Anda di halaman 1dari 32

HUKUM PIDANA PAJAK INDONESIA

Timbo Mangaranap Sirait


BOOK REPORT
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pajak

Dosen Pengampu :
Dr. Muhammad Halimi, M.Pd
Dwi Iman Muthaqin, SH., MH
Kanigara Hawari, SH., MH

Oleh:
Assyifa Lutfiah Firdaus
2006942

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2020
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur kepada Allah SWT., berkat rahmat dan karunia
nya saya dapat menyelesaikan Laporan buku ini. Buku yang dikupas ini berjudul
“Hukum Pidana Pajak Indonesia” yang ditulis oleh. Timbo Maranganap Sirait
Laporan Buku ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum
Pajak.

Meskipun masih banyak kekurangan-kekurangan dari cara pengupasan materi-


materinya. Mudah-mudahan sedikit banyaknya dapat menambah wawasan,
khususnya bagi penulis. Tidak lupa, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan buku
ini, terutama kepada dosen mata kuliah Hukum Pajak yang telah bersedia
memberikan berbagai arahan dan nasehat.

Penulis beharap agar laporan buku ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan
bagi para pembaca. Penulis juga mengharapkan agar pembaca dapat memahami apa
yang disampaikan dalam laporan ini dan mengambil manfaat sehingga dapat
bermanfaat di dalam kehidupan sehari-hari.

Bandung, 1 November 2021

Assyifa Lutfiah Firdaus

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB 1 IDENTITAS BUKU ....................................................................................

BAB 2 PENDAHULUAN ........................................ 2

BAB 3 PENGERTIAN DELIK PIDANA MATERIIL PERPAJAKAN


.............................. 4

BAB 4 PEMERIKSAAN PAJAK......................................... 15

BAB 5 PENEGAKAN HUKUM DAN TATA CARA PEMERIKSAAN


BUKPER .......................................... 20

BAB 6 HUKUM ACARA FORMIL TINDAK PIDANA PAJAK


............................................................. 25

BAB 7 PERAN ADVOKAT DAN KUASA HUKUM PAJAK


................................................. 29

iii
BAB 1
IDENTITAS BUKU
Judul : Hukum Pidana Pajak Indonesia (Materiil dan Formill)
Karya : Timbo Mangaranap Sirait
Tahun Terbit : Juli 2019
Penerbit : DEEPUBLISH
Jumlah Halaman : 90
Deskripsi Buku : Buku ini merupakan buku bahan ajaran untuk para pelajar
yang menekuni studi hukum. Terkhusus dalam studi hukum pajak. Dimana melalui
buku ini, dapat dipahami berbagai informasi dan pengetahuan terkait dengan
hukum pajak, objek pajak, hak dan kewajibannya, dan permasalahan yang harus
dihadapi dalam perpajakan di Indonesia.

1
BAB 2
PENDAHULUAN
Pajak Sumber Pembangunan dan Penerapan Sanksinya dari Masa ke
Masa

Pada awalnya perpajakan merupakan pemberian secara sukarela yang diberikan


rakyat kepada raja demi menjaga kepentingan nasional. Kemudian, melalui
sumbangan sukarela, pajak wajib dirumuskan dan ditegakkan. Meskipun pada
awalnya tidak ada sanksi pajak, namun orang yang tidak mematuhi dan
mengabaikan pajak akan dikenakan denda, termasuk penjara, kerja paksa, dan
bentuk hukum lainnya.

Pajak di Masa Keraaan Sriwijaya (Abad 7-9)


Pada masa jayanya, Sriwijaya berhasil menguasai transportasi dan perdagangan
Asia Tenggara. Di masa jayanya, Sriwijaya mengenakan biaya tol untuk kapal
yang merapat. Selain itu, juga memungut pajak pada badan hukum (Natuurlijke
person) yang berdagang dalam kapasitas pribadinya dari seluruh dunia, terutama
India, Arab dan China.

Pendapatan dari pajak dan keuntungan dari perdagangan merupakan sumber


pendapatan kerajaan, digunakan untuk mendirikan kerajaan, mendanai operasi
pemerintahan, dan mendanai pasukan tentara, yaitu tentara kerajaan yang
bertanggung jawab untuk melindungi dan melindungi kerajaan dan wilayah
Sriwijaya.

Namun karena tingginya bea masuk dan pajak yang dipungut oleh Sriwijayadan
beratnya sanksi yang diberikan jika tidak membayar. Dan hal ini membuat para
saudagar menghindari monopoli Sriwijaya dan melakukan perlawanan.

Pajak Era Majapahit


Kerajaan Majapahit di bawah kepemimpinan Pati Gajahmada mencapai
puncaknya pada abad ke-14. Saat ini produksi pertanian sangat melimpah, bahkan
sebagian besar dialihkan ke sektor perdagangan. Sebagai bentuk kesetiaan rakyat
kepada raja, rakyat juga dikenakan pajak dan dibayar dalam bentuk hasil panen.
Ini adalah semacam ketaatan dan penghormatan kepada Kerajaan Maya Pasit.
Perpajakan adalah simbol dan bentuk orang yang mengalah pada Kerajaan

2
Majapahit. Secara sosiologis hal ini membuktikan bahwa praktik pengabdian
penghormatan dan tradisi di era kemerdekaan adalah wajar, tradisi ini juga diakui
sebagai kekuatan ketaatan dan memiliki efek takut kepada raja.

Pajak Masa Kolonialisme Belanda


Menurut sejarah, perusahaan tersebut telah ada dan dikenal luas di Indonesia
sejak 1602. Tandanya adalah pembentukan proporsi transnasional pertama
senyawa organik volatil di sektor perdagangan dan monopoli perdagangan.
Menurut Utrecht, hukum yang berlaku saat ini di wilayah yang dikuasai VOC
adalah :

a. Hukum Statute
b. Hukum Belanda Kuno
c. Asas-asas Hukum Romawi
Di era Dannendre (1808-1881), diumumkan tentang penghentian semua
stok pertanian dan upaya mereka untuk menggantinya dengan pajak, upeti, cukai
dan biaya konfirmasi. Pajak yang dikumpulkan dalam bentuk uang. Di era
Daendels, pajak tanah (25% untuk penduduk lokal dan 5% untuk negara lain),
pajak gerbang, pajak pribadi, pajak properti, pajak atas sapi, kerbau dan kuda,
pajak beras, pajak pindah rumah dan pajak pengumpulan tanah.

Raffles pada tahun 1813 memperkenalkan sistem pajak tanah atau


Landrent. Sistem ini lahir dari pemikiran Raffles bahwa ia merupakan pengganti
raja-raja Jawa sehingga ia memiiki hak dan wewenang dalam menarik pajak dari
rakyat dengan tujuan untuk membiayai roda pemerintahan colonial. Sistem pajak
ini juga melengkapi konsep penguasa colonial Belanda sebagai suatu kesatuan
politik yang berdaulat.

