Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PANCASILA DAN BPAK

(Analisa Dampak Korupsi Terhadap Indonesia)

Disusun Oleh :
SUMARTINI

Semester 1
Jurusan Farmasi Klinik dan Komunikasi
Politekkes Genesis Medicare
2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT , karena
atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah Analisa Dampak
Korupsi ini dengan baik.
Penulis berterimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Pancasila
dan BPAK Bapak Marcel atas bimbingan dan bantuannya, suami dan anak-anak
yang selalu mendoakan dan memberi dukungan serta bantuan dalam penyusunan
makalah ini.
Dalam menyelesaikan Makalah Analisa Dampak Korupsi ini, penulis
memohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan. Maka dari itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk memperbaikinya.
Semoga Makalah Analisa Dampak Korupsi ini dapat berguna dan memberi
manfaat baik bagi penulis sendiri maupun pembaca untuk kedepannya.

Surabaya, 22 Oktober 2019

Penulis

Upaya Pemberantasan Korupsi i


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang..............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.........................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
1.4. Manfaat.........................................................................................................2
BAB II DASAR TEORI.........................................................................................3
2.1. Dasar Teori....................................................................................................3
2.1.1. Pengertian Korupsi.................................................................................3
2.1.2. Jenis Korupsi.........................................................................................5
BAB III....................................................................................................................6
PEMBAHASAN..................................................................................................6
3.1 Sebab-sebab Terjadinya Korupsi...................................................................6
3.2. Dampak dari Tindakan Korupsi...................................................................6
3.2.1. Dampak Korupsi Terhadap Sosial Kemiskinan.....................................6
3.2.2. Dampak Korupsi Terhadap Pertahanan Keamanan...............................8
3.2.3. Dampak Korupsi Terhadap Politik dan Demokrasi...............................9
3.2.4. Dampak Korupsi Terhadap Birokrasi Pemerintahan...........................10
3.2.6. Dampak Korupsi Terhadap Penegakan Hukum...................................12
3.2.7. Dampak Korupsi Terhadap Lingkungan..............................................14
3.3. Peran Serta Pemerintah Dan Masyarakat Dalam Memberantas Korupsi...14
BAB IV..................................................................................................................16
PENUTUP.............................................................................................................16
4.1 Kesimpulan..................................................................................................16
4.2 Saran.............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17
LAMPIRAN..........................................................................................................18

Upaya Pemberantasan Korupsi ii


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tindak pidana korupsi di Indonesia hingga saat ini sudah dalam posisi
yang sangat parah dan begitu mengakar dalam setiap sendi kehidupan.
Perkembangan praktek korupsi dari tahun ke tahun semakin meningkat, baik dari
kuantitas atau jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas yang
semakin sistematis, canggih serta lingkupnya sudah meluas dalam seluruh aspek
masyarakat. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan
membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi
juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Maraknya kasus
tindak pidana korupsi di Indonesia, tidak lagi mengenal batas-batas siapa,
mengapa, dan bagaimana.

Korupsi dalam bahasa latin : corruption dari kata kerja corrumpere yang
bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara
harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politis maupun pegawai
negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau
memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan
kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Secara harfiah korupsi
merupakan sesuatu yang busuk, jahat dan merusak. Jika membicarakan tentang
korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu karena korupsi
menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, tidak hanya
pemangku jabatan dan kepentingan saja yang melakukan tindak pidana korupsi,
baik di sektor publik maupun privat, tetapi tindak pidana korupsi sudah menjadi
suatu fenomena.

Perkembangan korupsi di Indonesia masih tergolong tinggi, sedangkan


pemberantasannya masih sangat lamban. Selanjutnya, dikatakan bahwa korupsi
berkaitan pula dengan kekuasaan karena dengan kekuasaan itu penguasa dapat
menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi, keluarga dan
kroninya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya

Maakalah Korupsi 1
pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada
sama sekali. Korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan
narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam
hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, maka
penulis tertarik untuk membahas tentang faktor penyebab korupsi dan betapa
banyak dampak kerugian yang ditimbulkan.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan paparan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah :
1. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi?
2. Apa saja dampak yang diakibatkan oleh tindakan korupsi
3. Bagaimana peran pemerintah dan masyarakat dalam upaya pemberantasan
korupsi di Indonesia ?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi
2. Mengetahui dampak yang diakibatkan oleh tindakan korupsi
3. Mengetahui apa saja peran pemerintah dan masyarakat dalam upaya
pemberantasan korupsi

1.4. Manfaat
1. Bagi penulis, untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis, terkhusus
pada topik permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.
2. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai literature tambahan bagi peneliti peneliti
selanjutnya yang juga tertarik untuk membahas bidang kajian permasalahan ini.

