NARKOBA
A. Narkoba
Narkoba atau Napza adalah obat/bahan/zat, yang bukan tergolong
makanan. Jika diminum, diisap, dihirup, ditelan dan disuntikkan, berpengaruh
terutama pada kerja anak (susunan saraf pusat), dan sering menyebabkan
ketergantungan. Akibatnya, kerja otak berubah (meningkat atau menurun).
Demikian pula fungsi vital organ tubuh lain (jantung, peredaran darah,
pernapasan, dan lain-lain).
Narkoba yang ditelan masuk kelambung, kemudian ke pembuluh darah.
Jika diisap, atau dihirup, zat diserap masuk ke dalam pembuluh darah melalui
saluran hidung dan paru-paru. Jika zat disuntikkan, langsung masuk ke aliran
darah. Darah membawa zat itu ke otak.
Narkoba (narkotik, psikotropika, dan obat terlarang) adalah istilah
penegak hukum dan masyarakat. Narkoba disebut berbahaya, karena tidak aman
digunakan manusia. Oleh karena itu, penggunaan, pembuatan, dan peredarannya
diatur dalam, undnag-undang. Barang siapa menggunakan dan mengedarkannya
diluar ketentuan hukum, dikenai sanksi pidana penjara dan hukuman denda.
Napza (narkotika, psikotropika, zat adiktif lain) adalah istilah dalam dunia
kedokteran. Di sini penekanannya pada pengaruh ketergantunganya. Oleh karena
itu, selain narkotika dan psikotropika, yang termasuk napza adalah juga obat,
bahan atau zat, yang tidak diatur dalam undang-undang, tetapi menimbulkan
ketergantungan, dan sering disalahgunakan.
Narkoba yang dimaksud pada buku ini adalah narkotika, psikotropika, dan
zat adiktif lain. Digunakan istilah narkoba, karena telah menjadi bahasa umum di
masyarakat. Akan tetapi, ruang lingkupnya meliputi napza, sebab zat adiktif lain,
seperti nikotin dan alkohol, sering menjadi pintu masuk pemakaian nakoba lain
yang berbahaya. Juga inhalansia dan solven, yang terdapat pada berbagai
keperluan rumah tangga, bengkel, kantor dan pabrik yang sering disalahgunakan,
terutama oleh anak-anak.
Karena pengaruh narkoba yang menimbulkan rasa nikmat dan nyaman
itulah maka narkoba disalahgunakan. Akan tetapi, pengaruh itu sementara, sebab
setelah itu timbul rasa tidak enak. Untuk menghilangkan rasa tidak enak, ia
menggunakan narkoba lagi. Oleh karena itu, narkoba mendorong seseorng untuk
memakainya lagi.
Penyalahgunaan narkoba adalah penggunaan narkoba yang dilakukan
tidak untuk maksud pengobatan, tetapi karena ingin menikmati pengaruhnya,
dalam jumlah berlebih yang secara kurang teratur, dan berlangsung cukup lama,
sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, mental, dan kehidupan
sosialnya.
Pemakaian narkoba secara berlebihan tidak menunjukkan jumlah atau
dosisnya, tetapi yang penting pemakaiannya berakibat pada gangguan salah satu
fungsi, psikologis, maupun sosial. Gangguan fisik berarti gangguan fungsi atau
penyakit pada organ-organ tubuh, seperti penyakit hati, jantung, HIV/AIDS.
Gangguan psikologis meliputi cemas, sulit tidur, depresi, paranoia (perasaan
seperti orang lain mengejar). Wujud gangguan fisik dan psikologis bergantung
jenis narkoba yang digunakan. Gangguan sosial, meliputi kesulitan dengan orang
tua, teman, sekolah, pekerjaan, keuangan dan urusan dengan polisi.
2. Bagi Keluarga
Suasana hidup nyaman dan tenteram menjadi terganggu. Membuat
keluarga resah karena barang-barang berharga di rumah hilang. Anak
berbohong, mencuri, menipu, bersikap kasar, acuh tak acuh dengan urusan
keluarga, tidak bertanggung jawap, hidup semaunya, dan asosial.
Orang tua malu karena memiliki anak pecandu, merasa bersalah,
tetapi juga sedih dan marah. Perilakunya ikut berubah sebagai fungsi
keluarga tmencuri, menipu, bersikap kasar, acuh tak acuh dengan urusan
keluarga, tidak bertanggung jawap, hidup semaunya, dan asosial.
Orang tua malu karena memiliki anak pecandu, merasa bersalah,
tetapi juga sedih dan marah. Perilakunya ikut berubah sebagai fungsi
keluarga terganggu. Mereka berusaha menutupi perbuatan agar tidak
diketahui oleh orang luar.
