Anda di halaman 1dari 7

“TAKHRIJ HADITH”

A. Pengenalan Takhrij Hadith Secara Teoritis

1. Pengenalan Takhrij 
Takhrij secara teoritis menurut bahasa memiliki beberapa makna yaitu
berasal dari kata kharaja (‫ )خرج‬yang artinya nampak dari tempatnya atau
keadaaannya, dan terpisah, dan kelihatan. Demikian juga kata al-ikhraj (
‫ )االخرج‬yang artinya menampakkan dan memperlihatkannya. Dan kata al-
makhraj (‫ )المخرج‬yang artinya tempat keluar dan akhraj al-hadist wa
kharajahu artinya menampakkan dan memperlihatkan hadist kepada orang
dengan menjelaskan tempat keluarnya. Mahmud al-Thahhan dalam kitabnya
Usul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, menjelaskan bahwa al-takhrij menurut
pengertian asal bahasanya ialah “berkumpulnya dua perkara yang
berlawanan pada sesuatu yang satu”.
Kata al-takhrij sering dimunculkan dalam berbagai pengertian, dan
pengertian yang populer al-takhrij adalah (1) al-istimbat artinya
“mengeluarkan” (2) al-tadrib artinya “melatih atau pembiasaan” (3) al-
tawjih artinya “mengarahkan atau menjelaskan arah”.
Sedangkan secara terminologi, tajhrij berarti :
Mengembalikan (menelusuri kembali ke asalnya) hadis-hadis yang
terdapat di dalam berbagai kitab yang tidak memakai sanad kepada kitab-
kitab musnad,  baik disertai dengan pembicaraan tentang status hadis-hadis
tersebut dari segi sahih atau daif, ditolak atau diterima, dan penjelasan
tentang kemungkinan illat yang ada padanya, atau hanya sekedar
mengembalikannya kepada kitab-kitab asal (sumbernya)nya.
Dari uraian defenisi di atas, takhrij Hadis dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Mengemukakan hadis pada orang banyak dengan menyebutkan para
rawinya yang ada dalam sanad hadis itu.
b. Mengemukakan asal usul hadis sambil dijelaskan sumber
pengambilannya dari berbagai kitab hadis yang diperoleh oleh penulis
kitab tersebut dari para gurunya, lengkap dengan sanadnya sampai
kepada Nabi Saw. Kitab-kitab tersebut seperti; Al-Kutub al-Sittah,
Muwaththa’ Malik, Musnad Ahmad, Mustadrak Al-hakim.
c. Mengemukakan hadis-hadis berdasarkan sumber pengambilannya dari
kitab-kitab yang didalamnya dijelaskan metode periwayatannya dan
sanad hadis-hadis tersebut, dengan metode dan kualitas para rawi
sekaligus hadisnya.
d. Membahas hadist-hadist sampai diketahui martabat kualitas (maqbul-
mardudnya).

