Anda di halaman 1dari 31

INDI-UNESCO 1

DAFTAR ISI

Halaman Judul 1

Daftar Isi 2

Bab 1. Pendahuluan 3

Bab 2. Program Kegiatan 5

Bab 3. Apa dan Mengapa Pewarna Alami 7

Bab 4. Pewarna Batik 10

Bab 5. Pewarna Jumputan 17

Bab 6. Ecoprint 25

Bab 7. Penutup dan Link Modul (Batik, Jumputan, Ecoprint) 31

INDI-UNESCO 2
BAB
PENDAHULUAN 1
Modul ini disusun untuk materi bahan ajar pelatihan Peserta “Kampanye
Kenakan Masker Tradisional” binaan UNESCO. Dengan mengacu pada
tujuan pelatihan ini, maka isi modul ini ditekankan pada teknis praktis aplikasi
pewarna alami pada pengembangan produk masker berbasis kain tradisional.
Kegiatan ini terselenggara atas kerjasama yang baik antara UNESCO dan
INDI, serta Gamaindigo sebagai pelaksana teknis.

Tujuan dan Sasaran

Tujuan umum program ini adalah untuk memproduksi produk masker berbasis
kain tradisional dan pewarna alami yang berkualitas dan terstandar.

Adapun tujuan khusus dan strategis yang dikembangkan melalui program ini,
yaitu:
1. Gerakan penggunaan kembali kain tradisional dan pewarna alami,
2. Memproduksi masker dari kain tradisional dengan pewarna alami yang
berkualitas dan terstandar,
3. Peningkatan keselamatan (safety), kesehatan (health), dan ramah
lingkungan (environment) yang pada akhirnya akan membawa pada
kesejahteraan (welfare) bersama lahir dan batin,
4. Mendorong peserta binaan UNESCO sebagai agen perubahan untuk
edukasi penggunaan kain tradisional dan pewarna alami dalam
pembuatan produk masker, dan
5. Pelestarian budaya dan tradisi serta memperkuat identitas bangsa.
Sasaran program ini dimaksudkan untuk membangun “budaya mutu” dan
kesadaran peserta “Kampanye Kenakan Masker Tradisional” binaan
UNESCO dengan cara menghidupkan, membangun, dan memperkuat modal
sosial. Dalam pembangunan “budaya mutu” ini sangat diperlukan 2 (dua)
faktor pendorong, yaitu: external driven (faktor dari luar peserta tersebut,
misalnya UNESCO, pemerintah daerah, kelompok peduli, dan lain-lain) dan
internally driven initiatives (faktor peserta binaan itu sendiri) berupa komitmen,
keterbukaan pada perubahan paradigma, sikap mental inovatif, dan saling

INDI-UNESCO 3
percaya (mutual trust) sebagai modal untuk bersatu, demi peningkatan
efisiensi sumber daya serta kelestarian usaha dan lingkungan.

Keluaran dan Dampak


Keluaran (Output) yang diharapkan dari program ini adalah, adanya:
1. Produk masker berbasis kain tradisional dan pewarna alami terstandar,
2. Kelompok peserta yang bekerja sama dalam pengembangan produk
unggulan berbasis kain tradisional dan pewarna alami, dan
3. Kelompok peserta yang mampu menjadi agen perubahan edukasi
penggunaan kembali kain tradisional dan pewarna alami, untuk
peningkatan keselamatan (safety), kesehatan (health), dan ramah
lingkungan (environment) yang pada akhirnya akan membawa pada
kesejahteraan (welfare) bersama lahir dan batin

Dampak (Outcome) yang diharapkan dari program ini adalah:


1. Melembaganya pola pikir, sikap, dan keterampilan tentang penggunaan
kembali kain tradisional dan pewarna alami yang melahirkan produk
unggulan,
2. Diproduksi masker berbasis kain tradisional dan pewarna alami berkualitas
tinggi, dengan produktivitas dan kontinuitas terjaga,
3. Terbangun kelompok peserta produsen masker dengan pewarna alami
yang solid dan kuat.
4. Peningkatan kesadaran akan pengelolaan lingkungan, kesehatan dan
kesejahteraan peserta binaan.

INDI-UNESCO 4
PROGRAM BAB
KEGIATAN 2
Produksi pewarna alami mencakup tiga aktivitas besar, yaitu: 1). Eksplorasi bahan
baku penghasil pewarna alami, 2). Proses pemungutan pewarna alami dari bahan
baku untuk menghasilkan pewarna alami yang terstandar, dan 3). Aplikasi
pewarna alami pada produk.

Tidak mungkin bila ketiga tahap tersebut dipelajari dalam waktu bersamaan,
karena akan memberikan tingkat kesulitan sangat tinggi. Akibatnya peserta bisa
menjadi resisten karena pada tahap awal belajar, bertemu tingkat kesulitan tinggi.
Untuk itulah pada saat ini difokuskan pada tahap ketiga, yaitu aplikasi pewarna
alami pada produk. Dengan demikian tujuan kegiatan untuk memproduksi produk
masker dengan pewarna alami yang berkualitas dan terstandar dapat tercapai.
Selanjutnya bila peserta sudah merasakan kelebihan dan manfaat aplikasi
pewarna alami maka dapat dipastikan peserta akan berusaha mengembangkan
sendiri.

Teknik pembuatan batik, jumputan, dan ecoprint tersebar dari tingkat dasar
sampai tingkat lanjut, dari kontemporer sampai klasik. Karena peserta pada saat
ini adalah kaum muda dan pemula, maka pada tahap ini lebih ditekankan pada
teknik dasar dan kontemporer. Produk yang akan dibuat lebih bernuansa simpel
dan ceria. Dengan demikian sesuai dengan karakter kaum muda. Bila peserta
tertarik lebih dari itu, sesuai dengan jiwa mudanya pasti akan berinovasi dengan
sendirinya.

Program pelatihan aplikasi pewarna alami pada produk ini didesain secara
bertahap, dengan pertimbangan membangun budaya mutu diperlukan waktu
untuk berproses. Pada pelatihan ini mencakup tiga aktivitas yaitu: 1). Pembuatan
modul dan video. 2). Pelatihan secara daring untuk membangun pemahaman, juga
untuk koordinasi persiapan kegiatan belajar mandiri. 3). Kegiatan belajar mandiri
pewarnaan batik, jumputan, dan ecoprint yang diakhiri dengan evaluasi. Sarana
yang disediakan untuk belajar mandiri yaitu: modul, video, bahan pewarna, kain,
dan paket data. Selain itu juga didampingi fasilitator. Adapun tahap berikutnya,
yang akan diatur kemudian.

INDI-UNESCO 5
Secara detail kegiatan tahap pertama ini adalah:
1. Pembuatan Modul dan Video
• Pembuatan modul dan video pewarnaan batik
• Pembuatan modul dan video pewarnaan jumputan
• Pembuatan modul dan video pewarnaan ecoprint

2. Pelatihan pengenalan karakter pewarna alami, Teknik pewarnaan pada


batik, jumputan, dan ecoprint.
• Peserta mengenali karakter pewarna alami pada batik, jumputan, dan
ecoprint,
• Peserta merasakan terpaan pewarna alami pada batik, jumputan, dan
ecoprint,
• Peserta memahami perlakuan pewarna alami batik, jumputan, dan ecoprint,
• Peserta memahami prinsip SHE dalam proses pewarnaan dengan
menggunakan pewarna alami

3. Praktek pewarnaan pada batik, jumputan, dan ecoprint secara mandiri


oleh peserta
• Peserta praktek aplikasi pewarna alami secara mandiri pada produk
masing-masing.
• Proses pembiasaan menggunakan pewarna alami pada batik, jumputan,
dan ecoprint.
• Peserta menghasilkan produk siap jual.

