Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN TUTORIAL

BLOK SISTEM INDERA

Disusun Oleh:
Zhulfakhri Yusuf Siregar 219 210 022
Grup Tutor A3

Diketahui Oleh:

Fasilitator

dr. Ivonne R.V.O. Situmeang, M.Kes, M.Pd-Ked

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan karunia-nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan hasil
laporan tutorial blok Sistem Indera ini sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Dalam penyusunan laporan tutorial blok Sistem Indera ini, penulis menyadari
sepenuhnya banyak terdapat kekurangan di dalam penyajiannya. Hal ini disebabkan
terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, penulis menyadari bahwa
tanpa adanya bimbingan dan bantuan dari semua pihak tidaklah mungkin hasil laporan
tutorial blok Sistem Indera ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
laporan dengan baik.
2. Terimakasih dr. Ivonne R.V.O. Situmeang, M.Kes, M.Pd-Ked Selaku dosen atas segala
masukkan, bimbingan dan kesabaran dalam menghadapi segala keterbatasan penulis.
Akhir kata, segala bantuan serta amal baik yang telah diberikan kepada penulis,
mendapatkan balasan dari Tuhan, serta laporan tutorial blok Sistem Indera ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya, dan para pembaca umumnya.

Medan, 15 November 2021


Penulis

Zhulfakhri Yusuf Siregar

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .......................................................................................................... i


Daftar Isi ................................................................................................................... ii
Pemicu ..................................................................................................................... 1
I. Klarifikasi Istilah ......................................................................................... 1
II. Identifikasi Masalah .................................................................................... 1
III. Analisa Masalah .......................................................................................... 1
IV. Kerangka Konsep ........................................................................................ 3
V. Learning Objective ..................................................................................... 4
VI. Pembahasan ................................................................................................. 4
VII. Kesimpulan ..................................................................................................
Daftar Pustaka ...........................................................................................................

ii
PEMICU
Anamnesa
Seorang perempuan berumur 18 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan nyeri menelan
lebih kurang 3 hari ini disertai demam. Pasien juga mengeluhkan sulit menelan makanan
maupun air ludah, nyeri kepala dan badan terasa tidak nyaman. Saat ini pasien juga
mengeluhkan nyeri pada telinga. Suara serak (-).

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik terdapat Temperatur 38,5 °C, TD : 120/70 mmHg, nadi : 90 x/menit,
RR : 20 x/menit. Pada pemeriksaan orofaring ditemukan tonsil T3 : T3 hiperemis, faring
hiperemis. Pemeriksaan rutin THT-KL lainnya dalam batas normal. Pembesaran kelenjar
limfa ditemukan.

Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan

I. KLARIFIKASI ISTILAH

II. IDENTIFIKASI MASALAH


1. Nyeri menelan lebih kurang 3 hari
2. Nyeri kepala dan badan terasa tidak nyaman
3. Nyeri pada telinga
Pada pemeriksaan fisik
1. Demam 38,5 °C
2. Pembesaran kelenjar limfa
Pemeriksaan orofaring
1. Tonsil T3 hiperemis
2. Faring hiperemis

III. ANALISA MASALAH


1. Nyeri menelan lebih kurang 3 hari
 Adanya mikroorganisme pathogen yang masuk melalui hidung dan mulut yang
menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi yang menyebabkan tonsil membesar
dan bewarna kemerahan
1
 Adanya pelebaran pembuluh darah disekitar faring akibat infeksi mikroorganisme yang
menyebabkan menyempitnya saluran faring
2. Nyeri kepala dan badan terasa tidak nyaman
 Akibat dari telinga dan mulut yang terhubung melalui tuba eustacius, maka apabila terjadi
peradangan pada mulut kemungkinan bisa menjalar sampai ke telinga yang dimana
telinga merupakan salah satu organ yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan
sehingga dapat terjadi nyeri kepala
 Mekanisme pertahanan tubuh akibat infeksi mikroorganisme sehingga tubuh merangsang
hypothalamus untuk meningkatkan suhu tubuh yang menimbulkan rasa tidak nyaman
3. Nyeri pada telinga
Tuba eustacius adalah saluran yang menhubungkan antara faring dan telinga sehingga
terjadi peradangan pada faring yang dapat menyebar ke telinga dimana peradangan pada
telinga menimbulkan rasa nyeri
Pada pemeriksaan fisik
1. Demam 38,5 °C
Mekanisme pertahanan tubuh akibat infeksi mikroorganisme sehingga tubuh
merangsang hypothalamus untuk meningkatkan suhu tubuh.
2. Pembesaran kelenjar limfa
Adanya infeksi pada tonsil dan faring mengakibatkan pembengkakan pada
kelenjar limfa di sekitar leher yang menandakan respon tubuh terhadap
infeksi tersebut
Pemeriksaan orofaring
1. Tonsil T3 hiperemis
Adanya infeksi pada tonsil mengakibatkan peradangan dan terjadinya
vasolidasi sehingga tonsil tampak membengkak dan hiperemis
2. Faring hiperemis
Karena adanya inflamasi pada faring mengakibatkan mukosa faring tampak
hiperemis

