Anda di halaman 1dari 15

Estimasi Usia Anak Etnis Tionghoa di Indonesia dengan

Menggunakan Metode Willems

Shintya Rizki Ayu Agitha*1, Mieke Sylvia M.A.R2, Haryono Utomo3


1,2
Program Studi S2 Ilmu Forensik Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya
3
Departemen Odontologi Forensik, FKG UNAIR, Surabaya
e-mail: * agithaayu@gmail.com, 2miekesud@ymail.com, 3danielutomo60@gmail.com
1

Abstrak
Estimasi usia merupakan bagian dari ilmu forensic dan merupakan bagian penting dalam setiap
proses identifikasi. Maturasi gigi penting dalam estimasi usia kronologis seseorang. beberapa
metode dapat digunakan untuk estimasi usia pada anak. Metode Willems merupakan modifikasi
dari metode Demirjian yang menggunakan kalsifikasi mahkota dan akar gigi untuk estimasi usia
pada anak. Tujua penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa metode Willems dapat
digunakan estimasi usia anak Tionghoa di Surabaya. Sebanyak 76 orthopantomogram yang
terdiri dari 32 sampel anak laki-laki dan 44 sampel anak perempuan etni Tionghoa usia antara 6
– 13 tahun telah dianalisa. Metode Willems mengestimasi usia dental melalui penilaiaan
terhadap tujuh gigi rahang bawah kiri. Usia kronologis diperoleh dari tanggal lahir anak
tersebut.Perbedaan antara usia kronologis dan usia dental dianalisa menggunakan Uji Paired T
Test. . Hasil penelitian ini menunjukkan pada laki – laki nilai p= 0,126 (p>0.05), pada
perempuan nilai p = 0,053 (p>0.05) dan pada keseluruhan sampel laki-laki dan perempuan nilai
p=0.843(p>0.05), hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara usia dental dan
usia kronologis. Kesimpulan dari penelitian ini metode Willems dapat digunakan untuk estimasi
usia anak etnis Tionghoa di Surabaya.

Kata kunci: estimasi usia, metode Willems, etnis Tionghoa,Surabaya

Abstract
Age estimation is a sub-disiplicine of the forensic science and should be an important
part of every identification process. Dental maturity has played an important role in estimating
the chronological age of individuals. Several approaches have proven be valuable in estimating
dental age in children. The Willems is modification of the Demirjian method which based on
crown and root calcification. This study aim to aplly Willems method in a Chinnese population in
Surabaya for age estimation. A total of 76 panoramics radiographs from 32 boys and 44 girls
Chinnese aged between 6 until 13 years were analyzed. The seven left mandibular teeth were
scored and calculated in order to obtain the Willems estimated dental ages. Chronological age
was obtained from the date of birth of children children. Difference between dental age and
chronological age was analysed using paired t test. Based on comparison test, the result of this
study showed on boys discrepancy of chronological age with dental age p= 0,126 (p>0.05) and
girls p = 0,053 (p>0.05), in population boys and girls p=0.843(p>0.05), it means no significant
difference between dental age and chonological age. The conclusion of this research was Willems
methode can be applied to Chinese children population in Surabaya for age estimation.

