Anda di halaman 1dari 19

SKENARIO 3: ADA “HALOO” DI MATAKU

Nuke, seorang perempuan berusia 41 tahun datang ke IGD rumah sakit karena nyeri kepala
hebat sebelah kanan disertai mual muntah. Nuke juga mengeluh penglihatan mata kanannya sangat
kabur dan terdapat halo bila melihat cahaya lampu. Dokter jaga memperhatikan bahwa mata kanan
Nuke sangat merah dan pada pemeriksaan dengan penlight didapatkan kornea yang edema disertai
injeksi siliar dan injeksi konjungtiva pada mata kanan. Pemeriksaan refleks cahaya pupil pada mata
kanan memperlihatkan refleks langsung dan tidak langsung yang menurun disertai pupil yang
semimidriasis. Dokter melakukan palpasi digital pada kedua mata dan menduga hal ini akibat
peningkatan tekanan bola mata pada mata kanan.
Setelah memberikan terapi awal untuk menurunkan tekanan bola mata dan meredakan inflamasi
intraokular, dokter jaga lalu mengonsulkan Nuke ke dokter spesialis mata agar dilakukan pemeriksaan
tonometri dan gonioskopi untuk mengetahui diagnosis penyakit lebih lanjut. Setelah selesai
pemeriksaan, dokter spesialis mata menemukan kedua sudut bilik mata depan sempit dan
menyarankan untuk dilakukan tindakan laser pada kedua mata untuk mencegah berulangnya kembali
kejadian ini. Suami Nuke sangat cemas kenapa mata kiri perlu dilakukan laser sedangkan mata kiri
tidak sakit.
Nuke sangat takut penglihatan kedua matanya akan menjadi buta karena seorang temannya yang
sering memakai lensa kontak juga pernah mengalami sakit mata merah sehingga sampai saat ini
penglihatannya masih kabur. Namun, suami Nuke menenangkan istrinya dan mengatakan bahwa adik
perempuannya juga sering mengalami mata merah berulang namun sembuh sendiri dan
penglihatannya juga masih jelas. Dokter spesialis mata menganjurkan Nuke melakukan pemeriksaan
untuk memeriksa lapang pandang, tekanan bola mata dan papil nervus optik secara rutin sehingga
kebutaan pada kedua matanya dapat dicegah.
Bagaimana Anda menjelaskan yang terjadi pada Nuke, adik perempuan suami Nuke dan teman Nuke?
-Definisi & klasifikasi
-Epidemiologi : Angka kejadian umur
-Etiologi & Faktor resiko
-Patofisiologi
-Manifestasi klinis
-Pemeriksaan fisik & penunjang
-Diagnosis & diagnosis banding
-Tatalaksana
-Indikasi rujukan
-Komplikasi & prognosis
1. Penlight : salah satu alat medis yang berfungsi sebagai sumber cahaya dan
menjadi alat yang umum untuk pemeriksaan mata dalam melihat titik pupil
mata dan mengecek pemeriksaan di daerah gelap (rongga mulut, telinga,
hidung).
2. Kornea :  lapisan bening dan tipis seperti lensa kontak yang terletak di bagian
paling depan dari bola mata kita, berfungsi mencegah kotoran dan benda
asing, serta menyaring sinar UV yang masuk ke mata
3. Injeksi siliar : disebabkan oleh kondisi inflamasi di struktur iris, kornea, atau
badan siliar.
Injeksi siliar berasal dari A. siliaris anterior dan berlokasi dari limbus ke arah
perifer, menandakan infeksi
4. Injeksi konjungtiva : disebabkan oleh inflamasi di konjungtiva,
sehingga melebarnya pembuluh darah terutama di daerah kelopak mata bagian
dalam (bagian yang menghadap ke bola mata), berasal dari A. konjungtiva
posterior dan berlokasi dari perifer ke sentral (dari forniks ke arah limbus )
5. Pupil semi midriasis :
Midriasis adalah pelebaran pupil mata yang tidak dipengaruhi intensitas
cahaya. 
6. Palpasi digital : pengukuran tekanan bola mata dengan jari pemeriksa dengan
penekanan sklera (pada kondisi mata menutup) dan merasakan daya membulat
kembali sklera saat jari dilepaskan tekanannya.
7. Inflamasi intraokular
8. Tonometri : tes mata yang bertujuan untuk mengukur tekanan di dalam bola
mata Anda, atau yang disebut dengan tekanan intraokular (TIO)
9. Gonioskopi : pemeriksaan mata untuk melihat struktur mata, khususnya bagia
n sudut drainase mata, tempat kornea dan iris bertemu, yang berfungsi sebagai
tempat keluar cairan dari bola mata
10. Tindakan laser mata : prosedur bedah mata dengan teknologi laser untuk
memperbaiki gangguan penglihatan seperti rabun jauh, rabun dekat,
atau mata silinder.
pembedahan yang menggunakan laser untuk mengoreksi fungsi
penglihatan mata
11. Buta : kondisi di mana penglihatan seseorang sepenuhnya menghilang di satu
mata (buta parsial) atau keduanya (buta menyeluruh)
12. Lensa kontak :  lapisan tipis berbentuk kepingan yang dipasang di mata untuk
memperbaiki kualitas penglihatan
13. Papil nervus optic : suatu area ujung saraf mata 

Terminologi:
1. Halo : @Samimi Pendok 19
2. Injeksi siliar: @Afifah
3. Injeksi konjungtiva @Luqman
4. Pemeriksaan refleks cahaya pupil @Farhan Fachriza Khairul
5. Semimidriasis @m. azra mirova
6. Palpasi digital @Helena 19
7. Inflamasi intraokular @ate
8. Pemeriksaan tonometri @Jihan Pendok 19
9. Pemeriksaan gonioskopi @Zakiy Azzuhdiy
10. Laser @Fitri Salwa Huriani
11. Lensa kontak @Farhan Fachriza Khairul
12. Papil nervus optik @ate
1. Apa kemungkinan penyebab nyeri kepala hebat sebelah kanan disertai mual muntah pada
Nuke? @m. azra mirova

Nyeri kepala seperti apapun karakteristiknya merupakan tanda terjadi ketidakseimbangan dalam
tubuh. Nyeri kepala dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Berdasarkan karakteristiknya nyeri kepala
dapat disebabkan oleh :
 Tension type headache merupakan jenis sakit kepala paling umum ditemukan yang disebabkan
karena ketegangan otot di sekitar kepala.
 migraine headache merupakan nyeri kepala yang dicirikan dengan nyeri kepala di satu sisi
umumnya dapat disertai kilapan cahaya. Migraine dapat disebabkan oleh instabilitas hormon
dan lebih sering ditemukan pada Wanita
 cluster headache yakni nyeri kepala yang dikarakteristikkan dengan nyeri kepala disertai
keluarnya air mata ketika nyeri berlangsung. Penyebabnya masih belum diketahui.
 nyeri kepala karena tumor cenderung kronik progresif artinya terjadi dalam jangka waktu lama
dan tidak pernah kembali normal sama sekali. Nyeri disebabkan karena desakan tumor pada
otak di dalam struktur tengkorak yang keras sehingga menyebabkan tingginya tekanan di dalam
kepala dan mengakibatkan nyeri yang disertai muntah menyembur tanpa disertai mual.
 glaukoma atau peningkatan tekanan bola mata dapat menyebabkan nyeri dibelakang mata yang
gejalanya menyerupai sakit kepala. Pada glaukoma, nyeri disertai mata merah dan berair.
Umumnya nyeri dapat menyebabkan muntah.

2. Apa hubungan penglihatan mata kanan sangat kabur dengan keluhan nyeri kepala hebat?
@Fitri Salwa Huriani
3. Apa penyebab terbentuk halo dimata bila melihat cahaya lampu? @Zakiy Azzuhdiy

Mata silau (halo) terjadi ketika jumlah cahaya yang masuk ke mata lebih besar daripada kemampuan
mata untuk mengolahnya. Gejala halo adalah lingkaran terang yang akan muncul mengelilingi sumber
cahaya ketika Anda melihatnya.
Gejala silau dibagi menjadi tiga jenis yang berbeda:
 Silau tidak nyaman.
 Jenis silau ini terjadi ketika mata tiba-tiba terpapar fluktuasi kecerahan cahaya.
 Silau menyelubungi.
 Gangguan ini biasanya dikaitkan dengan katarak (penyakit mata serius dapat membuat lensa
mata menjadi keruh). Silau menyelubungi juga terjadi ketika pada dasarnya ada terlalu banyak
cahaya terang untuk diterima mata. Misalnya saja ketika melihat lampu depan kendaraan dari
arah yang berlawanan saat mengemudi. Silau menyelubungi/cacat secara signifikan dapat
merusak kinerja penglihatan.
 Silau membutakan. Jika seseorang sangat sensitif terhadap cahaya, kondisi ini disebut fotofobia.
Kerusakan retina adalah alasan terjadinya peningkatan sensitivitas terhadap cahaya dan silau
membutakan. Silau membutakan bisa jadi berlebihan dan sering kali menyebabkan kebutaan
sementara.
Mata manusia tersusun atas beberapa bagian yang memiliki fungsi refraksi atau membiaskan cahaya
agar dapat jatuh di retina (lapisan dalam bola mata) dan diteruskan oleh saraf penglihatan agar kita
dapat melihat suatu objek. Keluhan melihat pelangi dan pandangan kabur dapat disebabkan oleh
beberapa kelainan sebagai berikut:
 Katarak. Merupakan kekeruhan pada lensa mata yang timbul akibat penuaan, trauma, atau
penyakit lain. Gangguan pada lensa akan mempersulit cahaya bisa masuk ke retina, keluhan yang
timbul penglihatan seperti tertutup kabut atau awan putih, melihat halo (cincin pelangi) bila
melihat cahaya, silau saat melihat cahaya di malam hari.
 Glaukoma. Suatu keadaan dimana tekanan dalam bola mata meningkat yang lambat laun dapat
merusak struktur dalam bola mata terutama saraf penglihatan. Keluhan melihat pelangi dan
kabut dapat disertai dengan rasa nyeri pada bola mata, mata bisa merah atau tidak, serts rasa
mual.
 Gangguan pada kornea. Kornea merupakan lapisan jernih di bagian depan mata. Apabila terjadi
peradangan atau luka yang menyebabkan kekeruhan pada kornea, dapat timbul keluhan
pandangan berkabut, melihat cahaya seperti pelangi, bisa juga disertai rasa nyeri dan silau.
 Kelainan refraksi seperti miopia, hipermetropi, presbiopia, dan astigmatisme

Apa saja jenis dan klasifikasi dari penyakit glukoma? @Jihan Pendok 19

Glukoma akut : terbuka tertutup


Glukoma kronik

4. Apakah ada hubungan usia dengan keluhan Nuke? @Farhan Fachriza Khairul

Faktor resiko

5. Bagaimana angka kejadian penyakit glukoma? @Luqman


6. apa yang dapat menyebabkan terjadinya mata merah? @Samimi Pendok 19
7. apa saja pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiganosis penyakit dari keluhan pada
mata? @ate
8. apa yang dapat menyebabkan terjadinya kornea yang edema disertai injeksi silier & injeksi
konjungtiva saat pemeriksaan cahaya? @Helena 19
9. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan refleks cahaya pada nuke, dan mengapa hal itu dapat
terjadi? @Afifah

m.sfingter pada pupil bila kontraksi mengakibatkan miosis-kontriksi (mengecil). terjadi bila melihat
dekat/silau pada saat akomodasi
M.dilatator pada pupil bila kontraksi mengakibatkan midriasis (membesar). terjadi bila di tempat
gelap atau pada waktu melihat jauh

Tes Dasar
Pupil harus simetris, dan masing-masing harus diperiksa untuk ukuran, bentuk (melingkar atau tidak
beraturan), dan reaktivitas terhadap cahaya dan akomodasi. Kelainan pupil mungkin karena (1)
penyakit neurologis, (2) intraokular inflamasi yang menyebabkan spasme sfingter pupil atau
perlengketan iris ke lensa (sinekia posterior), (3) peningkatan tekanan intraokular yang nyata
menyebabkan atonia sfingter pupil, (4) perubahan bedah sebelumnya, (5) efek obat sistemik atau
mata, dan (6) variasi jinak dari normal (benigna)

Untuk menghindari akomodasi, pasien diminta untuk memfiksasi pada target yang jauh saat senter
diarahkan ke masing-masing mata. Kondisi pencahayaan redup membantu menonjolkan respons pupil
dan paling baik menunjukkan pupil kecil yang abnormal. Respon langsung terhadap cahaya mengacu
pada penyempitan pupil yang diterangi. Reaksi dapat dinilai sebagai cepat atau lamban.
Respon konsensual adalah konstriksi simultan normal dari pupil berlawanan yang tidak diterangi.
t konstriksi dari kedua pupil dengan skala 0 sampai +3, 0 adalah pupil tidak berespon, +1 adalah
refleks pupil menurun, +2 adalah refleks pupil sedikit menurun, dan +3 adalah refleks pupil normal.

Penyinaran dengan sinar yang redup pada salah satu mata pada orang normal akan menyebabkan
kedua pupil berkontriksi. Sinar yang lebih terang akan menyebabkan kontraksi yang lebih kuat. Bila
setelah menyinari satu mata, sinar secara cepat dipindahkan ke mata satunya, respon yang terjadi
adalah kontriksi kedua pupil diikuti redilatasi. Bila sinar dipindahkan ke sisi yang satu, reaksi yang
sama juga terjadi. Gangguan pada N.optikus dapat mengakibatkan gangguan relatif jaras eferen pupil
(pupil Marcus Gunn). Tes yang digunakan dinamakan tes penyinaran secara alternat (swinging test),
dimana bila mata yang sehat disinari cahaya kedua pupil akan berkontraksi, kemudian re-dilatasi
perlahan. Bila cahaya dipindahkan ke mata yang sakit, konstraksi kedua pupil berkurang atau tidak
ada re-dilatasi yang lebih lama dapat terjadi.

Kelainan pada pemeriksaan swinging light test adalah Relative Afferent Pupillary Defect (RAPD). RAPD
atau biasa disebut marcus gunn pupil disebabkan oleh lesi yang tidak komplit pada nervus optikus
atau retina. Pada pemeriksaan akan didapatkan refleks cahaya pupil langsung berkurang atau hilang,
refleks cahaya pupil konsensual berkurang, refleks dekat normal, dan pada pemeriksaan swinging
light test, pupil yang tidak normal akan dilatasi saat senter digerakan dari mata normal ke mata yang
tidak normal.

10. Apa tujuan dan interpretasi palpasi digital pada kedua mata Nuke? @Jihan Pendok 19
11. Apa sahaja tatalaksana awal untuk menurunkan tekanan bola mata dan meredakan inflamasi
intraokuler? @m. azra mirova
12. Bagaimana terjadinya peningkatan tekanan bola mata? @Fitri Salwa Huriani
Apa indikasi rujukan pada pasien penyakit glukoma? @Afifah
Glaukoma akut 3B
Glaukoma lainnya 3A
Glaukoma sudut mata sempit  beresiko glaukoma akut jika sudut bilik mata depan yang sempit
menjadi tertutup secara mendadak

Tatalaksana akut :
Pada pelayanan tingkat pertama bertujuan menurunkan tekanan intra okuler sesegera
mungkin dan kemudian merujuk ke dokter sp mata di rs
Non medika : pembatasan asupan cairan untuk menjaga agar tekanan tdk meningkat
Medikamentosa : tetes mata kombinasi kortikosteroid+antibiotik, terapi simptomatik
Konseling & edukasi : memberitahu bahwa GA kegawatdaruratan mata, tekanan harus segera
diturunkan
Indikasi : pada GA rujukan dilakukan setelah penangan awal di layanan tng 1

Tatalaksana kronik:
Di layanan primer : mengendalikan tekanan intro okuler & merujuk ke dokter sp mata di rs
Rujuk : segera setelah penegakan diagnosis

Nuke  Glaukoma sudut mata sempit  beresiko glaukoma akut jika sudut bilik
mata depan yang sempit menjadi tertutup secara mendadak

13. Apa indikasi pada Nuke sehingga dirujuk ke Sp.Mata? @Zakiy Azzuhdiy
14. Apa tujuan pemeriksaan tonometri dan gonioskopi dilakukan dalam mendiagnosa Nuke?
@Farhan Fachriza Khairul

Pada semua pasien dengan glaukoma, perlunya pengobatan dan efektivitasnya dinilai dengan
penentuan tekanan intraokular (tonometri) secara teratur, inspeksi diskus optikus, dan pengukuran
lapang pandang. Penatalaksanaan glaukoma paling baik dilakukan oleh dokter mata, tetapi deteksi
kasus tanpa gejala tergantung pada kerjasama dan bantuan semua tenaga medis, terutama dokter
mata. Oftalmoskopi untuk mendeteksi cupping diskus optikus dan tonometri untuk mengukur
tekanan intraokular harus menjadi bagian dari pemeriksaan oftalmologis rutin pada semua pasien
berusia di atas 35 tahun. Hal ini terutama penting pada pasien dengan riwayat keluarga glaukoma dan
kelompok berisiko tinggi seperti orang kulit hitam, yang harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 2
tahun dari usia 35 dan setiap tahun dari usia 50.

15.apa saja yang dapat menyebabkan sudut bilik mata depan yang sempit pada nuke? @Luqman
16. Apa tujuan dilakukan tindakan laser pada kedua mata nuke? @Samimi Pendok 19

Tekanan intraokular dapat dikurangi dengan mengurangi produksi akuos atau meningkatkan aliran
keluar akuos, menggunakan perawatan medis, laser, atau bedah. Obat-obatan, biasanya diberikan
secara topikal, tersedia untuk mengurangi produksi akuos atau meningkatkan aliran keluar akuos.
Pembedahan melewati sistem drainase berguna dalam sebagian besar bentuk glaukoma jika ada
kegagalan untuk menanggapi perawatan medis. Dalam kasus bandel, laser atau cryotherapy dapat
digunakan untuk mengikis tubuh ciliary untuk mengurangi produksi air. Peningkatan akses akuos ke
sudut bilik mata depan pada glaukoma sudut tertutup dapat dicapai dengan iridotomi laser perifer
atau iridektomi bedah jika penyebabnya adalah blok pupil, miosis jika ada sudut crowding, atau
sikloplegia jika ada perpindahan lensa ke anterior. Pada glaukoma sekunder, pertimbangan harus
selalu diberikan untuk mengobati kelainan primer

Glaukoma umumnya disebabkan oleh gangguan pada keseimbangan produksi dan aliran keluar dari c
airan akuos humor yang berkaitan dengan sudut drainase yang tidak berfungsi dengan normal, sehing
ga tekanan pada bola mata meningkat, bisa mengganggu saraf. Tujuan dari terapi glaukoma adalah
untuk mengontrol tekanan bola mata dengan harapan mengontrol atau memperlambat kerusakan
saraf mata yang terjadi

17. Apa hubungan keluhan mata kanan dgan mata kiri? @ate
18. bagaimana prognosis pada Nuke setelah dilakukan tindakan laser? @Helena 19
19. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada glukoma? @Afifah
Peningkatan tekanan intraokular akibat glaukoma dapat menyebabkan terjadinya edema kornea,
penurunan lapang pandang, hingga kebutaan. Risiko komplikasi ini terutama pada glaukoma sudut
tertutup akut yang harus ditangani dengan segera.
20.Apa yang dapat menyebabkan terjadinya kebutaan pada seseorang? @Jihan Pendok 19
21.Apa efek jangka panjang memakai lensa kontak pada kesehatan mata? @m. azra mirova

Penggunaan softlens saat tidur dapat meningkatkan risiko munculnya keratitis, yaitu peradangan yang
terjadi pada kornea. Keratitis dapat terjadi akibat infeksi kuman maupun akibat imunitas. Kuman yang
dapat menyebabkan keratitis berupa bakteri, virus, jamur, dan parasit. Setelah mata terinfeksi, akan
timbul rasa sakit pada kornea, bahkan meradang karena mikroorganisme yang dapat membentuk
kista tersebut. Pada tingkat tertentu, keratitis ini dapat menyebabkan kebutaan. 

22.Apa yang dapat menyebabkan mata merah yang disertai penglihatan kabur? @Fitri Salwa
Huriani
23.Apakah ada hubungan keluhan mata merah teman Nuke dengan kondisi Nuke? @Zakiy Azzuhdiy
24.Bagaimana perbedaan dari glukoma dan keratitis (? penyakit kawan nuke ni apa) @Farhan
Fachriza Khairul
25.Bagaimana bisa terjadi mata merah yang berulang? @Luqman

Penyabab keluhan mata merah


 Konjungtivitis adalah infeksi yang memicu iritasi pada konjungtiva atau selaput transparan tipis
pelapis kelopak mata dan bagian putih mata. Infeksi ini mengiritasi pembuluh darah dan memicu
peradangan serta mata bengkak. Peradangan inilah yang membuat bagian putih mata, sebagian
tampak memerah. Konjungtivitis bisa disebabkan infeksi virus, bakteri, atau alergi. Penyakit ini
sebagian menular lewat kontak langsung atau barang pribadi yang terkontaminasi.
 Ulkus kornea adalah luka terbuka di kornea yang jamak disebabkan infeksi bakteri. Penyakit ini
sering muncul karena cedera mata, trauma, infeksi kuman, mata kering, alergi, serta luka pada
kornea. Selain ditandai dengan mata merah, gejala ulkus kornea di antaranya: mata sakit, lebih
peka pada cahaya, mata berair, ada masalah penglihatan, muncul bintik putih di kornea Orang
dengan kelainan kelopak mata dan pengguna lensa kontak berisiko mengalami tukak kornea,
terutama bagi pengguna lensa kontak tidak steril
 Mata kering juga bisa jadi penyebab mata merah. Mata kering muncul saat indra penglihatan
kurang pelumas. Mata kering bisa disebabkan masalah kesehatan, perubahan hormon, dan efek
samping penggunaan obat tertentu. Selain mata merah, gejala mata kering yang lain di
antaranya: mata terasa perih atau panas, ada sensasi benda asing masuk ke mata, mata terasa
nyeri, produksi air mata berlebihan, pandangan kabur, dan mata lelah
 Pendarahan subkonjungtiva di bawah selaput luar mata menyebabkan bintik-bintik merah
muncul di bagian putih mata. Kondisi ini bisa jadi salah satu penyebab mata merah. Perdarahan
subkonjungtiva biasanya terjadi menggosok mata terlalu keras, batuk, bersin, mengejan, serta
cedera lainnya. Selain itu, penderita diabetes, tekanan darah tinggi, atau penderita yang
mengonsumsi obat tertentu juga rentan mengalami perdarahan subkonjungtiva. Selain mata
merah, gejala perdarahan subkonjungtiva umumnya tidak disertai gangguan penglihatan, dan
mata tidak terasa nyeri..
26.Apakah ada hubungan jenis kelamin pada keluhan Nuke dan adik suaminya? @Samimi Pendok
19
27.Bagaimana anjuran pemeriksaan rutin (pemeriksaan lapang pandang, tekanan bola mata, dan
pupil nervus optik) dapat mencegah kebutaan? @ate

Pemeriksaan lapang pandang adalah pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan otak, saraf dan mata.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan dimanakah letak penyebab gangguan lapang pandang.
Teknik pemeriksaan lapang pandang dapat dilakukan secara manual dengan tes konfrontasi, atau
menggunakan alat dengan perimeter. Pemeriksaan yang paling umum digunakan adalah teknik
konfrontasi karena mudah dilakukan, sedangkan teknik perimetri hanya dilakukan jika membutuhkan
hasil yang lebih detail dan sistematik

28. Apakah perbedaan glukoma tertutup dan terbuka?? @Helena 19


GLAUKOMA
Definisi : Glaukoma adalah neuropati optik kronis didapat yang ditandai dengan cupping diskus
optikus dan hilangnya lapang pandang. Biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan
intraokular. Ada berbagai jenis glaukoma, yang membantu menjelaskan, misalnya, mengapa satu
pasien dengan glaukoma mungkin tidak memiliki gejala, sementara yang lain mengalami rasa sakit
dan peradangan yang tiba-tiba. Pada sebagian besar kasus, tidak ada penyakit mata terkait (glaukoma
primer)
Penyakit oftalmologi yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokular, penurunan lapang
pandang, dan peningkatan rasio cup/disk pada saraf optikus. Glaukoma dibedakan berdasarkan
etiologi, onset kejadian, dan gejala. Berdasarkan sudut dan tekanannya, glaukoma dibedakan menjadi
glaukoma sudut terbuka, glaukoma sudut tertutup, dan glaukoma dengan tekanan normal. Glaukoma
sudut tertutup dibedakan lagi menjadi akut dan kronik.

Epidemiologi
Sekitar 60 juta orang menderita glaukoma. Diperkirakan 3 juta orang Amerika terkena, dan dari kasus
ini, sekitar 50% tidak terdiagnosis. Sekitar 6 juta orang buta akibat glaukoma, termasuk sekitar
100.000 orang Amerika, menjadikannya penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah di Amerika
Serikat.
Glaukoma sudut terbuka primer, bentuk paling umum di antara orang kulit hitam dan kulit putih,
menyebabkan kehilangan penglihatan bilateral progresif asimtomatik yang berbahaya yang sering
tidak terdeteksi sampai kehilangan lapang pandang yang luas telah terjadi. Orang kulit hitam berada
pada risiko yang lebih besar daripada orang kulit putih untuk onset dini, diagnosis tertunda, dan
kehilangan penglihatan yang parah. Faktor risiko yang paling penting adalah peningkatan tekanan
intraokular, usia, dan kecenderungan genetik. Glaukoma sudut tertutup terjadi pada 10-15% kasus
pada orang kulit putih. Persentase ini jauh lebih tinggi di Asia dan Inuit. Glaukoma sudut tertutup
primer dapat menyebabkan lebih dari 90% kebutaan bilateral akibat glaukoma di Cina. Glaukoma
tegangan normal adalah jenis yang paling umum di Jepang.

Etio FR
Etiologi glaukoma belum diketahui secara pasti namun terdapat faktor risiko yang berhubungan
dengan glaukoma.
Faktor Risiko
Faktor risiko glaukoma dibedakan antara faktor risiko umum, faktor risiko spesifik glaukoma sudut
terbuka, spesifik glaukoma sudut tertutup, dan spesifik glaukoma normotensi.
Faktor Risiko Umum
Usia lebih dari 40 tahun
Keluarga yang memiliki riwayat glaukoma
Wanita lebih memiliki risiko lebih tinggi dibanding laki-laki
Faktor Risiko Glaukoma Sudut Terbuka
Pengguna kortikosteroid topikal atau sistemik
Memiliki riwayat tekanan intraokular yang cenderung di atas normal[10]
Faktor Risiko Glaukoma Sudut Tertutup
Glaukoma sudut tertutup memiliki faktor risiko berikut:
Bangsa Asia khususnya etnik Tionghoa, memiliki risiko yang lebih tinggi
chamber oculi anterior yang dangkal
Axial length yang pendek
Posisi lensa yang lebih condong ke anterior dan tebal
Faktor Risiko Glaukoma Normotensi
Faktor kebiasaan seperti merokok, Body mass index (BMI) yang tinggi
Sindrom metabolik, darah tinggi, dan impaired glucose tolerance (IGT)[

Patofisiologi
Mekanisme utama kehilangan penglihatan pada glaukoma adalah apoptosis sel ganglion retina, yang
menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti dalam retina dan hilangnya aksonal pada saraf
optik. Diskus optikus menjadi atrofi, dengan pembesaran cup optik (lihat nanti di bab ini).
Patofisiologi peningkatan tekanan intraokular—apakah karena mekanisme sudut terbuka atau sudut
tertutup—akan dibahas saat masing-masing entitas penyakit dipertimbangkan (lihat nanti di bab ini).
Efek dari peningkatan tekanan intraokular dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besarnya
peningkatan tekanan intraokular. Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan intraokular mencapai
60-80 mm Hg, mengakibatkan kerusakan iskemik akut pada iris dengan edema kornea terkait dan
kerusakan saraf optik. Pada glaukoma sudut terbuka primer, tekanan intraokular biasanya tidak
meningkat di atas 30 mm Hg dan kerusakan sel ganglion retina berkembang selama periode yang
lama, seringkali bertahun-tahun. Pada glaukoma tegangan normal, sel ganglion retina mungkin
rentan terhadap kerusakan dari tekanan intraokular dalam kisaran normal, atau mekanisme utama
kerusakan mungkin iskemia kepala saraf optik.

Manifestasi klinis
Keluhan : mata merah, visus turun mendadak, rasa sakit/nyeri pada mata yg menjalar ke kepala, mual
muntah (pd tekanan bola mata yg tinggi)

Pemfis
Visus turun, TIO meningkat,
Konjungtiva bulbi: hiperemia kongesti, kemosis dgn injeksi silier, injeksi konjungtiva
Edema kornea, bilik mata depan dangkal, pupil mid-dilatasi, refleks pupil negatif

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik menjadi sangat penting pada penegakan diagnosis glaukoma:
Pemeriksaan Visus
Pemeriksaan visus dapat dilakukan menggunakan bagan Snellen. Pada glaukoma sudut tertutup
kondisi akut, edema kornea dapat terjadi sehingga tajam penglihatan tidak membaik walaupun sudah
menggunakan pinhole.
Tonometri
Tonometri dapat dilakukan, baik menggunakan tonometri digital (mengandalkan jari tangan),
tonometri aplanasi, tonometri Schiotz, maupun tonometri nonkontak. Sebaiknya tonometry dilakukan
lebih dari 1 kali oleh pemeriksa yang berbeda untuk hasil yang lebih akurat. Pemeriksaan dapat
dilakukan dalam waktu yang bervariasi. Glaukoma dahulu ditegakkan berdasar tekanan yang
meningkat lebih dari 21 mmHG, namun sekarang jika terdapat peningkatan tekanan mata yang
progresif dari normal (15 mmHg) atau peningkatan lebih dari 10% atau peningkatan 1-2 mmHg
disertai dengan gejala kerusakan saraf optik dan penyempitan lapangan pandang diagnosis glaukoma
sudah dapat ditegakan.
Pemeriksaan tekananan mata dengan onset yang berbeda juga dapat mengevaluasi adanya glaukoma
normotensi, dilakukan di pagi sesaat bangun tidur. Aqueous Humor diproduksi dengan mengikuti
ritme sirkadian sehingga tekanan intraokular akan meningkat pada malam hari hingga sesaat bangun
tidur. Pada kondisi mata normal, variasi diurnal ini sekitar 3-4 mmHg, namun pada glaukoma variasi
akan mencapai lebih dari 10 mmHg.

Kampimetri
Pemeriksaan lapang pandang dapat dilakukan secara manual, namun juga dapat menggunakan alat
kampimetri Goldmann. Kampimetri dapat mendeteksi kelainan lapang pandang secara lebih
mendetail.

Funduskopi
Pemeriksaan funduskopi terkadang membutuhkan obat dilator pupil, namun pada glaukoma
merupakan kontraindikasi karena dapat berpotensi menutup sudut sehingga dapat meninggikan
tekanan intra okuler. Pada pemeriksaan funduskopi perhatikan gambaran posterior mata, antara lain:
Perhatikan serabut saraf di sekitar pusat saraf optikus
Pusat saraf, disebut juga disk, adalah serabut saraf terbanyak di bagian posterior mata. Di bagian
tengah dari disk yang berwarna lebih gelap, disebut juga cup. Rasio cup/disk harus menunjukkan
gambaran normal yaitu kurang dari 0.4. Rasio yang besar (lebih dari 0.4) menunjukan adanya tekanan
pada posterior mata sehingga disk tampak membesar
Apakah ada tanda-tanda penyempitan rim (jarak antara disk dengan cup) pada daerah superior,
inferior, temporal atau nasal

Tanda perdarahan seperti spinter-like treaks menjadi tanda-tanda glaukoma aktif

DD : uveitis anterior, keratitis, ulkus kornea

Tatalaksana indikasi
Glaukoma akut 3B
Glaukoma lainnya 3A
Glaukoma sudut mata sempit  beresiko glaukoma akut jika sudut bilik mata depan yang sempit
menjadi tertutup secara mendadak

Tatalaksana akut :
Pada pelayanan tingkat pertama bertujuan menurunkan tekanan intra okuler sesegera
mungkin dan kemudian merujuk ke dokter sp mata di rs
Non medika : pembatasan asupan cairan untuk menjaga agar tekanan tdk meningkat
Medikamentosa :
Asetazzolamid HCL 500mg, 4x 250mg/hari
KCl 0,5 gr 3xhari
Timolol 0,5%, 2x1 tetes/hari
Tetes mata kombinasi kortikosteroid+antibiotik 4-6 x 1 tetes/hr
tetes mata kombinasi kortikosteroid+antibiotik, terapi simptomatik
Konseling & edukasi : memberitahu bahwa GA kegawatdaruratan mata, tekanan harus segera
diturunkan
Indikasi : pada GA rujukan dilakukan setelah penangan awal di layanan tng 1

Terapi Bedah
Terapi bedah untuk glaukoma dapat dilakukan menggunakan teknik berikut ini:
 
Trabekulektomi: insisi daerah trabecular meshwork dan dapat disertai dengan pembuatan rute
pembuangan Aqueous Humor sehingga konjungtiva dapat menyerap Aqueous Humor. Terapi ini
cocok pada glaukoma sudut terbuka.

Iridotomi atau Laser iridotomi periferal. Ini merupakan terapi terbaik pada glaukoma sudut tertutup.
Prosedur ini dilakukan dengan membuat luang pada iris sehingga mencegah adanya pupillary
block. Tindakan ini dapat dilakukan 24-48 jam setelah tekanan terkontrol

Periferal iridoplasti dengan Laser Argon


Laser trabekuloplasti

Komplikasi

Peningkatan tekanan intraokular akibat glaukoma dapat menyebabkan terjadinya edema kornea,
penurunan lapang pandang, hingga kebutaan. Risiko komplikasi ini terutama pada glaukoma sudut
tertutup akut yang harus ditangani dengan segera.

Prognosis
Pada glaukoma sudut terbuka, terapi yang adekuat dan tepat dapat menurunkan risiko kebutaan.
Namun jika terapi tidak adekuat, maka dapat terjadi kebutaan permanen.

Pada glaukoma sudut tertutup akut, terapi inisial sangat penting untuk menyelamatkan tajam
penglihatan. Pada kondisi glaukoma akut yang terabaikan, dalam 2 hari atau lebih, kebutaan dapat
terjadi dan perbaikan menjadi sangat minimal.

Tatalaksana kronik:
Di layanan primer : mengendalikan tekanan intro okuler & merujuk ke dokter sp mata di rs
Rujuk : segera setelah penegakan diagnosis

Nuke  Glaukoma sudut mata sempit  beresiko glaukoma akut jika sudut bilik
mata depan yang sempit menjadi tertutup secara mendadak

Keratitis
Keratiti s merupaka n kelaina n akiba t terjadiny a infiltras i se l radan g pad a kome a yan g aka n
mengakibatka n kome a menjad i keruh . Akiba t terjadiny a kekemha n pad a medi a kome a ini , mak
a taja m penglihata n aka n menurun . Mat a mera h pad a keratiti s terjad i akiba t injeks i pembulu h
dara h perikomea l yan g dala m ata u injeks i siliar . Keratiti s biasany a diklasifikasika n dala m lapis
yan g terken a seperti keratiti s superfisia l da n profijnd a ata u interstisia l

Etio
Etiologi keratitis berupa faktor yang dapat merusak epitel kornea. Etiologi ini dibagi menjadi etiologi
infeksi dan noninfeksi.
Etiologi Keratitis Infeksi
Bakteri, jamur, virus, maupun protozoa dapat menyebabkan keratitis infeksi. Infeksi Staphylococcus
sp. dan Streptococcus sp. merupakan penyebab keratitis yang paling sering ditemukan. Berikut ini
merupakan etiologi keratitis yang disebabkan oleh proses infeksi:

Bakteri: Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus


influenzae, Moraxella catarrhalis, spesies Neisseriae, Corynebacterium diphtheriae, spesies Listeriae,
Mycobacteria, Spirochete
Jamur: spesies Aspergillus, spesies Fusarium, Candida albicans
Virus: Herpes simplex, Herpes zoster, sitomegalovirus, Epstein-barr virus
Protozoa: spesies Acanthamoeba, spesies Onchocerca, spesies Leishmania [3,11]

Etiologi Keratitis Noninfeksi


Penyebab keratitis noninfeksi dapat disebabkan oleh berbagai etiologi. Berikut ini merupakan
penyebab noninfeksi keratitis.
Trauma epitelium kornea
Gangguan autoimun, seperti rheumatoid arthritis dan lupus eritematosus sistemik
Malposisi dan gangguan struktur kelopak mata, seperti entropion dengan trikiasis dan lagoftalmos
Dakriosistitis kronik
Kortikosteroid topikal
Radiasi ultraviolet
Iatrogenik, seperti komplikasi tindakan operasi laser in situ keratomileusis (LASIK) [10,11]
Faktor Risiko
Faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya keratitis adalah sebagai berikut:
Penggunaan lensa kontak
Defisiensi vitamin A
Defisiensi air mata
Penyakit permukaan okular
Erosi/abrasi kornea
Imunokompromais
Riwayat penyakit autoimun
Riwayat operasi mata 

Patofisiologi

Karena kornea bersifat avaskuler, maka mekanisme pertahanan pada waktu peradangan tidak segera
berlangsung, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan kornea,
wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag,
baru kemudia disusun dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagai
injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma,
polimorfonuklear (PMN) yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak
bewarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat
terjadi kerusakan epitel dan timbulah ulkus kornea (V aughan, 2009).
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik superfisial maupun
profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanya
gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi
bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia sedangkan iritasi yang
terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya
dilatasi pada pembuluh iris. Fotofobia yang berat pada kebanyakan penyakit kornea minimal pada
keratitis herpes karena hipestesi terjadi pada penyakit ini, yang juga merupakan anda diagnostik
berharga. Meskipun berair mata fotofobia umumnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada
tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen (V aughan, 2009).
Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiasakan bekas cahaya, lesi kornea
umumnya agak mengaburkan penglihatan, terutama kalau letaknya di pusat (V aughan, 2009).

Patofisiologi keratitis berupa proses inflamasi pada kornea yang dapat terjadi karena proses infeksi
maupun noninfeksi. Proses inflamasi ini akan menyebabkan destruksi stroma kornea sehingga
berakibat pada terjadinya gangguan penglihatan dan rasa nyeri pada pasien.
Kornea mata umumnya memiliki mekanisme pertahanan terhadap infeksi maupun trauma. Bagian
epitelium pada kornea dapat menjadi pembatas yang efisien masuknya mikroorganisme ke dalam
kornea. Bagian mata lainnya, seperti air mata, dan kelopak mata juga membantu mencegah
terjadinya keratitis. Apabila mekanisme pertahanan dari kornea menurun maka dapat meningkatkan
risiko terjadinya keratitis.
Patofisiologi Keratitis Infeksi
Patofisiologi keratitis infeksi diawali dengan adanya defek atau kerusakan epitel kornea, yang
menyebabkan kerusakan mekanisme pertahanan kornea terhadap patogen. Salah satu penyebab
kerusakan epitel kornea adalah penggunaan lensa kontak yang tidak sesuai, trauma, dan operasi
okular. Selain itu, keadaan yang menyebabkan berkurangnya air mata, seperti sindrom Sjogren, juga
dapat menurunkan mekanisme pertahanan kornea.
Gangguan mekanisme pertahanan kornea tersebut menyebabkan mikroorganisme seperti bakteri,
jamur, virus, atau protozoa, akan dapat menginvasi kornea mata dan menyebabkan inflamasi serta
destruksi stroma kornea.[3,6]
Patofisiologi Keratitis Noninfeksi
Patofisiologi keratitis noninfeksi berhubungan dengan reaksi hipersensitivitas atau reaksi autoimun
tergantung pada jenis keratitis yang terjadi.
Keratitis Ulseratif Periferal
Patofisiologi keratitis ulseratif periferal sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun,
beberapa studi sudah menunjukkan bahwa reaksi autoimun berperan besar dalam terjadinya
penyakit ini. Keratitis perifer sering dihubungkan dengan reaksi inflamasi pada mata dikarenakan
letaknya yang dekat dengan konjungtiva limbal dan mengambil nutrisi dari kapiler arkade limbal, yang
merupakan pusat sel imunokompeten.
Penyakit ini umumnya terjadi karena aktivasi komplemen oleh kompleks imun yang menyebabkan
kemotaksis sel inflamatori, seperti neutrofil dan makrofag, Sel-sel inflamatori ini kemudian
mengeluarkan zat-zat inflamatori, seperti enzim proteolitik dan metabolit reaktif oksigen, yang
menyebabkan disolusi dan degradasi stroma kornea. Deposit imun kompleks pada kornea perifer juga
sudah dihubungkan dengan penyakit-penyakit sistemik, seperti rheumatoid arthritis dan lupus
eritematosus sistemik
Diagnosis
Diagnosis keratitis umumnya dicurigai pada pasien yang datang dengan mata merah disertai
penurunan penglihatan, fotofobia dan nyeri. Pemeriksaan fisik mencakup pemeriksaan visus dan
evaluasi mata secara sistematis dengan temuan khas, misalnya berupa infiltrat seperti cincin pada
kornea, atau hipopion. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah
pemeriksaan fluorescein menggunakan lampu Wood atau oftalmoskop dengan filter kobalt.
Karena keratitis infeksi merupakan penyebab tersering, diagnosis keratitis noninfeksi hanya dipikirkan
ketika etiologi infeksi sudah disingkirkan. Hal ini dilakukan berdasarkan hasil
pemeriksaan scraping kornea.
Anamnesis
Gejala pasien keratitis umumnya memiliki sifat onset akut dan berhubungan dengan fungsi visual dan
sensoris. Tingkat keparahan gejala sangat dipengaruhi oleh virulensi organisme, status imunitas
pasien, etiologi keratitis, penyakit penyerta, dan durasi penyakit.  Berikut ini merupakan gejala umum
pasien keratitis:
Nyeri pada mata dengan onset cepat
Mata merah
Fotofobia
Bengkak kelopak mata
Penurunan penglihatan
Rasa kering pada mata
Sensasi benda asing pada mata
Cairan pada mata [3,12]

Selain itu, faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko keratitis juga harus ditanyakan klinis.
Berikut ini beberapa faktor yang dapat ditanyakan pada pasien keratitis:
Penggunaan lensa kontak: tipe lensa, waktu penggunaan, dan sistem desinfeksi
Riwayat trauma
Riwayat operasi mata, terutama bagian kornea
Riwayat penyakit sistemik
Riwayat penyakit autoimun
Riwayat penggunaan agen imunosupresif, misalnya steroid
seperti prednisone atau methylprednisolone
Riwayat penyakit kornea
Gangguan struktur atau malposisi bagian kelopak mata
Gangguan defisiensi air mata [3,12]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat penting dalam menentukan diagnosis pasien keratitis. Berikut ini merupakan
pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada pasien keratitis:
Pemeriksaan Visus
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan gejala pada mata harus diawali dengan pemeriksaan visus pada
kedua mata menggunakan Snellen chart. Pada pasien keratitis terjadi infeksi pada kornea yang
umumnya akan menyebabkan gangguan pada visus pasien dan tidak akan membaik dengan kacamata
koreksi. Walau demikian, pada keratitis tahap awal, bisa saja tidak terdapat gangguan visus.[3,16]
Inspeksi
Inspeksi pada bagian mata pasien keratitis, idealnya menggunakan slit-lamp, umumnya dapat
ditemukan sebagai berikut:
Edema kelopak dan konjungtiva
Pseudoptosis
Gangguan kelopak mata: trikiasis dan lagoftalmos
Injeksi konjungtiva, terutama bagian limbal / silier
Penurunan sensasi kornea
Discharge pada mata
Infiltrat inflamasi berbentuk seperti cincin pada stroma kornea
Penipisan atau perforasi kornea
Hipopion [3,16]
Pemeriksaan Fluorescein
Pemeriksaan fluorescein pada setting layanan primer dapat dilakukan dengan lampu Wood atau
oftalmoskop menggunakan filter kobalt. Berikan anestesi topikal terlebih dahulu jika pasien merasa
nyeri.
Pada pemeriksaan di bawah lampu Wood, lesi kornea akan tampak berwarna kehijauan.
Pemeriksaan Tekanan Intraokular dan Pemeriksaan Fundus
Pemeriksaan tekanan intraokular dilakukan pada pasien yang dicurigai memiliki perforasi kornea atau
jika hasil pemeriksaan fluorescein negatif. Pada pemeriksaan fundus pasien keratitis, umumnya tidak
ditemukan adanya kelainan pada bagian fundus mata

iagnosis Banding
Keratitis merupakan salah satu penyakit mata yang dicirikan dengan mata merah. Beberapa diagnosis
banding dari keratitis di antaranya adalah sebagai berikut.
Konjungtivitis
Konjungtivitis merupakan juga merupakan salah satu penyakit mata merah yang sering terjadi. Sama
seperti keratitis, konjungtivitis juga sering kali disebabkan oleh adanya infeksi akibat virus, bakteri,
ataupun jamur. Selain itu, pada pasien konjungtivitis umumnya memiliki beberapa gejala yang hampir
sama dengan keratitis, yaitu pengeluaran sekret mata, rasa benda asing pada mata, dan mata merah.
Akan tetapi, umumnya pasien konjungtivitis tidak disertai dengan rasa nyeri pada mata, fotofofobia,
dan penurunan penglihatan. Selain itu, umumnya injeksi konjungtiva pada konjungtivitis tersebar
merata. Kornea pada konjungtivitis juga tampak jernih, dengan pupil dan tekanan intraokuler yang
dalam batas normal. [5,18]
Skleritis
Diagnosis banding yang lain dari keratitis adalah skleritis. Skleritis juga merupakan salah satu penyakit
mata merah dengan keluhan berupa nyeri hebat pada mata yang mungkin disertai penurunan visus.
Yang membedakan skleritis dengan keratitis adalah karena kornea yang intak, tidak didapatkan
keluhan silau. Selain itu pada skleritis juga tidak ditemukan adanya discharge yang keluar dari mata.
Seperti yang sudah disebutkan pula, pada pemeriksaan tidak ditemukan adanya kelainan pada
kornea, pupil, maupun tekanan intraokuler. [5,18]
Uveitis Anterior
Uveitis anterior atau iridosiklitis merupakan salah satu penyebab mata merah yang lain dengan
keluhan menyerupai keratitis berupa nyeri pada mata, silau atau fotofobia, dan penurunan visus.
Selain itu, pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya discharge encer, dengan kornea yang
mungkin buram sehingga menyerupai keratitis. Yang menjadi pembeda dengan keratitis adalah pada
uveitis anterior, pupil menjadi terkonstriksi dan tidak berespons baik terhadap cahaya. Pupil juga
dapat terlihat ireguler. Sedangkan pada keratitis, biasanya pupil dan iris dalam batas normal. 

Tata
Penatalaksanaan keratitis oleh dokter umum berupa pemberian terapi suportif dan merujuk ke
spesialis mata karena keratitis yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan gangguan
penglihatan permanen, bahkan kebutaan.
Prinsip pengobatan keratitis adalah mengeliminasi agen penyebab, mengobati penyebab utama,
mengurangi gejala, minimalisir terjadinya jaringan parut pada kornea, dan menjaga fungsi mata dari
perburukan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan antibiotik/antifungal/antivirus,
imunosupresan, serta terapi suportif.
Terapi Suportif
Terapi suportif diberikan untuk mengurangi gejala, namun tidak mengobati etiologi keratitis. Terapi ini
perlu diberikan oleh dokter umum pada fasilitas primer sebelum merujuk pasien ke spesialis mata
untuk penanganan lebih lanjut. Berikut ini merupakan terapi suportif yang dapat diberikan:
Sikloplegik Topikal
Terapi sikloplegik topikal berfungsi dalam paralisis otot silier yang menyebabkan dilatasi pupil. Pilihan
tetes mata untuk terapi yang dapat diberikan adalah atropine 1%, homatropine 5%,
atau siklopentolat 1%. Dosis yang dianjurkan adalah dua kali sehari. Terapi ini disarankan diberikan
pada pasien dengan adanya reaksi pada bilik mata depan dan gejala fotofobia. Selain itu, pengobatan
ini dapat mencegah terjadinya sinekia posterior, spasme silier, dan menurunkan rasa nyeri pada mata.
Analgesik
Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) topikal dapat digunakan untuk meredakan rasa nyeri pada
pasien keratitis. OAINS topikal yang umum digunakan adalah diclofenac 0,1% atau ketorolac 0,4%.
Sebaiknya OAINS topikal hanya digunakan tidak lebih dari dua hari karena risiko toksisitas korneal.
Analgesik oral disarankan diberikan pada pasien keratitis dengan nyeri hebat. Pilihan analgesik yang
paling sering digunakan pada pasien keratitis adalah golongan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS).
Pilihan obat seperti ibuprofen 500 mg dapat diberikan dengan dosis tiga-empat kali sehari.
Antibiotik Definitif
Setelah hasil kultur dan sensitivitas dari scraping kornea sudah keluar, maka terapi antibiotik empirik
dapat diubah menjadi pilihan antibiotik yang sesuai dengan etiologi. Berikut ini merupakan pilihan
antibiotik sesuai mikroorganisme yang ditemukan:
Aminoglikosida
Terapi antibiotik topikal menggunakan aminoglikosida lebih disarankan pada mikroba Gram negatif
batang. Pilihan terapi, seperti gentamicin 0,3% dapat diberikan sebanyak 1-2 tetes dengan maksimal 6
kali sehari. Gentamicin 0,3% salep mata juga dapat diberikan tiga sampai empat kali sehari.
Sefalosporin
Golongan sefalosporin merupakan antibiotik spektrum luas dan sangat disarankan penggunaannya
pada infeksi spesies Haemophilus. Pilihan terapi, seperti seftazidim 50 mg/mL dan cefazoline dapat
diberikan.
Chloramphenicol
Chloramphenicol topikal mata dapat diberikan pada infeksi yang berhubungan dengan H. influenzae.
Chloramphenicol 0,5% tetes mata dapat diberikan satu tetes setiap 2 jam per hari. Chloramphenicol
1% sediaan salep mata dapat diberikan  sebanyak tiga sampai empat kali sehari.
Makrolida
Makrolida merupakan golongan antibiotik yang dapat menurunkan pertumbuhan bakteri gram positif
kokus. Pilihan terapi, seperti erithromycin 0,5% salep mata dapat diberikan sebanyak tiga sampai
empat kali sehari.

Prognosis keratitis bergantung pada beberapa faktor, seperti virulensi organisme etiologi dan tingkat
keparahan penyakit. Sekitar 24% pasien keratitis mengalami komplikasi yang dapat membahayakan
penglihatan pasien, seperti perforasi, endoftalmitis, dan atrofi. [3,21]
Komplikasi
Keratitis dapat mengakibatkan berbagai komplikasi serius bila tidak ditangani dengan baik. Komplikasi
umumnya berhubungan dengan keterlibatan kornea sebagai media refraksi serta peradangan pada
organ mata secara umum. Beberapa komplikasi dari keratitis ini di antaranya adalah sebagai berikut
Gangguan Penglihatan dan Kebutaan
Selain pembentukan jaringan sikatriks yang mengakibatkan perubahan pada kelengkungan pada
kornea, cedera pada kornea dapat mengakibatkan ulkus. Ulkus kornea dapat mengakibatkan
kekeruhan pada kornea yang berakibat pada gangguan penglihatan permanen, bahkan hingga
kebutaan.
Endoftalmitis
Pada keratitis, terjadi luka pada kornea hingga perforasi yang dapat menjadi jalan masuk bagi virus,
bakteri, atau jamur. Hal ini berpotensi mengakibatkan infeksi mata yang lebih luas, salah satunya
yaitu endoftalmitis. Ini merupakan salah satu komplikasi yang paling serius karena dapat
mengakibatkan dibutuhkannya enukleasi bola mata.
Astigmatisme Ireguler
Adanya cedera pada kornea pada keratitis dapat berakibat terbentuknya jaringan sikatriks dan
terbentuknya pembuluh darah-pembuluh darah yang baru pada kornea. Hal ini akan menyebabkan
berubahnya kelengkungan kornea sebagai media refraksi yang berujung pada gangguan refraksi
berupa astigmatisme ireguler. [3,13]
Prognosis
Prognosis pasien ditentukan oleh jenis keratitis yang dialami, tingkat keparahan penyakit, serta
penanganan yang efektif. Keratitis yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan gangguan
penglihatan permanen hingga kebutaan. Studi di China menunjukkan bahwa penyakit kornea
merupakan penyebab utama kebutaan setelah katarak dengan keratitis infeksi merupakan etiologi
utama penyakit kornea.[
Konjungtivitis
Dx dd

Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan pada lapisan konjungtiva mata. Lapisan konjungtiva merupakan
membran mukosa yang melapisi bagian dalam palpebra dan anterior sklera yang terdiri dari bagian
konjungtiva tarsal, konjungtiva forniks, dan konjungtiva bulbar. Lapisan konjungtiva adalah lapisan
yang kaya akan pembuluh darah. Lapisan konjungtiva berhenti di daerah limbus yang akan digantikan
dengan epitel korne

Epidemi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa konjungtivitis dapat ditemukan secara global dan merupakan
salah satu penyakit mata yang umum. Konjungtivitis viral adalah penyebab utama, diikuti dengan
konjungtivitis bakterial di posisi kedua. [10]
Global
Secara global kasus konjungtivitis dapat terjadi pada semua kelompok usia, dari mulai neonatus
hingga lansia. Kasus konjungtivitis ditemukan pada 1% kunjungan pasien ke fasilitas kesehatan tingkat
pertama. Di Amerika Serikat diperkirakan ada sekitar 6 juta kasus baru konjungtivitis viral per
tahunnya. Konjungtivitis viral dapat bersifat sporadik maupun epidemik (misalnya di sekolah, di
rumah sakit, di klinik). Adenovirus merupakan penyebab di hampir 90% kasus konjungtivitis viral.
Insidensi konjungtivitis bakterial di Amerika Serikat adalah 135 kasus per 10.000 populasi per tahun.
[1,2,10]
Konjungtivitis vernal lebih banyak ditemukan di negara dengan iklim hangat, kering, atau beriklim
subtropis, seperti di negara-negara Timur Tengah, Afrika, Amerika Selatan, serta negara-negara Asia
seperti Jepang, Thailand, dan India. Konjungtivitis vernal lebih banyak pada laki-laki dibandingkan
wanita, dengan rasio 3:1 pada kelompok usia <20 tahun. [13,14]
Indonesia
Di Indonesia konjungtivitis masuk ke dalam 10 besar penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di
rumah sakit pada tahun 2009, dengan jumlah kunjungan sebanyak 135.749. Pada tahun 2010 angka
kunjungan menurun menjadi 87.513 dengan jumlah kasus baru sebanyak 68.026 kasus.

Etio FR
Etiologi konjungtivitis terbanyak adalah infeksi virus, bakteri, dan alergi. Infeksi virus dapat
disebabkan oleh Adenovirus, virus herpes simpleks tipe I dan II, virus varicella zoster, virus measles,
picornavirus (coxsackievirus A24 dan enterovirus 70), molluscum contagiosum, dan HIV. [2]
Bakteri yang paling banyak ditemukan pada konjungtivitis bakterial adalah Staphylococcus aureus,
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis. Neisseria
gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis juga dapat menjadi etiologi konjungtivitis. Konjungtivitis
alergi disebabkan oleh serbuk bunga dan tanaman, bulu binatang, lumut, kosmetik, lensa kontak, dan
sebagainya. [9]
Beberapa penyakit lain yang dapat disertai dengan gejala konjungtivitis adalah pemfigoid membran
mukosa, sindrom Steven Johnson, dan nekrolisis toksik epidermal. [1]
Faktor Risiko
Faktor risiko konjungtivitis antara lain:

Riwayat kontak : Paparan terhadap penderita konjungtivitis lain (anggota keluarga, teman di sekolah,
pasien di klinik, dan lain-lain), benda-benda yang bisa memperantarai infeksi (fomites) seperti lensa
kontak, peralatan kosmetik, bahkan tempat dudukan dagu pada slit lamp, atau berenang di kolam
yang terkontaminasi

Pada neonatus, konjungtivitis terjadi jika ada paparan terhadap kuman penyebab penyakit menular
seksual saat proses persalinan
Kondisi medis lain : Imunodefisiensi, sinusitis, trauma bola mata
Riwayat penyakit mata lainnya, seperti sindroma mata kering
Riwayat alergi atau menderita kondisi atopik lainnya (asma, rinitis, eksema)
Patif
Patofisiologi konjungtivitis diawali dengan kontak kuman terhadap konjungtiva. Konjungtivitis
menular melalui kontak langsung konjungtiva dengan sekret mata penderita atau dari droplet batuk
dan bersin, serta penggunaan benda-benda yang menjadi media penularan kuman seperti misalnya
handuk, peralatan kosmetik, dan sarung bantal. Konjungtivitis juga dapat menular melalui air kolam
renang yang terkontaminasi.
Infeksi Virus
Penyebab konjungtivitis tersering adalah infeksi virus, khususnya Adenovirus. Patofisiologi
konjungtivitis akibat infeksi Adenovirus didahului oleh interaksi reseptor sel primer seperti CAR, CD46,
dan asam sialik dengan protein fiber-knob. Interaksi tersebut memperantarai penempelan virus
dengan sel host pada lapisan konjungtiva.
Internalisasi Adenovirus ke dalam endosom sel host diperantarai oleh interaksi vitronectin-binding
integrin dengan homopentameric penton-base pada virus. Replikasi virus akan terjadi secara lokal.
Reaksi imun tipe 1 akan merespon infeksi Adenovirus pada konjungtiva meliputi respon
imunitas innate yang dimediasi oleh sel natural killer, monosit dan interferon tipe 1, serta respon
imunitas adaptif yang dimediasi oleh sel T CD8, IgA, dan T-helper 1. Pada lapisan air mata juga
ditemukan adanya protein defensin yang memiliki sifat antiviral. Defensin menghambat
proses uncoating dan internalisasi virus ke dalam endosom.
Proses inflamasi pada konjungtiva tersebut menyebabkan dilatasi pembuluh darah yang menimbulkan
gejala hiperemia dan edema konjungtiva, yang biasanya disertai dengan pengeluaran sekret mata.
Proses replikasi virus akan memberikan tanda hipertrofi folikular. Adenovirus juga dapat
menyebabkan vaskulitis yang menimbulkan tanda hemoragik petekie akibat peningkatan
permeabilitas dan ruptur kapiler konjungtiva. Eksudasi serum, fibrin, dan leukosit dari kapiler yang
mengalami dilatasi serta jaringan epitel yang mengalami nekrosis kemudian dapat membentuk
pseudomembran pada konjungtiva tarsal. [3,4]
Konjungtivitis viral memiliki masa inkubasi 5-12 hari dan mampu menular hingga 10-14 hari atau
selama hiperemia masih ada. Penyebaran virus secara sistemik dari konjungtiva jarang terjadi namun
dapat ditemukan pada kasus konjungtivitis viral yang disebabkan oleh infeksi Enterovirus 70. [5]
Infeksi Bakteri
Penyebab konjungtivitis bakterial biasanya akibat infeksi oleh flora normal yang berkolonisasi di
sekitar mata seperti Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae (bakteri yang
menyebabkan pneumonia). Infeksi dapat terjadi bila lapisan epitel konjungtiva rusak (misalnya terjadi
abrasi), ada peningkatan jumlah bakteri, dan penurunan daya tahan tubuh host.
Selain faktor penyebab tersebut, infeksi juga dapat terjadi akibat kontaminasi eksternal seperti pada
konjungtivitis viral. Patogenesis konjungtivitis bakteri diawali dengan proses perlekatan bakteri
(adhesion). Proses perlekatan bakteri diperantarai oleh protein adhesins yang diekspresikan oleh
bagian pili bakteri pada kebanyakan jenis bakteri. Bakteri yang melekat pada epitel konjungtiva
memproduksi faktor-faktor seperti protease, elastase, hemolisin, dan cytoxin yang akan memicu sel-
sel radang seperti neutrofil, eosinofil, limfosit, dan sel plasma untuk bermigrasi dari pembuluh darah
di bagian stroma menuju epitel konjungtiva. Faktor-faktor tersebut juga dapat menginduksi destruksi
sel-sel epitel konjungtiva. Sel epitel konjungtiva yang mengalami nekrosis akan terlepas dan
menempel di sekret sel goblet membentuk eksudat. Pada konjungtivitis bakteri sel radang yang
mendominasi adalah sel leukosit polimorfonuklear. [1,6]
Alergi
Konjungtivitis alergi memiliki subtipe yakni konjungtivitis vernal, atopik, dan giant papillary.
Patofisiologi konjungtivitis alergi biasanya berupa reaksi hipersensitivitas tipe I.
Reaksi dimulai dari kontak dengan antigen spesifik. Imunoglobulin E memiliki afinitas yang kuat
dengan sel mast dan ikatan silang dengan 2 molekul IgE oleh antigen akan memicu proses degranulasi
sel mast. Degranulasi sel mast akan merangsang pelepasan mediator-mediator inflamasi seperti
histamin, tryptase, heparin, prostaglandin, leukotrien, dan tromboksan. Mediator inflamasi bersama
dengan faktor kemotaksis akan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan memicu migrasi
eosinofil dan neutrofil. [7]
Konjungtivitis Vernal
Pada konjungtivitis vernal, hipereaktivitas terjadi bukan akibat alergen spesifik, melainkan oleh
rangsangan seperti debu, angin, maupun cahaya matahari. Konjungtivitis vernal merupakan bentuk
konjungtivitis kronis yang dominan dimediasi oleh limfosit T-helper 2. Interleukin 4 dan 13
menyebabkan proliferasi fibroblas konjungtiva dan produksi matriks ekstraseluler yang kemudian
akan membentuk tanda khas berupa giant papillae.
Konjungtivitis Atopik
Patofisiologi konjungtivitis atopik melibatkan degranulasi kronis sel mast yang dimediasi oleh IgE dan
reaksi imun yang dimediasi oleh limfosit T-helper 1 dan 2. Biasanya konjungtivitis atopik merupakan
gejala yang menyertai kondisi dermatitis atopik.

Diagnosos
Anamnesis
Keluhan utama pasien konjungtivitis adalah mata merah. Keluhan disertai rasa gatal, rasa panas
terbakar, rasa mata mengganjal, silau, penurunan tajam penglihatan, sekret mata, riwayat alergi, dan
riwayat paparan. Hal lain yang perlu ditanyakan adalah riwayat penggunaan lensa kontak, riwayat
penggunaan obat-obatan (termasuk tetes mata), dan riwayat hubungan seksual yang berisiko (bila
dicurigai infeksi akibat kuman penyakit menular seksual). [1,2,6,7]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang didapat dari masing-masing jenis konjungtivitis memiliki ciri khas masing-
masing. Semua pasien dengan keluhan oftalmologi, sebaiknya menjalani pemeriksaan tajam
penglihatan untuk melihat adanya defisit visus dan memastikan tidak ada gangguan oftalmologi yang
lebih serius. Pemeriksaan tajam penglihatan dapat dilakukan menggunakan Snellen chart. Pada pasien
yang menggunakan kacamata, sebaiknya tetap dipakai pada saat pemeriksaan.
Konjungtivitis Viral
Pada pemeriksaan fisik pasien konjungtivitis viral dapat ditemukan hiperemia atau injeksi konjungtiva,
yaitu pelebaran pembuluh darah dari forniks ke arah limbus, berwarna merah muda, berkelok-kelok
dan letaknya superfisial. Pemeriksaan fisik lain yang bisa ditemukan adanya folikel, yaitu lesi seperti
bintil-bintil kecil, multipel, translusen, paling jelas tampak di forniks. Bisa juga ditemukan papillae,
yaitu lesi bintil kemerahan dengan vaskularisasi di tengahnya, biasanya ditemukan pada konjungtiva
tarsal superior dengan melakukan eversi kelopak mata.
Tanda lain yang dapat ditemukan adalah edema kelopak mata, sekret mata serosa, limfadenopati
(ditemukan pada 50% kasus konjungtivitis viral), perdarahan subkonjungtiva, kemosis konjungtiva,
dan pseudomembran, keratitis.
Konjungtivitis viral akibat moluscum contagiosum biasanya disertai dengan lesi pada palpebra berupa
nodul berwarna agak pucat, mengkilap, dengan umbilikasi di bagian tengah. [1,2]  
Infeksi adenovirus dapat juga menimbulkan gejala demam faringokonjungtival yang ditandai dengan
demam tinggi yang muncul tiba-tiba, konjungtivitis pada kedua mata, faringitis, dan limfadenopati
preaurikular.
Keratokonjungtivitis memiliki gejala yang lebih berat, berupa sekret mata yang cair, hiperemia dan
kemosis konjungtiva, serta limfadenopati ipsilateral. [3]
Konjungtivitis Bakterial
Pemeriksaan fisik konjungtivitis bakterial yang dapat ditemukan adalah injeksi konjungtiva, palpebra
bengkak dan eritema, sekret mata mukopurulen, papillae (banyak ditemukan pada konjungtivitis
bakterial), serta erosi epitel kornea perifer dan infiltrasi ke stroma (lebih sering akibat
infeksi Haemophilus influenzae). Limfadenopati biasanya tidak ditemukan pada konjungtivitis
bakterial, kecuali pada infeksi berat oleh Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia trachomatis.
Pada konjungtivitis bakterial akibat Neisseria gonorrhoeae pada pemeriksaan fisik biasanya
didapatkan eksudasi dalam jumlah banyak, sekret yang hiperpurulen, kemosis berat, hiperemia
konjungtiva berat, edema palpebra. Pada kasus yang terlambat ditangani dapat ditemukan infiltrat,
ulkus, bahkan perforasi pada kornea.
Konjungtivitis trakoma yang diakibatkan oleh infeksi Chlamydia trachomatis memiliki pemeriksaan
fisik yang khas seperti pembentukan folikel sangat banyak, sekret mukopurulen, jaringan parut pada
konjungtiva tarsal superior berbentuk linear atau stelata (Arlt line) yang timbul pada proses
penyembuhan setelah nekrosis folikel. Involusi dan nekrosis folikel juga dapat menimbulkan depresi
(lekukan) pada area limbus yang disebut sebagai Herbert pits. Pada pemeriksaan dapat pula
ditemukan kekeruhan kornea, vaskularisasi kornea, trikiasis, dan entropion.[1,6,17]
Konjungtivitis Alergi
Pemeriksaan fisik yang menonjol pada konjungtivitis alergi adalah injeksi konjungtiva yang disertai
dengan kemosis konjungtiva serta edema palpebra. Sekret mata biasanya serosa (cair, bening).
Dapat ditemukan giant papillae dengan gambaran cobblestone pada konjungtivitis alergi vernal dan
konjungtivitis giant papillary. Pada konjungtivitis alergi vernal dapat terbentuk papillae di area limbus
memberikan gambaran titik putih multipel (Horner-Trantas dots) yang merupakan kumpulan sel epitel
yang mengalami degenerasi dan eosinofil. Konjungtivitis alergi atopik biasanya disertai dengan
perubahan kulit khas eksema, tanda Hertoghe (alis hilang di bagian lateral), dan lipatan Dennie-
Morgan (lipatan pada palpebra karena garukan terus menerus).

Pem pen
-sediaan langsung swba konjungtiva dgn pewarna gram/giemsa
Pemeriksan sekret dgn pewarnaan biru metilen pd konj go

DD

Blefaritis
Blefaritis adalah peradangan pada palpebra yang ditandai oleh iritasi mata, rasa gatal pada kelopak
mata, edema palpebra, dan serbuk seperti ketombe pada ujung kelopak mata. Penyakit ini biasanya
kronis dan berhubungan dengan dermatitis seboroik.
Dry Eyes Syndrome
Pada dry eyes syndrome, pasien umumnya datang dengan rasa perih di mata atau mata yang sering
berair. Tidak ada sekret, edema palpebra, ataupun tanda inflamasi lainnya.
Keratitis Bakterial
Keratitis bakterial biasanya disebabkan oleh penggunaan lensa kontak, trauma pada kornea, atau
penggunaan obat tetes mata steroid. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan ulkus epitel kornea,
inflamasi area sekitar kornea, dan plak endotel inflamatorik.
Skleritis
Skleritis ditandai dengan kemerahan fokal atau difus, perubahan warna pada sklera, penebalan sklera
inisial, penipisan sklera lanjut, dan nekrosis sklera

Tatal

Anda mungkin juga menyukai