2
IV. KERANGKA KONSEP

Seorang perempuan berumur


18 tahun
Pemeriksaan Fisik :

Pada pemeriksaan fisik terdapat Temperatur


Datang ke
38,5 °C, TD : 120/70 mmHg, nadi : 90 puskesmas
x/menit, RR : 20 x/menit. Pada
pemeriksaan orofaring ditemukan tonsil
T3 : T3 hiperemis, faring hiperemis. Pada pemeriksaan fisik
Pemeriksaan rutin THT-KL lainnya dalam Anamnesis 1. Demam 38,5 °C
batas normal. Mekanisme pertahanan tubuh
Pembesaran kelenjar limfa ditemukan. akibat infeksi mikroorganisme
Pemeriksaan penunjang sehingga tubuh merangsang
Tidak dilakukan hypothalamus untuk
meningkatkan suhu tubuh.
2. Pembesaran kelenjar limfa
Adanya infeksi pada tonsil dan
Nyeri menelan lebih Nyeri kepala dan badan
Nyeri pada telinga faring mengakibatkan
kurang 3 hari terasa tidak nyaman
pembengkakan pada kelenjar
limfa di sekitar leher yang

 Adanya  Akibat dari telinga dan mulut menandakan respon tubuh


Tuba eustacius
mikroorganisme yang terhubung melalui tuba terhadap infeksi tersebut
adalah saluran
pathogen yang masuk eustacius, maka apabila terjadi Pemeriksaan orofaring
yang
melalui hidung dan peradangan pada mulut 1. Tonsil T3 hiperemis
menhubungkan
mulut yang kemungkinan bisa menjalar Adanya infeksi pada tonsil
antara faring dan
menyebabkan sampai ke telinga yang mengakibatkan peradangan dan
telinga sehingga
terjadinya proses dimana telinga merupakan terjadinya vasolidasi sehingga
terjadi
inflamasi dan infeksi salah satu organ yang tonsil tampak membengkak dan
peradangan pada
yang menyebabkan berfungsi untuk mengatur hiperemis
faring yang dapat
tonsil membesar dan keseimbangan sehingga dapat 2. Faring hiperemis
menyebar ke
bewarna kemerahan terjadi nyeri kepala Karena adanya inflamasi pada
telinga dimana
 Mekanisme pertahanan tubuh faring mengakibatkan mukosa
 Adanya pelebaran peradangan pada
akibat infeksi mikroorganisme faring tampak hiperemis
pembuluh darah telinga
disekitar faring akibat sehingga tubuh merangsang
menimbulkan
infeksi mikroorganisme hypothalamus untuk
rasa nyeri
yang menyebabkan meningkatkan suhu tubuh

menyempitnya saluran yang menimbulkan rasa tidak

faring nyaman

1. Tonsilofaringitis akut
3 2. Tonsilofaringitis kronis
3. Laringitis akut
V. LEARNING OBJECTIVE
1. Anatomi faring dan tonsil
2. Defenisi dan manifestasi DD
3. Etiologi Dx
4. Faktor resiko Dx
5. Patofisologi Dx
6. Gejala klinis tonsilofaringitis akut
7. Grade pembesaran tonsil
8. Cara menegakkan diagnosis dx
9. Penatalaksanaan Dx
10. Komplikasi dan prognosis

