DAFTAR ISI
Halaman Judul 1
Daftar Isi 2
Bab 1. Pendahuluan 3
Bab 6. Ecoprint 25
INDI-UNESCO 2
BAB
PENDAHULUAN 1
Modul ini disusun untuk materi bahan ajar pelatihan Peserta “Kampanye
Kenakan Masker Tradisional” binaan UNESCO. Dengan mengacu pada
tujuan pelatihan ini, maka isi modul ini ditekankan pada teknis praktis aplikasi
pewarna alami pada pengembangan produk masker berbasis kain tradisional.
Kegiatan ini terselenggara atas kerjasama yang baik antara UNESCO dan
INDI, serta Gamaindigo sebagai pelaksana teknis.
Tujuan umum program ini adalah untuk memproduksi produk masker berbasis
kain tradisional dan pewarna alami yang berkualitas dan terstandar.
Adapun tujuan khusus dan strategis yang dikembangkan melalui program ini,
yaitu:
1. Gerakan penggunaan kembali kain tradisional dan pewarna alami,
2. Memproduksi masker dari kain tradisional dengan pewarna alami yang
berkualitas dan terstandar,
3. Peningkatan keselamatan (safety), kesehatan (health), dan ramah
lingkungan (environment) yang pada akhirnya akan membawa pada
kesejahteraan (welfare) bersama lahir dan batin,
4. Mendorong peserta binaan UNESCO sebagai agen perubahan untuk
edukasi penggunaan kain tradisional dan pewarna alami dalam
pembuatan produk masker, dan
5. Pelestarian budaya dan tradisi serta memperkuat identitas bangsa.
Sasaran program ini dimaksudkan untuk membangun “budaya mutu” dan
kesadaran peserta “Kampanye Kenakan Masker Tradisional” binaan
UNESCO dengan cara menghidupkan, membangun, dan memperkuat modal
sosial. Dalam pembangunan “budaya mutu” ini sangat diperlukan 2 (dua)
faktor pendorong, yaitu: external driven (faktor dari luar peserta tersebut,
misalnya UNESCO, pemerintah daerah, kelompok peduli, dan lain-lain) dan
internally driven initiatives (faktor peserta binaan itu sendiri) berupa komitmen,
keterbukaan pada perubahan paradigma, sikap mental inovatif, dan saling
INDI-UNESCO 3
percaya (mutual trust) sebagai modal untuk bersatu, demi peningkatan
efisiensi sumber daya serta kelestarian usaha dan lingkungan.
INDI-UNESCO 4
PROGRAM BAB
KEGIATAN 2
Produksi pewarna alami mencakup tiga aktivitas besar, yaitu: 1). Eksplorasi bahan
baku penghasil pewarna alami, 2). Proses pemungutan pewarna alami dari bahan
baku untuk menghasilkan pewarna alami yang terstandar, dan 3). Aplikasi
pewarna alami pada produk.
Tidak mungkin bila ketiga tahap tersebut dipelajari dalam waktu bersamaan,
karena akan memberikan tingkat kesulitan sangat tinggi. Akibatnya peserta bisa
menjadi resisten karena pada tahap awal belajar, bertemu tingkat kesulitan tinggi.
Untuk itulah pada saat ini difokuskan pada tahap ketiga, yaitu aplikasi pewarna
alami pada produk. Dengan demikian tujuan kegiatan untuk memproduksi produk
masker dengan pewarna alami yang berkualitas dan terstandar dapat tercapai.
Selanjutnya bila peserta sudah merasakan kelebihan dan manfaat aplikasi
pewarna alami maka dapat dipastikan peserta akan berusaha mengembangkan
sendiri.
Teknik pembuatan batik, jumputan, dan ecoprint tersebar dari tingkat dasar
sampai tingkat lanjut, dari kontemporer sampai klasik. Karena peserta pada saat
ini adalah kaum muda dan pemula, maka pada tahap ini lebih ditekankan pada
teknik dasar dan kontemporer. Produk yang akan dibuat lebih bernuansa simpel
dan ceria. Dengan demikian sesuai dengan karakter kaum muda. Bila peserta
tertarik lebih dari itu, sesuai dengan jiwa mudanya pasti akan berinovasi dengan
sendirinya.
