Anda di halaman 1dari 41

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Postpartum
1. Pengertian Postpartum
Postpartum adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi,
plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ
kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih enam
minggu (Saleha, 2009)
Postpartum adalah masa pulih kembali mulai dari persalinan selesai
sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Lama masa
nifas ini 6-8 minggu (Mochtar R, 2012)
Postpartum adalah masa yang dimulai setelah partus selesai dan
berakhir kira-kira 6 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genital baru pulih
kembali seperti sebelum kehamilan dalam waktu 3 bulan. Batasan waktu
nifas yang paling singkat tidak ada batas waktunya, bahkan bisa jadi
dalam waktu relatif pendek darah sudah keluar sedangkan batasan
maksimumnya adalah 40 hari (Anggraini, 2010)
Jadi, post partum merupakan masa pemulihan setelah melahirkan
yang dimulai setelah plasenta keluar sampai alat-alat kandungan kembali
seperti sebelum hamil, lamaya kira-kira 6-8 minggu.

2. Tahapan Postpartum
Manurut Ambarwati, 2010 ada tiga tahap masa postpartum:
a. Puerperium dini
Merupakan masa pemulihan awal dimana ibu diperbolehkan
untuk berdiri dan berjalan-jalan. Ibu yang melahirkan pervaginam
tanpa komplikasi dalam 6 jam pertama setelah kala VI dianjurkan
untuk mobilisasi segera.
8

b. Puerperium intermedial
Suatu masa pemulihan dimana organ-organ reproduksi
berangsur-angsur akan kembali ke keadaan sebelum hamil. Masa ini
berlangsung selama kurang lebih 6 minggu atau 42 hari.
c. Remote puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan
sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau waktu persalinan
mengalami komplikasi. Rentang remotre puerperium berbeda untuk
setiap ibu, tergantung dari berat ringannya komplikasi yang dialami
selama hamil dan persalinan.

3. Perubahan Fisiologis Masa Postpartum


Menurut Intan Kumalasari, 2015 perubahan fisiologis yang terjadi
pada masa postpartum meliputi :
a. Perubahan Sistem Reproduksi
1) Involusi uterus
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses yakni
uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60
gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat
kontraksi otot-otot polos uterus. Perubahan-perubahan normal
pada uterus selama post partum data dilihat pada table berikut:
No Waktu Tinggi Fundus Berat Diameter Palpasi
Involusi Uteri uterus Uterus Serviks
1. Bayi lahir Setinggi pusat 1.000 12,5 cm Lunak
gram
2. Plasenta lahir Dua jari dibawah 750 12,5 cm Lunak
pusat gram
3. Satu minggu Pertengahan pusat 500 7,5 cm 2 cm
sampai simfisis gram
4. Dua minggu Tidak teraba di atas 300 5 cm 1 cm
simfisis gram
5. Enam minggu Bertambah kecil 60 gram 2,5 cm Menyempit
Tabel 1.1 Perubahan Uterus Masa Postpartum
9

Involusi uteri dari luar dapat diamati yaitu dengan memeriksa


fundus uteri dengan cara sebagai berikut:
a) Segera setelah persalinan, tinggi fundus uteri 2 cm di bawah
pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat dan
menurun kira-kira 1 cm setiap hari.
b) Pada hari kedua setelah persalinan tinggi fundus uteri 1 cm
di bawah pusat. Pada hari ke-3-4 tinggi fundus uteri 2 cm
dibawah pusat.
c) Pada hari ke-5-7 tinggi fundus uteri setengah pusat simfisis.
Pada hari kesepuluh tinggi fundus uteri tidak teraba.
Bila uterus tidak mengalami atau terjadi kegagalan dalam proses
involusi disebut dengan subinvolusi. Subinvolusi disebabkan
oleh infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta/perdarahan lanjut
(postpartum haemorrhage).
2) Afterpains
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus
pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang
periodik sering dialami multipara dan biasa menimbulkan nyeri
yang bertahan sepanjang masa awal puerperium. Rasa nyeri
setelah melahirkan ini lebih nyata setelah ibu melahirkan, di
tempat uterus terlalu teregang (misalnya pada bayi besar dan
kembar). Menyusui dan oksitosin tambahan biasanya
meningkatkan nyeri ini karena keduanya merangsang kontraksi
uterus.
3) Lochea
Lochea adalah ekskresi cairan Rahim selama masa nifas.
Lochea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang
nekrotik dari dalam uterus. Jenis-jenis lochea adalah sebagai
berikut.
10

a) Lochea rubra: lochea ini muncul pada hari 1-4 masa


postpartum, berwarna merah karena erisi darah segar sisa-sisa
plasenta.
b) Lochea saguinolentha: cairan berwarna merah kecokelatan
dan berlendir. Berlangsung hari ke- 4-7.
c) Lochea serosa: berwarna kuning kecokelatan, muncul hari
ke- 7-14.
d) Loche alba: mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel,
serabut jaringan yang mati berlangsung selama 2-6 minggu.
4) Serviks
Serviks mengalami invousi bersama-sama dengan uterus.
Warna serviks sendiri merah kehitam-hitaman karena pembuluh
darah. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat
laserasi/perlukaan kecil. Oleh karena robekan kecil yang terjadi
selama dilatasi, serviks tidak pernah kembali pada keadaan
sebelum hamil.
5) Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan
yang sangat besar selama proses persalinan dan akan kembali
secara bertahap dalam 6-8 minggu postpartum. Penurunan
hormone esterogen pada masa postpartum berperan dalam
penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Rugae akan terlihat
kembali pada sekitar minggu keempat.
6) Payudara (mamae)
Pada semua wanita yang telah melahirkan, proses laktasi
terjadi secara alami. Proses menyusui mempunyai dua mekanisme
fisiologis, yaitu produksi susu dan ekskresi. Sejak kehamilan
trimester pertama kelenjar mammae sudah dipersiapkan untuk
menghadapi masa laktasi. Perubahan pada payudara meliputi:
a) Proliferasi jaringan atau pembesaran payudara. Terjadi karena
pengaruh hormone esterogen dan progesterone yang meningkat
11

selama hamil, merangsang duktus dan alveoli kelenjar mamae


untuk persiapan produksi ASI.
b) Terdapat cairan yang berwarna kuning (kolostrum) pada duktus
laktiferus. Cairan ini kadang-kadang dapat dikeluarkan atau
keluar sendiri melalui putting susu saat usia kehamilan
memasuki trimester ketiga.
c) Terdapat hipervaskularisasi pada bagian permukaan maupun
bagian dalam kelenjar mammae.
Setelah proses persalinan selesai, pengaruh hormone estrogen
dan progesterone terhadap hipofisis mulai menghilang. Hipofisis
mulai mensekresi hormone kembali yang salah satu diantaranya
adalah lactogenic hormone atau hormone prolactin.
Selama kehamilan hormone prolaktin dari plasenta meningkat
tetapi ASI belum keluar karena pengaruh hormone estrogen yang
masih tinggi. Kadar estrogen dan progesterone akan menurun pada
saat hari kedua atau ketiga pasca persalinan, sehingga terjadi
sekresi ASI. Pada hari-hari pertama ASI mengandung banyak
kolostrum, yaitu cairan berwarna agak kuning dan sedikit lebih
kental dari ASI yang disekresi setelah hari ketiga postpartum.
Pada proses laktasi terdapat dua reflek yang berperan yaitu
reflek prolactin dan reflek aliran yang timbu akibat perangsang
putting susu dikarenakan isapan bayi. ( Dewi Maritalia, 2012)
7) Perubahan Sistem Pencernaan
Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah melahirkan anak.
Hal ini karena alat pencernaan mendapat tekanan yang
menyebabkan kolon menjadi kosong pada waktu melahirkan,
pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan
(dehidrasi), kurang makan, hemoroid, laserasi jalan lahir. Supaya
buang air besar kembali teratur dapat diberikan diet atau makanan
yang mengandung serat dan pemberian ASI yang cukup.
8) Perubahan Sistem Perkemihan
12

Hendaknya buang air kecil dapat dilakukan sendiri secepatnya.