Pajak pada Masa Jepang


Pemerintah Jepang menetapkan sistem wajib serah terima beras, mewajibkan
petani yang diwajibkan mengembalikan sebagian beras kepada petani Jepang
dengan harga resmi yang rendah, yang menyebabkan penyiksaan terhadap
masyarakat saat itu. Pada tanggal 1 April 1944, pemerintah Jepang
mengumumkan Dekrit No. 18, yang mengatur tentang pajak penjualan dan pajak
pembelian yang dikenakan atas semua barang konsumsi yang dibeli di dalam dan

3
luar negeri. Selain itu, juga mengatur pajak kendaraan dan pajak untuk
penggunaan jembatan, jalan raya dan fasilitas lainnya, yang dapat dibayarkan dua
kali setahun.

Pajak Masa Orde Lama


Pemerintahan pasca revolusi kemerdekaan mengalami kondisi social politik
ekonomi yang belum stabil. Pemerintahan orde lama secara bertahap membenahi
berbagai aturan yang diperlukan dan mulai mendirikan kantor-kantor inspeksi
keuangan tingkat Kabupaten/Kota yang sesuai dengan perkembangan
masingmasing wilayah. Beberapa jenis pajak yang telah diberlakukan antara lain
adalah pajak pendapatan (PPd), pajak perseroan (PPs), pajak penjualan (PPj),
Pajak Radio dan Bea Materai (BM) serta bea balik nama kendaraan (BKM).

Era Penegakan Hukum (Pidana) Pajak


Pasca kemerdekaan, penegakan pajak semakin meyakinkan dengan cara yang
lebih lambat, yakni pemerintah hanya melakukan himbauan dan sosialisasi agar
masyarakat dapat dengan patuh membayar pajak. Fungsi perpajakan sebagai
anggaran adalah menyediakan dana sebesar-besarnya untuk perbendaharaan
negara, dan fungsi regulasi berarti perpajakan merupakan alat untuk mengatur
kesejahteraan masyarakat di bidang ekonomi dan politik. Oleh karena itu,
pemerintah sangat berharap kepatuhan masyarakat terhadap perpajakan dapat
semakin meningkat setiap tahunnya.

BAB 3
PENGERTIAN-PENGERTIAN DAN DELIK (TINDAK PIDANA)
MATERIIL PERPAJAKAN

Sistem dan Model serta Penegakan Hukum Pajak Indonesia


Pada tahun 1983, pemerintah Indonesia melakukan perubahan sistem perpajakan.
Awalnya, Indonesia menggunakan model official assessment untuk diubah menjadi
model self assessment. Perbedaan keduanya adalah kewenangan menentukan

4
besaran pajak. Model official assesment adalah kewenangan yang menentukan
besaran pajak oleh pemerintah, dan model self assesment dari kewenangan yang
menentukan besaran pajak ditentukan oleh wajib pajak.

Tujuan kebijakan hukum pidana perpajakan adalah untuk mewujudkan tingkat


kepatuhan masyarakat selaku wajib pajak sehingga dapat meningkatkan pendapatan
negara didalam bidang perpajakan. Kebijakan formulasi hukum dibidang secara
substansi menyangkut pembaharuan administrasi perpajakan. Sistem, mekanisme,
dan prosedur tata cara penegakan hukum diberlakukan terhadap setiap orang
maupun badan hukum. Kekhususan peraturan hukum pidana materiil pajak yaitu
UU No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan, UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, UU No.42 Tahun


2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah,
UU No.12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, dan UU No.13 Thaun
1985 tentang Bea Materai ini bekaitan dengan peningkatan keseimbangan hak dan
kewajiban bagi masyarakat wajib pajak.

Pengertian-Pengertian dalam Tindak Pidana Pajak


Hukum Pidana Pajak
Pajak adalah pajak wajib yang harus dibayar oleh swasta atau badan hukum wajib
kepada negara tanpa kompensasi langsung dan digunakan untuk kemakmuran
rakyat terbesar negara.

Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan


barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak
berdasarkan UU Pajak Pertambahan Nilai Tahun 1984 dan perubahannya.
Istilah pembayaran pajak mengacu pada dasar wajib pajak untuk
menghitung, menyimpan dan melaporkan pajak yang terutang dalam jangka
waktu tertentu yang ditentukan oleh undang-undang.

Tahun pajak adalah angka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali jika wajib pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

Hukum pajak sebenarnya masuk kedalam ranah hukum administrasi. Namun


agar hukum pajak memiliki daya paksa dan dipatuhi oleh subjek hukum yang
diaturnya, maka pada peraturan perundang-undangan tersebut diberikan sanksi

5
pidana (penal sanction) baik berupa denda maupun pidana penjara. Sifat memaksa
dari hukum pajak dapat dilihat dengan diaturnya berbagainorma yang mengatur
tentang tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan perpajakan dengan
tujuan agar hukum pajak tersebut memiliki daya paksa sehingga masyarakat
mematuhinya.

Korporasi yaitu sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan


baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN, BUMD,
firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi social politik, dan bentuk badan lainnya termasuk
kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalma
kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak
berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa
dari luar daerah pabean.

Surat Setoran Pajak (SSP) adaah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang
telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara
lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan.

Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah sutay ketetapan yang meliputi surat
ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, surat
ketetapan pajak nihil atau surat ketetapan pajak lebih bayar.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah
kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah
pajak yang masih harus dibayar.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat


ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah
ditetapkan.

6
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKP Nihil) adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

Surat Ketetapan Pajak Lebih Berbayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak yang karena jumlah kredit
pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau
sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan
pajak.

Faktur TBTS yaitu faktur yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya.


Pengertian-pengertian Pemeriksaan dan Bukti Permulaan Tindak Pidana
serta Penyidikan Pajak

Ketentuan dalam KUHP selain mengatur subjek hukum orang yang menjadi
pedoman atas subjek hukum korporasi yang secara sosiologis mulai berkembang
di Indonesia. Walaupun KUHP secara normative berpandangan bahwa tindak
pidana hanya dapat dilakukan oleh orang sebagai subjek hukum dan tidak untuk
korporasi.

Istilah Het Strafbare Feit dalam bahas Indonesia diantara atau diterjemahkan
sebagai: Perbuatan yang dapat dihukum

Peristiwa pidana
Perbuatan pidana
Tindak pidana
Menurut Vos strafbaar feit adalah suatu kelakukan manusia yang dilarang
dan oleh undang-undang diancam dengan pidana. Sedangkan Simons
menjelaskan bahwa strafbaar feit adalah kelakukan yang diancam dengan pidana
yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan, dan yang
dilakukan oleh orang yang barangsiapa melanggar larangan tersebut.

Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,


keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional
berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan

7
kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Bukti permulaan menurut undang-undang KUP adalah keadaan, perbuatan,


dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan atau benda yang dapat memberikan
petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana
dibidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang “dapat” menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara.

Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk


mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana
di bidang perpajakan.

Penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang


dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan
bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang perpajakan yang terjadi serta
menemukan tersangkanya. Penyediknya adalah pejabat pegawai negeri sipil
(PPNS) tertentu dilingkungan Dirjen Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai
penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.

Tindak Pidana (Delik-Delik) Perpajakan 1.Tindak


Pidana dalam Undang-Undang KUP

a. Tindak Pidana (Delik) Alpa (Culva) Menyampaikan atau Isi Surat


Pemberitahuan Tidak Benar
Tindak pidana (delik) pajak berupa kealpaan menyampaikan atau isi surat
pemberitahuan tidak benar terdapat dalam pasal 38 Undang-Undang KUP yang
berbunyi :

“Setiap orang yang karena kealpaannya: a. menyampaikan Surat Pemberitahuan;


b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak
lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut
merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13A, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang

8
tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga)
bulan atau paling lama 1 (satu) tahun”.

Dalam pasal 38 adalah delik formil artinya yang dilarang adalah perbuatannya,
maksudnya meskipun tindak pidana tersebut belum tentu merugikan negara
(karena adanya kata “dapat” dalam rumusan deliknya) maka tindak pidana
tersebut sudah dianggap selesai ketika suatu korporasi atau perorangan alpha
menyampaikan atau isinya surat pemberitahuan yang tidak benar atau tidak
lengkap.

b. Tindak Pidana (Delik) Berupa Kesengajaan (Dolus) Atas Perbuatan


Tertentu

Delik-delik pajak berupa kesengajaan (dolus) banyak didapati dalam pidana


pajak seperti yang diraangkul dalam Pasal 39 UU KUP.

c. Tindak Pidana (Delik) Berupa Kesengajaan (Dolus) Menerbitkan Faktur,


Bukti Pemungutan/Pemotongan/Setoran Pajak TBTS

Delik-delik pajak berupa kesengajaan (Dolus) yang bersumber dari Tidak


berdasarkan Transaksi Sebenarnya (TBTS), antara Faktur TBTS, Bukti
Pemungutan TBTS, Pemotongan dan pemungutan TBTS didapati dalam Pasal
39A UUKUP.

d. Tindak Pidana (Delik) Berupa Kealpaan (Culva) dan Kesengajaan (Dolus)


dalam Jabatan

Perpajakan atas setiap Wajib Pajak Korporasi maupun perorangan bersifat


rahasia, maka guna menjamin kerahasiaan mengenai perpajakan tidak akan
diberitahukan kepada pihak lain sehingga wajib pajak dalam memberikan data
dan keterangan tidak ragu-ragu, dalam rangka pelaksanaan ketentuan perpajakan,
maka diatur tindak pidana (delik) kealpaan (culva) dalam jabatan, berupa sanksi
pidana bagi pejabat yang bersangkutan yang menyebabkan terjadinya
pengungkapan kerahasiaan tersebut. Ketentuan yang mengatur delik dalam
jabatan ini diatur dalam pasal 41 UU KUP dan delik ini bersifat delik aduan
artinya yang merasa dirugikan harus melaporkan tindak pidana tersebut baru
dapat ditindak lanjuti.

9
e. Tindak Pidana (Delik) dan Kesengajaan (Dolus)Tidak memberikan Bukti
atau Memberikan Bukti atau Memberikan Bukti yang Tidak Benar

Pada saat pemeriksaan Bukti Permulaan (Bukper) ataupun Penyidikan seringkali


diperlukan data-data dari pihak ketiga. Dalam hal ini pihak ketiga terikat oleh
kewajiban merahasiakan, untuk keperluan pemeriksaan, penagihan pajak, atau
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, kewajiban merahasiakan tersebut
ditiadakan, kecuali untuk bank, kewajiban merahasiakan ditiadakan atas
permintaan tertulis dari Menteri Keuangan, dan Tata Cara permintaan keterangan
atau bukti dari pihak-pihak yang terikat oleh kewajiban merahasiakan diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Agar pihak ketiga
kooperatif dengan Dirjen Pajak maka diatur sanksi bagi pihak ketiga yang
melakukan perbuatan atau tindakan dan disebut dengan tindak pidana (delik) dan
kesengajaan (dolus) tidak memberikan bukti atau memberikan bukti yang tidak
benar pasal 41 A UUKUP.

f. Tindak Pidana (Delik) dan Kesengajaan (Dolus) Menghalangi Penyedikan


Pajak
Delik menghalangi penyidikan pajak maksudnya adalah seseorang yang
melakukan perbuatan menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan. Upaya menghalang-halangi tersebut antara lain seperti
menyembunyikan barang bukti, menghalangi penggeledahan, sebagaimana
terdapat dalam Pasal 418 UU KUP.

g. Tindak Pidana (Delik) dan Kesengajaan (Dolus) Tidak Memberikan Data


atau Informasi Pajak
Direktur Jenderal Pajak mewajibkan setiap instansi pemerintah, lembaga,
asosiasi, dan pihak lain memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan
perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan Peraturan Pemerintah.
Apabila dalam hal data dan informasi untuk kepentingan penerimaan negara. Oleh
karenanya setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi upaya Dirjen Pajak
atas kebutuhan data dan informasi dianggap sebagai tindak pidana, yaitu berupa
delik sengaja tidak memberikan data/informasi yang diatur dalam Pasal 41C UU
KUP.

10
h. Tindak Pidana (Delik) dan Penyertaan Melakukan Pidana Pajak Didalam
tindak pidana (delik) pajak pengenaan sanksi pidananya karena melakukan
perbuatan tindak pidana di bidang perpajakan tidak terbatas pada wajib pajak,
wakil wajib pajak, kuasa wajib pajak, pegawai wajib pajak, akuntan public,
konsultan pajak, atau pihak lain, tetapi dikenakan juga terhadap orangorang yang
menyuruh melakukan yang turut serta melakukan yang menganjurkan, atau yang
membantu melakukan tindak pidana dibidang perpajakan. Adapun tindak pidana
(delik) dan penyertaan melakukan pidana pajak ini diatur dalam Pasal 43 dan
Pasal 55 UU KUP.