Maakalah Korupsi 2
BAB II
DASAR TEORI

2.1. Dasar Teori


2.1.1. Pengertian Korupsi
Korupsi berasal dari bahasa Latin: corruption dari kata kerja corrumpere
berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok. Menurut
Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/ politisi
maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri
atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan
kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.1 Dalam Kamus Al-
Munawwir, term korupsi bisa diartikan meliputi: risywah, khiyânat, fasâd, ghulû,
suht, bâthil.2 Sedangkan dalam Kamus Al-Bisri kata korupsi diartikan ke dalam
bahasa arab: risywah, ihtilâs, dan fasâd. 3 Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, korupsi secara harfiah berarti: buruk, rusak, suka memakai barang
(uang) yang dipercayakan padanya, dapat disogok (melalui kekuasaannya untuk
kepentingan pribadi). Adapun arti terminologinya, korupsi adalah penyelewengan
atau penggelapan (uang negara atau perusahaan) untuk kepentingan pribadi atau
orang lain.4
Sementara, disisi lain, korupsi (corrupt, corruptie, corruption) juga bisa
bermakna kebusukan, keburukan, dan kebejatan. Definisi ini didukung oleh
Acham yang mengartikan korupsi sebagai suatu tindakan yang menyimpang dari
norma masyarakat dengan cara memperoleh keuntungan untuk diri sendiri serta
merugikan kepentingan umum. Intinya, korupsi adalah menyalahgunakan
kepercayaan yang diberikan publik atau pemilik untuk kepentingan pribadi.
Sehingga, korupsi menunjukkan fungsi ganda yang kontradiktif, yaitu memiliki
kewenangan yang diberikan publik yang seharusnya untuk kesejahteraan publik,
namun digunakan untuk keuntungan diri sendiri. Korupsi merupakan kejahatan
yang dilakukan dengan penuh perhitungan oleh mereka yang justru merasa
sebagai kaum terdidik dan terpelajar. Korupsi juga bisa dimungkinkan terjadi
pada situasi dimana seseorang memegang suatu jabatan yang melibatkan
pembagian sumber-sumber dana dan memiliki kesempatan untuk

Maakalah Korupsi 3
menyalahgunakannya guna kepentingan pribadi. Nye mendefinisikan korupsi
sebagai perilaku yang menyimpang dari tugas formal sebagai pegawaipublik
untuk mendapatkan keuntungan finansial atau meningkatkan status. Selain itu,
juga bisa diperoleh keuntungan secara material, emosional, atau pun simbol.5
Kata korupsi telah dikenal luas oleh masyarakat, tetapi definisinya
belum tuntas dibukukan. Pengertian korupsi berevolusi pada tiap zaman,
peradaban, dan teritorial. Rumusannya bisa berbeda tergantung pada titik tekan
dan pendekatannya, baik dari perspektif politik, sosiologi, ekonomi dan hukum.
Korupsi sebagai fenomena penyimpangan dalam kehidupan sosial, budaya,
kemasyarakatan, dan kenegaraan sudah dikaji dan ditelaah secara kritis oleh
banyak ilmuwan dan filosof. Aristoteles misalnya, yang diikuti oleh Machiavelli,
telah merumuskan sesuatu yang disebutnya sebagai korupsi moral (moral
corruption).6 Sebetulnya pengertian korupsi sangat bervariasi. Namun demikian,
secara umum korupsi itu berkaitan dengan perbuatan yang merugikan kepentingan
publik atau masyarakat luas untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.7
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi di jelaskan dalam 13 pasal
( UU No.31 Tahun 1999. UU No 20 Tahun 2001 ) Merumuskan 30 bentuk / Jenis
tindak pidana korupsi, yang di kelompokkan menjadi :
1. Kerugian keuangan negara
2. Suap menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi

2.1.2. Jenis Korupsi

1. Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan pengusaha


kepada penguasa. 

