Anda di halaman 1dari 118

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

TANTI KRISTIANTI MARBUN


012141017

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS BINAWAN
JAKARTA 2021
LP & SP

DEFISIT PERAWATAN DIRI


DEFISIT PERAWATAN DIRI (DPD)

1. Definisi
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhan guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai
dengan kondisi kesehatan, klien mengatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak
melakukan perawatan diri ( depkes 2000)
Deficit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas
keperawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting). (nurjanah,2004)
Deficit perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan hidupnya, kesehatannya, dan
kesejahteraannya, sesuai dengan kondisi kesejahterannya. Klien dinyatakan terganggu
perawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan dirinya. (Dr. Amino
Gondohutomo,2008)
Deficit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami
kelemahan kemmpuan dalam dilakukan atau melengkapi aktifitas perawatan diri
secara mandiri seperti mandi (hygiene) , berpakaian / berhias, makan dan BAB atau
BAK ( toileting ). (Nita Fitria,2009)
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. (Poter.Perry,2005).
Kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan
perawatan kebersihan untuk dirinya (Tarwoto dan Wartonah,2000)

2. Proses Terjadinya Masalah


a. Faktor Predisposisi
Factor pendukung terjadinya deficit perawatan diri adalah sebagai berikut :
Perkembangan, keluarga terllau melindungi dan memenjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu. Biologis, penyakit kronik yang menyebabkan
klien tidak mampu melakukan perawatan diri. Kemampuan realitas turun, klien
dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan
ketidak pedulian dirinya dan lingkungan termaksud perawatan diri. Social, kurang
dukungan dan latihan kemampuan keperawatab diri lingkungannya. Situasi
lingkungan mepengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
b. Factor Presipitasi
Yang merupakan factor presipitasi deficit perawatan diri adalah kurang
penurunan motifasi, kerusakan kognisi atau perseptual, cemas, lelah atau lemah
yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan
perawatan diri.
Menurut Depkes(2000:59) factor-faktor yang mepengaruhi personal hygiene
adalah sebagai berikut: Body image, gambaran indivudu terhadap dirinya sangat
mempengaruhi kebersihan diri misalnya, dengan adanya perubahan fisik misalnya
dengan adanya perubahan fisik sehingga tidak peduli dengan kebersihan diri,
maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene. Social
ekonomi, personal hygiene memerlukan memerlukan alat dan bahan seperti sabun,
pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukanuang untuk
menyediakannya. Pengatahuan, pengetahuan personal hygiege sangat penting
karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada
klien penderita diabetes militus ia harus menjaga kebersihan kakinya. Budaya,
disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
Kebiasaan seseorang, ada kebiasaan orang yang mengguanakan produk tertentu
dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain. Kondisi fisik
atau psikis, pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

c. Jenis-Jenis
1. Kurang perawatan diri : mandi / kebersihan diri
Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan aktifitas mandi/ kebersihan diri
2. Kurang perawatan diri : makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk
menunjukan aktifitas makan
3. Kurang perawatan diri : toileting
Kurang perawatan diri ( toileting ) adalah gangguan kemampuan untuk
menyelesaikan aktifitas toileting sendiri
4. Kurang perawatan diri: berhias/berdandan
Kurang perawatan diri ( berhias/berdandan ) adalah gangguan kemampuan
memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
(Nurjanah:2004, 79)
d. Mekanisme Koping
1. Regresi
2. Penyangkalan
3. Isolasi diri
4. Intelektualisasi
5.

3. A. Pohon Masalah
Resiko Gsp: halusinasi

Isolasi sosial DPD

HDR

B. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


Defisit perawatan diri
Data subjektif :
Klien mengatakan malas mandi karena airnya dingin, Klien
mengatakan malas makan sendiri dan tidak mampu untuk makan sendiri.
Klien mengatakan jarang membersihkan alat kelaminnya setelah BAK atau
BAB dan Klien mengatakan dirinya malas berdandan.
Data objektif :
Ketidakmampuan mandi atau membersihkan diri di tandai dengan
rambut kotor, gigi kotor, dan kulit berdaki dan berbau serta kuku panjang dan
kotor. Ketidakmampuan makan secara sendiri ditandai dengan
ketidakmampuan mengambil makanan sendiri, makanan berceceran, dan
makan tidak pada tempatnya. Ketidakmampuan BAB atau BAK secara
mandiri ditandi BAB atau BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan
diri dengan baik setelah BAB atau BAK dan Ketidakmampuan berpakaian
atau berhias ditandai dengan rambut acak-acakan, pakaian kotor dan tidak
rapi, pakaian tidak sesuai, tidak bercukur (laki-laki) atau tidak berdandan
(wanita).
4. Diagnosa keperawatan
Defisit perawatan diri, ketidakmampuan dalam kebersihan diri, makan mandiri,
toileting, berhias/berdandan.

5. Rencana Tindakan Keperawatan


Terlampir

Sumber :
Herman, Ade. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Direja surya.
Kaliat, Budi Anna Dan Akemat. 2009. Model Praktek Keperawatan Professional
Jiwa. Jakarta: EGC.
STRATEGI PELAKSANA TINDAKAN KEPERAWATAN
SP 1 KEBERSIHAN DIRI

Proses keperawatan
Kondisi Klien
Klien mengatakan dirinya malas mandi karena airnya dingin. Ketidakmampuan mandi
atau membersihkan diri ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, dan kulit berdaki dan
bebau, serta kuku panjang dan kotor.

Diagnosa Keperawatan
Devisit perawatan diri, ketidakmampuan dalam kebersihan diri
Tujuan Khusus:
1. klien dapat membina hubungan saling percaya
2. klien dapat memahami pentingnya kebersihan diri
3. klien dapat mengetahui cara menjaga kebersihan diri
4. klien dapat mempraktekan cara menjaga kebersihan diri
Tindakan Keperawatan:
1. bina hubungan saling peraya
2. jelaskan pentingnya kebersihan diri
3. jelaskan cara menjaga kebersihan diri
4. bantu klien mempraktekan cara menjaga kebersihan diri
5. anjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian

Proses Komunikasi Dalama Pelaksanaan Tindakan


Fase Orientasi
1. Salam teraupetik:
selamat pagi bapak atau ibu, perkenalkan nama saya Faradillah. Saya senang
dipanggil Fara. Nama bapak atau ibu siapa? Senangnya dipanggil siapa? Saya
mahasiswi stikes pertamedika yang akan merawat bapak atau ibu, saya praktek
disini selama 5 hari. Hari ini saya dinas pagi diruangan ini dari jam 7 pagi sampai
2 siang. Dari tadi, saya lihat bapak atau ibu menggaruk-garuk badannya, gatal ya ?
bagaimana kalo kita bicara tentang kebersihan diri? Berapa lama kita bicara ? 15
menit ya.... mau dimana .. ? disini saja ya ?
2. Evaluasi atau validasi:
Bagaimana perasaan bapak atau ibu hari ini?
Bagaimana semalam tidurnya ?
3. Kontrak
Topik : bapak atau ibu saya ingin berbincang-bincang tentang kondisi bapak
atau ibu selama perawatan
Waktu : bapak atau ibu kita akan berbincang-bincang jam berapa? Dan berapa
lama? Bagaimana jika jam 08.00-08.15?
Tempat : dimana kita berbincang-bincang, bagaimana kalau kita berbincang-
bincang ditaman?
Tujuan : kita berbincang-bincang agar kita saling mengenal

Fase Kerja
Bapak atau ibu ada apa garuk-garuk ? Apakah bapak atau ibu sudah mandi hari ini?
Apa alasan bapak atau ibu sehingga tidak bisa merawat diri? kalau kita tidak teratur
menjaga kebersihan diri masalah apa menurut bapak yang bisa muncul ? betul ada
kudis,kutu.... dan lain-lain.
Menurut bapak atau ibu kita mandi harus bagaimana? Sebelum mandi apa yang perlu
kita siapakan ? benar sekali, bapak atau ibu perlu menyiapkan handuk,sikat gigi, sampo,
sabun, dan sisir. Bagaimana kalau sekarang kita kekamar mandi, saya akan membimbing
bapak atau ibu melakukannya. Sekarang, buka pakaian dan siram seluruh tubuh bapak
atau ibu termaksud rambut lalu ambil sampo gosokan pada kepala bapak atau ibu sampai
berbusa, lalu bilas sampai bersih. Bagus sekali! Selanjutnnya ambil sabun, gosokan
diseluruh tubuh secara merata, lalu siram dengan air sampai bersih, jangan lupa sikat gigi
pakai odol, giginya disikat mulai dari atas sampai bawah. Gosok seluruh gigi bapak atau
ibu mulai darri depan sampai belakang. Bagus, lalu kumur-kumur sampai bersih.
Terakhir, siram lagi seluruh bapak atau ibu sampai bersih lalu keringkan dengan anduk.
Bapak atau ibu bagus sekali melakukannya.

Fase Terminasi
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi klien (subyektif)
Bagaimana perasaan bapak atau ibu setelah berbincang-bincang dengan saya dan
tahu cara merawat kebersihan diri?

Evaluasi perawat (objektif dan reinforcement)


Coba bapak atau ibu sebutkan kembali cara menjaga kebersihan diri.
2. Rencana tindak lanjut
Saya harap bapa atau ibu melakukan cara menjaga kebersihan diri dan jangan lupa
masukkan dalam jadwal kegiatan harian.
3. Kontrak yang akan datang
Topik : Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi dan berbincang-bincang lagi
tentang cara makan yang baik.
Waktu : Bagaimana klau kita berbincang-bincang kembali hari ini jam 10.00
selama 15 menit, apakan bapak atau ibu setuju?
Tempat: Besok kita akan berbincang-bincang dimana, bagaimana kalau diruang
makan?
Baiklah samapai bertemu lagi. Selamat pagi bapak atau ibu.
STRATEGI PELAKSANA TINDAKAN KEPERAWATAN
SP 2 MAKAN

Proses keperawatan
Kondisi Klien
Klien mengatakan malas makan sendiri dan tidak mampu untuk makan sendiri.
Ketidakmampuan makan secara sendiri ditandai dengan ketidakmampuan mengambil
makanan sendiri, makanan berceceran, dan makan tidak pada tempatnya.

Diagnosa Keperawatan
Makan mandiri

Tujuan Khusus:
1. klien dapat membina hubungan saling percaya
2. klien dapat mengetahui cara dan alat makan yang benar
3. klien dapat melakukan kegiatan makan
4. klien dapat memasukan kegiatan makan dalam jadwal kegiatan harian
Tindakan Keperawatan:
1. bina hubungan saling peraya
2. jelaskan cara dan alat makan yang benar
3. latih kegiatan makan
4. anjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian

Proses Komunikasi Dalama Pelaksanaan Tindakan


Fase Orientasi
1. Salam teraupetik:
Selamat pagi bapak atau ibu, tampak rapi hari ini. Pagi ini kita akan latihan
bagaimana cara makan yang baik. Kita latihan langsung diruang makan ya ! Mari..
itu sudah datang makananya
2. Evaluasi atau validasi:
Bagaimana bapak atau ibu sudah mandi hari ini ?
Alat apa saja yang dibutuhkan ketika mau mandi ?
3. Kontrak
Topik : Bapak atau ibu saya ingin berbincang-bincang tentang cara dan alat
makan yang benar
Waktu : Bapak atau ibu kita akan berbincang-bincang jam berapa? Dan berapa
lama? Bagaimana jika jam 08.00-08.15?
Tempat : Dimana kita berbincang-bincang, bagaimana kalau kita berbincang-
bincang diruang makan ?
Tujuan ; kita berbincang-bincang agar bapak atau ibu dapat makan mandiri

Fase Kerja
Bagaimana kebiasaan sebelum, saat, maupun setelah makan? dimana bapak atau ibu
makan? Sebelum makan kita harus cuci tangan memakai sabun. Ya, mari kita praktikan!
Bagus, setelah itu kita duduk dan ambil makanan. Sebelum disantap kita berdoa dulu.
Silakan bapak atau ibu yang pimpin! Bagus. Mari kita makan! Saat makan kita harus
menyuap makanan satu persatu dengan pelan-pelan. Ya,ayo….sayurnya dimakan ya.
Setelah makan kita bereskan piring dan gelas yang kotor. Ya betul.. dan akhiri dengan
cuci tangan. Ya bagus!

Fase Terminasi
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi klien (subyektif)
Bagaimana perasaan bapak atau ibu setelah berbincang-bincang dengan saya dan
setelah kita makan bersama

Evaluasi perawat (objektif dan reinforcement)


Coba bapak atau ibu sebutkan kembali apa saja yang harus kita lakukan pada saat
makan
2. Rencana tindak lanjut
Saya harap bapak atau ibu melakukan makan mandiri dan jangan lupa masukkan
dalam jadwal kegiatan harian.
3. Kontrak yang akan datang
Topik :bagaimana kalau besok kita bertemu lagi dan berbincang-bincang lagi
tentang cara toileting yang baik.
Waktu :bagaimana klau kita berbincang-bincang kembali hari ini jam 08.00
selama 30 menit, apakan bapak atau ibu setuju?
Tempat :besok kita akan berbincang-bincang dimana, bagaimana kalau diruang
taman?
Baiklah samapai bertemu lagi. Selamat pagi bapak atau ibu.
STRATEGI PELAKSANA TINDAKAN KEPERAWATAN
SP3 TOILETING

Proses keperawatan
Kondisi Klien
Klien mengatakan jarang membersihkan alat kelaminnya setelah BAK atau BAB.
Ketidakmampuan BAB atau BAK secara mandiri ditandi BAB atau BAK tidak pada
tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB atau BAK

Diagnosa Keperawatan
Toileting
Tujuan Khusus:
1. klien dapat membina hubungan saling percaya
2. klien dapat melakukan BAB dan BAK yang baik
3. klien dapat menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
4. klien dapat menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB/BAK
Tindakan Keperawatan:
1. bina hubungan saling peraya
2. latihan cara BAB dan BAK yang baik
3. menjelaskan tempat BAB atau BAK yang sesuai
4. menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB atau BAK

Proses Komunikasi Dalama Pelaksanaan Tindakan


Fase Orientasi
1. Salam teraupetik:
Selamat pagi bapak atau ibu, bagaimana perasaan hari ini? Baik.., sudah di
jalankan jadwal kegiatan nya?.. kita akan membicarakan tentang cara buang air
besar dan buang air kecil yang baik yah. Kira-kira 30 menit yah..? di mana kita
duduk?
2. Evaluasi atau validasi:
Bagaimana bapak/ibu makannya sudah habis 1 porsi?
Bapak atau ibu ketika makan apa saja yang harus dilakukan ?