2. Tindak Pidana (Delik) dalam Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan


a.Tindak Pidana Alpa (Culva) Menyampaikan atau Isi Surat
Pemberitahuannya Tidak Benar

Kealpaan menyampaikan atau isi surat pemberitahuannya tidak benar maksudnya


adalah tindakan tidak sengaja,lalai, dan kurang hati-hati sehingga perbuatan
tersebut mengakibatkan kerugian bagi negara. Seharusnya surat pemberitahuan
obyek pajak harus dikembalikan/disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak
selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari sejak tanggal diterimanya surat
pemberitahuan obyek pajak, dan jika tidak sengaja, lalai, dan kurang hati-hati
maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 24 UU PBB.

b.Tindak Pidana (Delik) Sengaja (Dolus) Menyampaikan atau Isi Surat


Pemberitahuannya Tidak Benar

Sedangkan kesengajaan (dolus) menyampaikan isi surat pemberitahuannya tidak


benar surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan
seolah-olah benar, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau
dokumen lainnya, tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan
yang diperlukan sehingga menimbulkan kerugian pada Negara dapat dikenakan
dengan Pasal 25 Undang-Undang PBB.

3. Tindak Pidana (Delik-delik) dalam Undang-Undang Materai


Dalam UU No.13 Tahun 1985 tentang Bea Materai diatur antara lain benda
materai yaitu materai tempel dan kertas materai yang dikeluarkan oleh

11
pemerintah, dan pematerian kemudian yaitu suatu cara pelunasan bea materai
yang dilakukan oleh pejabat pos atas permintaan pemegang dokumen yang bea
materainya belum dilunasi sebagaimana mestinya.

Terdapat dua ketentuan yang mengatur tentang Tindak Pidana (Delik) dalam UU
Bea Materai yaitu:

a. Tindak Pidana Pemalsuan Materai yang diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang


Materai
b. Tindak Pidana Sengaja Memakai Materai Tanpa Seijin Menteri Keuangan yang
diatur dalam Pasal 14 UU

4. Tindak Pidana (Delik-delik) dalam Undang-Undang Penagihan Pajak


dengan Surat Paksa (PPSP)

Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi


utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingkatkan,
melaksanakan, penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa,
mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan
penyenderaan, menjual barang yang telah disita. Tindak pidana ini diatur dalam
Pasal 41A UUPPSP

5. Subjek Hukum Pidana Pajak


Di Indonesia subjek hukum korporasi terdiri dari dua yaitu badan hukum (legal
entity) dan bukan badan hukum (non legal entity). Menurut hukum yang diakui
sebagai subjek hukum adalah orang/manusia (natuurlijke person) dan korporasi
(recht person/legal and nonlegal person). Oleh karena itu dalam hukum pajak
kedua subjek hukum ini sama-sama dapat dihukum walaupun dalam pengenaan
sanksi pidananya ada yang berbentuk denda dan pidana penjara.

6. Pengertian Korporasi
Menurut Dwidja Priyatno korporasi adalah terminology yang erat kaitannya
dengan istilah badan hukum dan badan hukum itu sendiri adalah terminology
yang erat kaitannya dengan bidang hukum perdata. Badan hukum adalah
pendukung hak dan kewajiban berdasarkan hukum yang bukan manusia yang
dapat menuntut dan dapat dituntut subjek hukum lain dimuka pengadilan.

12
UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang No.31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa korporasi
adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan
badan hukum maupun bukan badan hukum.

Menurut Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 13 Tahun 2016 tentang


Tata Cara Penangan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi telah mengalami
perkembangan yaitu sebagai berikut:

1) Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisir baik


merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

2) Korporasi induk (Parent Company) adalah perusahaan berbadan hukum yang


memiliki dua atau lebih anak perusahaan yang disebut perusahaan subsidairi yang
juga memiliki status badan hukum tersendiri

3) Perusahaan subsidairi (Subsidary Company) adalah perusahaan yang dikontrol


atau dimiliki oleh satu perusahan induk.

4) Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau
lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang
mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri
beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan dan
selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir
karena hukum.

5) Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih
untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu perseroan baru yang karena
hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari perseroan yang meleburkan diridan
status badan hukum perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.

6) Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan untuk


memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan
beralih karena hukum kepada dua perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan
pasiva beralih karena hukum kepada satu perseroan atau lebih.

7) Pembubaran adalah bubarnya perusahaan karena kepurusan RUPS/RUPS LB atau


jangka waktu berdirinya yang ditetapkan anggaran dasar telah berakhir atau

13
berdasarkan putusan pengadilan atau karena dicabut izin usaha perseroan
sehingga mewajibkan perseroan melakukan likuidasi dengan ketentuan
perundang-undangan.

8) Pengurus korporasi adalah pengurus yang sesuai undang-undang yang berlaku


termasuk personil pengendali korporasi, pemberi perintah, pemimpin baik yang
masuk dalam struktur organisasi maupun yang tidak masuk struktur organisasi
koorporasi tetapi dapat mengendalikan secara efektif.

14
BAB 4
PEMERIKSAAN PAJAK
Pemeriksaan Menguji Kepatuhan Pajak Pintu Masuk Pidana Pajak
Tujuan pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan wajib pajak pada tahun
pajak sebelumnya. Proses pemeriksaan dilakukan oleh tim pemeriksa KPP
dari suatu biro pajak tertentu, Tim tersebut mulai memproses surat kuasa dan
perintah untuk melakukan pemeriksaan di tempat atau pemeriksaan kantor
sesuai standar tertentu.

Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,


keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional
berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Perkembangan Korporasi Menjadi Subjek Hukum Pidana


Secara sosiologis posisi dan kedudukan korporasi bukan merupakan subjek hukum.
Terdapat tiga tahapan yang menggambarkan transformasi korporasi dari subjek
hukum perdata menjadi subjek hukum pidana, yaitu:

1) Ditandai dengan usaha-usaha agar sifat delik yang dilakukan korporasi


dibatasi pada perorangan (natuurlijke person). Apabila suatu tindak pidana
terjadi dalam lingkungan korporasi, maka tindak pidana ini dianggap
dilakukan oleh pengurus korporasi tersebut.

2) Korporasi diakui dapat melakukan tindak pidana akan tetapi yang dapat
dipertanggungjawabkan secara pidana, adalah para pengurus yang secara
nyata memimpin korporasi tersebut.

3) Merupakan permulaan adanya tanggung jawab langsung dari korporasi


yang dimulai pada waktu dan setelah perang dunia ke II

Hak-hak Wajib Pajak dalam Pemeriksaan


Dalam proses melakukan pemeriksaan untuk memeriksa apakah pemeriksa pajak
telah mematuhi kewajiban undang-undang perpajakan, undang-undang dan
peraturan perpajakan telah memberikan hak wajib pajak. Jika pemeriksa pajak
gagal melakukannya, pemeriksaan tersebut dapat menunjukkan adanya cacat
formal, yang dapat disahkan di pengadilan Sengketa dibatalkan. pajak.

