Anda di halaman 1dari 10

BAB IV

TEORI PEMBENARAN HUKUM NEGARA P6


(Die Lehren von der Rechtsfertigung des Staates)

Teori pembenaran hukum dari negara atau teori penghalang tindakan penguasa
(Rechtvaardiging theorieen) membahas tentang dasar-dasar yang dijadikan alasan
sehingga tindakan penguasa negara dapat dibenarkan.
Keberadaan negara (existence) dapat dibenarkan berdasarkan sumber-sumber
kekuasaan, antara lain :
1. Kewenangan langsung atau tidak langsung dari Tuhan yang diterapkan dalam
bentuk konstitutif dan kepercayaan yang diformalkan dalam ketentuan negara (Teori
Teokrasi).
2. Kekuatan jasmani dan rohani serta materi (finansial) yang diefektifkan sebagai alat
berkuasa. Dalam bentuk yang modern seperti kekuatan militer yang represif,
kharisma para rohaniawan yang berpolitik atau dalam bentuk money politics (Teori
Kekuatan).
3. Adanya perjanjian, baik perjanjian perdata maupun publik serta adanya pandangan
dari perspektif hukum kekeluargaan dan hukum benda (Teori Yuridis).
Secara rasional, suatu pemerintahan tidak mungkin lagi menyandarkan
wewenang dan kekuasaannya atas dasar kekuatan fisik angkatan perang (militer)
yang represif, mitos-mitos feodalistik maupun teokratik. Hal-hal yang bersifat
irrasional dan dipaksakan semakin lama semakin ditinggalkan sejalan dengan
perkembangan pemikiran filsafat dan politik serta teknologi. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa tanpa ada legitimasi yang rasional maka suatu negara tidak mungkin akan
berjalan secara efektif.
Legitimasi atas suatu negara memegang peranan yang penting karena
walaupun memiliki kekuasaan namun suatu pemerintahan negara tidak mungkin
berjalan efektif tanpa adanya legitimasi yang penuh. Pemerintahan negara dan alat-
alat perlengkapannya sebagai instrumen penataan masyarakat yang memegang
kekuasaan politik utama harus memiliki pembenaran atau pendasaran yang sah
(legitimasi) atas kekuasaan yang dijalankan agar ia dapat melaksanakan fungsinya
secara efektif.
1. Pembenaran Negara dari Sudut Ke-Tuhanan (TheoCratische Theorieen)
Teori ini beranggapan bahwa tindakan penguasa/negara selalu benar
karena negara diciptakan oleh Tuhan.
Tuhan menciptakan negara dengan dua cara, yaitu :
a. Secara langsung → cirinya adalah seseorang berkuasa karena mendapat wahyu
dari Tuhan.
b. Secara tidak langsung → seseorang berkuasa karena kodrat Tuhan.
Tokoh-tokoh penganut paham ini antara lain adalah :
a) Agustinus
Agustinus dalam bukunya De Civitate Dei menjelaskan bahwa negara pada
dasarnya terdiri dari dua macam, yaitu :
1. Civitas Dei (Negara Tuhan)
Yaitu negara yang langsung dipimpin oleh Tuhan.
Negara Tuhan di dunia diwakili oleh gereja dan atau oleh kerajaan-
kerajaan lain yang tunduk pada pimpinan gereja yang otomatis tunduk
pada Tuhan.
2. Civitas Terrana/Civitas Diaboli
Civitas terrana adalah negara duniawi. Menurut Agustinus, Civitas terrana
disebut juga civitas diaboli karena dibuat oleh setan.

Negara dunia hanya mengejar kepuasan duniawi sehingga menimbulkan


keserakahan, kebencian, peperangan, penderitaan dan akhirnya keruntuhan.
b) Thomas Aquinas
Menurut Thomas Aquinas, negara yang burukpun bukan buatan setan tetapi
tetap diakui sebagai perwujudan kekuasaan dan kehendak Tuhan. Negara
timbul dari pergaulan antara manusia yang ditentukan oleh hukum dan tata
alam. Hukum tata alam juga terjadi dari kehendak Tuhan dan menurut hukum
Tuhan.
Tuhan menjadikan manusia sebagai mahluk yang bergaul dan memberikan
seorang pemimpin (raja). Oleh karena itu, kekuasaan raja dalam memimpin
negara juga berasal dari Tuhan.
c). Ludwig von Haller
Menurut Ludwig von Heller, sifat negara adalah ketertiban. Dalam negara
ada tuan dan hamba, ada yang kuat dan yang lemah, ada yang tinggi dan
rendah serta ada yang kaya dan miskin. Yang kuat berkuasa memerintah yang
lemah. Hal ini merupakan kodrat alam dan itulah yang dikehendaki dan diatur
oleh Tuhan. Manusia dengan segala kecerdasannya tidak mungkin dapat
mengubah keadaan yang telah ditentukan oleh Tuhan. Dari kuasa dan kehendak
Tuhanlah asal segala kekuasaan dan asal berdirinya negara.
d). Friedrich Julius Sthal
Dalam bukunya, Die Philosophie des Rechts, ia berpendapat bahwa
negara timbul dari takdir ilahi. Kekuasaan dapat tampak sebagai penyusunan
kekuasaan oleh manusia, baik dalam keluarga, kelompok, suku, bangsa atau
gereja. Namun, pada hakekatnya, kekuasaan terjadi karena kehendak dan
kekuasaan Tuhan. Peperangan, penyerbuan,penaklukan, penyerahan dll terjadi
karena kehendak Tuhan. Selain itu, Friedrich juga berpendapat bahwa negara
adalah The March of God in the World (laku Tuhan di dunia).