Kadang-kadang puerperium mengalami sulit buang air kecil,
karena sfingter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh
iritasi muskulus sfingter ani selama persalinan, juga oleh karena
adanya edema kandung kemih yang terjadi selama persalinan.
9) Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Ligamen-ligamen, fsia, dan diafragma pelvis yang meregang
sewaktu kehamilan dan persalinan berangsur-angsur kembali
seperti sediakala. Tidak jarang ligament rotondum mengendur,
sehingga uterus jatuh ke belakang. Mobilisasi sendi berkurang dan
posisi lordosis kembali secara perlahan.
10) Perubahan Sistem Endokrin
a) Oksitosin
Oksitosin dikeluarkan oleh glandula pituitary posterior dan
bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Oksitosisn
di dalam sirkulasi darah menyebabkan kontraksi otot uterus dan
pada waktu yang sama membantu proses involusi uterus.
b) Prolaktin
Penurunan esterogen menjadikan prolaktin yang dikeluarkan
oleh glandula pituitari anterior bereaksi terhadap alveoli dari
payudara sehingga menstimulasi produksi ASI. Pada ibu yang
menyusui, kadar prolaktin tetap tinggi dan merupakan
permulaan stimulasi folikel di dalam ovarium ditekan.
c) HCG, HPL, estrogen progesterone
Ketika plasenta lepas dari dinding uterus dan lahir, tingkat
hormone HCG, HPL, estrogen, dan progesterone di dalam
darah ibu menurun dengan cepat, normalnya setelah 7 hari.
d) Pemulihan ovulasi dan menstruasi
Pada ibu yang menyusui bayinya, ovulasi jarang sekali terjadi
sebelum 20 minggu, dan tidak terjadi di atas 28 minggu pada
inu yang melanutkan menyusui untuk enam bulan. Pada ibu
13

yang tidak menyusui ovulasi dan menstruasi biasanya mulai


antara 7-10 minggu.
11) Perubahan Sistem Kardiovaskular
Cardiac output meningkat selama persalinan dan peningkatan lebih
lanjut setelah kala III ketika besarnya volume darah dari uterus terjepit
di dalam sirkulasi. Penurunan terjadi setelah hari pertama puerperium
dan kembali norml pada akhir minggu ketiga.
Meskipun terjadi penurunan dalam aliran darah ke organ setelah
hari pertama, aliran darah ke payudara meningkat untuk persiapan
laktasi. Pada beberapa hari pertama setelah kelahiran, fibrinogen,
plasminogen, dan faktor pembekuan menurun cukup cepat. Akan tetapi
darah lebih mampu untuk melakukan koagulasi dengan peningkatan
viskositas, dan ini berakibat meningkatkan resiko thrombosis.
12) Perubahan Hematologi
Lekositosis meningkat, sel drah putih sampai berjumlah 15.000
selama persalinan, tetap meningkat pada beberapa hari pertama
postpartum. Jumlah sel darah putih dapat meningkat lebih lanjut sampai
25.000-30.000 di luar keadaan patologi jika ibu mengalami partus lama.
Hb, ht, dan eritrosit jumlahnya berubah di dalam awal puerperium.
13) Perubahan Tanda-Tanda Vital
Menurut Intan Kumalasari, 2015 tanda-tanda vital yang harus
dikaji pada masa postpartum adalah sebagai berikut :
a) Suhu
Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2. Sesudah partus
dapat naik kurang lebih 0,5C dari keadaan normal, namun tidak
akan melebihi 38C, mungkin terjadi infeksi pada klien.
b) Nadi dan pernapasan
Nadi berkisar antara 60-80 denyutan per menit setelah partus dana
dapat terjadi bradikardia. Bila terdapat takikardia dan suhu tubuh
tidak panas mungkin ada perdarahan berlebihan atau ada vitium
kordis pada penderita. Pada masa nifas umumnya denyut nadi labil
14

dibandingkan dengan suhu tubuh, sedangkan pernapasan akan


sefikit meningkat setelah partus kemudian kembali seperti keadaan
semula.
c) Tekanan darah
Pada beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi postpartum
akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak terdapat
penyakit-penyakit lain yang menyertainya dalam setengah bulan
tanpa pengobatan.
14) Perubahan Berat Badan
Di saat melahirkan ibu mengalami kehilangan 5-6 kg berat badan
dan 3-5 kg selama minggu pertama masa nifas. Faktor-faktor yang
mempercepat penurunan berat badan selama kehamilan, primiparitas,
segera kembali bekerja di luar rumah, dan merokok. Usia atau status
pernikahan tidak memengaruhi penurunan berat badan. Kehilangan
cairan melalui keringat dann peningkatan jumlah urine menyebabkan
penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pascapartum.
15) Perubahan Kulit (Sistem Integumen)
Pada waktu hamil terjadi pigmentasi kulit pada beberapa tempat
karena proses hormonal. Pigmentasi ini berupa kloasma gravidarum
pada pipi, hiperpigmentasi kulit sekitar payudara, hiperpigmentasi
kulit dinding perut (striae gravidarum). Setelah persalinan, hormonal
berkurang dan hiperpigmentasi pun menghilang. Pada dinding perut
akan menjadi putih mengkilap yaitu striae albican. (Intan Kumalasari,
2015)

4. Kebutuhan Dasar Ibu Masa Postpartum


Menurut Intan Kumalasari 2015, Ibu yang telah melahirkan perlu
mendapatkan perawatan sebaik-baiknya. Penyediaan asuhan postpartum
adalah berdasarkan prinsip yang bertujuan untuk:
15

1) Meningkatkan, mempertahankan, dan mengembalikan kesehatan,


2) Memfasilitasi ibu untuk merawat bayinya dengan rasa aman,
nyaman, dan penuh percaya diri,
3) Memastikan pola menyusui yang mampu meningkatkan
perkembangan bayi.
4) Meyakinkan wanita dan pasangannya untuk mengembangkan
kemampuanyya sebagai orangtua dan untuk mendapatkan
pengalaman berharga sebagai orang tua.
5) Membantu keluarga mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan dan
mengemban tanggung jawab terhadap kesehatannya sendiri.
Perawatan fisik dan pemenuhan kebutuhan dasar pada masa
puerperium harus mengarah pada tercapainya kesehaan baik, dengan
upaya perawat/bidan diarahkan pada identifikasi dan penatalaksanaan
masalah kesehatan yang muncul pada masa nifas tersebut. adapun
kebutuhan dasar ibu nifas diantaranya sebagai berikut.
1) Nutrisi dan cairan
Pada masa nifas masalah diet perlu mendapat perhatian yang
serius, karena dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat
penyembuhan ibu dan sangat memengaruhi susunan air susu. Diet
yang diberikan harus bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi
protein, dan banyak mengandung cairandan serat untuk mencegah
konstipasi. Bat-pbatan dikonsumsi sebatas yang dianjurkan dan tidak
berlebihan, selain itu ibu memerlukan asupan sebagai berikut.
a) Tambahan kalori 500 kalori tiap hari
Untuk menghasilkan setiap 100 ml susu, ibu memerlukan
asupan kalori 85 kalori. Pada saat minggu pertama dari enam
bulan menyusui (ASI eksklusif) jumlah susu yang harus
dihasilkan leh ibu sebanyak 750 ml setiap harinya. Mulai
minggu kedua susu yang harus dihasilkan adalah sejumlah 600
ml, jadi tambahan jumlah kalori yang harus dikonsumsi oleh ibu
adalah 510 kalori.
16

b) Makan dengan diet berimbang untuk mendpatkan protein,


mineral, dan vitamin yang cukup, pedoman umum yang baik
untuk diet adalah 2-4 porsi/hari dengan menu empat kebutuhan
dasar makanan (daging, buah, sayuran, roti/biji-bijian).
c) Pil sat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya
selama 40 hari pascapersalinan.
d) Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan
vitamin A kepada bayinya melelui ASI.
e) Minum sedikitnya tiga liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk
minum setelah setiap kali menyusui).
f) Hindari makanan yang mengandung kafein/nikotin.
2) Ambulasi
Jika tidak ada kelainan lakukan mobilisasi sedini mungkin,
yaitu dua jam setelah persalinan normal. Pada ibu dengan partus
normal ambulasi dini dilalkukan paling tidak 6-12 jam
postpartum, sedangkan pada ibu dengan partus section caesarea
ambulasi dini dilakukan paling tidak setelah 12 jam masa
postpartum setelah ibu sebelumnya beristirahat (tidur). Tahapan
ambulasi yaitu miring kiri atau kanan terlebih dahulu, kemudian
duduk dan apabila sudah cukup kuat berdiri maka ibu dianjurkan
untuk berjalan (mungkin ke toilet untuk berkemih). Manfaat
ambulasi dini adalah sebagai berikut.
a) Faal usus dan kandung kemih lebih baik
b) Menurunkan insiden tromboembolisme.
c) Memperlancar sirkulasi darah dan mengeluarkan cairan
vagina (lochea).
d) Mempercepat mengembalikan tonus otot dan vena.

