ARBITRASE
www.unsoed.ac.id
KATA PENGANTAR
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data yang penulis peroleh dari buku
panduan, yang berkaitan dengan hukum Dagang dan jual beli Perusahaan serta infomasi dari
media massa, internet .tak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada perpustakan pusat
universitas jendral soedirman dalam membantu menyediakan buku-buku berkenaan tugas
ini . Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat
diselesaikannya makalah ini.
Penulis harap, dengan membaca tugas ini dapat memberi manfaat bagi kita semua,
dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai jual beli perusahaan , khususnya bagi
penulis. Memang tugas ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peranan badan arbitrase di dalam penyelesaian sengketa – sengketa bisnis di bidang
perdagangan nasional maupun internasional dewasa ini adalah semakin penting. Banyak
kontrak nasional dan internasional menyelipkan klausula arbitrase dan memang bagi
kalangan bisnis, cara penyelesaian sengketa melalui badan ini memberi keuntungan sendiri
daripada melalui badan peradilan nasional.
Untuk menyelesaikan sengketa – sengketa melalui badan arbitrase ini, hukum yang
akan diberlakukan oleh dewan arbitrase pertama – tama adalah hukum yang dipilih oleh para
pihak sebagaimana yang tertulis dalam klausula tambahan dokumen kontrak atau perjanjian.
Apabila tidak ada hukum yang tegas – tegas di pilih oleh para pihak, maka hukum yang akan
diberlakukan adalah hukum di mana perjanjian atau kontrak dibuat.
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan alternatif Penyelesaian Sengketa Umum
Dasar hukum berarbitrase adalah dasar hukum yang dipergunakan seseorang untuk dapat
menyelesaikan perselisihannya melalui arbitrase, baik dalam kerangka arbitrase nasional
maupun internasional. Dasar hukum tersebut adalah:
- UU No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Umum
- UU No.5 Tahun 1968 tentang Persetujuan atas Konvensi tentang Penyelesaian
Perselisihan Antarnegara dan Warga Negara Asing Mengenai Penanaman Modal
- Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 tentang Pengesahan Konvensi New York
1958
- Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 1990 mengenai peraturan lebih lanjut tentang
pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing
Lembaga Arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk
memberikan putusan mengenai sengketa tertentu. Berdasarkan eksistensi dan kewenangan
untuk memeriksa dan memutus perselisihan yang terjadi antara pihak yang mengadakan
perjanjian ada dua jenis arbitrase yaitu:
Arbitrase ad hoc
Arbitrase ad hoc adalah (arbitrase volunter) adalah arbitrase yang dibentuk khusus untuk
menyelesaikan atau memutus perselisihan tertentu. Arbitrase ini bersifat insidental dan
jangka waktunya tertentu sampai sengketa itu diputuskan.
Arbitrase Institusional
Arbitrase institusional adalah lembaga atau badan arbitrase yang bersifat permanen. Ciri
dari lembaga arbitrase institusional ini yang dapat pula dikatakan sebagai perbedaannya
dengan lembaga arbitrase ad hoc adalah sebagai berikut:
Arbitrase institusional ini ada yang bersifat nasional dan ada pula yang bersifat
internasional. Dikatakan bersifat nasional karena pendiriannya hanya untuk kepentingan
bangsa dari negara yang bersangkutan. Sementara dikatakan bersifat internasional karena
merupakan pusat penyelesaian persengketaan antara pihak yang berbeda kewarganegaraan.
Beberapa lembaga arbitrase bersifat nasional maupun internasional yang dikenal adalah:
Perjanjian arbitrase bukan perjanjian “bersyarat”. perjanjian arbitrase tidak termasuk pada
pengertian ketentuan pasal 1253-1267 KUHPerdata. Oleh karena itu, pelaksanaan perjanjian
arbitrase tidak digantungkan kepada sesuatu kejadian tertentu di masa yang akan datang.
Perjanjian arbitrase tidak mempersoalkan masalah pelaksanaan perjanjian, tetapi hanya
mempersoalkan masalah cara dan lembaga yang berwenang menyelesaikan perselisihan yang
terjadi antara pihak.