15
Bukti Permulaan (BUKPER) Pidana Pajak
Proses dan Mekanisme Bukper
Pemeriksaan bukti permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh
pemeriksa pajak untuk mendapatkan bukti untuk permulaan tentang adanya
dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh wajib
pajak dan dapat dilakukan dalam bentuk pemeriksaan tertutup yang
mekanismenya tidak diberitahukan kepada wajib pajak maupun pemeriksaan
terbuka yang mekanismenya dilakukan dengan pemberitahuan secara tertulis
kepada wajib pajak.

Selama proses pemeriksaan BUKPER dilakukan maka pemeriksaan awal


menguji kepatuhan pajak ditangguhkan hingga pemeriksan bukti permulaan
tersebut dianggap selesai. Pemeriksaan BUKPER dianggap selesai yaitu:

a. Wajib pajak yang terperiksa mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan


dengan mekanisme membayar sanksi sebesar 150% (Pasal 8 ayat 3 UU
KUP)

b. Pemeriksaan Bukper menerbitkan SKPKB sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 13A UU KUP dimana wajib pajak tersebut wajib melunasi kekurangan
pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 200% dari jumlah pajak yang berkurang dibayar yang
ditetapkan melalui penerbitan SKPKB.

c. Wajib pajak orang pribadi yang dilakukan pemeriksaan bukper meninggal


dunia

d. Tidak ditemukan adanya bukti permulaan tindak pidana dibidang


perpajakan

e. Penyidikan dihentikan sesuai dengan ketentuan pasal 44 A atau Pasal 44B


Undang-Undang
f. Putusan pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah
mempunyai kekuatan hokum tetap dan Salinan putusan pengadilan tersebut
telah diterima oleh direktur jenderal pajak

16
Pengungkapan dengan Mengungkapkan Ketidakbenaran Pebruatan oleh
Terperiksa dengan Mekanisme Pasal 8 Ayat (3) dan 13A UU KUP UU KUP
adalah bersifat hokum administrasi yang mengatur tentang Tata

Cara Perpajakan sehingga pengenaan sanksi pidananya adalah sebagai upaya


terakhir jika upaya lain tidak dapat dilakujan (Ultimatum Remedium).
Pengenaan sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk meningkatkan
kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak.
Terhadap ketidakbenaran perbuatan wajib pajak tidak akan dilakukan apabila
wajib pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran
perbuatannya dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak
yang sebenarnya terhutang berserta sanksi adminnistrasi berupa denda sebesar
150% dari jumlah pajak yang kurang dibayarnya

Untuk itu agar proses penyidikan pidana tidak berakhir dengan pengenaan sanksi
pidana, yang dilatar belakangi oleh penerapan karna mengedepankan asas
ultimatum remedium. Maka pada proses pemeriksaan bukper wajib pajak
terperiksa yang terduga melakukan pidana pajak dapat mengungkapkan
kesalahannya dan sekaligus melunasi jumlah pajak yang sebenarnya terhutang
beserta sanksi adminstrasi berupa denda sebesar 150% dari jumlah pajak yang
kurang dibayar sehingga si wajib pajak terduga pelaku tindak pidana pajak tidakk
akan dilakukan penyidikan oleh PPNS.

Penangguhan dan Penghentian Pemeriksaan Bukper (Bukti


Permulaan) dan Penyidikan
a.Penangguhan dan Penghentian Pemeriksaan Bukper dan Penyidikan
pemeriksaan bukper dengan surat perintah penyidikan umum dapat ditanggung
dalam hal

1) Pemeriksaan bukti permulaan di hentikan karna wajib pajak orang pribadi


yang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan meninggal dunia

2) Pemeriksaan bukti permulaan di hentikan karna tidak ditemukan adanya bukti


permulaan tindak pidana di bidang perpajakan 3) Penyidikan dihentikan karna
pasar 44A undang-undang

17
4) Putusan oengadilan atas pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai
kekuatan hokum tetap dan Salinan putusan pengadilan tersebut telah diterima oleh
direktur jenderal pajak .

b.Alasan Penghentian Pemeriksaan Bukper dan penyidikan lainnya Alasan-


alasan lain pemeriksaan bukper dan penyidikan yang dapat dihentikan apabila :
1) Pemeriksaan bukti permulaan diselesaikan karena wajib pajak
mengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8
ayat (3) undang-undang dengan membayar sanksi sebesar 150%;

2) Pemeriksaan bukti permulaan diselesaikan karena terhadap wajib pajak


kurang bayar sebagaimana dimaksud dalam pasal 13A undang-undang 3)
Penyidikan dihentikan karena pasal 44B undamg-undang dengan membayar
denda 400%.

Dirjen pajak di kemudian hari masih dapat melakukan pemeriksaan apabila


setelah pemeriksaan dihentikan terdapat data selain yang diungkapkan dalam
pasal 8 ayat (3) undang-undang atau pasal 44b undang-undang.

Kewenangan Pemeriksaan Bukper


Dalam pemeriksaan bukper berdasarkan surat tugas dan kemudian di tindak
lanjuti dengan surat pemberitahuan pejabat pemeriksa bukper secara terbuka
terhadap wajib pajak yang memiliki kewenangan segai berikut :

a. Meminjam dan memeriksa buku atau catatan, dokumen yang menjaadi


dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain yang berhubungan
dengan penghasilan yang diperoleh kegiatan usaha, pepkerjan bebas wajib
pajak atau objek yang terhutang pajak

b. Mengakses dan mengundur data yang dikelola secara elektronik


c. Memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak atau tidak
bergerak yang diduga atau patut di duga digunakan untuk menyimpan buku
atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukukan atau pencatatan,
dokumen lain,uang,atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang
penghasilan yang di peroleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak
atau objek yang terhutang pajak

d. Melakukan penyegelan tempat atau ruang serta barang

18
e. Meminta keterangan bukti yang diperlukan dari pihak ke tiga yang
mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang dilakukan pemeriksaan
bukti permulaan melalui direktur jenderal pajak

f. Meminta keterangan kepada pihak yang berkaitan dan dituangkan dalam


berita acara permintaan keterangan
g. Melakukan tindakan lain yang diperlukan dalam rangka pemeriksaan bukti
permulaan

Penyegelan dalam Pemeriksaan Bukper


Selama proses dilakukan pemeriksaan bukper dapat melakukan tindakan
penyegelan yaitu menempatkan tanda segel pada tempat tertentu dan barang yang
digunakan.

Tujuan Pemeriksaan Bukper


Tujuan pemeriksaan bukper adalah guna mendapatkan bukti permulaan, apparat
pemeriksa yang melakukan pemeriksaan bukper dapat dilakukan secara terbuka.
Pemeriksaan bukper berbeda dengan menguji kepatuhan perpajakan, mengingat
pemeriksaan bukper memiliki tujuan yang sama dengan penyelidikan yang diatur
dalam UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana yaitu untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebgai tindak pidana guna menentukan
dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan.