3) Eliminasi
a) Buang air kecil
17

Pengeluaran urine akan meningkat pada 24-48 jam


pertama sampai hari kelima postpartum karena volume
darah ekstra yang dibutuhkan waktu hamil tidak diperlukan
lagi setelah persalinan. Sebaiknya ibu tidak menahan buang
air kecil ketika ada rasa sakit pada jahitan karena dapat
menghambat uterus berkontraksi dengan baik sehingga
menimbulkan perdarahan yang berlebihan. Dengan
mengosongkan kandung kemih secara adekuat, tonus
kandung kemih biasanya akan pulih kembali dalam 5-7 hari
postpartum. Ibu harus berkemih spontan dalam 6-8 jam
postpartum. Pada ibu yang tidak bisa berkemih motivasi ibu
untuk berkemih dengan membasahi bagian vagina atau
melakukan kateterisasi.
b) Buang air besar
Kesulitan buang air besar (konstipasi) dapat terjadi
karena ketakutan akan rasa sakit, takut jahitan terbuka, atau
karena hemoroid. Kesulitan ini dapat dibantu dengan
mobilisasi dini, mengonsumsi makanan tinggi serat, dan
cukup minum sehingga bisa buang air besar dengan lancar.
Sebaiknya pada hari kedua ibu sudah bisa buang air besar.
Jika sudah pada hari ketiga ibu masih belum bisa buang air
besar, ibu bisa menggunakan pencahar berbentuk
supositoria sebagai pelunak tinja. Ini penting untuk
menghindarkan gangguan pada konraksi uterus yang dapat
menghambat pengeluaran cairan vagina. Dengan
melakukan pemulangan dini pun diharapkan ibu dapat
segera BAB.
4) Personal Hygiene/perawatan diri
Pada masa post partum, seorang ibu sangat rentan terhadap
infeksi. Oleh karena itu, kebersihan diri sangat penting untuk
18

mencegah terjadinya infeksi. Perawatan diri yang dianjurkan


diantaranya sebagai berikut.
a) Perawatan perineum
(1) Mengajarkan ibu membersihkan daerah kelamin dengan
sabun dan air. Bersihkan daerah di sekitar vulva terlebih
dahulu, dari depan ke belakang, baru kemudian
membersihakan daerah sekitar anus. Nasihatkan kepada
ibu untuk membersihkan vulva setiap kali selesai
BAK/BAB. Jika terdapat luka episiotomy sarankan untuk
tidak menyentuh luka.
(2) Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain
pembalut setidaknya dua kali sehari. Kain dapat
digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik dan
dikeringkan di bawah matahari atau disetrika.
(3) Sarankan ibu untuk mencuci tanan dengan sabun dan air
sebelum dan sesudah membersihkan kelaminnya.
b) Pakaian
Sebaiknya, pakaian terbuat dari bahan yang mudah
menyerap keringat karena produksi keringat menjadi banyak
(disamping urine). Prosukdi keringat yang tinggi berguna
untuk menghilangkan ekstra volume saat hamil. Sebaiknya
pakaian agak longgar di daerah dada sehinga payudara tidak
tertekan dan kering. Demikian juga dengan pakaian dalam,
agar tidak terjadi iritasi pada daerah sekitarnya akibat lochea.
c) Kebersihan rambut
Setelah bayi lahir, mungkin ibu akan mengalami
kerontokan akibat adanya perubahan hormon sehingga
keadaanya menjadi lebih tipis. Cuci rambut dengan
kondisioner rambut yang cukup, lalu sisir menggunakan sisir
yang lembut. Hindari penggunaan pengering rambut.
d) Kebersihan kulit
19

Setelah persalinan, ekstra cairan tubuh yang dibutuhkan


saat hamil akan dikeluarkan kembali melalui air seni dan
keringat untuk menghilangkan pembengkakkan pada wajah,
kaki, betis, dan tangan ibu. Oleh karena itu, dalam minggu-
minggu pertama setelah melahirkan, ibu akan merasakan
jumlah keringat yang lebih banyak dari biasanya. Usahakan
mandi lebih sering dan jaga agar kulit tetap kering.
e) Perawatan payudara
Perawatan yang dilakukan terhadap payudara bertujuan
untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah
tersumbatnya saluran susu sehingga memperlancar
pengeluaran susu. Lakukan perawatan payudara secara
teratur. Perawatan payudara hendaknya dimulai sedini
mungkin, yaitu 1-2 hari setelah bayi dilahirkan dan dilakukan
dua kali sehari.
5) Istirahat dan tidur
Hal-hal yang bisa dilakukan pada ibu untuk memenuhi
kebutuhan istirahat dan tidur adalah sebagai berikut.
a) Anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan
yang berlebihan.
b) Sarankan ibu untuk kembali pada kegiatan-kegiatan rumah
tangga secara perlahan-lahan, serta untuk tidur siang atau
istirahat selagi bayi tidur.
c) Mengurangi jumlah ASI yang di produksi.
d) Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak
perdarahan.
e) Menghindari depresi dan ketidakmampuan untuk merawat
bayi dan dirinya sendiri.
6) Aktivitas Seksual
Secara fisik aman untuk melakukan hubungan suami istri
begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau
20

dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Hubungan seksual


dapat dilanjutkan setiap saat ibu merasa nyaman untuk memulai
dan aktivitas itu dapat dinikmati.
7) Latihan senam nifas
Setelah persalinan terjadi involusi uterus. Involusi ini sangat
jelas terlihat pada alat- alat kandungan. Sebagai akibat kehamilan,
dinding perut menjadi lembek disertai adanya striae gravidarum
yang membuat keindahan tubuh akan sangat terganggu. Cara
untuk mengembalikan bentuk tubuh menjadi indah dan langsing
seperti semula adalah dengan melakukan aktivitas dan senam
nifas.

5. Konsep Luka Perineum


1) Pengertian  Luka Perineum
Luka perineum adalah robekan jaringan yang terjadi antara
pembukaan vagina dan rektum, luka jahitan perineum bisa
disebabkan oleh rusaknya jaringan secara alamiah karena proses
desakan kepala janin atau bahu pada saat proses persalinan
maupun tindakan episiotomy.( Rukiyah,2010)
Luka perineum merupakan robekan yang terjadi sewaktu
persalinan dan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, posisi
persalinan, cara meneran, pimpinan persalinan, dan berat badan
bayi besar.(Enggar,2010)
Luka perineum umumnya bisa terjadi pada garis tengah dan
bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, robekan
hampir terjadi pada semua primipara.(Sarwono Prawirohardjo,
2011)
Jadi, berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
luka perineum yaitu robekan pada perineum yang disebabkan oleh
proses persalinan karena desakan kepala janin ataupun tindakan
episiotomy.
21

2) Penyebab Luka Perineum


a) Kepala  janin besar dan bayi besar.
b) Presentasi defleksi ( dahi, muka ) pada primigravida.
c) letak sungsang, pimpinan persalinan yang salah, perineum
kaku
d) Primigravida
e) Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya

3) Perawatan Luka Perineum


Perawatan luka perineum adalah upaya memberikan
pemenuhan kebutuhan rasa nyaman dengan cara menyehatkan
daerah antara kedua paha yang dibatasi antara lubang dubur dan
bagian alat kelamin luar pada wanita yang habis melahirkan agar
terhindar dari infeksi. (Intan Kumalasari,2015)
a) Tujuan perawatan luka perineum
(1) Menjaga kebersihan daerah kemaluan
(2) Mengurangi nyeri dan meningkatkan rasa nyaman pada
ibu
(3) Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke
dalam kulit dan membran mukosa
(4) Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan
(5) Mempercepat penyembuhan dan mencegah perdarahan
(6) Membersihkan luka dari benda asing atau debris
(7) Drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat
b) Macam-macam perawatan perineum
(1) Kompres es
(2) Obat-obatan seperti antiseptik
(3) Senam kegel
c) Waktu perawatan perineum
22