3. Kontrak
Topik : bapak atau ibu saya ingin berbincang-bincang tentang melakuan
BAB/BAK secara mandiri
Waktu : bapak atau ibu kita akan berbincang-bincang jam berapa? Dan berapa
lama? Bagaimana jika jam 08.00-08.30?
Tempat : dimana kita berbincang-bincang, bagaimana kalau kita berbincang-
bincang di taman?
Tujuan : kita berbincang-bincang agar bapak atau ibu dapat melakukan
BAB/BAK secara mandiri

Fase Kerja
Untuk pasien laki-laki:
Dimana biasanya bapak buang air besar dan buang air kecil? Benar bapak buang air
besar atau kecil yang baik itu di WC, kamar mandi atau tempat lain yang tertutup dan ada
saluran pembuangan kotorannya. Jadi kita tidak boleh buang air besar atau kecil di
sembarang tempat. Sekarang, apakan bapak tau bagaimana cara cebok? Yang perlu
diingat saat mencebok adalah bapak membersihkan bokong atau kemaluan dengan air
yang bersih dan pastikan tidak ada tinja atau air kencing yang tersis di tubuh bapak.
Setelah bapak selesai cebok, jangan lupa tinja atau air kencing yang ada di WC di
bersihkan. Caranya siram tinja atau air kencing yang ada di WC secukupnya sampai tinja
atau air kencing itu tidak tersisa di WC. Setelah itu cuci tangan dengan menggunakan
sabun.
Untuk perempuan
Cara membilas yang bersih stelah ibu buang air besar yaitu dengan menyiram air ke
arah depan ke belakang. Jangan terbalik yah..cara seperti ini berguna untuk mencegah
masuknya kotoran/tinja yang ada di bokong ke bagian kemaluan kita. Setelah ibu selesai
cebok, jangan lupa tinja atau air kencing yang ada di WC di bersihkan. Caranya siram
tinja atau air kencing tersebut dengan air secukupnya sampai air kencing atau tinja tidak
tersisa di WC. Lalu cuci tangan dengan menggunakan sabun

Fase Terminasi
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi klien (subyektif)
Bagaimana perasaan bapak atau ibu setelah berbincang-bincang tentang cara
buang air besar atau kecil yang baik

Evaluasi perawat (objektif dan reinforcement)


Coba bapak atau ibu jelaskan ulang tentang cara BAB/BAK yang baik
2. Rencana tindak lanjut
Saya harap bapak atau ibu melakukan toileting yang baik dan jangan lupa
masukkan dalam jadwal kegiatan harian.
3. Kontrak yang akan datang
Topik :bagaimana kalau besok kita bertemu lagi dan berbincang-bincang lagi
tentang cara berhias/berdandan.
Waktu :bagaimana klau kita berbincang-bincang kembali hari ini jam 08.00
selama 30 menit, apakan bapak atau ibu setuju?
Tempat :besok kita akan berbincang-bincang dimana, bagaimana kalau di
ruang tamu?
Baiklah samapai bertemu lagi. Selamat pagi bapak atau ibu.
STRATEGI PELAKSANA TINDAKAN KEPERAWATAN
SP4 BERHIAS/BERDANDAN
Proses keperawatan
Kondisi Klien
Klien mengatakan dirinya malas berdandan. Ketidakmampuan berpakaian atau
berhias ditandai dengan rambut acak-acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak
sesuai, tidak bercukur (laki-laki) atau tidak berdandan (wanita).

Diagnosa Keperawatan
Berhias/berdandan
Tujuan Khusus:
1. klien dapat membina hubungan saling percaya
2. klien dapat menjelaskan pentingnya berhias/berdandan
3. klien dapat melakukan cara berhias/berdandan
4. klien dapat memasukan kegiatan berhias/berdandan dalam jadwal kegiatan harian
Tindakan Keperawatan:
1. bina hubungan saling peraya
2. jelaskan pentingnya berhias/berdandan
3. latihan cara berhias/berdandan
4. masukkan dalam jadwal kegiatan pasien

Proses Komunikasi Dalama Pelaksanaan Tindakan


Fase Orientasi
1. Salam teraupetik:
Selamat pagi bapak atau ibu, bagaimana perasaan hari ini? Baik.., sudah di
jalankan jadwal kegiatan nya?.. hari ini kita akan latihan berhias/berdandan, mau
di mana latihan nya? Bagaimana kalau di ruang tamu? Bagaimana kalau kita
melkaukan nya selama 30 menit?
2. Evaluasi atau validasi:
Bagaimana bapak/ibu hari ini sudah BAB/BAK?
Bapak atau ibu ketika BAB/BAK apa saja yang harus dilakukan ?
3. Kontrak
Topik : bapak atau ibu saya ingin berbincang-bincang tentang melakuan
berhias/berdandan
Waktu : bapak atau ibu kita akan berbincang-bincang jam berapa? Dan berapa
lama? Bagaimana jika jam 08.00-08.30?
Tempat : dimana kita berbincang-bincang, bagaimana kalau kita berbincang-
bincang di ruang tamu?
Tujuan : kita berbincang-bincang agar bapak atau ibu dapat melakukan
berhias/berdandan

Fase Kerja
Apa yang bapak atau ibu lakukan setelah selesai mandi? Apakah bapak atau ibu sudah
ganti baju? Untuk berpakaian, pilihlah pakaian yang bersih dan kering berganti pakaian
yang bersih 2 hari sekali. Sekarng bapak atau ibu ganti bajunya. Ya, bagus seperti itu.
Apakah bapak atau ibu menyisir rambut? Bagaimana cara bersisir? Coba kita peraktekkan
liat ke cermin, bagus sekali. Apakah bapak suka bercukur? Berapa hari sekali bercukur?
Betul 2 kali seminggu.

Fase Terminasi
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi klien (subyektif)
Bagaimana perasaan bapak atau ibu setelah berhias/berdandan?

Evaluasi perawat (objektif dan reinforcement)


Coba bapak atau ibu sebutkan cara berhias/berdandan diri yang baik sekali lagi.
2. Rencana tindak lanjut
Saya harap bapak atau ibu melakukan berhias/berdandan yang baik dan jangan
lupa masukkan dalam jadwal kegiatan harian.
3. Kontrak yang akan datang
Topik :bagaimana kalau besok kita bertemu lagi dan berbincang-bincang lagi
tentang kondisi bapak/ibu yang lain.
Waktu :bagaimana klau kita berbincang-bincang kembali hari ini jam 08.00
selama 30 menit, apakan bapak atau ibu setuju?
Tempat :besok kita akan berbincang-bincang dimana, bagaimana kalau di
taman?
Baiklah samapai bertemu lagi. Selamat pagi bapak atau ibu.
Rencana Asuhan Keperawatan

Tujuan Kriteria hasil Intervensi


pasien mampu: Setelah…x pertemuan, SP1
- Melakukan pasien dapat menjelaskan - Identifikasi kebersihan diri
kebersihan diri pentingnya: - Jelaskan pentingnya
secra mandiri - Kebersihan diri kebersihan diri
- Melakukan - Makan - Jelaskan alat dan cara
makan dengan - BAB/BAK kebersihan diri
baik - Berhias/berdanda - Masukan dalam jadwal
- Melakukan - Dan mampu kegiatan pasien
SP2
BAB/BAK melakukan cara
- Jelaskan cara dan alat
secara mandiri merawat diri
makan yang benar
- Melakukan
berhias/berdand  Jelaskan cara

an secara baik menyiapkan


makanan
 Jelaskan cara
merapihkan
peralatan makan
setelah makan
 Praktek makan
sesuai tahapan
makan yang baik
- Latih kegiatan makan
- Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien
SP3
- Latih cara BAB/BAK
yang baik
- jelaskan tempat
BAB/BAK yang sesuai
- jelaskan cara
membersihkan diri setelah
BAB/BAK
- Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien
SP4
- Jelaskan pentingnya
berhias/berdandan
- Latihan cara
berhias/berdandan
 Untuk pasien laki-
laki meliputi cara:
berpakaian,
menyisir rambut,
dan bercukur
 Untuk pasien
perempuan
meliputi cara:
berpakaian,
menyisir rambut
dan berhias
- Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien
Dokumentasi

Diagnosa Implementasi Evaluasi


Ketidakmampuan Senin, 4 Mei 2014 S:
Kebersihan diri Pukul 08.00 WIB - Pasien mengatakan mampu
SP 1
mengidentifikasi kebersihan
- Mengidentifikasi kebersihan
diri
diri
- Pasien menjelaskan
- Menjelaskan pentingnya
pentingnya kebersihan diri
kebersihan diri
- Pasien menjelaskan alat dan
- Menjelaskan alat dan cara
cara kebersihan diri
kebersihan diri
- Pasien mengatakan
- Masukan dalam jadwal
memasukkan jadwal
kegiatan pasien
kebersihan diri dalam
jadwal kegiatan

O:
- Pasien terlihat masih jarang
menjaga kebersihan diri
- Pasien tampak garuk garuk

A:
Adanya Resiko harga diri rendah

P:
PPerawat:
- Evaluasi sp 1
- Lanjutkan sp2: Jelaskan
cara dan alat makan yang
benar, Latih kegiatan
makan.
- Anjurkan pasien untuk
memasukkan ke jadwal
kegiatan harian
PKlien:
- Pasien mampu menjelaskan
cara dan alat makan yang
benar
- Memasukkan latihan
makan kedalam jadwal
harian

TTD

Perawat
Ketidakmampuan Selasa, 5 Mei 2014 S:
makan secara Pukul 08.00 WIB - Pasien menjelaskan cara
mandiri SP 2
dan alat makan yang benar
- Menjelaskan cara dan alat
- Pasien mengatakan mampu
makan yang benar
makan dengan mandiri
 Menjelaskan cara
- Pasien mengatakan
menyiapkan makanan
memasukkan jadwal
 Menjelaskan cara
kebersihan diri dalam
merapihkan peralatan
jadwal kegiatan
makan setelah makan
 Mempraktek makan
O:
sesuai tahapan makan
- Pasien terlihat makan
yang baik
dengan agak berantakan
- Melatih kegiatan makan
- Pasien tampak menyimpan
- Memasukan dalam jadwal
makanan dengan benar
kegiatan pasien

A:
Adanya resiko isolasi sosial

P:
PPerawat:
- Evaluasi sp 2
- Lanjutkan sp3: Latih cara
BAB/BAK yang baik,
jelaskan tempat BAB/BAK
yang sesuai, dan jelaskan
cara membersihkan diri
setelah BAB/BAK
- Anjurkan pasien untuk
memasukkan ke jadwal
kegiatan harian
PKlien:
- Pasien melakukan cara
BAB/BAK dengan baik,
dapat menjelaskan tempat
BAK/BAB yang sesuai
- Memasukkan latihan
berkenalan kedalam jadwal
harian

TTD

Perawat
Ketidakmampuan Rabu, 6 Mei 2014 S:
toileting - Pasien Menjelaskan tempat
Pukul 08.00 WIB
BAB/BAK yang sesuai
SP 3
- Pasien Menjelaskan cara
- Melatih cara BAB/BAK yang
membersihkan diri setelah
baik
BAB/BAK
- Menjelaskan tempat
- Pasien mengatakan
BAB/BAK yang sesuai
memasukkan jadwal
- Menjelaskan cara
kebersihan diri dalam
membersihkan diri setelah
jadwal kegiatan
BAB/BAK
- Masukan dalam jadwal
O:
kegiatan pasien
- Pasien tanpak melakukan
cara BAB/BAK dengan
benar
- Pasien tampak BAB/BAK
di tempat yang sesuai

A:
Adanya resiko harga diri rendah

P:
PPerawat:
- Evaluasi sp 3
- Lanjutkan sp4: Jelaskan
pentingnya
berhias/berdandan dan
Latihan cara
berhias/berdandan
- Anjurkan pasien untuk
memasukkan ke jadwal
kegiatan harian
PKlien:
- Pasien menjelaskan
pentingnya
berhias/berdandan dan
melatih cara
berdandan/berhias
- Memasukkan latihan
berkenalan kedalam jadwal
harian

TTD

Perawat
Ketidakmampuan Kamis, 7 Mei 2014 S:
berhias/berdandan - Pasien Menjelaskan
Pikul 08.00 WIB
pentingnya
SP 4
berhias/berdandan
- Menjelaskan pentingnya
- Pasien mengatatakan dapat
berhias/berdandan
melakukan cara
- Melatihan cara
berhias/berdandan dengan
berhias/berdandan
benar
 Untuk pasien laki-laki
- Pasien mengatakan
meliputi cara:
memasukkan jadwal
berpakaian, menyisir
kebersihan diri dalam
rambut, dan bercukur
jadwal kegiatan
 Untuk pasien
perempuan meliputi
O:
cara: berpakaian,
- Pasien terlihat
menyisir rambut dan
berhias/berdandan
berhias
- Pasien tanpak melakukan
- Masukan dalam jadwal laatihan berhias/berdandan
kegiatan pasien
A:
Adanya resiko harga diri rendah

P:
PPerawat:
- Evaluasi sp 4
- Berbincang-bincang tentang
kondisi pasien
- Anjurkan pasien untuk
memasukkan ke jadwal
kegiatan harian
PKlien:
- Pasien dapat menjelaskan
kondisi pasien
- Memasukkan latihan
berkenalan kedalam jadwal
harian

TTD

Perawat
LP & SP
ISOLASI SOSIAL
(ISOS)
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL (MENARIK DIRI)

A. MASALAH UTAMA
Isolasi sosial : menarik diri
B. PROSES TERJADINYA MASALAH

1. Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
di sekitarnya (Damaiyanti, 2008)
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi
akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku
maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam dalam hubungan sosial
(Depkes RI, 2000)
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang
karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Farida, 2012)
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Pawlin, 1993 dikutip Budi Keliat,
2001)

2. Penyebab
Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif. Menurut Stuart
dan Sundeen (2007), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebab
gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal. Faktor yang mungkin
mempengaruhi antara lain yaitu:

a. Faktor predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
1) Faktor perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan
pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian, dan kehangatan dari
ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dap
menghambat terbentuknya rasa percaya diri dan dapat mengembangkan
tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak
merasa diperlakukan sebagai objek.

2) Faktor sosial budaya


Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan
oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga,
seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.

3) Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung yang menyebabkan
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang jelas
mempengaruhi adalah otak . Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada
keluarga yang anggota keluarganya ada yang menderita skizofrenia.

Klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial


terdapat kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat volume otak serta perubahan struktur limbik.

b. Faktor presipitasi

Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor


internal maupun eksternal meliputi:

1) Stresor sosial budaya


Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan seperti
perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kesepian karena
ditinggal jauh, dirawat di rumah sakit atau dipenjara.

2) Stresor psikologi
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. (Damaiyanti,
2012: 79)

3. Rentang respon
Berdasarkan buku keperawatan jiwa dari Stuart (2006) menyatakan bahwa
manusia adalah makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan,
mereka harus membina hubungan interpersonal yang positif. Individu juga harus
membina saling tergantung yang merupakan keseimbangan antara ketergantungan
dan kemandirian dalam suatu hubungan

Respon adaptif Respon maladaptif

Menyendiri kesepian manipulasi


Otonomi menarik diri impulsif
Bekerja sama ketergantungan narcisme
Interdependen

Respon adaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang


masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya lingkungannya yang
umum berlaku dan lazim dilakukan oleh semua orang.. respon ini meliputi:
a. Solitude (menyendiri)
Adalah respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah
dilakukan di lingkungan sosialnya juga suatu cara mengevaluasi diri untuk
menentukan langkah-langkah selanjutnya.

b. Otonomi
Adalah kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, perasaan dalam berhubungan sosial.

c. Mutualisme (bekerja sama)


Adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu mampu
untuk saling memberi dan menerima.

d. Interdependen (saling ketergantungan)


Adalah suatu hubungan saling tergantung antara individu dengan orang lain
dalam rangka membina hubungan interpersonal.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya lingkungannya yang umum berlaku
dan tidak lazim dilakukan oleh semua orang. Respon ini meliputi:

a. Kesepian adalah kondisi dimana individu merasa sendiri dan terasing dari
lingkungannya, merasa takut dan cemas.

b. Menarik diri adalah individu mengalami kesulitan dalam membina hubungan


dengan orang lain.

c. Ketergantungan (dependen) akan terjadi apabila individu gagal


mengembangkan rasa percaya diri akan kemampuannya. Pada gangguan
hubungan sosial jenis ini orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan
terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu cenderung
berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan pada orang lain.

d. Manipulasi adalah individu memperlakuakan orang lain sebagai objek,


hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu
cenderung berorientasi pada diri sendiri.

e. Impulsif adalah individu tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu


belajar dari pengalaman dan tidak dapat diandalkan.

f. Narcisisme adalah individu mempunyai harga diri yang rapuh, selalu


berusaha untuk mendapatkan penghargaan dan pujian yang terus menerus,
sikapnya egosentris, pencemburu, dan marah jika orang lain tidak
mendukungnya (Trimelia, 2011: 9).
4. Proses terjadinya masalah
a. Faktor predisposisi
1) Faktor perkembangan

Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan


yang harus dilalui individu dengan sukses agar tidak terjadi gangguan
dalam hubungan sosial. Apabila tugas ini tidak terpenuhi, akan
mencetuskan seseorang sehingga mempunyai masalah respon sosial
maladaptif. (Damaiyanti, 2012)

2) Faktor biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif

3) Faktor sosial budaya


Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan berhubungan. Hal
ini diakibatkan oleh norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap
orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif
seperti lansia, orang cacat, dan penderita penyakit kronis.