Perjanjian arbitrase tidak melekat menjadi suatu kesatuan dengan materi materi pokok
perjanjian. Perjanjian arbitrase yang lazim disebut klausula arbitrase merupakan tambahan
yang diletakkan pada perjanjian pokok. Jadi perjanjian arbitrase bersifat asesoir, dimana
keberadaannya hanya sebagai tambahan pada perjanjian pokok dan sama sekali tidak
mempengaruhi pelaksanaan pemenuhan perjanjian pokok. Walaupun tanpa perjanjian
arbitrase, perjanjian pokok dapat berjalan terus dan berdiri sendiri dengan sempurna.
Sebaliknya tanpa adanya perjanjian pokok, tidak akan pernah ada perjanjian arbitrase.
Dari berbagai sumber undang-undang, peraturan dan konvensi internasional, dijumpai dua
bentuk perjanjian arbitrase sebagai berikut:
Pactum De Compromittendo
“Para pihak dapat menyetujui suatu sengketa yang terjadi atau yang akan terjadi antara
mereka untuk diselesaikan melalui arbitrase.”
Akta Kompromis
Bentuk perjanjian Arbitrase yang kedua disebut “akta kompromis” atau compromise and
settlemen (perdamaian yang dicapai di luar pengadilan). Akta kompromis adalah perjanjian
khusus yang dibuat setelah terjadinya perselisihan guna mengatur tentang cara mengajukan
perselisihan yang telah terjadi itu kepada seorang atau beberapa orang arbiter untuk
diselesaikan. Akta kompromis harus dibuat dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh
kedua belah pihak, atau bisa juga dibuat di depan notaris. Akta kompromis diatur dalam Pasal
9 UU Nomor 30 Tahun 1999 yang berbunyi:
1) Dalam hal para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase setelah sengketa
terjadi, persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam suatu perjanjian tertulis yang
ditandatangani oleh para pihak.
2) Dalam hal para pihak tidak dapat menandatangani perjanjian tertulis sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), perjanjian tertulis tersebut harus dibuat dalam bentuk akta notaris.
4) Perjanjian tertulis yang tidak memuat hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) batal
demi hukum. 6
2. 5 Prosedur Arbitra
Bila telah terjadi perselisihan yang penyelesaiannya disepakati untuk diselesaikan melalui
arbitrase, prosedur yang harus ditempuh adalah sebagai berikut.
Permohonan Arbitrase
Tahap pertama berarbitrase harus dimulai dengan mengajukan permohonan arbitrase. Pada
surat permohonan itu harus dilampirkan salinan naskah atau akta perjanjian yang
secarakhusus meneyerahkan pemutusan sengketa kepada arbiter/majelis arbitrase (akta
kompromis); atau perjanjian yang memuat klausula bahwa sengketa yang akan timbul dari
perjanjian tersebut akan diputus oleh arbiter/majelis arbitrase.
a. Nama lengkap dan tempat tinggal atau tempat kedudukan para pihak
Penunjukan Arbiter
Para pihak yang bersengketa dapat bebas memilih arbiter yang akan menyelesaikan
persengketaan mereka. Apabila para pihak tidak menunjuk seorang arbiter, maka ketua
pengadilan Negeri atau Ketua Lembaga arbitrase yang dipilih akan menunjuk/membentuk
arbiter yang akan memeriksa dan memutus sengketanya. Jika sengketa itu dianggapnya
sederhana dan mudah, akan ditunjuk seorang arbiter tunggal untuk memeriksa dan
memutusnya.
Menurut Undang-Undang No. 30 tahun 1999, para pihak dalam suatu perjanjian yang
tegas dan tertulis, bebas untuk menentukan acara (proses pemeriksaan) arbitrase yang
dipergunakan dalam persidangan sepanjang tidak bertentangan dengan UU No. 30 Tahun
1999 tersebut. Demikian juga, para pihak bebas menentukan jangka waktu dan tempat
diselenggarakannya pemeriksaan/persidangan, termasuk arbiter atau majelis arbitrasi yang
akan memutuskan.
Putusan arbitrase merupakan suatu putusan yang diberikan oleh arbitrase ad hoc maupun
lembaga arbitrase atas suatu perbedaan pendapat, perselisihan paham maupun persengketaan
mengenai suatu pokok persoalan yang lahir dari suatu perjanjian dasar (yang memuat
klausula arbitrase) yang diajukan pada arbitrase ad- hoc tersebut, maupun lembaga arbitrase
untuk diputuskan olehnya. Sebagai suatu pranata (hukum), arbitrase dapat mengambil
berbagai macam bentuk yang disesuaikan dengan kondisi dan keadan yang dikehendaki oleh
para pihak dalam perjanjian.