2. Pembenaran Negara dari Sudut Kekuatan


Berdasarkan teori ini, siapa yang memiliki kekuatan akan mendapatkan
kekuasaan dan memegang pemerintahan.
Kekuatan tersebut meliputi :
a. Kekuatan jasmani (physic)
b. Kekuatan rohani (phychis)
c. Kekuatan materi (kebendaan)
d. Kekuatan politik.
Charles Darwin
Menurut teori evolusi Charles Darwin, bahwa kehidupan di alam semesta
merupakan suatu perjuangan untuk mempertahankan hidup, yang kuat akan menindas
yang lemah. Oleh karena itu semua orang berusaha untuk kuat dan unggul.
Semua imperium ditegakkan berdasarkan kekuasaan ini, misalnya Napoleon,
Hitler, Mussolini dan Stalin.
Leon Duguit
Pihak yang dapat memaksakan kehendaknya adalah pihak yang kuat (lesplus
forts). Kekuatan tersebut mengandung beberapa faktor, misalnya keistimewaan fisik,
intelegensia, ekonomi dan agama.
Paul Laband, George Jellineck, von Jhering
Mereka berpendapat bahwa suatu kenyataan yang wajar harus diterima bahwa
kekuasaan dan kedaulatan sepenuhnya ada di tangan negara dan pemerintahan.
Franz Oppenheimer
Dalam bukunya, Der Staat, ia berpendapat bahwa negara adalah suatu susunan
masyarakat yang oleh golongan yang menang dipaksakan kepada golongan yang
ditaklukan dengan maksud untuk mengatur kekuasaan golongan yang satu atas
golongan yang lain dan melindungi terhadap ancaman pihak lain. Tujuan dari
semuanya adalah pemerasan ekonomi dari golongan yang menang terhadap yang
kalah.
3. Pembenaran Negara dari Sudut Hukum
Teori ini menyatakan bahwa tindakan pemerintah dibenarkan karena
didasarkan kepada hukum.
Teori ini merinci lagi hukum ke dalam 3 jenis, yaitu :
a. Hukum Keluarga (Teori Patriarchal)
Teori patriachal berdasarkan hukum keluarga karena pada zaman dulu masyarakat
masih sangat sederhana dan negara belum terbentuk. Masyarakat hidup dalam
kesatuan-kesatuan keluarga besar yang dipimpin oleh kepala keluarga.
b. Hukum Kebendaan (Teori Patrimonial)
Patrimonial berasal dari istilah patrimonium yang berarti hak milik. Raja mempunyai
hak milik terhadap daerahnya, oleh karena itu semua penduduk di daerahnya
harus tunduk pada raja. Raja biasanya mendapat bantuan dari kaum bangsawan
untuk mempertahankan wilayahnya. Jika perang berakhir maka raja memberikan
hak atas tanah kepada bangsawan. Hak atas tanah berpindah dari raja kepada
bangsawan sehingga para bangsawan mendapat hak untuk memerintah
(overheidsrechten).
c. Hukum Perjanjian (Teori Perjanjian)
Tokohnya antara lain adalah :
1) Thomas Hobbes
Menurut Thomas Hobbes, manusia harus selalu mempunyai kekuatan karena
memiliki rasa takut diserang oleh manusia lain yang lebih kuat. Oleh karena itu
rakyat mengadakan perjanjian dan dalam perjanjian tersebut, raja tidak
diikutsertakan. Oleh karena itu raja mempunyai kekuasaan mutlak setelah hak-hak
rakyat diserahkan kepadanya (Monarchie Absoluut).
2) Jhon Locke
Rakyat dan raja mengadakan perjanjian. Oleh karena itu raja berkuasa untuk
melindungi rakyatnya. Jika raja bertindak sewenang-wenang maka rakyat dapat
meminta pertanggung jawabannya. Perjanjian antara raja dengan rakyatnya
menimbulkan monarki terbatas (monarchie constitusionil) karena kekuasaan raja
dibatasi oleh konstitusi.
Dalam perjanjian masyarakat tersebut terdapat dua macam pactum, yaitu :
a) Pactum Uniones  perjanjian untuk membentuk suatu kesatuan (kolektivitas)
antara individu-individu.
b) Pactum Subjectiones  perjanjian untuk menyerahkan kekuasaan antara rakyat
dengan raja.
Jhon Locke berpendapat bahwa pactum uniones dan pactum subjectiones
memiliki pengaruh yang sama kuatnya sehingga dalam penyerahan kekuasaah, raja
harus berjanji akan melindungi hak asasi rakyatnya.
Ajaran Jhon Locke hampir sama dengan ajaran Monarchemachen yaitu suatu
aliran yang timbul dalam abad pertengahan yang memberikan reaksi atas
kekuasaan raja yang mutlak. Aliran tersebut mengadakan perjanjian untuk
membatasi kekuasaan raja. Hasil perjanjian tersebut diletakkan dalam Leges
Fundamentalis yang menetapkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Oleh
karena itu ajaran Jhon Locke sering disebut sebagai warisan Monarchemachen.
3) J.J. Rousseau
Menurut Rousseau, kedaulatan dan kekuasaan rakyat tidak pernah diserahkan
kepada raja. Jika raja memerintah maka raja hanya merupakan mandataris rakyat.
Menurut Rousseau, hal yang pokok dari perjanjian masyarakat adalah
menemukan suatu bentuk kesatuan, membela dan melindungi kekuasaan bersama