Maakalah Korupsi 4
2. Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki kepentingan
ekonomi kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat peraturan atau UU yang
menguntungkan bagi usaha ekonominya. 
3. Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan kekeluargaan,
pertemanan, dan sebagainya. 
4. Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan negara secara
sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah keuntungan
pribadi. 
Diantara model-model korupsi yang sering terjadi secara praktis
adalah: pungutan liar, penyuapan, pemerasan, penggelapan, penyelundupan,
pemberian (hadiah atau hibah) yang berkaitan dengan jabatan atau profesi
seseorang.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Sebab-sebab Terjadinya Korupsi


Penyebab terjadinya korupsi di Indonesia menurut Abdullah Hehamahua,
berdasarkan kajian dan pengalaman setidaknya ada delapan penyebab, yaitu
sebagai berikut :

Maakalah Korupsi 5
a) Sistem Penyelenggaraan Negara yang Keliru
b) Kompensasi PNS yang Rendah
c) Pejabat yang Serakah
d) Law Enforcement Tidak Berjalan
e) Disebabkan law enforcement tidak berjalan dimana aparat penegak
hokum bisa dibayar mulai dari polisi, jaksa, hakim, dan pengacara, maka
hukuman yang dijatuhkan kepada para koruptor sangat ringan sehingga tidak
menimbulkan efek jera bagi koruptor.
f) Pengawasan yang Tidak Efektif
g) Tidak Ada Keteladanan Pemimpin
h) Budaya Masyarakat yang Kondusif KKN

3.2. Dampak dari Tindakan Korupsi


Korupsi berdampak sangat buruk bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara karena telah terjadi kebusukan, ketidakjujuran, dan melukai rasa
keadilan masyarakat. Penyimpangan anggaran yang terjadi akibat korupsi telah
menurunkan kualitas pelayanan negara kepada masyarakat. Pada tingkat makro,
penyimpangan dana masyarakat ke dalam kantong pribadi telah menurunkan
kemampuan negara untuk memberikan hal-hal yang bermanfaat untuk
masyarakat, seperti: pendidikan, perlindungan lingkungan, penelitian, dan
pembangunan. Pada tingkat mikro, korupsi telah meningkatkan ketidakpastian
adanya pelayanan yang baik dari pemerintah kepada masyarakat.

3.2.1. Dampak Korupsi Terhadap Sosial Kemiskinan

Maakalah Korupsi 6
Ada beberapa dampak buruk yang akan diterima oleh kaum miskin
akibat korupsi, diantaranya. Pertama, Membuat mereka (kaum miskin) cenderung
menerima pelayanan sosial lebih sedikit. Instansi akan lebih mudah ketika
melayani para pejabat dan konglemerat dengan harapan akan memiliki gengsi
sendiri dan imbalam materi tentunya, peristiwa seperti ini masih sering kita temui
ditengah–tengah masyarakat. Kedua, Investasi dalam prasarana cenderung
mengabaikan proyek–proyek yang menolong kaum miskin, yang sering terjadi
biasanya para penguasa akan membangun prasarana yang mercusuar namun
minim manfaatnya untuk masyarakat, atau kalau toh ada biasanya momen
menjelang kampanye dengan niat mendapatkan simpatik dan dukungan dari
masyarakat. Ketiga, orang yang miskin dapat terkena pajak yang regresif, hal ini
dikarenakan mereka tidak memiliki wawasan dan pengetahuan tentang soal pajak
sehingga gampang dikelabuhi oleh oknum. Keempat, kaum miskin akan
menghadapi kesulitan dalam menjual hasil pertanian karena terhambat dengan
tingginya biaya baik yang legal maupun yang tidak legal, sudah menjadi rahasia
umum ketika seseorang harus berurusan dengan instansi pemerintah maka dia
menyediakan uang, hal ini dilakukan agar proses dokumentasi tidak menjadi
berbelit–belit bahkan ada sebuah pepatah “kalau bias dipersulit kenapa
dipermudah”.
Korupsi, tentu saja berdampak sangat luas, terutama bagi kehidupan
masyarakat miskin di desa dan kota. Awal mulanya, korupsi menyebabkan
Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional kurang jumlahnya. Untuk
mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah pusat menaikkan pendapatan
negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Pemerintah sama
sekali tidak mempertimbangkan akibat dari adanya kenaikan BBM
tersebut  harga-harga kebutuhan pokok seperti beras semakin tinggi biaya
pendidikan semakin mahal, dan pengangguran bertambah. Tanpa disadari,
masyarakat miskin telah menyetor 2 kali kepada para koruptor. Pertama,
masyarakat miskin membayar kewajibannya kepada negara lewat pajak dan
retribusi, misalnya pajak tanah dan retribusi puskesmas. Namun oleh negara hak
mereka tidak diperhatikan, karena “duitnya rakyat miskin” tersebut telah dikuras
untuk kepentingan pejabat. Kedua, upaya menaikkan pendapatan negara melalui