Pada prinsipnya pemeriksaan bukper dilakukan secara tertutup tujuannya adalah


guna mencegah kegagalan dalam mendapatkan bukti permulaan tentang adanya
dugaan telah terjadinya tindak pidana di bidang perpajakan yang disebabkan
adanya kesulitan untuk mendapatkan keterangan atau bahan bukti yang
diperlukan.

Penyidikan dan Penghentian Perkara Pidana Pajak


Pada proses pemeriksaan bukper wajib pajak terduga pelaku tindsak pidana
pajak jika memang merasa telah melakukan suatu perbuatan yang bersesuaian
dengan pidana pajak maka baiknya agar terhindar dari pemidanaan dan sanksi
yang semakin besar dapat memakai mekanisme membayar sanksi denda pasal
13A UUKUP.

19
BAB 5

PENEGAKAN HUKUM DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI


PERMULAAN TINDAK PIDANA PERPAJAKAN

Persoalan Dilematis Penegakan Hukum Pajak

Pada lembaga Direktorat Jenderal Pajak terdapat permasalahan penting.


Kompetensi dan latar belakang apparat pemeriksa yang kebanyakan berlatar
balakang rumpun ilmu keuangan dan bukan ilmu hukum dna jumlah penyidik
PPNS yang terbatas menjadi persoalan dilematis dalam penegakan hukum pajak.
Selain itu lembaga Kejaksaan Agung yang membuat dakwaan dan menuntut paling
hanya dibekali dengan mengikuti pendidikan-pendidikan singkat saja. Dalam
lembaga peradilan, perkara pidana pajak tidak sebanyak perkara pidan umum atau
perdata. Hal ini mengakibatkan terbatasnya pengalaman empiris hakim dalam
memutus perkara pajak.

Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang


Perpajakan

Pemeriksaan bukper dilakukan karena adanya pengaduan atau laporan


pemberitahuan yang disampaikan oleh orang atau institusi karena hak dan
kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang mengenai
dugaan telah atau sedang atau akan terjadinya tindak pidana dibidang perpajakan
disertai dengan dara yang diterima dari masyarakat saat bertransaksi atau dari
pemeriksa pajak yang menemukan adanya dugaan tindak pidan pajak pada saat
melakukan pemeriksaan menguji kepatuhan wajib pajak terhadap ketentuan pajak.

Ruang Lingkup, Jenis dan Jangka Waktu Pemeriksaan Bukper

Jenis pemeriksaan Bukper dapat dilakukan dua hal yaitu pemeriksaan secara
terbuka dan pemeriksaan secara tertutup. Pemeriksaan secara terbuka dilakukan
terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dalam
Pasal 17B UU KUP atau sebagai tindak lanjut dari pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Pemeriksaan terbuka dilakukan
dengan mengirimkan suart pemberitahuan secara tertulis perihal pemeriksaan
bukti permulaan kepada orang pribadi atau badan yang akan dilakukan
pemeriksaan bukper tersebut. Sedangkan pemeriksaan bukti permualan tertutup
dilakukan Dirjen Pajak tanpa pemberitahuan tentang adanya pemeriksaan bukper
kepada objek pajak yang dilakukan oleh pemeriksaan bukper tersebut.

Jangka waktu pemeriksaan bukper tertutup dan terbuka berlaku paling lama 12
bulan, yaitu sejak surat perintah pemeriksaan bukper diterima pemeriksa bukper
hingga laporan pemeriksa bukper dapat diperpanjang paling lama 24 bulan oleh

20
kepala Unit Pemeriksa Bukper dengan mempertimbangkan daluarsa penetapan
pajak dan daluarsa tindak pidana pajak.

Kewajiban dan Hak dalam Pemeriksaan Bukper

Didalam pemeriksaan bukper ada hal-hal yang wajib disampaikan oleh


pemeriksa bukper kepada terperiksa yaitu :

a. Menyampaikan surat pemberitahuan pemeriksaan bukper jika pemeriksaan


bukti permulaan dilakukan secara terbuka
b. Memperlihatkan kartu tanda pengenal pemeriksa bukti permulaan
c. Memperlihatkan surat perintah pemeriksaan bukti permulaan atau surat
perintah pemeriksaan bukti permulaan perubahan jika diminta oleh orang
pribadi atau badan yang dilakukan pemeriksaan bukper
d. Mengembelaikan bahan bukti yang telah diperoleh melalui peminjaman dan
tidak diperlukan dalam proses penyidikan
e. Merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang
diketahui atau diberitahukan kepadanya dalam rangka pemeriksaan bukti
permulaan
f. Mengamankan bahan bukti yang ditemukan dalam pemeriksaan bukti
permulaan

Sedangkan kewajiban terperiksa bukper adalah sebagai berikut:

a. Memberikan kesempatan kepada pemeriksa bukti permulaan untuk


memasuki, memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak/tidak bergerak
yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan bahan bukti
b. Memberikan kesempatan kepada pemeriksa bukti permulaan untuk
mengakses atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik
c. Memperlihatkan atau memijamkan bahan bukti kepada pemeriksa bukti
permulaan
d. Memberikan keterangan lisan atau tertulis kepada pemeriksa bukti permulaan
e. Memberikan bantuan kepada pemeriksa bukti permulaan guna kelancaran
pemeriksa bukti permulaan

Pelaksanaan Pemeriksaan Bukper

a.Pengumpulan Barang Bukti

Pemeriksaan bukper dapat dilakukan dengan memeriksa tempat, ruang dan


barang bergerak atau tidak bergeak yang diduga digunakan untuk menyimpan
bahan bukti. Barang bukti dapat dipinjam oleh pemeriksa dengan mengirimkan
surat peminjaman kepada terperiksa. Dan terperiksa harus menyerahkannya
paling lambat 14 hari setelah menerima surat peminjaman dari pemeriksa bukper.

21
Dalam hal terperiksa tidak melakukannya, maka pemeriksa bukper dapat
mengusulkan kepada kepala unit pelaksana pemeriksaan bukti permulaan untuk
dilakukan penyidikan.

b.Penyegelan

Pemeriksa bukti permulaan dapat melakukan penyegelan terhadap tempat atau


ruang tertentu serta barang bergerak atau tidak bergerak untuk memperoleh atau
mengamankan bahan bukti. Penyegelan dapat dibantu atau disaksikan kepada
Kepolisian Negara Republik Indonesia atau instansi atau unsur pemerintah atas
permintaan pemeriksa bukper.

c.Permintaan Keterangan

Pemeriksa bukper dapat meminta keterangan secara langsung atau didahului


dengan pemanggilan dikantor Dirjen Pajak atau tempat yang patut dan wajar
lainnya kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan dugaan tindak pidana
perpajakan yaitu orang pribadi atau wakil badan yang dilakukan pemeriksaan
bukti permulaan, pegawai, pelanggan, pemasok, akuntan, konsultan, dan
pihakpihak terkait lainnya. Dan jika tidak diperoleh pemeriksa bukper berita acara
tidak terpenuhinya permintaan keterangan.