Keywords— age estimation, Wilems methode, chinese children population, Surabaya


1. PENDAHULUAN Gigi mengalami tahap pertumbuhan dan
perkembangan, serta perubahan degeneratif yang
terjadi pada usia tertentu, sehingga dapat
Indonesia merupakan negara kepulauan digunakan sebagai indikator estimasi usia individu
yang terdiri dari 13.667 pulau dengan batas luasnya dari sejak usia intrauterine sampai usia dewasa.
sebesar 2.027.087 km2 mempunyai kurang lebih Tahap pertumbuhan dan perkembangan gigi
129 gunung merapi. Secara geologis Indonesia sebagai indikator estimasi usia lebih dikendalikan
terletak di pertemuan di antara 3 plat tektonik oleh faktor genetik dibandingkan dengan faktor
utama (Eurasia, IndoAustralia dan Mediterania) lingkungan seperti nutrisi dan sosioekonomi
dan secara demografi terdiri dari bermacam-macam sehingga usia dental menunjukkan variasi yang
etnik, agama, latar belakang sosial dan budaya, lebih sedikit dibandingkan dengan tulang atau
dimana keadaan tersebut memberikan petunjuk bagian tubuh lain. Selain itu, gigi merupakan
bahwa Indonesia berisiko tinggi sebagai negara struktur tubuh yang paling keras dan resisten
yang rawan dari bencana alam terjadinya gempa terhadap pengaruh eksternal, serta mengalami
bumi, Tsunami, longsor, banjir maupun kecelakaan perubahan biologis yang paling sedikit sehingga
baik darat, laut maupun udara (Singh S, 2008). dapat digunakan walaupun tubuh telah mengalami
dekomposisi, mutilasi, terbakar, ataupun menjadi
Berbagai kejadian yang memakan banyak sisa rangka. Gigi dapat menyediakan informasi
korban jiwa, terutama sejak kejadian Bom Bali I mengenai identitas seorang individu karena cirinya
membuat kegiatan identifikasi korban bencana yang khas. Terdapat beberapa metode digunakan
massal (Disaster Victim Identification) menjadi untuk menentukan usia dari gigi yaitu metode
kegiatan yang penting dan dilaksanakan hampir klinis, radiografis, histologis, dan biokimiawi.
pada setiap kejadian yang menimbulkan korban Pemilihan metode tersebut berdasarkan
jiwa dalam jumlah yang banyak. Tujuan utama pertimbangan status individu (hidup atau mati),
pemeriksaan identifikasi pada kasus musibah kategori usia, jenis kasus (tunggal atau bencana
bencana massal adalah untuk mengenali korban. massal), kondisi gigi dan jaringan pendukung,
Dengan identifikasi yang tepat selanjutnya dapat lokasi kasus, ketersediaan fasilitas dan peralatan
dilakukan upaya merawat, mendoakan serta penunjang, serta agama dan budaya yang dianut
akhirnya menyerahkan kepada keluarganya individu tersebut (Putri A.S, dkk, 2013).
(Prawestiningtyas E, dkk, 2009). Metode estimasi usia kronologis pada
Dalam kasus bencana massal, estimasi anak berdasarkan tahap pertumbuhan dan
usia dapat menjadikan identifikasi korban lebih perkembangan gigi dapat dilakukan dengan dua
sederhana dengan mengelompokkan usia korban. metode, antara lain berdasarkan skema
Kasus hukum pidana atau perdata yang perkembangan gigi yang telah ada dan berdasarkan
memerlukan estimasi usia pada individu hidup, sistem penilaian tahapan perkembangan gigi
antara lain kasus pemalsuan usia ketenagakerjaan, (Willems, 2001). Metode Demirjian sangat sering
pernikahan, atlet, perwalian anak, digunakan untuk menilai maturitas gigi dan
keimigrasian,atau pemerkosaan. Pembuktian memperkirakan usia kronologis anak (Willems et
hukum tentang usia penting untuk menentukan al, 2001). Pada tahun 2001, Willems merevisi
individu tersebut masih dalam kategori anak atau sistem penilaian metode Demirjian karena
sudah dewasa, berkaitan dengan adanya perbedaan berdasarkan dari beberapa penelitian yang
proses hukum atau peradilan pada anak dengan ditemukan dari metode Demirjian hasilnya
orang dewasa. Estimasi usia juga merupakan mengalami perbedaan usia dental yang tinggi dari
pembuktikan yang berharga ketika akta kelahiran usia kronologis anak. Oleh karena itu, Willems
tidak ada atau diragukan keasliannya. Bagian tubuh merevisi sistem penilaian yang dapat langsung
yang umumnya dipakai untuk estimasi usia adalah mengekspresikan usia kronologis anak dan
skeletal dan gigi. Kematangan skeletal sebagai mempunyai akurasi yang lebih tinggi daripada
media estimasi usia memiliki keterbatasan karena metode Demirjian.
hanya dapat mengestimasi usia pada rentang usia Metode Willems didasarkan pada tahap
tertentu dengan simpangan baku usia yang besar kalsifikasi pada mahkota gigi dan kalsifikasi pada
sedangkan gigi sebagai media estimasi usia akar yang berkaitan dengan penutupan apeks pada
memiliki beberapa keunggulan, salah satunya tujuh gigi permanen rahang bawah kiri. Tahap
adalah dapat mengestimasi usia pada individu dari kalsifikasi dibagi dari A – H dan setiap tahapan
usia prenatal sampai usia dewasa (Putri A.S, dkk, memiliki skor tersendiri. Jumlah skor dari tujuh
2013). gigi tersebut adalah usia dental yang merupakan
estimasi usia kronologis anak (Willems, 2001).
Menurut Willems, mungkin metodenya tersebut 2.1.1 Usia Dental
belum dapat menghasilkan estimasi usia kronologis Usia dental merupakan usia gigi yang
anak yang akurat pada populasi lain, tetapi ditentukan berdasarkan tahap erupsi gigi dan
penelitian Ye X et al pada tahun 2014 menyatakan pembentukan gigi atau maturasi gigi. Tahap erupsi
bahwa metode Willem menunjukkan hasil yang gigi diawali dengan penonjolan gingiva atau
akurat pada populasi anak-anak Tionghoa dengan migrasi benih gigi ke arah oklusal. tahapan ini
rata-rata perbedaan usia kronologis dan usia dental dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
pada anak laki-laki 0,36 serta pada anak perempuan ankilosis, pencabutan gigi sulung yang terlambat
-0,02 ( Willems et al,2001 ; Ye X et al, 2014 ). atau terlalu cepat, gigi permanen yang impaksi dan
Orang Tionghoa sudah mengenal berdesakan. Pada tahap pembentukan gigi
Nusantara sejak abad ke 5 masehi. Selama permanen tidak dipengaruhi oleh kehilangan gigi
beberapa abad orang-orang Tionghoa terus sulung (Demirjian et al, 1973). Pada tahun 1973
bertambah jumlahnya tapi tidak ada catatan yang Demirjian membuat metode penilaian usia dental
jelas jumlahnya diseluruh Nusantara. Catatan dengan menjumlahkan nilai 7 gigi kiri rahang
tentang angka didapat dari cacah jiwa yang bawah berdasarkan nilai 8 tahapan kalsifikasi gigi
diadakan pada masa pemerintahan Inggris di Jawa kemudian dikonversikan menjadi usia kronologis.
(tahun1811-1816). Dari buku “History of Java” Pada tahun 2001, Willems menyederhanakan
karya Rafles tercatat bahwa orang Tionghoa sudah metode Demirjian dengan membuat tabel penilaian
banyak yang menyebar ke pedalaman Jawa. kalsifikasi gigi yang dapat langsung
Jumlahnya pada tahun 1815 di Jawa ada 94.441 mengekspresikan usia kronologis (Willems, 2001).
orang sedangkan penduduk Jawa secara
keseluruhan waktu itu berjumlah 4.615.270, 2.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi
berarti 2,04% dari jumlah penduduk secara Perkembangan gigi dapat dibagi menjadi dua
keseluruhan. Sebagian besar penduduk Tionghoa fase, antara lain fase pembentukan gigi dan fase
hidup secara berkelompok di kota-kota pesisir pertumbuhan gigi (erupsi gigi). Fase pembentukan
Jawa. Tahun 2005 orang Tionghoa di Indonesia gigi adalah fase mineralisasi gigi atau fase
berjumlah kurang lebih 6 juta orang berarti berkisar pembentukan enamel, dentin dan sementum yang
3% dari seluruh jumlah orang Indonesia yang terjadi di dalam tulang alveolar, sedangkan fase
waktu itu berjumlah lebih dari 200 juta orang erupsi adalah fase pergerakan gigi pada arah aksial
(Handinoto, 2009). Dari uraian tersebut dapat dari bagian dalam sampai ke puncak tulang
diketahui bahwa di Indonesia juga terdapat alveolar dan selanjutnya mencapai level oklusi.
kelompok etnis Tionghoa. Oleh karena itu, penulis Penonjolan gingiva merupakan bagian dari
ingin mengetahui akurasi metode willems dalam pertumbuhan gigi adalah cusp gigi secara klinis
estimasi usia anak etnis Tionghoa di Indonesia. terlihat muncul menembus gingiva (Adams et al,
2014).
2. Estimasi Usia Kalsifikasi gigi desidui dimulai pada usia 4
2.1 Usia bulan intra uterin. Selama proses perkembangan
2.1.1 Usia Kronologis email dan dentin gigi dapat dijadikan sebagai
perekam biologis kesehatan dan penyakit. Setelah
Usia kronologis merupakan usia yang proses pembentukan mahkota gigi dan
dihitung berdasarkan tanggal kelahiran sampai pembentukan sebagian akar gigi, selanjutnya gigi
dengan sekarang. Usia kronologis biasa akan menembus membran mukosa kemudian gigi
didokumentasikan dalam bentuk akta kelahiran, erupsi kedalam rongga mulut. Selanjutnya akar gigi
rekam medis, kartu identitas, dan sebagainya akan menjadi lebih aktif mengalami perkembangan
(Adams et al, 2014). Penentuan usia berguna di dan mendorong mahkota gigi ke arah rongga
bidang odontologi forensik dan kedokteran mulut. Selanjutnya mahkota bergerak lebih jauh
forensik untuk mengidentifikasi usia saat kematian kearah oklusal dan memposisikan gigi dengan gigi
seseorang yang belum diketahui identitasnya (Nik antagonisnya didalam rongga mulut. Proses
– Hussein et al, 2010). Prosedur penentuan usia selanjutnya dilanjutkan dengan pembentukan akar
merupakan proses yang rumit dan melibatkan gigi, dentin dan sementum (Nelson et al, 2010).
banyak pertimbangan meliputi pertumbuhan Pembentukan akar dimulai ketika gigi belum
tulang, karakter seksual sekunder dan maturasi gigi erupsi secara sempurna didalam rongga mulut,
(Manisha et al, 2013). Salah satu metode yang setelah akar terbentuk lengkap kemudian
paling akurat untuk estimasi usia kronologis pada cementum gigi menutupi seluruh akar gigi.
anak-anak adalah melalui parameter gigi (Nik – Selanjutnya terbentuk jaringan pulpa gigi yang