Maakalah Korupsi 7
kenaikan BBM, masyarakat miskin kembali “menyetor” negara untuk kepentingan
para koruptor, meskipun dengan dalih untuk subsidi rakyat miskin. Padahal
seharusnya negara meminta kepada koruptor untuk mengembalikan uang rakyat
yang mereka korupsi, bukan sebaliknya, malah menambah beban rakyat miskin

3.2.2. Dampak Korupsi Terhadap Pertahanan Keamanan


Korupsi di Bidang Pertahanan dan Keamanan belum dapat disentuh oleh
agen-agen pemberantas kosupsi. Dalam bidang Pertahanan dan Keamanan,
peluang korupsi, baik uang maupun kekuasaan, muncul akibat tidak adanya
transparansi dalam pengambilan keputusan di tubuh angkatan bersenjata dan
kepolisian serta nyaris tidak berdayanya hukum saat harus berhadapan dengan
oknum TNI/Polri yang seringkali berlindung di balik institusi Pertahanan dan
Keamanan.
Tim peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang dipimpin oleh Dr.
Indria Samego (1998) mencatat empat kerusakan yang terjadi di tubuh ABRI
akibat korupsi:
1. Secara formal material anggaran pemerintah untuk menopang kebutuhan
angkatan bersenjata amatlah kecil karena ABRI lebih mementingkan
pembangunan ekonomi nasional. Ini untuk mendapatkan legitimasi kekuasaan
dari rakyat bahwa ABRI memang sangat peduli pada pembangunan ekonomi.
Padahal, pada kenyataannya ABRI memiliki sumber dana lain di luar APBN
2. Perilaku bisnis perwira militer dan kolusi yang mereka lakukan dengan para
pengusaha keturunan Cina dan asing ini menimbulkan ekonomi biaya tinggi
yang lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya bagi kesejahteraan
rakyat dan prajurit secara keseluruhan.
3. Orientasi komersial pada sebagian perwira militer ini pada gilirannya juga
menimbulkan rasa iri hati perwira militer lain yang tidak memiliki
kesempatan yang sama. Karena itu, demi menjaga hubungan kesetiakawanan
di kalangan militer, mereka yang mendapatkan jabatan di perusahaan negara
atau milik ABRI memberikan sumbangsihnya pada mereka yang ada di
lapangan.

Maakalah Korupsi 8
4. Suka atau tidak suka, orientasi komersial akan semakin melunturkan
semangat profesionalisme militer pada sebagaian perwira militer yang
mengenyam kenikmatan berbisnis baik atas nama angkatan bersenjata
maupun atas nama pribadi. Selain itu, sifat dan nasionalisme dan janji ABRI,
khususnya Angkatan Darat, sebagai pengawal kepentingan nasional dan
untuk mengadakan pembangunan ekonomi bagi seluruh bangsa Indonesia
lambat laun akan luntur dan ABRI dinilai masyarakat telah beralih menjadi
pengawal bagi kepentingan golongan elite birokrat sipil, perwira menengah
ke atas, dan kelompok bisnis besar (baca: keturunan Cina). Bila ini terjadi,
akan terjadi pula dikotomi, tidak saja antara masyarakat sipil dan militer,
tetapi juga antara perwira yang profesional dan Saptamargais dengan para
perwira yang berorientasi komersial.