INDI-UNESCO 6
APA DAN MENGAPA BAB
PEWARNA ALAMI
3
1. Pewarna Alami
Pewarna alami adalah zat warna yang diperoleh dari tumbuhan, hewan,
mineral, dan microorganisme. Seyogyanya bahan baku pewarna alami adalah
tumbuhan, hewan, mineral, dan microorganisme yang memiliki nilai sosial dan
ekonomi rendah, tersedia dalam kapasitas besar dan kontinyu, serta tidak
merusak lingkungan.

Zat warna, memiliki 2 Gugus, yaitu 1). Chromofor: Gugus yang dapat
menimbulkan warna, misal gugus nitro dan nitroso. 2). Auxsochrom: Gugus
yang dapat menimbulkan afinitas terhadap serat tekstil (kuat berikatan), misal
gugus amino dan hidroksil.

Pewarna alami yang banyak digunakan pada tekstil ada 3 jenis, yaitu: 1).
Pewarna substansial, 2). Pewarna bejana (vat dyes), dan 3). Pewarna mordan.

Pewarna substantial (direct dyes)


Pewarna substansial atau pewarna langsung, digunakan dengan hanya
menggabungkan zat warna dengan serat (selulosa atau protein). Jumlah
pewarna biasanya digunakan dalam jumlah yang sama dengan tekstil atau dua
kali lipat dari berat serat, dengan serat (atau kain) dan dididihkan untuk jangka
waktu yang lama. Contohnya adalah kunyit, rempah-rempah, kulit bawang,
sekam, dan teh. Biasanya pewarna ini memberikan warna muda dan mudah
luntur.

Pewarna bejana (vat dyes)


Pewarna bejana, merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, mekanisme
pewarnaan sama pada serat dari protein dan selulosa, masuk ke permukaan
serat saat dalam bentuk larutan dan kemudian dikonversi menjadi bentuk tidak
larut. Contohnya adalah indigo pewarna alami.
INDI-UNESCO 7
Pewarna mordant.
Sebagian besar pewarnaan alami adalah termasuk dalam jenis pewarna
mordan (tanin). Pewarna alami ini bersifat larut dalam air. Tanin merupakan
pewarna alami yang sangat penting dalam pewarnaan kapas dan serat
selulosa lainnya. Dalam pewarnaannya perlu menggunakan mordan, yang
sebenarnya merupakan unsur kation biasanya digunakan ion logam. Mordan
tetap berada dalam serat secara permanen, menahan pewarna (pewarna
menjadi tidak luntur). Masing-masing ion logam jika digunakan sebagai mordan
menghasilkan rentang warna yang berbeda untuk setiap pewarna.

Beberapa logam, seperti kromium (Cr3+) dan timah (Pb2+), sangat beracun atau
berbahaya karena karsinogen. Bahkan mordan tembaga (Cu2+) juga sangat
berbahaya jika disalah gunakan. Mordan besi (Fe2+), zat besi diperlukan secara
dalam nutrisi, tetapi perlu diperhatikan juga pil besi dapat sebagai penyebab
keracunan yang tidak disengaja di kalangan anak-anak bisa juga
menyebabkan kematian). Alum (Al3+ atau tawas) adalah mordan paling
populer; ion logam ini meskipun tidak begitu toksik dibanding ion logam lainnya,
ion ini bersifat iritan, dan juga berbahaya jika tertelan dalam jumlah banyak.

Mordant ditambahkan ke sumber pewarna untuk mempengaruhinya, untuk itu


mordant tidak berfungsi sebagai sumber warna. Kain diresapi dengan mordan,
kemudian selama proses pewarnaan, pewarna bereaksi dengan mordan,
membentuk ikatan kimia dan menempelkannya dengan kuat pada kain.

2. Potensi Pewarna Alami


Tidak ada yang menyangkal bahwa Indonesia merupakan negara yang
memiliki kekayaan alam dan biodiversitas yang melimpah yang merupakan
bahan baku pembuat zat warna alami. Beberapa fakta dapat membuktikan hal
ini yaitu, penggunaan pewarna alami untuk makanan, kecantikan, dan tekstil
sejak nenek moyang. Selain itu, pada jaman dulu Indonesia pernah merupakan
penghasil pewarna alami blue indigo terbesar di pasar dunia.

Era globalisasi diindikasikan oleh pasar bebas di dunia, produk yang dapat
berkompetisi di pasaran dunia adalah yang unggul, kompetitif, dan
menggunakan teknologi ramah lingkungan. Produk dengan pewarna alami
dapat memenuhi spesifikasi tersebut, sehingga memiliki peluang yang
menjanjikan berperan di pasar dunia. Untuk itu usaha memproduksi dan
menggunakan kembali pewarna alami perlu dilakukan agar dapat
meminimasikan penggunaan pewarna sintetis yang berbahaya, mengurangi
import pewarna sintetis, serta Indonesia bisa menjadi salah satu produsen
pewarna alami seperti sebelumnya

Pewarna Alami: Bukan semata Produk, tapi sebuah Gerakan

INDI-UNESCO 8
Secara awam banyak orang memahami bahwa pewarna alami yang
digunakan dalam produk tertentu, misalnya tekstil dan pangan, hanya
merupakan diversifikasi produk. Kain batik dengan menggunakan pewarna
alami, misalnya hanya dipandang sebagai produk kerajinan atau komoditas
yang diproduksi oleh pengrajin. Bahkan dalam beberapa hal produk yang
menggunakan pewarna alami dipandang sebagai produk “kelas dua”, dengan
anggapan penggunaan pewarna alami tidak mampu bersaing dengan produk
sejenis, tidak layak komersial, dan tidak memiliki mutu yang baik, atau
ukurannya kemudian hanya sebatas pasar.

Khalayak tidak berusaha melihat lebih dalam bahwa penggunaan pewarna


alami pada sebuah produk bukanlah semata-mata untuk memenuhi tuntutan
pasar. Bukan semata-mata memenuhi permintaan konsumen. Jika ini
tujuannya, tentu saja, para pengguna pewarna alami sudah lama berhenti
karena ketidakmampuannya (pada awalnya) berkompetisi dengan produk
sejenis yang menggunakan pewarna sintetis yang dianggap lebih murah, bisa
diproduksi secara masal dan diminati pasar.

Lebih dari sekedar produk atau komoditas, penggunaan pewarna alami adalah
sebuah misi edukasi. Penggunaannya melampaui sekedar tuntutan pasar
tetapi mengandung misi penyelamatan lingkungan, peningkatan kesehatan
dan kesejahteraan, pelestarian tradisi dan budaya, serta revivalisasi
(menghidupkan kembali) identitas bangsa. Pewarna alami adalah jawaban.
Jawaban atas pencemaran lingkungan yang makin tak terkendali dari
penggunaan pewarna sintetis. Jawaban atas menurunnya kualitas kesehatan
para pelaku usaha yang menggeluti pewarna sintetis dalam jangka panjang.
Jawaban atas pentingnya memperkuat identitas dan budaya bangsa melalui
kekayaaan dan kearifan lokal yang dimiliki.

Penggunaan pewarna alami adalah sebuah gerakan. Gerakan yang bermuara


pada 4 (empat) hal, yakni: keselamatan (safety), kesehatan (health), dan
ramah lingkungan (environment) yang pada akhirnya akan membawa pada
kesejahteraan (welfare) bersama lahir dan batin.

