tiro di Kabupaten Pidie

Bantuan hukum dilaksanakan untuk kepentingan BPN RI atau aparatur BPN RI yang
masih aktif atau sudah purna tugas yang menghadapi masalah hukum. Bantuan
hukum meliputi pendampingan hukum dalam proses peradilan pidana, perdata atau
tata usaha negara, pengkajian masalah hukum yang berkaitan dengan kepentingan
BPN dan pengkajian masalah hukum akibat tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau
pegawai BPN.

3.2.2 Strategi penanganan dan penyelesaian konflik pertanahan.


Agar penanganan dan penyelesaian konflik pertanahan dapat diwujudkan dan agenda
kebijakan BPN RI dapat dilaksanakan untuk mencapai sasaran strategis yang diinginkan,
maka dirumuskan strategi sebagai berikut :
a. Memantapkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Kedeputian Bidang Pengkajian
dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan dengan membangun standar
mekanisme dan prosedur operasional pengkajian dan penanganan sengketa
pertanahan;
b. Mengintensifkan penyelesaian sengketa, konflik dan perkara pertanahan melalui
mediasi dengan mendasarkan pada kajian akar permasalahan;
c. Membangun sistem basis data dan sistem informasi kasus pertanahan yang valid
guna mendukung percepatan penanganan dan penyelesaian sengketa, konflik dan
perkara pertanahan secara sistematis;
d. Memprakarsai terwujudnya konsep strategis penyelesaian sengketa, konflik dan
perkara pertanahan dengan melibatkan pakar, akademisi serta Pengamat Agraria;
e. Meningkatkan kualitas dan profesionalisme sumber daya manusia di lingkungan
Kedeputian Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan.

3.2.3 Prinsip Win-win Solution.


Badan Pertanahan Nasional RI sebagai lembaga yang melaksanakan tugas pemerintahan
di bidang pertanahan berkewajiban untuk menyelesaikan konflik pertanahan yang ada di
Indonesia. Badan Pertanahan Nasional dalam menyelesaikan setiap konflik pertanahan di
Indonesia berpedoman pada Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No. 3
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan dengan
mengedepankan prinsip win-win solution. Win-win Solutian adalah situasi di mana kedua
belah pihak yang berselisih (berkonflik) sama-sama merasa diuntungkan dalam suatu
transaksi atau kesepakatan dan tidak ada pihak yang merasa dikalahkan. BPN sebagai
mediator dan mencari jalan tengah yang mengakomodasi keadilan para pihak yang
bersengketa.
Dalam semangat win-win solution, penyelesaian sengketa tidak semata-mata didasarkan
pada siapa yang memiliki sertifikat. Dalam banyak kasus, misalnya, seringkali
penyelesaian sengketa mengabaikan eksistensi masyarakat lokal yang bertahun-tahun,
dari generasi ke generasi telah menempati satu wilayah dan mengolah tanah di wilayah
tersebut. Masyarakat kalah oleh investor yang baru datang dan memiliki sertifikat atas
tanah di wilayah itu.
Dalam konsep win-win solution, seandainya investor memiliki sertifikat hak milik, mereka
tidak bisa langsung menang atas rakyat karena rakyat dilindungi oleh Pasal 33 UUD 1945,
meskipun rakyat tersebut tidak memiliki sertifikat. Pasal 33 UUD 1945 menyiratkan bahwa

Bab 3 - 9
TATA CARA PEMBEBASAN LAHAN & RELOKASI PENDUDUK
Studi LARAP Bendungan Rukoh Tiro di Kabupaten Pidie

rakyat memiliki hak atas tanah dan kekayaan alam di dalamnya. Konsep win-win solution
adalah cara yang membuat derajat rakyat semakin tinggi karena rakyat dalam cara itu
tidak dapat serta merta dikalahkan. Dengan konsep ini, rakyat harus mendayagunakan
kemampuannya. BPN dalam hal ini hanya hanya mediator yang dituntut untuk
independen, dan tidak berpihak pada kedua belah pihak.
Namun penyelesaian konflik pertanahan dalam konsep win-win solution tergantung pada
para pihak yang berkonflik. Win-win solution adalah upaya untuk mempermudah
akomodasi dari beragam kepentingan yang bersengketa agar tidak jatuh konflik yang
memakan korban dan merugikan kedua belah pihak.