Hussein et al, 2010). berfungsi memberikan pasokan darah dan saraf
pada gigi. Pulpa gigi merupakan organ yang untuk menghasilkan bentuk dan
berasal dari jaringan ikat yang mengandung ukuran gigi selanjutnya. Proses ini
pembuluh darah arteri, vena, sistem limpatik dan terjadi sebelum deposisi matriks
saraf, fungsi utamanya untuk membentuk dentin dimulai. Morfologi gigi dapat
gigi (Nelson et al, 2010). ditentukan bila epitel email bagian
Pembentukan gigi dikatakan lengkap saat dalam tersusun sedemikian rupa
ujung apikal gigi selesai terbentuk. Proses ini akan sehingga batas antara epitel email dan
terus berlangsung secara berlahan sepanjang odontoblas merupakan gambaran
kehidupan. Ketika gigi baru erupsi, pulpa gigi dentinoenamel junction yang akan
terlihat lebar, kemudian akan mengecil seiring terbentuk. Dentinoenamel junction
proses pembentukan gigi selesai. Rongga pulpa mempunyai sifat khusus yaitu
akan menjadi lebih kecil dan menyempit karena bertindak sebagai pola pembentuk
adanya pembentukan dentin sekunder. Perubahan setiap macam gigi. Terdapat deposit
ruang pulpa ini dapat dihubungkan dengan email dan matriks dentin pada daerah
pertambahan usia individu (Nelson et al, 2010). tempat sel-sel ameloblas dan
odontoblas yang akan
menyempurnakan gigi sesuai dengan
2.2.1 Tahap Perkembangan Gigi bentuk dan ukurannya.
Tahap perkembangan adalah sebagai berikut 5. Aposisi
(McDonald dan Avery, 2000; Finn, 2003) : Terjadi pembentukan matriks
1. Inisiasi (bud stage) keras gigi baik pada email, dentin,
Merupakan permulaan dan sementum. Matriks email
terbentuknya benih gigi dari epitel terbentuk dari sel-sel ameloblas yang
mulut. Sel-sel tertentu pada lapisan bergerak ke arah tepi dan telah terjadi
basal dari epitel mulut berproliferasi proses kalsifikasi sekitar 25%-30%.
lebih cepat daripada sel sekitarnya.
Hasilnya adalah lapisan epitel yang 2.2.2 Tahap Kalsifikasi Gigi
menebal di regio bukal lengkung gigi Tahap kalsifikasi adalah suatu tahap
dan meluas sampai seluruh bagian pengendapan matriks dan garam-garam
rahang atas dan bawah. kalsium. Kalsifikasi akan dimulai di dalam
2. Proliferasi (cap stage) matriks yang sebelumnya telah mengalami
Lapisan sel-sel mesenkim yang deposisi dengan jalan presipitasi dari satu
berada pada lapisan dalam mengalami bagian ke bagian lainnya dengan penambahan
proliferasi, memadat, dan lapis demi lapis. Gangguan pada tahap ini
bervaskularisasi membentuk papil dapat menyebabkan kelainan pada kekerasan
gigi yang kemudian membentuk gigi seperti hipokalsifikasi. Tahap ini tidak
dentin dan pulpa pada tahap ini. Sel- sama pada setiap individu, dipengaruhi oleh
sel mesenkim yang berada di faktor genetik atau keturunan. Faktor ini
sekeliling organ gigi dan papila gigi mempengaruhi pola kalsifikasi, bentuk
memadat dan fibrous, disebut kantong mahkota dan komposisi mineralisasi.
gigi yang akan menjadi sementum, Kalsifikasi gigi permanen dimulai saat lahir,
membran periodontal, dan tulang yaitu saat molar pertama permanen mulai
alveolar. terkalsifikasi (McDonald dan Avery, 2000).
3. Histodiferensiasi (bell stage)
Terjadi diferensiasi seluler pada 2.2.3 Tahap Erupsi Gigi
tahap ini. Sel-sel epitel email dalam Erupsi gigi merupakan suatu proses yang
(inner email epithelium) menjadi berkesinambungan dimulai dari awal
semakin panjang dan silindris, disebut pembentukan di dalam tulang alveolar sampai
sebagai ameloblas yang akan gigi muncul ke arah oklusal di rongga mulut
berdiferensiasi menjadi email dan sel- Erupsi gigi merupakan proses yang kompleks
sel bagian tepi dari papila gigi dan terbagi dalam 5 tahap, yaitu gerakan pre-
menjadi odontoblas yang akan eruptif; tahap intraosseus; penetrasi mucosal;
berdiferensiasi menjadi dentin. pre-oklusal; tahap post oklusal (Almonaitiene
4. Morfodiferensiasi et al, 2010). Ada dua fase yang penting dalam
Sel pembentuk gigi tersusun proses erupsi gigi (Proffit dan Fields, 1993),
sedemikian rupa dan dipersiapkan yaitu erupsi aktif dan pasif. Erupsi aktif adalah
pergerakan gigi yang didominasi oleh gerakan Tabel 1: Masa erupsi gigi permanen (dalam
ke arah vertikal, sejak mahkota gigi bergerak tahun) (Rahardjo P, 2009)
dari tempat pembentukannya di dalam rahang Gigi Kaukasoid Surabaya
sampai mencapai oklusi fungsional dalam Permanen Rahang Rahang Rahang Rahang
rongga mulut,sedangkan erupsi pasif adalah Atas Bawah Atas Bawah
Insisiv 7 6 7-8 6-7
pergerakan gusi ke arah apeks yang Sentral
menyebabkan mahkota klinis bertambah
Insisiv 8 7 8-9 7-8
panjang dan akar klinis bertambah pendek Lateral
sebagai akibat adanya perubahan pada
Kaninus 11 10 11-12 9-11
perlekatan epitel di daerah apikal.
Premolar 10 10 10-11 10-12
Pertama
2.2.3.1 Waktu Erupsi Gigi Permanen Premolar 11 11 10-12 11-12
Gigi permanen yang menggantikan gigi Kedua
sulung disebut gigi pengganti (succestional Molar 6 6 6-7 6
teeth, succedaneus teeth), yaitu insisiv sentral Pertama
permanen, insisiv lateral permanen, kaninus Molar 12 12 12-13 11-13
permanen masing-masing menggantikan Kedua
insisiv sentral sulung, insisiv lateral sulung,
kaninus sulung, sedangkan premolar pertama
dan premolar kedua permanen menggantikan 2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan
molar pertama sulung dan molar kedua sulung. dan Perkembangan Gigi
Gigi permanen yang tumbuh di sebelah distal 2.3.1 Faktor Ras
lengkung geligi sulung disebut gigi tambahan Perbedaan ras dapat menyebabkan
(accessional teeth, additional teeth), yaitu perbedaan waktu dan urutan erupsi gigi
molar pertama permanen, molar kedua permanen. Waktu erupsi gigi orang Eropa dan
permanen dan molar ketiga. campuran Amerika dengan Eropa lebih lambat
Molar pertama permanen biasanya daripada waktu erupsi orang Amerika berkulit
merupakan gigi permanen pertama yang erupsi hitam dan Amerika Indian (ras mongoloid)
pada umur sekitar lima sampai enam tahun. (Moyers, 2001).
diduga aktivitas metabolism pada ligament
periodontal mempengaruhi mekanisme erupsi 2.3.2 Faktor Jenis Kelamin
gigi. diperlukan dua proses untuk erupsi gigi, Beberapa penelitian menyatakan bahwa
yaitu resorpsi tulang alveolar dan akar gigi gigi permanen pada anak perempuan erupsi
sulung sebagai jalan erupsi gigi serta terlebih dahulu daripada anak laki-laki. Hal ini
mekanisme erupsi gigi itu sendiri menuju arah dikaitkan dengan saat awal maturasi gigi yang
yang telah tersedia. Bila akar gigi telah terjadi terlebih dahulu pada anak perempuan
terbentuk setengah sampai dua pertiga gigi dibandingkan dengan anak laki-laki
tersebut siap untuk erupsi. Gingiva yang tebal (Peedikayil, 2011).
atau adanya gigi kelebihan dapat mengganggu Terdapat perbedaan growth spurt pada
erupsi gigi, halangan mekanik ini dapat anak laki-laki dan perempuan, anak
menyebabkan distorsi akar gigi yang disebut perempuan mengalami growth spurt lebih dulu
dilaserasi akar. Kadang-kadang insisiv sentral daripada anak laki-laki. Growth spurt terjadi
bawah merupakan gigi permanen pertama pada awal sesudah lahir dan pada usia sekitar 6
yang erupsi. Sebagaimana pada geligi sulung, – 7 tahun yang terjadi selama kurang lebih 3 –
saat dan urutan erupsi gigi permanen juga 4 bulan. Growth spurt terjadi kembali pada
bervariasi sampai dengan 6 bulan lebih awal anak perempuan sekitar usia 12 tahun dan 14
atau lebih lambat. tahun pada anak laki-laki (Rahardjo P, 2009).
Bila sebuah gigi telah menembus gingiva,
gigi tersebut bererupsi dengan cepat sampai 2.3.3 Faktor Penyakit
hampir mencapai bidang oklusal. Kemudian Gangguan pada erupsi gigi permanen
gigi tersebut akan terkena pengaruh kekuatan dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan
kunyah dan kecepatan erupsi sangat berkurang beberapa sindroma dari Cerebral Palsy,
dan berhenti sama sekali (Rahardjo P, 2009) . Dysosteosclerosis, Hypothyroidism,
Hypopituitarism, Hypoparathyroidism,
Pseudohypoparathyroidism (Almonaitiene et
al, 2010).
2.3.4 Faktor Lingkungan diberikan pada gigi insisiv sentral, insisiv lateral,
Pertumbuhan dan perkembangan gigi kaninus. premolar pertama, premolar kedua, molar
dipengaruhi oleh faktor lingkungan tetapi tidak pertama dan molar kedua sebelah kiri rahang
banyak mengubah sesuatu yang telah bawah. Penilaian ini dibedakan pada masing-
ditentukan oleh faktor keturunan. Pengaruh masing jenis benih gigi dari tahap pembentukan
faktor lingkungan terhadap waktu erupsi gigi hingga kalsifikasi serta mencapai penutupan akar.
adalah sekitar 20% (Moyers, 2001). Faktor- Setiap gigi memiliki skor tersendiri dari tahapan
faktor yang termasuk ke dalam faktor kalsifikasi yang dialami. Sistem penilaian tahapan
lingkungan antara lain: pembentukan gigi tersebut dibedakan antara anak
1. Sosial Ekonomi laki-laki dan perempuan. Jumlah skor dari 7 gigi
Beberapa penelitian menyatakan permanen tersebut merupakan nilai maturitas gigi
bahwa anak dengan tingkat atau usia dental yang kemudian dikonversikan
sosioekonomi tinggi lebih cepat menjadi perkiraan usia kronologis. Penilaian
mengalami erupsi gigi dibandingkan tingkat tumbuh kembang gigi ini dapat digunakan
dengan anak dengan tingkat secara universal, namun perlu diperhatikan
sosioekonomi rendah. hal ini disebabkan konversi terhadap usia dental tersebut serta
karena anak dengan tingkat pertimbangan terhadap populasinya (Demirjian et
sosioekonomi tinggi mamapu al, 1973).
mendapatkan pelayanan kesehatan dan
nutrisi yang lebih baik yang berhubungan
dengan pembentukan benih gigi lebih
awal (Almonaitiene et al, 2010).
2. Nutrisi
Nutrisi sebagai faktor
pertumbuhan dapat mempengaruhi erupsi
dan proses kalsifikasi. Keterlambatan
waktu erupsi gigi dapat dipengaruhi oleh
faktor kekurangan nutrisi, seperti vitamin
D dan gangguan kelenjar endokrin.
Pengaruh faktor nutrisi terhadap
perkembangan gigi adalah sekitar 1%
(Moyers, 2001).