(1) Kompres es dilakukan setelah dua jam pertama


postpartum untuk mengurangi nyeri pasca persalinan
(2) Pagi dan sore hari sebelum mandi, sesudah BAK/BAB
(3) Bila ibu merasa tidak nyaman karena cairan yang keluar
dari kemaluan, berbau/nyeri.
d) Penghambat keberhasilan penyembuhan luka
(1) Malnutrisi
(a) Malnutrisi
Secara umum dapat mengakibatkan berkurangnya
kekuatan luka, meningkatnya dehisensi luka,
meningkatnya kerentanan terhadap infeksi, dan
pasrut dengan kualitas yang buruk
(b) Merokok
Nikotin dan karbon monoksida diketahui
Memiliki pengaruh yang dapat merusak
penyembuhan luka, dan bahkan merokok yang
dibatasi pun dapat mengurangi aliran darah perifer.
Merokok juga mengurangi kadar vitamin C yang
sangat penting untuk penyembuhan.
(c) Kurang tidur
Gangguan tidur dapat menghambat penyembuhan
luka, karena tidur meningkatkan anaboisme (sintesis
molekul kompleks dari molekul sederhana), dan
penyembuhan luka termasuk kedalam proses
anabolisme. Jarang kita temukan wanita baru
melahirkan dapat menikmati waktu tidur sepenuhnya
setiap malam. Oleh karena itu, semua ibu postpartum
beresiko mengalami hambatan penyembuhan luka.
(d) Stres
23

Diduga bahwa ansietas dan stres dapat


mempengaruhi sistem imun sehingga menghambat
penyembuhan luka
(e) Asuhan kurang optimal
Berbagai aktivitas yang dilakukan pemberi
asuhan dapat menghambat penyembuhan luka dan
efisien. Melakukan pembersihan luka dapat
mengakibatkan organisme tersebar kembali di sekitar
area, kapas, ataus erat kasa yang lepas ke dalam
jaringan granulasi, dan mengganggu jaringan yang
baru terbentuk.

6. Konsep Nyeri
1) Pengertian Nyeri
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat
subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat
menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut. Secara umum,
nyeri dapat didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman, baik
ringan maupun berat.(wahid iqbal mubarok, 2015)
Nyeri dalah suatu sensori subjektif dan pengalaman
emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial yang dirasakan
dalam kejadian-kejadian di mana terjadi kerusakan. (Potter dan
Perry,2006).
Nyeri adalah emosional yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun
potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
( International Association for Study of Pain IASP, 2015)
Jadi, menurut pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
nyeri adalah suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang
karena berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau
24

potensial yang dirasakan dalam kejadian-kejadian di mana


terjadi kerusakan.

2) Penyebab nyeri
a) Tauma
(1) Mekanik, yaitu rasa nyeri yng timbul akibat ujung-ujung
saraf bebas mengalami kerusakan. Misalnya akibat
beturan, gesekan, luka, dan lain-lain.
(2) Termal, yaitu nyeri timbul karna ujung safaf reseptor
mendapatkan rangsangan akibat panas dan dingin.
Misalnya karena api dan air.
(3) Kimia, yaitu timbul karena kontak dengan zat kimia yang
bersifat asam atau basa kuat.
(4) Elektrik, yaitu nyeri yang timbul karena pengaruh aliran
listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri yang
menimbulkan kekejangan ototdan luka bakar.
b) Peradangan, yakni nyeri yang terjadi karena kerusakan
ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan atau
terjepit oleh pembengkakan. Misalnya abses.
c) Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah.
d) Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema
akibat terjadinya penekanan pada reseptor nyeri.
e) Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.
f) Iskemi pada jaringan, misalnya terjadi blokade pada arteri
koronaria yang menstimulasi reseptor nyeri akibat
tertumpuknya asam laktat.
g) Spasme otot, dapat menstimulasi mekanik.

3) Klasifikasi Nyeri
25

Di bawah ini diuraikan tentang beberapa karakteristik nyeri


menurut tempatnya, sifatnya, intensitas rasa sakit, dan waktu
serangan nyeri.
a) Menurut tempat
(1) Periferal pain: nyeri permukaan (superficial pain), nyeri
dalam (deep pain), nyeeri alihan (reffered pian), nyeri
yang dirasakan pada area yang bukan merupakan sumber
nyerinya.
(2) Central pain, terjadi karena perangsangan pada susunan
syaraf pusat, medula spinalis, batang otak, dan lain-lain.
(3) Psychogenic pain, nyeri dirasakan tanpa penyebab
organik, tapi akibat dari trauma psikologis.
(4) Phantom pain, merupakan perasaan pada bagian tubuh
yang sudah tak ada lagi. Contohnya pada amputasi,
Phantom pain timbul akibat dari stimulasi dendrit yang
berat dibandingkan dengaan stimulasi reseptor biasanya.
Oleh karena itu, orang tersebut akan merasa nyeri pada
area yang sudah diangkat.
(5) Radiating pain, nyeri yang dirasakan pada sumbernya
yang meluas ke jaringan sekitar.
(6) Nyeri somatis dan nyeri viseral, kedua nyeri ini
umumnya bersumber dari kulit dan jaringan dibawah
kulit (superfisial) pada otot dan tulang.
b) Menurut sifat
(1) Insidentil: timbul sewaktu waktu dan kemudian
menghilang.
(2) Steady: nyeri timbul menetap dan dirasakan dalam waktu
yang lama.
(3) Paroxysmal: nyeri dirasakan berintensitas tinggi dan kuat
sekali serta biasanya menetap 10-15 menit, lalu
menghilanng kemudian timbul kembali.
26

(4) Intractable pain: nyeri yang resistan dengan diobati atau


dikurangi. Contoh pada artritis, pemberian analgetik
narkotik merupakan kontraindikasi akibat dari lamanya
penyakit yang dapat mengakibatkan kecanduan.
c) Menurut intensitas nyeri
(1) Nyeri ringan: dalam intensitas rendah
(2) Nyeri sedang: menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan
psikologis.
(3) Nyeri berat: dalam intensitas tinggi

4) Jenis dan Bentuk Nyeri


a) Jenis nyeri
(1) Nyeri perifer
Nyeri ini ada tiga macam yaitu:
(a) Nyeri superfisial, yakni rasa nyeri yang muncul
akibat rangsangan pada kulit dan mukosa.
(b) Nyeri viseral, yaitu rasa nyeri yang timbul akibat
stimulasi pada reseptor nyeri di rongga abdomen,
kranium, dan toraks.
(c) Nyeri alih, yakni nyeri yang dirasakan pada daerah
lain yang jauh dari jaringan penyebab nyeri.
(2) Nyeri sentral
Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medula
spinalis, batang otak dan talamus.
(3) Nyeri psikogenik
Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya.
Dengan kata lain, nyeri ini timbul akibat pikiran sendiri.
Sering kali, nyeri ini muncul karena faktor
psikologis,bukan fisiologis.
b) Bentuk nyeri
(1) Nyeri akut
27

Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari


enam ulan. Awitan gejalanya mendadak dan biasanya
penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui. Nyeri akut
ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan
kecemasan yang keduanya meeningkatkan persepsi
nyeri.
(2) Nyeri kronis
Nyeri ini berlangsung lebih dari enam bulan.
Sumber nyeri bisa diketahui atau tidak. Nyeri
cenderung hilang timbul dan biasanya tidak dapat
disembuhkan. Selain itu, pengindraan nyeri menjadi
lebih dalam sehingga penderita sukar untuk
menunjukan lokasinya. Damak dari nyeri ini antara lain
penderita menjadi mudah tersinggung dan sering
mengalami insomnia. Akibatnya, mereka menjadi
kurang perhatian, sering merasa putus asa, dan
terisolasi dari kerabat dan keuarga. Nyeri kronis
biasanya hilang timbul dalam periode waktun tertentu.