Program pelatihan aplikasi pewarna alami pada produk ini didesain secara
bertahap, dengan pertimbangan membangun budaya mutu diperlukan waktu
untuk berproses. Pada pelatihan ini mencakup tiga aktivitas yaitu: 1). Pembuatan
modul dan video. 2). Pelatihan secara daring untuk membangun pemahaman, juga
untuk koordinasi persiapan kegiatan belajar mandiri. 3). Kegiatan belajar mandiri
pewarnaan batik, jumputan, dan ecoprint yang diakhiri dengan evaluasi. Sarana
yang disediakan untuk belajar mandiri yaitu: modul, video, bahan pewarna, kain,
dan paket data. Selain itu juga didampingi fasilitator. Adapun tahap berikutnya,
yang akan diatur kemudian.
INDI-UNESCO 5
Secara detail kegiatan tahap pertama ini adalah:
1. Pembuatan Modul dan Video
• Pembuatan modul dan video pewarnaan batik
• Pembuatan modul dan video pewarnaan jumputan
• Pembuatan modul dan video pewarnaan ecoprint
INDI-UNESCO 6
APA DAN MENGAPA BAB
PEWARNA ALAMI
3
1. Pewarna Alami
Pewarna alami adalah zat warna yang diperoleh dari tumbuhan, hewan,
mineral, dan microorganisme. Seyogyanya bahan baku pewarna alami adalah
tumbuhan, hewan, mineral, dan microorganisme yang memiliki nilai sosial dan
ekonomi rendah, tersedia dalam kapasitas besar dan kontinyu, serta tidak
merusak lingkungan.
Zat warna, memiliki 2 Gugus, yaitu 1). Chromofor: Gugus yang dapat
menimbulkan warna, misal gugus nitro dan nitroso. 2). Auxsochrom: Gugus
yang dapat menimbulkan afinitas terhadap serat tekstil (kuat berikatan), misal
gugus amino dan hidroksil.
Pewarna alami yang banyak digunakan pada tekstil ada 3 jenis, yaitu: 1).
Pewarna substansial, 2). Pewarna bejana (vat dyes), dan 3). Pewarna mordan.
Beberapa logam, seperti kromium (Cr3+) dan timah (Pb2+), sangat beracun atau
berbahaya karena karsinogen. Bahkan mordan tembaga (Cu2+) juga sangat
berbahaya jika disalah gunakan. Mordan besi (Fe2+), zat besi diperlukan secara
dalam nutrisi, tetapi perlu diperhatikan juga pil besi dapat sebagai penyebab
keracunan yang tidak disengaja di kalangan anak-anak bisa juga
menyebabkan kematian). Alum (Al3+ atau tawas) adalah mordan paling
populer; ion logam ini meskipun tidak begitu toksik dibanding ion logam lainnya,
ion ini bersifat iritan, dan juga berbahaya jika tertelan dalam jumlah banyak.
Era globalisasi diindikasikan oleh pasar bebas di dunia, produk yang dapat
berkompetisi di pasaran dunia adalah yang unggul, kompetitif, dan
menggunakan teknologi ramah lingkungan. Produk dengan pewarna alami
dapat memenuhi spesifikasi tersebut, sehingga memiliki peluang yang
menjanjikan berperan di pasar dunia. Untuk itu usaha memproduksi dan
menggunakan kembali pewarna alami perlu dilakukan agar dapat
meminimasikan penggunaan pewarna sintetis yang berbahaya, mengurangi
import pewarna sintetis, serta Indonesia bisa menjadi salah satu produsen
pewarna alami seperti sebelumnya
INDI-UNESCO 8
Secara awam banyak orang memahami bahwa pewarna alami yang
digunakan dalam produk tertentu, misalnya tekstil dan pangan, hanya
merupakan diversifikasi produk. Kain batik dengan menggunakan pewarna
alami, misalnya hanya dipandang sebagai produk kerajinan atau komoditas
yang diproduksi oleh pengrajin. Bahkan dalam beberapa hal produk yang
menggunakan pewarna alami dipandang sebagai produk “kelas dua”, dengan
anggapan penggunaan pewarna alami tidak mampu bersaing dengan produk
sejenis, tidak layak komersial, dan tidak memiliki mutu yang baik, atau
ukurannya kemudian hanya sebatas pasar.
Lebih dari sekedar produk atau komoditas, penggunaan pewarna alami adalah
sebuah misi edukasi. Penggunaannya melampaui sekedar tuntutan pasar
tetapi mengandung misi penyelamatan lingkungan, peningkatan kesehatan
dan kesejahteraan, pelestarian tradisi dan budaya, serta revivalisasi
(menghidupkan kembali) identitas bangsa. Pewarna alami adalah jawaban.
Jawaban atas pencemaran lingkungan yang makin tak terkendali dari
penggunaan pewarna sintetis. Jawaban atas menurunnya kualitas kesehatan
para pelaku usaha yang menggeluti pewarna sintetis dalam jangka panjang.