3.2.3. Dampak Korupsi Terhadap Politik dan Demokrasi


Dalam data Indeks Persepsi Korupsi Transparansi Internasional 2012,
India menempati peringkat ke-94 dengan skor 36, di bawah Thailand, Maroko,
dan Zambia. Meskipun India adalah negara demokrasi, korupsi tetap jadi penyakit
yang terus melanda. Sebaliknya, di Singapura, penyelenggaraan pemerintahan
yang bersih telah menjadi praktik yang lama berlangsung. Padahal, Singapura
bukanlah tergolong negara demokrasi. Skor indeks persepsi korupsi Singapura
adalah 87, menempati peringkat ke-5, di atas Swiss, Kanada, dan Belanda. Dalam
kasus India dan Singapura, demokrasi tak tampak berkorelasi dengan
berkurangnya korupsi.
Di negara-negara demokrasi baru, demokrasi juga seperti tak
berpengaruh terhadap pengurangan korupsi. Sebagai contoh, Indonesia telah
menjadi negara demokrasi sejak tahun 1998. Menurut Freedom House, lembaga
pemeringkat demokrasi dunia, Indonesia sudah tergolong negara bebas
sepenuhnya (demokrasi) sejak 2004. Namun, Indeks Persepsi Korupsi 2012
menempatkan Indonesia di peringkat ke-118 dengan skor 32. Artinya, masyarakat
merasakan bahwa korupsi masih merajalela di negeri ini.
Di sejumlah negara, terutama negara-negara demokrasi baru, demokrasi
tampak tidak menihilkan korupsi karena kualitas demokrasi di suatu negara. Ada

Maakalah Korupsi 9
dua aspek penting yang terkait dengan demokrasi: prosedur dan substansi.
Negara-negara demokrasi baru seperti Indonesia umumnya masih tergolong ke
dalam demokrasi prosedural. Yang sudah berjalan adalah aspek-aspek yang terkait
dengan pemilihan umum. Hal ini tidak cukup menjamin berlangsungnya
demokrasi yang dapat meminimalkan korupsi. Para aktor yang korup dalam
demokrasi prosedural dapat memanipulasi pemilihan umum yang justru membuat
mereka menjadi pemegang tampuk kekuasaan.

3.2.4. Dampak Korupsi Terhadap Birokrasi Pemerintahan


Birokrasi, baik sipil maupun militer, memang merupakan kelompok
yang paling rawan terhadap korupsi. Sebab, di tangan mereka terdapat kekuasaan
penyelenggaraan pemerintahan, yang menjadi kebutuhan semua warga negara.
Oleh karena itu, Transparency International, lembaga internasional yang bergerak
dalam upaya anti korupsi, secara sederhana mendefinisikan korupsi sebagai
penyalahgunaan kekuasaan publik untuk kepentingan pribadi.
Secara administratif, korupsi bisa dilakukan ‘sesuai dengan hukum’,
yaitu meminta imbalan atas pekerjaan yang seharusnya memang dilakukan, serta
korupsi yang ‘bertentangan dengan hukum’ yaitu meminta imbalan uang untuk
melakukan pekerjaan yang sebenarnya dilarang untuk dilakukan.
Pada kasus Indonesia, jenis korupsi pertama terwujud antara lain dalam
bentuk uang pelicin dalam mengurus berbagai surat-surat, seperti Kartu Tanda
Penduduk, Surat Izin Mengemudi, Akta Lahir atau Paspor agar prosesnya lebih
cepat. Padahal seharusnya, tanpa uang pelicin surat-surat ini memang harus
diproses dengan cepat. Sementara jenis korupsi yang kedua, muncul antara lain
dalam bentuk ‘uang damai’ dalam kasus pelanggaran lalu lintas, agar si pelanggar
terhindar dari jerat hukum.
Sementara pada birokrasi militer, peluang korupsi, baik uang maupun
kekuasaan, muncul akibat tidak adanya transparansi dalam pengambilan
keputusan di tubuh angkatan bersenjata serta nyaris tidak berdayanya hukum saat
harus berhadapan dengan oknum militer yang seringkali berlindung di balik
institusi militer.