4) Faktor komunikasi dalam keluarga


Pada komunikasi dalam keluarga dapat mengantarkan seseorang dalam
gangguan berhubungan, bila keluarga hanya menginformasikan hal-hal
yang negative dan mendorong anak mengembangkan harga diri rendah.
Seseorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan
dalam waktu bersamaan, ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang
menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga.

b. Stressor presipitasi

1) Stressor sosial budaya


Stres dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara faktor lain dan faktor
keluarga seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari
orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya karena dirawat di rumah
sakit.

2) Stressor psikologis
Tingkat kecemasan berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah
dengan orang dekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
ketergantungan dapat menimbulkan kecemasan tingkat tinggi.(Prabowo,
2014: 111)
5. Tanda dan gejala

a. Gejala subjektif

1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain

2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain

3) Klien merasa bosan

4) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan

5) Klien merasa tidak berguna

b. Gejala objektif

1) Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak” dengan


pelan

2) Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada

3) Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri

4) Menyendiri dalam ruangan, sering melamun

5) Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan secara


berulang-ulang

6) Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)

7) Ekspresi wajah tidak berseri

8) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri

9) Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk

10) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya

(Trimelia, 2011: 15)


6. Akibat

Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri


atau isolasi sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa dialami
pasien dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan,
kekecewaan, dan kecemasan.(Prabowo, 2014: 112)

Perasaan tidak berharga menyebabkan pasien makin sulit dalam


mengembangkan berhubungan dengan orang lain. Akibatnya pasien menjadi
regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktivitas dan kurangnya
perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri. Pasien semakin tenggelam
dalam perjalinan terhadap penampilan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah
laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut halusinasi
(Stuart dan Sudden dalam Dalami, dkk 2009)

7. Mekanisme koping

Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang


merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme yang
sering digunakan pada isolasi sosial adalah regresi, represi, isolasi. (Damaiyanti,
2012: 84)

a. Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.

b. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran pikiran yang tidak dapat


diterima secara sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.

c. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya


kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atau

bertentangan antara sikap dan perilaku.

Mekanisme koping yang muncul yaitu:

1) Perilaku curiga : regresi, represi

2) Perilaku dependen: regresi

3) Perilaku manipulatif: regresi, represi

4) Isolasi/menarik diri: regresi, represi, isolasi

(Prabowo, 2014:113)
8. Penatalaksanaan

Menurut dalami, dkk (2009) isolasi sosial termasuk dalam kelompok penyakit
skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaan medis yang bisa
dilakukan adalah:

6
a. Electro Convulsive Therapy (ECT)

Adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak
dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian temporal kepala
(pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand mall yang
berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan listriknya
di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam otak.

b. Psikoterapi

Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting dalam
proses terapeutik , upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa
aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati,
menerima pasien apa adanya, memotivasi pasien untuk dapat mengungkapkan
perasaannya secara verbal, bersikap ramah, sopan, dan jujur kepada pasien.

c. Terapi Okupasi

Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk
memperbaiki, memperkuat, dan meningkatkan harga diri seseorang.

(Prabowo, 2014: 113)


9. Pohon masalah

Risiko Gangguan Persepsi Sensori

Halusinasi

Effect

Isolasi Sosial: menarik diri

Core Problem

Gangguan Konsep Diri

Harga Diri Rendah

Causa

10. Diagnosa keperawatan

a. Perubahan sensori persepsi halusinasi b/d menarik diri

b. Isolasi sosial menarik diri b/d harga diri rendah


(Prabowo, 2014: 114)

11. Rencana asuhan keperawatan

a. Diagnosa keperawatan: Isolasi sosial menarik diri b/d harga diri rendah

1) Tujuan umum

Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain

2) Tujuan khusus

a) TUK 1
Dapat membina hubungan saling percaya

(1) Kriteria hasil:

Setelah ...x pertemuan, pasien dapat menerima kehadiran perawat.


Pasien dapat mengungkapkan perasaan dan keberadaannya saat ini
secara verbal:

(a) Mau menjawab salam

(b) Ada kontak mata

(c) Mau berjabat tangan

(d) Mau berkenalan

(e) Mau menjawab pertanyaan

(f) Mau duduk berdampingan dengan perawat

(g) Mau mengungkapkan perasaannya

(2) Intervensi

Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapetik

(a) Sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

(b) Perkenalkan diri dengan sopan

(c) Tanyakan nama lengkap pasien dan nama kesukaan pasien

(d) Jelaskan tujuan pertemuan

(e) Buat kontrak interaksi yang jelas

(f) Jujur dan menepati janji

(g) Tunjukkan sikap empati dan menerima pasien apa adanya

(h) Ciptakan lingkungan yang tenang dan bersahabat


(i) Beri perhatian dan penghargaan : temani pasien walau tidak
menjawab

(j) Dengarkan dengan empati beri kesempatan bicara, jangan buru-


buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan pasien

(k) Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar pasien

b) TUK 2

Pasien dapat menyebutkan penyebab menarik diri

(1) Kriteria hasil

Setelah ...x pertemuan, pasien dapat menyebutkan minimal satu


penyebab menarik diri yang berasal dari:

(a) Diri sendiri

(b) Orang lain

(c) Lingkungan

(2) Intervensi

(a) Tanyakan pada pasien tentang

1. Orang yang tinggal serumah/teman sekamar pasien

2. Orang terdekat pasien dirumah/ diruang perawatan

3. Apa yang membuat pasien dekat dengan orang tersebut

4. Hal-hal yang membuat pasien menjauhi orang tersebut

5. Upaya yang telah dilakukan untuk mendekatkan diri dengan


orang lain

(b) Kaji pengetahuan pasien tentang perilaku menarik diri dan


tanda-tandanya

(c) Beri kesemapatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan


penyebab menarik diri tidak mau bergaul

(d) Diskusikan pada pasien tentang perilaku menarik diri, tanda


serta penyebab yang muncul
(e) Berikan reinforcement (penguatan) positif terhadap
kemampuan pasien dalam mengungkapkan perasaannya.

c) TUK 3

Pasien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain


dan kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain

(1) Kriteria hasil

Setelah ...x pertemuan, pasien dapat menyebutkan keuntungan


berhubungan dengan orang lain, misal:

(a) Banyak teman

9
(b) Tidak kesepian

(c) Bisa diskusi

(d) Saling menolong

Setelah ...x pertemuan, pasien dapat menyebutkan kerugian tidak


berhubungan dengan orang lain, misal:

(a) Sendiri

(b) Tidak punya teman, kesepian

(c) Tidak ada teman ngobrol

(2) Intervensi

(a) Kaji pengetahuan pasien tentang manfaat dan keuntungan


berhubungan dengan dengan orang lain serta kerugiannya bila
tidak berhubungan dengan orang lain

(b) Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan


perasaannya tentang berhubungan dengan orang lain

(c) Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan


perasaannya tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan
orang lain

(d) Diskusikan bersama tentang keuntungan berhubungan dengan


orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
(e) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan
dengan orang lain dan kerugian bila tidak berhubungan dengan
orang lain

d) TUK 4

Pasien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap

(1) Kriteria hasil

Setelah ...x interaksi, pasien dapat mendemonstrasikan hubungan


sosial secara bertahap

(2) Intervensi

(a) Observasi perilaku pasien saat berhubungan dengan orang lain

(b) Beri motivasi dan bantu pasien untuk berkenalan/


berkomunikasi dengan orang lain melalui: pasien-perawat,
pasien-perawat-perawat lain, pasien-perawat-perawat lain-

10

pasien lain, pasien-perawat-perawat lain-pasien lain-


masyarakat

(c) Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang telah dicapai

(d) Bantu pasien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan dengan


orang lain

(e) Beri motivasi dan libatkan pasien dalam terapi aktivitas


kelompok sosialisasi

(f) Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama pasien


dalam mengisi waktu luang

(g) Memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan sesuai dengan


jadwal yang telah dibuat

(h) Beri reinforcement atas kegiatan pasien dalam memperluas


pergaulan melalui aktivitas yang dilaksanakan

e) TUK 5
Pasien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan
dengan orang lain

(1) Kriteria hasil

Setelah ...x interaksi, pasien dapat mengungkapkan perasaan


setelah berhubungan dengan orang lain untuk diri sendiri dan orang
lain untuk untuk:

(a) Diri sendiri

(b) Orang lain

(c) Kelompok

(2) Intervensi

(a) Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya bila


berhubungan dengan orang lain/kelompok

(b) Diskusikan dengan pasien tentang perasaan manfaat


berhubungan dengan orang lain

(c) Beri reinforcement atas kemampuan pasien mengungkapkan


perasaannya berhubungan dengan orang lain

f) TUK 6

Pasien dapat memberdayakan system pendukung atau keluarga mampu


mengembangkan kemampuan pasien untuk berhubungan dengan orang
lain

11
(1) Kriteria hasil

Setelah ...x pertemuan keluarga dapat menjelaskan tentang

(a) Pengertian menarik diri dan tanda gejalanya

(b) Penyebab dan akibat menarik diri

(c) Cara merawat pasien dengan menarik diri

(2) Intervensi
(a) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga: salam,
perkenalkan diri, sampaikan tujuan, buat kontrak eksplorasi
perasaan keluarga

(b) Diskusikan pentingnya peranan keluarga sebagai pendukung


untuk mengatasi perilaku menarik diri

(c) Diskusikan dengan anggota keluarga tentang: perilaku menarik


diri , penyebab perilaku menarik diri, akibat yang akan terjadi
jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi, cara keluarga
menghadapi pasien menarik diri

(d) Diskusikan potensi keluarga untuk membantu mengatasi pasien


menarik diri

(e) Latih keluarga merawat pasien menarik diri

(f) Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang dilatih

(g) Anjurkan anggota keluarga untuk memberi dukungan kepada


pasien untuk berkomunikasi dengan orang lain

(h) Dorong anggota keluarga secara rutin dan bergantian


menjenguk pasien minimal satu kali seminggu

(i) Beri reinforcement atas hal-hal yang telah dicapai keluarga

g) TUK 7

Pasien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat

(1) Kriteria hasil

Setelah ...x interaksi, pasien menyebutkan:

(a) Manfaat minum obat

(b) Kerugian tidak minum obat

(c) Nama, warna, dosis, efek samping obat


Setelah ...x interaksi, pasien mampu mendemonstrasikan
penggunaan obat dan menyebutkan akibat berhenti minum obat
tanpa konsultasi dokter

(2) Intervensi

(a) Diskusikan dengan pasien tentang kerugian dan keuntungan


tidak minum, serta karakteristik obat yang diminum (nama,
dosis, frekuensi, efek samping minum obat)

(b) Bantu dalam menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar


pasien, obat, dosis, cara, waktu)

(c) Anjurkan pasien minta sendiri obatnya kepada perawat agar


pasien dapat merasakan manfaatnya

(d) Beri reinforcement positif bila pasien menggunakan obat


dengan benar

(e) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi


dengan dokter

(f) Anjurkan pasien untuk konsultasi dengan dokter/perawat


apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan

(Prabowo, 2014:215)

STRATEGI PELAKSANAAN
ISOLASI SOSIAL (MENARIK DIRI)
Pertemuan : 3

SP 3 Klien : Mengajarkan klien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan


perawat dan klien lain )

1. Orientasi

a. Salam terapeutik

“ Selamat pagi ibu A, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang saya datang lagi.

b. Evaluasi

“ Apakah Ibu A sudah hapal cara berkenalan dengan orang lain ? Apakah Ibu A
sudah mempraktikkanya dengan pasien lain ? siapa saja yang yang sudah Ibu A ajak
berkenalan ? coba sebutkan namanya ? iya bagus sekali Ibu A sudah
mempraktikanya ya. Bagaimana perasaan Ibu A setelah berkenalan tersebut ”

c. Kontrak

1) Topik

“ Baik sekarang kita akan berlatih lagi berkenalan dengan 2 orang ya bu, yaitu
perawat lain dan klien lain teman Ibu yang ada di ruangan ini ”

2) Waktu

“ Mau berapa lama berlatihnya Ibu A? bagaimana kalau 10 menit “

3) Tempat

“ Dimana tempatnya ? Disini saja ya. Tapi nanti kita temui perawat S dan klien
yang belum dikenal ibu A”
2. Fase kerja

a. “ Ibu A, sudah tahu ya tadinya caranya berkenalan ? ya bagus “

b. “ Tadi caranya bagaimana ya pak ? yang pertama dilakukan adalah... (sebutkan). Ibu
A .”

c. “ Sekarang kita berkenalan dengan dengan teman satu ruangan ibu A ya.”
d. “ya bagus ibu A”
e. ‘Bagaimana perasaan ibu A setelah berkenalan dengan ibu W??”
f. “Baik sekarang kita berkenalan dengan suster ya ibu A”
(bersamaan pergi bertemu Zr S)

g. “ Selamat pagi suster S, ini ibu A ingin berkenalan dengan suster S “

h. “ Baiklah ibu , sekarang ibu A bisa berkenalan dengan suster S seperti yang sudah
kita praktikkan tadi. Ya bagus ibu A . ”

i. “ Ada lagi yang ingin ibu A tanyakan kepada suster S. Coba tanyakan tentang
keluarganya “
j. “ Kalau memang tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, ibu A bisa sudahi perkenalan
ini. Lalu ibu A bisa buat janji untuk bertemu lagi dengan suster S
k. “ Kalau memang tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, ibu A bisa sudahi perkenalan
ini.
l. “ Bagaimana perasaan ibu A setelah berkenalan dengan suster S. ibu A merasa
senang ? Iya, Ibu A jadi mempunyai banyak teman ya ”
3. Fase terminasi

a. Evaluasi respon

1) Subyektif

“ Bagaimana perasaan ibu A setelah kita berkenalan dengan suster S “

2) Obyektif

“ Coba Ibu A sebutkan lagi cara berkenalannya. Ya bagus pak, jadi sekarang
teman Ibu A sudah berapa ? namanya siapa saja ? iya bagus sekali ibu A ”

b. Kontrak

1) Topik

“ Besok pagi pagi kita ketemu lagi ya, kita akan berkenalan dengan dua orang

atau lebih “

2) Waktu

“ Mau jam berapa pak ? Baik jam 08.00 pagi. Waktunya berapa lama ? ya 10
menit “

3) Tempat

“ Tempatnya dimana ? Baiklah disini saja ya “

c. Rencana tindak lanjut

“ Mari sekarang kita masukan dalam jadwal kegiatan harian ibu A. Mau jam berapa
ibu A berkenalan lagi ? Bagaimana kalau tiga kali sehari ? Baik jadi jam 09.00 pagi,
jam 11.00 dan jam 16.00 sore. Jangan lupa dipraktikkan terus ya bu. Dan
pertahankan terus apa yang sudah ibu A lakukan tadi. “Jangan lupa untuk
menanyakan topik lain supaya perkenalan berjalan lancar. Misalnya menanyakan
hobby, keluarga dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Farida Kusumawati & Yudi Hartono. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Mukhripah Damaiyanti & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika
Aditama.