4
VI. PEMBAHASAN
1. Anatomi faring dan tonsil
 Faring

Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang
besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah serta terletak pada bagian anterior
kolum vertebra. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke
esophagus setinggi vertebra servikal ke-6. Ke atas, faring berhubungan dengan
rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui
ismus orofaring, sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus
laring dan ke bawah berhubungan dengan esophagus. Panjang dinding posterior
faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm; bagian ini merupakan bagian
dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar)
selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia
bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring
(hipofaring). Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mukosa blanket)
dan otot.

5
 Tonsil

Tonsil terbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai
10-30 kriptus yang meluas ke dalam yang meluas ke jaringan tonsil. Tonsil tidak
mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah kosong di atasnya dikenal sebagai fosa
supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar pada muskulus konstriktor faring
superior, sehingga tertekan setiap kali makan.
2. Defenisi dan manifestasi DD
 Tonsilofaringitis akut
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh
virus (40- 60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin dan lain-lain.
Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi
inflamasi lokal. Infeksi bakteri grup A Streptokokus B hemolitikus dapat
menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat, karena bakteri ini melepaskan
toksin ekstraselular yang dapat menimbulkan demam reumatik, kerusakan
katup jantung, glomerulonefritis akut karena fungsi glomerulus terganggu
akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi. Penularan infeksi melalui
sekret hidung dan ludah (droplet infection).
 Manifestasi klinis
Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorok dan sulit menelan. Pada
pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza,
coxsachievirus dan cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat.
Coxachievirus dapat menimbulkan lesi vesikular di ororfaring dan lesi kulit
berupa maculopapular rash (ruam yang ditandai dengan area datar berwarna
merah pada kulit yang di tutupi dengan benjolan kecil menyatu).
Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis juga dapat
menimbulkan gejala konjungtivitis. Epstein Barr Virus (EBV) menyebabkan

6
faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat
pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan
hepatosplenomegali.
 Tonsilofaringitis kronik
Faringitis kronik terdapat 2 bentuk yaitu faringitis kronik hiperplastik dan
faringitis kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang di kronik di faring ini
ialah rinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alkohol, inhalasi
uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya
faringitis kronik adalah pasien yang biasa bernapas melalui mulut karena
hidungnya tersumbat.
a. Faringitis kronik hiperplastik
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding
posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan
lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding
posterior tidak rata, bergranular.
Gejala Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan
akhirnya batuk yang berdahak.
b. Faringitis kronik atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rinitis atrofi.
Pada rinitis atrofi, udara pernapasan tidak diatur suhu serta ke-
lembabannya, sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada
faring.
Gejala dan tanda Pasien mengeluh tenggorok kering dan tebal serta
mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh
lendir yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.
 Laringitis akut
Laringitis mengacu pada peradangan laring dan dapat muncul dalam bentuk
akut dan kronis. Laringitis akut seringkali merupakan kondisi ringan dan
sembuh sendiri yang biasanya berlangsung selama 3 hingga 7 hari. Jika kondisi
ini berlangsung selama lebih dari 3 minggu, maka disebut sebagai laringitis
kronis. Penyebab paling umum dari laringitis akut adalah infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA), dan diagnosis ini seringkali dapat diperoleh dari