2. Takhrij Hadits dan Urgensinya


Takhrij Al-Hadits sebagai sebuah metode dengan memperhatikan
tujuannya, mempunyai banyak sekali manfaat. Abu Muhammad Abdul
Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi dalam kitabnya Thuruq Takhrij
Hadits Rasulillah SAW, menjelaskan beberapa manfaat takhrij hadits
diantaranya :
a. Takhrij memperkenalkan sumber-sumber hadits, kitab-kitab asal
dimana suatu hadits berada, beserta ulama yang meriwayatkannya.
b. Takhrij dapat menambah perbendaharaan sanad hadits-hadits melalui
kitab-kitab yang ditunjukinya. Semakin banyak kitab-kitab asal yang
memuat suatu hadits, semakin banyak pula perbendaharaan sanad
yang dimiliki.
c. Takhrij dapat memperjelas keadaan sanad. Dengan membandingkan
riwayat-riwayat hadits yang banyak itu maka dapat diketahui apakah
riwayat itu munqathi’,  mu’dal dan lain-lain.
d. Takhrij dapat memperjelas hukum hadits dengan banyaknya
riwayatnya. Hadits yang shahih itu akan mengangkat derajat hukum
hadits yang dha’if tersebut ke derajat yang lebih tinggi.
e. Dengan takhrij kita dapat memperoleh pendapat-pendapat para ulama
sekitar hukum hadits.
f. Takhrij dapat memperjelas perawi hadits yang samar. Karena
terkadang kita dapati perawi yang belum ada kejelasan namanya,
seperti Muhammad, Khalid dan lain-lain.
g. Takhrij dapat memperjelas perawi hadits yang tidak diketahui
namanya melalui perbandingan diantara sanad-sanad.
h. Takhrij dapat menafikan pemakaian “AN” dalam periwayatan hadits
oleh seorang perawi mudallis.
i. Takhrij dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran
riwayat.
j. Takhrij dapat membatasi nama perawi yang sebenarnya. Hal ini
karenan kemungkinan saja ada perawi-perawi yang mempunyai
kesamaan gelar. Dengan adanya sanad yang lain maka nama perawi
itu akan menjadi jelas.
k. Takhrij dapat memperkenalkan periwayatan yang tidak terdapat dalam
satu sanad.
l. Takhrij dapat memperjelas arti kalimat yang asing yang terdapat
dalam satu sanad.
m. Takhrij dapat menghilangkan suatu “syadz” (kesendirian riwayat yang
menyalahi riwayat tsiqat) yang terdapat dalam suatu hadits melalui
perbandingan suatu riwayat.
n. Takhrij dapat menghilangkan suatu “syadz” (kesendirian riwayat yang
menyalahi riwayat tsiqat) yang terdapat dalam suatu hadits melalui
perbandingan suatu riwayat.
o. Takhrij dapat membedakan hadits yang mudraj (yang mengalami
penyusupan sesuatu) dari yang lainnya.
p. Takhrij dapat mengungkapkan keragu-raguan dan kekeliruan yang
dialami oleh seorang perawi
q. Takhrij dapat mengungkapkan hal-hal yang terlupakan atau diringkas
oleh seorang perawi.
r. Takhrij dapat membedakan proses periwayatan yang dilakukan
dengan lafal dan yang dilakukan dengan ma’na (pengertian) saja.
s. Takhrij dapat menjelaskan waktu dan tempat kejadian timbulnya suatu
hadits.
t. Takhrij dapat menjelaskan sebab-sebab timbulnya hadits. Diantara
hadits –hadits ada yang timbul karena perilaku seseorang atau
kelompok orang melalui perbandingan sanad-sanad yang ada maka
“asbab al-wurud” dalam hadits tersebut akan dapat diketahui dengan
jelas.
u. Takhrij dapat mengungkapkan kemungkinan terjadinya percetakan
dengan melalui perbandingan-perbandingan sanand yang ada.1
B. Pengenalan Kitab-Kitab Terkait dan Penggunaannya
Dalam melakukan takhrij, seseorang memerlukan kitab-kitab tertentu
yang dapat dijadikan pegangan atau pedoman sehingga dapat melakukan
kegiatan takhrij secara mudah dan mencapai sasaran yang dituju. Di antara
kitab 400 Ulumal Hadis Takhrij Hadis kitab yang dapat dijadikan pedoman
dalam men-takhrij adalah : Ushul al-Takhij w a Drasat al-As anid oleh
Mahmud al-Thahhan , Hushul al-Tafrij biUshul al-Takhrij oleh Ahmad ibn
Muhammad al-Shiddiq al-Gharami, Thuruq Takhrij Hadits Rasul Allah SAW
karyaAbu Muhammad al-Mahdi ibn Abd al-Qadir ibn Abd al-Hadi,
Metodologi Penelitian Hadits Nabi tulisan Syuhudi Ismail, dan lain-lain.
Selain kitab-kitab di atas, di dalam men-takhrij, diperlukan juga
bantuan dari kitab-kitab kamus atau MuJam Hadis dan MuJam para perawi
Hadis, yang di antaranya seperti:
a. Al-MuJam al-Mufahras li Alfa.z,h al-Hadits al-Nabawi 2oleh AJ.
Wensinck, seorang orientalis dan guru besar bahasa Arab pada
Universitas Leiden, dan kemudian bergabung dengannya Muhammad
Fu'ad Abd al-Baqi.
b. MifiahKunuz al-Sunnah3, juga oleh AJ. Wensinck, yang memerlukan
waktu selama 10 tahun untuk menyisun kitab tersebut. Kitab ini
diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab oleh Muhammad Fu ad Abd al-
Baqi.

1
http://nelafitriyani.blogspot.com/2014/01/pengenalan-takhrij-hadits-secara.html
2
Kitab ini memuat Hadis-hadis dari sembilan kitab induk hadis, seperti (1) Shahih al-Bukhari (2) Shahih Muslim (3)
Sunan Turmudzi (4) Sunan Abu Daud (5) Sunan Nasa’i (6) Sunan ibn Majah (7) Sunan Darimi (8) Muwathta’Malik,
dan (9) Musnad Imam Ahmad.
3
Kitab ini memuat Hadis-Hadis yang terdapat dalam 14 buah kitab, baik mengenai sunnah ataupun biografi Nabi,
yaitu selain dari 9 kitab induk Hadis sesuai yang dimuat oleh kitabnya yang pertama (al-Mu’jam al-Mufahras li
Alfazh al-Hadist al-nabawi) di atas, tambahannya adalah : (10) Musnad al-Thayalisi (11) Musnad Zaid ibn Ali
Husein ibn Ali ibn Abi Thalib (w.122 H)(12)Al-Thabaqat al-kubra oleh Muhammad ibn Sa’ad (w.230) (13) Sirah ibn
Hisyam (w.218 H) dan (14) Al-Maghazi oleh Muhammad ibn ‘Umar al-Waqidi (w.207 H)
C. Praktek Takhrij Hadith (bimbingan penelusuran hadith-hadith pada
kitab-kitab sumber asli).
Di dalam melakukan takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan
sebagai pedoman, yaitu;