Trimeilia. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. Jaka


LP & SP
HARGA DIRI RENDAH
(HDR)
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH

A. Pengertian
Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung
diekspresikan ( Townsend, 1998 ).
Menurut Schult & Videbeck ( 1998 ), gangguan harga diri rendah adalah
penilaian negatif seseorang terhadap diiri dan kemampuan, yang diekspresikan secara
langsung maupun tidak langsung
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap
diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai
keinginan. (Budi Ana Keliat, 1999).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Harga Diri Rendah adalah perasaan negatif
terhadap diri sendiri yang dapat diekspresikan secara langsung dan tak langsung.
B. Penyebab Harga Diri Rendah
Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga diri
rendah situasional yang tidak diselesaikan. Atau dapat juga terjadi karena individu tidak
pernah mendapat feed back dari lingkungan tentang perilaku klien sebelumnya bahkan
mungkin kecenderungan lingkungan yang selalu memberi respon negatif mendorong
individu menjadi harga diri rendah.
Harga diri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor. Awalnya individu
berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis), individu berusaha
menyelesaikan krisis tetapi tidak tuntas sehingga timbul pikiran bahwa diri tidak mampu
atau merasa gagal menjalankan fungsi dan peran. Penilaian individu terhadap diri sendiri
karena kegagalan menjalankan fungsi dan peran adalah kondisi harga diri rendah
situasional, jika lingkungan tidak memberi dukungan positif atau justru menyalahkan
individu dan terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan individu mengalami harga
diri rendah kronis.
Terjadinya gangguan konsep diri harga diri rendah kronis juga di pengaruhi
beberapa faktor predisposisi seperti faktor biologis, psikologis, sosial dan kultural.

Faktor biologis biasanya karena ada kondisi sakit fisik yang dapat mempengaruhi
kerja hormon secara umum, yang dapat pula berdampak pada keseimbangan
neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonin yang menurun dapat mengakibatkan
klien mengalami depresi dan pada pasien depresi kecenderungan harga diri rendah kronis
semakin besar karena klien lebih dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya.
Struktur otak yang mungkin mengalami gangguan pada kasus harga diri rendah
kronis adalah:
System Limbic yaitu pusat emosi, dilihat dari emosi pada klien dengan harga diri
rendah yang kadang berubah seperti sedih, dan terus merasa tidak berguna atau gagal
terus menerus.
Berdasarkan faktor psikologis , harga diri rendah konis sangat berhubungan
dengan pola asuh dan kemampuan individu menjalankan peran dan fungsi. Hal-hal yang
dapat mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis meliputi  penolakan
orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, orang tua yang tidak percaya pada anak,
tekanan teman sebaya, peran yang tidak sesuai dengan jenis kelamin dan peran dalam
pekerjaan
Faktor sosial: secara sosial status ekonomi sangat mempengaruhi proses
terjadinya harga diri rendah kronis, antara lain kemiskinan, tempat tinggal didaerah
kumuh dan rawan, kultur social yang berubah misal ukuran keberhasilan individu.
Faktor kultural: tuntutan peran sesuai kebudayaan sering meningkatkan kejadian
harga diri rendah kronis antara lain : wanita sudah harus menikah jika umur mencapai
duapuluhan, perubahan kultur kearah gaya hidup individualisme.
Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga
unsur itu yang terus menerus saling mempengaruhi, yaitu :
1. Faktor-faktor somatik (somatogenik)

a. Neuroanatomi
b. Neurofisiologi
c. Neurokimia
d. Tingkat kematangan dan perkembangan organik
e. Faktor-faktor pre dan peri – natal

2. Faktor-faktor psikologik ( psikogenik) :


Interaksi ibu –anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal
berdasarkan kekurangan, distorsi dan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya
dan kebimbangan)

a. Peranan ayah
b. Persaingan antara saudara kandung
c. Inteligensi
d. Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
e. Kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau
rasa salah
f. Konsep diri : pengertian identitas diri sendiri versus peran yang tidak
menentu
g. Keterampilan, bakat dan kreativitas
h. Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
i. Tingkat perkembangan emosi

3. Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik)

a. Kestabilan keluarga
b. Pola mengasuh anak
c. Tingkat ekonomi
d. Perumahan : perkotaan lawan pedesaan
e. Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas kesehatan,
pendidikan dan kesejahteraan yang tidak memadai
f. Pengaruh rasial dan keagamaan
g. Nilai-nilai
C. Pohon Masalah
RisikO Tinggi Perilaku Kekerasan

Effect Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi

Isolasi Sosial

Core Problem Harga Diri Rendah Kronis

Causa Koping Individu Tidak Efektif

D. Psikodinamika
1. Etiologi
Gangguan harga diri rendah dapat terjadi secara situasional dan kronik
dikatakan situasional yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya dioperasi,
kecelakaam, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu
kerena terjadi sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN, dan dipenjara secara tiba-
tiba). Dan dikatakan kronik yaitu perasaan negative terhadap diri telah berlangsung
lama. Klien ini mempunyai perasaan negative. Kejadian sakit atau dirawat akan
menambah persepsi negative terhadap dirinya.

2. Proses terjadinya masalah


Harga diri terjadi karena perasaan dicintai dan mendapatkan pujian dari
orang lain. Harga diri akan menjadi rendah ketika tidak ada lagi cinta dan ketika
adanya kegagalan, tidak mendapatkan pengakuan dari orang lain, merasa tidak
berharga, gangguan citra tubuh akibat suatu penyakit sehingga akan menimbulkan
suatu gambaran individu yang berperasaan negative terhadap diri sendiri.
3. Komplikasi
Individu mengalami gangguan konsep diri: harga diri rendah pertama kali
akan merasa cemas dan takut. Individu akan takut ditolak, takut gagal, dan takut
dipermalukan. Akhirnya cenderung untuk menarik diri, akan mengisolasi diri, yang
pada akhirnya individu akan mengalami gangguan realita. Komplikasi yang
berbahaya individu mempunyai keinginan untuk meciderai dirinya.

E. Rentang Respon Konsep Diri


1. Respon adaftif
Adalah pernyataan dimana klien jika menghadapi suatu masalah akan dapat
memecahkan masalah tersebut.
a. Aktualisasi diri
Adalah pernyataan tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang
pengalaman yang sukses dan dapat diterima.
b. Konsep diri positf
Adalah apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang negative dari dirinya
2. Respon maladaftif
Adalah keadaan klien dalam menghadapi suatu masalah tidak dapat
memecahkan masalah tersebut.
a. Harga Diri Rendah
Adalah individu cenderung untuk menilai dirinya negative dan merasa lebih
rendah dari orang lain
b. Identitas Kacau
Adalah kegagalan individu untuk mengintegritas aspek-aspek idintitas masa
kanak-kanak ke dalam kematangan aspek psikososial keperibadian masa dewasa
yang harmonis.
c. Depersonallisasi
Adalah perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri yang
berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak membedakan dirinya
dengan orang lain. Menurut Suliswati Dkk komponen konsep diri ada lima yaitu
terdiri dari:
 Citra tubuh
Adalah sikap individu terhadap tubuhnya baik disadari atau tidak
disadari meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai ukuran dan
bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh.
 Ideal diri
Adalah persepsi individu tentang bagaimana seharusnya bertingkah
laku berdasarkan standar peribadi.
 Harga diri
Adalah penilaian peribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisa berapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya.
 Peran
Adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang
diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi idividu di dalam
kelompok sosialnya.
 Identitas diri
Adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat diperoleh individu
dari observasi dan penilaian terhadap dirinya, menyadari bahawa dirinya
berbeda dengan orang lain.

F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
a. Factor Predisposisi
1) Factor predisposisi citra tubuh
a) Kehilangan atau kerusakan organ tubuh (anatomi dan fungsi)
b) Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh
c) Proses patalogik penyakit dan dampaknya terhadap struktur maupun fungsi
tubuh
d) Prosedur pengobatan seperti radiasi, kemoterapi dan transpantasi
2) Factor predisposisi harga diri
a) Penolakan dari orang lain
b) Kurang penghargaan
c) Pola asuh yang salah yaitu terlalu dilarang , terlalu dikontrol, terlalu diturut,
terlalu dituntut dan tidak konsisten
3) Faktor predisposisi peran
a) Transisi peran yang sering terjadi pada proses perkembangan, perubahan situai
dan sehat-sakit
b) Ketegangan peran, ketika individu menghadapi dua harapan yang bertentangan
secara terus menerus yang tidak terpenuhi.
c) Keraguan peran, ketika individu kurang pengetahuannya tentang harapan peran
yang spesifik dan bingung tentang tingkah laku yang sesuai
d) Peran yang terlalu banyak
4) Factor predisposisi identitas diri
a) Ketidak percayaan orang tua dan anak
b) Tekanan dari teman sebaya
c) Perubahan dari struktur sosial
b. Factor Presipitasi
1) Trauma
Masalah spesifik sehubungan dengan konsep diri situasi yang membuat
individu sulit menyesuaikan diri atau tidak dat menerima khususnya trauma
emosi seperti penganiayaan fisik, seksual, dan psikologis pada masa anak-anak
atau merasa terancam kehidupannya atau menyaksikan kejadian berupa tindakan
kejahatan.
2) Ketegangan peran
Pada perjalanan hidup individu sering menghadapi Transisi peran yang
beragam, transisi peran yang sering terjadi adalah perkembangan, situasi, dan
sehat sakit.

c. Manifestasi klinik
1) Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap
penyakit
2) Rasa bersalah terhadap diri sendiri
3) Merendahkan martabat
4) Gangguan hubungan social
5) Percaya diri kurang
6) Mencederai diri
d. Mekanisme koping
1) Koping jangka pendek
 Aktivitas yang dapat memberikan kesempatan lari sementara dari krisis,
misalnya menonton TV, dan olah raga.
 Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara, misalnya ikut
kegiatan social politik dan agama.
 Aktivitas yang memberikan kekuatan atau dukungan sementara terhadap
konsep diri, misalnya aktivitas yang berkompetensi yaitu pencapaian akademik
atau olah raga.
 Aktivitas yang mewakili jarak pendek untuk membuat masalah identitas
menjadi kurng berarti dalam kehidupan, misalnya penyalahgunaan zat.
2) Koping jangka panjang
 Penutupan identitas
Adopsi identitas premature yang diinginkan oleh orang yang penting
bagi individu tampa memperhatikan keinginan aspirasi dan potensi individu.
 Identitas negative
Asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat di terima oleh nilai-nilai
dan harapan masyarkat.

e. Test diagnostic
1) Test psikologik: test keperibadian
2) EEG: ganguan jiwa yang disebabkan oleh neorologis
3) Pemeriksaan sinar X: mengetahui kelainan anatomi
4) Pemeriksaan laboratorim kromosom: ginetik
f. Penatalaksanaan medis
1) Psikofarmaka
2) Elektro convulsive therapy
3) Psikoterapy
4) Therapy okupasi
5) Therapy modalitas

 Terapi keluarga
 Terapi lingkungan
 Terapi perilaku
 Terapi kognitif
 Terapi aktivitas kelompok

g. Pohon masalah
Isolasi Social : Menarik Diri

2. Diagnosa keperawatan
Gangguan konsep diri : Harga diri rendah.

3. Rencana tindakan keperawatan


a. Diagnosa
Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
Tujuan Umum
Klien memiliki konsep diri yang positif
1) Tujuan khusus 1
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat

b. Kriteria hasil
Klien menunjukkan ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa
senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebut nama, mau
menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau
mengutarakan masalah yang dihadapi.
b. Rencana tindakan
(1)Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
(2)Perkenalkan diri dengan sopan.
(3)Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien
(4)Jelaskan tujuan pertemuan
(5)Jujur dan menepati janji
(6)Tunjukkan sifat empati dan menerima klien apa adanya.
(7)Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien
2) Tujuan khusus 2
Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
a. Kriteria hasil
Dengan menggunakan komunikasi therapeutik diharapkan klien dapat
menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Rencana tindakan
(1). Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki (tubuh,
intelektual, dan keluarga) oleh klien diluar perubahan yang terjadi.
(2). Beri pujian atas aspek positif dan kemampuan yang masih dimiliki
klien.
3) Tujuan khusus 3
Klien dapat Klien dapat menilai kemampuan yang dimiliki untuk dilaksanakan.
a. Kriteria hasil
Klien menyebutkan kemampuan yang dapat dilaksanakan.
b. Rencana tindakan
(1) Diskusikan dengan klien kemampuan yang dapat dilaksanakan dan
digunakan selama sakit
(2) Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilanjutkan pelaksanaannya
setelah klien pulang dengan kondisinya saat ini.
4) Tujuan khusus 4
Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
a) Kriteria hasil
Dengan menggunakan komunikasi theraupetik diharapkan klien dapat
menyusun rencana kegiatan harian.
b) Rencana tindakan
(1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan klien.
(2) Tingkatkan kegiatan sesuai kondisi klien.
(3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.
5) Tujuan khusus 5
Klien dapat melakukan kegiatan sesuai rencana yang dibuat.
b) Kriteria hasil
Dengan menggunakan komunikasi theraupetik diharapkan klien
dapat melakukan kegiatan sesuai jadwal yang dibuat.
b) Rencana tindakan
(1) Anjurkan klien untuk melaksanakan kegiatan yang telah direncanakn
(2) Pantau kegiatan yang dilaksanakan klien.
(3) Beri pujian atas usaha yang dilakukan klien.
(4) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan kegiatan setelah pulang.
6) Tujuan khusus 6
Klien dapat memanfaatkan sitem pendukung
a. Kriteria Hasil
Klien mampu memand=faatkan sistem pendukung yang ada di keluarga
b. Recana Tindakan
(1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
dengan harga diri rendah.
(2) Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
(3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah.
4. Evaluasi
Adapun hal – hal yang dievaluasikan pada klien dengan gangguan konsep diri :
harga diri rendah adalah :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b) Klien dapat mengindentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
c) Klien dapat menilai kemampuan yang dapat dilakukan dirumah sakiy.
d) Klien dapat membuat jadwal kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
e) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan kemampuannya.
f) Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Wong L. Donna, 1993, “Essentials of Pediatric Nursing”, 4th, Mosby Year Book,
Toronto.
Effendy, Nasrul, Drs., 1995 “Perawatan Kesehatan Masyarakat”, EGC, Jakarta.
Keliat, A.B, 1991, “Tingkah Laku Bunuh Dirí, Arcan, Jakarta.
Schultz dan Videback. (1998). Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5th edition.
Lippincott- Raven Publisher: philadelphia
Townsend. (1995). Nursing Diagnosis in Psychiatric Nursing a Pocket Guide for Care
Plan Construction. Edisi 3.Jakarta : EGC
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI : HARGA DIRI RENDAH
(PERTEMUAN PERTAMA)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
S : Klien mengatakan bahwa dirinya sudah tidak berarti lagi
O : klien tampak sering melamun, tidak bersemangat, lebih suka menyendiri, tampak
sedih, tidak menatap lawan bicara, bicara lambat, dan nada suara lemah
2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan Konsep Diri – Harga Diri Rendah
3. Tujuan Keperawatan :
a. Membina hubungan saling percaya dengan klien
b. Mengidentifikasi dan membantu klien meningkatkan kesadaran tentang hubungan
positif antara harga diri dan pemecahan masalah yang efektif.
4. Tindakan Keperawatan:
 Bina hubungan saling percaya dengan klien
 SP 1:
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
2) Bantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan
3) Bantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih
4) Latih kemampuan yang sudah dipilih
5) Anjurkan pasien untuk menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang
telah dilatih dalam rencana harian

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN

FASE ORIENTASI :

1. Salam terapeutik : “Selamat pagi, Perkenalkan nama saya Devi, saya yang akan
merawat bapak selama di sini, nama Bapak siapa? Suka dipanggil siapa?”
2. Evaluasi/ valodasi : “Bagaimana keadaan bapak hari ini? Apa yang terjadi di rumah
sehingga bapak dibawa kesini??”
3. Kontrak :
 Topik : ”Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan kegiatan
yang pernah bapak lakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang masih
dapat bapak dilakukan. Setelah kita nilai, kita akan pilih satu kegiatan untuk kita
latih?”
 Waktu : “Berapa lama kita akan bercakap-cakap? bagaimana kalau 20 menit? ”
 Tempat : “Dimana kita akan bercakap-cakap pak? Bagaimana kalau disini saja?”

