Anda di halaman 1dari 13

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Dosen Pengampu

Nurul Aulia Rahman,S.Pd.,M.Pd

Oleh

Nama : Rufija Gay Tabona

Npm : 03291911048

Kelas/Semester : V/B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KHAIRUN

TERNATE

2021
A. PENGERTIAN BELAJAR
Secara umum, belajar dapat di artikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi
individu dengan lingkungan. Dengan pengertian ini kita dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan
sebagai berikut: Apakah yang dimaksud dengan perilaku?; Perubahan perilaku bagaimana
termasuk belajar?; dan Apakah perubahan perilaku dapat terjadi pada setiap individu yang
berinteraksi dengan lingkungan?. Perilaku itu mengandung pengertian yang luas. Hal ini
mencakup pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap dan sebagainya. Setiap perilaku ada
yang nampak dan ada pula yang tak nampak. Perilaku yang nampak disebut penampilan atau
behavioral perfomance. Sedangkan yang tidak bisa diamati disebut kecenderungan perilaku atau
behavioral tendency. (Ali, 2002). Lebih lanjut Ali menyatakan bahwa pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, sikap dan sebagainya yang dimiliki seseorang tidak dapat diidentifikasi karena ini
merupakan kecenderungan perilaku saja. Hal ini dapat diidentifikasi dari penammpilan.
Penampilan ini dapat berupa kemampuan menjelaskan, menyebutkan sesuatu atau melakukan
suatu perbuatan. Jadi, kita dapat mengidentifikasi hasil belajar melalui suatu penampilan. Tidak
semua perubahan perilaku sebagaimana dideskripsikan di atas adalah hasil belajar. Ada
diataranya terjadi dengan sendirinya, karena proses perkembangan. Seperti halnya bayi dapat
memegang sesuatu setelah mencapai usia tertentu. Keadaan ini bukan hasil belajar melainkan
kematangan atau maturation. Ini merupakan faktor penting yang mempengaruhi hasil belajar.

Perubahan perilaku dalam proses belajar adalah akibat dari interaksi dengan lingkungan.
Interaksi ini biasanya berlangsung secara disengaja. Sedikitnya ada tiga hal yang membuat
seseorang melakukan proses belajar yaitu kesiapan/readines, motivasi dan tujuan yang ingin
dicapai.

a. Definisi Belajar Menurut James O. Wittaker Menurut James O. Wittaker, belajar dapat
didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan
atau pengalaman. “Learning may be defined as the process by which behavior originates
or is altered through training or experience” (Whittaker, 1970:15) Dengan demikian,
perubahan-perubahan tingkah laku akibat pertumbuhan fisik atau kematangan, kelelahan,
penyakit, atau pengaruh obat-obatan adalah tidak termasuk sebagai belajar.
b. Definisi Belajar Menurut Cronbach Menurut Cronbach dalam bukunya yang berjudul
“Educational Psycology” sebagai berikut. “Learning is shown by change in behavior as a
result of axperience”. (Cronbach, 1954: p. 47). Dengan demikian, belajar yang efektif
adalah melalui pengalaman. Dalam proses belajar, seseorang berinteraksi langsung
dengan obyek belajar dengan menggunakan semua alat indranya.
c. Definisi Belajar Menurut Howard L. Kingsley Menurut Howard L. Kingsley, definisi
belajar sebagai berikut. “Learning is the process by which behavior (in the broader sense)
is originated or changed through practice or training.” (Kingsley, 1957: 12) Dengan
demikian belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam artian luas) ditimbulkan atau
diubah melalui praktik atau latihan.
d. Learning is the acquisition of information and knowledge of skill and habits and of
attitudes and beliefs. It is always invovels a change in of these areas-achange brougth
about learners’s experience.
e. Learning is all changes in behaviour that result from experience, providing these changes
are relatively permanent, don not result simply from growth or maturation, and are not
the temporary effects offactors such fatigue or drug.
f. Belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus
dan respon.
g. Belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon
yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat
diukur.
h. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah
laku yang dapat diamati dan dapat diukur.
i. Belajar merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas
mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf.
j. Belajar adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk
akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (discovery learning).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses dan aktivitas
yang melibatkan seluruh indra yang mampu mengubah perilaku seseorang terhadap dirinya
sendiri, orang lain dan lingkungannya. Belajar juga merupakan suatu proses pengekplorasian
terhadap suatu obyek yang dapat disintesis untuk menuju sempurna. Indikator adanya
kegiatan belajar yaitu adanya perubahan tingkah laku, perubahan pola pikir, dan perubahan
sikap. Perubahan perilaku yang disebabkan oleh kegiatan belajar; pertama, perubahan
perilaku secara subyektif; misalnya melamun. Bila kita melihat seseorang yang melamun, ia
belum tentu diam, kemungkinan orang tersebut belajar. Kedua, perilaku secara obyektif;
misalnya melihat aktivitas dan sikap seseorang, misanya membaca, latihan, dan perubahan
pola pikir dari sikap yang buruk ke sikap yang lebih baik. Kedua perubahan perilaku sebagai
dampak orang tersebut belajar dipengaruhi unsur-unsur tertentu.