3.2.4 Rekomendasi Penyelesaian Konflik


Sebagai hak dasar, hak atas tanah sangat berarti sebagai tanda eksistensi, kebebasan,
dan harkat diri seseorang. Di sisi lain, negara wajib memberi jaminan kepastian hukum
terhadap hak atas tanah itu walaupun hak itu tidak bersifat mutlak karena dibatasi oleh
kepentingan orang lain, masyarakat dan negara.
Dalam kenyataan sehari-hari permasalahan tanah muncul dan dialami oleh seluruh
lapisan masyarakat. konflik pertanahan merupakan isu yang selalu muncul dan selalu
aktual dari masa ke masa, seiring dengan bertambahnya penduduk, perkembangan
pembangunan, dan semakin meluasnya akses berbagai pihak untuk memperoleh tanah
sebagai modal dasar dalam berbagai kepentingan.
Dapat dikatakan konflik di bidang pertanahan tidak pernah surut, bahkan mempunyai
kecenderungan untuk meningkat di dalam kompleksitas permasalahan maupun
kuantitasnya seiring dinamika di bidang ekonomi, sosial dan politik. Salah satu alternatif
penyelesaian konflik (tanah) adalah melalui upaya mediasi.
Mediasi sebagai penyelesaian sengketa alternatif menawarkan cara penyelesaian
sengketa yang khas. Karena prosesnya relatif sederhana, maka waktunya singkat dan
biaya dapat ditekan. Sebagai suatu cara penyelesaian sengketa alternatif, mediasi
mempunyai ciri-ciri yakni waktunya singkat, terstruktur, berorientasi kepada tugas, dan
merupakan cara intervensi yang melibatkan peras serta para pihak secara aktif.
Keberhasilan mediasi ditentukan itikad baik kedua belah pihak untuk bersama-sama
menemukan jalan keluar yang disepakati.
Mediasi memberikan kepada para pihak perasaan kesamaan kedudukan dan upaya
penentuan hasil akhir perundingan dicapai menurut kesepakatan bersama tanpa tekanan
atau paksaan. Dengan demikian, solusi yang dihasilkan mengarah kepada win-win
solution.
Pilihan penyelesaian sengketa melalui mediasi mempunyai kelebihan dari segi biaya,
waktu, dan pikiran bila dibandingkan dengan berperkara di muka pengadilan, di samping
itu kurangnya kepercayaan atas kemandirian lembaga peradilan dan kendala administratif
yang melingkupinya membuat lembaga pengadilan merupakan pilihan terakhir untuk
penyelesaian sengketa.
Dalam kerangka penyelesaian konflik pertanahan, Badan Pertanahan Nasional RI dengan
Peraturan Kepala BPN RI No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan
Penanganan Kasus Pertanahan merupakan lembaga ADR penyelesaian konflik pertanahan
yang dipandang mampu menghasilkan solusi yang mengarah pada win-win solution.
Diluar dari pentingnya penanganan dan penyelesaian konflik pertanahan yang harus
segera dilaksanakan, yang tidak kalah penting adalah bagaimana untuk mencegah agar

Bab 3 - 10
TATA CARA PEMBEBASAN LAHAN & RELOKASI PENDUDUK
Studi LARAP Bendungan Rukoh Tiro di Kabupaten Pidie

tidak terjadi konflik paling tidak mampu meminimalisir terjadinya konflik pertanahan.
Sebagaimana yang diatur dalam Perka BPN RI Nomor 3 Tahun 2011, upaya untuk
mencegah terjadinya konflik pertanahan antara lain dengan :
(1) Penertiban administrasi pertanahan,
(2) Tindakan proaktif untuk mencegah dan menangani potensi konflik,
(3) Penyuluhan hukum dan/atau sosialisasi program pertanahan, dan
(4) Pembinaan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat

3.3. Program Persiapan Rencana Lokasi dan Relokasi Penduduk


3.3.1. Inventarisasi dan Penyelesaian Permasalahan
Permasalahan yang timbul pada kegiatan pelaksanaan pembebasan lahan dan relokasi
penduduk di daerah rencana genangan dan sekitarnya Bendungan Rukoh Tiro, perlu di
inventarisir dalam rangka mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan permasalahan yang
mungkin terjadi, sekaligus sebagai bahan dalam menyusun strategi penyelesaian
masalahnya.
Inventarisir permasalahan ini bertitik tolak dari langkah langkah atau proses pelaksanaan
LARAP, yang dimulai dari identifikasi dampak proyek kegiatan sampai pada relokasi
orang yang terkena dampaknya. Adapun permasalahan tersebut dapat dikategorikan
sebagai berikut :
1. Pada saat melakukan identifikasi penduduk/ orang yang terkena dampak (OTD),
maka masalah yang timbul berkaitan dengan akurasi data kependudukan
termasuk hak kepemilikannya, diantaranya:
a. Data ril jumlah kepala keluarga (jumlah KK) yang tidak akurat, ada perbedaan
data yang disurvey tim survey yang didampingi penduduk, dengan data
tambahan dan data susulan yang diajukan pemerintah desa atau dusun
setempat.
b. Data ril kepala keluarga (KK) tidak semuanya memiliki bukti sebagai penduduk
setempat (memiliki KTP), karena pada saat krisis politik banyak warga yang
meninggalkan tempat tinggalnya, kemudian pulang kembali.
c. Data kepemilikan lahan bermasalah karena tidak semuanya memiliki tanda
bukti kepemilikan lahan secara legal (sertifikat). Data yang ada hanya
berdasarkan daftar pemilikan lahan secara masal yang ditandatangani oleh
kepala gampong atau dusun.
d. Luas lahan yang dinyatakan sebagai pemilik warga, disusun seperti
penyusunan hasil pengkaplingan baru dengan luas lahan relative sama, tetapi
ada juga kelompok pemilik lahan luas dan pemilik lahan kecil, seperti hasil
pengkaplingan.
2. Aspek sosial-ekonomi dan budaya, berkaitan dengan peta kekuatan sosial dalam
pengambilan keputusan, penentuan harga jual lahan dan pola kehidupan
masyarakat dalam matapencaharian. Permasalahan tersebut berkaitan dengan :
a. Harapan OTD terlalu besar dalam hal uang konpensasi (ganti rugi) dan
penyediaan sarana dan prasarana, sehingga apabila tidak terwujud berpeluang
banyak hambatan.

Bab 3 - 11
TATA CARA PEMBEBASAN LAHAN & RELOKASI PENDUDUK
Studi LARAP Bendungan Rukoh Tiro di Kabupaten Pidie