FASE KERJA :

 ”Bapak, apa saja kemampuan yang bapak miliki? Bagus, apa lagi? Saya buat
daftarnya ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa bapak lakukan? Bagaimana
dengan merapihkan kamar? Menyapu ? Mencuci piring..............dst.”. “ Wah, bagus
sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang bapak miliki “.
 ”Bapak dari lima kegiatan/ kemampuan ini, yang mana yang masih dapat dikerjakan
di rumah sakit? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang kedua.......sampai 5
(misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus sekali ada 3 kegiatan yang masih
bisa dikerjakan di rumah sakit ini.
 ”Sekarang, coba bapak pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah
sakit ini”.” O yang nomor satu, merapihkan tempat tidur? Kalau begitu, bagaimana
kalau sekarang kita latihan merapihkan tempat tidur bapak”. Mari kita lihat tempat
tidur bapak. Coba lihat, sudah rapihkah tempat tidurnya?”
 ”Bapak sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba perhatikan
bedakah dengan sebelum dirapikan? Bagus ”
 “ Coba bapak lakukan dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri) kalau bapak
lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa melakukan.

FASE TERMINASI :

1. Evaluasi Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan


 Evaluasi klien subyektif : “Bagaimana perasaan bapak setelah kita berbincang-
bincang?”
 Evaluasi perawat (obyektif setelah reinforcement) : “Tolong bapaknceritakan
ulang apa yang sudah kita bicarakan tadi?“
2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih sesuai dengan hasil tindakan yang telah
dilakukan) : “Bapak tadi praktekkan dengan baik sekali. Sekarang, mari kita
masukkan pada jadual harian. Bapak Mau berapa kali sehari merapihkan tempat
tidur. Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ? Lalu sehabis istirahat, jam 16.00”
3. Kontrak yang akan datang :
a. Topik : “Kita akan berbincang-bincang lagi tentang kegiatan apalagi yang bisa
bapak lakukan. Ya bagus, kalau begitu besok kita akan berlatih mencuci
piring”.
b. Waktu : “Bagaimana kalau besok jam 8 pagi setelah makan pagi?”
c. Tempat : “Bagaimana kalau di dapur?”

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


KLIEN DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI : HARGA DIRI RENDAH
(PERTEMUAN KEDUA)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
S : Klien masih mengatakan bahwa dirinya tidak berarti
O : klien tampak sering melamun, tidak bersemangat, lebih suka menyendiri, tampak
sedih, tidak menatap lawan bicara, bicara lambat, dan nada suara lemah
2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan Konsep Diri – Harga Diri Rendah
3. Tujuan Keperawatan :
a. Membina hubungan saling percaya dengan klien
b. Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan pasien
4. Tindakan Keperawatan:
 Bina hubungan saling percaya dengan klien
 SP 1:
1) Latih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan
pasien.
2) Anjurkan pasien untuk menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang
telah dilatih dalam rencana harian
B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN

FASE ORIENTASI :

1. Salam terapeutik : “Selamat pagi pak, masih ingat dengan saya? Pagi ini bapak
terlihat segar”.
2. Evaluasi/ valodasi : “Bagaimana perasaan bapak hari ini? sudah dicoba merapikan
tempat tidur sore kemarin/ tadi pagi? Bagus (kalau sudah dilakukan, kalau belum
bantu lagi, sekarang kita akan latihan kemampuan kedua. Masih ingat apa kegiatan itu
t?”
3. Kontrak :
 Topik : ”Sesuai rencana kita kemarin, hari ini kita akan berlatih mencuci piring ya
pak?”
 Waktu : “Berapa lama? bagaimana kalau 15 menit? ”
 Tempat : “Dimana kita akan berlatih? Bagaimana kalau di dapur?”

FASE KERJA :

 “Bapak sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya, yaitu
sabut/ tapes untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci piring, dan air
untuk membilas. Bapak bisa menggunakan air yang mengalir dari kran ini. Oh ya
jangan lupa sediakan tempat sampah untuk membuang sisa-makanan”.
 “Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya”
 “Setelah semuanya perlengkapan tersedia, Bapak ambil satu piring kotor, lalu buang
dulu sisa kotoran yang ada di piring tersebut ke tempat sampah. Kemudian Bapak
bersihkan piring tersebut dengan menggunakan sabut/tapes yang sudah diberikan
sabun pencuci piring. Setelah selesai disabuni, bilas dengan air bersih sampai tidak
ada busa sabun sedikitpun di piring tersebut. Setelah itu Bapak bisa mengeringkan
piring yang sudah bersih tadi di rak yang sudah tersedia di dapur. Nah selesai…
 “Sekarang coba Bapak yang melakukan…”
 “Bagus sekali, Bapak dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik. Sekarang dilap
tangannya

FASE TERMINASI :

1. Evaluasi Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan


 Evaluasi klien subyektif : “Bagaimana perasaan bapak setelah kita berlatih
mencuci piring?”
 Evaluasi perawat (obyektif setelah reinforcement) : “Tolong bapak ceritakan
ulang apa yang sudah kita pelajari tadi?“
2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih sesuai dengan hasil tindakan yang telah
dilakukan) : “Bapak tadi praktekkan dengan baik sekali. Sekarang, mari kita
masukkan pada jadual harian. Bapak Mau berapa kali sehari merapihkan tempat
tidur. Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ? Lalu sehabis istirahat, jam 16.00”
3. Kontrak yang akan datang :
a. Topik : “Kita akan berbincang-bincang lagi tentang kegiatan apalagi yang bisa
bapak lakukan selain mencuci piring dan merapikan tempat tidur”.
b. Waktu : “Jam berapa besok? Bagaimana kalau jam 8 pagi?”
c. Tempat : “Bagaimana kalau di ruang tamu? Sampa jumpa lagi pak”

LP & SP
HALUSINASI

LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

A.  MASALAH UTAMA


Gangguan Persepsi sensori halusianasi.

B.  PROSES TERJADINYA MASALAH


1.    Pengertian
-     Menurut Cook dan Fotaine (1987), halusinasi adalah persepsi sensorik tentang suatu
objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang
dapat meliputi semua sistem penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan
atau pengecapan).
-     Menurut Wilson (1983), halusinasi adalah gangguan penyerapan/persepsi panca indera
tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana
terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik.
-     Halusianassi adalah keadaan dimana individu / keloimpok beresiko mengalami suatu
perubahan dalam jumlah dan pola stimulasi yang datang (Carpenito, 2000).
2.    Tanda dan Gejala
Fase I (Menyenangkan)
Karakteristik :
-       Mengalami ansietas, rasa bersalah dan ketakutan
-       Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan rasa cemas
-       Perilaku dan pengalaman sensori masih dalam kontrol pikiran
-       Non psikotik
Perilaku pasien :
-       Tersenyum sendir, tertawa sendiri
-       Menggerakkan bibir tanpa bicara, respon verbal lambat
-       Diam dan berkonsentrasi
Fase II (Menyalahkan)
Karakteristik :
-       Adanya pengalamn sensori yang menakutkan
-       Mulai merasa kehilangan kontrol
-       Merasa dilecehakan oleh pengalaman, menarik diri
-       Non psikotik
Perilaku pasien :
-       Meningkatnya denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah
-       Perhatian dengan lingkungan kurang
-       Konsentrasi terhadap pengalaman sensori
-       Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi
Fase III (Konsentrasi)
-       Bisikan dan suara-suara menonjol, menguasai dan mengontrol
-       Tingkat kecemasan berat
-       Pengalaman halusianasi tidak dapat ditolak lagi
Karakteristik :
-       Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
-       Klien kesepian bila pengalaman sensori berakhir
-       Isu halusianasi menjadi atraktif dan menarik
-       Klien terbiasa dengan halusinasinya dan tidak berdaya
-       Psikotik
Perilau Pasien :
-       Perintah halusinasi ditaati
-       Sulit berhubungan dengan orang lain
-       Perhatian dengan lingkungan berkurang
-       Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan berkeringat
Fasse IV (Menguasai)
Karakteristik :
-       Pengalaman sensori menakutkan dan mengancam
-       Klien tidak berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan dengan lingkungan
-       Halusinasi berakhir dalam beberapa jam atau hari jika tidak ada terapi terapeutik
-       Psikotik berat
Perilaku Pasien :
-       Perilaku panik, potensi akut suicide
-       Aktifitas fisik merefleksikan halusinasi
-       Tidak mampu berespon pada lebih dari satu orang
-       Tidak bisa berespon terhadap perintah yang kompleks
3.    Etiologi
Faktor prdisposisi :
-       Faktor genetik
-       Faktor Neurobiology
-       Studi Neurotransmiter
-       Psikologis
Faktor Presipitasi :
-       Sosial budaya
-       Stres lingkungan  respon neurobiologis maladaptif
  Penuh kritik
  Kehilangan harga diri
  Gangguan hubungan interpersonal
  Tekanan ekonomi
4.    Akibat
Klien yang mengalami halusinasi sukar untuk mengontrol diri dan sukar untuk berhubungan
dengan orang lain. Apabila perilaku halusiansinya berupa hal yang tidak menyenagkan maka
akan mengakibatkan individu tersebut melakukan atau mencederai orang lain dan
lingkungan. (PPNI, 2002).

C.  POHON MASALAH


    Effect      : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkunga
    Core Problem : Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
    Causa             :          Isolasi sosial : Menarik diri

D.  MASALAH YANG MUNCUL DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


No Data Fokus Masalah Keperawatan
1.      DS :     Gangguan sensori persepsi :
-       Klien mengatakan sering mendengar suara- Halusinasi Auditori
suara gemuruh pada pagi dan malam.
-       Klien mengatakan pernah mondok di RSJ
dengan penyakit yang sama.
    DO :
-       Klien tampak sering komat-kamit
-       Klien sering menyendiri
-       ADL mandiri.
2.     DS :     Resiko mencederai diri sendiri,
-          Klien mengatakan sering mendengar orang lain dan lingkungan.
bisikan-bisikan hingga membuatnya marah
    DO :
-          Klien bingung, kadang mengamuk dan
memukul

3.     DS :     Isoslasi sosial : Mearik diri


-          Klien mengatakan sering menyendiri dan
jarang mengobrol dengan teman atau orang lain.
    DO :
-          Melamun, menyendiri, pasif
-          Interaksi dengan orang lain berkurang
      
E.  DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.    Gangguan persepsi sensori halusinasi (lihat, dengar, raba, kecap, bau)
2.    Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain
3.    Isolasi sosial : menarik diri
F.   RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosa : Gangguan persepsi sensori halusinasi (lihat, dengar, raba, kecap, bau)
Tujuan Umum : Klien mampu mengontrol halusinasinya
Tujuan Khusus :
a.       Klien dapat membina hubungan saling percaya
KH : Setelah dilakukan ....x pertemuan klien menunjukkan tanda-tanda percaya pada perawat
Intervensi :
-       Sapa klien dengan ramah
-       Perkenalkan diri dengan sopan
-       Jelaskan tujuan pertemuan
-       Tunjukkan sikap emapati dengan menerima klien apa adanya dan beri perhatian
b.      Klien dapat mengenal halusinasinya
KH : Setelah dilakukan ....x pertemuan klien meyebutkan (isi, waktu, frekuensi, situasi,
kondisi yang menimbulkan halusinasi)
Intervensi :
-       Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
-       Observasi tingkah laku klien sesuai dengan halusinasinya
-       Bantu klien mengenal halusinasinya
-       Diskusikan dengan klien tentang frekuensi dan waktu halusinasi
-       Kaji respon klien saat terjadi halusinasi
c.       Klien dapat mengontrol halusinasinya
KH : Setelah dilakukan ....x pertemuan klien meyebutkan tindakan yang dapat dilakukan
untuk mengendalikan halusinasinya.
Intervensi :
-          Identifikasi cara yang selama ini dilakukan saat terjadi halusinasi
-          Diskusikan manfaat cara tersebut
-          Diskusikan cara baru untuk mengendalikan halusinasi (menghardik, bercakap-cakap
dengan orang lain, melakukan aktivitas, minum ibat teratur)
-          Beri kesempatan untuk melakukan cara tersebut saat halusinasinya timbul
d.      Klien dapat dukungan dari keluarga untuk mengontrol halusinasinya
KH : Setelah dilakukan ....x pertemuan keluarga dapat meyebutkan pengertian, tanda dan
gejala, serta proses terjadinya halusinasi.
Intervensi :
-          Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan
-          Diskusikan dengan keluarga tentang :
·       Pengertian halusinasi
·       Tanda dan Gejala halusinasi
·       Cara yang dapat dilakukan untuk memutus halusiansi
·       Proses terjadi halusinasi
·       Obat-obat untuk halusinasi
·       Cara merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi
·       Berikan informasi waktu kontrol
e.       Klien dapat memanfaatkan obat dengan benar
KH : Setelah dilakukan ....x pertemuan klien dapat mengerti obat yang perlu diminum
Intervensi :
-          Diskusikan frekuensi, dosis, dan manfaat obat
-          Anjurkan minum obat
-          Diskusikan efek bila menghentikan obat tanpa konsultasi
-          Jelaskan 5 tepat dalam penggunaan obat

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, 2000. Diagnosa kepoerawatan Aplikasi pada praktis klinis
(terjemahan). Edisi 6. Jakarta : EGC.
Maramis, W.F, 1990. Ilmu Kedokteran Jiwa, Erlangga Universitas Press, Surabaya.
Rasmun, 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan Keluarga,
Jakarta : CV. Sagung Seto.
Stuart & Sunden, 1998. Pocket Guide to Psychiatric Nursing. Jakarta : EGC.
STRATEGI PELAKSANAAN I
HALUSINASI