5) Cara mengukur intensitas nyeri


Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah
yang dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat
subjektif dan individual, serta kemungkinan nyeri dalalm
intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang
yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif
yang paling memungkinkan adalah menggunakan respon
fisiologis tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran
dengan tekni ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti
tenteng nyeri itu sendiri.
(1) Hayward (1975) mengembangkan sebuah alat ukur nyeri
(painometer) dengan skala longitudinal yang pada salah
28

satu ujungnya tercantum nilai 0 (untuk keadaan tampa


nyeri) dan ujung lainnya nilai 10 (untuk kondisi nyeri paling
hebat). Untuk mengukurnya, penderita memilih salah satu
bilangan yang menurutnya paling menggambarkan
pengalaman nyeri yang terakhir kali ia rasakan, dan nilai ini
dapat dicatat pada sebuah grafik yang dibuat menurut
waktu. Intensitas nyeri ini sifatnya subjektif dan
dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran,
konsentrasi, jumlah distraksi, tingkat aktivitas, dan harapan
keluarga. Intensitas nyeri dapat dijabarkan dalam sebuah
skala nyeri dengan beberapa kategori.
Skala Keterangan
Skala 0 Tidak nyeri
Skala 1-3 Nyeri ringan
Skala 4-6 Nyeri sedang
Skala 7-9 Sangat nyeri tapi masih bisa di kontrol oleh pasien
dengan aktivitas yang biasa dilakukan
Skala 10 Sangat nyeri dan tidak terkontrol
Tabel 1.2 Skala Nyeri
1) Skala nyeri McGill (McGill Scale) mengukur intensitas nyeri
dengan menggunakan lima angka, yaitu 0: tidak nyeri; 1: nyeri
ringan; 2:nyeri sedang; 3:nyeri berat; 4:nyeri sangat berat; dan 5:
nyeri hebat.

Gambar 1.1 Skala Nyeri


29

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Menurut Intan Kumalasari, 2015 pengkajian pada ibu nifas merupakan
pengumpulan data dasar yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan ibu
yang meliputi sebagai berikut.
a. Biodata Klien
Biodata klien berisi tentang nama, umur, pendidikan, pekerjaan, suku,
agama, alamat, nomor medical record, serta biodata suami yang
meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, suku agama, alamt,
tanggal pengkajian.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum, meliputi tingkat energy, self esteem, tingkat
kesadaran, BB, TB, LILA.
2) Tanda vital normal (RR konsisten, nadi cenderung bradikardia,
suhu 36,2-38C, respirasi 16-24x/menit).
3) Kepala dan rambut
Bentuk kepala, kebersihan, warna rambut, tekstur rambut,
distribusi rambut, rontok, kusam/pecah, tebal/tipis,
lurus/kering/ikal, lesi/pembengkakkan dikepala, ada keluhan atau
tidak.
4) Wajah
Ada/tidak hiperpigmentasi kulit wajah, pucat/tidak, ada/tidak
edema/muka sembab yang merupakan lanjutan dari adanya
komplikasi kehamilan (pada ibu preeklamsia) dan kemungkinan
adanya pecah pembuluh darah di muka akibat salah meneran saat
kala II intranatal.
5) Mata
Bentuk, lingkar mata, ada/tidaknya edema pada kelopak mata,
konjungtiva anemis/tidak, sklera ikterik/tidak, pupil isokor/tidak,
repleks pupil terhadap cahaya, peningkatan tekanan intraokuler
30

(TIO) ada/tidak ketajaman penglihatan, lapang pandang,


pergerakan bola mata.
6) Hidung
Bentuk, pernapasan cuping hidung ada/tidak, warna mukosa
hidung, pengeluaran ada/tidak, keadaan sinus/polip, peradangan,
fungsi penciuman.
7) Telinga
Bentuk, kebersihan, serumen, adanya nyeri/tidak, alat bantu
pendengaran, fungsi pendengaran.
8) Mulut
Keadaan bibir (sariawan, sianosis, pucat, bengkak) kebersihan dan
keadaan gigi, karies, keadaan gusi, lidah kotor/pecah-pecah, bau
mulut, tonsil, fungsi pengecapan.
9) Leher
Kelenjar tiroid, kelenjar limfe, ROM, peningkatan vena jugularis,
kaku kuduk, hiperpigmentasi kulit ada/tidak.
10) Dada/Toraks
Bentuk, irama pernapasan, suara napas, retraksi dinding dada
ada/tidak, suara perkusi dada, taktil fremitus dada, ekspansi paru.
Nyeri dada, denyut iktus kordis, bunyi jantung, irama jantung,
pembesaran,
11) Payudara
Pembesaran, simetris, pigmentasi, warna kulit, keadaan areola dan
putting susu, stimulation nipple erectioni, kepenuhan atau
pembengkakkan, benjolan, nyeri, produksi laktasi/kolostrum,
perabaan pembesaran kelenjar getah bening di ketiak.
12) Abdomen
Teraba lembut, tekstur Doughy (kenyal), memeriksa diatiasis
abnominal, memeriksa bekas operasi bila ada, palpasi tinggi fundus
uteri menggunakan tangan, nilai konsistensinya keras, lunak,
31

lokasi, kontraksi uterus, nyeri, kandung kemih ada/tidaknya dstensi


pada kandung kemih.
13) Genitalia
Ada tidaknya tanda REEDA (redness, echimosis, edema,
discharge, approximation), memeriksa kebersihan
vulava/perineum, perdarahan karakteristik lochea, warna, bau,
konsistensi, keluaran normal/tidak, laserasi serviks, introitus
vagina, perineum dan vulva edema, inflamasi, hematoma, pus, luka
bekas episiotomi, jahitan, memar, dan hemoroid.
14) Ektremitas
Ada/tidaknya varises pada kaki, ada/tidaknya edema dengan
menekan lembut pada kaki ibu, kekuatan otot, tekstur kulit.
c. Pemeriksaan Laboratorium
1) Darah: hemoglobin dan hematokrit 12-24 jam postpartum (jika Hb
< 10 g% dibutuhkan suplemen FE), eritrosit, leukosit, trombosit.
2) Klien dengan dower cateter diperlukan kultur urine.
d. Konsep Diri
Sikap penerimaan ibu terhadap tubuhnya, keinginan ibu menyusui,
persepsi ibu tentang tubuhnya terutama perubahan-perubahan selama
kehamilan.
e. Seksual
Pola interaksi dan hubungan dengan pasangan meliputi frekuensi
koitus atau hubungann intim, pengetahuan pasangan tentang seks,
kontinuitas hubungan seksual. Pengetahuan pasangan kapan dimulai
hubungan intercourse pascapartum (dapat dilakukan setelah luka
episiotomi membaik dan lochea terhenti, biasanya pada akhir minggu
ketiga).
f. Kebiasaan Sehari-Hari
1) Pola nutrisi: pola menu makanan yang dikonsumsi, jumlah, jenis,
makanan (kalori, protein, vitamin, tinggi serat), frekuensi,
32

konsumsi kudapan (makanan ringan), nafsu makan, pola minum,


jumlah, frekuensi.
2) Pola istirahat dan tidur: lamanya, kapan (malam, siang), rasa tidak
nyaman yang mengganggu istirahat, penggunaan selimut, lampu
terang, remang-remang, atau gelap, apakah mudah erganggu
dengan suara-suara, posisi saat tidur (penekanan pada perineum).
3) Pola eliminasi: apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan adakah
inkontinensia (hilangnya involunter pengeluaran urine), hilangnya
kontrol blas, terjadi overdistensi blas atau tidak atau retensi urine
karena rasa takut luka episiotomy, apakah perlu bantuan saat BAK.
Pola BAB, frekuensi, konsistensi, rasa takut BAB karena luka
perineum, kebiasaan penggunaan toilet.
4) Personal hygiene: pola mandi, kebersihan mulut dan gigi,
penggunaan pembalut dan kebersihan genitalia, pola berpakaian,
tata rias rambut dan wajah.
5) Aktivitas: kemampuan mobilisasi beberapa saat setelah
melahirkan, kemampuan merawat diri dan melakkan eliminasi,
kemampuan bekerja, dan menyusui.
6) Rekreasi dan hiburan: situasi atau tempat yang menyenangkan,
kegiatan yang membuat fresh dan rileks.
g. Profil Keluarga
Kebutuhan informasi pada keluarga, dukungan orang terdekat, sibling,
tipe rumah, community setting, penghasilan keluarga, hubungan social,
dan keterlibatan dalam kegiatan masyarakat.
h. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita pnyakit yang diturunkan
secara genetic, menular, kelainan kongenital, atau gangguan kejiwaan
yang pernah diderita oleh keluarga.
i. Riwayat Psikososial-Kultural
Baby blues: perasaan sedih, kelelahan, kecemasan bingung, dan mudah
menangis. Depresi: konsentrasi, minat, perasaan kesepian,
33

ketidaknyamanan, berpikir obsesif, rendahnya emosi yang positif,


perasaan tidak berguna. (Kumalasari, Intan. 2015: 175)

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan, sebagai
dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan
keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat. Diagnose keperawatan
terdiri dari 3 komponen yaitu respon, faktor berhubungan, tanda dan gejala
(Setiadi, 2012)
Menurut NANDA (2009), Diagnosa keperawatan yang dapat
muncul pada klien dengan postpartum normal adalah:
1) Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik
2) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan panurunan tonus otot
3) Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot
4) Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan ansietas ibu.
5) Resiko tingi perdarahan berhubungan dengan kegagalan myometrium
dan mekanisme homeostatic
6) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
7) Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal dan
psikologis, nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan, dan kelahiran
melelahkan.