Unsur-unsur tersebut terdiri dari:

1) Motivasi.

Motivasi terdiri dari dua macam yaitu: motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
Motivasi Intrinsik adalah dorongan dari dalam diri sendiri (kesadaran). Contoh: mau belajar
memang berasal dari kesadaran diri sendiri. Motivasi Ekstrinsik adalah dorongan yang berasal
dari luar diri individu. Contoh: mengambil jurusan paksaan dari orang tua. Motivasi ekstrinsik
dapat berubah menjadi motivasi instrinsik karena ada faktor yang muncul dan berubah secara
sungguh-sungguh sehingga dengan sendirinya kesadaran akan ada. Motivasi bersifat dinamis
atau naik turun.

2) Alat.

Misalnya: sarana (alat peraga, audiovisual, slide atau OHP)

3) Bahan.

GPPP, kurikulum dan silabus. Kurikulum berkembang adanya tuntutan teknologi.

4). Situasi; dan

5) Kondisi subyek seperti kesehatan, intelegensi.

1. Belajar Termasuk dalam Kawasan Psikologi Secara etimologis, kata psikologi terdiri dari
dua kata, yakni psyche yang berarti jiwa atau ruh, dan logos yang berarti ilmu atau ilmu
pengetahuan. Psikologi memiliki hubungan dengan ilmu pengetahuan lain seperti ilmu
alam, biologi, sosiologi dan pedagogi (Burhanudin,2005)
a. Hubungan psikologi dengan ilmu alam Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan
pada umumnya memberikan bahwa ilmu alam merupakan ilmu pengetahuan yang
memisahkan diri, ilmu pengetahuan alam mengalami kemajuan yang cukup cepat,
sehingga ilmu pengetahuan alam menjadi contoh perkembangan ilmu lainnya
termasuk di dalamnya psikologi. Melihat perkembangan itu, sementara ahli ada
yang berpendapat bahwa kalau psikologi ingin mendapatkan kemajuan maka
psikologi haruslah mengikuti cara kerja yang ditempuh oleh ilmu pengetahuan alam.
b. Hubungan psikologi dengan biologi Biologi mempelajari kehidupan manusia
dengan menitik beratkan perhatian dan penyelidikan pada aspek jasmaniah, karena
keadaan jasmaniah dapat mempengaruhi keadaan rohani. Begitu pula sebaliknya,
keadaan ruhaniah dapat dilihat pada adanya perubahan sikap jasmaniah. Keterkaitan
hubungan psikologi dan biologi dapat dilihat pada seorang ibu yang sedang hamil,
dimana hubungan keduanya sangat berpengaruh bagi perkembangan dan
pertumbuhan janin. Terbukti, jika asupan vitamin tubuh ibu hamil kurang atau tidak
terpenuhi, maka kandungan akan dirasa sering sakit dan akan menimbulkan efek
pada anak yang dikandungnya, baik jasmani maupun rohani anak. Di antara efek
tersebut adalah anak lahir dengan anggota badan yang tidak normal (lemah fisik),
ingatan kurang cerdas, dan sebagainya.
c. Hubungan psikologi dengan sosiologi Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang
mempelajari manusia dalam masalah hidup bermasyarakat. Dari sini dapat diketahui
bahwa baik psikologi maupun sosiologi adalah sama sama berobyek manusia.
Karenanya, tidaklah mengherankan bila sewaktu-waktu terdapat titik temu di dalam
meninjau manusia itu, misalnya dalam masalah tingkah lakunya. Menurut
Burhanudin (2010:22) bahwa studi tinjauan sosiologi yang terpenting adalah
kehidupan sosial kemasyarakatan manusia, sedangkan tinjauan psikologi adalah
tingkah laku sebagai penjelmaan hidup kejiwaan yang didorong motif tertentu
hingga manusia bergerak dan berbuat.
d. Hubungan psikologi dengan pedagogi Psikologi mempunyai pengaruh besar
terhadap kemajuan dan perkembangan pendidikan. Psikologi memberikan
bimbingan kepada pendidikan, misalnya mengajarkan cara anak belajar, berpikir,
mengingat, berkonsentrasi, dan sebagainya. Dengan kata lain, pedagogi akan dapat
mencapai sasaran bimbingan bila ia dapat memahami langkah-langkah yang sesuai
dengan petunjuk psikologi. Keeratan hubungan antara psikologi dengan pedagogi
tersebut telah memunculkan educational psychology (psikologi pendidikan).
Psikologi adalah ilmu yang secara sistematis mempelajari dan mencoba untuk
menjelaskan kebiasan atau perilaku yang dapat diamati dan ini berhubungan dengan
proses yang tak nampak baik yang dipengaruhi dari dalam diri organisme itu sendiri
dan lingkungan luar organisme tersebut. Psikologi bukanlah ilmu jiwa tetapi
psikologi adalah ilmu yang diperoleh berdasarkan kebenaran. Pendidikan
merupakan latihan dan beberapa ide yang dipinjam atau diproleh berdasarkan
kebenaran itu. Karena belajar merupakan bagian dari pendidikan, dapat dikatakan
bahwa belajar termasuk dalam kawasan psikologi. Phsycology Science + Truth
Education Practice + Few Ideas Borrowed From The Truth Gambar 1. Belajar
Termasuk dalam Kawasan Psikologi Menurut Soemanto (2006:122), teori belajar
selalu bertolak dari sudut pandang psikologi belajar tertentu. Dengan
berkembangnya psikologi dalam pendidikan, maka bermunculan pula teori tentang
belajar. Lebih lanjut, Syukur (2005:18), dalam perkembangannya, belajar tidak bisa
dipisahkan dari aspek psikologi. Aspek inilah yang akan sangat mempengaruhi
belajar peserta didik secara intern, karena meskipun faktor ekstern juga
mempengaruhi, namun dominasinya akan kembali pada internal individu yang
terlibat langsung pada proses tersebut.