Pertemuan       : ke 1
Hari / Tanggal : 29 Maret 2013
Waktu             : -
A.      Proses Keperawatan
1.    Kondisi Klien
DS : Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang tidak ada wujudnya.
DO :Klien tampak pasif,terlihat suka menyendiri,berbicara sendiri.
2.    Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori : halusinasi
3.    Tujuan
-        Klien tampak mengenal halusinasi
-        Klien dapat menghardik halusinasi
4.    Tindakan Keperawatan
-          Mengidentifikasi jenis halusinasi
-          Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
-          Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
-          Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
-          Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
-          Mengidentifikasi respons pasien terhadap halusinasi
-          Mengajarkan pasien menghardik halusinasi
-          Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian
B.       Srategi Pelaksanaan Halusinasi
1.    Orientasi
a.    Salam Terapeutik
”Assalamualaikum Mas, Saya perawat yang akan merawat mas. Perkenalkan nama saya
Nordiah, biasa di panggil Diah, saya mahasiswi dari STIKES Cahaya Bangsa Banjarmasin.
Betul ini mas Erik? Kalau boleh tahu nama lengkapnya siapa? Senang dipanggil apa?”
b.    Evaluasi Validasi
“Bagaimana perasaan mas hari ini? Ada keluhan yang mas rasakan hari ini?”
c.    Kontrak
Topik: “Baiklah, saya dengar mas sering mendengar suara-suara yang tak tampak wujudnya,
benar begitu? bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara tersebut.”
Waktu : “Berapa lama?? Bagaimana kalau 20 menit. Baiklah Mas, bagaimana kalau sekarang
kita berbincang-bincang mengenai jenis halusinasi,respon terhadap halusinasi, dan kita akan
belajar menghardik halusinasi, dan kita masukkan ke dalam jadwal kegiatan sehari-hari
pasien.”
Tempat : “Dimana kita bisa bercakap-cakap?? Disini,di depan??”
2.    Fase Kerja
“Apakah mas Erik mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan suara tersebut?
Apakah terus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering mas Erik dengar?
Berapa kali sehari? Biasanya pada keadaan apa suara itu muncul? Mas Erik, saya punya
beberapa cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.
Pertama, dengan menghardik suara tersebut.
Kedua, dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
Ketiga, melakukan aktivitas yang sudah terjadwal,
Keempat dengan minum obat yang teratur.
Iya.. Bagaimana kalau kita belajar cara yang pertama dulu, yaitu dengan menghardik. Mau
tidak mas??
Caranya begini : saat suara itu muncul, langsung Mas Erik bilang ,”Saya tidak mau dengar.
Pergi..!! Kamu suara palsu.” Begitu di ulang-ulang terus sampai suara itu tidak terdengar lagi.
Mengerti mas? Coba mas Erik peragakan. Nah begitu, bagus. Coba lagi. Ya bagus, Mas Erik
sudah bisa.”
3.    Fase Terminasi
a.     Evaluasi subyektif
“Bagaimana perasaan mas Erik setelah latihan tadi??”
b.    Evaluasi obyektif
“Kalau suara itu muncul lagi, coba latihan yang tadi di terapkan. Coba Mas jelaskan jenis
halusinasi, isi halusinasi, waktu berhalusinasi, frekwensi, situasi yang menimbulkan
halusinasi, respon dan cara menghardik halusinasi, Apakah Mas masih ingat??”
4.    Rencana Tindak Lanjut
“Jika hal tersebut (mendengar,melihat,mencium,merasa,mengecap) itu muncul?? tolong Mas
praktekkan cara yang sudah saya ajarkan , dan masukkan dalam jadwal harian Mas.”
5.    Kontrak
Topik : “Baikalah Mas nanti kita akan bercakap-cakap lagi, kita akan diskusikan dan latihan
mengendalikan dengan bercakap-cakap dengan orang lain.”
Waktu : “Mau jam berapa Mas? Ya baiklah jam 10.00 saja.”
Tempat: “Tempatnya disini saja lagi ya Mas. Sampai ketemu nanti Mas. Assalamualaikum.”
STRATEGI PELAKSANAAN II
HALUSINASI

Pertemuan       : ke 2
Hari/Tanggal   : 30 Maret 2013
Waktu             : -
A.  Proses Keperwatan
1.    Kondisi Klien
DS : Klien mengatakan sudah menghardik halusinasinya
DO             : Klien tampak respon saat berkomunikasi dengan perawat
2.    Diagnosa keperawatan : Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
3.    Tujuan
a)    Tujuan Umum : Resiko mencederai dir sendiri , orang lain dan lingkungan tidak terjadi.
b)   Tujuan Khusus
-  Mengevaluasi jadwal harian pasien
-       Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang
lain.
-       Menganjurkan pasien memasukkan ke dalam kegiatan harian.
4.    Tindakan keperawatan
-       Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
-       Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang
lain.
-       Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
B.  Srategi Pelaksanaan Halusinasi
1.    Kontrak
Topik : “seperti  janji saya kemarin, hari ini kita akan berdiskusi tentang bagaimana cara
mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain dan kita masuk
dalam jadwal kegiatan”.
Waktu             : “waktunya 15 menit cukup kan?”
Tempat : “Tempatnya disini saja ya mas?”

2.    Fase Kerja


“Sekarang mas kita akan belajar cara kedua untuk mencegah halusinasi yang lain dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain jadi kalau mas mulai mendengar suara-suara langsung saja
cari teman untuk ngobrol dengan mas. Contohnya begini mas : tolong saya mulai mendengar
suara-suara,ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang di rumah misalnya adik mas,
katakan : dik,, ayo ngobrol dengan mas, coba mas lakukan seperti saya tadi lakukan . Ya
begitu bagus! Nah, sekarang kita masukan  ke dalam jadwal harian mas ya?”
3.    Fase terminasi
a.    Evaluasi Subyektif : “Bagaimana perasaan mas setelah latihan ini?”.
b.    Evaluasi obyektif : “Jadi sudah ada berapa cara yang mas pelajari untuk mencegah suara-
suara itu?,ya bagus sekali”.
4.    Rencana tindak lanjut
“Nah, kalau halusinasi itu datang lagi mas bias coba kedua cara itu ya mas!”
5.    Kontrak
Topik : “Baiklah mas besok saya akan dating lagi kita akan bahas cara mengendalikan
halusinasi dengan melakukan kegiatan”.
Waktu : “Mau jam berapa kita ketemu mas? Ya baiklah jam 09.00 saja”.
Tempat : “Tempatnya mau dimana mas? Di sini saja mas? Ya baiklah sampai ketemu besok
lagi ya mas!”.
STRATEGI PELAKSANAAN III
HALUSINASI

Pertemuan : Ke 3
Hari/tanggal    : 31 Maret 2013
Waktu             : -
A.  Proses Keperawatan
1.    Kondisi Klien
DS : Klien mengatakan sudah menghardikhalusinasinya dan klien mengatakan dengan
berbincang-bincang halusinasinya tidak datang.
DO : klien tampak respon saat berkomunikasi dengan perawat.
2.    Diagnosa Keperawatan
Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
3. Tujuan
a.    Tujuan Umum : Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya.
b.    Tujuan Khusus
-       Klien dapat membina hubungan saling percaya
-       Klien dapat mengenal halusinasinya
-       Klien dapat mengontrol halusinasinya
-       Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
-       Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
c.    Keperawatan
-       Melatih tindakan pasien beraktifitas secara terjadwal
-       Menjelaskan aktifitas yang teratur untuk mengatasi halusinasinya
-       Mendiskusikan aktifitas yang biasa dilakukan oleh pasien
-       Melatih pasien melakukan aktifitas
-       Menyusun jadwal aktifitas sehari-hari sesuai dengan aktifitas yang telah dilatih
-       Memantau pelaksanaan jadwal : memberikan kegiatan terhadap perilaku pasien yang
positif

B.  Strategi Komunikasi


1.    Fase Orientasi
a.    Salam Terapeutik
“Assalamuallaikum  mbak”.
b.    Evaluasi / Validasi
Bagaimana perasaan mas hari ini? Apakah suara-suara itu masih muncul? Apakah sudah
dipakai 2 cara yang telah kita latih? Bagaimana hasilnya?
c.    Kontrak
Topik  : Sesuai janji saya kemarin, hari ini kita akan berdiskusi tentang cara mengendalikan
halusinasi dengan melakukan kegiatan dan kita masukan kedalam kegiatan harian.
Waktu : mau berapa lama kita berbincang-bincang? Apa 15 menit cukup?
Tempat : Tempatnya mau dimana mas? Baiklah disini saja.
Tujuan : agar mas Erik dapat mengontrol halusinasi dengan cara melakukan kegiatan.
2.    Fase Kerja
“Kegiatan apa saja  yang masih mas bisa lakukan? Pagi-pagi apa kegiatan mas? Terus jam
berikutnya apa kegiatan mas? Banyak sekali kegiatan mas setiap harinya. Mari kita latih 2
kegiatan hari ini. Bagus sekali mas bisa melakukannya. Kegiatan ini dapat mas lakukan untuk
mencegah suara-suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih agar dari pagi
sampai sore mas ada kegiatan. Mas, bagaimana kalau kegiatan yang tadi kita latih
dimasukkan kedalam jadwal kegiatan harian mas?”
3.    Fase Terminasi
a.    Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaan mas setelah kita latihan tadi?”
b.    Evaluasi Obyektif
“Coba mas sebutkan kembali 3 cara yang telah saya latih apabila halusinasi itu datang? Ya
bagus sekali.”
4.    Rencana Tindak Lanjut
“Nanti mas lakukan latihan secara mandiri sesuai jadwal yang kita buat agar suara-suara itu
tidak muncul lagi.”
5.    Kontrak
Topik : Baiklah mas besok saya akan datang kembali untuk membahas cara mengontrol
halusinasi dengan cara minum obat.
Waktu : mau jam berapa mas Erik kita berbincang-bincang? Ya baiklah jam 10.00-10.15
WIB.
Tempat: Mau dimana kita ketemunya? Ya baiklah disini saja.
STRATEGI PELAKSANAAN IV
HALUSINASI

Pertemuan : Ke-4
Hari/Tanggal : 01 April 2013
Waktu             : -
A.  Proses Keperawatan
1.    Kodisi Klien
DS : Klien mengatakan dengan bercakap-cakap halusinasinya tidak datang dan klien
mengatakan senang bercakap-cakap dengan perawat.
DO : Dengan melakukan kegiatan bercakap-cakap dengan teman / perawat, klien tidak
melamun lagi.
2.    Diagnosa keperawatan
Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran
3.    Tujuan
a.    Tujuan Umum : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
b.    Tujuan Khusus:
-       Klien dapat membina hubungan saling percaya
-       Klien dapat mengenal halusinasinya
-       Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
-       Klien dapat mengontrol halusinasinya
-       Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
4.        Tindakan Keperawatan
-       Melatih pasien menggunakan obat secara teratur
-       Jelaskan pentingnya menggunakan obat secara teratur
-       Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program
-       Jelaskan bila putus obat
-       Jelaskan cara mendapatkan obat
-       Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat,benar pasien,benar
cara,benar dosis,benar waktu)

B.  Strategi Komunikasi


1.    Fase Orientasi
a.    Salam Teraupeutik
“Asalammualaikum mas? Sesuai dengan janji saya kemarin,saya datang lagi ketempat ini.”
b.    Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan mas hari ini?Apa mas masih ingat 3 cara yang sudah saya latih
kemarin, cara untuk mengusir suara-suara? Apakah ketiga cara tersebut sudah dimasukkan ke
dalam jadwal kegiatan harian mas?”
c.    Kontrak
Topik : Sesuai janji kita kemarin,hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang
mas minum dan kita akan memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian mas.
Waktu : Mau berapa lama kita bercakap-cakap? Ya baiklah disini saja.
Tujuan : Dari diskusi ini agar mas Erik minum obat dengan prinsip 5 benar /agar mas Erik
mematuhi cara minum obat.
2.    Fase Kerja
“Mas adakah perbedaan setelah minum obat secara teratur? Apakah suara-suaranya masih
terdengar atau sudah hilang? Begini mas, obat ini berguna untuk mengurangi atau
menghilangkan suara-suara yang selama ini mas dengar. Berapa macam yang mas minum??
(perawat menyiapkan obat pasien). Ini yang berwarna orange (CPZ) diminum 3 kali sehari
ya, jam 7 pagi, jam 1 siang dan 7 malam yaa gunanya untuk menghilangkan suara-suara yang
mas dengar. (Pasien mengangguk-ngangguk). Ini yang putih (THP) diminum 3 kali sehari
juga, gunanya agar mas rileks dan tidak kaku. Kalau yang merah jambu ini (HP) 3 kali sehari
juga sama minumnya dengan yang putih dan orange, gunanya yang merah jambu ini untuk
menenangkan pikiran mas biar tenang. Kalau suaranya sudah hilang, minum obatnya tidak
boleh dihentikan yaa, harus diminum sampai benar-benar habis, biar suara-suaranya tidak
muncul lagi. Kalau obatnya habis bisa minta ke dokter lagi. Bisa juga dikonsultasikan kalau
berhenti minum obat, apa akibatnya pada mas. Begitu yaa.. Pastikan juga kalau obat yang
diminum benar punya mas, jangan sampai keliru dengan orang lain. Mas juga harus banyak
minum air yaa..”
3.    Fase Terminasi
a.    Evaluasi Subjektif : “Bagaimana perasaan mas setelah berbincang-bincang tentang obat
tadi”
b.    Evaluasi Objektif
“Sudah berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba mas sebutkan
kembali?”
4.    Rencana Tindak Lanjut
“Nanti mas jangan lupa minum obat agar suara-suara itu tidak datang lagi,kemudian mas bisa
memasukkannya ke dalam jadwal kegiatan harian mas.”
5.    Kontrak
Topik : Baiklah mas pertemuan kita cukup sampai disini,besok saya datang lagi untuk
memastikan mas masih dengar suara-suara atau tidak kita akan berdiskusi tentang jadwal
kegiatan harian mas.
Waktu : Waktunya mau jam berapa mas Erik? Jam 09.00-09.15,apa mas bersedia?
LP & SP
RISIKO PERILAKU
KEKERASAN
(RPK)
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN

1. Masalah Utama
Perilaku Kekerasan

2. Proses Terjadinya Masalah


A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan
kesal atau marah yang tidak konstruktif. Pengungkapkan kemarahan secara tidak
langsung dan konstrukstif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan
membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Kemarahan yang
ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit diri sendiri dan mengganggu
hubungan interpersonal. Sedangkan menurut Carpenito 2000, Perilaku kekerasan
adalah keadaan dimana individu-individu beresiko menimbulkan bahaya langsung
pada dirinya sendiri ataupun orang lain.
Individu melakukan kekerasan akibat adanya frustasi yang dirasakan
sebagai pemicu dan individu tidak mampu berpikir serta mengungkapkan secara
verbal sehingga mendemostrasikan pemecahan masalah dengan cara yang tidak
adekuat (Rawlins and Heacoco, 1998). Sedangkan menurut Keliat (1999), perilaku
kekerasan adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai dengan
hilangnya kontrol diri atau kendali diri.
Tanda dan gejala :
- Muka merah dan tegang
- Pandangan tajam
- Mengatupkan rahang dengan kuat
- Mengepalkan tangan
- Jalan mondar-mandir
- Bicara kasar
- Suara tinggi, menjerit atau berteriak
- Mengancam secara verbal atau fisik
- Melempar atau memukul benda atua orang lain
- Merusak barang atau benda
- Tidak memiliki kemampuan mencegah atau mengendalikan oerilaku
kekerasan

B. Penyebab
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri
rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan
harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang
kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda dan gejala :
- Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
- Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
- Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
- Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.

C. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan
berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang
orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll. Sehingga klien dengan
perilaku kekerasan beresiko untuk mencederai diri orang lain dan lingkungan.
Tanda dan gejala :
Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan
didapatkan melalui pengkajian meliputi :
- Wawancara : diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda
marah yang diserasakan oleh klien.
- Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,
berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas
makanan, memukul jika tidak senang.