disamping kekuasaan pribadi dan milik setiap orang sehingg semua orang dapat
bersatu, namun setiap orang tetap bebas dan merdeka. Rouseeau tidak mengenal
adanya hak alamiah, hak dasar atau hak asasi.
Dalam perjanjian masyarakat berarti setiap orang menyerahkan semua haknya
kepada masyarakat. Akibat adanya perjanjian masyarakat adalah :
a) Terciptanya kemauan umum (Volonte Generale)
Yaitu kesatuan dari kemauan orang-orang yang telah menyelenggarakan
perjanjian masyarakat.Volonte generale merupakan kekuasaan yang tertinggi
atau kedaulatan.
b) Terbentuknya masyarakat (Gemeinschaft)
Gemeinschaft merupakan kesatuan dari orang-orang yang
menyelenggarakan perjanjian masyarakat. Masyarakatlah yang memiliki
kemauan umum, kekuasaan tertinggi atau kedaulatan yang tidak dapat
dilepaskan yang disebut sebagai kedaulatan rakyat.
Perjanjian masyarakat telah menciptakan negara. Berarti, ada peralihan dari
keadaan bebas ke keadaan bernegara.
4. Pembenaran Negara dari Sudut Lain
a. Teori Ethis/Teori Etika
Berdasarkan teori ini, suatu negara ada karena adanya suatu keharusan
susila.
Berdasarkan teori ini maka ada 3 pendapat dari para ahli ilmu negara, yaitu :
a.) Plato dan Aristoteles
Menurut Plato dan Aristoteles, manusia tidak akan berarti bila belum
bernegara. Negara merupakan sesuatu hal yang mutlak, tanpa negara maka tidak
ada manusia. Oleh karena itu seluruh tindakan negara dapat dibenarkan.
b. Immanuel Kant
Menurut Immanuel Kant, tanpa adanya negara maka manusia tidak dapat
tunduk pada hukum yang dikeluarkan. Negara adalah ikatan manusia yang tunduk
pada hukum, akibatnya tindakan negara dibenarkan.
c. Wolft
Wolf berpendapat bahwa keharusan untuk membentuk negara merupakan
keharusan moral yang tertinggi.
b. Teori Absoulut dari Hegel
Menurut Hegel, tujuan manusia adalah kembali pada citacita yang abolut.
Penjelmaan cita-cita yang absolut dari manusia adalah negara. Tindakan negara
dibenarkan karena negara adalah sesuatu yang dicita-citakan oleh manusia.
c. Teori Psychologis
Teori ini menyatakan bahwa alasan pembenaran negara didasarkan pada
unsur psychologis manusia, seperti rasa takut, rasa sayang dll sehingga segala
tindakan negara dapat dibenarkan.
TEORI PEMBENARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Jika dikaikan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka
berdasarkan teori legitimasi yang menjadi pembenaran (dasar pembenar)
kekuasaan negara di Indonesia , yaitu :
a. Legitimasi Sosiologis
Pengakuan masyarakat atas adanya kekuasaan negara terlihat dari
kenyataan politik yang menunjukkan adanya kekuatan kelembagaan negara
yang menguasai kehidupan warga negaranya.Legitimasi sosiologis yang
telah mengalami proses artikulatif dalam institusi-institusi politik yang
artikulatif dipahami sebagai legitimasi politik. Proses tarik menarik
kepentingan antara pihak yang berkuasa yang terwujud dalam keputusan
politik dianggap telah memiliki legitimasi
politik.
b. Legitimasi Yuridis
Pembenaran dari sudut yuridis (hukum) terlihat dari adanya dasar
hukum yang jelas atas keberadaan suatu negara.
Dasar hukum dari keberadaan negara Repubik Indonesia adalah
proklamasi kemerdekaan. Jika dilihat dari Teori Kontrak maka proklamasi
merupakan Unilateral Contract yang mendapat pengakuan dari dunia
internasional. Karena sudah mendapat pengkuan dari dunia internasional
maka negara Republik Indonesia merupakan subjek hukum internasional
yang memiliki hak dan kewajiban tertentu sebagai anggota masyarakat
hukum internasional.
Keberadaan konstitusi negara yaitu UUD 1945 menegaskan dasar
yuridis eksistensi ketatanegaraan sebagai komunitas politik yang mandiri,
tidak berada di bawah kedaulatan negara lain dan mampu
mempertahankan kemerdekaan secara politis dan sosiologis. Selain itu,
keberadaan unsur-unsur negara menjadi dasar legitimasi de jure bagi
Republik Indonesia.
c. Legitimasi Etis-Filosofis
Dasar keabsahan negara secara etis dapat dilihat dari pendapat
Wolf dan Hegel, yaitu bahwa pembentukan negara merupakan keharusan
moral yang tertinggi untuk mewujudkan cita-cita tertinggi dari manusia
dalam suatu lingkungan politik yang bernama negara.
Legitimasi etis (moral) mempersoalkan keabsahan wewenang
kekuasaan politik dari segi norma moral, bukan dari kekuatan politik riil
yang ada dalam masyarakat, bukan pula atas dasar ketentuan hukum
(legalitas) tertentu.