Maakalah Korupsi 10
3.2.5. Dampak Korupsi Terhadap Ekonomi

Korupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat (an enermous


destruction effects) terhadap berbagai sisi kehidupan bangsa dan negara,
khususnya dalam sisi ekonomi sebagai pendorong utama kesejahteraan
masyarakat. Mauro menerangkan hubungan antara korupsi dan ekonomi.
Menurutnya korupsi memiliki korelasi negatif dengan tingkat investasi,
pertumbuhan ekonomi, dan dengan pengeluaran pemerintah untuk program sosial
dan kesejahteraan. Hal ini merupakan bagian dari inti ekonomi makro. Kenyataan
bahwa korupsi memiliki hubungan langsung dengan hal ini mendorong
pemerintah berupaya menanggulangi korupsi, baik secara preventif, represif
maupun kuratif.
Di sisi lain meningkatnya korupsi berakibat pada meningkatnya biaya
barang dan jasa, yang kemudian bisa melonjakkan utang negara. Pada keadaan ini,
inefisiensi terjadi, yaitu ketika pemerintah mengeluarkan lebih banyak kebijakan
namun disertai dengan maraknya praktek korupsi, bukannya memberikan nilai
positif misalnya perbaikan kondisi yang semakin tertata, namun justru
memberikan negatif  value added bagi perekonomian secara umum. Misalnya,
anggaran perusahaan yang sebaiknya diputar dalam perputaran ekonomi, justru
dialokasikan untuk birokrasi yang ujung-ujungnya terbuang masuk ke kantong
pribadi pejabat.
Berbagai macam permasalahan ekonomi lain akan muncul secara
alamiah apabila korupsi sudah merajalela dan berikut ini adalah hasil dari dampak
ekonomi yang akan terjadi, yaitu:
1. Lesunya Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi
2. Penurunan Produktifitas
3. Rendahnya Kualitas Barang dan Jasa Bagi Publik
4. Menurunnya Pendapatan Negara Dari Sektor Pajak
5. Meningkatnya Hutang Negara
Korupsi yang terjadi di Indonesia akan meningkatkan hutang luar negeri
yang semakin besar. Dari data yang diambil dari Direktorat Jenderal Pengelolaan
Hutang, Kementerian Keuangan RI, disebutkan bahwa total hutang pemerintah
per 31 Mei 2011 mencapai US$201,07 miliar atau setara dengan Rp. 1.716,56

Maakalah Korupsi 11
trilliun, sebuah angka yang fantastis. Hutang tersebut terbagi atas dua sumber,
yaitu pinjaman sebesar US$69,03 miliar (pinjaman luar negeri US$68,97 miliar)
dan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar US$132,05 miliar. Berdasarkan jenis
mata uang, utang sebesar US$201,1 miliar tersebut terbagi atas Rp956 triliun,
US$42,4 miliar, 2.679,5 miliar Yen dan 5,3 miliar Euro. Posisi utang pemerintah
terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2009, jumlah utang yang dibukukan
pemerintah sebesar US$169,22 miliar (Rp1.590,66 triliun). Tahun 2010,
jumlahnya kembali naik hingga mencapai US$186,50 miliar (Rp1.676,85
triliun).  Posisi utang pemerintah saat ini juga naik dari posisi per April 2011 yang
sebesar US$197,97 miliar. Jika menggunakan PDB Indonesia yang sebesar
Rp6.422,9 triliun, maka rasio utang Indonesia tercatat sebesar 26%.
Sementara untuk utang swasta, data Bank Indonesia (BI) menunjukkan
jumlah nilai utang pihak swasta naik pesat dari US$73,606 miliar pada 2009 ke
posisi US$84,722 miliar pada kuartal I 2011 atau setara 15,1%. Secara year on
year (yoy) saja, pinjaman luar negeri  swasta telah meningkat 12,6% atau naik dari
US$75,207 pada kuartal I 2010. Dari total utang pada tiga bulan pertama tahun
ini, utang luar negeri swasta mayoritas disumbang oleh pihak non-bank sebesar
US$71,667 miliar dan pihak bank sebesar US$13,055 miliar
(www.metronews.com /read/news/ 2011,14 Juni 2011). Bila melihat kondisi
secara umum, hutang adalah hal yang biasa, asal digunakan untuk kegiatan yang
produktif hutang dapat dikembalikan. Apabila hutang digunakan untuk menutup
defisit yang terjadi, hal ini akan semakin memperburuk keadaan. Kita tidak bisa
membayangkan ke depan apa yang terjadi apabila hutang negara yang kian
membengkak ini digunakan untuk sesuatu yang sama sekali tidak produktif dan
dikorupsi secara besar-besaran.