Orang tau menjadi putus asa karena masa depan anak tidak jelas.
Anak putus sekolah atau menganggur, karena dikeluarkan dari sekolah
atau pekerjaan. Stres meningkat dan membuat kehidupan ekonomi morat-
marit. Pengeluaran uang meningkat karena pemakaian narkoba atau karena
harus berulang kali dirawat, bahkan mungkin mendekam di penjara.
Keluarga harus menanggung beban sosial ekonomi ini.
3. Bagi Sekolah
Narkoba merusak disiplin dan motivasi yang sangat penting bagi
proses belajar. Siswa penyalahgunaan narkoba mengganggu suasana
belajar-mengajar di kelas dan prestasi belajar turun drastis.
Penyalahgunaan narkoba juga berkaitan dengan kenakalan dan putus
sekolah. Kemungkinan siswa penyalahgunaan membolos lebih besar
daripada siswa lain.
Penyalahgunaan narkoba berhubungan dengan kejahatan dan
perilaku asosial lain yang menggangu suasan tertib dan aman. Perusakan
barang-barang milik sekolah, meningkatnya perkelahian. Mereka juga
menciptakan iklim acuh tak acuh dan tidak menghormati pihak lain.
Banyak di antara mereka menjadi pengedar atau pencuri barang milik
teman atau karyawan sekolah.
Bagaimana sikap kita agar terhindar dari sesuatu yang tidak diinginkan
ketika berpacaran?
Agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan sebaiknya selama
berpacaran hindari kontak bagian tubuh yang cukup sensitif (daerah erogen)
seperti : bibir, payudara, dan putting susu, pinggang, pantat, bagian dalam paha
dan daerah kelamin. Saling mengingatkan saat pacaran perlu dibicarakan bersama
pasangan. Apabila permintaan pacar kita menurut kita bertentangan dengan ajaran
dan nilai yang kita anut dan membuat kita merasa tidak nyaman, kita harus berani
menolaknya.
Banyak remaja yang “kebablasan” dalam berpacaran dengan melakukan
hubungan seksual, hampir sebagian besar mengatakan hal itu terjadi secara
aksidental, spontan atau tidak direncakan sebelumnya. Penyesalan baru terjadi
ketika remaja putri menjadi hamil. Akibat kehamilan ini, rasa relatif aman yang
selama ini dirasakannya karena orang lain dan masyarakat tidak mengetahui
bahwa ia telah melakukan hubungan seks pra nikah, tiba-tiba saja hilang.
Kengerian akan sanksi sosial berupa pengucilan oleh orang tua/keluarga dan
pelecehan sosial yang amat berat tiba-tiba saja hadir konkret di hadapannya.
Pada umumnya kehamilan remaja (yang belum menikah) merupakan
kehamilan yang tidak diinginkan karena mereka sebenarnya belum siap secara
mental dan fisik untuk hamil atau mempunyai anak.
E. Pola Pemakaian Narkoba
Ada beberapa pola pemakaian narkoba sebagai berikut :
1. Pola coba-coba, yaitu karena iseng atau ingin tahu. Pengaruh
tekanan kelompok sebaya sangat besar, yang menawarkan atau membujuk
untuk memakai narkoba. Ketidakmampuan berkata ‘tidak’ mendorong anak
untuk mencobanya, apalagi jika ada rasa ingin tahu atau ingin mencoba.
2. Pola pemakaian sosial, yaitu pemakaian narkoba untuk
tujuan pergaulan (berkumpul dalam acara tertentu) agar diakui/diterima
kelompok.
3. Pola pemakaian situasional, yaitu karena situasi tertentu,
misalnya kesepian, stres, dan lain-lain. Disebut juga tahap instrumental,
karena dari pengalaman pemakaian sebelumnya disadaroi, narkoba dapat
menjadi alat untuk memengaruhi atau memanipulasi emosi dan suasana
hatinya. Di sini pemakaian narkoba telah mempunyai tujuan, yaitu sebagai
cara mengatasi masalah (compensatory use). Pada tahap ini, pemakai berusaha
memperoleh narkoba secara aktif.
4. Pola habituasi (kebiasaan) ketika telah memakai narkoba
secara teratur/sering. Terjadi perubahan pada faal tubuh dan gaya hidupnya.