2. Sejarah Perkembangan Teori-teori Belajar Seringkali pembaca sering mengalami


kebingungan dengan bermacam-macam teori-teori belajar yang ada. Misanya, pembaca
sudah mengetahui bahwa teori-teori belajar dilandaskan pada psikologi tertentu seperti
teori belajar behaviorisme didasarkan pada psikologi behaviorisme dan teori belajar
kognitif didasarkan pada psikologi kognitif dan lain sebagainya. Akan tetapi pada sisi lain,
pembaca menemukan sumber bacaan adanya teori belajar asosiasi, adanya teori belajar
gestalt dan lain-lain. Hal ini tentu saja akan sangat membingungkan jika pembaca tidak
atau belum mengetahui sejarah perkembangan teori-teori belajar yang dilandaskan pada
psikologi tertentu. Berikut akan dijelaskan “sejarah perkembangan teori belajar yang
dilandaskan pada psikologi belajar tertentu” yang dikutip dari buku yang berjudul Guru
dalam Proses Belajar Mengajar halaman 15-20. Setiap teori mempunyai landasan sebagai
dasar perumusan. Bila ditinjau dari perumusan tersebut ada tiga teori belajar yang
berlandasakan psikologi belajar tertentu, yakni:
a. Teori belajar menurut psikologi daya (Faculty Theori) Teori tentang belajar yang
berlandaskan psikologi daya merupakan teori belajar yang pertama kali muncul.
Menurut para ahli psikologi daya, mental itu terdiri dari sejumlah daya yang satu
sama lain terpisah. Seperti daya mengamati, mengingat, menanggapi, menghayal, dan
berpikir. Setiap daya dapat diatih. Mengingat misalnya, dapat dilatih dengan melalui
hafalan, berpikir melalui berhitung, demikan pula dengan daya yang lain. Belajar
menurut teori ini adalah meningkatkan kemampuan daya-daya melalui latihan. Nilai
suatu bahan pelajaran terletak pada nilai formalnya, bukan pada nilai materialnya.
Jadi, apa yang penting tidak dipersoalkan. Sebab yang penting dari suatu bahan
pelajaran adalah pengaruhnya dalam membentuk daya-daya tertentu. Kemampuan
daya yang sudah terbentuk dan berkembang pada seseorang dialihkan pada situasi
baru dalam kehidupan. Teori daya tidak berkembang luas seperti teori asosiasi dan
teori gestalt sehingga tidak begitu populer.
b. Teori Belajar Asosiasi Penelitian tentang belajar secara lebih cermat pada umumnya
baru dimulai pada abad keduuapuluh. Herman Ebbinghaus (1913) dan Bryan and
Harter meletakkan dasar-dasar eksperimen tentang belajar. Ebbinghaus mengadakan
eksperimen tentang “nonsence syllables atau suku-suku kata tak bermakna” yang
dilakukan terhadap dirinya sendiri. Ia menemukan tentang asosiasi verbal. Ia pun
menemukan pula tentang kurva ingatan dan lupa. Peletakan dasar teori Ebbinghaus
mengenai asosiasi verbal dilanjutkan oleh tokoh-tokoh psikologi asosiasi. Para ahli
psikologi asosiasi mempunyai pandangan berlainan dengan ahli psikologi daya.
Menurut psikologi asosiasi, perilaku individu pada hakikatnya terjadi karena adanya
pertalian atau hubungan antara stimulus (rangsangan) dan respon. Individu
mengeluarkan air liur karena tercium oleh bau masakan sedap. Berteriak “aduh”
karena kakinya terjepit. Bila hal ini dianalogikan dengan bahan pelajaran, misalkan
3x4 = 12 atau ibu kota Filipina adalah Manila. Dari contoh tersebut 3x4 dan Filipina
adalah stimulus sedang 12 dan Manila adalah respon, dapat dikatakan, bahwa S
mempunyai suatu ikatan atau bond dengan R tertentu. Oleh sebab itu, teori ini juga
dikenal dengan S→ R Bond Theory. Teori ini besar sekali pengaruhnya terhadap
proses belajar mengajar atau pembelajaran. Terutama sekali yang berkembang dewasa
ini menggunakan alat mekanik dan elektronik. Mesin mengajar yang ditemukan oleh
Sydney L. Pressey (1926), dikembangkan menjadi pengajaran berprogram atau
Programmed Instruction oleh Baron F. Skinner (1954); bahkan dewasa ini dikenal
dengan Pengajaran Komputer/Computer Assisted Instruction atau CAI cara kerjanya
