Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PENYEDIAN DAN PERBAIKAN FASILITAS DALAM PELAYANAN


KESEHATAN

OLEH :

ZOHRIATUN AINI
NIM ; 48201201034EX

PROGRAM STUDI S1 FARMASI EKSTENSI FAKULTAS ILMU


KESEHATAN
UNIVERSITAS QAMARUL HUDA BAGU PRINGGARATA LOMBOK
TENGAH TAHUN 2021/20
BAB I

PENDAHUALUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan kesehatan yang mempunyai
peranpenting dalam mewujudkan kesehatan yang bermutu, dimana farmasis
sebagai bagiandari tenaga kesehatan mempunyai tugas dan tanggung jawab
dalam mewujudkanpelayanan kefarmasian yang berkualitas. Kepuasan pasien
menggunakan jasa farmasismerupakan cerminan hasil dari mutu pelayanan
kesehatan yang berkualitas.Pelayanan tersebut dapat berupa interaksi dengan
pelayanan medis, pasien atausistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan
baik itu dari administrasi, keuangan, sertatenaga kesehatan.
Kepuasan menggunakan jasa farmasis merupakan sikap dari
konsumendalam menentukan arah dan tujuan akhir dalam proses memahami
pemakaian obat secaratepat atau pembelian suatu produk obat, sehingga
kepuasan pasien menggunakan jasafarmasis dapat digunakan sebagai tolak
ukur untuk melihat seberapa besar kepuasanpasien atas pelayanan yang
diberikan.
Perkembangan yang pesat telah terjadi dalam dunia kesehatan
denganbergesernya orientasi seorang farmasis dari product atau drug
orientedmenjadi patient oriented, yang bertujuan membantu pasien
memperoleh danmenggunakan obat yang tepat.
Untuk memaksimalkan pelayanan pelayanan kefarmasianmerupakan suatu
pelayanan langsung yang bertanggung jawab kepada pasien berkaitandengan
sedian farmasi untuk mencapai hasil yang pasti demi meningkatkan
mutukehidupan pasien. Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan Sumber
Daya Manusia(SDM), sarana prasarana, sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan serta administrasidalam pelayanan kefarmasian klinik yang
meliputi penerimaan resep, peracikan obat,penyerahan obat, informasi obat
dan pencatatan/penyimpanan resep denganmemanfaatkan tenaga, dana,

1
prasarana, sarana dan metode tatalaksana yang sesuai dalamupaya mencapai
tujuan yang ditetapkan (Depkes RI, 2009).
Pelayanan kefarmasian dibantu oleh seorang apoteker pendamping
dan/atautenaga teknis kefarmasian yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli
Madya Farmasi danTenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Apoteker
merupakan bagian dari tenagakesehatan yang mempunyai kewenangan dan
kewajiban untuk melakukan pekerjaankefarmasian sebagaimana tercantum
dalam PP No.51 Tahun 2009 tentang pekerjaankefarmasian pasal satu bahwa
pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasukpengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan danpendistribusian
atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resepdokter, 2
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan
obattradisional.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan fokus masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Pengertian intervensi farmasis
2. Peran dan tugas seorang farmasis dalam pelayanan kesehatan
3. Bagaimana etika dalam pemilihan obat yang tepat kepada pasien
4. Apa saja kriteria obat yang rasional buat pasien
5. Bagaimana Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit

C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui bagaimana intervensi farmasis terhadap
penyediaan dan perbaikan fasilitas dalam sistem pelayanan kesatahan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian intervensi farmasis


Dalam Bahasa Indonesia, intervensi artinya campur tangan. Disini,
intervensi yang dimaksudkan adalah intervensi terhadap segala hal
mengenai obat yang akan dikonsumsi pasien. Walaupun dokter adalah
seorang pemutus terapi, yang artinya apapun yang diberikan oleh tenaga
medis/pelayan kesehatan dalam rangka menyembuhkan/merawat pasien
harus mendapat persetujuan dokter, apoteker tetaplah yang berwenang
dalam memberikan saran/rekomendasi obat kepada dokter.
Intervensi Kefarmasian meliputi :
1. Memberikan rekomendasi terkait pemilihan obat :
a. Jenis obat
b. Dosis
c. Bentuk sediaan/cara pemberian
d. Frekuensi/interval pemberian
e. Durasi
2. Memberikan rekomendasi penyesuaian dosis
3. Memberikan rekomendasi penghentian obat yang sudah tidak ada
indikasinya
4. Memberikan rekomendasi tindak lanjut jika terdapat interaksi obat
yang bermakna secara klinik
5. Memberikan rekomendasi penanganan efek samping obat (jika terjadi).

