NIM : 1900024291
PRODI : ILMU HUKUM
KELAS : A
Akhlak bersumber pada Alquran yang tidak diragukan lagi keasliannya dan kebenarannya,
dengan Nabi Muhammad SAW). Akhlak Islam adalah sebagai alat untuk mengontrol semua perbuatan
manusia, dan setiap perbuatan manusia diukur dengan suatu sumber yaitu Alquran dan as-Sunnah.
Dengan demikian, manusia harus selalu mendasarkan pada Alquran dan as-Sunnah sebagai sumber
akhlak. Alquran ini merupakan ensiklopedi konsep normatif umum. Untuk memperjelas, memperluas
dan menjabarkannya, baik secara konseptual maupun praktis, sumber kedua dipakai yaitu as-Sunnah.
Dalam bahasa teknisnya meneladani pemikiran ulama, selama masih bersumber kepada Alquran dan as-
Sunnah yang salah, atau sekurang-kurangnya tidak bertentangan langsung atau tidak langsung terhadap
kedua sumber tersebut, dapat saja dipakai untuk memperluas, memperdalam, memperjelas dan
memperlancar pengembangan konseptual tentang akhlak dan pengamalannya secara fungsional.
Sebagian orang membaca al-Qur’ân, tetapi dengan tergesa-gesa atau dengan cara yang cepat,
seolah-olah sedang diburu musuh! Padahal Allah Azza wa Jalla telah memerintahkan kita agar
membaca al-Qur’ân dengan tartîl (perlahan-lahan). Allah Azza wa Jalla berfirman:
Selain itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mendorong umatnya untuk giat
membaca al-Qur’ân dan menerangkan besarnya pahalanya. Maka, siapakah yang akan
menyambutnya? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah, maka dia mendapatkan satu kebaikan
dengannya. Dan satu kebaikan itu (dibalas) sepuluh lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lâm mîm
satu huruf. Tetapi alif satu huruf, lâm satu huruf, dan mîm satu huruf.”
Mungkin banyak di antara kita telah mengetahui pahala membaca al-Qur’ân ini. Namun, siapa di
antara kita yang selalu berusaha mengamalkannya? Karena tujuan belajar, bukan hanya untuk
pengetahuan saja, akan tetapi tujuannya yang tertinggi adalah untuk diamalkan.
Demikian juga dianjurkan untuk membaca al-Qur’ân dengan berjama’ah, yaitu satu orang
membaca sedangkan yang lain mendengarkan, sebagaimana kebiasaan Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan para Sahabatnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ُت َعلَ ْي ِه ُم ال َّس ِكينَةُ َو َغ ِشيَ ْتهُ ُم الرَّحْ َمةُ َو َحفَّ ْتهُ ُم ْال َمالَئِ َكة َ َاب هَّللا ِ َويَتَد
ْ ََارسُونَهُ بَ ْينَهُ ْم إِالَّ نَزَ ل َ ت هَّللا ِ يَ ْتلُونَ ِكت ٍ َو َما اجْ تَ َم َع قَوْ ٌم فِي بَ ْي
ِ ت ِم ْن بُيُو
َو َذك ََرهُ ُم هَّللا ُ فِي َم ْن ِع ْن َد ُه
Tidaklah ada sekelompok orang yang berkumpul di dalam satu rumah di antara rumah-rumah
Allah, mereka membaca kitab Allah dan belajar bersama di antara mereka, melainkan
ketenangan turun kepada mereka, rahmat meliputi mereka, malaikat mengelilingi mereka, dan
Allah menyebut-nyebut mereka di kalangan (para malaikat) di hadapanNya”.
Ini adalah sebuah kitab yang penuh dengan berkah, Kami turunkan kepadamu supaya mereka
memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai
fikiran. [Shâd/38:29]
Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata: “Ini menunjukkan bahwa seukuran fikiran dan akal
seseorang, dia akan medapatkan pelajaran dan manfaat dengan kitab (al-Qur’ân) ini”.
Bahkan Allah Azza wa Jalla menantang orang-orang kafir untuk mencari-cari kesalahan al-
Qur’ân, jika mereka meragukan bahwa al-Qur’ân datang dari sisi Allah Azza wa Jalla !