3. Pohon Masalah

Resiko menciderai diri sendiri, orang lain


dan lingkungan
Perilaku kekerasan core problem

Gangguan Konsep diri Harga Diri Rendah

4. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


a. Masalah keperawatan:
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perilaku kekerasan / amuk
c. Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
d. Koping Individu Tidak Efektif
b. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
- Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perilaku kekerasan / amuk
Data Subyektif :
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif ;
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
- Merusak dan melempar barang-barang.
c. Gangguan harga diri : harga diri rendah
Data subyektif:
- Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
- Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

5. Diagnosa Keperawatan
A. Resiko Perilaku kekerasan
B. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

6. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa 1 : Resiko Perilaku Kekerasan
TujuanUmum :
Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
1.2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
2.1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2.2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
2.3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan
sikap tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
3.1 Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
3.2 Observasi tanda perilaku kekerasan.
3.3 Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
4.1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
4.2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
4.3. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
5.1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
5.2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
5.3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Tindakan :
6.1. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
6.2. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang
kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
6.3. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal / tersinggung
6.4. Secara spiritual : berdoa, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi
kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
7.1. Bantu memilih cara yang paling tepat.
7.2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
7.3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
7.4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
7.5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
8.1. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan
keluarga.
8.2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
9.1. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan
efek samping).
9.2. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat,
dosis, cara dan waktu).
9.3. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
10. Klien dapat mengikuti TAK: stimulasi pencegahan perilaku kekerasan.
Tindakan:
10.1. Anjurkan klien untuk TAK: stimulasi persepsi pencegahan perilaku
kekerasan
10.2. Klien mengikuti TAK: stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan
(kegiatan tersendiri)
10.3 Diskusikan dengan klien tentang kegiatan selama TAK
10.4. Fasilitasi klien untuk mempraktikkan hasil kegiatan TAK dan veri pujian
atas keberhasilannya
10.5. Diskusikan dengan klien tentang jadwal TAK
10.6. Masukkan jadwal TAK kedalam jadwal harian klien
10.7. Klien mengevaluasi pelaksanaan TAK dengan mengisi jadwal kegiatan
harian
10.8. Validasi kemampuan klien dalam mengikuti TAK
10. 9. Beri pujian atas kemampuan mengikuti TAK
10.10. Tanyakan kepada klien “bagaimana perasaannya setelah mengikuti TAK?”
11. Klien mendapat dukungan keluarga dalam melakukan cara pencegahan perilaku
kekerasan
Tindakan:
11.1. Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien sesuai dengan yang
telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini
11.2. Jelaskan keuntungan klien dan keluarga dalam merawat klien
11.3. Jelaskan cara merawat klien
 Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah serta konstriktif
 Sikap dan cara bicara
 Membantu klien mengenal penyebab marah dan pelaksanaan cara
pencegahan perilaku kekerasan
11.4. Bantú keluarga mendemonstrasikan perasaannya setelah
melakukandemonstrasi
11.5. Anjurkan keluarga mempraktekkan kepada klien selama di RS dan
melanjutkan setelah pulang ke rumah.

Diagnosa II : Gangguan konsep diri: harga diri rendah


Tujuan Umum :
Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling
percaya.
Tindakan:
1.4. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
1.5. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.6. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan
dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2.2 Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
2.3 Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan yang
dapat digunakan untuk diri sendiri dan keluarga
Tindakan:
3.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.2 Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang
bermanfaat sesuai kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan.
4.2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
4.3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai
kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem
pendukung yang ada
Tindakan :
6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
6.2 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
6.4 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

Diagnosa II : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan


Tujuan umum :
- Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus :
- Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
- Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
- Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
- Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang baik
Tindakan :
- Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri, orang laain
dan lingkungan
- Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
o Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
o Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang positif
o Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
o Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
o Merencanakan yang dapat pasien lakukan
- Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
o Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
o Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara
penyelesian masalah
o Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih
baik
Daftar Pustaka

Carpenito, L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Stuart GW, Sundeen. 1998.Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis
Mosby Year Book
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP
Bandung, 2000
Townsend, M.C. 1998. Buku saku Diagnosa Keperawatan pada Keoerawatan Psikiatri, edisi
3. Jakarta: EGC.
STRATEGI PELAKSANAAN PERILAKU KEKERASAN
A. Kondisi klien :

B. Diagnosa Keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan

C. Tujuan
1. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
3. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya
4. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya
5. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya
6. Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,
spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.

D. Tindakan
1. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien
merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara. Tindakan yang
harus saudara lakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya
adalah:
1. Mengucapkan salam terapeutik
2. Berjabat tangan
3. Menjelaskan tujuan interaksi
4. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
2. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang
lalu
3. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
1. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
2. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
3. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
4. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
5. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
4. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat
marah secara :
1. Verbal
2. terhadap orang lain
3. terhadap diri sendiri
4. terhadap lingkungan
5. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
6. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
1. Fisik: pukul kasur dan batal, tarik nafas dalam
2. Obat
3. Social/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya
4. Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien
7. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik :
1. Latihan nafas dalam dan pukul kasur – bantal
2. Susun jadwal latihan dalam dan pukul kasur – bantal
8. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal :
1. Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
2. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal.
9. Latih mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual :
1. Latih mengontrol marah secara spiritual: sholat, berdoa
2. Buat jadwal latihan sholat, berdoa
10. Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat :
1. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar
nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu
minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat
berhenti minum obat
2. Susun jadwal minum obat secara teratur
11. Ikut sertakan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
mengontrol Perilaku Kekerasan
SP 1 Pasien :
Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah,
tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan,
akibatnya serta cara mengontrol secara fisik I

Orientasi:
“Selamat Pagi pak, perkenalkan nama saya Agung Nugroho, panggil saya Agung saya
mahasiswa Keperawatan dari Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga yang akan
praktek disini selama 2 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari pkl. 07.00-14.00. Saya
yang akan merawat bapak selama Bapak di rumah sakit ini. Nama bapak siapa,
senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah bapak”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10 menit?
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana kalau di
ruang tamu?”

Kerja :
“Apa yang menyebabkan Bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah marah?
Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?.
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak pulang ke rumah dan istri belum
menyediakan makanan(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang bapak
rasakan?”
“Apakah Bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot,
rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bapak lakukan?. Apa kerugian cara yang bapak lakukan?
Maukah bapak belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa
menimbulkan kerugian?”
”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalah dengan
cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkanrasa marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak berdiri,
lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan –lahan
melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung,
bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah
bisa melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu
rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”

Terminasi :
“Oya Pak, karena sudah 10 menit, apakah perbincangan ini mau diakhiri atau
dilanjutkan?”
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan bapak?”
”Iya jadi ada 2 penyebab bapak marah ........ (sebutkan) dan yang bapak rasakan ........
(sebutkan) dan yang bapak lakukan ....... (sebutkan) serta akibatnya ......... (sebutkan)
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak yang lalu, apa
yang bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan napas
dalamnya ya pak. ‘Sekarang kita buat jadual latihannya ya pak, berapa kali sehari
bapak mau latihan napas dalam?, jam berapa saja pak?”
”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain untuk
mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya pak”
SP 2 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2
a. Evaluasi latihan nafas dalam
b. Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal
c. Susun jadwal kegiatan harian cara kedua
Orientasi :
“Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya datang
lagi”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan bapak marah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan
fisik untuk cara yang kedua”
“Mau berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit?”
Dimana kita bicara?Bagaimana kalau di ruang tamu?”

Kerja :
“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-
debar, mata melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan
bantal”.
“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau
nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan
tersebut dengan memukul kasur dan bantal. Nah, coba bapak lakukan, pukul kasur dan
bantal. Ya, bagus sekali bapak melakukannya”.
“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”
“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah. Kemudian
jangan lupa merapikan tempat tidurnya”

Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”
“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi?Bagus!”
“Mari kita masukkan kedalam jadual kegiatan sehari-hari bapak. Pukul kasur bantal
mau jam berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 05.00 pagi. dan
jam jam 15.00 sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua
cara tadi ya pak. Sekarang kita buat jadwalnya ya pak, mau berapa kali sehari bapak
latihan memukul kasur dan bantal serta tarik nafas dalam ini?”
“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan belajar
bicara yang baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai jumpa”
SP 3 Pasien :
Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal :
a. Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik
b. Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik, meminta
dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
c. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
Orientasi :
“Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita ketemu
lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul kasur
bantal?, apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?”
“Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya.”
“Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis M, artinya
mandiri; kalau diingatkan suster baru dilakukan tulis B, artinya dibantu atau
diingatkan. Nah kalau tidak dilakukan tulis T, artinya belum bisa melakukan
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat yang
sama?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15
menit?”

Kerja :
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau
marah sudah dusalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal,
dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah.
Ada tiga caranya pak: Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara
yang rendah serta tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin Bapak bilang
penyebab marahnya karena minta uang sama isteri tidak diberi. Coba Bapat
minta uang dengan baik:”Bu, saya perlu uang untuk membeli rokok.” Nanti
bisa dicoba di sini untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba bapak
praktekkan. Bagus pak.”
Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin
melakukannya, katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang
ada kerjaan’. Coba bapak praktekkan. Bagus pak”
Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat
kesal bapak dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena perkataanmu
itu’. Coba praktekkan. Bagus”

Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
mengontrol marah dengan bicara yang baik?”
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari”
“Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali sehari
bapak mau latihan bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”
Coba masukkan dalam jadual latihan sehari-hari, misalnya meminta obat,
uang, dll. Bagus nanti dicoba ya Pak!”
“Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?”
“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah bapak
yaitu dengan cara ibadah, bapak setuju? Mau di mana Pak? Di sini lagi? Baik
sampai nanti
SP 4 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
a. Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan
sosial/verbal
b. Latihan sholat/berdoa
c. Buat jadual latihan sholat/berdoa
Orientasi :
“Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya datang
lagi” Baik, yang mana yang mau dicoba?”
“Bagaimana pak, latihan apa yang sudah dilakukan?Apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaimana rasa marahnya”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa marah yaitu
dengan ibadah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat tadi?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?

Kerja :
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Bapak lakukan! Bagus. Baik, yang
mana mau dicoba?
“Nah, kalau bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan tarik napas dalam.
Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga,
ambil air wudhu kemudian sholat”.
“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan.”
“Coba Bpk sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana?Coba sebutkan
caranya”

Terminasi :
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga
ini?”
“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”.
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan bapak. Mau berapa kali
bapak sholat. Baik kita masukkan sholat ....... dan ........ (sesuai kesepakatan pasien)
“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila bapak merasa
marah”
“Setelah ini coba bapak lakukan jadual sholat sesuai jadual yang telah kita buat
tadi”
“Besok kita ketemu lagi ya pak, nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol rasa
marah, yaitu dengan patuh minum obat.. Mau jam berapa pak? Seperti sekarang saja,
jam 10 ya?”
“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk mengontrol
rasa marah bapak, setuju pak?”
SP 5 Pasien :
Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah yang sudah
dilatih.
b. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama
pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan
benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat.
c. Susun jadual minum obat secara teratur
ORIENTASI
“Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita ketemu lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam, pukul kasur bantal, bicara
yang baik serta sholat?, apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?.
Coba kita lihat cek kegiatannya”.
“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat yang benar
untuk mengontrol rasa marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat kemarin?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit”

Kerja :
“Bapak sudah dapat obat dari dokter?”
Berapa macam obat yang Bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam berapa
Bapak minum? Bagus!
“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar
pikiran tenang, yang putih ini namanya THP agar rileks dan tegang, dan yang merah
jambu ini namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah berkurang. Semuanya ini
harus bapak minum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 sian g, dan jam 7 malam”.
“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu
mengatasinya bapak bisa mengisap-isap es batu”.
“Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya
istirahat dan jangan beraktivitas dulu”
“Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat apakah
benar nama bapak tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam berapa saja
harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar? Di sini minta obatnya
pada suster kemudian cek lagi apakah benar obatnya!”
“Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya
pak, karena dapat terjadi kekambuhan.”
“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadual ya pak.”

Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum obat yang
benar?”
“Coba bapak sebutkan lagijenis obat yang Bapak minum! Bagaimana cara minum obat
yang benar?”
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?. Sekarang kita
tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan semua
dengan teratur ya”.
“Baik, Besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauhma ana bapak melaksanakan
kegiatan dan sejauhmana dapat mencegah rasa marah. Sampai jumpa”
LP & SP
WAHAM
LAPORAN PENDAHULUAN

WAHAM

A. Pengertian
Waham adalah keyakinan sseseorang yang berdasarkan penilaian
realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengna tingkat
intelektual dan latar belakan g budaya klien. Waham dipengaruhi oleh
faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya penolakan,
kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orangtua dan aniaya
(Budi Anna Keliat, 1999).
waham adalah keyakinan tentang suatu pikiran yang kokoh , kuat,
tidak sesuai dengan kenyataan, tidak cocok dengan intelegensia dan latar
belakang budaya, selalu dikemukakan berulang-ulang dan berlebihan
biarpun telah dibuktikan kemustahilannya atau kesalahannyabatau tidak
benar secara umum. (Tim Keperawatan PSIK FK UNSRI, 2005)
Waham adalah keyakinan keliru yang sangat kuat yang tidak dapat
dikurangi dengan menggunakan logika (Anna Isaac, 2004)

B. Tanda dan Gejala


1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya yang berulang kali secara
berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan
2. Klien tampak tidak mempunyai orang lain
3. Curiga
4. Bermusuhan
5. Merusak (diri, orang lain, lingkungan)
6. Takut, sangat waaspada
7. Tidak tepat menilai lingkungan /realitas
8. Ekspresi wajah yang tegang
9. Mudah tersinggung

C. Klasifikasi/jenis/tipe Waham
1. Waham agama: percaya bahwa seseorang menjadi kesayangan
supranatural atau alat supranatural
2. Waham somatic: percaya adanya gangguan pada bagian tubuh
3. Waham kebesaran: percaya memiliki kehebatan dan kekuatan luar
biasa
4. Waham curiga: kecurigaan yang berlebihan atau irasional dan tidak
percaya dengan orang lain
5. Siar pikir: percaya bahwa pikirannya disiarkan ke dunia luar
6. Sisip pikir: percaya ada pikiran orang lain yang masuk dalam
pikirannya
7. Kontrol pikir: merasa perilakunya dikendalikan oleh pikiran orang
lain

D. Etiologi
a. Faktor predisposisi
 Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan
interpersonal seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan
ansietas yang berakhir dengan gangguan presepsi, klien
menekankan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual
dan emosi tidak efektif
 Faktor sosial budaya
Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat
menyebabkan timbul nya waham
 Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda bertentangan dapat
menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap
kenyataan
 Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atropi otak, pembesaran
ventrikel di otak atau perubahan pada sel kortikal dan lindik
 Faktor genetic
Gangguan orientasi realita yang ditemukan pada klien dengan
skizoprenia

b. Faktor presipitasi
 Factor social budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang
berarti atau diasingkan dari kelompok
 Factor biokimia
Dopamine, norepinepin dan zat halusinogen lainnya diduga dapat
menjadi penyebab waham pada seseorang
 Factor psikologis
Kecemasan yang memanjang dan terbatasnya kemampuan untuk
mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk
menghindari kenyataan yang menyenangkan.