b. Aspirasi warga masyarakat (OTD) ada kemungkinan tidak murni , karena ada
kekuatan pengaruh tokoh masyarakat. Sehingga keputusan apapun dalam
berbagai biding merupakan keputusan tokoh elit masyarakat.
c. Ada kemungkinan terjadi manipulasi informasi dalam berbagai hal
d. Permasalahan ekonomi OTD berkaitan dengan mata pencaharian, akan terjadi
stagnasi pada saat adaptasi di tempat pemukiman baru, karena pola hidup
semula belum tentu sesuai dengan pola hidup baru. Sehingga perlu
penanganan khusus
e. Akan terjadi kekosongan berbagai pola aktivitas kegiatan rutin, karena harus
konsolidasi dalam menyusun pola aktivitas kehidupan baru, sehubungan OTD
terserabut dari akar budaya semula
3. Permasalahan berkaitan dengan penempatan pemukiman baru secara obyektif
tidak selamanya sesuai dengan rencana, karena berkaitan dengan perbedaan
keinginan dan kepentingan, serta harapan yang berorientasi pada penempatan
pemukiman yang sesuai persis dengan daerah semula atau lebih baik dari daerah
semula, yang secara logis tidak mungkin terpenuhi seratus persen. Permasalahan
tersebut meliputi :
a. Kemungkinan adanya variasi aspirasi mengenai lokasi tempat pemukiman
baru, yang menyebabkan lokasi lahan yang disediakan sudah disiapkan sedikit
peminatnya
b. Mengalami kekosongan penghidupan dan pola kehidupan, akibat kehilangan
lahan dan kehilangan tempat tinggal serta kehilangan rutin produksi lahan.
c. Keluarga mengalami kesepian ada gangguan secara psikologis akibat
kehilangan tempat tinggal dan tempat berteduh.
d. Mengalami stagnasi dalam pola aktivitas produkutif akibat hilangnya akses ke
tempat sumber produktif kepemilikannya.
e. Permasalahan kehilangan pelayanan/kepuasan masyarakat, karena
kelembagaan masyarakat yang terkait bidang sosial, ekonomi, keagamaan
(peribadatan), seni, kesehatan, olahraga dan lainnya.
4. Permasalahan pengangguran, akibat lemahnya keahlian yang dimiliki, berubahnya
kesempatan kerja serta berubahnya akses terhadap pasar baru hasil produksi.
5. Permasalahan ketersediaan pangan, akibat kehilangan beberapa waktu yang
cukup lama dalam mengembalikan rutinitas dan kebiasaan menghasilkan produksi
pertanian, pemasaran, serta kemungkinan berkurangnya kapasitas produksi.
6. Permasalahan kemungkinan keadaan tidak sehat atau tidak normal lingkungan
akibat terhentinya pemeliharaan kesehatan di tempat lama atau belum siapnya
penanganan kesehatan di lingkungan baru
7. Terpinggirkannya peluang mendapatkan matapencaharian baik sementara atau
selamanya, sebab kemungkinan perubahan profesi secara individual sangat sulit
dan kecil jumlahnya
8. Dampak dari ketidakmampuan sosial secara nyata dapat menimbulkan hambatan
psikologis sebagai implikasi dari relokasi dan tidak berdampak pada distribusi
keuntungan atau kenyamanan
9. Ada kemungkinan akan timbul kecemburuan sosial atau konflik antara kelompok

Bab 3 - 12
TATA CARA PEMBEBASAN LAHAN & RELOKASI PENDUDUK
Studi LARAP Bendungan Rukoh Tiro di Kabupaten Pidie

yang mampu mendapatkan akses pada sumberdaya dengan kelompok yang tidak
mendapatkan akses pada sumberdaya di lingkungan baru

3.3.2. Alternatif Pemukiman Kembali


Beberapa alternatif pemukiman kembali (Resettlement) yang diusulkan sesuai dengan
karakteristik masyarakat terkena proyek (WTP) adalah sebagai berikut :
a. WTP dipindahkan oleh Pemda Pidie dengan menyadiakan lokasi pemukiman baru
seperti Desa Mandiri Terpadu dengan beberapa fasilitas utilitas umum.
b. WTP yang ingin pindah sendiri dalam kelompok lebih dari 30 keluarga
c. WTP yang ingin pindah ke desa yang telah ada
d. Tinggal di rumah yang telah ada, Rumah WTP tidak dibebaskan oleh proyek
Pada kondisi (a) adalah penawaran Bapak Bupati Pidie saat melaksanakan Lokakarya untuk
menyelesaiakan pemukiman kembali dimana akan disediakan pemukiman standar dengan fasilitas
umum. Opsi ini merupakan suata tawaran dengan tetap mejaga keutuhan antar warga dalam satu
komunitas.
Pada kondisi (b) adalah keinginan masyarakat dengan mengusulkan penggantian harga
tanah yang dimiliki sesuai harga pasaran yang berlaku. Kondisi ini sebagian besar di
wilayah Kecamatan Titeu dan Keumala.
Pada kondisi (c) adalah warga yang memilih akan pindah ke sanak keluarga dengan
mendapat penggantian uang. Kondisi ini sebagian besar di wilayah Kecamatan Titeu dan
Keumala.
Pada kondisi (d) adalah warga yang tetap bertahan pada lokasi pengadaan tanah yang
masih perlu dilakukan musyawarah. Kondisi ini sebagaian besar di wilayah Kecamatan
Tiro.
Secara tabelaris dapat dijabarkan sebagai berikut :

Bab 3 - 13
TATA CARA PEMBEBASAN LAHAN & RELOKASI PENDUDUK
Studi LARAP Bendungan Rukoh Tiro di Kabupaten Pidie

Tabel 3.1. Opsi Pemukiman Kembali


Opsi Pemukiman
No Bantuan Jadwal Penanggungjawab
Kembali
1 WTP dipindahkan Bantuan tunjangan pindah untuk setiap keluarga Setelah pembayaran ganti rugi aset Tim Pelaksana Pemukiman
oleh Pemda terkena proyek Kembali (TPP), BWS Sumatera I
Bantuan biaya Transisi Disediakan untuk dua bulan pada BWS Sumatera I
saat pindah ke lokasi baru
Infrastruktur (Jalan, Pasokan Air, Kelistrikan, Disiapkan setelah pembayaran BWS Sumatera I
Mushola) ganti rugi aset
Peningkatan kapasitas dalam bentuk peningkatan dua bulan sebelum pindah Koordinator: TPP, BWS Sumatera
keterampilan untuk setiap keluarga berhak satu jenis I
paket di bawah ini)
o Pelatihan teknik peternakan
o Pelatihan teknik produksi dan teknik pengolahan Dinas Peternakan
hasil pertanian Balai Pelatihan Pertanian
o Fasilitasi pengembangan bisnis mikro Balai Pelatihan Industri
o Inkubasi Bisnis/Pemasaran Balai Pelatihan Industri
o Intensifikasi Pertanian Balai Pelatihan Pertanian
o Aktivitas lain yang berbasis lahan Balai Pelatihan Pertanian
Bantuan dalam peningkatan modal untuk setiap setelah pindah TPP,
keluarga berhak satu jenis dari paket di bawah ini:
o Paket ternak
o Paket bisnis yang berkaitan dengan pertanian
o Paket pedagang kecil (warung)
2 WTP yang ingin Bantuan tunjangan pindah untuk setiap keluarga Setelah pembayaran ganti rugi aset TPP, BWS Sumatera I
pindah sendiri dalam terkena proyek
kelompok lebih dari Bantuan biaya transisi Disediakan untuk dua bulan pada BWS Sumatera I
30 keluarga saat pindah ke lokasi baru
Infrastruktur (Jalan, Pasokan Air, Kelistrikan) Selama membangun perumahan BWS Sumatera I
Peningkatan kapasitas dalam bentuk peningkatan dua bulan sebelum pindah Koordinator: TPP, BWS Sumatera
keterampilan untuk setiap keluarga berhak satu jenis I
paket di bawah ini)
o Pelatihan teknik peternakan
o Pelatihan teknik produksi dan teknik pengolahan Dinas Peternakan

Bab 3 - 14
TATA CARA PEMBEBASAN LAHAN & RELOKASI PENDUDUK
Studi LARAP Bendungan Rukoh Tiro di Kabupaten Pidie