2.4 Metode Estimasi Usia Anak dalam


Odontologi Forensik
2.4.1 Metode Demirjian
Pada tahun 1973, Demirjian membuat
suatu metode perkiraan usia kronologis anak usia 3
tahun sampai 16 tahun. Demirjian membuat
penilaian maturitas gigi dengan pendekatan proses
pembentukan gigi untuk menilai usia dental
sebagai indikator yang lebih akurat dibandingkan Gambar 1: Tahap pembentukan gigi permanen
dengan proses erupsi gigi. Hal ini disebabkan menurut Demirjian (Demirjian, 1973)
karena erupsi gigi dipengaruhi oleh beberapa faktor
lingkungan seperti ketersediaan tempat pada Tabel 2. Tahapan pembentukan gigi oleh Demirjian
lengkung gigi, tanggalnya gigi sulung sebelum (Demirjian, 1973)
waktunya, gigi yang terletak miring dan gigi Tahap Keterangan
impaksi. Sebaliknya, perkiraan usia dental dengan A Untuk gigi akar tunggal maupun
menggunakan penilaian terhadap tahapan
ganda, tahap kalsifikasi gigi dimulai
pembentukan gigi sedikit memperoleh pengaruh
dari bagian tertinggi dari crypt
dari faktor lingkungan (Willems, 2001).
B Ujung cusp yang mengalami
Demirjian membuat 8 tahapan kalsifikasi
kalsifikasi menyatu, yang mulai
gigi dari tahap A sampai H dan tahap 0
menunjukkan pola permukaan oklusal
mmenandakan belum ada kalsifikasi gigi yang
C a. Pembentukan enamel gigi selesai
terlihat pada foto panoramik. Penilaian ini
pada permukaan oklusal. Tampak Demirjian banyak yang memberikan hasil
perluasan dan pertemuan pada overestimasi pada usia kronologis pada
bagian servikal gigi populasi orang Belgia Kaukasian. Willems
b. Mulai terlihat deposit dentinal melakukan penelitian pada 2523 foto
c. Pola kamar pulpa tampak panoramik anak usia 2 tahun sampai 18 tahun
berbentuk garis pada batas oklusal yang terdiri dari 1265 anak laki-laki dan 1258
gigi anak perempuan pada populasi Belgia
D a. Pembentukan mahkota gigi selesai, Kaukasian dengan menggunakan tahapan
dan terjadi perluasan menuju kalsifikasi gigi permanen mulai tahapan A
cemento-enamel junction sampa H pada 7 gigi permanen kiri rahang
b. Tepi atas kamar pulpa pada gigi bawah. Tabel penilaian tahapan kalsifikasi gigi
yang berakar tunggal menunjukkan dari masing-masing gigi permanen pada
batas yang jelas, dan proyeksi metode Demirjian dimodifikasi oleh Willems
tanduk pulpa memberikan sehingga jumlah dari usia dental 7 gigi
gambaran seperti payung serta permanen tersebut dapat langsung
berbentuk trapezium pada gigi mengekspresikan perkiraan usia kronologis
molar pada anak laki-laki dan perempuan (Willems,
c. Dimulainya pembentukan akar gigi 2001).
E Gigi berakar tunggal
a. Dinding kamar pulpa tampak Tabel 3. Penilaian tahapan kalsifikasi pada 7
sebagai garis lurus yang gigi kiri rahang bawah pada anak laki-laki
kontinuitasnya terputus akibat menurut Willems (Willems, 2001)
adanya tanduk pulpa
b. Panjang akar gigi kurang dari
mahkota gigi
Gigi Molar
a. Inisiasi pembentukan bifurkasi akar
b. Panjang akar gigi kurang dari
mahkota gigi
Tabel 4. Penilaian tahapan kalsifikasi pada 7
F Gigi berakar tunggal
gigi kiri rahang bawah pada anak perempuan
a. Dinding kamar pulpa tampak
menurut Willems (Willems, 2001)
menyerupai segitiga sama kaki, dan
ujung akar seperti corong
b. Panjang akar gigi sama atau lebih
panjang dari tinggi mahkota gigi
Gigi Molar
a. Kalsifikasi pada bifurkasi
mengalami perluasan, bentuk akar
lebih nyata dan ujung akar tampak
seperti corong
b. Panjang akar gigi sama atau lebih2.5 Etnis Tionghoa
panang dari tinggi mahkota 2.5.1 Pengertian Etnis Tionghoa
G Dinding saluran akar gigi tampak Istilah “Cina” dalam pers Indonesia tahun
sejajar namun ujung apikal gigi masih
1950-an telah diganti menjadi menjadi “Tionghoa”
terbuka (sesuai ucapannya dalam bahasa Hokkian) untuk
H a. Ujung apikal gigi sudah tertutup merujuk pada orang Cina dan “Tiongkok” untuk
b. Membran periodontal memiliki negara Cina dalam pers Indonesia 1950-an (Liem,
ketebalan yang sama di sekitar akar
2000). Etnis Tionghoa menurut Purcell (Liem,
gigi 2000) adalah seluruh imigran negara Tiongkok dan
keturunannya yang tinggal dalam ruang lingkup
2.4.2 Metode Willems budaya Indonesia dan tidak tergantung dari
Pada tahun 2001, Willems memperbaiki kewarganegaraan mereka dan bahasa yang mereka
sistem penilaian usia dental metode Demirjian gunakan. Etnis Tionghoa adalah individu yang
karena banyak literatur yang menyatakan memandang dirinya sebagai “Tionghoa” atau
bahwa perkiraan usia menggunakan metode
dianggap demikian oleh lingkungannya. Pada saat ke Indonesia dengan modal finansial dan
bersamaan mereka berhubungan dengan etnis ketrampilan yang cukup, sehingga di tempat yang
Tionghoa perantauan lain atau negara Tiongkok baru mereka dapat mengembangkan usaha di
secara sosial, tanpa memandang kebangsaan, bidang pertukangan, industri, rumah makan,
bahasa, atau kaitan erat dengan budaya Tiongkok. perhotelan dan lain sebagainya (Tan, Melly G ,
Menurut Liem (2000) etnis Tionghoa di 1981).
Indonesia yaitu orang Indonesia yang berasal dari
negara Tiongkok dan sejak generasi pertama/kedua 2.5.3 Etnis Tionghoa di Surabaya
telah tinggal di negara Indonesia, dan berbaur Komposisi etnis di Indonesia sangat bervariasi
dengan penduduk setempat, serta menguasai satu karena memiliki ratusan ragam suku dan budaya.
atau lebih bahasa yang dipakai di Indonesia. Menurut sensus BPS tahun 2010 terdapat lebih dari
Sedangkan menurut Suryadinata (1981) istilah 300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia
Tionghoa Indonesia digunakan merujuk pada etnis atau tepatnya 1.340 suku bangsa. Jawa Barat, Jawa
Tionghoa yang tinggal di negara Indonesia yang Timur dan Jawa Tengah adalah tiga provinsi
memiliki nama keluarga (marga), tanpa dengan urutan teratas yang berpenduduk terbanyak,
memandang kewarganegaraannya. yaitu masing-masing berjumlah 43.021.826 jiwa,
37.476.757 jiwa, dan 32.380.687 jiwa. Dari
2.5.2 Etnis Tionghoa di Indonesia 37.476.757 jiwa penduduk Jawa Timur, persentase
Orang Tionghoa di Indonesia sebenarnya terbesar adalah etnik Jawa (79.58%) yang disusul
bukan merupakan satu kelompok yang berasal dari kemudian etnik Madura (17.53%). Menurut sensus
satu daerah di negara Cina, tetapi terdiri dari penduduk tahun 2010, kota Surabaya memiliki
beberapa suku bangsa yang berasal dari dua penduduk sebanyak 2.765.908 jiwa. Kepadatan
propinsi yaitu Fukien dan Kwantung yang sangat penduduk kota Surabaya adalah sebesar 8.304 jiwa
berpencar daerahnya (Koentjaraningrat, 1971). per km2 dengan wilayah seluas 333.063 km2 (Badan
Orang-orang Cina yang datang ke Indonesia Pusat Statistik, 2010). Suku Jawa adalah suku
pada umumnya dan di wilayah pesisir utara Jawa bangsa mayoritas di Surabaya. Meskipun Jawa
khususnya, sebagian besar berasal dari propinsi adalah suku mayoritas (83,68%), tetapi Surabaya
Fukien/Fujian dan Kwang Tung. Mereka ini terdiri juga menjadi tempat tinggal berbagai suku bangsa
dari berbagai suku bangsa yaitu Hokkian, Hakka, di Indonesia, termasuk suku Madura (7,5%),
Teociu dan Kanton. Mereka mempunyai bidang Tionghoa (7,25%), Arab (2,04%), dan sisanya
keahlian yang berbeda-beda, yang nantinya merupakan suku bangsa lain seperti Bali, Batak,
dikembangkan di tempat baru (Indonesia). Orang Bugis, Banjar, Manado, Minangkabau, Dayak,
Hokkian merupakan orang Cina yang paling awal Toraja, Ambon, dan Aceh atau warga asing
dan paling besar jumlahnya sebagai imigran. (Wikipedia, 2015).
Mereka mempunyai budaya dan tradisi dagang Sejarah berkata bahwa bangsa Tionghoa
yang kuat sejak dari daerah asalnya. Orang Teociu adalah bangsa yang ekspansif. Mereka menyebar
yang berasal dari daerah pedalaman Swatow di ke berbagai belahan dunia. Jiwa ekspansif ini
bagian timur propinsi Kwantung mempunyai dipicu oleh karakter budaya mereka yaitu
keahlian di bidang pertanian, sehingga mereka berdagang. Salah satu tujuan persebaran mereka
banyak tersebar di luar Jawa. Orang Hakka/Khek adalah Indonesia lebih tepatnya di Surabaya. Selain
berasal dari daerah yang tidak subur di propinsi jalur darat, jalur laut mereka pilih karena dirasa
Kwang Tung, sehingga mereka berimigrasi karena lebih efektif dan menjangkau hingga ke pelosok
kesulitan hidup. Di antara orang-orang Cina yang nusantara. Kala itu etnis Tionghoa tertuju pada kota
datang ke Indonesia mereka merupakan golongan Surabaya yang memang terletak di pesisiran pantai
yang paling miskin. Orang-orang Hakka dan orang- utara Jawa. Tak heran bila kini mereka telah
orang Teociu sebagian besar bekerja di daerah- menjadi bagian hidup kita, orang pribumi. Dari
daerah pertambangan di Indonesia seperti catatan sejarah, etnis Tionghoa singgah ke
Kalimantan Barat, Bangka, Belitung dan Sumatra. Indonesia untuk pertama kalinya melalui ekspedisi
Perkembangan kota-kota besar di Jawa seperti kota Laksamana Haji Muhammad Cheng Hoo (1405-
Jakarta dan dibukanya daerah Priangan bagi 1433). Laksamana Cheng Hoo sengaja berkeliling
pedagang Cina telah menarik minat orang-orang dunia dengan misi utama membuka jalur
Hakka dan Teociu untuk pindah ke Jawa Barat perdagangan sutera dan keramik. Dengan adanya