1. Takhrij Melalui Lafaz Pertama Matan Hadits


Metode ini sangat tergantung pada lafaz pertama matan hadits. Hadits-
hadits dengan metode ini dikodifikasi berdasarkan lafaz pertamanya
menurut urutan huruf hijaiyah. Misalnya, apabila akan men-takhrij hadits
yang berbunyi; ‫ْس ال َّش ِد ْي ُد بِالصُرْ َع ِة‬
َ ‫لَي‬.
Untuk mengetahui lafaz lengkap dari penggalan matan tersebut,
langkah yang harus dilakukan adalah menelusuri penggalan matan itu
pada urutan awal matan yang memuat penggalan matan yang dimaksud.
Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal memberikan
kemungkinan yang besar bagi seorang mukharrij untuk menemukan
hadits-hadits yang dicari dengan cepat. Akan tetapi, metode ini juga
mempunyai kelemahan yaitu, apabila terdapat kelainan atau perbedaan
lafaz pertamanya sedikit saja, maka akan sulit unruk menemukan hadits
yang dimaksud.

2. Takhrij Melalui Kata-Kata dalam Matan Hadits


Metode ini adalah metode yang berdasarkan pada kata-kata yang
terdapat dalam matan hadits, baik berupa kata benda ataupun kata kerja.
Dalam metode ini tidak digunakan huruf-huruf, tetapi yang dicantumkan
adalah bagian haditsnya sehingga pencarian hadits-hadits yang dimaksud
dapat diperoleh lebih cepat. Penggunaan metode ini akan lebih mudah
manakala menitikberatkan pencarian hadits berdasarkan lafaz-lafaznya
yang asing dan jarang penggunaanya.

3. Takhrij Berdasarkan Perawi Sahabat


Metode ini dikhususkan jika kita mengetahui nama sahabat yang
meriwayatkan hadits, lalu kita mnecari bantuan dari tiga macam karya
hadits yakni;
a. Al-Masanid (musnad-musnad). Dalam kitab ini disebutkan hadits-
hadits yang diriwayatkan oleh setiap sahabat secara tersendiri.
b. Al- ma`ajim (mu`jam-mu`jam). Susunan hadits di dalamnya
berdasarkan urutan musnad para sahabat atau syuyukh (guru-guru)
sesuai huruf kamus hijaiyah.
c. Kitab-kitab Al-Atraf. Kebanyakan kitab al-atraf disusun
berdasarkan musnad-musnad para sahabat dengan urutan nama mereka
sesuai huruf kamus.
Kelebihan metode ini adalah bahwa proses takhrij dapat diperpendek.
Akan tetapi, kelemahan dari metode ini adalah ia tidak dapat
digunakan dengan baik, apabila perawih yang hendak diteliti itu tidak
diketahui.

4. Takhrij Berdasarkan Tema Hadits


Metode ini berdasrkan pada tema dari suatu hadits. Oleh karena itu
untuk melakukan takhrij dengan metode ini, perlu terlebih dahulu
disimpulkan tema dari suatu hadits yang akan ditakhrij dan kemudian
baru mencarinya melalui tema itu pada kitab-kitab yang disusun
menggunkan metode ini
takhrij dengan metode ini sangat tergantung kepada pengenalan
terhadap tema hadits. Untuk itu seorang mukharrij harus memiliki
beberapa pengetahuan tentang kajian Islam secara umum dan kajian fiqih
secara khusus.
Metode ini memiliki kelebihan yaitu : Hanya menuntut pengetahuan
akan kandungan hadits, tanpa memerlukan pengetahuan tentang lafaz
pertamanya. Akan tetapi metode ini juga memiliki berbagai kelemahan,
terutama apabila kandungan hadits sulit disimpulkan oleh seorang
peneliti, sehingga dia tidak dapat menentukan temanya, maka metode ini
tidak mungkin diterapkan.

5. Takhrij Berdasarkan Status Hadits


Metode ini memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan
para ulama hadits dalam menyusun hadits-hadits, yaitu penghimpunan
hadits berdasarkan statusnya. Karya-karya tersebut sangat membantu
sekali dalam proses pencarian hadits berdasarkan statusnya, seperti
hadits qudsi, hadits masyhur, hadits mursal dan lainnya. Seorang peneliti
hadits dengan membuka kitab-kitab seperti diatas dia telah
melakukan takhrij al hadits4.

4
Ibid

Anda mungkin juga menyukai