B. Peran dan tugas seorang farmasis dalam pelayanan kesehatan


Apoteker diharapkan memiliki kemampuan dalam melaksanakan
kegiatan pelayanan kefarmasian yang bermutu dan efisien yang berasaskan
pharmaceutical care di apotek.
Tujuan dari standar pelayanan ini adalah:
a. Melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional.

3
b. Melindungi profesi dari tuntutan masyarakat yang tidak wajar.
c. Pedoman dalam pengawasan praktek Apoteker.
d. Pembinaan serta meningkatkan mutu pelayanan farmasi di apotek.
Kompetensi Apoteker menurut APTFI (Asosiasi Pendidikan Tinggi
Farmasi Indonesia)
adalah:
a. Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Lainnya
Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu
melaksanakan pengelolaan obat sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
b. Pelayanan Obat dan Perbekalan kesehatan Lainnya
Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu
memberikan pelayanan obat/untuk penderita secara profesional
dengan jaminan bahwa obat yang diberikan kepada penderita
akan tepat, aman, dan efektif. Termasuk di dalamnya adalah
pelayanan obat bebas dan pelayanan obat dengan resep dokter
yang obatnya dibuat langsung oleh apotek.
c. Pelayanan Konsultasi, Informasi, dan Edukasi
Kompetensi yang diharapkan adalah apoteker mampu
melaksanakan fungsi pelayanan konsultasi, informasi dan
edukasi yang berkaitan dengan obat dan perbekalan kesehatan
lainnya kepada penderita, tenaga kesehatan lain atau pihak lain
yang membutuhkan.
Tujuan konsultasi obat terhadap pasienadalah (Siregar, 2004) :
1. Menciptakan hubungan yang baik dengan penderita sehingga
mempermudah proses pengobatan.
2. Mengumpulkan informasi yang dibutuhkan mengenai sejarah pengobatan
penderita.
3. Memberikan pendidikan pada penderita mengenai cara penggunaan obat
yang benar.
4. Memberi dukungan dan keyakinan pada penderita mengenai proses

4
C. Pencatatan dan Pelaporan
Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu melaksanakan
pencatatan dan pelaporan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Apoteker bertanggung jawab terhadap setiap kegiatan di
apotek termasuk pencatatan, administrasi pembelian, penjualan, pelaporan
keuangan dan laporan penggunaan narkotika/ psikotropika (Kepmenkes RI
No.1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek, Jakarta, 2001).e. Partisipasi Monitoring Obat Kompetensi yang
diharapkan adalah Apoteker mampu berpartisipasi aktif dalam program
monitoring keamanan penggunaan obat. Apoteker berpartisipasi dalam
program monitoring obat terutama monitoring reaksi obat merugikan
(ROM). Bagaimana etika dalam pemilihan obat yang tepat kepada
pasien
Etika pemilihan obat pada pasien sendiri salah satunya pemilihan obat
secara rasional. Pemilihan obat secara rasional sendiri adalah merupakan upaya
intervensi untuk mencapai pengobatan yang efektif. Konferensi para ahli tentang
pemilihan obat yang rasional yang diadakan oleh World Health Organization
(WHO) pemilihan obat sebagai berikut. “Pasien yang menggunakan obat harus
didasari pada hasil diagnosa klinis, dengan dosis yang sesuai untuk suatu periode
waktu yang memadai dengan harga yang terjangkau”. Dengan empat kata kunci
diNairobi tahun 1985, telah mendefinisikan yaitu “Kebutuhan klinis, dosis, waktu,
dan biaya yang sesuai”.
Pemilihan obat secara rasional yakni menggunakan obat berdasarkan
indikasi yang manfaatnya jelas terlihat dapat diramalkan (Evidence based
therapy). Manfaat tersebut dinilai dengan menimbang semua bukti tertulis uji
klinis yang dimuat dalam pustaka yang dilakukan melalui evaluasi yang sangat
bijaksana. Mempertimbangkan manfaat dan risiko tidak selalu mudah dilakukan.
Istilah penggunaan obat yang rasional dalam konteks biomedis mencakup
kriteria berikut:
1. Indikasi yang tepat, yaitu alasan menulis resep didasarkan pada
pertimbangan medis yang tepat.