berlandaskan kepada teori asosiasi. Teori asosiasi mulai dipopulerkan oleh Edward
Lee Thorndike berdasarkan penelitian dilakukan pada tahun 1913. Hasil penelitian
Thorndike terutama sekali menekankan pentingnya kesiapan, latihan, dan pada hasil
yang menyenangkan (good effect) dalam belajar. Dalam situasi problematis, belajar
dilakukan dengan melalui trial and error atau cara coba-coba. Bila individu menerima
suatu stimulus yang terdiri dari sejumlah kemungkinan respons, pembentukan
ikatan/hubungan S→ R dilakukan dengan cara coba-coba. Dalam hal ini individu
berusaha menemukan kemungkinan yang tepat untuk merespon stimulus tersebut.
Bila berhasil terbentuklah hubungan S → R tersebut. Teori kemudian berkembang
dan penelitian berikutnya dilanjutkan oleh Pavlov, Watson, Skinner dan para
behavirist lainnya.
c. Teori Belajar Gestalt Pandangan para ahli psikologi gestalt tentang belajar berbeda
dengan ahli psikologi asosiasi. Psikologi gestalt memandang bahwa belajar terjadi
bila diperoleh melalui pemahaman. Pemahaman atau insight timbul secara tiba-tiba,
bila individu telah dapat melihat hubungan antara unsur-unsur dalam siituasi
problematis. Dapat pula dikatakan bahwa insight timbul pada saat individu dapat
memahami struktur yang semula merupakan suatu masalah. Dengan kata lain insight
adalah semacam reorganisasi pengalaman yang terjadi secara tiba-tiba, seperti ketika
seseorang menemukan ide baru atau menemukan pemecahan suatu masalah. Belajar
dengan insight sebagai dasar teori gestalt tercermin dalam tulisan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Wolfgang Kohler (1929) dan Kurt Koffka (1929). Kohler
melakukan percobaan terhadap seekor simpanse yang dimasukkan ke dalam sebuah
kandang. Di atas kandang terdapat pisang. Dengan hanya menjulurkan tangan, pisang
tidak dapat dijangkau. Di dalam kandang terdapat tiga buah kotak. Dalam situasi
demikian, simpanse selalu berupaya untuk menjangkau pisang. Akhirnya, ia
menemukan hubungan antara dirinya, tiga buah kotak dan pisang. Dengan
menumpukkan ke tiga kotak tersebut, ia dapat menjangkau pisang begitu berdiri di
atasnya. Kohler menamakan hal ini dengan insight. Insight diperoleh secara tiba-tiba
begitu ia menemukan hubungan antara unsur unsur dalam situasi yang semula
merupakan suatu masalah bagi dirinya. Max Wartheimer (1945) dan Katona (1940)
mencoba mempelajari tentang insight pada manusia. Wartheimer menggambarkan
bagaimana anak-anak dapat memecahkan soal geometri. Dengan hanya mengetahui
rumus luas sebuah segi empat, disuruh memecahkan sebuah soal, mencari luas sebuah
jajaran genjang. Sementara anak ada yang mengalikan panjang dengan lebar (analogi
dengan rumus luas segi empat). Tentu hal ini merupakan cara yang salah. Tetapi anak
lain yang dapat melihat inti dari struktur jajaran genjang, mendapatkan bahwa dengan
menarik sebuah diagonal akan didapati dua buah segitiga sama dan sebangun
(kongruen). Dengan mencari luas dua buah segitiga dikalikan dua, anak tersebut dapat
memperoleh pemecahan soal. Jadi, insight pada dasarnya dapat pula diperoleh dengan
melihat struktur esensial dalam situasi problematis. Bila kita kaji lebih jauh, ternyata
teori gestalt berlandaskan pada segi kognitif. Sedangkan teori asosiasi berlandaskan
pada hubungan S→ R. Berdasarkan penjelasan tersebut dengan kata lain bahwa teori
belajar asosiasi merupakan teori belajar behaviorisme yang berlandaskan psikologi
asosiasi atau psikolgi behaviorisme yang berorientasi pada perilaku, teori belajar
gestalt merupakan teori belajar kognitif yang berlandaskan pada psikologi gestalt atau
psikologi kognitif. Dalam perkembangannya, teori belajar humanisme merupakan
respon dari dua buah teori belajar behaviorisme dan teori belajar kognitif.