Meningkatkan dan Memperluas Pasar


Produk yang unggul dan menggunakan teknologi ramah lingkungan semakin
menjadi tuntutan dan kebutuhan untuk dapat berkompetisi secara global.
Untuk itu pembuatan masker dengan kain tradisional (Batik, jumputan, dan
tenun) dengan pewarna alami dan menggunakan proses produksi
berwawasan lingkungan memiliki potensi untuk berkompetisi di pasar dunia.

Dengan demikian, usaha untuk memproduksi masker menggunakan pewarna


alami, dengan memperhatikan kualitas dan standar memiliki peluang
menembus pasar (nasional maupun global) dan selanjutnya dapat
meningkatkan pendapatan Peserta, meningkatkan devisa, menekan jumlah
pengangguran, melestarikan budaya, dan memperkuat identitas bangsa.

INDI-UNESCO 9
PEWARNAAN BAB
BATIK 4
Tujuan Umum
Menghasilkan kain batik tulis diwarnai dengan pewarna alami, sebagai bahan
pembuat masker.

Tujuan Khusus
1. Memahami teknis praktis membatik untuk bahan masker dari persiapan
kain, membatik, mewarnai, dan menghilangkan malam (melorot).

INDI-UNESCO 10
2. Memahami teknis praktis pewarnaan batik dengan pewarna alami jenis
bejana, mordan, dan kombinasi mordan-bejana.
3. Memahami teknis praktis kombinasi pewarnaan batik dengan pewarna
alami, celup-tutup-celup-lorot dan celup-lorot-tutup-celup-lorot.

Pengantar
Hal yang perlu tahu dalam teknik praktis pembuatan batik dengan pewarna alami.
1. Batik adalah pembuatan motif pada kain dengan perintang malam (wax)
2. Indikator kualitas pewarnaan pada batik yaitu rata dan tidak blepotan
3. Mendapatkan variasi warna dari aspek pembatikan
4. Mendapatkan variasi warna dari aspek pewarnaan

Mengenal jenis pewarna alami dan sifatnya


1. Pewarna jenis bejana, misalnya indigo, secara alamiah merupakan
pewarna yang tidak larut dalam air. Pewarna bisa mewarnai kain bila dalam
kondisi terlarut, sehingga perlu diaktifkan terlebih dahulu agar menjadi
senyawa terlarut (reaksi reduksi dalam keadaan basa) selanjutnya baru
digunakan untuk mewarnai kain. Setelah mewarnai kain, selanjutnya perlu
diubah kembali menjadi senyawa tidak terlarut agar tidak luntur (reaksi
oksidasi).
2. Pewarna jenis Mordan misalnya Tingi, Jolawe, Tegeran, Merbau, dan
jambal, secara alamiah merupakan senyawa yang larut dalam air. Untuk itu
bisa langsung digunakan untuk mewarnai kain. Agar tidak luntur pada saat
dipakai atau dicuci, maka diperlukan fiksator (unsur kation) yang terdiri dari
tawas (Al3+), kapur (Ca2+), dan tunjung (Fe2+). Jenis pewarna mordan
tertentu (misal Tingi), bila digunakan fiksator yang berbeda akan
menghasilkan 3 warna yang berbeda. Dengan demikian variasi warna yang
dihasilkan sangat banyak (variasi jenis warna dan jenis mordan).
3. Kombinasi warna jenis Mordan-Mordan. Warna primer terdiri dari warna
biru, kuning, dan merah. Warna lain merupakan kombinasi dari warna-
warna tersebut. Untuk mendapatkan warna sekunder dengan cara
kombinasi warna jenis Mordan-Mordan dapat dilakukan dengan dua (2)
cara yaitu: 1). Pencampuran warna langsung, sebagai contoh warna Sogan
merupakan campuran warna Jolawe, Tingi, Tegeran. 2). Cara “menimpali
dengan warna lain”, misal diwarnai dulu dengan Jolawe (kuning) sampai
dengan difiksasi (sampai selesai), baru diwarnai dengan Tingi (merah
bata). Dengan kedua cara kominasi warna ini dan penggunaan jenis fiksator
yang berbeda dapat dihasilkan produk yang kaya warna.
4. Kombinasi warna jenis Bejana-Mordan: Kombinasi warna jenis Bejana-
Mordan TIDAK DAPAT dapat dilakukan dengan pencampuran warna

INDI-UNESCO 11
langsung karena kedua warna ini memiliki sifat berbeda. Untuk itu
kombinasi warna hanya dapat dilakukan dengan cara “menimpali dengan
warna lain”, misal diwarnai dulu dengan Jolawe sampai dengan fiksasi
(sampai selesai), baru diwarnai dengan Indigo, cara ini diperoleh warna
kuning dan hijau. Atau sebaliknya, misal diwarnai dulu dengan Indigo
sampai dengan fiksasi (sampai selesai), baru diwarnai dengan Jolawe,
maka akan didapat warna biru dan hijau

Teknik Pewarnaan Batik dengan Pewarna Indigo


1. Bahan yang diperlukan:
a) Kain
b) Malam (wax)
c) Pewarna
d) Bahan tambahan
2. Alat yang diperlukan
a) Canting
b) Pemanas malam (wax)
c) Alat celup
3. Cara Kerja
Persiapan kain sebelum dibatik atau diwarnai
Kain atau bahan yang akan diwarnai atau kain yang telah diberi perintang
sebelum diwarnai direndam dahulu dengan menggunakan larutan TRO
atau deterjen selama 1 jam. Kemudian dibilas dengan air bersih.
4. Membuat larutan pewarna alami indigo
Bahan :
a. Powder pewarna blue indigo
b. Hidro (Sodium Dithionite)
c. Soda Abu
d. Air bersih
Cara membuat
a. Setengah liter (2 gelas penuh) air dipanaskan hingga suhu 70 oC
(sampai terbentuk asap dan gelembung-gelembung kecil) setelah suhu
tercapai pemanas dimatikan.
b. Ditambah 25 gram serbuk indigo diaduk.
c. Ditambahkan hidro (Sodium Dithionite) ± 9 gram dan soda abu ± 7 gram,
serta diaduk (sudah disiapkan dalam kemasan).
d. Larutan ditutup rapat selama 15 menit (selanjutnya disebut dengan
larutan induk). Bila proses benar diperoleh LARUTAN INDUK
BERWARNA HIJAU PEKAT.

INDI-UNESCO 12
e. Saat menunggu larutan induk tersebut selama 15 menit, disiapkan air
bersih (di ember atau di panci yang ada tutupnya) yang nanti akan
digunakan untuk mencelup). Air bersih sebanyak 4 L (20 gelas) bila
untuk mencelup batik atau kain yang diharapkan warna merata, atau
air sebanyak 2 liter (10 gelas) bila untuk mencelup jumputan atau sibori
yang tidak perlu warna rata.
f. Setelah waktu 15 menit tercapai larutan induk dicampur dengan air
bersih (4 liter atau 2 liter) yang telah disiapkan tersebut dan
ditambahkan ± 2 gram soda abu dan ± 2,5 gram hidro (yang telah
disiapkan dalam resep) diaduk sampai merata, (selanjutnya disebut
dengan larutan pewarna).
g. Larutan pewarna ditutup rapat dan didiamkan selama 1 jam. Bila proses
benar diperoleh LARUTAN PEWARNA BERWARNA HIJAU
KEKUNINGAN DAN BERBUIH BIRU.
h. Larutan Pewarna siap digunakan untuk mewarnai kain.
i. Bila jumlah kain yang diwarnai cukup banyak, agar kain tercelup
sempurna maka diperlukan larutan pewarna lebih banyak. Jumlah
pembuatan larutan pewarna merupakan perkalian dari resep ini.

CATATAN.
• Usahakan larutan seminimal mungkin berkontak dengan udara (larutan
sebisa mungkin ditutup) karena bila terlalu lama berkontak dengan
udara mudah menjadi tidak aktif
• Kondisi aktif larutan terbatas, untuk itu setelah aktif langsung digunakan,
ciri larutan tidak aktif bila larutan tidak memberikan warna biru pada kain
atau bahkan kain yang sudah biru menjadi larut warnanya.
• Ciri senyawa indigo dilarutan habis bila larutan tidak memberikan warna
biru pada kain atau bahkan kain yang sudah biru menjadi larut
warnanya.
• Bila ingin membuat jumlah larutan lebih banyak, buatlah perkalian dari
dosis ini.

5. Cara mencelup kain atau batik


a. Kain yang telah direndam dengan TRO dan dibilas dengan air bersih,
DALAM KEADAAN BASAH dicelup ke dalam larutan pewarna.
b. Pencelupan harus pelan-pelan agar malam dipermukaan kain tidak
pecah atau rontok.
c. Kain harus tercelup dengan sempurna tanpa ada permukaan kain yang
berkontak dengan udara.

INDI-UNESCO 13
d. Kain direndam sempurna (semua kain masuk larutan pewarna) selama
± 1-2 menit sambil agar merata dengan dijaga jangan sampai keluar
dari larutan pewarna.
e. Setelah direndam 1-2 menit angkat kain, dibentangkan sambil ditiris (di
atas ember pencelup agar pewarna tertampung kembali) sampai air
tidak menetes,
f. Kain dibuka dengan sempurna dan diangin-anginkan sampai warna biru
rata terbentuk (minimal 3 menit)
g. Ulangi proses pencelupan dari langkah b- dst sampai didapatkan warna
biru yang diinginkan.
h. Setelah warna biru yang diinginkan tercapai, kain dikeringkan.
i. Kain yang sudah kering, dibilas dengan air bersih.
j. Kain tersebut bersifat basa, agar netral kain tersebut direndam dengan
larutan asam cuka dalam air (100 cc dalam 2 liter air) selama 1 jam.
k. Kain dibilas bersih dan keringkan

6. Pemanfaatan kembali larutan pewarna yang telah dipakai


Untuk meminimasikan beban lingkungan dan penghematan serbuk
pewarna, larutan pewarna indigo yang telah dipakai jangan dibuang
sebaiknya dipakai kembali. Cara penggunaan sebagai berikut (untuk dosis
25 gram serbuk)
a. Setengah liter (2 gelas penuh) air dipanaskan hingga suhu 70° C (sampai
terbentuk asap dan gelembung-gelembung kecil) setelah tercapai
pemanas dimatikan.
b. Ditambah 25 gram serbuk indigo diaduk
c. Ditambahkan hidro (Sodium Dithionite) ± 9 gram dan soda abu ± 7 gram,
serta diaduk.
d. Larutan ditutup rapat selama 15 menit (selanjutnya disebut dengan
larutan induk). Bila proses benar diperoleh LARUTAN INDUK
BERWARNA HIJAU PEKAT.
e. Saat menunggu larutan induk tersebut selama 15 menit, larutan
pewarna yang telah dipakai ditambah ± 2 gram soda abu dan ± 2,5
gram hidro.
f. Setelah waktu 15 menit tercapai, larutan induk (d) dicampur dengan
larutan pewarna (e).
g. Didiamkan selama 1 jam dalam keadaan tertutup,
h. Larutan pewarna siap digunakan untuk mewarnai kain.

Bila endapan garam sudah banyak atau sudah dipakai sekitar 2 minggu, atau bila
endapan garam dirasa sudah mengganggu proses pewarnaan. Larutan pewarna

INDI-UNESCO 14
yang sudah dipakai disaring endapan dibuang larutan dipakai lagi atau larutan
dibuang ditempat pengolahan limbah dan digunakan air bersih kembali (seperti
langkah II).

Teknik Pewarnaan Batik dengan pewarna jenis mordan (Tingi, Tegeran,


Jolawe, Merbau, Jambal)
Cara pewarnaan kain menggunakan Ekstrak pewarna alami Tingi, Tegeran,
Jelawe, Merbau, dan Jambal):
1 Pembersihan kain dari kotoran dan kanji. Kain /batik direndam dengan
larutan TRO sekitar 15 menit, kemudian dibilas dengan air bersih dan
dikeringkan. Karena kain perlu kering maka sebaiknya dilakukan sehari
atau 2 hari sebelum proses pewarnaan. .
2 Kain/Batik DALAM KEADAAN KERING direndam dalam larutan ekstrak
pewarna alami selama 2-3 menit dan dibolak-balik agar semua
permukaan bersinggungan dengan pewarna (kalau pewarna jenis ini tidak
masalah bila berkontak dengan udara atau oksigen).
3 Pada saat pewarnaan kain batik harus hati-hati agar malam dipermukaan
kain tidak pecah dan rontok.
4 Kain/Batik diangkat dari larutan kemudian ditiriskan di atas bak pencelup
agar tetesannya tertampung,
5 Setelah berhenti menetes Kain/Batik dibentangkandengan penjepit dan
dikering anginkan.
6 Langkah 2, 3, dan 4 diulang-ulang. Jumlah ulangan tergantung warna
yang diinginkan (sekitar 2 s.d. 8 kali).
7 Kain/Batik dalam keadaan kering yang sudah diwarnai, selanjutnya
dilakukan proses penguncian warna atau fiksasi, proses ini dimaksudkan
agar warna yang terbentuk kuat dan tidak luntur. Poses fiksasi dilakukan
sebagai berikut:
Kain/Batik direndam larutan fiksator selama 5-10 menit dan dibolak-balik
agar merata. timbul warna kuat dan tidak luntur.
9 Setelah fiksasi kain diangkat dan dikering anginkan. Selanjutnya
Kain/Batik dicuci dengan air bersih dan siap dilorod. Sebaiknya fiksasi
dilakukan pada hari yang sama dengan proses melorot. Misal melorot
siang, fiksasinya pagi.
10 Larutan fiksator dapat berupa :
Larutan tawas
Cara membuat larutan tawas: tawas 100 gram dilarutkan dalam 5 Liter air
panas sambil diaduk sampai terlarut kemudian didinginkan atau minimum
dibiarkan semalam (membuat hari ini untuk digunakan besoknya)
tuangkan beningan bagian atas.

INDI-UNESCO 15
Warna yang dihasilkan : warna muda (asli)
11 Larutan kapur
Cara membuat larutan kapur: kapur 100 gram dilarutkan dalam 5 Liter air
dingin, diaduk sampai homogen kemudian diendapkan dan dibiarkan
sampai 1 malam, beningan atas diambil dan siap digunakan
Warna yang dihasilkan : warna kemerahan
12 Larutan tunjung
Cara membuat larutan tunjung: tunjung 100 gram dilarutkan dalam 5 Liter
air dingin, diaduk kemudian diendapkan, minimum dibiarkan 1 malam.
Beningan atas diambil dan siap dipakai
Warna yang dihasilkan: warna kebiruan/ kehitaman
Penggunaan dan pembuatan larutan tunjung harus extra hati-hati,
pengrajin harus menggunakan sarung tangan plastic atau latex, karena
warna hitam melekat di tangan.

Pelorotan Penghilangan Perintang Malam (wax).


Setelah pewarnaan batik dilakukan selesai selanjutnya masuk tahap penghilangan
perintang malam, sebagai berikut:
1. Didihkan air.
2. Masukan kain batik, yang telah selesai diwarnai dan di fiksasi, ke air mendidih.
Kain batik dalam keadaan terbuka (jangan lipatan) dan sampai terendam
biarkan sementara waktu (2-3 menit).
3. Dengan bantuan tongkat kayu buka kain agar permukaan yang ada malamnya
bertemu dengan air mendidih. Bila dirasa malam sudah larut, kain diangkat dan
dimasukan ke air dingin.
4. Di dalam air dingin bersihkan malam dari permukaan kain dengan jari tangan
secara hati-hati dan sampai bersih (jangan dikucek). Bila malam sudah mudah
mengelupas, kerjakan tahap ini sampai bersih. Dengan demikian
berkurangnya warna karena perebusan dalam air mendidih dapat
diminimasikan.
5. Bila malam masih sulit mengelupas atau sulit dibersihkan dengan jari, kain
dimasukkan lagi ke air mendidih, (ulangi tahap 2 dan seterusnya) sampai
diperoleh batik bersih dari malam.

INDI-UNESCO 16
PEWARNAAN BAB
JUMPUTAN 5
Tujuan Umum
Menghasilkan kain jumputan diwarnai dengan pewarna alami, sebagai bahan
pembuat masker.

INDI-UNESCO 17
Tujuan Khusus

1. Memahami teknik dasar pembuatan motif kain dengan perintang ikatan


atau lipatan. Adapun untuk teknik tingkat lanjut pembuatan motif kain
dengan perintang ikatan atau lipatan dapat diperoleh pada pembelajaran
terpisah.
2. Memahami teknis praktis pewarnaan jumputan dan sibori dengan pewarna
alami jenis bejana, mordan, dan kombinasi mordan-bejana.
3. Memahami teknis praktis kombinasi pewarnaan jumputan atau lipatan
dengan pewarna alami.

Pengantar

Pada pembelajaran ini lebih ditekankan pada teknik pewarnaan jumputan dan
sibori dengan pewarna alami. Untuk itu yang dipelajari disini teknik dasar
pembuatan motif kain dengan perintang ikatan atau lipatan. Untuk itu teknik
tingkat lanjut pembuatan motif kain dengan perintang ikatan atau lipatan dapat
diperoleh pada pembelajaran terpisah atau dilihat pada media sosial.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam teknik praktis pembuatan


jumputan dan shibori dengan pewarna alami.
1. Jumputan dan sibori adalah pembuatan motif pada kain dengan perintang
ikatan atau lipatan.
2. Kerataan warna TIDAK merupakan indikator kualitas pewarnaan jumputan,
dengan demikian dapat digunakan pewarna alami dengan konsentrasi
pekat.
3. Mendapatkan variasi pewarnaan dari aspek ikatan atau lipatan (bisa
melihat di social media)
4. Mendapatkan variasi warna dari aspek pewarnaan untuk berbagai jenis
pewarna alami (mordan dan bejana)
5. Pembuatan motif pada kain dengan perintang jelujur dan ikatan yang tidak
terlalu kencang sebaiknya diwarnai dengan pewarna indigo., karena sifat
pewarna indigo berikatan secara kimiawi dengan kain, sehingga meskipun
ikatan tidak kencang motif tetap muncul.
6. Pewarna alami jenis mordan karena sifatnya yang sangat mudah mendifusi
dalam kain maka perlu perintang dengan ikatan yang kuat.
7. Sifat mudah mendifusi jenis pewarna mordan, maka dapat memberikan
warna yang sangat bagus pada perintang lipatan, sering disebut dengan
sibori.

INDI-UNESCO 18
Mengenal jenis dan sifat pewarna alami untuk Jumputan dan Sibori

Pewarna alami untuk produk jumputan dan sibori sama dengan pewarnaan
batik, meski demikian tetap dituliskan disini karena modul ini sifatnya berdiri
sendiri, sehingga bisa digunakan secara terpisah.
1. Pewarna jenis bejana, misalnya indigo, secara alamiah merupakan
pewarna yang tidak larut dalam air. Pewarna bisa mewarnai kain bila dalam
kondisi terlarut, sehingga perlu diaktifkan terlebih dahulu agar menjadi
senyawa terlarut (reaksi reduksi dalam keadaan basa) selanjutnya baru
digunakan untuk mewarnai kain. Setelah mewarnai kain, selanjutnya perlu
diubah kembali menjadi senyawa tidak terlarut agar tidak luntur (reaksi
oksidasi).
2. Pewarna jenis Mordan misalnya Tingi, Jolawe, Tegeran, Merbau, dan
jambal, secara alamiah merupakan senyawa yang larut dalam air. Untuk itu
bisa langsung digunakan untuk mewarnai kain. Agar tidak luntur pada saat
dipakai atau dicuci, maka diperlukan fiksator (unsur kation) yang terdiri dari
tawas (Al3+), kapur (Ca2+), dan tunjung (Fe2+). Jenis pewarna mordan
tertentu (misal Tingi), bila digunakan fiksator yang berbeda akan
menghasilkan 3 warna yang berbeda. Dengan demikian variasi warna yang
dihasilkan sangat banyak (variasi jenis warna dan jenis mordan).
3. Kombinasi warna jenis Mordan-Mordan. Warna primer terdiri dari warna
biru, kuning, dan merah. Warna lain merupakan kombinasi dari warna-
warna tersebut. Untuk mendapatkan warna sekunder dengan cara
kombinasi warna jenis Mordan-Mordan dapat dilakukan dengan dua (2)
cara yaitu: 1). Pencampuran warna langsung, sebagai contoh warna Sogan
merupakan campuran warna Jolawe, Tingi, Tegeran. 2). Cara “menimpali
dengan warna lain”, misal diwarnai dulu dengan Jolawe (kuning) sampai
dengan difiksasi (sampai selesai), baru diwarnai dengan Tingi (merah
bata). Dengan kedua cara kominasi warna ini dan penggunaan jenis fiksator
yang berbeda dapat dihasilkan produk yang kaya warna.

4. Kombinasi warna jenis Bejana-Mordan: Kombinasi warna jenis Bejana-


Mordan TIDAK DAPAT dapat dilakukan dengan pencampuran warna
langsung karena kedua warna ini memiliki sifat berbeda. Untuk itu
kombinasi warna hanya dapat dilakukan dengan cara “menimpali dengan
warna lain”, misal diwarnai dulu dengan Jolawe sampai dengan fiksasi
(sampai selesai), baru diwarnai dengan Indigo, cara ini diperoleh warna
kuning dan hijau. Atau sebaliknya, misal diwarnai dulu dengan Indigo
sampai dengan fiksasi (sampai selesai), baru diwarnai dengan Jolawe,
maka akan didapat warna biru dan hijau

INDI-UNESCO 19
Membuat Motif Jumputan dan Sibori
1. Persiapan kain
Sebelum diikat dan diwarnai, kain direndam dahulu dengan menggunakan
larutan TRO atau deterjen selama 1 jam. Kemudian dibilas dengan air bersih
dan dikeringkan. Setelah itu baru diikat, dijumput, atau dilipat.

2. Membuat motif dengan jelujur.


Gambarkan motif sesuai dengan keinginan atau selera. Jelujur sesuai motif
yang ada. Bila semua motif sudah selesai dijelujur, benang ditarik pelan-
pelan dan diikatkan dengan kencang. Sebaiknya diberi gantungan benang
agar bisa untuk meniris.