7
riwayat penyakit pasien saat ini. Dengan tidak adanya riwayat infeksi atau
kontak sakit, penyebab tambahan laringitis non-infeksi harus dieksplorasi
 Tanda dan gejala
Gejala yang muncul sering kali termasuk perubahan suara (pasien mungkin
melaporkan suara serak atau suara "serak"), kelelahan vokal awal (terutama
pada penyanyi atau pengguna suara profesional), atau batuk kering. Kesulitan
bernapas jarang (meskipun mungkin) pada laringitis akut, tetapi adanya dispnea
yang signifikan.
3. Etiologi Dx
Sekitar 50% hingga 80% faringitis, atau sakit tenggorokan, gejalanya berasal dari
virus dan mencakup berbagai patogen virus. Patogen ini didominasi oleh
rhinovirus, influenza, adenovirus, coronavirus, dan parainfluenza. Patogen virus
yang kurang umum termasuk herpes, virus Epstein-Barr, human immunodeficiency
virus (HIV), dan coxsackievirus. Kasus yang lebih parah cenderung bakteri dan
dapat berkembang setelah infeksi virus awal.
Infeksi bakteri yang paling umum adalah streptokokus beta-hemolitik grup A, yang
menyebabkan 5% hingga 36% kasus faringitis akut. Etiologi bakteri lainnya
termasuk streptokokus Grup B & C, Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma
pneumoniae, Haemophilus influenzae, Candida, Neisseria meningitidis, Neisseria
gonorrhoeae, Arcanobacterium haemolyticum, Fusobacterium necrophorum, dan
Corynebacterium diphtheriae. Alergi lingkungan dan paparan bahan kimia juga
dapat menyebabkan faringitis akut.
4. Faktor resiko Dx
1. Sering terpapar asap rokok atau polusi.
2. Memiliki riwayat alergi, seperti alergi dingin, alergi debu, atau bulu
binatang.
3. Memiliki riwayat sinusitis.
4. Sering berada di ruangan yang kering, seperti ruang ber-AC.
5. Memiliki riwayat kontak dengan orang yang sedang mengalami faringitis,
termasuk tinggal bersama orang yang sedang mengalami radang
tenggorokan dan bekerja di rumah sakit.
6. Sering melakukan aktivitas yang menyebabkan ketegangan pada otot
tenggorokan, misalnya karena bicara atau berteriak terlalu keras.

8
7. Memiliki sistem imun yang lemah.
8. Menderita GERD (gastroesofageal reflux disease) atau penyakit asam
lambung.

5. Patofisologi Dx
Nasofaring dan orofaring merupakan tempat untuk organisme ini, kontak langsung
dengan mukosa nasofaring atau orofaring yang terinfeksi atau dengan benda yang
terkontaminasi seperti sikat gigi merupakan cara penularan yang kurang berperan,
demikian juga penularan melalui makanan.
Penyebaran SBHGA memerlukan pejamu yang rentan dan difasilitasi dengan
kontak yang erat. Infeksi jarang terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun,
mungkin karena kurang kuatnya SBHGA melekat pada sel-sel epitel. Infeksi pada
toddlerrs paling sering melibatkan nasofaring atau kulit (impetigo). Remaja
biasanya telah mengalami kontak dengan organisme beberapa kali sehingga
terbentuk kekebalan, oleh karena itu infeksi SBHGA lebih jarang pada kelompok
ini.
6. Gejala klinis tonsilofaringitis akut
 Tonsilitis akut
Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok dan nyeri
waktu menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di
sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri di
telinga ini karena nyeri alih (referred pain) melalui saraf n.glosofaringeus
(n.IX). Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan ter- dapat
detritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar
submandibula membengkak dan nyeri tekan.
 Faringitis akut
Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorok dan sulit menelan. Pada
pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza,
coxsachievirus dan cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat.
Coxachievirus dapat menimbulkan lesi vesikular di ororfaring dan lesi kulit
berupa maculopapular rash (ruam yang ditandai dengan area datar berwarna
merah pada kulit yang di tutupi dengan benjolan kecil menyatu).
Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis juga dapat
menimbulkan gejala konjungtivitis. Epstein Barr Virus (EBV) menyebabkan

9
faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat
pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan
hepatosplenomegali.
7. Grade pembesaran tonsil