Solusi Hukum dalam Pemeriksaan Bukper

Pengungkapan Ketidakbenaran Perbuatan Saat Pemeriksaan Bukper

Terperiksa Bukper yaitu orang atau korporasi selaku wajib pajak yang dilakukan
pemeriksaan bukper, secara terbuka dapat menyampaikan pengungkapan
ketidakbenaran perbuatan atas tindak pidana sepanjang surat pemberitahuan
dimulainya penyidikan (SPDP) belum disampaikan kepada penuntut umum
melalui penyidik pejabat Kepolisian selaku Koordinator Pengawas Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

Mekanisme Pengungkapan Ketidakbenaran Perbuatan Saat


Pemeriksaan Bukper

Mekanisme pengungkapan ketidakbenaran perbuatan atas tindak pidana objek


pajak selaku wajib pajak yang dilakukan pemeriksaan bukper secara terbuka
harus melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Menyampaikan pengungkapan ketidakbenaran perbuatannya secara tertulis


dan ditandatangani
b. Melampirkan:
1) Penghitungan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya
terutang dalam format surat pemberitahuan

22
2) Surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan
sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak
3) Surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan
sebagai bukti pelunasan sanksi administrasi berupa denda

Pembayaran Poko Pajak Kurang Bayar dan Tambhan Denda 150%

Penyampaian pengungkapan ketidakbenaran perbuatan selaras dengan pasal 8


ayat (3) UU KUP yang menetapkan baha walaupun telah dilakukan tindakan
pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan pentidikan mengenai adanya
ketidakbenaran yang dilakukan wajib pajak, terhadap ketidakbeanaran perbuatan
wajib pajak tidak akan dilakukan penyidikan. Apabila wajib pajak dengan
kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya dengan disertai
pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang
beserta sanksi administrasi sebesar 150% dari jumlah pajak yang kurangdibayar.

Pengujian Ulang Pengungkapan Ketidakbenaran Perbuatan oleh


Pemeriksa Bukper

Pemeriksa bukper melakukan pengujian atas pengungkapan ketidakbenaran


perbuatan untuk memastikan bahwa pengungkapan ketidakbenaran perbuatan
telah sesuai atau tidak dengan keadaan yang sebenarnya.

a.Pengungkapan Sesuai Keadaan Sebenarnya

Jika pengugkapan ketidakbenaran perbuatan telah sesuai dengan keadaan yang


sebenarnya, maka kepala Unit Pelaksanaan Pemeriksaan Bukper akan
mengirimkan pemberitahuan kepada objek pajak selaku wajib pajak terperiksa
bukper bahwa pemeriksaan bukper tidak ditindaklanjuti dengan penyidikan
tindak pidana pajak

b.Pengungkapan Tidak Sesuai Keadaan Sebenarnya

Namun jika pengungkapan ketidakbenaran perbuatan objek pajak selaku wajib


pajak terperiksa bukper tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, kepala
Unit Pelaksana Pemeriksa Bukper akan mengirimkan pemberitahuan kepada
objek pajak selaku wajib pajak terperiksa bukper bahwa pengungkapan
ketidakbenaran perbuatan tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan
pemeriksaan bukti permulaan ditindaklanjuti dengan penyidikan pidana pajak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undnagan dibidang perpajakan

Tindak Pidana yang Diketahui Seketika

Tindak pidana yang diketahui seketika adalah tindak pidana pajak yang diketahui
sedang berlangsung atau baru saj terjadi, yang memerlukan penangana secara
segera terhadap pelaku pidana dan mengamankan barang buktinya. Dalamtindak

23
pidana yang diketahui seketika, maka jika ditemukan bukti permulaan yang cukup
maka dapat langsug ditingkatkan ke penyidikan tanpa harus melaluipemeriksaan
bukper.

24
BAB 6

HUKUM ACARA (FORMIL) TINDAK PIDANA PAJAK

Hukum Acara Pidana (Strafvordering) Perpajakan

Penyidikan Bermula dari Pemeriksaan Bukper

Pada umumnya penyidikan pajak dilakukan setelah terperiksa bukper melalui


pemeriksaan bukper dan kemudian ditemukan alat bukti yang cukup telah terjadi
tindak pidana pajak tetapi orang pribadi atau korporasi selaku wajib pajak
terperiksa bukper yang diatur dalam Pasal 8 ayat (3) UU KUP tidak
mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan secara sukarela atau
mengungkapkannya juga tetapi tidak sesuai denagn keadan yang sebenarnya
sehingga ditingkatkan pemeriksaan bukper tersebut ke penyidikan.

Surat Perintah Penyidikan Khusus (Sprindik Khusus)

PPNS pajak akan mulai bekerja dari sprindik umum ke sprindik khusus
dimulainya penyidikan terhadap orang atau korporasi wajib pajak yang diduga
telah melakukan tindak pidana dengan memakai hukum acara formil KUHAP dan
UUKUP. Oleh karena itu pada saat pemanggilan untuk diminta keterangannya
sebagi tersangka, PPNS pajak harus ada surat perintah penyidikan khusus.

Surat Pemberitahuan Dimulainya Pemeriksaan SPDP ke Jaksa


Penuntut

Sebelum dilakukannya pemeriksaan sebagai tersangka maka penyidik pajak


harus mengirimkan surat pemberitahuan dimulai penyidikan kepada jaksa
penuntut umum tindak pidana khusus melalui korwas PPNS di Bareskrim Polri.

Setelah SPDP dikirimkan, maka penyidik pajak mulai melakukan penyidikan


tindak pidana perpajakan terhadap tadinya sebagai terperiksa menjadi tersangka.
Pada saat pemeriksaan sebagai tersangka, penyidik pajak dapat meminta
keterangan tambahan dari tersangka, saksi-saksi maupun meminta keterangan
dari hali atau orang yang memiliki keahilian khusus.

Wewenang Penyidik Pajak

a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan


bekenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan agar keterangan atau
laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan
tindak pidana dibidang perpajakan

25
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari objek pajak sehubungan dengan
tindak pidana dibidang perpajakan
d. Memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana
dibidang perpajakan
e. Melakukan penggeladahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan
bukti tersebut
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana dibidang perpajakan
g. Menyuruh berhenti atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau
tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas
orang, benda atau dokumen yang dibawa
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana bidang perpajakan
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi
j. Menghentikan penyidikan
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana dibidang perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Alat Bukti dan Barang Bukti Tindak Pidana Pajak

Dalam system pembuktian hukum acara pidana yang menganut stelsel negatief
wettelijk, hanya alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang yang dapat
dipergunakan untuk pembuktian. Hal ini berarti bahwa diluar dari ketentuan
tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah. Ciri-ciri benda
yang dapat menjadi barang bukti :

1) Merupakan objek materiil


2) Berbicara untuk diri sendiri
3) Sarana pembuktian yang paling bernilai dibandingkan sarana pembuktian
lainnya
4) Harus diidentifikasi dengan keterangan saksi dan keterangan terdakwa

Pengembalian Berkas Perkara untuk Dilengkapi (P.19)

Pada saat penyidik pajak telah selsai melakukan penyidikan, penyidik wajib
segera menyerahkan berkas perkara kepada JPU Tindak Pidana Khusus. Jika
penuntut umu berpendapat bahwa hasil penyidikan ternyata masih kurang
lengkap, maka penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara itu kepada
penyidik dengan form kode P.19 disertai petunjuk untuk dilengkapi.

26
Praperadilan Perkara Pidana Pajak

Tindak pidana bidang perpajakan bersifat pidana khusus namun hukum acara
yang dipakai untuk menegakkan undang-undang perpajakn adalah menggunakan
KUHAP. Menurut KUHAP pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan
memutus sesuai dengan ketentuan Pasal 77 KUHAP yaitu tentang
:

a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian, penyidikan atau


penghentian penuntutan
b. Ganti kerugian atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan
pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Penghentian Penyidikan Pajak

Penyidik dapat menghentikan penyidikan dalam hal tidak terdapat cukupbukti


atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dibidang perpajakan atau
penyidikan dihentika karena peristiwanya telah daluwarsa atau tersangka
meninggal dunia.

Pemberitahuan Hasil Penyidikan Dianggap Lengkap (P.21)

Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu 14 hari jaksa penuntut
umum tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabil batas waktu tersebut
berakhir telah ada pemberitahuan dengan kode P.21 tentang dianggap sudah
lengkapnya penyidikan itu dari jaksa penuntut umum kepada penyidik.

Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti (P.22)

Pada proses ini penyidik pajak akan membawa tersangka dan barang bukti ke
kantor kejaksaan negeri tempat kejadian pidana pajak dilakukan dimana pengadilan
negeri setempat akan menyidangkan perkara tersebut.

Penuntut Tindak Pidana Pajak

Surat Dakwaan Pidana Pajak (P.29)

Surat dakwaan dibuat oleh JP setelah berkas perkara diterima hasil penyidikan
yang lengkap dari penyidikan pajak. Jika JPU berpendapat bahwa dari hasil
penyidikan dapat dilakukan penuntutan, JPU dalam waktu secepatnya membuat
surat dakwaan. Surat dakwaan ini kemudian dilimpahkan kepada pengadilan
negeri tempat kejadian pidana pajak bersamaan dengan perkaranya.

Isi Surat Dakwaan

a. Nama lengkap, tempat lahir, umut atau tanggal lahir, jenis kelamin,
kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan tersangka

27
b. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang
didakwakan dengan menyeburkan waktu dan tempat tindak pidan itu
dilakukan.
Penghentian Penyidikan oleh Jaksa Agung dengan Membayar Denda
(Pasal 44B UU KUP)

Penghentian penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan hanya dapatdilakukan


setelah wajib pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atauyang
tidak seharusnya dikembalikan dan kemudian ditambah membayar sanksi
administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau
kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan.

Pengadilan Tindak Pidana Pajak

Perubahan Surat Dakwaan

Perubahan surat dakwaan hanya dapat dilakukan satu kali selambatlambatnya 7


(tujuh) hari sebelum sidang dimulai dan perubahan tersebut harus disampaikan
penuntut umum turunannya kepada tersangka atau advokat, penasihat hukum dan
penyidik pajak.

Sidang Pengadilan Negeri dan Penuntutan

Selanjutnya pengadilan negeri akan membuat nomor registrasi perkara. Lalu


pengadilan negeri akan memberitahukan jadwal sidang kepada terdakwa atau
kuasa hukumnya. Pada sidang pertama akan diperiksa terdakwa dan kuasa hukum
sebagai pembela. Surat dakwaan dapat dibacakan saat permulaan sidang. Surat
tuntutan diaukan oleh JPU setelah pemeriksaan disidang pengadilan dinyatakan
selesai. Karenanya surat tuntutan dibacakan setelah proses pembuktian di
persidangan pidana selesai dilakukan yang isinya berupa tuntutan pidana.

Yurisdiksi Mengadili Pidana Pajak

Dalam perkara pajak sering terjadi karena tempat kejadian perkara pajak
seringkali transaksinya sekaligus dibeberapa tempat, sehingga sulit menempatkan
yurisdiksi mengadilinya, karena ada beberapa pengadilan negeri yang berwenang
untuk memeriksa perkara tersebut. Jika terdakwa atau advokat mengajukan
keberatan atas yurisdiksi mengadili bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili
perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus
dibatalkan.

Pentingnya Hukum Acara Pidana Pajak

Pemeriksaan kembali pidana perpajakan harus dilakukan secara obyektif dan


profesional.Hal ini sangat penting, karena dalam hukum pidana perpajakan, mereka
yang melakukan tindak pidana perpajakan dapat dikenakan denda dan pidana

28
penjara.Jika hukum acara tidak dilakukan secara profesional dan obyektif maka
penegakannya Beberapa bentuk sanksi membuat sanksi pajak diklasifikasikan
sebagai "undang-undang khusus".
BAB 7

PERAN ADVOKAT DAN KUASA HUKUM PAJAK DALAM PERKARA


PIDANA PAJAK

7.1 Peran Advokat dalam Pemeriksaan Pajak

Putusan MK RI Nomor 63/PUU-XV/2017 yang memutuskan bahwa advokat dan


profesi lain dapat mnejadi kuasa hukum wajib pajak terakit pengujian Pasal 32 ayat
3A UU No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(UU KUP) yang syarat dan pelaksanaannya diatur menteri keuangan. Didalam
praktiknya advokat baru dapat masuk dengan surat kuasa khusus untuk membela
kliennya pada tahapan penyidikan tindak pidana pajak yang disidik oleh PPNS
Pajak. Sedangkan dalam pemeriksaan Bukper masih harus ditambah dengan syarat
harus memiliki sertifikat Brevet atau Kartu Kuasa Hukum Pajak yang diterbitkan
oleh Pengadilan Pajak.

29

Anda mungkin juga menyukai