(Koentjaraningrat, 2002). Pada perkembangannya hal tersebut, nampaknya jiwa bisnis sudah kentara
kemudian mereka menyebar dan menetap di kota- pada diri etnis Tionghoa. Prinsip hidup mereka
kota lain di Jawa. Orang Kanton yang mempunyai adalah kemakmuran. Buktinya adalah, semenjak
keahlian di bidang pertukangan dan industri datang ekspedisi Cheng Hoo tersebut, warga etnis
Tionghoa berangsur-angsur berdatangan ke masing gigi tersebut diberikan skor
Indonesia untuk melakukan perdagangan besar- berdasarkan tahapan kalsifikasi yang
besaran, sebut saja etnis Tionghoa dengan dialami. Skor dari tujuh gigi tersebut
"pecinan". "Surabaya menjadi sasaran gerakan dijumlahkan dan hasilnya merupakan usia
kebangkitan etnis Tionghoa, sebab ada kali dental.
Brantas, dan Kalimas sebagai pusat transoprtasi f) Menghitung perbedaan antara usia dental
jalur air." Singgahnya etnis Cina di pesisiran Jawa dan usia kronologis. Jika usia dental
menghadirkan generasi baru dari mereka yang kurang atau lebih dari sama dengan 0,5
menetap dan kawin dengan rakyat pribumi tahun maka dianggap sama. Selain itu,
(Noordjanah A, 2004). dianggap berbeda.
g) Membandingkan usia kronologis dengan
3. METODE PENELITIAN usia dental melalui uji statistik paired t-
test untuk mengetahui ada atau tidak
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian analitik perbedaan diantara keduanya.
observasional. Penelitian ini mengggunakan populasi h) Membandingkan usia kronologis dan usia
sampel radiograf panoramik anak usia 6-13 tahun etnis dental pada sampel laki – laki dan
Tionghoa denan besar sampel 76 yang terdri dari 32 perempuan.
anak laki-laki dan 44 anak perempuan. Dari data yang diperoleh, yaitu usia
Sampel penelitian diambil secara simple kronologis pasien yang sebenarnya dan perkiraan
random sampling pada radiogram panoramik yang usia pasien berdasarkan metode Willems, akan
memenuhi kriteria sebagai berikut: diuji apakah terdapat perbedaan yang signifikan.
a. Radiogram panoramik yang akan diteliti Uji statistik yang digunakan adalah paired t test.
merupakan milik anak usia 6 – 13 tahun.
b. Radiogram panoramik milik subyek yang 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
merupakan keturunan etnis Tionghoa
hingga 3 generasi di atasnya.. Penelitian dilakukan terhadap 76 sampel
c. Ketujuh gigi permanen bawah kanan dan yang telah memenuhi kriteria. Berdasarkan
kiri lengkap baik sudah erupsi maupun penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil
belum erupsi. sebagai berikut:
d. Radiogram panoramik berasal dari anak
yang tidak memiliki kelainan Tabel 5: Rata-rata dan Standar Deviasi Nilai Usia
pertumbuhan, endokrin, gangguan nutrisi, Kronologis dan Usia Dental
tidak pernah mengalami trauma atau cacat
pada daerah kraniofasial yang dapat Pengamatan N Rata-rata ± SD
mempengaruhi pertumbuhan dan Usia Usia
perkembangan gigi. Kronologis Dental
e. Radiogram panoramik harus dapat jelas Laki-laki 32 10.86±1.45 10.84±1.47
terbaca Perempuan 44 11.39±1.46 11.14±1.61
Prosedur penelitian meliputi:
Laki-laki + 76 11.17± 1.47 11.01±1.55
a) Sampel radiogram panoramik didapat dari
Perempuan
pasien anak antara usia 6 – 13 tahun yang
Keterangan : SD = Standar Deviasi N= Jumlah
datang ke Dr. Daniels’s Aesthetic Dental
sampel
Cinic yang memenuhi kriteria dan
bersedia menandatangani inform consent.
Tabel 5 menunjukkan hasil penelitian dari
b) Pasien mengisi kuisioner yang telah
76 sampel yang terdiri dari 44 sampel anak
disediakan peneliti.
perempuan dan 32 sampel anak laki-laki.
c) Dilakukan pencatatan usia kronologis
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, didapatkan
seperti yang tertera pada sampul
usia kronologis dari keseluruhan sampel rata-rata
radiogram dan kartu status pasien.
11.17 dan standar deviasi 1.47, sedangkan usia
d) Radiogram panoramik diletakkan pada
dental dari keseluruhan sampel rata-rata 11.01 dan
viewer.
standar deviasi 1.55. Pada sampel anak perempuan
e) Menghitung usia dental dengan metode
didapatkan hasil usia kronologis rata-rata 11.39 dan
Willems, dengan cara menilai tahap
standar deviasi 1.46, sedangkan usia dental rata-
perkembangan atau kalsifikasi tujuh gigi
rata 11.14 dan standar deviasi 1.61. Pada sampel
rahang bawah kiri yang dilihat melalui
gambaran radiogram panoramik. Masing-
anak laki-laki didapatkan hasil usia kronologis rata- Tabel 7. Uji Komparasi
rata 10.86 dan standar deviasi 1.45, sedangkan usia
dental rata-rata 10.84 dan stadar deviasi 1.47. N Jenis Pengamatan Uji Nilai Ket
Data tersebut diuji normalitas dengan o kelamin Kompara signifikansi
. si (p)
menggunakan One Kolmogorov Smirnov test untuk 1 Laki – Usia Paired T 0,126 Tidak
mengetahui data berdistribusi normal atau tidak. . laki kronologis Test ada
dengan usia perbeda
Jika hasil uji tersebut menyatakan data dental an
berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji 2 Perempu Usia Wilcoxon 0,053 Tidak
beda Paired Samples T-test. Jika hasil uji . an kronologis ada
dengan usia perbeda
normalitas menyatakan data tidak berdistribusi dental an
normal, maka dilanjutkan dengan uji beda 3 Laki – Usia Paired T 0,843 Tidak
. laki + kronologis Test ada
Wilcoxon. Hasilnya adalah sebagai berikut: Perempu dengan usia perbeda
Tabel 6: Uji Normalitas One Kolmogorov an dental an
Smirnov Test
No. Jenis Pengamatan Signifi Keterangan Keterangan : p<0,05 : signifikan / ada perbedaan
kelamin kasi
(p) yang bermakna ; p>0,05 : tidak signifikan / tidak
1 Laki – laki + Usia Distribusi ada perbedaan yang bermakna
0.096
Perempuan Kronologis normal
Usia Dental Distribusi
0.200 Berdasarkan hasil uji komparasi dengan
normal
2 Perempuan Usia
0.034
Distribusi tidak menggunakan uji Paired T Test menunjukkan
Kronologis normal
Usia Dental Distribusi tidak bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara
0.022
normal usia kronologis laki-laki dengan usia dental laki-
3. Laki-laki Usia Distribusi laki dengan nilai p=0,126 (p>0,05), dan tidak ada
0.200
Kronologis normal
Usia Dental Distribusi perbedaan yang signifikan antara usia kronologis
0.200
normal laki-laki+perempuan dengan usia dental laki-
Keterangan: Uji Kolmogorov-Smirnov : p > 0,05 (distribusi laki+perempuan dengan nilai p=0,843 (p>0,05).
normal), p< 0,05 (distribusi tidak normal)
Pada variabel usia kronologis perempuan dan usia
Berdasarkan hasil uji normalitas dengan dental perempuan juga telah dilakukan uji
menggunakan uji One Kolmogorov Smirnov test komparasi dengan menggunakan uji Wilcoxon
diketahui variabel usia kronologis gabungan anak dengan hasil nilai signifikansi p=0,053 (p>0.05)
laki-laki dan perempuan memiliki nilai signifikan yang berarti bahwa tidak ada perbedaan yang
p=0,096, sedangkan usia dental gabungan anak signifikan antara usia kronologis perempuan
laki-laki dan perempuan memiliki nilai signifikan dengan usia dental perempuan. Hal tersebut
p=0,200. Variabel usia kronologis anak perempuan menunjukkan bahwa metode Willems dapat
memiliki nilai signifikan p=0,034 sedangkan nilai digunakan untuk menghitung estimasi usia pada
signifikansi usia dental anak-anak perempuan pada anak etnis Tionghoa.
penelitian ini adalah p=0,022. Variabel usia
kronologis pada anak laki-laki memiliki nilai Tabel 8 Rata-rata usia kronologis, rata-rata usia
signifikansi p=0,200, sedangkan pada variabel usia dental dan rata-rata selisih usia kelompok
dental nilai signifikansi sebesar p=0,200. Variabel perempuan
usia kronologis laki-laki + perempuan, usia dental
laki-laki + perempuan, usia kronologis laki-laki
dan usia dental laki-laki memiliki nilai signifikansi
p>0.05 yang menunjukkan bahwa data
berdistribusi normal sehingga dapat dilanjutkan
dengan uji komparasi Paired T Test. Variabel usia
kronologis perempuan dan usia dental perempuan
mempunyai nilai signifikan p<0.05 yang
menunjukkan bahwa data tidak berdistribusi
normal sehingga dilanjutkan uji komparasi dengan
menggunakan uji Wilcoxon.
Tabel 8 menunjukkan rata-rata selisih usia Berbagai kejadian yang memakan banyak
dental dengan usia kronologis anak perempuan korban jiwa, terutama sejak kejadian Bom Bali I
sebesar -0,25. Hal ini berarti bahwa estimasi usia membuat kegiatan identifikasi korban bencana
dental pada anak perempuan lebih muda 0,258 massal (Disaster Victim Identification) menjadi
tahun dibandingkan dengan usia kronologis. kegiatan yang penting dan dilaksanakan hampir
berdasarkan tabel 8, rata-rata selisih usia terbesar pada setiap kejadian yang menimbulkan korban
pada anak perempuan terjadi pada kelompok usia 9 jiwa dalam jumlah yang banyak. Seperti pada kasus
tahun yaitu sebesar 0,95 tahun. pesawat Air Asia QZ8501 penerbangan dari
Surabaya menuju Singapura yang jatuh di selat
Tabel 9 Rata-rata usia kronologis, rata-rata usia Karimata pada 28 Desember 2014 dengan jumlah
dental dan selisih usia kelompok laki-laki korban 162 penumpang dan kru didominasi oleh
etnis Tionghoa yang berasal dari Indonesia
(Wikipedia, 2016). Tujuan utama pemeriksaan
identifikasi pada kasus musibah bencana massal
adalah untuk mengenali korban (Prawestiningtyas
E, dkk, 2009).