Opsi Pemukiman
No Bantuan Jadwal Penanggungjawab
Kembali
hasil pertanian Balai Pelatihan Pertanian
o Fasilitasi pengembangan bisnis mikro Balai Pelatihan Industri
o Inkubasi Bisnis/Pemasaran Balai Pelatihan Industri
o Intensifikasi Pertanian Balai Pelatihan Pertanian
o Aktivitas lain yang berbasis lahan Balai Pelatihan Pertanian
Bantuan dalam peningkatan modal untuk setiap setelah pindah TPP,
keluarga berhak satu jenis dari paket di bawah ini:
o Paket ternak
o Paket bisnis yang berkaitan dengan pertanian
o Paket pedagang kecil (warung)
3 WTP yang ingin Bantuan tunjangan pindah untuk setiap keluarga Setelah pembayaran kompensasi TPP, BWS Sumatera I
pindah ke desa yang terkena proyek
telah ada Bantuan biaya transisi Disediakan untuk dua bulan pada BWS Sumatera I
saat pindah ke lokasi baru
Peningkatan kapasitas dalam bentuk peningkatan dua bulan sebelum pindah Koordinator: TPP, BWS Sumatera
keterampilan untuk setiap keluarga berhak satu jenis I
paket di bawah ini)
o Pelatihan teknik peternakan
o Pelatihan teknik produksi dan teknik pengolahan Dinas Peternakan
hasil pertanian Balai Pelatihan Pertanian
o Fasilitasi pengembangan bisnis mikro Balai Pelatihan Industri
o Inkubasi Bisnis/Pemasaran Balai Pelatihan Industri
o Intensifikasi Pertanian Balai Pelatihan Pertanian
o Aktivitas lain yang berbasis lahan Balai Pelatihan Pertanian
Bantuan dalam peningkatan modal untuk setiap setelah pindah TPP,
keluarga berhak satu jenis dari paket di bawah ini:
o Paket ternak
o Paket bisnis yang berkaitan dengan pertanian
o Paket pedagang kecil (warung)
4 Tinggal di rumah Tidak ada tunjangan pindah TPP, BWS Sumatera I
yang telah ada. Biaya transisi Disediakan untuk dua bulan pada BWS Sumatera I
Rumah WTP tidak saat pindah ke lokasi baru

Bab 3 - 15
TATA CARA PEMBEBASAN LAHAN & RELOKASI PENDUDUK
Studi LARAP Bendungan Rukoh Tiro di Kabupaten Pidie

Opsi Pemukiman
No Bantuan Jadwal Penanggungjawab
Kembali
dibebaskan oleh
proyek
Peningkatan kapasitas dalam bentuk peningkatan dua bulan sebelum pindah Koordinator: TPP, BWS Sumatera
keterampilan untuk setiap keluarga berhak satu jenis I
paket di bawah ini)
o Pelatihan teknik peternakan
o Pelatihan teknik produksi dan teknik pengolahan Dinas Peternakan
hasil pertanian Balai Pelatihan Pertanian
o Fasilitasi pengembangan bisnis mikro Balai Pelatihan Industri
o Inkubasi Bisnis/Pemasaran Balai Pelatihan Industri
o Intensifikasi Pertanian Balai Pelatihan Pertanian
o Aktivitas lain yang berbasis lahan Balai Pelatihan Pertanian
Bantuan dalam peningkatan modal untuk setiap setelah pindah TPP,
keluarga berhak satu jenis dari paket di bawah ini:
o Paket ternak
o Paket bisnis yang berkaitan dengan pertanian
o Paket pedagang kecil (warung)

3.3.3. Rencana Pelaksanaan Pemukiman Kembali


Rencana pelaksanaan Pemukiman Kembali akan dilaksanakan dengan langkah langkah strategis sebagai berikut :
Tabel 3.2. Rencana Pelaksanaan Pemukiman Kembali (Resettlement)
Penanggung
No Pokok Masalah Hal Yang Akan Dilakukan Lokasi Jadwal
Jawab
1 Penyampaian Informasi
a) Informasi kebijakan Koordinasi Tim Perumus Kebijakan Pemukiman Kembali (TPKP), Kecamatan Tiro, Bulanan - TPKP
pemukiman kembali Tim Pelaksana Pemukiman Kembali (TPP), Panitia Pengadaan Keumala dan - TPP
Tanah (P2T) dan PEMDA untuk menangani permasalahan Titeu
pembebasan lahan dan pemukiman kembali.
b) Informasi  Pengumuman dan sosialisasi kebijakan pemukiman dan Desa terkena Bulanan - TPP
Pelaksanaan implementasinya untuk (Warga Terkena Dampak) WTP, dampak proyek
pemukiman kembali termasuk berbagai opsi pemukiman kembali dan rehabilitasi.