a) Psikologi Behaviorisme Ahli-ahli psikologi behaviorisme merumuskan teori dengan


melakukan eksperimen terhadap binatang dengan tujuan untuk mengamati perilaku dari
binatang itu. Para behaviorist memberikan pandangan bahwa perilaku menjadi indikator
utama bagi seseorang melakukan kegiatan belajar. Faktor internal tidak begitu
diperlukan. Manusia merupakan makhluk reaktif yang memberikan responsnya terhadap
lingkungannya. Pengalaman masa lampau dan pemeliharaan akan membentuk perilaku
mereka. Teori belajar yang berlandaskan pada psikologi behaviorisme mengutamakan
tingkah laku sebagai indikator dalam belajar. Ahli-ahli pada aliran ini yaitu Thorndike,
Pavlov, Watson, Skiner, Guthrie, dan Hull.
b) Psikologi Kognitifisme Aliran ini berpendapat bahwa ranah kognitif lebih merupakan
faktor penggerak utama seseorang melakukan kegiatan belajar. Secara umum, orang lebih
mengutamakan rasionalitas ketika berada dalam kegiatan belajar. Ahli-ahli yang
menganut aliran ini yaitu Piaget, Ausubel, Bruner, Gagne, dan Stenberg.
c) Psikologi Humanisme Psikologi humanisme merupakan aliran psikologi yang
berlandaskan pada eksistensialisme, yaitu paham yang menolak menempatkan manusia
semata-mata sebagai hasil hereditas atau lingkungan. Aliran ini menganggap bahwa
setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib
atau eksistensinya, serta bertanggung jawab atas pilihan dan eksistensinya itu. Ahli-ahli
yang mendukung psikologi humanisme antara lain Maslow, Rogers, Vygotsky, Kohlberg,
Bandura, dan J.J Rosseau.

