Anda di halaman 1dari 1

ARTIKEL TENTANG MENYIKAPI UU HARMINISASI PERATURAN PERPAJAKAN (UU

HHP)

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan


Perpajakan (UU HPP) yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari reformasi perpajakan.
Reformasi perpajakan dilakukan untuk mendukung upaya percepatan pemulihan ekonomi dan
pembangunan nasional melalui penataan ulang sistem perpajakan agar lebih kuat di tengah
tantangan pandemi dan dinamika masa depan yang harus terus diantisipasi.

Dari sisi administrasi, UU HPP menutup berbagai celah aturan yang masih ada dan mengadaptasi
perkembangan baru aktivitas bisnis terkini, seperti maraknya bisnis yang berbasis digital.
Sedangkan dari sisi kebijakan perpajakan, UU HPP akan memperkuat aspek keadilan dalam hal
beban pajak yang harus ditanggung oleh wajib pajak, serta keberpihakan untuk mendukung
penguatan sektor UMKM. RUU HPP juga mengatur dua hal utama yaitu asas dan tujuan. UU ini
diselenggarakan berdasarkan asas keadilan, kesederhanaan, efisiensi, kepastian hukum,
kemanfaatan, dan kepentingan nasional.

RUU HPP terdiri dari 9 Bab dan 19 Pasal yang secara garis besar memuat enam ketentuan
yaitu Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Ketentuan terkait Pajak Penghasilan,
Ketentuan terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Ketentuan Terkait Program Pengungkapan
Sukarela Wajib Pajak, Ketentuan Pajak Karbon, dan Ketentuan Terkait Cukai.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungaj Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Neilmaldrin Noor mengatakan, tujuan dibentuknya UU
HPP adalah untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan dan
mendukung percepatan pemulihan ekonomi.

Basis dari reformasi perpajakan yang ideal melalui UU HPP adalah aspek keadilan dan
keberpihakan. Di sisi pajak penghasilan (PPh), keadilan dan keberpihakan dilakukan dengan
perbaikan progresivitas PPh Orang Pribadi (OP) dengan melebarkan rentang penghasilan kena
pajak hingga Rp60 juta untuk lapisan tarif PPh OP terendah 5 persen dari yang sebelumnya Rp50
juta, serta menambah satu lapisan tarif PPh OP tertinggi 35 persen untuk penghasilan kena pajak
di atas Rp5 miliar per tahun. Di sisi lain, untuk wajib pajak OP UMKM, batas peredaran bruto
tidak dikenai pajak ditetapkan sampai dengan Rp500 juta per tahun.

Sementara, keadilan dan keberpihakan pada sisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dilakukan
dengan melindungi masyarakat kecil melalui fasilitas pembebasan PPN terhadap barang
kebutuhan pokok, jasa kesehatan, pendidikan, pelayanan sosial, dan lainnya.

UU HPP juga akan mendorong peningkatan kepatuhan sukarela dengan memperkuat sistem
administrasi pengawasan dan pemungutan perpajakan, serta memberikan kepastian hukum
perpajakan. Hal ini dilakukan melalui penggunaan NIK sebagai NPWP OP, penyesuaian
persyaratan bagi kuasa Wajib Pajak, penunjukan pihak lain sebagai pemotong/pemungut pajak,
meningkatkan kerja sama penagihan pajak antarnegara, dan pengaturan pelaksanaan persetujuan
bersama (Mutual Agreement Procedures/MAP).

Anda mungkin juga menyukai