3.2.6. Dampak Korupsi Terhadap Penegakan Hukum


Sejak lahirnya UU No. 24/PrP/1960 berlaku sampai 1971, setelah
diungkapkannya Undang-undang pengganti yakni UU No. 3 pada tanggal 29
Maret 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Baik pada waktu
berlakunya kedua undang-undang tersebut dinilai tidak mampu berbuat banyak
dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal ini disebabkan karena undang-
undang yang dibuat dianggap tidak sempurna yaitu sesuai dengan perkembangan
Maakalah Korupsi 12
zaman, padahal undang-undang seharusnya dibuat dengan tingkat prediktibilitas
yang tinggi. Namun pada saat membuat peraturan perundang-undangan ditingkat
legislatif terjadi sebuah tindak pidana korupsi baik dari segi waktu maupun
keuangan. Dimana legislatif hanya memakan gaji semu yang diperoleh mereka
ketika melakukan rapat. Sehingga apa yang dituangkan dalam peraturan
perundang-undangan itu hanya melindungi kaum pejabat saja dan mengabaikan
masyarakat.
Menyikapi hal seperti itu pada tahun 1999 dinyatakan undang-undang
yang dianggap lebih baik, yaitu UU No.31 tahun 1999 yang kemudian diubah
dengan UU No. 20 tahun 2001 sebagai pengganti UU No. 3 tahun 1971. kemudian
pada tanggal 27 Desember telah dikeluarkan UU No. 30 tahun 2002 Tentang
Komisi Pemberantasan Korupsi, yaitu sebuah lembaga negara independen yang
berperan besar dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Hal ini berarti dengan dikeluarkannya undang-undang dianggap lebih
sempurna, maka diharapkan aparat penegak hukum dapat menegakkan atau
menjalankan hukum tersebut dengan sempurna. Akan tetapi yang terjadi pada
kenyataannya adalah budaya suap telah menggerogoti kinerja aparat penegak
hukum dalam melakukan penegakkan hukum sebagai pelaksanaan produk hukum
di Indonesia. Secara tegas terjadi ketidaksesuaian antara undang-undang yang
dibuat dengan aparat penegak hukum, hal ini dikarenakan sebagai kekuatan politik
yang melindungi pejabat-pejabat negara. Sejak dikeluarkannya undang-undang
tahun 1960, gagalnya pemberantasan korupsi disebabkan karena pejabat atau
penyelenggara negara terlalu turut campur dalam pemberantasan urusan
penegakkan hukum yang mempengaruhi dan mengatur proses jalannya peradilan.
Dengan hal yang demikian berarti penegakan hukum tindak pidana di
Indonesia telah terjadi feodalisme hukum secara sistematis oleh pejabat-pejabat
negara. Sampai sekarang ini banyak penegak hukum dibuat tidak berdaya untuk
mengadili pejabat tinggi yang melakukan korupsi. Dalam domen logos, pejabat
tinggi yang korup mendapat dan menikmati privilege karena mendapat perlakuan
yang istimewa, dan pada domen teknologos, hukum pidana korupsi tidak
diterapkan adanya pretrial sehingga banyak koruptor yang diseret ke pengadilan
dibebaskan dengan alasan tidak cukup bukti.

Maakalah Korupsi 13
3.2.7. Dampak Korupsi Terhadap Lingkungan
Melihat kerusakan lingkungan hutan yang begitu parah seharusnya
sudah membuat negara ini menindak dengan keras terhadap pelaku-pelaku
kejahatan kerusakan lingkungan, terutama yang disertai praktik KKN. Dalam
praktik KKN di ranah lingkungan hidup yang patut diwaspadai adalah para pelaku
perusak lingkungan yang datang dari kalangan pemodal besar seperti perusahaan-
perusahaan besar yang terlibat di sektor kehutanan maupun pertambangan. Hal ini
ditegaskan oleh mantan wakil ketua KPK Chandra Hamzah dalam sebuah
worksop investigasi kasus lingkungan di Jakarta, dimana menurutnya,
perusahaan-perusahaan yang melakukan kerusakan terhadap alam umumnya sulit
ditindak karena mereka mengantongi izin usaha yang cukup. Karena itu
menurutnya, yang perlu diwaspadai adalah proses kontrol administrasi dalam
pemberian izin sebelum perusahaan-perusahaan tersebut beroperasi. Baik itu izin
usaha baik dari pemerintah daerah maupun dari pemerintah pusat. Lalu menurut
beliau, perusahaan-perusahaan kecil yang bergerak di bidang kehutanan namun
pada RKAT tahun berikutnya tercatat memiliki jumlah keuntungan yang sangat
besar, maka patut dicurigai perusahan tersebut mendapatkan hasil bukan dari
pohon-pohon yang mereka tanam melainkan dari hutan-hutan alam yang
seharusnya tidak boleh ditebang.
Permasalahan yang terjadi, masyarakat kita kurang peduli akan kerugian
ekologis ini, seringkali pelaku-pelaku usaha yang menyebabkan kerusakan
lingkungan hanya terfokus mengenai ganti rugi terhadap penduduk setempat.
Memang benar ganti rugi itu perlu bahkan itu kewajiban mereka, namun ganti
kerugian oleh para pelaku usaha jangan hanya sebatas ganti rugi materi kepada
manusia, namun juga kepada alam. Alam yang rusak tidak bisa diperbaiki hanya
dengan semalam perlu waktu berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin saja
kerusakan tersebut tidak akan bisa diperbaiki.