B. PENGERTIAN PEMBELAJARAN

Pembelajaran Adapun definisi belajar adalah sebagai berikut.

a. Menurut Hamalik Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun antara unsur
manusiawi, material, fasilitas, dan rencana yang saling mempengaruhi untuk mencapai
suatu tujuan.
b. Menurut Gagne dan Briggs (1979:3) Instruction atau pembelajaran adalah suatu sistem
yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa
yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung
terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.
c. Menurut Eggen & Kauchak (1998) Menjelaskan bahwa ada enam ciri pembelajaran yang
efektif, yaitu:
1) siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui meng-
observasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-
perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan kesamaan-
kesamaan yang ditemukan,
2) guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam
pelajaran,
3) aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian,
4) guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada siswa
dalam menganalisis informasi,
5) orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan
keterampilan berpikir, serta
6) guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan
gaya mengajar guru.
d. Menurut Dimyati dan Mudjiono Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram
dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan
pada penyediaan sumber belajar.
e. UUSPN No.20 Tahun 2003 Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.Pembelajaran sebagai proses
belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan
mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik
terhadap materi pembelajaran.
f. Pembelajaran Menurut Knirk & Gustafson Pembelajaran merupakan suatu proses yang
sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan dan evaluasi. Dalam hal ini
pembelajaran tidak terjadi seketika, melainkan sudah melalui tahapan perancangan
pembelajaran. Proses pembelajaran aktivitasnya dalam bentuk interaksi belajar mengajar
dalam suasana interaksi edukatif, yaitu interaksi yang sadar akan tujuan, artinya interaksi
yang telah dicanangkan untuk suatu tujuan tertentu setidaknya adalah pencapaian tujuan
instruksional atau tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan pada satuan pelajaran.
Kegaitan pembelajaran yang diprogramkan guru merupakan kegiatan integralistik antara
pendidikan dengan peserta didik. Kegiatan pembelajaran secara metodologis berakar dari
pihak pendidik yaitu guru, dan kegiatan belajar secara pedagogis berakar dari pihak
peseta didik.
g. Pembelajaran (pengajaran) adalah upaya untuk membelajarkan siswa (Degeng dalam
Uno, 2006).
h. Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu
perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu
itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Surya, 2004). Pembelajaran adalah
setiap kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu seseorang mempelajari suatu
kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahap
rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar (Knirk &
Gustafson dalam Sagala, 2005). Dalam proses, pembelajaran dikembangkan melalui pola
pembelajaran yang menggambarkan kedudukan serta peran pendidik dan peserta didik
dalam proses pembelajaran Pengertian pembelajaran dirumuskan para pakar, antara satu
dengan yang lainnya terdapat perbedaan. Perbedaan ini disebabkan latar belakang
pandangan maupun teori yang dipegang. Menurut Ali (2002:10) terdapat beberapa alasan
mengapa muncul beberapa pengertian-pengertian itu. Di antara alasan itu adalah:
1. Karena adanya perbedaan dalam mengidentifikasi fakta. Dasar perumusan
suatu teori adalah fakta yang diidentifikasikan melalui penelitian terhadap
sejumlah subyek sebagai sampel. Antara seorang ahli dengan ahli lain
penelitian dilakukan terhadap obyek yang berbeda. Perbedaan ini
mengakibatkan hasil yang berbeda pula.
2. Perbedaan penafsiran fakta. Perbedaan ini pada umumnya disebabkan oleh
latar belakang penjumlahan yang berbeda-beda. Perumusan suatu teori
disamping terpengaruh oleh penafsiran terhadap fakta, juga oleh banyaknya
fakta yang dapat diidntifikasi. Dengan demikian, teori yang dirumuskan pun
berbeda pula.
3. Perbedaan terminologi (peristilahan) yang digunakan serta konotasi masing-
masing istilah itu. Peristilahan yang digunakan sebagai dasar analisis dan
pembahasan ilmiah seringkali berbeda-beda. Setiap istilah mempunyai
konotasi tertentu. Oleh karena itu, teori sebagai hasil studi ilmiah berbeda-
beda sejalan dengan perbedaan istilah yang digunakan dan konotasinya
masing masing.
4. Perbedaan penekanan terhadap aspek tertentu. Dalam melakukan studi tentang
mengajar ataupun belajar setiap ahli memberi penekanan terhadap aspek
tertentu. Studi tentang mengajar ada yang menekankan pentingnya proses
belajar siswa/peserta didik, ada pula yang menekankan kepada peranan guru.
Demikian pula tentang belajar, ada yang menekankan pada aspek asosiasi
antara hubungan antara stimulus dan respon, ada pula menekankan pentingnya
hasil kognitif. Hal ini membawa pengaruh terhadap kesimpulan yang
diperoleh.

Anda mungkin juga menyukai