Dalam kasus bencana massal, estimasi


usia dapat menjadikan identifikasi korban lebih
sederhana dengan mengelompokkan usia korban.
Bagian tubuh yang umumnya dipakai untuk
estimasi usia adalah skeletal dan gigi. Kematangan
skeletal sebagai media estimasi usia memiliki
keterbatasan karena hanya dapat mengestimasi usia
Tabel 9 menunjukkan rata-rata selisih usia pada rentang usia tertentu dengan simpangan baku
dental dengan usia kronologis anak laki-laki usia yang besar sedangkan gigi sebagai media
sebesar -0,03. Hal ini berarti bahwa estimasi usia estimasi usia memiliki beberapa keunggulan, salah
dental pada anak laki-laki lebih muda 0,03 tahun satunya adalah dapat mengestimasi usia pada
dibandingkan dengan usia kronologis. Berdasarkan individu dari usia prenatal sampai usia dewasa
tabel 5.5, rata-rata selisih usia terbesar pada anak (Putri A.S, dkk, 2013).
laki-laki terjadi pada kelompok usia 13 tahun yaitu Usia dental berhubungan erat dengan usia
sebesar -0,56 tahun. kronologis dalam perkembangan anak. Kalsifikasi
gigi lebih banyak digunakan untuk menilai
Menurut Liem (2000) etnis Tionghoa di maturitas gigi daripada erupsi gigi. Hal ini
Indonesia yaitu orang Indonesia yang berasal dari disebabkan karena kalsifikasi gigi merupakan
negara Tiongkok dan sejak generasi pertama/kedua proses yang berkesinambungan dan progresif serta
telah tinggal di negara Indonesia, dan berbaur panduan radiografis dapat dilakukan untuk evaluasi
dengan penduduk setempat, serta menguasai satu gigi pada setiap pemeriksaan (Kurita et al, 2007).
atau lebih bahasa yang dipakai di Indonesia. Orang Metode yang dipilih oleh peneliti adalah metode
Tionghoa di Indonesia sebenarnya bukan Willems karena menurut beberapa penelitian
merupakan satu kelompok yang berasal dari satu seperti penelitian Willems (2001) pada populasi
daerah di negara Cina, tetapi terdiri dari beberapa anak Belgia, Ye X et al (2014) pada anak-anak
suku bangsa yang berasal dari dua propinsi yaitu populasi Cina, Nikk-Husein N N et al (2011) pada
Fukien dan Kwantung yang sangat berpencar populasi anak Malaysia, Ambarkova V et al (2013)
daerahnya (Koentjaraningrat, 1971). Menurut pada populasi anak Yugoslav Republik Macedonia,
sensus penduduk tahun 2010, kota Surabaya metode Willems ternyata lebih akurat jika
memiliki penduduk sebanyak 2.765.908 jiwa. dibanding dengan metode Demirjian yang juga
Kepadatan penduduk kota Surabaya adalah sebesar menggunakan kalsifikasi gigi untuk estimasi usia
8.304 jiwa per km2 dengan wilayah seluas 333.063 anak. Metode Willems merupakan modifikasi dari
km2 (Badan Pusat Statistik, 2010). Suku Jawa metode Demirjian. Pada tahun 2001, Willems
adalah suku bangsa mayoritas di Surabaya. merevisi sistem penilaian metode Demirjian karena
Meskipun Jawa adalah suku mayoritas (83,68%), berdasarkan dari beberapa penelitian yang
tetapi Surabaya juga menjadi tempat tinggal ditemukan dari metode Demirjian hasilnya
berbagai suku bangsa di Indonesia, termasuk mengalami perbedaan usia dental yang tinggi dari
Tionghoa sebesar 7,25% dari jumlah penduduk di usia kronologis anak (Willems et al, 2001).
Surabaya (Wikipedia, 2015).
Willems memperkirakan usia kronologis dental pada anak laki-laki lebih muda 0,03 tahun
dengan menghitung usia dental yang dilihat dari dibandingkan dengan usia kronologis. Beberapa
tahapan kalsifikasi mahkota dan akar yang peneliti telah melakukan penelitian yang serupa
berkaitan dengan penutupan apeks pada tujuh gigi seperti penelitian yang dilakukan Ye X et al
permanen rahang bawah kiri., yaitu gigi 31, 32, 33, (2014) pada populasi anak Cina dengan hasil rata-
34, 35, 36, 37. Tahap kalsifikasi dibagi dari A – H rata selisih usia kronologis dengan dental pada
dan masing-masing tahapan dari ketujuh gigi anak laki-laki sebesar 0,36 dan pada anak
tersebut memiliki skor sendiri. Jumlah skor ketujuh perempuan -0,02, pada penelitian Nik-Husein et al
gigi tersebut merupakan estimasi usia dental (2011) pada populasi anak Malaysia dengan rata-
(Willems et al, 2001). rata selisih usia dental dengan usia kronologis pada
Peneliti memilih populasi sampel anak- anak perempuan sebesar 0,1 dan pada anak laki-
anak Tionghoa yang berumur 6 – 13 tahun terdiri laki sebesar 0,2, pada penelitian Ambarkova V et al
dari 44 sampel anak perempuan dan 32 sampel (2014) dengan rata-rata selisih usia dental dengan
anak laki-laki Pada usia 6 – 13 tahun anak-anak kronologis anak laki-laki sebesar 0,52 dan pada
mengalami masa gigi pergantian sehingga sesuai anak perempuan 0,33. Perbedaan hasil penelitian
dengan kriteria yang ditentukan Willems. Willems ini kemungkinan dapat disebabkan oleh perbedaan
juga menentukan kriteria sampel lainnya antara kultur dan budaya pada masing-masing populasi.
lain: sampel tidak mempunyai riwayat penyakit Selain itu juga dapat disebabkan oleh perbedaan
sistemik,kelahiran premature, kelainan kongenital, faktor lingkungan, kebiasaan makan yang
tidak ada anomali pada pertumbuhan gigi geligi bervariasi antar populasi, malnutrisi dan sosial-
rahang bawah sebab dapat mempengaruhi maturasi ekonomi yang berdampak pada maturasi gigi dan
gigi (Willems,2001). skeletal (Nik-Husein et al, 2011).
Data yang diperoleh diuji normalitas Penelitian Willems (2001)
dengan menggunakan uji One Kolmogorov mengemukakan adanya perbedaan hasil penelitian
Smirnov sehingga didapatkan hasil bahwa pada populasi yang berbeda dikarenakan adanya
kelompok variabel usia kronologis laki-laki + cara pengukuran secara subjektif, hal ini bisa
perempuan, usia dental laki-laki + perempuan, usia menimbulkan perbedaan hasil observasi apabila
kronologis laki-laki dan usi dental laki-laki pengukuran dilakukan oleh dua orang yang
memiliki nilai signifikansi p>0.05 yang berbeda. Hal lain yang mempengaruhi hasil
menunjukkan bahwa data berdistribusi normal observasi metode ini yaitu adanya pengaruh asupan
sehingga dapat dilanjutkan dengan uji komparasi gizi. Seperti yang diketahui asupan gizi merupakan
Paired T Test. Variabel usia kronologis perempuan faktor penting dalam proses pertumbuhan dan
dan usia dental perempuan mempunyai nilai perkembangan gigi geligi. Faktor gizi erat
signifikan p<0.05 yang menunjukkan bahwa data kaitannya dengan tingkat sosial ekonomi
tidak berdistribusi normal sehingga dilanjutkan uji seseorang. Individu dengan tingkat sosial ekonomi
komparasi dengan menggunakan uji Wilcoxon. yang baik menunjukkan waktu erupsi yang lebih
Dari hasil uji komparasi yang telah dilakukan, cepat dibandingkan dengan individu dengan tingkat
didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang sosial ekonomi yang rendah.
signifikan antara usia kronologis laki-laki dengan Maber et al (2006) dan Liversidge (2012)
usia dental laki-laki, tidak ada perbedaan yang menyatakan bahwa adanya perbedaan hasil
signifikan antara usia kronologis perempuan penelitian dapat disebabkan karena adanya
dengan usia dental perempuan, dan tidak ada perbedaan diantara populasi sampel dan standar
perbedaan yang signifikan antara usia kronologis populasi yang berhubungan dengan perbedaan
gabungan laki-laki+perempuan dengan usia dental variabel meliputi usia, besar sampel, bias sampel,
gabungan laki-laki+perempuan. Hal ini sesuai variasi biologis dari populasi sampel, lingkungan,
dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Ye kebiasaan makan dan ketepatan dalam mengevalusi
X et al (2014) bahwa tidak ada perbedaan yang metode yang digunakan.
signikan antara usia kronologis dan usia dental. Walaupun ada perbedaan hasil penelitian,
Penelitian ini menunjukkan rata-rata selisih usia kronologis dengan usia dental masing-
selisih usia dental dengan usia kronologis anak masing penelitian masih dalam batasan yang
perempuan sebesar -0,25 yang berarti bahwa ditentukan oleh anthropologi forensik yaitu antara
estimasi usia dental pada anak perempuan lebih ±0,5 tahun sampai ±1 tahun baik pada populasi
muda 0,25 tahun dibandingkan dengan usia anak-anak maupun dewasa (Ambarkova V, 2014).
kronologis. Sedangkan pada anak laki-laki, rata- Perbandingan selisih usia kronologis
rata selisih usia dental dengan usia kronologis dengan usia dental pada kelompok usia sampel
sebesar -0,03 yang berarti bahwa estimasi usia menunjukkan adanya perbedaan selisih usia antara
sampel laki-laki dan perempuan di masing-masing 2. Terdapat perbedaan selisih usia kronologis
kelompok. Pada sampel anak perempuan rata-rata dengan usia dental antara laki – laki dan
selisih usia kronologis dengan dental terbesar perempuan
terjadi pada kelompok usia 9 tahun yaitu sebesar
0,95 tahun, sedangkan rata-rata selisih usia Penelitian ini memiliki keterbatasan sehingga
kronologis dengan usia dental terbesar pada sampel diperlukan saran untuk perbaikan selanjutnya,
anak laki-laki sebesar -0,56 tahun pada kelompok yaitu:
usia 13 tahun. Adanya perbedaan selisih usia antara 1. Diperlukan penelitian lanjutan untuk
sampel laki-laki dan perempuan ini menunjukkan populasi yang berbeda dengan jumlah
bahwa pada anak perempuan mengalami maturasi sampel yang lebih banyak.
gigi terlebih dahulu daripada anak laki-laki. Hal 2. Diperlukan penelitian mengenai estimasi
ini disesuaikan juga dengan parameter maturasi usia anak dengan menggunakan metode
lainnya pada tahap perkembangan anak perempuan Willems pada etnis lainnnya di Indonesia
seperti tinggi, maturasi seksual, dan perkembangan
skeletal (Nik-Husein, 2011). UCAPAN TERIMA KASIH
Percepatan maturasi gigi yang terjadi
sering dikaitkan dengan proses growth spurt yang 1. Prof.Dr.Mieke Sylvia,
menyebabkan adanya lonjakan usia gigi yang MAR,drg.,MS.,Sp.Ort, selaku
tinggi dalam satu periode usia. Terdapat perbedaan pembimbing utama yang telah
growth spurt pada anak laki-laki dan perempuan, menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran
anak perempuan mengalami growth spurt lebih untuk mengarahkan saya dalam
dulu daripada anak laki-laki. Growth spurt terjadi penyusunan Tesis ini. Terima kasih untuk
pada awal sesudah lahir dan pada usia sekitar 6 – 7 semangatnya.
tahun yang terjadi selama kurang lebih 3 – 4 bulan. 2. Dr.Haryono Utomo,drg.,Sp.Ort, selaku
Percepatan pertumbuhan terjadi kembali pada anak pembimbing serta yang telah
perempuan usia kurang lebih 12 tahun dan 14 tahun menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran
pada anak laki-laki. Beberapa pustaka untuk mengarahkan saya dalam
menyebutkan bahwa percepatan pertumbuhan penyusunan Tesis ini serta mengijinkan
terjadi 6 – 12 bulan sebelum menstruasi pertama saya untuk penelitian di tempat praktek
pada anak perempuan. Terdapat variasi percepatan beliau.
pertumbuhan yang besar dengan standar deviasi 1 3. Dr. Ahmad Yudianto,
tahun bahkan kadang-kadang dapat terjadi pada dr.,Sp.F.,M.Kes.,SH, selaku koordinator
usia 16 tahun pada laki-laki. (Rahardjo P, 2009). program studi Ilmu Forensik yang telah
Pada penelitian Ye X et al (2014) banyak membantu selama proses
didapatkan hasil selisih usia dental dengan usia perkuliahan hingga penyusunan Tesis.
kronologis sampel anak laki-laki pada kelompok 4. Adi Hapsoro, drg.,MS, yang telah
usia 14 tahun yaitu sebesar 0,84, sedangkan sampel membantu dalam penghitungan sampel
anak perempuan pada kelompok usia 8 tahun penelitian. Terima kasih atas saran-
sebesar -0.55. Pada penelitian Ambarkova V et al sarannya.
(2014) didapatkan hasil selisih usia dental dengan 5. Para dosen penguji yang telah
usia kronologis sampel anak laki-laki pada memberikan saran-saran sehingga Tesis
kelompok usia 6 tahun yaitu sebesar 0,76, ini dapat terselesaikan dengan baik.
sedangkan sampel anak perempuan pada kelompok 6. Bapak Koeswo Tritjahjono dan Ibu
usia 11 tahun sebesar 0,78. Wiwiek Rinawanti selaku orang tua, adik
serta seluruh keluarga yang banyak
memberikan dukungan moral dan selalu
5. KESIMPULAN DAN SARAN mendoakan.
7. Suami saya tercinta, Eko Susanto, S.ST.
Berdasarkan penelitian estimasi usia anak atas segala semangat, dukungan,
pada etnis Tionghoa yang berusia 6 – 13 tahun kesabaran, dan perhatiannya selama ini
dengan menggunakan metode Willems dapat sehingga saya bisa menyelesaikan studi
diambil kesimpulan sebagai berikut : S2 ini.
1. Estimasi usia anak menggunakan metode 8. Putri saya tercinta, Khansa Mayra Fatihah
Willems dapat diaplikasikan pada populasi Rusydah yang selalu membuat saya
etnis Tionghoa. semangat untuk menyelesaikan tesis ini
9. Semua dosen dan Bu Emmy di from Orthopantomograph in Forensic
Departemen Odontologi Forensik Fakultas Odontology: A Comparative Study.
Kedokteran Gigi Universitas Airlangga 234:184.e1-184.e8.
atas bantuan dan pengertiannya selama
menyelesaikan penelitian. M. Maber, H.M. Liversidge, M.P. Hector. 2006.
10. Sahabat-sahabat saya Icha Artyas,drg, Accuracy of Age Estimationof Radiographic
Okky Marita,drg dan Livia Elsa yang Methods Using Developing Teeth. Forensic
telah banyak membantu. Sci. Int. 159 (Supxpl 1) S68-S73