Berdasarkan pada tempat di mana arbitrase tersebut diputuskan, secara umum putusan
arbitrase dapat kita bedakan ke dalam:
1. Putusan arbitrase nasional, yamg merupakan putusan arbitrase yang diambil atau
dijatuhkan di negara Republik Indonesia
2. Putusan arbitrase internasional atau arbitrase asing, yang merupakan putusan arbitrase
yang dijatuhkan di negara di luar negara Republik Indonesia
Putusan arbitrase berbeda dengan putusan badan peradilan, putusan arbitrase baik yang
diputuskan oleh arbitrase ad-hoc maupun lembaga arbitrase, adalah merupakan putusan pada
tingkat akhir (final), dan karenanya secara langsung mengikat (binding) bagi para pihak.
Namun meskipun demikian, putusan arbitrase masih bisa dilakukan upaya pembatalan
putusan yang diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang diatur dalam Bab VII tentang
Pembatalan Putusan Arbitrase, pasal 70-72 Undang-undang No. 30 Tahun 1999.
Oleh karena itu, dalam rangka pelaksanaan putusan arbitrase nasional, ada beberapa tahap
yang akan dilalui, sebagaimana diuraikan berikut ini.
Pasal 59 UU Nomor 30 Tahun 1999 menentukan bahwa tahap pertama yang harus
dilakukan dalam rangka eksekusi putusan arbitrase adalah tahap pendaftaran/penyimpanan
atau yang disebut dengan istilah “deponir” pada Pengadilan Negeri dalam wilayah putusan
tersebut dikeluarkan. Kewajiban mendaftarkan harus dilakukan paling lambat tiga puluh hari
terhitung sejak tanggal putusan diucapkan. Dan yang berkewajiban untuk mendaftarkan
putusan tersebut adalah:
Semua biaya yang menyangkut pendaftaran ini, sesuai dengan ketentuan Pasal 59 UU Nomor
30 tahun 1999 di atas, ditanggung oleh para pihak yan bersengketa sendiri, bukan arbiter
b. Permohonan Eksekusi
2) Putusan yang dimintakan eksekusi tersebut adalah putusan arbitrase yang menyangkut
perselisihan bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan
perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh para pihak yang bersengketa
Dalam pasal 65 UU No. 30 Tahun 1999 dinyatakan bahwa “yang berwenang menangani
masalah pengakuan dalam pelaksanaan putusan arbitrase internasional adalah Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat.”
10
Namun demikian, tidak semua putusan arbitrase internasional dapat diakui atau
dilaksanakan di Indonesia tanpa memandang dari negara mana putusan tersebut dikeluarkan.
Pasal 66 UU Nomor 30 Tahun 1999 menentukan bahwa putusan arbitrase internasional hanya
diakui dan dapat dilaksanakan di wilayah hukum Republik Indonesia apabila memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut.
a. Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu
negara yang dengan negara Indonesia terkait pada perjanjian, baik secara bilateral maupun
multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrasi Internasional. Ini
disebut asas reciprositas
b. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dalam huruf a terbatas pada putusan yang
menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan.
11
a. lembar asli atau salinan otentik Putusan Arbitrase Internasional, sesuai ketentuan
perihal autentifikasi dokumen asing, dan naskah terjemahan resminya dalam Bahasa
Indonesia;
b. lembar asli atau salinan otentik perjanjian yang menjadi dasar Putusan Arbitrase
Internasional sesuai ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing, dan naskah terjemahan
resminya dalam bahasa Indonesia; dan
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Para sarjana memberikan definisi yang berbeda tentang arbitrase namun pada hakekat
memiliki makna yang sama, bahwa arbitrase merupakan suatu cara penyelesaian sengketa
yang dipilih sendiri oleh para pihak yang berselisih
Arbitrase sebagai salah satu cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan
umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak
yang bersengketa diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, sebagai landasan hukum dalam berarbitrase.
13
DAFTAR PUSTAKAN
Ade Maman Suherman, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,Aspek Hukum dalam
Ekonomi Global, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004.
Widjaja, Gunawan, dan Yani, Ahmad, Hukum Arbitrase, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2001
http://arwin-elborneo.blogspot.com
http://www.perlindungankonsumen.or.id
http://fannihappy.blogspot.com/
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
ISI
BAB III
PENUTUP
ii