5
2. Obat yang tepat, mempertimbangkan kemanjuran, keamanan, kecocokan
bagi pasien dan harga.
3. Dosis, pemberian dan durasi pengobatan yang tepat.
4. Pasien yang tepat, yaitu tidak ada kontra indikasi dan kemungkinan reaksi
merugikan minimal.
5. Dispensing yang benar, termasuk informasi yang tepat bagi pasien tentang
obat yang diresepkan.

D. Apa saja kriteria obat yang rasional buat pasien


1. Tepat Pemilihan Obat
Berdasarkan diagnosis yang tepat maka harus dilakukan pemilihan
obat yang tepat. Pemilihan obat yang tepat dapat didasarkan pada
ketepatan kelas terapi dan jenis obat yang sesuai dengan diagnosis.
Selain itu, obat juga harus terbukti manfaat dan keamanannya. Obat
juga harus merupakan jenis yang paling mudah didapatkan. Jenis obat
yang akan digunakan pasien juga seharusnya berjumlah semaksimal
mungkin.
2. Tepat Diagnosis
Penggunaan obat harus berdasarkan penegakan diagnosis yang tepat.
Ketepatan diagnosis menjadi langkah awal dalam sebuah proses
pengobatan karena ketepatan pemilihan obat dan indikasi akan
tergantung pada diagnosis penyakit pasien. Misalnya pasien diare yang
disebabkan amubiasis maka akan diberikan metronidazol. Jika dalam
proses penegakan diagnosisnya tidak ditemukakan penyebabnya
adalah amoebiasis, terapi tidak akan menggunakan metronidazol. Pada
pengobatan oleh tenaga kesehatan diagnosis merupakan wilayah kerja
Dokter. Sedangkan pada swamedikasi oleh pasien, farmasis
mempunyai peran sebagai second opinion untuk pasien dengan self
diagnosis.

6
3. Tepat Idikasi
Pasien diberikan obat dengan indikasi yang benar sesuai diagnosis
dokter. Misalnya antibiotik hanya diberikan kepada pasien yang
terbukti terkena penyakit akibat bakteri.

E. Bagaimana Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit


Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan
kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan,
persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan
keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial. Tujuan
penyelenggaraan Rumah Sakit adalah :
1. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan.
2. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit.
3. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah
sakit.
4. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber
daya manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.

Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan


perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugasnya, Rumah Sakit
mempunyai fungsi :

1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan


kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga
sesuai kebutuhan medis.
3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya
manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam
pemberian pelayanan kesehatan.

7
4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan
pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu
pengetahuan bidang kesehatan.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu kegiatan di Rumah
Sakit, Apotek dan PUSKESMAS yang dapat menunjang pelayanan
kesehatan yang bermutu.Pelayanan kefarmasian tidak dapat dipisahkan
dari pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang
terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
Dengan ditetapkan Standar Pelayanan Farmasi, tidaklah berarti
semua permasalahan tentang pelayanan kefarmasian menjadi udah dan
selesai. Dalam pelaksanaannya di lapangan, Standar Pelayanan Farmasi
sudah tentu akan menghadapi berbagai kendala, antara lain sumber daya
manusia / tenaga farmasi, kebijakan manajemen serta pihak-pihak terkait
yang umumnya masih dengan paradigma lama yang melihat pelayanan
farmasi hanya mengurusi masalah pengadaan dan distribusi obat saja.
Untuk keberhasilan pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit, Apotek dan PUSKESMAS perlu komitmen dan kerjasama
yang lebih baik antara Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat
Kesehatan dengan Direktorat Jendral Pelayanan Medik, sehingga
pelayanan akan semakin optimal, dan khususnya pelayanan farmasi akan
lebih dirasakan oleh pasien / masyarakat
B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini membuat pembaca menjadi
paham dan tetap semangat.

9
DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002,


Siregar, C.J.P, L. Amalia, 2003, Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan,
Jakarta: EGC.

Quick, et al., 1997, Managing Drug Suply, 2nd Edition, Amerika: Kumarin
Press Aslam M dkk, clinical pharmacy : Menuju pengobatan rasional dan
penghargaan pilihan pasien.

10

Anda mungkin juga menyukai