Teman lama bergantian dengan teman kalangan pecandu. Kebiasaan,
pemakaian, pembicaraan, dan sebagainya akan berubah. Ia menjadi sensitif,
mudah tersinggung, pemarah, sulit tidur atau berkonsentrasi, sebab narkoba
mulai menjadi bagian dari kehidupannya. Minat dan cita-cita semula hilang. Ia
sering membolos dan prestasi di sekolah merosot. Ia lebih suka menyendiri
daripada berkumpul bersama keluarga. Meskipun masih dapat mengendalikan
pemakaiannya, tetapi telah terjadi gejala awal ketergantungan. Pola pemakaian
narkoba inilah yang secara klinis disebut penyalahgunaan.
5. Pola ketergantungan (kompulsif) dengan gejala khas, yaitu
timbulnya toleransi dan/atau gejala putus zat. Ia berusaha untuk selalu
memperoleh narkoba dengan berbagai cara. Berbohong, menipu, dan mencuri
menjadi kebiasaannya. Ia tidak dapat lagi mengendalikan diri dalam
penggunaannya, sebab narkoba telah menjadi pusat kehidupannya. Hubungan
dengan keluarga dan teman-teman menjadi rusak. Pada pemakaian beberapa
jenis narkoba seperti putauw terjadinya ketergantungan sangat cepat.
2. Pendekatan Afektif
Pendekatan afektif didasarkan pada teori perkembangan kepribadian yang
menyatakan bahwa pemakaian narkoba pada remaja adalah bagian dari perilaku
remaja, sebagai tanda keinginan mereka untuk mandiri.
Pendekatan ini tidak menekankan pada penyalahgunaan narkoba, tetapi
lebih pada kebutuhan mental emosionalnya, sehingga dapat mengurangi alasan
pemakaian narkoba. Di sekolah, misalnya, diciptakan suasana yang dapat
memberi dukungan pada kebutuhan mental emosional remaja, juga cara
meningkatkan percaya diri dan penilaian diri.
Akan tetapi, program prevensi yang hanya melakukan pendekatan pada
komponen afektif saja juga terbukti tidak berhasil. Jika dikombinasikan dengan
latihan keterampilan menolak tekanan kelompok sebaya akan jauh lebih berhasil.
3. Pendidikan yang Berorientasi pada Situasi Penawaran
Pemberian informasi tetap diperlukan, tetapi harus dikaitkan dengan upaya
untuk mengubah perilaku, terutama keterampilan siswa dalam mengambil
keputusan, ketika dihadapkan pada berbagai situasi penawaran narkoba. Situasi
penawaran selalu terjadi dalam kehidupan sehari-hari di sekolah, di rumah, dan
lingkungan lain.
Tidak adanya hubungan langsung antara informasi tentang bahaya narkoba
dan situasi penawaran yang dialami sehari-hari, menyebabkan informasi itu
kurang bermanfaat. Rasa tidak aman, harga diri rendah, hubungan dengan orang
tua buruk/kurang baik, anggota keluarga menjadi penyalahguna, dan kesulitan
mengambil keputusan menyebabkan anak cenderung mengikuti tekanan kelompok
sebaya.
Anak dan remaja cenderung ingin tahu atau ingin mencoba, terutama
mereka yang menyukai sensasi dan senang menantang bahaya (risk taking
behavior). Pada anak yang lebih pasif, pemberian informasi demikian, malah
mengundang kecemasan. Kecemasan akan menyebabkan ketidakmampuan anak
berpikir dan bertindak rasional, dengan menggunakan daya nalar sehat.
Anak atau remaja tidak pernah berpikir jangka panjang mengenai bahaya
narkoba. Jika ia ditawari narkoba, pasti mau mencobanya karena teman yang
menawarkannya tidak tampak seperti seorang yang kecanduan, atau berperilaku
menyimpang. Mereka tampak seperti teman baik atau orang yang dikenal, dengan
perilaku normal, tidak seperti halnya seorang pecandu atau pengedar.
Anak perlu memahami dan terampil menghadapi kemungkinan penawaran
narkoba, karena penyalahgunaan selalu diawali penggunaan pertama kali, sebagai
pemakai coba-coba, didorong keingintahuan, atau keinginan unluk mencoba. Oleh
karena itu, anak perlu dilatih agar terampil menolak tawaran pemakaian dan
peredaran narkoba.
4. Kegiatan Alternatif
Dengan memberi kegiatan alternatif sebagai pengganti pemakaian
narkoba, dianggap perilaku remaja menjadi lebih positif. Ada tiga cara pendekatan
yang dapat dilakukan:
a. Memberi kegiatan yang cocok dengan kebutuhan remaja,
b. Mendorong partisipasi pada kegiatan-kegiatan yang telah ada, dan
c. Memberi kesempatan agar remaja mengembangkan kegiatannya.