Bab 3 - 16
TATA CARA PEMBEBASAN LAHAN & RELOKASI PENDUDUK
Studi LARAP Bendungan Rukoh Tiro di Kabupaten Pidie

Penanggung
No Pokok Masalah Hal Yang Akan Dilakukan Lokasi Jadwal
Jawab
TIP melakukan diseminasi informasi untuk WTP melalui
pertemuan langsung di desa dan mendistribusikan brosur untuk
WTP.
 Konsultasi dengan WTP dan pamong desa akan dilakukan untuk
beberapa masalah seperti:
 Bantuan
 Mekanisme penanganan keluhan
2 Data WTP Data WTP yang memiliki aset dan telah menerima kompensasi Desa terkena Bulanan P2T menyediakan
didapatkan dari P2T. dampak proyek data untuk TPP
Data WTP yang tidak memiliki aset yang didapatkan melalui Desa terkena Setelah Cut- - TPP
sensus terdahulu akan direkonfirmasi dengan perangkat desa. dampak proyek off date
3 Perbaikan dan Bantuan Ekonomi
Bekerja sama dengan BWS Sumatera I, memfasilitasi WTP dengan Desa terkena Setelah TPP dengan BWS
a) Peningkatan pelatihan dan peningkatan kapasitas lainnya. Kegiatan ini akan dampak proyek pembayaran Sumatera I
Kapasitas dilakukan setelah data WTP siap (point 2. a) dan sebelum WTP kompensasi
pindah aset
Bekerja sama dengan BWS Sumatera I, memfasilitasi WTP dengan Akan Setelah WTP TPP dengan LSM
b) Pembinaan pembinaan untuk mengembangkan perbaikan ekonomi. Kegiatan dikonfirmasi pindah ke atau spesialis
ini akan dilakukan setelah WTP pindah tempat baru
Bekerja sama dengan BWS Sumatera I, menyediakan WTP dengan Desa terkena Sebelum TPP dengan BWS
c) Bantuan lain bantuan sejenis untuk mengembangkan perbaikan ekonomi. dampak proyek WTP pindah Sumatera I
Kegiatan ini akan dilakukan setelah WTP pindah tempat baru
4 Pemantauan dan Pelaporan
Membentuk kerjasama dengan Unit Pemantau Independen (IMA). Desa terkena Bulanan TPP bersama-sama
Menggunakan data yang dipantau sebagai umpan balik dampak proyek dengan IMA dan
a) Pemantauan
implementasi. Bekerja sama dengan BWS Sumatera I dan TPP (Daerah asal BWS Sumatera I
juga akan mengembangkan data dasar WTP dan memantau dan tujuan)
pemukiman kembali
Laporan akan disampaikan kepada Gubernur Provinsi Aceh, Bupati Banda Aceh Bulanan TPP
b) Pelaporan
Kabupaten Pidie serta kepada BWS Sumatera I.
5 Penanganan Pengaduan WTP akan dikelola bersama-sama dengan beberapa Desa terkena Bulanan TPP bekerjasama
Pengaduan institusi seperti P2T, BWS Sumatera I dan institusi sektoral yang dampak proyek dengan Satuan
terlibat. Pengaduan dan implementasi penanggulangannya akan (Daerah asal Tugas Pengaduan,

Bab 3 - 17
TATA CARA PEMBEBASAN LAHAN & RELOKASI PENDUDUK
Studi LARAP Bendungan Rukoh Tiro di Kabupaten Pidie

Penanggung
No Pokok Masalah Hal Yang Akan Dilakukan Lokasi Jadwal
Jawab
dicatat dan dilaporkan. dan tujuan) BWS Sumatera I
dan P2T

Bab 3 - 18

Anda mungkin juga menyukai