ْ أَفَاَل يَتَ َدبَّرُونَ ْالقُرْ آنَ ۚ َولَوْ َكانَ ِم ْن ِع ْن ِد َغي ِْر هَّللا ِ لَ َو َجدُوا فِي ِه
اختِاَل فًا َكثِيرًا
Maka, apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur`ân? kalau kiranya al-Qur`ân itu bukan dari
sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. [an-Nisâ’/4:82]
Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan bahwa sebaik-baik orang dari
umat ini adalah orang yang mempelajari al-Qur’ân dan mengajarkannya. Sebagaimana
disebutkan di dalam hadits di bawah ini:
ُصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل َخ ْي ُر ُك ْم َم ْن تَ َعلَّ َم ْالقُرْ آنَ َوعَلَّ َمه ِ ع َْن ع ُْث َمانَ َر
َ ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ ع َْن النَّبِ ِّي
Dari Utsman, Nabi bersabda: “Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari al-Qur’ân dan
mengajarkannya”.
Imam Ibnu Katsîr rahimahullah berkata: “Ini adalah sifat orang-orang Mukmin yang mengikuti
para Rasul. Mereka adalah orang-orang yang sempurna pada diri mereka dan menyempurnakan
orang lain. Dan itu menggabungkan kebaikan untuk diri sendiri dan untuk orang lain. Ini
kebalikan sifat orang-orang kafir yang banyak berbuat kezhaliman. Mereka tidak memberikan
manfaat kepada orang lain dan tidak membiarkan orang lain mendapatkan manfaat. Mereka
melarang manusia mengikuti al-Qur’ân dan mereka sendiri mendustakan dan menjauhinya.”
4. ITTIBA’ (MENGIKUTI)
Setiap orang sangat membutuhkan rahmat Allah Azza wa Jalla . Namun, apa sarana untuk
meraih rahmat-Nya? Mengikuti al-Qur’ân itulah cara mendapatkan rahmat Allah Azza wa Jalla ,
sebagaimana firman-Nya:
Dan al-Qur`ân itu adalah kitab yang Kami turunkan, yang diberkati, maka ikutilah ia dan
bertakwalah agar kamu diberi rahmat. [al-An’âm/6:155]
Allah Azza wa Jalla telah menjanjikan kebaikan yang besar bagi orang yang mengikuti kitab-Nya.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
ضلُّ َواَل يَ ْشقَ ٰى َ فَإِ َّما يَأْتِيَنَّ ُك ْم ِمنِّي هُدًى فَ َم ِن اتَّبَ َع هُدَا
ِ َي فَاَل ي
Allah berfirman: “Jika datang kepada kamu petunjuk dari-Ku, maka barangsiapa mengikut
petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. [Thâha/20: 123]
Sebaliknya, Allah Azza wa Jalla juga memberi ancaman berat bagi orang yang berpaling dari
kitab-Nya:
َ ِال َك ٰ َذل
ك َ َصيرًا ق ِ َت ب ُ ض ْن ًكا َونَحْ ُش ُرهُ يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة أَ ْع َم ٰى قَا َل َربِّ لِ َم َحشَرْ تَنِي أَ ْع َم ٰى َوقَ ْد ُك ْن َ ًض ع َْن ِذ ْك ِري فَإِ َّن لَهُ َم ِعي َشة َ َو َم ْن أَ ْع َر
ت َربِّ ِه ۚ َولَ َع َذابُ اآْل ِخ َر ِة أَ َش ُّد َوأَ ْبقَ ٰىِ ك نَجْ ِزي َم ْن أَس َْرفَ َولَ ْم ي ُْؤ ِم ْن بِآيَا ٰ
َ ِك ْاليَوْ َم تُ ْن َس ٰى َو َك َذل ٰ َ أَتَ ْت
َ ِك آيَاتُنَا فَن َِسيتَهَا ۖ َو َك َذل
ت َوقَ ْد أُ ِمرُوا أَ ْن يَ ْكفُرُوا بِ ِه َ ِأَلَ ْم ت ََر إِلَى الَّ ِذينَ يَ ْز ُع ُمونَ أَنَّهُ ْم آ َمنُوا بِ َما أُ ْن ِز َل إِلَ ْيكَ َو َما أُ ْن ِز َل ِم ْن قَ ْبل
ِ ك ي ُِري ُدونَ أَ ْن يَتَ َحا َك ُموا إِلَى الطَّا ُغو
ِ َُوي ُِري ُد ال َّش ْيطَانُ أَ ْن ي
َ ضلَّهُ ْم
ضاَل اًل بَ ِعيدًا
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada
apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka
hendak berhakim kepada thâghût, padahal mereka telah diperintah mengingkari thâghût itu,
dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. [an-
Nisâ’/4:60]
ِّ ك بِ ْال َح
َق ۖ فَاَل تَ ُكون ََّن ِمن َ َِّاب يَ ْعلَ ُمونَ أَنَّهُ ُمنَ َّز ٌل ِم ْن َرب
َ صاًل ۚ َوالَّ ِذينَ آتَ ْينَاهُ ُم ْال ِكت َ أَفَ َغ ْي َر هَّللا ِ أَ ْبت َِغي َح َك ًما َوهُ َو الَّ ِذي أَ ْنزَ َل إِلَ ْي ُك ُم ْال ِكت
َّ ََاب ُمف
َْال ُم ْمت َِرين
Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan
kitab (al-Qur’ân) kepada kamu dengan terperinci. Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab
kepada mereka, mereka mengetahui bahwa al-Qur’ân itu diturunkan dari Rabbmu dengan
sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu. [al-An’âm/6:114]
ص ْدقًا َو َع ْداًل ۚ اَل ُمبَ ِّد َل لِ َكلِ َماتِ ِه ۚ َوهُ َو ال َّس ِمي ُع ْال َعلِي ُم
ِ ك ْ َوتَ َّم
ُ ت َكلِ َم
َ ِّت َرب
Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (al-Qur’ân), sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada
yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha
mengetahui. [al-An’âm/6:115]
Firman Allah ”yang benar”, yaitu di dalam berita-beritanya, ” dan adil”, yaitu di dalam hukum-
hukumnya. Allah Azza wa Jalla juga berfirman:
َأَفَ ُح ْك َم ْال َجا ِهلِيَّ ِة يَ ْب ُغونَ ۚ َو َم ْن أَحْ َسنُ ِمنَ هَّللا ِ ُح ْك ًما لِقَوْ ٍم يُوقِنُون
Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada
(hukum) Allah bagi oang-orang yang yakin? [al-Mâidah/5:50]
Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu al-kitab (al
–Qur`ân) sedang ia (al-Qur’ân) dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (al-Qur`ân) itu
terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman. [al-‘Ankabût/29: 51]
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Tidakkah mencukupi bagi mereka sebuah ayat (tanda
kebenaran) bahwa Kami telah menurunkan kepadamu (Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam )
sebuah kitab yang agung, yang di dalamnya terdapat berita orang-orang sebelum mereka, berita
orang-orang setelah mereka, dan hukum apa yang ada di antara mereka, padahal engkau adalah
seorang laki-laki yang ummi (buta huruf), tidak dapat membaca dan menulis, juga tidak pernah
bergaul dengan seorang pun dari ahli kitab, kemudian engkau datang kepada mereka dengan
membawa berita-berita yang ada di dalam lembaran-lembaran suci zaman dahulu, dengan
menjelaskan kebenaran dari apa yang mereka perselisihkan padanya, dan dengan membawa
kebenaran yang nyata, gamblang, dan terang?.”
Karena wahyu Allah Azza wa Jalla sudah mencukupi sebagai pedoman, maka Allah Azza wa Jalla
melarang manusia mengikuti pemimpin-pemimpin yang bertentangan dengan wahyu-Nya, Dia
berfirman:
َاتَّبِعُوا َما أُ ْن ِز َل إِلَ ْي ُك ْم ِم ْن َربِّ ُك ْم َواَل تَتَّبِعُوا ِم ْن دُونِ ِه أَوْ لِيَا َء ۗ قَلِياًل َما تَ َذ َّكرُون
Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari rabbmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-
pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya). [al-A’râf/7:3]
Oleh karena itulah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegur dengan keras kepada Umar bin
al-Khaththâb Radhiyallahu anhu , ketika dia datang membawa naskah kitab Taurat dan
membacanya di hadapan beliau. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
َ ضلَ ْلتُ ْم ع َْن َس َوا ِء ال َّسبِي ِل َولَوْ َكانَ َحيًّا َوأَ ْد َر
ك نُبُ َّوتِي الَ تَّبَ َعنِ ْي َ ََوالَّ ِذي نَ ْفسُ ُم َح َّم ٍد ِبيَ ِد ِه لَوْ بَدَا لَ ُك ْم ُمو َسى فَاتَّبَ ْعتُ ُموهُ َوت ََر ْكتُ ُموْ نِ ْي ل
Demi (Allah) yang jiwaku di tangan-Nya. Seandainya Musa muncul kepada kamu, lalu kamu
mengikutinya, dan kamu meninggalkan aku, sungguh kamu tersesat dari jalan yang lurus.
Seandainya Musa hidup dan mendapati kenabianku, dia pasti mengikuti aku. [HR. Ad-Dârimi, no.
435; semakna dengan hadits ini juga diriwayatkan oleh Ahmad, al-Baihaqi, dan Ibnu Abi ‘Ashim.
Syaikh al-Albâni menghasankannya di dalam Irwâ`ul Ghalîl, no. 1589]
Oleh
Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari