70-JPS Article-865-2-10-20210716
70-JPS Article-865-2-10-20210716
16
2019, Vol. 17, No. 02, 125-139
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku memilah sampah dan
mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhinya dalam kerangka Theory of Planned Behavior
(TPB). Spesifiknya, kami ingin mengeksplorasi dan menguji faktor apa dari TPB yang berperan pada
penjual kantin Universitas XYZ. Studi 1 dilakukan dengan wawancara ke 6 penjual kantin. Hasil
eksplorasi kualitatif menemukan bahwa penjual kantin sudah terbiasa memilah sampah. Analisis
tematik menemukan bahwa perilaku ini dibentuk dari program wajib dari universitas, penilaian
individu terhadap konsekuensi dan tujuan pemilahan (sikap), contoh dan teguran dari pihak yang
dianggap penting atau otoritas (norma subjektif), serta kemudahan dalam memilah sampah dengan
adanya pengetahuan dan penyediaan fasilitas pemilahan (perceived behavioural control). Studi 2
dilakukan untuk menguji kerangka TPB dan dimensi kepuasan fasilitas pemilahan pada pedagang
kantin secara kuantitatif. Kami menyebarkan kuesioner kepada 89 penjual kantin. Hasil analisis
regresi ganda menunjukkan bahwa variabel attitude dan norma subjektif secara signifikan
berkontribusi 17% terhadap intensi memilah sampah dan hanya perceived behavioural control yang
signifikan berkontribusi sebanyak 21% terhadap perilaku memilah sampah. Pemilahan yang sudah
menjadi kebiasaan menjadi faktor yang diasumsikan menguatkan peran PBC dan meniadakan peran
intensi. Peran PBC menjadi penting untuk dapat menjaga perilaku pemilahan sampah di kalangan
penjaga kantin Universitas XYZ.
Kata kunci: Kebiasaan, Pemilahan Sampah, Penjual Kantin, Perceived Behavioral Control, Theory of
Planned behaviour
Abstract
This study aims to empirically examine the behavior of waste segregation and to explore and test the
framework of Theory of Planned Behavior (TPB) among the seller of the canteen at XYZ University.
Study 1 was conducted by interviewing 6 canteen sellers. The qualitative results found that canteen
sellers were accustomed to waste segregation behavior. Thematic analysis found that this behavior
was developed by the waste segregation as mandatory program from university as well as
participants’ evaluation of consequences and objectives of the program (attitude), examples and
reprimands from important parties and authority (subjective norms), easiness on waste sorting by
increasing knowledge and providing facilities (perceived behavioral control). Study 2 was conducted
to prove the framework of TPB and the satisfaction dimension of sorting facilities in canteen sellers
quantitatively by distributing questionnaires to 89 canteen sellers. The results of multiple regression
analysis showed that attitude and subjective norm variables significantly contribute 17% to the
intention to sort waste and only perceived behavioral control significantly contributes 21% to the
behavior of sorting waste. We argue that the habit of waste segregation is a factor that strengthen
the role of the PBC and negate the role of intention. The role of PBC is important to be able to maintain
waste segregation behavior among XYZ University canteen guards.
Keywords: Canteen Seller, Habits, Perceived Behavioral Control, Theory of Planned behaviour,
Waste Segregation Behavior
Naskah masuk: 13 April 2019 *Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Pondok Cina,
Naskah diterima: 17 Juni 2019 Beji, Kota Depok, Jawa Barat, Indonesia 16424.
Email: juwita@ui.ac.id
125
126 Afifah & Djuwita
bisa didaur ulang (Universitas Indonesia, 2018). kontekstual dalam mendorong suatu perilaku dan
Terkait dengan hal tersebut, di pertengahan 2018, mengapa individu bisa berperilaku yang berbeda di
Universitas XYZ memulai program pemilahan konteks yang berbeda. TPB menekankan pentingnya
sampah yaitu pemisahan sampah organik, anorganik intensi dalam mendorong agar perilaku dapat terjadi.
(yang bisa didaur ulang) dan residu yang akan Intensi diasumsikan sebagai faktor motivasional yang
diangkut dan diolah sesuai dengan jenisnya. Program memengaruhi perilaku; menjadi indikasi dari sebe-
pemilahan sampah membuat setiap Fakultas di rapa keras seseorang akan mencoba, seberapa banyak
Universitas XYZ wajib untuk memilah sampah tanpa usaha yang akan dikeluarkan untuk berperilaku
adanya kontaminasi. Kontaminasi di sini adalah tertentu (Ajzen, 1991). Ajzen (2011b) menyatakan
tercampurnya sampah yang jenisnya berbeda dalam bahwa intensi bisa berubah dari waktu ke waktu
satu jenis tempat sampah, misal tempat sampah karena ada banyak variabel lain yang memengaruhi
organik yang hanya boleh diisi sampah yang cepat intensi. Intensi ini dipengaruhi oleh tiga hal yaitu
terurai namun tercampur oleh sampah anorganik. sikap (attitude), norma subjektif dan perceived
Saat sampah masih tercampur, sampah tidak akan behavioural control (PBC).
diangkut ke TPS (Tarmuji, Komunikasi personal, 22 Sikap adalah Evaluasi seseorang terhadap
November, 2018). Untuk mengantisipasi hal ini, perilaku (Ajzen, 1991). Sikap ini dipengaruhi oleh
setiap Fakultas membangun unit pemilahan sampah keyakinan individu terhadap konsekuensi yang
dan petugas cleaning service memastikan apakah diakibatkan dari perilakunya dan perasaan individu
sampah terpilah dengan baik. Ketika belum, mereka terhadap konsekuensi tersebut (Welcomer, Scherer,
diminta memisahkan sampah sesuai dengan jenisnya Pradenas, Cordano, & Parada, 2010). Beberapa
(Tarmuji, Komunikasi personal, 22 November, 2018). penelitian menemukan bahwa sikap yang paling
Salah satu stakeholder yang harus berpartisipasi memengaruhi intensi untuk memilah (lihat Greaves,
dalam pemilahan sampah adalah Penjual yang berada Zibarras, & Stride, 2013; Tonglet, Phillips, & Bates,
di kantin Fakultas. Kantin merupakan salah satu 2004). Semakin tinggi sikap positif individu untuk
sumber sampah terbanyak di Perguruan Tinggi. Pada memilah sampah akan semakin tinggi juga intensi
Bulan September 2018, seluruh kantin di Universitas untuk memilah sampah sehingga akan diprediksi
XYZ menghasilkan total 9.440 kg sampah pada bulan membuat individu untuk memilah.
September 2018. Rata-rata per kantin menghasilkan Norma subjektif adalah tekanan sosial bagi se-
sekitar 377,9 kg sampah per hari (Mulya, Komunikasi seorang untuk berperilaku atau tidak berperilaku
personal, 2018, 28 November). Dengan melihat (Ajzen, 1991). Menurut Welcomer ,dkk (2010) norma
besarnya proporsi sampah organik, dapat disimpulkan subjektif merupakan persepsi individu terhadap eva-
perlunya peran penjual kantin fakultas sebagai salah luasi dari lingkungan sosial terhadap suatu perilaku
satu stakeholder yang berperan dalam memastikan dan seberapa jauh individu termotivasi untuk patuh
pemilahan sampah di kantin. terhadap lingkungan sosial. Ada perbedaan temuan
Namun masih jarang ditemukan penelitian penelitian mengenai pengaruh dari norma sosial ter-
untuk mengetahui bagaimana perilaku penjual di hadap intensi memilah. Miliute-Plepiene, Hage,
kantin terkait dengan pemilahan sampah. Hal ini Plepys, dan Reipas (2016) menyatakan bahwa norma
menjadi penting untuk diketahui mengingat peran sosial akan memprediksi intensi pada penduduk di
penjual kantin sangat strategis dalam menyukseskan negara yang fasilitas pemilahannya belum maju.
program pemilahan kantin Universitas XYZ sehingga Dalam konteks itu, masyarakat di negara yang
penting untuk mengetahui bagaimana perilaku fasilitas pemilahannya belum maju akan lebih
pemilahan sampah penjual kantin selama kebijakan terpengaruh dengan ajakan dari tetangganya untuk
pemilahan diterapkan dan juga faktor yang dapat memulai memilah. Berlawanan dengan penelitian se-
memengaruhi pemilahan tersebut. Selain itu, menarik belumnya, Mannetti, Pierro, dan Livi (2004) menya-
untuk diketahui apakah kerangka theory of planned takan bahwa norma sosial baru bisa berjalan saat
behaviour dari Ajzen (1991) bisa diterapkan pada pemilahan sampah sudah menjadi lumrah dilakukan
pedagang kantin Universitas XYZ karena penelitian di lingkungan di tempat individu berada. Disini, masih
yang ada pada umumnya menggunakan sampel dari terdapat inkonsistensi dari penelitian sebelumnya
negara Barat, yang budaya maupun tingkat Pendidikan sehingga masih perlu dilakukan penelitian lebih
dan pengetahuan juga berbeda. Maka dari itu, studi lanjut.
ini ingin mengetahui gambaran perilaku memilah Dimensi terakhir adalah PBC yaitu sumber
sampah dan faktor-faktor yang memengaruhinya daya atau kesempatan yang tersedia bagi seseorang
dalam kerangka Theory of Planned Behavior di untuk memungkinkan perilaku terjadi (Ajzen, 1991).
kalangan pedagang kantin Universitas XYZ. PBC juga merupakan persepsi kontrol secara aktual
untuk berperilaku dan dapat memengaruhi perilaku
Perilaku pemilahan sampah ditinjau dari Theory secara langsung. PBC merupakan penilaian personal
of Planned Behavior seseorang terhadap kemampuannya untuk melakukan
sesuatu, apakah terdapat kendala langsung maupun
Theory of Planned Behavior dari Ajzen (1991) tak langsung dalam bentuk fisik yang dapat diper-
adalah kerangka teori yang banyak dipakai dalam sepsikan sebagai fasilitator atau penghambat suatu
menjelaskan perilaku pro-lingkungan. Teori ini perilaku (Zhang, Zhang, Yu, & Ren, 2016). PBC bisa
menekankan kepada pentingnya peran personal dan berupa faktor internal (informasi, kekurangan per-
sonal, kemampuan, dan emosi) dan faktor eksternal isu lingkungan seperti memilah sampah di kalangan
(kesempatan, kebergantungan dengan orang lain dan penjual kantin.
halangan) (Conner & Armitage, 1998). Beberapa Penelitian TPB juga beberapa kali digunakan
penelitian membuktikan bahwa PBC merupakan dengan metode penelitian kualitatif seperti dalam
kontributor terbesar dalam intensi dan perilaku menjelaskan pengambilan keputusan terkait kesehatan
memilah (Botetzagias, Dima, & Malesios, 2015; (Klobas, 2011; Tan, Hassali, Saleem, Shafie, Aljadhay, &
Greaves , dkk., 2013; Knussen, Yule, MacKenzie, & Gan, 2016) dan konsumsi microbreweries (Carr,
Wells, 2004; Mannetti, dkk, 2004). Namun demikian, Shin, Severt, & Lewis, 2017). TPB secara kualitatif
masih perlu dilakukan riset untuk konteks yang dilakukan ketika diperlukan dalam memahami ke-
berbeda, salah satunya konteks pemilahan sampah khasan dari perilaku yang ingin diteliti dalam konteks
pada pedagang kantin. Ini penting karena perilaku tertentu serta juga penggalian dari masing-masing
memilah sampah pada konteks pedagang kantin ini aspek TPB itu sendiri (Carr , dkk., 2017; Tan , dkk.,
bisa jadi dibentuk oleh faktor yang berbeda dari 2016). Dari tiga hasil penelitian TPB tersebut, penulis
rangkaian faktor-faktor TPB. menemukan adanya konsistensi kontribusi ketiga
Sebuah penelitian yang juga menggunakan variabel prediktor yaitu sikap, norma subjektif dan PBC
kerangka TPB menemukan bahwa selain faktor sikap, dalam memengaruhi perilaku yang ingin diteliti. Misal
norma subjektif dan PBC, kepuasan fasilitas variabel sikap ditandai dengan adanya evaluasi
pemilahan yang tersedia juga memengaruhi perilaku terhadap manfaat dari perilaku (Tan, dkk., 2016).
pemilahan (Stoeva & Alriksson, 2017). Mereka Teman merupakan aspek dari norma subjektif yang
membandingkan kondisi pemilahan di Swedia dan konsisten ditemukan (Carr , dkk., 2017; Renzi &
Bulgaria di mana di Bulgaria yang dinilai sebagai negara Klobas, 2008; Tan , dkk., 2016). Pengetahuan dan
yang fasilitas pemilahannya masih buruk. Hasil pene- fasilitas merupakan aspek yang dapat mening-katkan
litian menemukan bahwa kepuasan terhadap pe- PBC individu dalam melakukan sesuatu (Renzi &
milahan akan memengaruhi perilaku memilah. Di Klobas, 2008; Tan, dkk., 2016). Penulis belum mene-
Swedia yang fasilitas pemilahannya sudah baik, mukan adanya penelitian kualitatif TPB dalam perilaku
dimensi sikap-lah yang paling memengaruhi perilaku memilah sampah, sehingga penting digali juga aspek-
memilah. Stoeva dan Alriksson (2017) menyatakan aspek dalam ketiga variabel TPB ini dalam meme-
hal ini disebabkan karena di negara yang fasilitas ngaruhi perilaku memilah sampah.
pemilahannya sudah maju, pemilahan sudah menjadi Penelitian ini dilakukan sebagai baseline study
nilai (value) yang terinternalisasi dengan baik untuk program intervensi yang dapat meningkatkan
sehingga sikap akan menjadi determinan yang paling perilaku memilah sampah. Hal ini menjadi penting
besar dalam perilaku memilah. diketahui dikarenakan walau disediakannya fasilitas
Pada negara yang fasilitas pemilahannya cleaning service yang akan memisahkan di akhir,
belum maju, kepuasan terhadap fasilitas akan pemilahan sampah Universitas XYZ akan lebih berhasil
mendorong masyarakatnya untuk memilah. Ajzen saat partisipasi individu, dalam hal ini pedagang kantin
(1991) menyatakan bahwa kerangka teori TPB boleh juga meningkat, mengingat kantin juga merupakan
ditambahkan selama dapat memberikan gambaran sumber terbanyak penghasil sampah di Universitas
lebih utuh pengaruh dari ketiga variabel yang sudah XYZ. Kebijakan ini juga memastikan apakah penjual
ada terhadap intensi dan perilaku atau yang biasa kantin mengetahui perannya untuk memilah sampah,
disebut TPB Extended. mengetahui bagaimana cara memilah sampah, menge-
Penulis memilih TPB sebagai kerangka teori tahui pentingnya memilah sampah. Oleh karena itu
untuk memahami perilaku memilah sampah karena penting untuk menggali faktor-faktor yang dapat
TPB adalah pendekatan teoretis yang paling banyak menghambat atau mendorong perilaku memilah
digunakan dan dianggap akan memberikan gambaran sampah.
serta mengidentifikasi faktor-faktor yang memenga- Untuk menggali hal ini, peneliti melakukan dua
ruhi perilaku pemilahan (contoh: Fan, Yang, & Shen, jenis studi. Studi kualitatif dilakukan untuk lebih
2019). Selain itu, TPB merupakan framework yang memahami konteks dengan menggali gambaran
cukup singkat dalam menentukan determinan dari perilaku memilah, informasi yang dipunya mengenai
perilaku (Conner & Armitage, 1998) dan terbuka untuk program pemilahan. Juga untuk melakukan iden-
ditambahkan variabel penjelas lain agar mampu tifikasi faktor-faktor yang membentuk perilaku
memberikan penjelasan yang lebih utuh terhadap peri- tersebut di kalangan pedagang kantin.
laku (Ajzen, 1991). Penelitian selama ini mengenai Studi kuantitatif dilakukan untuk menguji
kontribusi ketiga dimensi maupun dimensi tambahan faktor dari TPB yang paling berpengaruh terhadap
tidak menemukan kesimpulan yang konklusif terkait intensi dan perilaku memilah sehingga dapat dijadikan
variabel mana yang paling berpengaruh. acuan untuk metode intervensi. Studi kualitatif dan
Dari studi kepustakaan diketahui telah banyak kuantitatif dilakukan guna mendapatkan baseline yang
penelitian yang menggunakan kerangka TPB untuk komprehensif mengenai perilaku memilah sampah dan
penelitian dengan tema lingkungan, namun umumnya juga faktor yang perlu ditingkatkan dalam program
hanya melibatkan partisipan mahasiswa (Niaura, intervensi nanti.
2013; Stoeva & Alriksson, 2017), para ibu rumah
tangga (Zhang, dkk 2016) dan karyawan kantor
(Greaves , dkk., 2013) dan baru sedikit yang menggali
“Sekarang wajib memilah, jadi dipisahin Memilah sampah Pengetahuan penjual mengenai Pengetahuan
antara sampah yang basah dan yang wajib dilakukan program pemilahan sampah Program Pemilahan
kering” Sampah
“Biasanya tiap tahun kita dapat sosialisasi Informasi memilah
tentang pemilahan sampah dari universitas didapatkan dari
atau fakultas kesehatan.” sosialisasi
“Kita di counter biasa milah pas buang Memilah sampah perilaku memilah sampah di Perilaku memilah
sampah…..Tiap buang atau sebelum sudah biasa kalangan penjual kantin sampah (TPB)
pulang, kita biasanya nganterin sampah dilakukan
dari counter ke deket tempat parkir”
“Karena aturannya sudah wajib, jadi Wajib karena ada penilaian penjual kantin Sikap pemilahan
biasanya ada teguran dan hukuman kalo aturan terhadap pemilahan sampah sampah (TPB)
enggak memilah.”
“Bermanfaat buat lingkungan, yang organik Baik untuk Manfaat pemilahan
bisa diolah sedangkan anorganik bisa lingkungan
dibuat jadi barang kembali”
“Kalo kita milah, botol hasil pemilahan bisa Membantu CS
dijual kembali oleh CS, hitung-hitung bantu
lah,”
“Kita jadi enggak enak kalo enggak milah. Konsekuensi dari Perasaan yang dirasakan penjual
Jadi ngerepotin cleaning service.” perilaku memilah kantin terhadap pemilahan
sampah
“Ya Cleaning service. Kalo sampah ga Pengaruh Cleaning pihak yang memengaruhi Norma subjektif
dipilah, mereka balikin sampah yang udah Service dalam individu untuk memilah sampah. untuk penjual kantin
kita buang ke depan pintu konter kita,” memilah sampah (TPB)
“Universitas XYZ sudah melakukan pemilahan “Pemilahan sampah itu sangat baik, karena
sampah dimana sampah basah akan dijadikan dapat mempermudah memilah-milah sampah
kompos. Sampah basah itu seperti sisa seperti botol, makanan dan minuman. Karena
makanan, sayuran, telur, kulit telur dan lainnya kalau tidak memilah sangat buruk bagi
bakal diolah lagi di tempat dekat XYZ buat jadi sampah-sampah yang mau didaur ulang, nanti
kompos.” (AY, Laki-laki, Fakultas Hukum) harga jualnya jadi jatuh. Yang saya tahu kan
sampah basahnya akan diangkut oleh Tim basah. Pas pulang atau saat tempat sampah
Sampah Universitas dan yang daur ulang di sudah penuh, nanti kita buang ke bak sampah
jual ke bank sampah.” (DW, Laki-laki, Fakultas di belakang kantin. Tapi sebenarnya sampah
Psikologi) anorganik juga jarang sih kalo dari counter,
“Wajib dilakukan. Makanya disediakan tong paling kalo ada kita buang ke tempat sampah
sampah di dekat kantin sesuai dengan jenis- di luar counter. Kita udah biasa sih, soalnya
nya, biasanya sih sampah organik dan non- gampang” (S, Perempuan, FT).
organik, nanti dari tong sampah ini katanya
dibawa ke tempat pengolahan sampah” (M, Dari hasil wawancara dapat terlihat memilah
Perempuan, FIB) sampah sudah menjadi kebiasaan bagi penjual kantin
mulai dari di counter tempat mereka berjualan. Mereka
Aspek informasi mengenai program pemilahan berusaha memisahkan sampah ketika membuang
sampah dari enam partisipan yang dapat diwawancara sampah di tempat sampah dalam counter-nya.
menunjukkan paling tidak mereka mengetahui Univer- Mereka menyesuaikan dengan jenis sampah yang
sitas XYZ telah melakukan program pemilahan sampah. ditentukan oleh cleaning service setiap Fakultas. Ada
Sosialisasi menjadi cara penyebaran pengetahuan bagi yang memisahkan dua jenis yaitu organik maupun
penjual kantin yang dilakukan oleh pihak universitas, anorganik, ada yang memisahkan sebanyak tiga jenis.
fakultas maupun dari pihak cleaning service sendiri Mereka lalu membuang sampah di tempat yang sudah
yang memang menangani soal sampah. ditentukan tiap harinya. Dalam kerangka theory of
planned behavior, semakin sering suatu perilaku
“counter kantin di FE wajib melakukan dilakukan dalam konteks yang stabil, semakin
pemilahan sampah, di tiap counter biasanya perilaku tersebut menjadi kebiasaan dan berada
menyediakan kantong sendiri untuk pemilahan. dalam pengaruh dari tanda stimulus eksternal yang
Biasanya tiap tahun kita dapat sosialisasi melemahkan peran intensi (Ajzen, 2011b).
tentang pemilahan sampah dari universitas
atau fakultas kesehatan.” (A, Laki-laki, FE) Sikap Memilah Sampah
“Biasanya CS akan ngingetin kalo ada yang
masih kecampur, kita disuruh misahin lagi. “Kita tahu memilah itu wajib karena ada
Pengangkutan sampah dengan ember diangkut aturannya. Kita biasanya ada sosialisasi mbak
ke kendaraan sampah, tapi enggak tahu tiap tahunnya terkait sampah, jadinya kita tahu
dibawa ke mana, katanya dijadiin kompos kalo milah itu wajib,” (S, Perempuan, FT)
gitu.” (S, Perempuan, FT) “Karena aturannya sudah wajib, jadi biasanya
ada teguran dan hukuman kalo enggak
Perilaku memilah sampah memilah. Hal ini efektif buat penjual jadi
patuh.” (M, Perempuan, FIB)
“Kita di counter biasa milah pas buang sampah.
Biasanya kita sediain dua tempat sampah, satu Aturan yang wajib mengenai pemilahan
buat yang basah dan satu lagi buat yang kering. sampah membuat penjual merasa pemilahan sampah
Tiap buang atau sebelum pulang, kita biasanya menjadi patuh untuk melakukan pemilahan. Karena
nganterin sampah dari counter ke deket tempat hal ini wajib maka dirasa perilaku ini memang
parkir (tempat pemilahan sampah di Fakultas penting untuk dilakukan. Adanya aturan yang jelas
tersebut, red.). Besok baru deh dipilah lagi mengenai kewajiban memilah memengaruhi keya-
sama CS.”(AY, Laki-laki, FH) kinan individu terhadap perilaku memilah sampah
“Di dekat wastafel, Pihak CS menyediakan bak bahwa hal tersebut adalah penting (Ajzen & Fishbein,
sampah ada 3 jenis yaitu bak untuk sampah 1972).
basah, bak sampah untuk sampah kering dan Selain nilai, konsekuensi dari perilaku juga
bak sampah untuk residu. Di masing-masing merupakan komponen dalam dimensi sikap (Ajzen,
counter, kita menyediakan sendiri plastik 1991). Semua penjual kantin berpendapat positif
sesuai dengan jenis bak yang ada untuk buang mengenai pemilahan sampah. Mereka menyebutkan
sampah dalam counter. Tiap masak, bikin jus memilah sampah bermanfaat untuk lingkungan.
atau sisa makanan kita buang di plastik yang
basah. Kalo sendok-sendok plastik kita buang “Bermanfaat buat lingkungan, yang organik bisa
di tempat yang kering. Kalo di counter udah diolah sedangkan anorganik bisa dibuat jadi
penuh (plastik tempat sampah red.), biasanya barang kembali” (DW, Laki-laki, Fakultas
sore, kita buang di bak itu, nanti akan ada CS Psikologi).
yang mengangkut bak itu tiap sore” (DW, Laki- “Baik untuk lingkungan karena dapat turut
laki, F. Psikologi). menjaga lingkungan” (HH, Laki-laki, Fakultas
“Nanti di masing-masing counter, kita sudah Psikologi).
menyediakan plastik untuk memisahkan
sampah. Biasanya plastiknya sih bekas dari Selain menjaga lingkungan, alasan prososial
belanja sayur. Pas nyiangin sayur kalo ada sisa juga keluar dari hasil wawancara dengan responden.
sayuran, kita masukin ke tempat sampah Banyak yang merasa dengan memilah, mereka mem-
bantu beberapa pihak yang terlibat dalam pemilahan cleaning service sebagai pihak pertama yang menang-
sampah. ani sampah secara kecil.
“Hal yang membantu CS menambah pema- “Ya cleaning service. Kalo sampah ga dipilah,
sukan. Jadi CS tidak perlu memisahkan kembali mereka balikin sampah yang udah kita buang
sampah-sampah itu, terus langsung bisa ke depan pintu konter kita,” (AY, Laki-laki,
dibuang sesuai dengan jenis” (A, Laki-laki Fakultas Hukum)
Penjual kantin FE). “Cleaning service biasanya negur saat sampah
“Kalo kita milah, botol hasil pemilahan bisa engga dipilah. Kayak yang saya bilang tadi, Fa-
dijual kembali oleh CS, hitung-hitung bantu kultas ini kecil ya, kita udah saling kenal satu
lah,” (S, Perempuan, FT). dengan yang lain, ya enggak enak lah kalo
sampai ditegur,” (DW, Laki-laki, Fakultas
Bantuan terhadap pemasukan cleaning service Psikologi)
menjadi alasan bagi beberapa penjual kantin untuk “Teman-teman CS karena mereka akan
membantu pemilahan sampah. Mereka menyadari menegur ketika ada sampah yang tidak tepat
bahwa hasil pemilahan ini akan dijual kembali oleh dipilah, mereka biasanya protes ke kita karena
para cleaning service untuk menambah pemasukan mereka jadi sibuk misah-misahin sampah,” (A,
dan mereka bersedia untuk membantu. Kepercayaan Laki-laki, FE)
bahwa memilah akan membawa akibat baik bagi
lingkungan atau manfaat baik untuk petugas cleaning Dari pernyataan di atas dapat terlihat bahwa
service merupakan keyakinan (belief) individu akan penjual kantin mempunyai motivasi yang tinggi
konsekuensi dari perilaku tersebut dan memengaruhi untuk patuh terhadap cleaning service. Menghindari
sikap individu. Menurut Welcomer, dkk (2010) teguran dari cleaning service menjadi motivasi bagi
komponen sikap adalah keyakinan individu akan penjual kantin untuk rajin melakukan pemilahan
konsekuensi dari perbuatannya dan termasuk di sampah. Selain cleaning service, peran penjual lain
dalamnya konsekuensi afektif yang dirasakan juga menjadi penting. Partisipan mengaku bahwa
individu. mereka melihat bagaimana penjual lain juga memilah
Konsekuensi afektif yang dirasakan individu sehingga mereka akan mengikuti hal tersebut.
adalah rasa sungkan terhadap cleaning service ketika
tidak melakukan perilaku tersebut. “Teman-teman penjual lain juga menyediakan
dua jenis kantong sampah di konternya. Kita
“Kita jadi enggak enak kalo enggak milah. Jadi ikutan soalnya malu kalo enggak”
ngerepotin cleaning service. Apalagi kalo fakul- (S, Perempuan, FT)
tasnya kecil, kita kan jadi kenal satu dengan “Kalo di sini penjual lain juga memilah dari
yang lain. Jadi dia pasti tahu kalo saya enggak konternya Mbak, ya kita ikutin”
milah,” (DW, Laki-laki, Fakultas Psikologi). (M, Perempuan, FIB)
Selain itu ada konsekuensi afektif negatif lain Peran pihak yang dianggap otoritas seperti
juga ditentukan terkait dengan kesulitan yang dihadapi pengawas kantin atau pihak dekanat juga besar untuk
dalam pemilahan sampah. Hal ini terjadi saat partisipan menekankan pentingnya pemilahan sampah. Mereka
terburu-buru membuang sampah karena banyaknya dianggap dapat memberikan panutan yang benar
pembeli atau penjual diwajibkan untuk menyediakan kepada para penjual kantin dan menekankan urgensi
dua tempat sampah, bahwa pemilahan sampah merupakan hal yang harus
dilakukan. Motivasi untuk mematuhi pihak otoritas
“Kadang kita enggak teliti pas buang sampah. ini cukup tinggi di kalangan penjual kantin.
Sulit saat pelanggan lagi banyak membeli,
kadang terburu-buru membuang sampah tidak “Kemarin saya lihat sendiri Pak Dekan milah
lihat dulu jenisnya,” (S, Perempuan, FT) sampah langsung. Pas ada tong sampah, dia
“Jadi sulit ketika kita wajib ada dua tempat bongkar lagi sampahnya dan dia pisah-pisahin
sampah. Konter itu sempit mbak, bisa-bisa sesuai jenis. Kami jadi tahu kalau memilah itu
saya enggak bisa gerak kalo ada dua tempat penting, Pak Dekan sendiri ngelakuin,” (S,
sampah. Untungnya sekarang pakai plastik aja Perempuan, FT)
boleh,”(A, Laki-laki, FE) “Bu Wadek (wakil dekan, red.) sering ngecek ke
kantin. Pernah ada penjual yang dimarahi sama
Norma subjektif yang memengaruhi pemilahan Bu Wadek karena sampahnya belum dipilah.”
sampah (M, Perempuan, FIB)
“Kalo ada konter yang bandel enggak mau
Norma subjektif adalah persepsi individu memilah sampah, biasanya CS akan ngadu ke
terhadap tekanan sosial dalam berperilaku sesuai bagian ventura Fakultas. Nanti konter itu akan
dengan yang lingkungan sosial harapkan (Ajzen, 1991). ditegur.” (A, Laki-laki, FE)
Beberapa pihak yang diidentifikasi sebagai pihak sosial
yang bisa menekan perilaku memilah sampah adalah
Persepsi kontrol yang dipunya individu terhadap berpengaruh terhadap perilaku pemilahan sampah di
perilaku memilah (PBC) negara yang mempunyai sistem pemilahan sampah
yang buruk. Dalam hal ini tidak ditemukan adanya
Mayoritas menganggap pemilahan sampah evaluasi terhadap fasilitas pemilahan sampah dari
adalah hal yang wajib mereka lakukan. Kewajiban ini partisipan. Empat dari enam penjual menjawab tidak
membuat mereka menjadi terbiasa untuk memilah ada ketika ditanyakan mengenai fasilitas yang harus
sampah. Karena sudah terbiasa mereka menjadi disediakan berkaitan dengan pemilahan. Dua orang
menganggap perilaku tersebut mudah dilakukan. lainnya meminta terkait dengan kehadiran tempat
sampah.
“Awalnya kan wajib ya, mau enggak mau kita
lakuin. Tapi lama-lama menjadi biasa. Gampang “yah kayaknya puas-puas aja, enggak perlu
malah. Kita bisa pakai kantong sampah bekas disediain apa-apa lagi. Enggak usah dikasih
belanja sayur sebagai tempat sampah basah.” tempat sampah dalam konter nanti sempit.
(S, Perempuan, Fakultas Teknik). Toh kita bisa pakai plastik hasil dari belanja,”
(S, Perempuan, Fakultas Teknik)
Hal ini menunjukkan perceived behavioral “Selama ini kita nyediain tempat sampah atau
control yaitu keyakinan individu bahwa dirinya bisa plastik sendiri. Kalo dikasih tempat sampah
dan mempunyai kontrol untuk memilah sampah atau plastik memilah di konter, kayaknya lebih
(Greaves , dkk., 2013). Dalam hal ini, partisipan merasa asyik” (AY, Laki-laki, Penjual FH)
memilah sampah itu mudah dan hal ini membuat “Tempat sampah di pembuangan akhir di
dirinya bisa melakukan pemilahan sampah. Bahkan kantin harus disediakan setiap saat, kalo bisa
individu menemukan cara untuk lebih memudahkan ada penggantinya saat diangkut ke tempat
memilah sampah dengan memanfaatkan plastik pembuangan sampah akhir.” (DW, Laki-laki,
bekas belanja sayur. Penjual Psikologi)
Hal lain yang dapat membantu individu me-
ningkatkan keyakinan individu untuk memilah Selain itu sosialisasi tentang pemilahan
sampah adalah fasilitas. Fasilitas di sini bukan hanya sampah juga membantu meningkatkan pengetahuan
menyediakan tempat sampah pemilahan, tetapi individu terkait dengan perilaku memilah sampah.
adanya fasilitas yang bisa dilihat penjual bahwa benar
memang sampah akan dipilah oleh cleaning service “Tiap tahun biasanya kita diundang sosialisasi,
(Zhang, dkk, 2016) . Hal ini membuat penjual merasa mau dari universitas maupun fakultas kese-
perilaku memilah mereka tidak sia-sia hatan. Di situ diterangin apa itu sampah organik,
apa itu anorganik, gimana cara buangnya, jadi
“Kita tahu memang di tempat pembuangan sekarang kita udah hafal.” (S, Perempuan,
sampah terpusat di Fakultas tempat para CS Penjual FT)
memilah sampah, jadi ya emang bener kalo “Rutin ada sosialisasi tiap tahun dari Fakultas
sampah harus dipisah-pisah sesuai jenis.” (AY, kesehatan. Kita jadi tahu apa yang harus dila-
Laki-laki, FH) kukan. Lagi pula kan jadi tahu tuh manfaatnya
“Saya tahu kalo di Universitas XYZ tempat pemilahan.” (A, Laki-laki Penjual kantin FE).
pembuangan akhir ada di dekat Fakultas
Teknik. Di situ kan sampah basahnya dijadiin Sosialisasi yang dilakukan meningkatkan penge-
pupuk, jadi kita tahu yang kita kerjakan ga sia- tahuan individu dalam memilah dan hal ini dapat
sia” (A, Laki-laki, FE) memengaruhi kontrol individu terhadap kemampuan
“Bak sampah dengan jenis yang berbeda dirinya untuk memilah.
(organik, anorganik dan residu) di dekat
wastafel sebagai tempat pembuangan sampah
sementara di kantin Psikologi. Pas lihat ada Diskusi
bak sampah tiga jenis untuk memilah saya jadi
tahu kalo emang ini harus dipilah,” (HH, Laki- Berdasarkan hasil studi kualitatif ditemukan
laki, Fakultas Psikologi). bahwa penjual kantin Universitas XYZ telah menge-
tahui adanya program pemilahan sampah. Dengan
Adanya fasilitas pemilahan sampah sangatlah adanya program dari Universitas XYZ, mereka merasa
penting dalam proses pemilahan sampah (Greaves , memilah sampah merupakan hal yang wajib dilakukan.
dkk., 2013). Zhang, dkk (2016) menyatakan bahwa Adanya program ini juga membuat perilaku memilah
akses terhadap fasilitas, di satu sisi menunjukkan sampah menjadi hal yang biasa diakukan di kalangan
kendala tak langsung dan secara langsung menun- penjual kantin Universitas XYZ terutama saat mereka
jukkan realisasi dari perilaku. Selain itu peraturan membuat makanan di konter.
yang jelas tentang memilah dilengkapi dengan Sama seperti temuan studi kualitatif sebe-
konsekuensi yang konsisten membantu penjual lumnya (lihat Carr , dkk., 2017; Klobas, 2011; Tan, dkk.,
kantin dalam proses membiasakan diri untuk 2016), variabel TPB juga teridentifikasi pada temuan
memilah. Walau Stoeva dan Alriksson (2017) studi ini. Variabel sikap dipengaruhi oleh adanya
menyatakan kepuasan terhadap fasilitas pemilahan perasaan wajib memilah sampah yang timbul akibat
adanya aturan. Selain itu, variabel sikap juga di- sikap, norma subjektif, PBC dan kepuasan terhadap
pengaruhi oleh evaluasi penjual kantin terhadap fasilitas pemilahan akan memprediksi intensi
manfaat pemilahan sampah bagi lingkungan serta memilah sampah. H2: Intensi, PBC dan kepuasan
rasa tidak enak ketika mereka tidak melakukan terhadap fasilitas pemilahan akan memprediksi
pemilahan. Selain sikap, faktor norma subjektif juga intensi perilaku memilah sampah.
ditemukan. Cleaning service merupakan pihak yang Desain. Penelitian ini dilakukan dengan
efektif dalam mengingatkan pedagang saat mereka menggunakan metode kuantitatif, cross sectional study
masih ada yang salah memilah sampah. dan non-eksperimen. Metode kuantitatif dilakukan
Contoh dari pedagang lain dan juga pihak yang untuk menggeneralisasi temuan terhadap populasi
dianggap otoritas di Fakultas seperti Dekan, Wakil (Kumar, 2018). Metode kuantitatif cross-sectional
Dekan dan pihak ventura Fakultas juga memengaruhi study dilakukan dengan mengambil data menggunakan
norma subjektif penjual kantin dan menganggap kuesioner self-report dan menggunakan kerangka TPB
bahwa orang-orang di sekitarnya menyetujui pemi- dari Zhang dkk (2016) yang mengukur sikap, norma
lahan sampah. Variabel lain yang teridentifikasi dari subjektif, perceived behavioural control, intensi dan
TPB adalah PBC dimana persepsi individu akan perilaku memilah sampah. Ditambah juga dengan
kontrol yang dipunya memengaruhi intensi dan kepuasan terhadap fasilitas pemilahan sampah dari
perilaku memilah. Persepsi individu bahwa memilah Stoeva dan Alriksson (2017) yang diadaptasi dalam
sampah itu mudah membuat penjual kantin tetap Bahasa Indonesia. Peneliti tidak memberikan
melakukan pemilahan sampah. Persepsi ini membuat manipulasi apapun kepada partisipan dalam pene-
penjual menyiapkan strategi sendiri dalam memilah litian ini. Alat ini peneliti uji cobakan dulu kepada 32
sampah di konter, seperti menggunakan plastik bekas penjual kantin untuk menguji keterbacaan serta vali-
belanja sayur sebagai wadah tempat pemilahan di ditas dan reliabilitas. Berikut hasil uji coba validitas
konter. dan reliabilitas.
Adanya fasilitas terkait pemilahan sampah, Hasil reliabilitas menunjukkan hasil yang baik
rasa puas terhadap fasilitas tersebut dan juga adanya menurut Kaplan dan Sacuzzo (2009) namun hasil
sosialisasi yang dilakukan dalam meningkatkan pe- validitas item pada variabel sikap, norma subjektif
ngetahuan mengenai bagaimana cara memilah sam- dan PBC masih kurang baik berdasarkan standar dari
pah menjadi faktor-faktor yang ditemukan meme- Urbina (2004). Penulis memutuskan untuk tidak
ngaruhi variabel PBC. Setelah variabel TPB ini mengurangi item namun merevisi item yang kurang
teridentifikasi, penulis ingin mengetahui kontribusi dimengerti bagi responden.
dari masing-masing faktor dalam menentukan aspek Partisipan. Data kuantitatif didapatkan dari
yang ingin diintervensi dalam perilaku memilah yang bekerja sebagai penjual makanan di kantin atau
sampah pemilik kios atau counter yang berjualan makanan
dan minuman di Universitas XYZ. Partisipan yang
mengikuti penelitian ini merupakan pedagang kantin
Studi 2: Studi Kuantitatif dari 9 Fakultas yang berbeda. Dari 91 partisipan yang
bersedia mengisi kuesioner, dua data partisipan harus
Metode Penelitian dikeluarkan dari pengolahan data karena respon yang
diberikan di semua pertanyaan sama, sehingga
Partisipan, Desain dan Prosedur dikhawatirkan partisipan tidak mengisi kuesioner
dengan seksama. Jumlah 89 ini dirasa cukup dipakai
Dari studi kualitatif ditemukan perilaku dalam menganalisis data mengingat jumlah pedagang
memilah sampah sudah dilakukan oleh penjual kantin kantin di setiap Fakultas tidak sama dan tidak semua
Universitas XYZ dan juga ditemukan adanya beberapa pedagang kantin bersedia untuk berpartisipasi dalam
tema yang dapat diwakili dalam variabel TPB. Setelah penelitian. Partisipan terdiri dari 50 laki-laki dan 39
diketahui bahwa pemilahan sampah sudah berjalan perempuan. Usia penjual berada di antara 18-72
dengan baik, penulis ingin mengidentifikasi seberapa tahun dengan rata-rata usia (M) = 37,28 tahun dan SD
besar kontribusi dari masing-masing dimensi TPB = 14,1. Pendidikan partisipan bervariasi antara SD
terhadap perilaku pemilahan sampah di kalangan (9,5%), SMP (26,3%), SMA (54,4%) dan S1 (6,7%).
penjual kantin Universitas XYZ dalam studi Penjual tersebar ke 9 Fakultas yang ada di Universitas
kuantitatif. XYZ.
Selain variabel dari kerangka teori TPB ini, Prosedur. Data didapatkan penulis dengan
peneliti juga memasukkan variabel kepuasan ter- cara mendatangi kantin-kantin dan kafe di beberapa
hadap fasilitas pemilahan, mengingat Universitas XYZ Fakultas universitas XYZ, dan meminta kesediaan
telah menyediakan beberapa fasilitas dalam rangka penjual kantin untuk berpartisipasi dalam penelitian.
pemilahan. Pengukuran variabel kepuasan ini Sebelum pengisian kuesioner, peneliti menjelaskan
penting karena penulis ingin mengetahui apakah tujuan dari penelitian dan waktu yang dibutuhkan
pada pedagang kantin universitas XYZ kepuasan untuk pengisian kuesioner. Saat partisipan setuju,
terhadap fasilitas pemilahan memengaruhi intensi maka peneliti akan memberikan lembaran informed
dan perilaku memilah sampah. Ada dua hipotesis consent untuk ditandatangani dan setelah itu kuesioner
yang diajukan dalam penelitian ini: H1 dan H2. H1: untuk diisi. Mayoritas dari kuesioner disebar pagi hari
sekitar jam 08.00-11.00 WIB. Kuesioner tersebut
peneliti tinggal pada partisipan untuk kemudian Kemudian peneliti juga melakukan regresi ganda dari
diambil kembali di sore hari atau keesokan harinya. intensi untuk memilah, PBC dan persepsi terhadap
Untuk penjual yang sudah berumur, peneliti program dan fasilitas pemilahan sampah terhadap
membacakan pertanyaan dan pilihan jawaban lalu perilaku memilah sampah.
mengisikannya jawaban yang disebutkan ke dalam
kuesioner. Temuan Preliminary. Hasil korelasi bivariat
Pengukuran. Kuesioner TPB yang diguna- menunjukkan hanya norma subjektif (r(89)=0,30,
kan menggunakan skala likert dengan 6 skala point; p<0,95) dan kepuasan terhadap fasilitas (r(89)=0,30,
poin 1 menunjukkan sangat tidak setuju dan poin 6 p<0,95) yang signifikan berhubungan dengan intensi
menunjukkan sangat setuju. Dari analisis validitas sedangkan sikap (r(89)=0,52, p<0,99), norma sub-
(internal consistency) dan reliabilitas (cronbach jektif (r(89)=0,39 p<0,99)dan PBC (r(89)=0,46,
alpha), penulis berpendapat bahwa alat ukur yang p<0,99) secara signifikan berhubungan dengan peri-
digunakan memiliki validitas dan reliabilitas yang laku memilah sampah (dapat dilihat di Tabel 4).
bagus.
Perilaku Memilah di Kalangan Pedagang Kantin
Universitas XYZ dengan kerangka TPB
Teknik Analisis dan Hasil Penelitian
Dari hasil regresi ganda diketahui bahwa
Teknik Analisis. Untuk respon pada kuesioner, hanya sikap dan norma subjektif secara signifikan
jawaban dari partisipan diubah ke dalam bentuk skor, memengaruhi intensi membuang sampah, namun
item yang menanyakan konstruk yang sama di- ternyata perceived behavioural control dan persepsi
jumlahkan dan dilakukan mean centering. Peneliti terhadap program pemilahan sampah tidak signifikan
melakukan regresi ganda dari sikap, norma subjektif, memengaruhi intensi sehingga hipotesis 1 tidak
dan PBC dan persepsi terhadap program dan fasilitas terbukti
pemilahan sampah terhadap intensi untuk memilah.
M SD 1 2 3 4 5 6 7 8
1.Sikap 19,49 3,09 - 0,27* 0,21 -0,08 -0,16 0,52** -0,04 -0,06
2.Norma Subjektif 23,02 4,62 - 0,41* 0,17 0,30** 0,39** 0,22* 0,03
Gambar 1. Bagan hasil regresi perilaku memilah sampah menggunakan kerangka theory of planned behavior
Hasil pada Tabel 5 juga menunjukkan bahwa memilah sampah. Hipotesis yang peneliti ajukan ter-
sikap mempunyai kontribusi negatif terhadap intensi nyata tidak terbukti karena (1) hanya sikap dan norma
memilah sampah. Artinya semakin positif sikap subjektif yang berkontribusi signifikan terhadap intensi
individu terhadap pemilahan sampah, semakin dan (2) hanya perceived behavioral control yang
rendah intensi dirinya untuk membuang sampah dan signifikan berkontribusi terhadap perilaku memilah
begitu pula sebaliknya. Kontribusi terhadap intensi sampah.
paling besar berasal dari norma subjektif.
Berbeda dengan kerangka theory of planned
behaviour, regresi ganda pada perilaku memilah sam- Tabel 5. Analisis Regresi terhadap Intensi Memilah
pah menunjukkan bahwa hanya perceived beha- Sampah
vioural control yang memengaruhi perilaku memilah B SE B β
sampah di kalangan penjual kantin Universitas XYZ. Konstan 9,940 3,426
Dari gambar 1 dapat disimpulkan bahwa ha-
nya PBC yang memengaruhi perilaku memilah sampah Sikap -0,239 0,107 -0,242*
dan menjelaskan 21% variansi dari perilaku memilah Norma subjektif 0,224 0,077 0,333**
sampah. Intensi dan persepsi partisipan terhadap pro- Perceived Behavioral Control 0,007 0,115 -0,008
gram pemilahan sampah tidak berpengaruh signifikan
terhadap perilaku memilah sehingga meniadakan Kepuasan terhadap fasilitas 0,15 0,118 0,145
peran sikap dan norma subjektif dalam perilaku Catatan: *signifikan pada level of confidence 95%;
**signifikan pada level of confidence 99%
hubungan antara intensi dengan perilaku memilah sudah biasa dilakukan oleh penjual kantin Universitas
tidak signifikan. Temuan ini membuat pengukuran XYZ. Dari hasil kualitatif ditemukan juga adanya
kebiasaan sangat penting dimasukkan ke dalam ketiga variabel TPB dalam memengaruhi pemilahan
model TPB extended. sampah. Variabel sikap dibangun dari evaluasi yang
Cara pengukuran intensi penulis ambil dari berdasarkan pada kewajiban memilah sampah
Zhang, dkk. (2016) juga digunakan oleh Stoeva dan karena adanya program yang berlaku.
Alriksson (2017). Pengukuran intensi yang peneliti Selain itu, evaluasi individu yang menganggap
gunakan adalah dengan mengukur kesediaan atau perilaku memilah sampah merupakan hal yang baik
niat untuk memilah sampah dalam rentang waktu dilakukan untuk lingkungan dan adanya rasa tidak
hari ini, bulan depan dan dalam tiga bulan ke depan enak terhadap CS juga memengaruhi sikap individu
sedangkan perilaku memilah sampah yang peneliti terhadap pemilahan sampah. Dalam norma subjektif,
ukur adalah perilaku memilah saat ini (contoh: saya kehadiran cleaning service, penjual lain dan pihak
biasanya memisahkan sampah yang bisa didaur yang dianggap otoritatif membuat individu merasa
ulang). Berdasarkan pernyataan, dapat dilihat bahwa memilah sampah merupakan sesuatu yang wajib
intensi dan perilaku memilah berada pada kontinum dilakukan. Untuk PBC, persepsi akan kemudahan
waktu yang berbeda. Berbeda dengan hasil penelitian memilah sampah membuat penjual kantin tetap
Stoeva dan Alriksson (2017) serta Zhang, dkk (2016), melakukan pemilahan. Hal ini juga didukung oleh
perbedaan intensi yang diukur dalam kontinum adanya fasilitas dan sosialisasi mengenai bagaimana
waktu yang berbeda saja memengaruhi respon jawa- cara memilah.
ban responden dalam menjawab intensi. Dari hasil temuan kuantitatif, penulis hanya
Beberapa responden menanyakan kepada dapat membuktikan peran dari Norma subjektif dan
peneliti bahwa dia memang sudah terbiasa memilah sikap dalam memprediksi intensi serta PBC dalam
sampah sehari-hari apakah harus menjawab pada memprediksi perilaku memilah sampah. Dari pene-
kontinum setuju di pernyataan berniat memilah di litian studi kualitatif dan kuantitatif peneliti mene-
minggu dan bulan depan karena menurut mereka, mukan bahwa perilaku memilah sampah sudah
perilaku mereka sudah terejawantahkah dalam pe- menjadi kebiasaan bagi penjual kantin Universitas
rilaku nyata, bukan hanya sekedar niat. Peneliti men- XYZ sehingga intensi tidak berperan secara signifikan
coba menganalisa lebih jauh dengan me-running skor dalam perilaku memilah. Saat menjadi kebiasaan,
rata-rata di tiap item intensi dan diperoleh skor rata- peran PBC menjadi relevan dalam menjaga perilaku
rata tertinggi ada pada item “Setiap kali membuang memilah sampah di kalangan penjual kantin
sampah, saya akan memilah sampah dengan benar Universitas XYZ.
sesuai kategorinya” (M=5,09) dibandingkan item
“Saya berniat untuk memilah sampah saya mulai Keterbatasan dan saran.
bulan depan” (M=3,61) dan item “Saya benar-benar
bersedia untuk memilah sampah saya dengan benar Peneliti menyadari bahwa jumlah penjual yang
dalam tiga bulan ke depan” (M=4,22). Nampaknya, diwawancara relatif sedikit. Hal ini terkait dengan
bagi pedagang kantin universitas XYZ, pertanyaan- terbatasnya partisipan yang bersedia untuk diwa-
pertanyaan tentang intensi dianggap tidak relevan wancara. Ternyata sulit menemukan waktu yang
karena mereka berpikir bahwa mereka sudah lebih benar-benar kosong untuk melakukan wawancara.
jauh dari hanya berniat. Itu sebabnya tidak ditemukan Wawancara pada setting field juga membuat proses
kontribusi antara intensi dengan perilaku memilah. wawancara kadang terhenti karena partisipan harus
Untuk penelitian selanjutnya, cara pengukuran intensi melayani pembeli dan hal ini bisa saja menghalangi
yang tepat perlu dipikirkan kembali. proses menjawab dari partisipan. Peneliti juga tidak
Kepuasan terhadap fasilitas pemilahan sam- bisa terlalu lama mewawancarai partisipan dikare-
pah juga tidak berhubungan signifikan dengan peri- nakan waktu partisipan yang terbatas untuk
laku memilah sampah. Berbeda dengan temuan melakukan pekerjaannya sehingga probing tidak bisa
Stoeva dan Alriksson (2017), kepuasan terhadap dilakukan secara mendalam. Untuk penelitian ke
fasilitas memilah tidak memengaruhi perilaku me- depannya akan lebih baik ketika diatur waktu pada
milah. Hal ini juga dapat dijelaskan dengan kebiasaan hari libur untuk mewawancarai penjual sesuai de-
tadi dimana saat sudah menjadi perilaku yang otomatis ngan kesediaannya.
dilakukan, puas atau tidaknya individu terhadap Penelitian mendatang juga harus memper-
fasilitas pemilahan tidak akan memengaruhi perilaku timbangkan penggunaan alat ukur intensi yang lebih
memilah mudah dipahami oleh pedagang dan sesuai dengan
keadaan di lapangan yang mereka alami. Penggalian
Kesimpulan ketepatan respons secara kualitatif dapat terlebih
dahulu dilakukan dalam mengonstruk alat ukur TPB
Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan yang cocok dengan kondisi masyarakat Indonesia.
bahwa penjual kantin Universitas XYZ telah Penelitian yang melibatkan partisipan pedagang maka-
mempunyai pengetahuan mengenai program pe- nan perlu dilanjutkan, karena untuk mengefektifkan
milahan sampah di Universitas XYZ. Selain itu, pemilahan sampah maka perlu melibatkan semua pe-
ditemukan juga bahwa perilaku memilah sampah
mangku kepentingan, namun masih sedikit penelitian Greaves, M., Zibarras, L. D., & Stride, C. (2013). Using
yang melibatkan mereka. the theory of planned behavior to explore
environmental behavioral intentions in the
workplace. Journal of Environmental
Daftar Pustaka Psychology, 34 , 109–120.
doi;10.1016/j.jenvp.2013.02.003
Aarts, H., Verplanken, B., & Knippenberg, A. (1998). Universitas Indonesia. (2018). Petunjuk UI
Predicting behavior from actions in the past: GreenMetric World University Rankings 2018
Repeated decision making or a matter of habit? (2nd editio). Depok: University of Indonesia.
Journal of Applied Social Psychology, 28(15), doi:10.1016/s0921-4534(99)00502-x
1355–1374. doi:10.1111/j.1559- Kaplan, R. M., & Sacuzzo, D. P. (2009). Psychological
1816.1998.tb01681.x Testing: Principles, Applications, & Issues (7th
Ajzen, I. (1991). The Theory of Planned Behavior. ed.). Belmont: Wadsworth Cengage Learning.
Organizational behavior and human decision Klobas, J. (2011). The Theory of planned behaviour as
Processes, 50 (2), 179–211. doi:10.1016/0749- a model of reasoning about fertility decisions.
5978(91)90020-T Vienna Yearbook of Population Research, 9, 47–
Ajzen, I. (2006). Behavioral interventions based on 54. doi:10.1553/populationyearbook2011s47
the theory of planned behavior. Organizational Knussen, C., Yule, F., MacKenzie, J., & Wells, M. (2004).
Behavior and Human Decision Processes, 50(2), An analysis of intentions to recycle household
179–211. doi:10.1016/0749-5978(91)90020- waste: The roles of past behaviour, perceived
T habit, and perceived lack of facilities. Journal of
Ajzen, I. (2011a). Constructing a theory of planned Environmental Psychology, 24(2), 237–246.
behavior questionnaire. doi:10.1016/j.jenvp.2003.12.001
Ajzen, I. (2011b). The theory of planned behaviour: Kumar, R. (2018). Research methodology: A step-by-
Reactions and reflections. Psychology and step guide for beginners.
Health, 26(9), 1113–1127. doi:10.22201/iibi.0187358xp.1999.27.3925
doi:10.1080/08870446.2011.613995 Mannetti, L., Pierro, A., & Livi, S. (2004). Recycling:
Ajzen, I., & Fishbein, M. (1972). Attitudes and Planned and self-expressive behaviour. Journal
normative beliefs as factors influencing be- of Environmental Psychology, 24(2), 227–236.
havioral intentions. Journal of Personality and doi:10.1016/j.jenvp.2004.01.002
Social Psychology, 21(1), 1–9. Miliute-Plepiene, J., Hage, O., Plepys, A., & Reipas, A.
doi;10.1037/h0031930 (2016). What motivates households recycling
Conner, M., & Armitage, C. J. (1998). Extending the behaviour in recycling schemes of different
theory of planned behavior: A review and maturity? Lessons from Lithuania and Sweden.
avenues for further research. Journal of Applied Resources, Conservation and Recycling, 113, 40–
Social Psychology, 28(15), 1429–1464. 52. doi:10.1016/j.resconrec.2016.05.008
doi:10.1111/j.1559-1816.1998.tb01685.x. Mulya. (2018, 28 November). Komunikasi Personal
Botetzagias, I., Dima, A. F., & Malesios, C. (2015). Niaura, A. (2013). Using the theory of planned
Extending the theory of planned behavior in behavior to investigate the determinants of
the context of recycling: The role of moral environmental behavior among youth.
norms and of demographic predictors. Environmental Research, Engineering and
Resources, Conservation and Recycling, 95, 58– Management, 63(1), 74–81.
67. doi:10.1016/j.resconrec.2014.12.004 doi:10.5755/j01.erem.63.1.2901
Carr, A., Shin, Y. H., Severt, K., & Lewis, M. (2017). A Renzi, S., & Klobas, J. (2008). Using the Theory of
qualitative approach to understand the under- Planned Behavior with Qualitative Research. In
lying beliefs of microbrewery consumers. Dondena Working Paper Milan, Italy..
International Journal of Hospitality Beverage Stoeva, K., & Alriksson, S. (2017). Influence of
Management, 1(1). Diunduh dari recycling programmes on waste separation
https://scholars.unh.edu/cgi/viewcontent.cgi behaviour. Waste Management, 68, 732–741.
?referer=https://www.google.com/&httpsred doi:10.1016/j.wasman.2017.06.005
ir=1&article=1006&context=ijhbm Tan, C. L. H., Hassali, M. A., Saleem, F., Shafie, A. A.,
Creswell, J. W. (2007). Qualitative Inquiry and Aljadhay, H., & Gan, V. B. Y. (2016). Building
Research Design: Choosing Among Five intentions with the theory of planned
Approaches.pdf (2nd edition). California: Sage behaviour: a qualitative assessment of salient
Publication. doi:10.1111/1467-9299.00177 beliefs about pharmacy value added services in
Fan, B., Yang, W., & Shen, X. (2019). A comparison Malaysia. Health Expectations, 19(6), 1215–
study of ‘motivation–intention–behavior’ mo- 1225. doi;10.1111/hex.12416
del on household solid waste sorting in China Tarmuji. (2018, 22 November). Komunikasi Personal.
and Singapore. Journal of Cleaner Production, Tonglet, M., Phillips, P. S., & Bates, M. P. (2004).
211, 442–454. Determining the drivers for householder pro-
doi;10.1016/j.jclepro.2018.11.168 environmental behaviour: Waste minimisation
compared to recycling. Resources, Conservation