Legitimasi etis-filosofis merupakan penyempurnaan akhir dari kemauan dan


kemampuan pihak penguasa. Walaupun suatu pemerintahan memiliki banyak
legitimasi sebagai dasar kekuasaannya, namun tanpa adanya legitimasi etis yang
berpihak pada kepentingan kepentingan kemanusiaan maka pemerintahan tersebut
pasti akan dijatuhkan, baik melalui pemberontakan sosial, demonstrasi people
power, revolusi, reformasi (evolusi) atau pergantian melalui mekanisme
konstitusional.
Tindakan berkuasa dari negara dibenarkan karena negara merupakan cita-
cita manusia yang membentuknya.
Dalam konteks negara Republik Indonesia, keberadaan negara dimaksudkan
untuk merealisasikan tujuan etis secara kolektif.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa suatu pemeritahan negara seharusnya berdiri
tergak di atas legitimasi yang kokoh, di atas seluruh legitimasi. Tidak hanya bersifat
teologis, sosiologis (mendapat pengkuan masyarakat) dan yuridis (berlaku sebagai
hukum positif dalam format yuridis ketatanegaraan tertentu) namun juga etisfilosofis.
Suatu legitimasi dapat mengalami krisis bila orang atau lembaga yang
memiliki legitimasi tersebut tidak memiliki kecakapan (skill) yang cukup untuk
mengelola negara secara keseluruhan. Oleh karena itu legitimasi harus pula diikuti
oleh capability dan capacity untuk mengimplementasikan program yang langsung
menyentuh rakyat karena pada dasarnya rakyatlah pemegang legitimasi yang
tertinggi. Keamanan dan kesejahteraan rakyat merupakan ukuran utama untuk
menilai kemampuan legitimasi pemerintahan suatu negara.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kekuasaan yang sah (legitimated) tidak
selalu berbanding lurus dengan kecakapan pemerintahannya. Pemerintah yang sah
(legitimated government) tidak selalu cakap dalam mengelola negara.
Keberadaan negara dibenarkan sebagai perpanjangan tangan dari
kekuasaan Tuhan yang memerintahkan hambanya agar hidup teratur dalam
mengabdi kepada-Nya. Bernegara merupakan manifestasi pengabdian hamba
terhadap Khaliqnya. Pandangan ini umumnya disebut teokratis. Namun sebenarnya
lebih tepat teosentris (berorientasi kepada Tuhan) sebagai wujud bangsa yang
religius.
Bangsa Indonesia mengakui keberadaan negaranya sebagai rahmat
Tuhan Yang Maha Esa (Pembukaan UUD 1945 : ”Dengan rahmat Tuhan Yang
Maha Esa...”)
Bangsa Indonesia menyadari bahwa Tuhan telah memberikan rahmat dan
berkahnya bagi bangsa Indonesia, dan hal ini merupakan wujud legitimasi teologis.

Anda mungkin juga menyukai