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian
dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan
keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah
atau untuk memenuhi kebutuhan klien. Proses perencanaan keperawatan
meliputi penetapan tujuan perawatan, penetapan kriteria hasil, pemilihan
intervensi yang tepat dan rasional dari intervensi dan mendokumentasikan
rencana perawat (Hidayat, 2008).
34

Kriteria hasil adalah batasan karakteristik atau indikator


keberhasilan dari tujuan yang telah ditetapkan. Dalam menentukan kriteria
hasil berorientasi pada SMART yaitu Spesifik: berfokus pada pasien,
singkat dan jelas, Measurable: dapat diukur, Achieveble: realistis,
Reasonable: ditentukan oleh perawat dan klien, Time: kontrak waktu.
(Walid, 2012).
Menurut NANDA (2015), intervensi keperawatan yang sesui
dengan diagnose diatas yaitu:
a. Nyeri fisik berhubungan dengan agen cedera fisik
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah nyeri
dapat teratasi dengan kriteria hasil berdasarkan Nursing Outcome
Classification (NOC):
1) Mampu mengontrol nyeri
2) Melaporkan nyeri berkurang dengan menejemen nyeri
3) Mampu mengenal nyeri
4) Tanda-tanda vital dalam batas normal tekanan darah 110/70 –
120/80 mmHg, nadi 60-100 kali permenit, pernapasan 16-20 kali
permenit, suhu 36,5-37,5C
Intervensi NIC:
1) Kaji skala nyeri (PQRST) klien
Rasional: untuk mengetahui tingkat nyeri
2) Pantau tanda-tanda vital
Rasional: untuk mengetahui keadaan umum klien dan
merencanakan intervensi selanjutnya.
3) Berikan posisi nyaman
Rasional: memberikan posisi nyaman untuk menurunkan spasme
otot.
4) Ciptakan lingkungan yang nyaman
Rasional: meningkatkan kenyamanan klien
5) Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
35

Rasional: membantu klien meningkatkan kemampuan koping


dalam manajemen nyeri
6) Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik
Rasional: menurunkan atau menghilangkan nyeri
7) Berikan kompres dingin pada luka perineum
Rasional: memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga
impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit.
b. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan edema jaringan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah eliminasi
urin teratasi dengan kriteria hasil berdasarkan Nursing Outcome
Clasification (NOC) yaitu:
1) Kandung kemih kosong
2) Intake cairan dalam rentang normal 1-2 liter/hari
3) Bebas infeksi saluran kemih
4) Berkemih >150 cc setiap kali
5) Klien mampu berkemih secara mandiri
Intervensi NIC:
1) Pantau eliminasi urin meliputi frekuensi, konsistensi bau, volume
dan warna urin.
Rasional: untuk mengetahui ada idaknya gangguan pada system
perkemihan
2) Palpasi kandung kemih
Rasional: untuk mengetahui ada tidaknya distensi kandung kemih
3) Bantu psien untuk berkemih secara berkala 6-8 jam post partum
Rasional: untuk merangsang atau memudahkan berkemih
4) Ajarkan pasien untuk mengetahui tanda dan gejala infeksi saluran
kemih
Rasional: untuk meningkatkan kemampuan pasien untuk
mengetahui tanda dan gejala infeksi saluran kemih
5) Anjurkan klien untuk minum 6-8 gelas per-hari
36

Rasional: mencegah dehidrasi dan mengganti cairan yang hilang


waktu melahirkan
6) Kolaborasi dengan dokter pemasangan kateter
Rasional: untuk mengurangi distensi kandung, memungkinkan
involusi uteri dan mencegah atonia kandung kemih secara
berlebihan.
c. Konstipasi berhubungan dengan penurunan mortilitas saluran
gastrointestinal
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah
konstipasi dapat teratasi dengan kriteria hasil berdasarkan Nursing
Outcome Classification (NOC), yaitu:
1) Pola eliminasi dalam rentang normal, feses lembut dan berbentuk.
2) Klien mampu mengeluarkan feses tanpa bantuan.
3) Tidak terjadi penyalahgunaan alat bantu.
4) Bising usus dalam batas normal 8-12 kali permenit.
5) Mengidentifikasi cairan dan serat dengan adekuat
Interensi NIC:
1) Kaji warna , konsistensi dan frekuensi feses pasca post partum.
Rasional: untuk mengetahui ada tidaknya gangguan dari
pencernaan klien.
2) Auskultasi adanya bising usus.
Rasional: untuk mengevaluasi bising usus.
3) Berikan informasi diet yang tepat tentang peningkatan makan dan
cairan dan upaya untuk membuat pola pengosongan normal.
Rasional: peningkatan makan dan cairan akan merangsang
defekasi.
4) Anjrkan klien untuk meningkatkan aktivitas dan ambulasi.
Rasional: membantu meningkatkan peristaltik gastrointestinal.
5) Kolaborasi dengan dokter pemberian laksatif.
Rasional: untuk meningkatkan kebiasaan defekasi normal dan
mencegah mengejan.
37

d. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan ansietas ibu.


Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah
ketidakefektifan pemberian ASI teratasi, dengan kriteria hasil
berdasarkan Nursing Outcome Classification (NOC), yaitu:
1) Ibu dan bayi mengalami pemberian ASI yang efektif yang
ditunjukkan dengan pengetahuan menyusui, mempertahankan
menyusui, dan penyapihan menyusui.
2) Bayi menunjukkan kemampuan menyusui ditandai dengan sikap
dan penempelan sesuai, menghisap dan menempatkan lidah yang
benar, mencengkrm areola dengan tepat, menelan dapat didengar,
minimal menyusui 8 kali sehari.
3) Mengenali isyarat lapar dari bayi dengan segera
4) Mengidentifikasi kepuasan terhadap menyusui
5) Tidak mengalami nyeri tekan pada payudara
Intervensi NIC:
1) Pantau keterampilan ibu dalam menempelkan bayi pada putting
Rasional: posisi dan perlekatan yang tidak benar pada payudara
dapat menyebabkan lecet pada putting susu.
2) Pantau integritas kulit putting
Rasional: mengetahui apakah ada mastitis, putting susu lecet,
putting susu terbenam, dan payudara bengkak yang merupakan
masalah dalam pemberian ASI.\
3) Demonstrasikan perawatan payudara sesuai dengan kebutuhan
(breastcare, pijat oksitosin, dan memerah)
Rasional: dengan melakukan perawatan payudara, payudara
menjadi bersih, melancarkan sirkulasi darah serta mencegah
tersumbatnya saluran susu sehingga memperlancar pengeluaran
ASI.
4) Instruksikan kepada ibu tentang teknik memompa payudara
38

Rasional: memudahkan pemberian ASI apabila ibu bekerja di


luar. Dengan pengeluaran ASI membuat ibu merasa nyaman dan
mengurangi ASI menetes.
5) Ajarkan ibu untuk melakukan senam nifas
Rasional: senam nifas bermanfaat untuk mengurangi stress dan
merilekskan otot otot alat reproduksi yang tegang setelah
melahirkan sehingga merangsang hormone oksitosin untuk
memproduksi ASI.
6) Ajarkan teknik menyusui yang meningkatkan keterampilan dalam
menyusui bayinya
Rasional: teknik menyusui yang benar dengan adanya isapan bayi
pada payudara akan merangsang terbentuknya oksitosin dan
kelenjar hipofisis. Oksitosin membantu involusi uterus dan
mencegah perdarahan pasca persalinan.
e. Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan kegagalan
myometrium kontraksi dan mekanisme homeostatic.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah resiko
tinggi perdarahan dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1) Kehilangan darah selama post partum dari 500 cc
2) Kandung kemih kosong
3) Kontraksi uterus baik
4) Klien tidak pucat
5) Kadar hemoglobin dan hematocrit dalam batas normal
6) Tanda-tanda vital dalam batas normal. Tekanan darah 110/70 –
120/80 mmHg, nadi 60-100x/menit, pernapasan 16-20x/menit,
suhu 36,5-37,5C.
Intervensi NIC:
1) Kaji jumlah lokea pasca persalinan
Rasional: untuk mengukur kehilangan darah pasca persalinan.
2) Kaji keputihan kandung kemih dan kebersihan perineum
39