3. Membuat motif dengan dilipat.


Lipat kain sesuai dengan selera. Sebaiknya saat melipat dengan diseterika
agar rapi. Setelah selesai dilipat diikat agar lipatan tidak lepas. Tepi-tepi
lipatan merupakan motif pada saat pewarnaan nantinya. Untuk itu kerapian
sangat menentukan kualitas produk.

4. Membuat motif dengan dijumput.


Gambarkan titik-titik sesuai dengan keinginan atau selera. Jumput pada titik-
titik tersebut sesuai keinginan, besar, kecil, atau dengan diberi isi batu atau
kelereng dan diikatkan kencang meggunakan benang, karet, atau raffia.
Pemilihan tali pengikat jumlah ikatan tergantung ukuran jumputan, karena tali
pengikat nantinya akan menghasilkan motif tersebut.

Teknik Pewarnaan Jumputan dengan Pewarna Alami Jenis Bejana.


1. Membuat larutan pewarna alami Gamaindigo ND
Bahan:
a. Powder pewarna blue indigo
b. Hidro (Sodium Dithionite)
c. Soda Abu
d. Air bersih

2. Cara Membuat Pewarna Bejana untuk Jumputan


a. Setengah liter (2 gelas penuh) air dipanaskan hingga suhu 70 °C (sampai
terbentuk asap dan gelembung-gelembung kecil) setelah tercapai
pemanas dimatikan.
b. Ditambah 25 gram serbuk indigo diaduk

INDI-UNESCO 20
c. Ditambahkan hidro (Sodium Dithionite) ± 9 gram dan soda abu ± 7 gram,
serta diaduk.
d. Larutan ditutup rapat selama 15 menit (selanjutnya disebut dengan
larutan induk). Bila proses benar diperoleh LARUTAN INDUK
BERWARNA HIJAU PEKAT.
e. Saat menunggu larutan induk tersebut selama 15 menit, disiapkan air
bersih (di ember atau di panci tertutup) yang nanti akan digunakan untuk
mencelup). Air bersih sebanyak 2 liter (10 gelas) agar diperoleh larutan
lebih pekat. Karena kerataan warna bukan indicator kualitas.
f. Setelah waktu 15 menit tercapai larutan induk dicampur dengan air
bersih 2 liter yang sudah disiapkan tersebut dan ditambahkan ± 2 gram
soda abu dan ± 2,5 gram hidro (Sodium Dithionite), diaduk sampai
merata, (selanjutnya disebut dengan larutan pewarna).
g. Larutan pewarna ditutup rapat dan didiamkan selama 1 jam. Bila proses
benar diperoleh LARUTAN PEWARNA BERWARNA HIJAU
KEKUNINGAN DAN BERBUIH BIRU.
h. Larutan Pewarna siap digunakan untuk mewarnai kain.

CATATAN.
• Usahakan larutan seminimal mungkin berkontak dengan udara (larutan
sebisa mungkin ditutup) karena bila terlalu lama berkontak dengan
udara mudah menjadi tidak aktif
• Kondisi aktif larutan terbatas, untuk itu setelah aktif langsung digunakan,
ciri larutan tidak aktif atau serbuk indigo habis bila larutan tidak
memberikan warna biru pada kain atau bahkan kain yang sudah biru
menjadi larut warnanya.
• Bila ingin membuat jumlah larutan lebih banyak, buatlah perkalian dari
dosis ini.

Cara mewarnai Jumputan dengan pewarna indigo (bejana)


a. Kain yang telah selesai diikat yang telah direndam dengan TRO dan dibilas
dengan air bersih, DALAM KEADAAN BASAH dicelup ke dalam larutan
pewarna indigo.
b. Kain dicelup semua atau sebagian tergantung motif yang diharapkan
nantinya.
c. Bagian yang ingin diwarnai direndam larutan pewarna selama ± 1-2 menit.
d. Setelah direndam 1-2 menit angkat kain, ditiris (diatas ember pencelup agar
pewarna tertampung kembali) sampai air tidak menetes,
e. Kain diangin-anginkan sampai warna dari hijau kekuningan berubah
menjadi biru.

INDI-UNESCO 21
f. Ulangi proses pencelupan dari langkah b sampai e untuk didapatkan warna
biru yang diinginkan.
g. Setelah warna biru yang diinginkan tercapai, kain dikeringkan.
h. Kain yang sudah setengah kering, ikatan dibuka, selanjutnya dikeringkan
sempurna.
i. Kain dibilas dengan air bersih.
j. Kain tersebut bersifat basa, agar netral kain tersebut direndam dengan
larutan asam cuka dalam air (100 cc dalam 2 liter air) selama 1 jam.
k. Dibilas bersih kain dan keringkan

Pemanfaatan kembali larutan pewarna yang telah dipakai


Untuk meminimasikan beban lingkungan dan penghematan serbuk pewarna,
larutan pewarna indigo yang telah dipakai jangan dibuang sebaiknya dipakai
kembali.
Cara penggunaan sebagai berikut (untuk dosis 25 gram serbuk)
a. Setengah liter (2 gelas penuh) air dipanaskan hingga suhu 70° C (sampai
terbentuk asap dan gelembung-gelembung kecil) setelah tercapai pemanas
dimatikan.
b. Ditambah 25 gram serbuk indigo diaduk
c. Ditambahkan hidro (Sodium Dithionite) ± 9 gram dan soda abu ± 7 gram,
serta diaduk.
d. Larutan ditutup rapat selama 15 menit (selanjutnya disebut dengan larutan
induk). Bila proses benar diperoleh LARUTAN INDUK BERWARNA HIJAU
PEKAT.
e. Saat menunggu larutan induk tersebut selama 15 menit, larutan pewarna
yang telah dipakai ditambah ± 2 gram soda abu dan ± 2,5 gram hidro.
f. Setelah waktu 15 menit tercapai, larutan induk (d) dicampur dengan larutan
pewarna (e).
g. Didiamkan selama 1 jam dalam keadaan tertutup,
h. Larutan pewarna siap digunakan untuk mewarnai kain.

Bila endapan garam sudah banyak atau sudah dipakai sekitar 2 minggu, atau
bila endapan garam dirasa sudah mengganggu proses pewarnaan. Larutan
pewarna yang sudah dipakai disaring endapan dibuang, larutan dipakai lagi
atau larutan dibuang ditempat pengolahan limbah dan digunakan air bersih
kembali (seperti langkah 4.6.).

Cara mewarnai Jumputan dengan pewarna Jenis Mordan (Ekstrak Tingi,


Tegeran, Jelawe, Merbau, Jambal)

INDI-UNESCO 22
Cara pewarnaan kain menggunakan ekstrak pewarna alami Tingi, Tegeran,
Jelawe, Merbau, dan Jambal)
1 Pembersihan kain dari kotoran dan kanji, selanjutnya kain/batik direndam
dengan larutan TRO sekitar 15 menit, kemudian dibilas dengan air bersih
dan dikeringkan. Perlakukan kain ini dilakukan sebelum pengikatan atau
pelipatan kain.
2 Karena kerataan bukan merupakan indikator kualitas jumputan, maka
sebaiknya konsentrasi pewarna untuk jumputan lebih tinggi dari pada
konsentrasi pewarna untuk batik, dengan demikian motif yang terbentuk
menjadi baik.
3 Kain yang telah selesai diikat DALAM KEADAAN KERING direndam
dalam larutan ekstrak pewarna alami selama 2-3 menit. Perendaman
bisa SEBAGIAN atau SEMUA tergantung motif yang dikehendaki.
4 Kain diangkat dari larutan kemudian ditiriskan di atas bak pencelup agar
tetesannya tertampung,
5 Setelah berhenti menetes kain dikering langsung dibawah sinar matahari
secara langsung sampai kering. Permukaan kain yang telah diwarnai dan
terkena sinar matahari langsung menghasilkan warna lebih tua (gosong)
ini akan memberikan motif yang baik. Karena pada dasarnya ketidak
rataan warna pada jumputan merupakan bagian dari motif produk ini.
6 Langkah 2, 3, dan 4 diulang-ulang. Jumlah ulangan tergantung warna
yang diinginkan (sekitar 2 s.d. 4 kali).
7 Setelah kain kering atau tiga perempat kering, selanjutnya dilakukan
proses penguncian warna atau fiksasi. Pencelupan pada proses fiksasi
seperti pada saat pewarnaan yaitu sebagian atau seluruhnya tergantung
motif yang diinginkan. Warna berbeda juga dapat dibuat dengan variasi
jenis fiksator. Proses fiksasi ini dimaksudkan agar warna yang terbentuk
kuat dan tidak luntur. Poses fiksasi dilakukan sebagai berikut: Kain
direndam larutan fiksator selama 5-10 menit. timbul warna kuat dan tidak
luntur.
8 Masih dalam kondisi terikat kain dikeringkan sampai kering atau
setengah kering.
Setelah itu ikatan dan lipatan dibuka pelan-pelan, (jangan sampai kain
sobek). dan dilanjutkan proses pengeringan dengan dijepit agar kain
terbuka.
7 Setelah kering kain dibilas dengan air bersih, selanjutnya direndam
dalam softener selama 10 menit. Kemudian dibilas dengan air bersih dan
dikeringkan.
9 Larutan fiksator dapat berupa:
Larutan tawas

INDI-UNESCO 23
Cara membuat larutan tawas : tawas 100 gram dilarutkan dalam 5 Liter
air panas sambil diaduk sampai terlarut kemudian didinginkan atau
minimum dibiarkan semalam (membuat hari ini untuk digunakan
besoknya) tuangkan beningan bagian atas.
Warna yang dihasilkan : warna muda (asli)
10 Larutan kapur
Cara membuat larutan kapur : kapur 100 gram dilarutkan dalam 5 Liter
air dingin, diaduk sampai homogen kemudian diendapkan dan dibiarkan
sampai 1 malam, beningan atas diambil dan siap digunakan
Warna yang dihasilkan : warna kemerahan
11 Larutan tunjung
Cara membuat larutan tunjung : tunjung 100 gram dilarutkan dalam 5
Liter air dingin, diaduk kemudian diendapkan, minimum dibiarkan 1
malam. Beningan atas diambil dan siap dipakai
Warna yang dihasilkan : warna kebiruan/ kehitaman
Penggunaan dan pembuatan larutan tunjung harus extra hati-hati,
pengrajin harus menggunakan sarung tangan plastic atau latex, karena
warna hitam melekat di tangan.

INDI-UNESCO 24
ECOPRINT BAB
6
Tujuan Umum
Menghasilkan kain ecoprint dengan pewarna alami, sebagai bahan pembuat
masker.

INDI-UNESCO 25
Tujuan Khusus

1. Memahami teknik praktis untuk bahan masker dari persiapan kain, persiapan
daun, mewarna kain dan menata daun sampai dengan fiksasi hasil ecoprint.

2 Memahami jenis jenis daun yang bisa dipakai untuk ecoprint sehingga bisa
meninggalkan jejak yang bagus

3. Memahami teknis praktis pembuatan ecoprint dengan teknik steaming/kukus

Pengantar

Hal hal yang perlu diperhatikan dalam teknik praktis pembuatan ecoprint dengan
pewarna alami.

a. Ecoprint merupakan teknik cetak kontak pada kain yang menggunakan


bahan alami baik untuk pola maupun pewarnaannya.
b. Indikator kualitas hasil ecoprint adalah motif yang tercetak jelas
c. Mendapatkan variasi warna dari aspek motif/pola.
d. Mendapatkan variasi warna dari aspek pewarnaan.

Mengenal jenis pewarna alami dan sifatnya

1. Pewarna jenis bejana, misalnya indigo, secara alamiah merupakan pewarna


yang tidak larut dalam air. Pewarna bisa mewarnai kain bila dalam kondisi
terlarut, sehingga perlu diaktifkan terlebih dahulu agar menjadi senyawa
terlarut (reaksi reduksi dalam keadaan basa) selanjutnya baru digunakan
untuk mewarnai kain. Setelah mewarnai kain, selanjutnya perlu diubah
kembali menjadi senyawa tidak terlarut agar tidak luntur (reaksi oksidasi).

2. Pewarna jenis Mordan misalnya Tingi, Jolawe, Tegeran, Merbau, dan jambal,
secara alamiah merupakan senyawa yang larut dalam air. Untuk itu bisa
langsung digunakan untuk mewarnai kain. Agar tidak luntur pada saat dipakai
atau dicuci, maka diperlukan fiksator (unsur kation) yang terdiri dari tawas
(Al3+), kapur (Ca2+ ), dan tunjung (Fe2+). Jenis pewarna mordan tertentu, misal
Tingi, bila digunakan fiksator yang berbeda akan menghasilkan 3 warna yang
berbeda.

3. Kombinasi warna jenis Mordan-Mordan. Warna primer terdiri dari warna


biru, kuning, dan merah. Warna lain merupakan kombinasi dari warna-warna
tersebut. Untuk mendapatkan warna sekunder dengan cara kombinasi warna
jenis Mordan-Mordan dapat dilakukan dengan dua (2) cara yaitu: 1).

INDI-UNESCO 26
Pencampuran warna langsung, sebagai contoh warna Sogan merupakan
campuran warna Jolawe, Tingi, Tegeran. 2). Cara “menimpali dengan warna
lain”, misal diwarnai dulu dengan Jolawe (kuning) sampai dengan difiksasi
(sampai selesai), baru diwarnai dengan Tingi (merah bata). Dengan kedua
cara kominasi warna ini dan penggunaan jenis fiksator yang berbeda dapat
dihasilkan produk yang kaya warna.

4. Kombinasi warna jenis Bejana-Mordan: Kombinasi warna jenis Bejana-


Mordan TIDAK DAPAT dapat dilakukan dengan pencampuran warna
langsung karena kedua warna ini memiliki sifat berbeda. Untuk itu kombinasi
warna hanya dapat dilakukan dengan cara “menimpali dengan warna lain”,
misal diwarnai dulu dengan Jolawe sampai dengan fiksasi (sampai selesai),
baru diwarnai dengan Indigo, cara ini diperoleh warna kuning dan hijau. Atau
sebaliknya, misal diwarnai dulu dengan Indigo sampai dengan fiksasi (sampai
selesai), baru diwarnai dengan Jolawe, maka akan didapat warna biru dan
hijau.

Teknik Pembuatan Ecoprint


1. Bahan yang diperlukan

a. Kain dua potong


b. Pewarna
c. Aneka daun
d. Bahan tambahan
e. Plastik pelapis (plastik PE 0,3 mm)

2. Alat yang diperlukan

a. Panci plastik/ember beberapa buah (alat celup)


b. Lap bersih (untuk daun)
c. Dandang untuk mengukus
d. Tali kenur / rafia

3. Cara kerja

Persiapan kain sebelum di ecoprint atau diwarnai


a. Pencucian kain
Isi ember dengan 3-4 Liter air, masukkan 1 sendok makan (sdm) TRO atau
deterjen, rendam selama 30 menit kemudian bilas dengan air bersih.

b. Mordanting
Panaskan 5 liter air sampai mendidih tambahkan 70 gram tawas aduk
INDI-UNESCO 27
sampai larut, dan tambahkan 4 sendok teh (sdt) soda abu. Masukkan kain
sampai semua kain terendam air. Panaskan dengan api sedang selama
45 menit. Matikan kompor pindahkan kain dan seluruh larutan mordan ke
ember. Diamkan rendaman tersebut selama 2-3 hari. Bila jumlah kain yang
dimordan lebih banyak buat kelipatan resep tersebut, sehingga seluruh
kain terendam air.

Pewarnaan kain
a. Pewarnaan kain pertama dan disebut sebagai Kain Utama.
Kain diwarnai dengan pewarna alami jenis mordan (Tingi, Jolawe,
Merbau, Tegeran, atau Jambal) sampai warna yang diinginkan. Peras dan
angin-anginkan sampai keadaan lembab atau air tidak menetes lagi
(BELUM KERING BENAR)

b. Persiapan kain kedua dan disebut kain Blanket


Rendam kain kedua kedalam larutan tunjung dengan ukuran 4 gram
tunjung per liter air selama 5 menit (ambil beningannya)
Angin anginkan sampai keadaan lembab atau air tidak menetes lagi
(BELUM KERING BENAR)

Persiapan Daun
Jenis daun yang bisa dipakai untuk membuat ecoprint adalah daun yang
mempunyai tanin tinggi. Daun daun tersebut antara lain :

Daun Jati muda (kemerahan), daun jarak kepyar, daun jarak wulung, daun
jambu biji, daun mangga muda, daun matoa muda, daun kersen, daun bodi,
daun lanang, ketepeng kebo, daun tebebuya, daun kelengkeng, daun
alpukat, daun kalpataru dll
Langkah langkah mempersiapkan daun
a. Pilih daun yang akan dipakai
b. Potong tangkai atau daun sesuai dengan rencana pola atau motif, proses
ini perlu dilakukan di awal agar getah daun tidak mengotori kain.
c. Daun dicuci bersih dengan air.
d. Daun direndam selama 10 menit, dengan air hangat (sekitar 40-50 oC)
yang ditambah dengan cuka dapur (1 sdm cuka dalam 1 Liter air)
e. Setelah itu, daun direndam selama 1 jam dalam larutan tunjung atau
tawas tergantung fiksator yang dipilih. Dosis larutan tunjung atau tawas,
4 gram dalam 1 liter air. Bila jumlah daun lebih banyak, agar daun
terendam sempurna buat larutan tunjung atau tawas lebih banyak
dengan dosis sama.
f. Daun dilap pelan-pelan dengan lap kain, jangan sampai robek

INDI-UNESCO 28
Catatan:
daun daun dengan kadar tanin yang sangat tinggi seperti daun jati dan
daun lanang tidak perlu direndam di larutan tunjung/tawas.

Menata Daun

a. Bentangkan plastik
b. Bentangkan kain utama diatas plastik
c. Tata daun sesuai pola yang diharapkan dengan posisi daun menghadap ke
atas
d. Tutup dengan kain blanket
e. Tutup dengan plastik kedua, tekan pelan-pelan atau digilas dengan rol, agar
tidak ada rongga antara kain dan daun.
f. Gulung dan ikat

Mengukus kain
Setelah digulung dan diikat , kain dikukus selama 1,5- 2 jam dengan api
sedang, perhatikan agar panic pengukus tidak kehabisan air.

Membuka ikatan dan pengeringan kain


Setelah dikukus biarkan dingin selama 1 malam (dikukus hari ini dibuka
besok). Gulungan bisa dibuka dan bersihkan daun. Kain diangin-anginkan
sampai kering. Biarkan kain dalam keadaan kering selama 5 -7 hari,
selanjutnyan dilakukan proses fiksasi

Fiksasi
a. Membuat larutan fiksator
Larutan fiksator dapat berupa: Larutan tawas, larutan kapur, larutan
tunjung.
• Cara membuat larutan fiksator tawas: tawas 100 gram dilarutkan
dalam 5 Liter air panas sambil diaduk sampai terlarut kemudian
didinginkan atau minimum dibiarkan semalam (membuat hari ini
untuk digunakan besoknya) tuangkan beningan bagian atas. Warna
yang dihasilkan : warna muda ( asli)

• Cara membuat larutan kapur: kapur 100 gram dilarutkan dalam 5 Liter
air dingin, diaduk sampai homogen kemudian diendapkan dan
dibiarkan sampai 1 malam, beningan atas diambil dan siap digunakan.
Warna alami yang dihasilkan lebih tua dari fiksator tawas

• Cara membuat larutan tunjung: tunjung 100 gram dilarutkan dalam 5


Liter air dingin, diaduk kemudian diendapkan, minimum dibiarkan 1
INDI-UNESCO 29
malam. Beningan atas diambil dan siap dipakai. Warna yang
dihasilkan lebih tua dan kehitaman. Penggunaan dan pembuatan
larutan tunjung perlu hati-hati, pengrajin harus menggunakan sarung
tangan plastic atau latex, karena warna hitam melekat di tangan.

b. Perendaman kain dalam fiksator


Rendam kain di larutan fiksator selama 10-20 menit, bilas dengan air
sampai bersih dan kering anginkan.

INDI-UNESCO 30
PENUTUP DAN
BAB
LINK MODUL
7
Orientasi modul ini lebih ditekankan pada aplikasi pewarnaan alami, untuk
pembuatan produk masker, untuk pendampingan Peserta “Kampanye Kenakan
Masker Tradisional” UNESCO. Diharapkan pendampingan ini tidak hanya sekedar
peserta dampingan dapat membuat produk pewarna alami berkualitas semata.
Akan tetapi lebih dari itu, para peserta diharapkan dapat memahami urgensi usaha
menghidupkan kembali (revival) penggunaan pewarna alami, yakni: keselamatan
(safety), kesehatan (health), dan ramah lingkungan (environment) yang pada
akhirnya akan membawa pada kesejahteraan (welfare) bersama lahir dan batin.
Selain itu diharapkan kegiatan ini dapat mendorong peserta binaan UNESCO
sebagai agen perubahan pelestarian budaya dan tradisi untuk memperkuat
identitas bangsa melalui penggunaan pewarna alami.

Kegiatan ini terselenggara atas kerjasama yang baik antara UNESCO dan INDI,
serta Gamaindigo sebagai pelaksana teknis. Bila ada hal-hal yang ingin
didiskusikan lebih lanjut dapat disampikan pada kepada pihak terkait.

Modul ini delengkapi dengan video, diharapkan dengan adanya video ini dapat
membantu tersampaikannya informasi ini.

Link Modul https://drive.google.com/file/d/1zbGt9Qu7a5XCz-


Batik A9G15Cy4mQvnDkqP3-/view?usp=sharing
Link Modul https://drive.google.com/file/d/1WU0QzjR_HJ-
Jumputan rYH5YoNgcQehxrx1tKXS8/view?usp=sharing
Link Modul https://drive.google.com/file/d/1Lr0U2hWnTYa-
Ecoprint lqGSzSOwBrRousKEbaf-/view?usp=sharing

INDI-UNESCO 31

Anda mungkin juga menyukai