1. T1: Tonsil menempati ≤25% dari orofaring


2. T2: Tonsil menempati 26-50% dari orofaring
3. T3: Tonsil menempati 51-75% dari orofaring
4. T4: Tonsil menempati >75% dari orofaring
8. Cara menegakkan diagnosis dx
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan laboratorium. Sulit untuk membedakan antara faringitis Streptokokus
dan faringitis virus hanya berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis.
Baku emas penegakan diagnosis faringitis bakteri atau virus adalah melalui
pemeriksaan kultur dari apusan tenggorok. Apusan tenggorok yang adekuat pada
area tonsil diperlukan untuk menegakkan adanya Streptococcus pyogenes. Untuk
memaksimalkan akurasi, maka diambil apusan dari dinding faring posterior dan
regio tonsil, lalu diinokulasikan pada media agar darah domba 5% dan piringan
basitrasin diaplikasikan, kemudian ditunggu selama 24 jam.
Pada saat ini terdapat metode yang cepat untuk mendeteksi antigen
Streptokokus grup A (rapid antigen detection test). Metode uji cepat ini
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi (sekitar 90% dan 95%)
dan hasilnya dapat diketahui dalam 10 menit, sehingga metode ini setidaknya dapat
digunakan sebagai pengganti pemeriksaan kultur. Secara umum, bila uji tersebut

10
negatif, maka apusan tenggorok seharusnya dikultur pada dua cawan agar darah
untuk mendapatkan hasil yang terbaik untuk S. Pyogenes.
9. Penatalaksanaan Dx
Pilihan pengobatan untuk faringitis streptokokus grup A beta-hemolitik termasuk
pengobatan oral dengan penisilin V atau amoksisilin oral. Sefalosporin, makrolida,
dan klindamisin juga dapat digunakan. Penisilin intramuskular juga merupakan
pilihan pengobatan.
Resistensi dapat berkembang selama pengobatan dengan azitromisin dan
klaritromisin, dan itu tidak dianggap sebagai antibiotik lini pertama untuk indikasi
ini. Pada pasien dengan alergi penisilin ringan, sefalosporin dapat digunakan. Pada
pasien dengan riwayat anafilaksis terhadap penisilin, azitromisin atau klindamisin
dapat digunakan. Penyakit ini tidak lagi menular setelah 24 jam antibiotik
10. Komplikasi dan prognosis
 Komplikasi
1. Epiglotitis
2. Otitis media
3. mastoiditis
4. Radang dlm selaput lendir
5. Demam rematik akut
6. Glomerulonefritis pasca streptokokus
7. Sindrom syok toksik
 Prognosis
Secara umum, prognosis faringitis baik karena infeksi virus dan bakteri
biasanya sembuh sendiri selama 5 sampai 7 hari.
Di negara berkembang, lebih dari 20 juta orang terkena streptokokus grup A
dan mengalami demam rematik akut. Gangguan ini adalah penyebab utama
kematian pada orang muda. Kematian akibat faringitis jarang terjadi tetapi
terjadi jika jalan napas terganggu.
Sebagian besar kasus faringitis sembuh dalam 7 hingga 10 hari. Kegagalan
pengobatan biasanya karena resistensi antibiotik, kepatuhan yang buruk, dan
kontak dekat yang tidak diobati.

11
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan pemicu pasien didiagnosa tonsilofaringitis akut. Hal ini dapat diliat dari
anamnesa pasien nyeri menelan, demam, sulit menelan makanan maupun air ludah, nyeri
kepala, nyeri telinga dan badan terasa tidak nyaman. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
suhu 38,5°C.Pemeriksaan orofaring tonsil T3 : T3 hiperemis, faring hiperemis.
Pembesaran kelenjar limfa ditemukan. Pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
kultur tenggorokan untuk menentukan tatalaksana yang tepat

12
DAFTAR PUSTAKA

Brennan-Krohn T, Ozonoff A, Sandora TJ. Adherence to guidelines for testing and


treatment of children with pharyngitis: a retrospective study. BMC Pediatr.
Gottlieb M, Long B, Koyfman A. Clinical Mimics: An Emergency Medicine-Focused
Review of Streptococcal Pharyngitis Mimics. J Emerg Med. 
Jaworek AJ, Earasi K, Lyons KM, Daggumati S, Hu A, Sataloff RT. Acute infectious
laryngitis: A case series. Ear Nose Throat J.
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
THT-KL FK UI. Dalam:Tonsilitis akut. Edisi ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2012. h. 201
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
THT-KL FK UI. Dalam:Faringitis akut. Edisi ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2012. h. 197
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
THT-KL FK UI. Dalam: Faringitis kronik. Edisi ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI; 2012. h. 198

13

Anda mungkin juga menyukai