Rasional: kandung kemih yang penuh akan mengganggu


kontraksi uterus dan untuk mengetahui episiotomy dan kebersihan
perineum.
3) Pantau tanda-tanda vital
Rasional: untuk mengetahui keadaan umum klien dan
menentukan intervensi lanjutan.
4) Kaji kadar hemoglobin dan hematokrit klien.
Rasional: hemoglobin dan hematokrit turun menandakan
kehilangan klien.
5) Catat tinggi funtus uterus dan kontraksi uterus
Rasional: untuk mengetahui ada tidaknya kontraksi uterus
6) Lakukan massage uterus
Rasional: mempercepat penurunan fundus uteri
7) Berikan cairan intr vena jenis isotonic
Rasional: untuk mencegah kekurangan cairan dan meningkatkan
volume darah.
8) Kolaborasi dengan dokter mengganti kehilangan darah
Rasional: pengganti cairan yang hilang diperlukan untuk
meningkatkan volume sirkulasi dan mencegah syok.
f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma mekanis.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah resiko
tinggi infeksi dapat teratasi dengan kriteria hasil berdasarkan Nursing
Outcome Classification (NOC):
1) Tidak ada tanda-tanda infeksi
2) Leukosit dalam batas normal (3,6-11 10^3/ml)
3) Tanda-tanda vital dalam batas normal Tekanan darah 110/70 –
120/80 mmHg, nadi 60-100x/menit, pernapasan 16-20x/menit,
suhu 36,5-37,5C.
4) Klien mampu mengetahui tanda-tanda infeksi
Intervensi (NIC):
1) Kaji tanda adanya infeksi.
40

Rasional: dugaan adanya infeksi.


2) Kaji leukosit klien.
Rasional: leukosit meningkat menandakan terjadinya infeksi.
3) Pantau tanda-tanda vital.
Rasional: menentukan intervensi selanjutnya.
4) Lakukan perawatan luka dengan vulva hygiene.
Rasional: mencegah terjadinya infeksi.
5) Ajarkan pasien dan keluarga untuk mengetahui tanda-tanda
infeksi.
Rasional: meningkatkan kemampuan klien untuk mengetahui
tanda-tanda infeksi.
6) Ajarkan klien untuk mencegah infeksi.
Rasional: meningkatkan kemampuan pasien untuk mencegah agar
tidak terjadi infeksi.
7) Kolaborasi dengan dokter pemberian antibiotic.
Rasional: menurunkan mikroorganisme dalam tubuh.
8) Kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet
Rasional: untuk menjaga daya tahan tubuh dan mempercepat
penyembuhan luka.
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal dan
psikologis, nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan, dan kelahiran
melelahkan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan pola
tidur dapat teratasi dengan kriteia hasil berdasarkan Nursing Outcome
Classification (NOC) :
1) Klien tampak segar
2) Klien mengungkapkan dapat tidur
3) Tidak ada lingkaran hitam dibawah mata
Intervensi NIC:
1) Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat. Catat lama
persalinan dan jenis kelahiran.
41

Rasional: persalinan atau kelahiran yang lama dan sulit, khususnya


bila ini terjadi malam, meningkatkan tingkat kelelahan.
2) Kaji faktor-faktor, bila ada yang mempengaruhi istirahat,
organisasikan perawatan untuk meminimalkan gangguan dan
memberi istirahat serta periode tidur ekstra. Anjurkan untuk
mengungkapkan pengalaman melahirkan. Berikan lingkungan yang
tenang.
Rasional: membantu meningkatkan istirahat, tidur, dan relaksasi
dan menurunkan rangsang. Bila ibu tidak terpenuhi tidurnya, akan
memperpanjang proses perbaikan dari periode post partum.
3) Berikan informasi tentang efek-efek kelelahan dan ansietas pada
suplai ASI.
Rasional: kelelahan dapat mempengaruhi penilaian psikologis,
suplai ASI, dan penurunan reflek secara psikologis.
4) Kaji lingkungan rumah, bantuan di rumah, dan adanya sibling dan
anggota keluarga.
Rasional: multipara dengan anak di rumah memerlukan tidur lebih
banyak di rumah sakit untuk mengatasi kekurangan tidur dan
memenuhi kebutuhannya dan kebutuhan keluarga.
5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan misalnya
analgesic.
Rasional: mungkin diperlukan untuk meningkatkan relaksasi dan
tidur sesuai kebutuhan.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah
rencana tindakan disusun dan ditunjukkan pada nursing orders untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2008).
Menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010), komponen tahap
implementasi terdiri dari:
42

a. Tindakan keperawatan mandiri yang dilakukan tanpa instruksi dari


dokter.
b. Tindakan keperawatan mandiri ini ditetapkan dengan standar praktik
American nurses association: undang-undang praktik keperawatan
Negara bagian dan kebijakan institusi perawatan kesehatan.
c. Tindakan keperawatan kolaboratif
Tindakan keperawatan kolaboratif dilakukan apabila perawat bekerja
dengan anggota tim perawat kesehatan yang lain dalam membantu
keputusan bersama yang bersetujuan untuk mengatasi masalah-
masalah klien.
d. Dokumentasi tindakan keperawtan dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan.
e. Frekuensi dokumentasi tergantung pada kondisi klien dan terapi yang
diberikan.

5. Evaluasi
Fase terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap
asuhan keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah
keakuratan, kelengkapan dan kualitas data, teratasi atau tidaknya masalah
pasien, serta pencapaian tujuan, serta ketepatan intervensi keperawatan.
Akhirnya penggunaan proses keperawatan secara tepat pada praktek
keperawatan akan memberi keuntungan pada pasien dan perawat (Gaffar,
2014). Terdapat dua tipe dokumentasi evaluasi yaitu:
a. Evaluasi Sumatif (hasil)
Evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan secara
paripurna. Evaluasi sumatif dapat dilakukan dengan menggunakan
pendekatan SOAP, sebagai berikut :
S :Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
43

A : Analisa ulang atas data subjek dan objek untuk menyimpilkan


apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada
data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindakan lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon pasien.

b. Evaluasi Formatif (proses)


Evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan. Modifikasi rencana
dan tindakan mengikuti perubahan keadaan pasien. Pada tekhnik ini
catatan perkembangan dapat menggunakan bentuk SOAPIER, yaitu
sebagai berikut :
S : Data Subjektif
O : Data Objektif
A : Data subjektif dan objektif dinilai dan dianalisa, apakah
berkembang ke arah perbaikan atau kemunduran. Hasil analisis
dapat menguraikan sampai dimana masalah yang ada dapat diatasi
atau adakah perkembangan masalah baru yang menimbulkan
diagnosa keperawatan baru.
P : Perencanaan
Rencana penanganan pasien berdasarkan pada hasil analisis
yang berisi melanjutkan rencana sebelumnya apabila keadaan
atau masalah belum teratasi dan membuat rencana baru bila
rencana awal tidak efektif.
I : Implementasi
Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana.
E : Evaluasi
Penilaian sejauh mana rencana tindakan dan implementasi telah
dilaksanakan dan sejauh mana masalah pasien dapat teratasi.
R : Reassesment
44

Bila hasil evaluasi menunjukkan masalah belum teratasi,


pengkajian ulang perlu dilakukan kembali melalui proses
pengumpulan data subjektif dan objektif dan proses analisisnya.