Salah satu penyebab dari perubahan proses pikir waham yaitu gangguan
konsep diri, harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan
ideal diri. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan
negative terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, dan merasa gagal
mencapai keinginan

E. Terapi psikofarmaka, dll

Medikamentosa/Psikofarmaka/Obat Psikotropik

 Antipsikotik/Neuroleptik
 Antidepresan
 Antimania
 Antianxietas/anxiolitika
 Antiinsomnia/hipnotika
 Antihiperaktifitas
 Antikonvulsan
 Antiparkinson

Langkah2 menggunakan Psikofarmaka

 Identifikasi jenis gangguan, tegakkan

diagnosis

 Upayakan pemilihan obat yg tepat

 Jelaskan bagaimana cara & berapa lama

 Pengawasan Efek Samping Obat

 Hindari penggunaan obat terlalu singkat untuk anti depresan, jangka


waktu terlalu lama untuk obat tidur

 Cegah keinginan untuk pemberian obat seperti sebelumnya

a. Antipsikotik/Neuroleptik
Indikasi penggunaan antipsikotik
 Skizofrenia Akut & Kronis
 Psikosis akut, Psikosis organik
 Depresi berat dg gambaran psikotik yang jelas
 GG Bipolar
 Sindrom Gilles de la Tourette
b. Antipsikotik tipikal
 Memperbaiki gejala positif dari psikotik (gaduh gelisah, halusinasi,
waham)
 Tidak memperbaiki gejala negatif (afek yang datar, menarik diri, apati,
tidak ada keinginan untuk berbuat)
 Mempunyai efek sedasi

Antidepresan
 Antidepresan efektif untuk ggn depresi dan berbagai jenis ggn cemas.
 Antidepresan digolongkan menjadi:
1. Trisiklik (TCA) contohnya amitriptyline, imipramin, clomipramin.
2. SSRI contohnya: paroxetine, fluoxetine, fluvoxamine, sertraline.
3. Golongan lainnya contohnya mirtazapine, trazodone

Obat Anti Mania


 Lithium Carbonate
 Carbamazepin
 Clonazepam
 Asam Valproat
 Natrium Valproat

Pengobatan yang lain

 Electro Convulsive Therapy (ECT)


Konvensional
Premedikasi
Indikasi
Akut, gaduh gelisah
Medikamentosa tidak ada perubahan
Tentamen suicide

 Psikoterapi
Terapi scr psikologis utk memberi dorongan pasien dlm mengatasi
kejiwaannya
Reassurance, meyakinkan pasien akan kemampuannya, misal memberi
dukungan & umpan balik thd hal positif
Sugesti, saran/dorongan utk atasi mslh
Ventilasi, terapis bertindak sbg pendengar yg baik

 Relaksasi
Cara yang efektif dalam mengurangi efek stres digunakan dalam meditasi
tradisional maupun psikologi modern. Menggunakan beberapa bentuk
latihan pernafasan lebih bermanfaat pada orang dengan problem
emosional.
1. Berbaring di ruangan yang tenang , dimana anda tidak akan
terganggu
2. Tutup mata anda & konsentrasikan pikiran anda pada ritme
pernafasan anda
3. Cobalah bernafas lambat, teratur, dan penuh melalui hidung,
bernafas yang dalam
4. Kemudian hembuskan nafas pelan-pelan
5. Cobalah latihan ini 10 menit setiap hari

 Terapi Sosial
1. Terapi yg dilakukan thd lingkungan agar kondusif dlm membantu
proses perbaikan pasien
2. Lingkungan klg
3. Lingkungan sekolah/tempat kerja
4. Masyarakat sekitar tempat tinggal pasien

 Merujuk pada ahli kesehatan jiwa


1. Psikiater
2. Psikolog Klinis
3. Perawat Psikiatri
4. Pekerja sosial psikiatri

F. Masalah Keperawatan yang mungkin muncul


1. Perubahan proses pikir : waham
Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentan agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara
berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan
Data objektif :
Klien nampakntidak mempunyai lorang lain, curiga, bermusuhan,
merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat
waspada, tidak tepat menilai lingkungan/realitas, ekspresi wajah klien
tegang, mudah tersinggung.
Diagnosa keperawatan
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan waham.
Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri
rendah.

Intervensi Keperawatan waham:

Pasien Keluarga
Sp 1 Sp 1
1. Membantu orientasi 1. Mendiskusikan masalah
realita yang dirasakan keluarga
2. Mendiskusikan dalam merawat pasien
kebutuhan yang tidak 2. Menjelaskan pengertian,
terpenuhi tanda gejala dan jenias
3. Membantu pasien waham yang dialami
memenuhi kebutuhannya pasien beserta proses
4. Menganjurkan pasien terjadinya
memasukkan dalam 3. Menjelaskan cara-cara
jadwal kegiatan harian merawat pasien waham

Sp 2
Sp 2 1. Melatih keluarga
1. Menjadwalkan kegiatan mempraktikkan cara
harian pasien merawat pasien dengan
2. Berdiskusi tentang waham
kemampuan yang 2. Melatih keluarga
dimiliki melakukan cara merawat
3. Melatih kemampuan langsung kepada pasien
yang dimiliki waham

Sp 3
Sp 3 1. Membantu keluarga
1. Mengevaluasi jadwal membuat jadwal
kegiatan harian pasien aktivitas dirumah
2. Memberikan Pendidikan termasuk minum obat
kesehatan tentang 2. Mendiskusikan sumber
penggunaan obat secara rujukan yang bisa
teratur dijangkau keluarga
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN
GANGGUAN PROSES FIKIR : WAHAM

Pertemuan :I
Tanggal : 24 September 2020
Nama Klien : Ibu Monica
Ruangan : ……

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS: Klien mengatakan sesuatu yang diyakininya berulang kali secara berlebihan,
klien merasa sebagai orang hebat, klien merasa memiliki kekuatan.
DO:Banyak berkata-kata, inkoheren, klien tampak curiga.

2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan proses pikir : waham

3. Tujuan Khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat mengidentifikasi perasaan yang muncul secara berulang dalam pikiran
klien.
c. Klien dapat mengidentifikasi stressor atau pencetus waham.

4. Tindakan Keperawatan
 Bina hubungan saling percaya
 Bantu orientasi realita pasien
 Diskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
 Bantu pasien memenuhi kebutuhannya
 Anjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

B. Proses Pelaksanaan Tindakan


1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik : Selamat Sore ibu perkenalkan nama saya Intan Siska sari
purba. Saya senang dipanggil siska. Saya mahasiswa keperawatan Universitas
Binawan yang akan merawat ibu, saya praktek disini selama satu minggu,mulai
tanggal 24 September sampai 30 september 2020 .Nama ibu siapa? Senangnya
dipanggil siapa?
b. Evaluasi / validasi : Bagaimana perasaan ibu hari ini? Bagaimana tidurnya
semalam?
c. Kontrak
Topik : Ibu saya ingin berbincang – bincang tentang kemampuan yang ibu
miliki.
Waktu : Ibu kita akan berbincang – bincang jam berapa? Dan berapa lama?
Bagaimana jika jam 16.00 sampai 16.10?
Tempat : Dimana kita akan berbincang – bincang, bagaimana kalau kita
berbincang – bincang disini?
Tujuan : Kita berbincang – bincang agar kita saling mengenal.

2. Fase Kerja
Ibu sudah berapa lama disini?apa yang ibu rasakan hari ini? Waktu dibawa kesini ada
kejadian apa dirumah? Oow ibu merasa diri ibu adalahYesus. Saya mengerti dengan
yang ibu rasakan Memang ibu lahir tahun berapa?Ow Yesus kan lahir sudah lama
sekali dan sekarang sudah wafat, sedangkan ibu masih hidup, iakan? Jadi sebenarnya
apa yang sedang ibu butuhkan untuk kehidupan sehari-hari ibu? Ooh ibu ingin
mempunyai kegiatan. Coba sekarang ibu tulis kegiatan apa saja yang ingin ibu
lakukan. Wah bagus sekali kegiatan yang ibu inginkan.Sekarang ibu pilih 2 kegiatan
yang paling ibu ingin lakukan. Ooh ibu ingin bersih-bersih dan mengobrol. Kalau
begitu kita masukkan kedalam jadwal harian ya bu. Kalau ibu mengerjakannya sendiri
beri tanda M, kalau dibantu suster beri tanda B, kalau tidak dikerjakan beri tanda T.

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang – bincang dengan saya dan
menyusun kegiatan harian ibu?

b. Evaluasi Obyektif
Coba ibu sebutkan lagi kegiatan apa saja yang ibu ingin lakukan.
c. Rencana Tindak Lanjut
Saya harap ibu melakukan kegiatan-kegiatan tadi ya dan memasukkan kedalam
jadwal kegiatan harian ya bu.

d. Kontrak yang akan datang


Topik : Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi dan berbincang – bincang
lagi.
Waktu : Bagaimana kalau kita berbincang- bincang kembali besok jam 16.00
WIB selama 15 menit, apakah ibu setuju?
Tempat : Mau dimana besok kita berbincang – bincang, bagaimana kalau di
tempat ini lagi? Baiklah sampai bertemu lagi.
Selamat sore ibu .
LP & SP
RISIKO BUNUH DIRI
(RBD)
RISIKO BUNUH DIRI (RBD)

1. MASALAH UTAMA
Resiko bunuh diri

 2.  PROSES TERJADINYA MASALAH


a. Pengertian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya. Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar
(2000), bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara lain:
1) Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
2) Bunuh diri dilakukan dengan intensi
3) Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
4) Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif),
misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau
secara sengaja berada di rel kereta api.

b. Tanda dan gejala


1) Sedih
2) Marah
3) Putus asa
4) Tidak berdaya
5) Memeberikan isyarat verbal maupun non verbal

c. Penyebab
Secara universal: karena ketidakmampuan individu untuk menyelesaikan masalah.
Terbagi menjadi:
1) Faktor Genetik
2) Faktor Biologis lain
3) Faktor Psikososial & Lingkungan

d. Faktor genetik (berdasarkan penelitian):


1) 1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu yang menjadi
kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami gangguan mood/depresi/ yang
pernah melakukan upaya bunuh diri.
2) Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar dizigot.

e. Faktor Biologis lain:


Biasanya karena penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnya:
1) Stroke
2) Gangguuan kerusakan kognitif (demensia)
3) DiabetesPenyakit arteri koronaria
4) Kanker
5) HIV / AIDS

f. Faktor Psikososial & Lingkungan:

1) Teori Psikoanalitik / Psikodinamika: Teori Freud, yaitu bahwa kehilangan objek


berkaitan dengan agresi & kemarahan, perasaan negatif thd diri, dan terakhir depresi.
2) Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif negatif yang berkembang,
memandang rendah diri sendiri
3) Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga, penipuan, kurangnya sistem
pendukung social

g. Akibat
Resiko bunuh diri dapat megakibatkan sebagai berikut :
a. Keputusasaan
b. Menyalahkan diri sendiri
c. Perasaan gagal dan tidak berharga
d. Perasaan tertekan
e. Insomnia yang menetap
f. Penurunan berat badan
g. Berbicara lamban, keletihan
h. Menarik diri dari lingkungan social
i. Pikiran dan rencana bunuh diri
j. Percobaan atau ancaman verbal
C.   POHON MASALAH
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain danlingkungan

  Resiko bunuh diri


Harga diri rendah

D.MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

1. Pengkajian Faktor Resiko Perilaku bunuh Diri


a. Jenis kelamin: resiko meningkat pada pria
b. Usia: lebih tua, masalah semakin banyak
c. Status perkawinan: menikah dapat menurunkan resiko, hidup sendiri merupakan
masalah.
d. Riwayat keluarga: meningkat apabila ada keluarga dengan percobaan bunuh diri /
penyalahgunaan zat.
e. Pencetus ( peristiwa hidup yang baru terjadi): Kehilangan orang yang dicintai,
pengangguran, mendapat malu di lingkungan social.
f. Faktor kepribadian: lebih sering pada kepribadian introvert/menutup diri.
g. Lain – lain: Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih lebih beresiko mengalami
perilaku bunuh diri.
2. Masalah keperawatan
a.       Resiko Perilaku bunuh diri
DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup. DO : ada isyarat
bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuhdiri.
b.      Koping maladaptive
DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.
DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.
E.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.    Diagnosa 1 : Resiko bunuh diri
2.    Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
3.    Tujuan khusus :
a.    Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1)      Perkenalkan diri dengan klien
2)      Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
3)      Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
4)      Bersifat hangat dan bersahabat.
5)      Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
b.    Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan :
1)        Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet, gunting, tali, kaca,
dan lain lain).
2)        Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
3)        Awasi klien secara ketat setiap saat.

c.       Klien dapat mengekspresikan perasaannya


Tindakan:
1)      Dengarkan keluhan yang dirasakan.
2)      Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan.
3)        Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya.
4)        Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian, dan lain lain.
5)        Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup.

d.      Klien dapat meningkatkan harga diri


Tindakan:
1)      Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
2)      Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
3)      Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan antar sesama,
keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).

e.       Klien dapat menggunakan koping yang adaptif


Tindakan:
1)        Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang menyenangkan setiap hari
(misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis surat dll.)
2)        Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan pentingnya terhadap
kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.
3)        Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu masalah
dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi
masalah tersebut dengan koping yang efektif

1.      Diagnosa 2 : Gangguan konsep diri: harga diri rendah


2.      Tujuan umum : Klien tidak melakukan kekerasan
3.      Tujuan khusus :
1.      Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a.    Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan
tujuan interaksi.
b.    Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c.    Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

2.      Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
a.             Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b.            Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
c.             Utamakan pemberian pujian yang realitas
3.      Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan keluarga
Tindakan:
a.    Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b.    Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
4.      Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
a.    Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
b.    Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
c.    Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5.      Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
a.             Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b.            Beri pujian atas keberhasilan klien
c.             Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6.      Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
a.             Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
b.            Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c.             Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
d.            Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

1.      Diagnosa : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan


lingkungan
2.      Tujuan umum :
-          Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3.      Tujuan khusus :
-          Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
-          Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
-          Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
-          Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang baik
4.      Tindakan :
-          Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
-          Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
o   Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
o   Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang positif
o   Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
o   Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
o   Merencanakan yang dapat pasien lakukan
-          Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
o   Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
o   Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara penyelesian masalah
o   Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik

F.     RENCANA TINDAKAN KPERAWATAN


a.       Ancaman atau percobaan bunuh diri
1.      Intervensi pada pasien
a)      Tujuan keperawatan
Pasien tetap aman dan selamat.
b)     Tindakan keperawatan
Melindubgi pasien dengan cara:
·                     Temani pasien terus-menerus sampai pasein dapat dipindahkan ke tempat yang aman
·                     Jauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya: pisau, silet, gelas, dan tali pinggang)
·                     Periksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya jika pasien mendapatkan
obatnya.
·                     Dengan lembut, jelaskan pada pasien bahwa anda akan melindungi pasien sampai tidak
ada keinginan bunuh diri.

STRATEGI PELAKSANAAN RESIKO BUNUH DIRI

A. Kondisi Klien
Sedih, marah, putus asa, tidak berdaya, memberikan isyarat verbal maupun non verbal

B. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri

C. Tujuan
1)  Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya
2)  Pasien dapat mengungkapkan perasaanya
3)  Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
4)  Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik

D. Tindakan Keperawatan
1) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan
meminta bantuan dari keluarga atau teman.
2) Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
a. Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
b. Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif.
c. Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
d. Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
e. Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan
3) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
a. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
b. Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara penyelesaian
masalah
c. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik.
E. Strategi Pelaksanaan
SP 1: Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri
Melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.
·        Orientasi :
”Selamat pagi Pak, kenalkan saya Agung Nugroho, biasa di pangil Agung, saya
mahasiswa Keperawatan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga yang bertugas di
ruang ini, saya dinas pagi dari jam 7 pagi – 2 siang .”
”Bagaimana perasaan A hari ini? ”
” Bagaimana kalau kita bercakap – cakap tentang apa yang A rasakan selama ini.
Dimana dan berapa lama kita bicara?”

·   Kerja
”Bagaimana perasaan A setelah ini terjadi? Apakah dengan bencana ini A paling merasa
menderita di dunia ini? Apakah A pernah kehilangan kepercayaan diri? Apakah A
merasa tidak berharga atau bahkan lebih rendah dari pada orang lain? Apakah A merasa
bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? Apakah A sering mengalami kesulitan
berkonsentrasi? Apakah A berniat unutuk menyakiti diri sendiri? Ingin bunuh diri atau
berharap A mati? Apakah A pernah mencoba bunuh diri? Apa sebabnya, bagaimana
caranya? Apa yang A rasakan?”
” Baiklah, tampaknya A membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk
mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar A ini untuk memastikan tidak
ada benda – benda yang membahayakan A)”
” Karena A tampaknya mash memilikikeinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup A, saya
tidak akan membiarkan A sendiri”
” Apa yang A lakukan jika keinginan bunuh diri muncul?”
” Kalau keninginan itu muncul, maka akan mengatasinya A harus langsung minta bantuan
kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga atau teman yang sedang besuk. Jadi A
jangan sendirian ya, katakan kepada teman perawat, keluarga atau teman jika ada
dorongan untuk mengakhiri kehidupan.”
” Saya percaya A dapat mengatasi masalah.”

·     Terminasi :
”Bagaimana perasaan A sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin
bunuh diri?”
”Coba A sebutkan lagi cara tersebut!”
” Saya akan menemani A terus sampapi keinginan bunuh diri hilang.” (jangan
meninggalkan pasien).

DAFTAR PUSTAKA

Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai