Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Nim : 044315551
UPBJJ : UT Semarang
1. Budaya akademik yang ingin dibangun oleh Islam, bukan sekedar menjadikan manusia
cerdas, tetapi juga manusia yang memiliki kekuatan iman dan kerendahan hati (tawadzu').
Terjemahan : “Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya
Al Quran itulah yang hak dari Tuhan-mu lalu mereka beriman dan tunduk hati
mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-
orang yang beriman kepada jalan yang lurus”.
b. Jelaskan keterkaitan ilmu pengetahuan, iman, dan hati yang tunduk menurut QS Al-
Hajj/22: 54!
Ada tiga rangkaian yang tidak terpisahkan ; ilmu pengetahuan, iman yang kokoh, dan
hati yang tanduk. Dalam Islam ketiganya tidak boleh dipisahkan dan saling terkait.
Artinya bukti seseorang memiliki pengetahuan adalah imannya yang kokoh, dan
sebagai bukti bahwa iman tersebut adalah kokoh maka hatinya selalu tunduk (kepada
kebenaran yang bersumber dari petunjuk Allah SWT). Inilah trilogy yang tidak
terpisahkan sehingga budaya akademik yang ingin dibangun oleh Islam bukan
sekedarmenjadikan manusia cerdastetapi juga manusia yang selain cerdas juga
memiliki kehangatan iman yang disertai kerendahan hati (tawadzu’). Sebuah tradisi
akademis yang hanya mengasah kecerdasan otak maka hanya akan melahirkan robot-
robot yang tidak memiliki empati terhadap sesame. Sebaliknya budaya akademis
yang terlalu menitik beratkan pembangunan keimanan dengan mengesampingkan
rasionalitas akan melahirkan manusia-manusia yang gagap bahkan gagal menghadapi
tantangan zaman. Juga sebaliknya, orang-orang yang cerdas akalnya, kokoh imannya,
tetapi tidak disertai kerendahan hati hanya akan melahirkan manusia-manusia tinggi
hal yang tidak peduli terhadap sekelilingnya. Maka budaya akademik yang ingin
dibangun oleh Al-Qur’an adalah yang menggabungkan ketiganya.
۟ ُ قُ ْل هَات
َ ٰ وا بُ ْر ٰ َهنَ ُك ْم ِإن ُكنت ُ ْم
َص ِدقِين
Bukti kebenaran yang diminta oleh Q.S. Al-Baqarah/2: 111 bukan untuk kepentingan
Allah SWT, karena Allah SWT tidak perlu bukti apapun atas apa yang dilakukan oleh
manusia. Bukti tersebut diminta oleh Allah untuk manusia, karena yang perlu bukti
adalah manusia. Kesan yang dapat ditangkap dari ayat tersebut adalah jangan sampai
manusia menyangkut prinsip-prinsip kehidupannya hanya mendasarkan pada klaim-
klaim yang tidak berdasar, melainkan harus didasarkan kepada bukti yang jelas hasil
dan pemikiran yang rasional dan objektif. Dari ayat tersebut terlihat bahwa Islam
menuntut kepada manusia untuk mengedepankan rasionalitas ilmiah dalam setiap
tindakannya, inilah yang dalam era modern sering disebut dengan budaya akademik.
Termasuk dalam mengajak manusia menuju jalan Allah SWT. Yang harus dilakukan
adalah dengan pendekatan rasional dengan ara yang bijak.
b. Sebutkan empat konsep dasar kehidupan politik menurut QS. An-Nisaa’/4: 58-59!
Dalam ayat tersebut jelas diungkapkan bahwa tugas Nabi SAW sebagai pemegang
kekuasaan politik saat itu di Madinah dan di samping seorang Rasul, di antaranya
adalah untuk mencerdaskan umat dan membangun mental spiritual sehingga menjadi
pribadi-pribadi yang tangguh yang pada gilirannyadiharapkan dapat menunaikan
tugas-tugas kekhalifahan manusia di muka bumi yaitu membangun bumi yang
makmur untuk kemaslahatan bersama. Bertolak dari pandangan di atas kita mendapat
gambaran yang cukup jelas bahwa amanat yang dipikul oleh orang-orang yang
memegang kekuasaan kekuasaan politik tidaklah ringan.karena di samping dua tugas
tersebut yang juga tidak kalah pentingnya adalah amanat yang berkaitan dengan
usaha membangun tata sosial yang lebih menyejahterakan. Dalam Islam inilah
hikmah terbesar yang terkandung dalam ajaran membayar zakat yaitu : kemakmuran
hendaklah tidak hanya dinikmati segelintir orang melainkan dapat didistribusikan
kepada setiap warga yang memang membutuhkan. Dan yang diberi wewenang untuk
mengatur itu semua adalah pemegang kekuasaan politik.
3. Agama Islam sesuai dengan fitrah interaksi manusia sebagaimana dijelaskan dalam QS An-
Nisaa’ (4): 125 melalui istilah al-Dîn dan QS. Ali Imran (3): 67 melalui istilah al-hanîf.
Arab-Latin : Wa man aḥsanu dīnam mim man aslama waj-hahụ lillāhi wa huwa
muḥsinuw wattaba'a millata ibrāhīma ḥanīfā, wattakhażallāhu ibrāhīma khalīlā.
Terjemahan :” Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas
menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia
mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi
kesayangan-Nya”.
b. Sebutkan dengan pihak mana saja fitrah interaksi manusia pada QS An-Nisaa’ (4):
125 tersebut!
Al-Din yang sering diterjemahkan dengan agama secara kebahasan berarti hubungan
antara dua pihak di mana yang pertama mempunyai kedudukan lebih tinggi dari yang
kedua. Menurut Al-Raghib, Al-Mufradat, seluruh kata yang menggunakan huruf-
huruf dal, ya’ dan nun seperti dain yang berarti utang atau dana yadinu yang berarti
menghukum atau taat, kesemuanya menggambarkan adanya dua pihak yang
melakukan interaksi seperti yang digambarkan di atas.
َص َرانِيًّا َو ٰلَ ِكن َكانَ َحنِي افا ُّم ْس ِل اما َو َما َكانَ ِمنَ ٱ ْل ُم ْش ِركِين
ْ ََما َكانَ ِإب ٰ َْر ِهي ُم يَ ُهو ِديًّا َو ًَل ن
Terjemahan : Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani,
akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan
sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.
d. Apakah yang dimaksud dengan al-hanafiyyat pada QS. Ali Imran (3): 67 tersebut?
Secara etimologis al-hanif berarti “condong dari kesesatan kepada istiqomah” bentuk
jamaknya adalah hunafa’. Kemudian arti tersebut berkembang menjadi “Orang yang
condong kepada kebenaran, kepada Allah, kepada tauhid. Dengan begitu al-
hanafiyyat merupakan kumpulan kecenderungan yang terdapat dalam fitrah manusia.
Artinya, fitrah manusia merupakan himpunan dari kecenderungan-kecenderungan
kepada kebenaran dan kepada (agama) Allah.