Mc Donald, Avery. 2000. Dentistry for The Child


DAFTAR PUSTAKA and Adolescent. Missouri: Mosby –Year
Book, Inc. 184-214.
Adams C, Carabott R, Evans S. 2014. Forensic
Odontology: An Essential Guide . 1st ed. Moyers, R. E. 2001. Handbook of Orthodontics.
John Chicago: Year Book Medical Publisher, Inc.
Wiley and Sons, Ltd. p: 138-139. 111-121.

Almonaitiene R, Balciuniene I, Tutkuviene J. 2010. Nelson SJ, Ash MM. 2010. Wheeler’s Dental
Factors Influencing Permanent Teeth Anatomy, Physiology, and Occlusion. 9th Ed.
Eruption. Part one – General Factors. Elsevier Inc.
Stomatologija, Baltic Dental and
Maxilllofacial Journal. 12: 67-72. Nik-Husein N N, Kai Ming Kee, Peggy Gan. 2010.
Validity of Demirjian and Willems Methods
Badan Pusat Statistik. 2010. Data Agregat Sensus for Dental Age Estimation for Malaysian
Penduduk Tahun 2010 Provinsi Jawa Timur. Children Aged 5-15 Years Old. J Forensic
Science Internasional. 204:208.e1-208.e6.
Chailet N, Demirjian A. 2004. Dental Maturity in
South France : A Comparison Between Noordjanah A. 2004. Komunitas Tionghoa di
Demirjian Method and Poliminial Surabaya. Surabaya:Mesiass
Functions. J Forensic Sci. 49:1-8.
Prawestiningtyas E, Algozi AM. 2009. Identifikasi
Demirjian A, Goldstein H, Tanner JM. 1973. A Forensik Berdasarkan Pemeriksaan Primer
New System of Dental Age Assessment. Hum dan Sekunder Sebagai Penentu Identitas
Biol. 45:211–27. Korban pada Dua Kasus Bencana Massal.
Jurnal Kedokteran Brawijaya. Vol XXV.
Finn, S.B. 2003. Clinical Pedodontics. No.2. Agustus 2009.
Philadelphia: Saunders Company, Inc. 45-
51. Peedikayil, Faizal C. 2011. Delayed Tooth
Eruption. e-Journal of Dentistry. Vol 1 Issue
Handinoto. 2009. Perkembangan Bangunan Etnis 4: 81-86.
Tionghoa di Indonesia. Jakarta
Proffit, W. R. and H. W. Fields Jr. 1993.
H.M. Liversidge. 2012. The Assesment and Contemporary Ortodontics 2nd Ed. St.
Interpretation of Demirjian, Goldstein and Louis:Mosby, Inc
Tanner’s Dental Maturity. Ann Hum Biol
39(2012) 412-431. Proffit, W. R. 2000. Contemporary Ortodontics 3rd
Ed. St. Louis:Mosby, Inc
Koentjaraningrat, 2002. Manusia Dan Kebudayaan
Di Indonesia. Jakarta : Penerbit : Putri A.S, Nehemia B, Soedarsono N. 2013.
Djambatan, hal. 354 Prakiraan Usia Individu Melalui
Pemeriksaan Gigi Untuk Kepentingan
Liem Y. 2000. Prasangka Terhadap Etnis Cina. Forensik Kedokteran Gigi. Jurnal PDGI.
Jakarta:Djambatan. Vol.62.No.3,September-Desember 2013.
Hal 55-63.
Manisha M. Khorate, A.D Dinkar, Junaid Ahmed.
2014. Accuracy of Age Estimation Methods
Rahardjo, P. 2009. Ortodonti Dasar. Airlangga
University Press. Surabaya.

Singh N, Juneja T. 2007. Textbook of


Orthodontics. Dalam Basic Principles of
Growth. 2nd ed. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publishers.

Suryadinata L. 1981. Dilema Minoritas Cina.


Jakarta : PT.Grafiti Pers.

Tan, Mely G.1981. Golongan Etnis Tionghoa di


Indonesia. Suatu Masalah Pembinaan
Kesatuan Bangsa. Jakarta : PT Gramedia.
Hal. 8-9.

Wikipedia. 2015. Kota Surabaya. Available


at://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Surabaya.
Accessed 10 Juli 2015.

Wikipedia. 2016. Indonesia Air Asia Penerbangan


8501. Available at:
https://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia_Air
Asia_Penerbangan_8501. Accesed 25 Juli
2016

Willems G. 2001. A Review of The Most Commonly


Used Dental Age Estimation Techniques. J.
Forensic Odontostomatol. 19:9–17.

Willems G, Vanolmen A, Spiessens B, Carles C.


2001. Dental Age Estimation in Belgian
Children: Demirjian’s Technique Revisited.
J. Forensic Sci. 46:125–127.

Ye X, Jianng F, Sheng X, Huang H, Shen X. 2014.


Dental Age Assesment in 7 – 14 years old
Chinnese Children: Comparison of
Demirjian and Willems Methods. Forensic
Science International 244(2014) 36-41.

Anda mungkin juga menyukai