3.3. Peran Serta Pemerintah Dan Masyarakat Dalam Memberantas Korupsi


Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam
mengawali upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi) dan aparat hukum lain. KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Maakalah Korupsi 14
untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberan-tas korupsi, merupakan komisi
independen yang diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para pelaku tindak
KKN.
Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :
1. Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.
2. Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector
dengan mewujudkan good governance.
3. Membangun kepercayaan masyarakat.
4. Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi
besar.
5. Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.

Bentuk – bentuk peran serta mayarakat dalam pemberantasan tindak


pidana korupsi menurut UU No. 31 tahun 1999 antara lain adalah :
1. Hak Mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya
dugaan tindak pidana korupsi
2. Hak untuk memperoleh layanan dalam mencari, memperoleh,
dan memberikan informasi adanya dugaan telah tindak pidana
korupsi kepada penegak hukum
3. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung
jawab kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak
pidana korupsi
4. Hak memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yang
di berikan kepada penegak hukum waktu paling lama 30 hari
5. Hak untuk memperoleh perlindungan huku

Maakalah Korupsi 15
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Korupsi memiliki 3 aspek Pertama pengkhianatan terhadap kepercayaan
atau amanah yang diberikan, kedua penyalahgunaan wewenang, pengambilan
keuntungan material ciri-ciri tersebut dapat ditemukan dalam bentuk-bentuk
korupsi yang mencangkup penyapan pemersasn, penggelapan dan nepotisme
Korupsi selalu bermuladan berkembang di sector public dengan bukti-bukti yang
nyata bahwa dengan kekuasaan itulah pejabat public dapat menekan atau memeras
para pencari keadilan atau mereka yang memerlukan jasa pelayanan dari
pemerintah. Korupsi di Indonesia sudah tergolong kejahatan yang merusak,
berbagai dampak kerugian yang ditimbulkan tidak hanya pada keuangan Negara
dan potensi ekonomi Negara tetapi juga meluluhlantakkan pilar-pilar sosial
budaya moral, politik dan tatanan hukum dan keamanan nasionalserta dampak
terhadap lingkungan sekitar. Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat
dibutuhkan dalam mengawali upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain. Bentuk – bentuk peran serta
mayarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi menurut UU No. 31 tahun
1999 yang meliputi hak mencari, untuk memperoleh layanan dalam mencari,
menyampaikan saran dan pendapat, memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang
laporan yang diajukan, dan hak untuk memperoleh perlindungan hukum.

4.2 Saran
1. Perlu dikaji lebih dalam lagi tentang teori upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia agar mendapat informasi yang lebih akurat.
2. Diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini mampu
mengaplikasikannya sikap anti korupsi di dalam kehidupan sehari-hari
3. Diharapkan pemerintah selalu memperbaiki sistem pemberantasan korupsi
melihat dampak yang di timbulkan sangat merugikan berbagai pihak di
negara terutama masyarakat.
4. Semoga kedepannya negeri ini jauh dari korupsi.

Maakalah Korupsi 16
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Syamsul, 2006, Fikih Antikorupsi Perspektif Ulama Muhammadiyah


Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Jakarta: Pusat studi Agama
dan Peradaban (PSAP).

Ermansjah Djaja, 2010, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Jakarta, Sinar


Grafika. hal. 3

Muzadi, H. 2004. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan


Tindak  Pidana Korupsi. Malang : Bayumedia Publishing.

Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia.  Jakarta:


GhaliaIndonesia

Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Yang Bersih Dan


Bebas Dari Kolusi, Korupsi Dan Nepotisme.

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantas Tindak Pidana.

Maakalah Korupsi 17
LAMPIRAN

Maakalah Korupsi 18

Anda mungkin juga menyukai