C. Konsep Kompres Dingin


1. Pengertian Kompres Dingin
Kompres dingin adalah suatu cara yang dapat menurunkan
prostaglandin yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkuran
lain pada agen cedera dengan menghambat proses inflamasi.(Wahid iqbal
mubarok, 2015)
Kompres dingin adalah suatu metode dalam penggunaan suhu
rendah setempat yang dapat menimbulkan beberapa efek fisiologis.
Aplikasi kompres dingin bertujuan untuk mengurangi aliran darah ke
suatu bagian dan mengurangi perdarahan serta edema. (Wahid Iqbal
Mubarok,2015).
Kompres dingin adalah tindakan memasang eskap/eskrag untuk
menurunkan suhu tubuh, megurangi nyeri/sakit dan perdarahan pasca
postpartum.(Wahid Iqbal Mubarok, 2015)
Jadi, kompres dingin adalah terapi yang menimbulkan efek analgetik
dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri
yang mencapai otak lebih sedikit karena dapat menurunkan prostaglandin
yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri

2. Tujuan Pemberian Kompres Dingin


a. Menurunkan suhu tubuh (hipertermi)
b. Mencegah peradangan meluas
c. Mengurangi kongesti
d. Mengurangi perdarahan setempat
e. Mengurangi rasa sakit pada daerah setempat
f. Agar luka menjadi bersih
45

3. Pengaruh kompres dingin


a. Menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat kecepatan
hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih
sedikit.
b. Vasokonstriksi untuk menurunkan aliran darah ke daerah tubuh yang
mengalami cedera, mencegah terbentuknya edema, mengurangi
inflamasi.
c. Anestesi lokal untuk mengurangi nyeri lokal.
d. Viskositas darah meningkat untuk meningkatkan koagulasi darah
pada tempat cedera.
e. Ketegangan otot menurun yang berguna untuk menghilangkan nyeri.

4. Standar Operasional Prosedur (SOP) Kompres Dingin


a. Definisi
Kompres dingin adalah tindakan memasang eskap/eskrag untuk
menurunkan suhu tubuh, megurangi nyeri/sakit dan perdarahan
pasca postpartum.(Wahid Iqbal Mubarok, 2015)
b. Tujuan
1) Menurunkan suhu tubuh
2) Mencegah peradangan meluas
3) Mengurangi kongesti
4) Mengurangi perdarahan setempat
5) Mengurangi rasa sakit pada daerah setempat
6) Agar luka menjadi bersih
c. Persiapan alat
1) Arloji/jam tangan
2) Sampiran
3) Pengalas
4) Handuk kecil/kassa
5) Air dingin/es di dalam kantung
6) Satu sendok garam (agar es tidak cepat mencair)
46

7) Air dalam baskom (vulva hygine)


8) Waslap
d. Persiapan pasien dan lingkungan
1) Sampaikan salam
2) Jelaskan maksud dan tujuan dari tindakan tersebut
3) Jelaskan prosedur tindakan yang harus dilakukan klien
4) Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
5) Atur pencahayaan, penerangan dan ruangan yang kondusif
e. Prosedur tindakan
1) Persiapan alat dan bahan
2) Mendekatkan alat ke samping klien
3) Mencuci tangan
4) Memberikan penjelasan tentang prosedur tindakan, tujuan, dan
jelaskan tindakan yang akan dilakukan
5) Salam terapeutik
6) Melakukan pendekatan dengan klien
7) Memperkenalkan diri pada klien
8) Kontrak waktu
f) Melaksanakan prosedur tindakan
1) Atur posisi klien dorsal recumber
2) Gunakan kantong berisi es batu (cold pack) atau air es yang
dibungkus dengan handuk/kassa.
3) Kompres dingin dilakukan didekat lokasi nyeri, disisi tubuh
yang berlawanan tetapi berhubungan dengan lokasi nyeri, atau
dilokasi yang terletak antara lokasi nyeri. 
4) Pemberian kompres dingin dapat dilakukan dalam waktu 5-10
menit atau setiap 2 jam sekali tergantung pada tingkat nyeri dan
bengkak.
5) Dampak fisiologisnya adalah vasokonstriksi (pembuluh darah
penguncup), penurunan metabolik, membantu mengontrol
47

perdarahan dan pembengkakan karena trauma, mengurangi nyeri


dan menurunkan aktivitas ujung saraf pada otot.
6) Atur posisi klien senyaman mungkin
h) Evaluasi
1) Evaluasi perasaan klien
2) Simpulkan hasil kegiatan
3) Lakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya
4) Bereskan alat
5) Cuci tangan
i) Dokumentasi
1) Data-data hasil pengkajian dicatat dengan jelas dan lengkap
2) Waktu di laksanakan kompres dingin
3) Frekuensi kompres dingin
4) Simpulkan hasil kegiatan
5) Paraf dan nama jelas ditulis

Anda mungkin juga menyukai

  • Pathway Ca Serviks
    Pathway Ca Serviks
    Dokumen1 halaman
    Pathway Ca Serviks
    Dessy Angghita
    50% (2)
  • Format Asuhan Keperawatan Anak
    Format Asuhan Keperawatan Anak
    Dokumen5 halaman
    Format Asuhan Keperawatan Anak
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • STRATEGI_KOMUNIKASI
    STRATEGI_KOMUNIKASI
    Dokumen4 halaman
    STRATEGI_KOMUNIKASI
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • SAK Jiwa Ners
    SAK Jiwa Ners
    Dokumen24 halaman
    SAK Jiwa Ners
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Asuhan Keperawatan Operasi Ca Serviks
    Asuhan Keperawatan Operasi Ca Serviks
    Dokumen17 halaman
    Asuhan Keperawatan Operasi Ca Serviks
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • TAK ORIENTASI REALITA
    TAK ORIENTASI REALITA
    Dokumen16 halaman
    TAK ORIENTASI REALITA
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • RESUME KELUARGA DENGAN MASALAH REMATIK
    RESUME KELUARGA DENGAN MASALAH REMATIK
    Dokumen22 halaman
    RESUME KELUARGA DENGAN MASALAH REMATIK
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • 1 Pengkajian
    1 Pengkajian
    Dokumen20 halaman
    1 Pengkajian
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • HargaDiriRendah
    HargaDiriRendah
    Dokumen21 halaman
    HargaDiriRendah
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv Pembahasan
    Bab Iv Pembahasan
    Dokumen2 halaman
    Bab Iv Pembahasan
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • REUMATIK
    REUMATIK
    Dokumen5 halaman
    REUMATIK
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • LP Rematik Rin Rin Fix
    LP Rematik Rin Rin Fix
    Dokumen11 halaman
    LP Rematik Rin Rin Fix
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • HargaDiriRendah
    HargaDiriRendah
    Dokumen21 halaman
    HargaDiriRendah
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Askep Dm-Alicia Safanah Afifah-214121124
    Askep Dm-Alicia Safanah Afifah-214121124
    Dokumen26 halaman
    Askep Dm-Alicia Safanah Afifah-214121124
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Proposal Penelitian KMB
    Proposal Penelitian KMB
    Dokumen59 halaman
    Proposal Penelitian KMB
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Tujuan: Pengertian
    Tujuan: Pengertian
    Dokumen2 halaman
    Tujuan: Pengertian
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Bab IV
    Bab IV
    Dokumen26 halaman
    Bab IV
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen33 halaman
    Bab 2
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Resume HD
    Resume HD
    Dokumen11 halaman
    Resume HD
    Riana Septiani Gusniardi
    100% (1)
  • LP BBLN
    LP BBLN
    Dokumen40 halaman
    LP BBLN
    mia rahmawati
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Anak Berkebutuhan Khusus
    Jurnal Anak Berkebutuhan Khusus
    Dokumen12 halaman
    Jurnal Anak Berkebutuhan Khusus
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen6 halaman
    Bab I
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen2 halaman
    Bab V
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • LP Osteomielitis
    LP Osteomielitis
    Dokumen19 halaman
    LP Osteomielitis
    Laksita Barbara
    Belum ada peringkat
  • Resum - Ok - Eva Santika
    Resum - Ok - Eva Santika
    Dokumen6 halaman
    Resum - Ok - Eva Santika
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Bab II
    Bab II
    Dokumen52 halaman
    Bab II
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • LP - Chronic Kidney Disease (CKD) - EVA SANTIKA
    LP - Chronic Kidney Disease (CKD) - EVA SANTIKA
    Dokumen21 halaman
    LP - Chronic Kidney Disease (CKD) - EVA SANTIKA
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Askep Kasus I
    Askep Kasus I
    Dokumen32 halaman
    Askep Kasus I
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Riana
    Riana
    Dokumen16 halaman
    Riana
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat