Anda di halaman 1dari 6

NAMA : FAIZZAH RABIATUN RAMADANI

NIM : 1900024291
PRODI : ILMU HUKUM
KELAS : A

AKHLAK KEPADA AL- QUR’AN

A. PENGERTIAN AKHLAK KEPADA AL- QUR’AN

Akhlak bersumber pada Alquran yang tidak diragukan lagi keasliannya dan
kebenarannya, dengan Nabi Muhammad SAW). Akhlak Islam adalah sebagai alat untuk
mengontrol semua perbuatan manusia, dan setiap perbuatan manusia diukur dengan suatu
sumber yaitu Alquran dan as-Sunnah. Dengan demikian, manusia harus selalu mendasarkan
pada Alquran dan as-Sunnah sebagai sumber akhlak. Alquran ini merupakan ensiklopedi
konsep normatif umum. Untuk memperjelas, memperluas dan menjabarkannya, baik secara
konseptual maupun praktis, sumber kedua dipakai yaitu as-Sunnah. Dalam bahasa teknisnya
meneladani pemikiran ulama, selama masih bersumber kepada Alquran dan as-Sunnah yang
salah, atau sekurang-kurangnya tidak bertentangan langsung atau tidak langsung terhadap
kedua sumber tersebut, dapat saja dipakai untuk memperluas, memperdalam, memperjelas
dan memperlancar pengembangan konseptual tentang akhlak dan pengamalannya secara
fungsional.

B. BENTUK – BENTUK AKHLAK KEPADA AL-QUR’AN

1.IMAN KEPADA AL-QUR’AN


Ini adalah adab dan kewajiban terbesar. Beriman kepada al-Qur’ân artinya meyakini segala
beritanya, mentaati segala perintahnya, dan meninggalkan segala larangannya. Allah Azza wa
Jalla berfirman:

‫ب الَّ ِذي أَ ْن َز َل ِم ْن قَ ْب ُل ۚ َو َم ْن يَ ْكفُرْ بِاهَّلل ِ َو َماَل ئِ َكتِ ِه‬


ِ ‫ب الَّ ِذي نَ َّز َل َعلَ ٰى َرسُولِ ِه َو ْال ِكتَا‬
ِ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا آ ِمنُوا بِاهَّلل ِ َو َرسُولِ ِه َو ْال ِكتَا‬
َ ‫َو ُكتُبِ ِه َو ُر ُسلِ ِه َو ْاليَوْ ِماآْل ِخ ِرفَقَ ْد‬
َ َّ‫ضل‬
h‫ضاَل اًل بَ ِعي ًدا‬

Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada
kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya.
Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-
Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. [an-
Nisâ’/4:136]
Ini adalah perintah Allah Azza wa Jalla kepada orang-orang yang beriman untuk
meluruskan iman mereka, yaitu dengan keikhlasan dan kejujuran iman, menjauhi perkara-
perkara yang merusakkan iman, dan bertaubat dari perkara-perkara yang mengurangi nilai
iman. Demikian juga agar mereka meningkatkan ilmu dan amalan keimanan. Karena, setiap
nash yang tertuju kepada seorang Mukmin, lalu dia memahami dan meyakininya, maka itu
termasuk iman yang wajib.

2. TILAWAH (QIRA’ATUL QUR’AN)


Sesungguhnya membaca al-Qur’ân merupakan salah satu bentuk ibadah yang agung. Banyak
sekali ayat-ayat dan hadits-hadits shahîh yang menunjukkan hal ini. Namun sayang, banyak
umat Islam di zaman ini yang lalai dengan ibadah ini, baik karena sibuk dengan urusan dunia,
karena lupa, atau lainnya. Ketika seseorang mendapatkan kiriman surat dari saudaranya,
kawannya, keluarganya, atau kekasihnya, dia akan bersegera membukanya karena ingin
mengetahui isinya. Namun, bagaimana bisa seorang Muslim tidak tergerak untuk membaca
surat-surat al-Qur’ân yang datang dari penciptanya, padahal surat-surat al-Qur’ân itu semata-
Mata untuk kebaikannya?
Sebagian orang membaca al-Qur’ân, tetapi dengan tergesa-gesa atau dengan cara yang cepat,
seolah-olah sedang diburu musuh! Padahal Allah Azza wa Jalla telah memerintahkan kita
agar membaca al-Qur’ân dengan tartîl (perlahan-lahan). Allah Azza wa Jalla berfirman:

‫َو َرتِّ ِل ْالقُرْ آنَ تَرْ تِياًل‬

Dan bacalah al-Qur`ân itu dengan perlahan-lahan. [al-Muzammil/73:4]

3. MEMPELAJARI DAN TADABBBUR (MEMPERHATIKAN)

Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menurunkan al-Qur’ân antara lain dengan hikmah agar
manusia memperhatikan ayat-ayatnya, menyimpulkan ilmunya, dan merenungkan rahasianya.
Allah Azza wa Jalla berfirman:

ِ ‫ك لِيَ َّدبَّرُوا آيَاتِ ِه َولِيَتَ َذ َّك َر أُولُو اأْل َ ْلبَا‬


‫ب‬ ٌ ‫ار‬ َ ‫ِكتَابٌ أَ ْنزَ ْلنَاهُ إِلَ ْي‬
َ َ‫ك ُمب‬

Ini adalah sebuah kitab yang penuh dengan berkah, Kami turunkan kepadamu supaya mereka
memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai
fikiran. [Shâd/38:29]

4. ITTIBA’ (MENGIKUTI)
Setiap orang sangat membutuhkan rahmat Allah Azza wa Jalla . Namun, apa sarana untuk
meraih rahmat-Nya? Mengikuti al-Qur’ân itulah cara mendapatkan rahmat Allah Azza wa
Jalla , sebagaimana firman-Nya:

َ‫ك فَاتَّبِعُوهُ َواتَّقُوا لَ َعلَّ ُك ْم تُرْ َح ُمون‬ َ َ‫َو ٰهَ َذا ِكتَابٌ أَ ْن َز ْلنَاهُ ُمب‬
ٌ ‫ار‬

Dan al-Qur`ân itu adalah kitab yang Kami turunkan, yang diberkati, maka ikutilah ia dan
bertakwalah agar kamu diberi rahmat. [al-An’âm/6:155]

5. BERHUKUM DENGAN AL-QUR’AN


Sesungguhnya kewajiban pemimpin umat adalah menghukumi rakyat dengan hukum Allah
Azza wa Jalla , yaitu berdasarkan al-Qur’ân dan Sunnah. Dan kewajiban rakyat adalah
berhukum kepada hukum Allah Azza wa Jalla . Oleh karena itulah Allah Azza wa Jalla
mencela dengan keras orang-orang yang ingin berhakim kepada thâghût (hukum yang
bertentangan dengan hukum Allah). Allah Azza wa Jalla berfirman:

‫ت َوقَ ْد أُ ِمرُوا أَ ْن‬


ِ ‫ك َو َما أُ ْن ِز َل ِم ْن قَ ْبلِكَ ي ُِري ُدونَ أَ ْن يَت ََحا َك ُموا ِإلَى الطَّا ُغو‬
َ ‫أَلَ ْم تَ َر إِلَى الَّ ِذينَ يَ ْز ُع ُمونَ أَنَّهُ ْم آ َمنُوا بِ َما أُ ْن ِز َل إِلَ ْي‬
َ ‫ضلَّهُ ْم‬
‫ضاَل اًل بَ ِعيدًا‬ ِ ُ‫يَ ْكفُرُوابِ ِه َوي ُِريدُال َّش ْيطَانُأ َ ْني‬

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada
apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka
hendak berhakim kepada thâghût, padahal mereka telah diperintah mengingkari thâghût itu,
dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. [an-
Nisâ’/4:60]

6. MEYAKINI AL-QUR’AN SEBAGAI SATU-SATUNYA PEDOMAN


Allah Azza wa Jalla yang menurunkan kitab al-Qur’ân, memiliki sifat-sifat sempurna. Oleh
karena itu, kitab suci-Nya juga sempurna, sehingga cukup di jadikan sebagai pedoman untuk
meraih kebaikan-kebaikan di dunia dan akhirat. Demikian juga al-Qur’ân cukup sebagai bukti
kebenaran Nabi Muhammad sebagai utusan Allah Azza wa Jalla kepada seluruh manusia dan
jin. Allah Azza wa Jalla berfirman:

َ ِ‫َاب يُ ْتلَ ٰى َعلَ ْي ِه ْم ۚ إِ َّن فِي ٰ َذل‬


َ‫ك لَ َرحْ َمةً َو ِذ ْك َر ٰى لِقَوْ ٍم ي ُْؤ ِمنُون‬ َ ‫ك ْال ِكت‬
َ ‫أَ َولَ ْم يَ ْكفِ ِه ْم أَنَّا أَ ْنزَ ْلنَا َعلَ ْي‬

Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu al-kitab
(al –Qur`ân) sedang ia (al-Qur’ân) dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (al-
Qur`ân) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman.
[al-‘Ankabût/29: 51]
C. ADAB – ADAB AKHLAK TERHADAP AL- QUR’AN

1. Hendaklah yang membaca Al-Qur’an berniat ikhlas, mengharapkan ridha Allah, bukan
berniat ingin cari dunia atau cari pujian.
2. Disunnahkan membaca Al-Qur’an dalam keadaan mulut yang bersih. Bau mulut tersebut
bisa dibersihkan dengan siwak atau bahan semisalnya.
3. Disunnahkan membaca Al-Qur’an dalam keadaan suci. Namun jika membacanya dalam
keadaan berhadats dibolehkan berdasarkan kesepatakan para ulama.
4. Mengambil tempat yang bersih untuk membaca Al-Qur’an. Oleh karena itu, para ulama
sangat anjurkan membaca Al-Qur’an di masjid. Di samping masjid adalah tempat yang bersih
dan dimuliakan, juga ketika itu dapat meraih fadhilah i’tikaf.
5. Menghadap kiblat ketika membaca Al-Qur’an. Duduk ketika itu dalam keadaan sakinah
dan penuh ketenangan.
6. Memulai membaca Al-Qur’an dengan membaca ta’awudz. Bacaan ta’awudz menurut
jumhur (mayoritas ulama) adalah “a’udzu billahi minasy syaithonir rajiim”. Membaca
ta’awudz ini dihukumi sunnah, bukan wajib.
7. Membaca “bismillahir rahmanir rahim” di setiap awal surat selain surat Bara’ah (surat At-
Taubah).
Catatan: Memulai pertengahan surat cukup dengan ta’awudz tanpa bismillahir rahmanir
rahim.
8. Hendaknya ketika membaca Al-Qur’an dalam keadaan khusyu’ dan berusaha untuk
mentadabbur (merenungkan) setiap ayat yang dibaca.
Imam Nawawi rahimahullah menyatakan, “Hadits yang membicarakan tentang perintah
untuk tadabbur banyak sekali. Perkataan ulama salaf pun amat banyak tentang anjuran
tersebut. Ada cerita bahwa sekelompok ulama teladan (ulama salaf) yang hanya membaca
satu ayat yang terus diulang-ulang dan direnungkan di waktu malam hingga datang Shubuh.
Bahkan ada yang membaca Al-Qur’an karena saking mentadabburinya hingga pingsan. Lebih
dari itu, ada di antara ulama yang sampai meninggal dunia ketika mentadabburi Al-Qur’an.”
(At-Tibyan, hlm. 86)

Ingat nasihat Ibrahim Al-Khawwash bahwa tombo ati (obat hati) ada lima:

 Membaca Al-Qur’an disertai tadabbur (perenungan)


 Perut kosong (rajin puasa)
 Rajin qiyamul lail (shalat malam)
 Merendahkan diri di waktu sahur
 Duduk dengan orang-orang shalih.

D. CONTOH AKHLAK MAZMUMAH YANG BERTENTANGAN DENGAN


AKHLAK KEPADA AL- QUR’AN
a. Berkata Dusta
ِ ‫ ﻗَـْ َﻮل اﻟﱡ‬Allah SWT menggandingkan berkata bohong dengan kesalahan
‫ﺰور‬
syirik, firman Allah berikut:

ْ ‫ْﻋﻨَﺪ َرﺑﱢﻪ َوأُﺣﻠﱠ ْﺖ ﻟَُ ُﻜﻢ ْاﻷَ ْﻧـﻌﺎُم إﱠﻻ َﻣﺎ ﻳـ ُْﺘـﻠَﻰ َﻋ ْﻠَﻴُ ْﻜﻢ ﻓَﺎْﺟﺘَﻨﺒُﻮا اﻟﱢﺮْ ﺟ َﺲ ِﻣﻦ ْا‬
ْ ‫ﻷَوﺛَﺎِن‬
ِ ‫ﻗَـْ َﻮل اﻟﱡ‬٦ ‫َواﺟﺘَﻨِﺒُﻮا‬
ِ‫ﺰور‬ َ ِ ِ َ ِ ِ

Artinya: Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apaapa yang


terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah
dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu
keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah
perkataan-perkataan dusta. Ayat ini menekan berat tentang kesalahan berkata bohong
kerana ia telah menggadingkannya dengan kesalaha syirik.
Solusi : Sudah sepatutnya kaum muslimin menjauhi berdusta, kerana dusta itu
merupakan perbuatan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah Subhanahu
wata’ala. Umat islam juga harus sentiasa jujur kerana akan menghantarkan ke dalam
surga Allah SWT dan juga beliau memperingatkan untuk menjauhi kedustaan kerana
ia akan menghantarkan pendusta ke dalam neraka Allah SWT dan apabila seseorang
sentiasa melakukan kidhb, maka ia akan ditulis di sisi Allah SWT sebagai seorang
yang pendusta.( Zulbadri-Sefri Auliya)
REFERENSI
[1]. Lihat Tafsir Taisîr Karîmir Rahmân, surat an-Nisâ’ ayat 136, karya Syaikh
`Abdurrahmân bin Nâshir as-Sa’di
[2]. HR. Tirmidzi no: 2910, dari `Abdullâh bin Mas’ûd. Dishahîhkan Syaikh Sâlim al-Hilâli
dalam Bahjatun Nâzhirîn 2/229
[3]. HR. Muslim no: 2699; Abu Dâwud no: 3643; Tirmidzi no: 2646; Ibnu Mâjah no: 225;
dan lainnya.
[4]. Tafsir Taisîr Karîmir Rahmân, surat Shâd ayat 29, karya Syaikh `Abdurrahmân bin
Nâshir as-Sa’di
[5]. HR. Bukhâri, no. 5027; Abu Dâwud, no. 1452; Tirmidzi, no. 2907; dll. Lihat 205.
[6]. Kitab Fadhâilul-Qur’ân, hlm. 206, karya Imam Ibnu Katsîr, dengan penelitian dan takrîj
hadits Syaikh Abu Ishâk al-Huwaini, penerbit. Maktabah Ibnu Taimiyah, Kairo.
[7]. Tafsir Ibnu Katsîr, surat al-‘Ankabût/29:51
At-Tibyan fii Adabi Hamalatil Qur’an. Cetakan pertama, tahun 1426 H. Abu Zakariya Yahya
bin Syaraf An-Nawawi. Tahqiq: Abu ‘Abdillah Ahmad bin Ibrahim Abul ‘Ainain. Penerbit
Maktabah Ibnu ‘Abbas.
Alusiy, syihabuddin mhd ibn Abdullah al-Husainiy, Ruhu al-Ma’aniy fi tafsir al-Qur’an
al-‘Azhim wa sab’u al-Matsaniy, Muassasah ar-Risalah,2000,
Al-Biqai, Burhanudddin Abi al-Hasan Ibrahim bin Umar, Nizam adDurar fi Tanasub al-
Ayah wa as-Suwar, juz.7, hal.605

Anda mungkin juga menyukai