Jawaban atas pentingnya memperkuat identitas dan budaya bangsa melalui
kekayaaan dan kearifan lokal yang dimiliki.
INDI-UNESCO 9
PEWARNAAN BAB
BATIK 4
Tujuan Umum
Menghasilkan kain batik tulis diwarnai dengan pewarna alami, sebagai bahan
pembuat masker.
Tujuan Khusus
1. Memahami teknis praktis membatik untuk bahan masker dari persiapan
kain, membatik, mewarnai, dan menghilangkan malam (melorot).
INDI-UNESCO 10
2. Memahami teknis praktis pewarnaan batik dengan pewarna alami jenis
bejana, mordan, dan kombinasi mordan-bejana.
3. Memahami teknis praktis kombinasi pewarnaan batik dengan pewarna
alami, celup-tutup-celup-lorot dan celup-lorot-tutup-celup-lorot.
Pengantar
Hal yang perlu tahu dalam teknik praktis pembuatan batik dengan pewarna alami.
1. Batik adalah pembuatan motif pada kain dengan perintang malam (wax)
2. Indikator kualitas pewarnaan pada batik yaitu rata dan tidak blepotan
3. Mendapatkan variasi warna dari aspek pembatikan
4. Mendapatkan variasi warna dari aspek pewarnaan
INDI-UNESCO 11
langsung karena kedua warna ini memiliki sifat berbeda. Untuk itu
kombinasi warna hanya dapat dilakukan dengan cara “menimpali dengan
warna lain”, misal diwarnai dulu dengan Jolawe sampai dengan fiksasi
(sampai selesai), baru diwarnai dengan Indigo, cara ini diperoleh warna
kuning dan hijau. Atau sebaliknya, misal diwarnai dulu dengan Indigo
sampai dengan fiksasi (sampai selesai), baru diwarnai dengan Jolawe,
maka akan didapat warna biru dan hijau
INDI-UNESCO 12
e. Saat menunggu larutan induk tersebut selama 15 menit, disiapkan air
bersih (di ember atau di panci yang ada tutupnya) yang nanti akan
digunakan untuk mencelup). Air bersih sebanyak 4 L (20 gelas) bila
untuk mencelup batik atau kain yang diharapkan warna merata, atau
air sebanyak 2 liter (10 gelas) bila untuk mencelup jumputan atau sibori
yang tidak perlu warna rata.
f. Setelah waktu 15 menit tercapai larutan induk dicampur dengan air
bersih (4 liter atau 2 liter) yang telah disiapkan tersebut dan
ditambahkan ± 2 gram soda abu dan ± 2,5 gram hidro (yang telah
disiapkan dalam resep) diaduk sampai merata, (selanjutnya disebut
dengan larutan pewarna).
g. Larutan pewarna ditutup rapat dan didiamkan selama 1 jam. Bila proses
benar diperoleh LARUTAN PEWARNA BERWARNA HIJAU
KEKUNINGAN DAN BERBUIH BIRU.
h. Larutan Pewarna siap digunakan untuk mewarnai kain.
i. Bila jumlah kain yang diwarnai cukup banyak, agar kain tercelup
sempurna maka diperlukan larutan pewarna lebih banyak. Jumlah
pembuatan larutan pewarna merupakan perkalian dari resep ini.
CATATAN.
• Usahakan larutan seminimal mungkin berkontak dengan udara (larutan
sebisa mungkin ditutup) karena bila terlalu lama berkontak dengan
udara mudah menjadi tidak aktif
• Kondisi aktif larutan terbatas, untuk itu setelah aktif langsung digunakan,
ciri larutan tidak aktif bila larutan tidak memberikan warna biru pada kain
atau bahkan kain yang sudah biru menjadi larut warnanya.
• Ciri senyawa indigo dilarutan habis bila larutan tidak memberikan warna
biru pada kain atau bahkan kain yang sudah biru menjadi larut
warnanya.
• Bila ingin membuat jumlah larutan lebih banyak, buatlah perkalian dari
dosis ini.
INDI-UNESCO 13
d. Kain direndam sempurna (semua kain masuk larutan pewarna) selama
± 1-2 menit sambil agar merata dengan dijaga jangan sampai keluar
dari larutan pewarna.
e. Setelah direndam 1-2 menit angkat kain, dibentangkan sambil ditiris (di
atas ember pencelup agar pewarna tertampung kembali) sampai air
tidak menetes,
f. Kain dibuka dengan sempurna dan diangin-anginkan sampai warna biru
rata terbentuk (minimal 3 menit)
g. Ulangi proses pencelupan dari langkah b- dst sampai didapatkan warna
biru yang diinginkan.
h. Setelah warna biru yang diinginkan tercapai, kain dikeringkan.
i. Kain yang sudah kering, dibilas dengan air bersih.
j. Kain tersebut bersifat basa, agar netral kain tersebut direndam dengan
larutan asam cuka dalam air (100 cc dalam 2 liter air) selama 1 jam.
k. Kain dibilas bersih dan keringkan
Bila endapan garam sudah banyak atau sudah dipakai sekitar 2 minggu, atau bila
endapan garam dirasa sudah mengganggu proses pewarnaan. Larutan pewarna
INDI-UNESCO 14
yang sudah dipakai disaring endapan dibuang larutan dipakai lagi atau larutan
dibuang ditempat pengolahan limbah dan digunakan air bersih kembali (seperti
langkah II).
INDI-UNESCO 15
Warna yang dihasilkan : warna muda (asli)
11 Larutan kapur
Cara membuat larutan kapur: kapur 100 gram dilarutkan dalam 5 Liter air
dingin, diaduk sampai homogen kemudian diendapkan dan dibiarkan
sampai 1 malam, beningan atas diambil dan siap digunakan
Warna yang dihasilkan : warna kemerahan
12 Larutan tunjung
Cara membuat larutan tunjung: tunjung 100 gram dilarutkan dalam 5 Liter
air dingin, diaduk kemudian diendapkan, minimum dibiarkan 1 malam.
Beningan atas diambil dan siap dipakai
Warna yang dihasilkan: warna kebiruan/ kehitaman
Penggunaan dan pembuatan larutan tunjung harus extra hati-hati,
pengrajin harus menggunakan sarung tangan plastic atau latex, karena
warna hitam melekat di tangan.
INDI-UNESCO 16
PEWARNAAN BAB
JUMPUTAN 5
Tujuan Umum
Menghasilkan kain jumputan diwarnai dengan pewarna alami, sebagai bahan
pembuat masker.
INDI-UNESCO 17
Tujuan Khusus
Pengantar
Pada pembelajaran ini lebih ditekankan pada teknik pewarnaan jumputan dan
sibori dengan pewarna alami. Untuk itu yang dipelajari disini teknik dasar
pembuatan motif kain dengan perintang ikatan atau lipatan. Untuk itu teknik
tingkat lanjut pembuatan motif kain dengan perintang ikatan atau lipatan dapat
diperoleh pada pembelajaran terpisah atau dilihat pada media sosial.
INDI-UNESCO 18
Mengenal jenis dan sifat pewarna alami untuk Jumputan dan Sibori
Pewarna alami untuk produk jumputan dan sibori sama dengan pewarnaan
batik, meski demikian tetap dituliskan disini karena modul ini sifatnya berdiri
sendiri, sehingga bisa digunakan secara terpisah.
1. Pewarna jenis bejana, misalnya indigo, secara alamiah merupakan
pewarna yang tidak larut dalam air. Pewarna bisa mewarnai kain bila dalam
kondisi terlarut, sehingga perlu diaktifkan terlebih dahulu agar menjadi
senyawa terlarut (reaksi reduksi dalam keadaan basa) selanjutnya baru
digunakan untuk mewarnai kain. Setelah mewarnai kain, selanjutnya perlu
diubah kembali menjadi senyawa tidak terlarut agar tidak luntur (reaksi
oksidasi).
2. Pewarna jenis Mordan misalnya Tingi, Jolawe, Tegeran, Merbau, dan
jambal, secara alamiah merupakan senyawa yang larut dalam air. Untuk itu
bisa langsung digunakan untuk mewarnai kain. Agar tidak luntur pada saat
dipakai atau dicuci, maka diperlukan fiksator (unsur kation) yang terdiri dari
tawas (Al3+), kapur (Ca2+), dan tunjung (Fe2+). Jenis pewarna mordan
tertentu (misal Tingi), bila digunakan fiksator yang berbeda akan
menghasilkan 3 warna yang berbeda. Dengan demikian variasi warna yang
dihasilkan sangat banyak (variasi jenis warna dan jenis mordan).
3. Kombinasi warna jenis Mordan-Mordan. Warna primer terdiri dari warna
biru, kuning, dan merah. Warna lain merupakan kombinasi dari warna-
warna tersebut. Untuk mendapatkan warna sekunder dengan cara
kombinasi warna jenis Mordan-Mordan dapat dilakukan dengan dua (2)
cara yaitu: 1). Pencampuran warna langsung, sebagai contoh warna Sogan
merupakan campuran warna Jolawe, Tingi, Tegeran. 2). Cara “menimpali
dengan warna lain”, misal diwarnai dulu dengan Jolawe (kuning) sampai
dengan difiksasi (sampai selesai), baru diwarnai dengan Tingi (merah
bata). Dengan kedua cara kominasi warna ini dan penggunaan jenis fiksator
yang berbeda dapat dihasilkan produk yang kaya warna.
INDI-UNESCO 19
Membuat Motif Jumputan dan Sibori
1. Persiapan kain
Sebelum diikat dan diwarnai, kain direndam dahulu dengan menggunakan
larutan TRO atau deterjen selama 1 jam. Kemudian dibilas dengan air bersih
dan dikeringkan. Setelah itu baru diikat, dijumput, atau dilipat.
INDI-UNESCO 20
c. Ditambahkan hidro (Sodium Dithionite) ± 9 gram dan soda abu ± 7 gram,
serta diaduk.
d. Larutan ditutup rapat selama 15 menit (selanjutnya disebut dengan
larutan induk). Bila proses benar diperoleh LARUTAN INDUK
BERWARNA HIJAU PEKAT.
e. Saat menunggu larutan induk tersebut selama 15 menit, disiapkan air
bersih (di ember atau di panci tertutup) yang nanti akan digunakan untuk
mencelup). Air bersih sebanyak 2 liter (10 gelas) agar diperoleh larutan
lebih pekat. Karena kerataan warna bukan indicator kualitas.
f. Setelah waktu 15 menit tercapai larutan induk dicampur dengan air
bersih 2 liter yang sudah disiapkan tersebut dan ditambahkan ± 2 gram
soda abu dan ± 2,5 gram hidro (Sodium Dithionite), diaduk sampai
merata, (selanjutnya disebut dengan larutan pewarna).
g. Larutan pewarna ditutup rapat dan didiamkan selama 1 jam. Bila proses
benar diperoleh LARUTAN PEWARNA BERWARNA HIJAU
KEKUNINGAN DAN BERBUIH BIRU.
h. Larutan Pewarna siap digunakan untuk mewarnai kain.
CATATAN.
• Usahakan larutan seminimal mungkin berkontak dengan udara (larutan
sebisa mungkin ditutup) karena bila terlalu lama berkontak dengan
udara mudah menjadi tidak aktif
• Kondisi aktif larutan terbatas, untuk itu setelah aktif langsung digunakan,
ciri larutan tidak aktif atau serbuk indigo habis bila larutan tidak
memberikan warna biru pada kain atau bahkan kain yang sudah biru
menjadi larut warnanya.
• Bila ingin membuat jumlah larutan lebih banyak, buatlah perkalian dari
dosis ini.
INDI-UNESCO 21
f. Ulangi proses pencelupan dari langkah b sampai e untuk didapatkan warna
biru yang diinginkan.
g. Setelah warna biru yang diinginkan tercapai, kain dikeringkan.
h. Kain yang sudah setengah kering, ikatan dibuka, selanjutnya dikeringkan
sempurna.
i. Kain dibilas dengan air bersih.
j. Kain tersebut bersifat basa, agar netral kain tersebut direndam dengan
larutan asam cuka dalam air (100 cc dalam 2 liter air) selama 1 jam.
k. Dibilas bersih kain dan keringkan
Bila endapan garam sudah banyak atau sudah dipakai sekitar 2 minggu, atau
bila endapan garam dirasa sudah mengganggu proses pewarnaan. Larutan
pewarna yang sudah dipakai disaring endapan dibuang, larutan dipakai lagi
atau larutan dibuang ditempat pengolahan limbah dan digunakan air bersih
kembali (seperti langkah 4.6.).
INDI-UNESCO 22
Cara pewarnaan kain menggunakan ekstrak pewarna alami Tingi, Tegeran,
Jelawe, Merbau, dan Jambal)
1 Pembersihan kain dari kotoran dan kanji, selanjutnya kain/batik direndam
dengan larutan TRO sekitar 15 menit, kemudian dibilas dengan air bersih
dan dikeringkan. Perlakukan kain ini dilakukan sebelum pengikatan atau
pelipatan kain.
2 Karena kerataan bukan merupakan indikator kualitas jumputan, maka
sebaiknya konsentrasi pewarna untuk jumputan lebih tinggi dari pada
konsentrasi pewarna untuk batik, dengan demikian motif yang terbentuk
menjadi baik.
3 Kain yang telah selesai diikat DALAM KEADAAN KERING direndam
dalam larutan ekstrak pewarna alami selama 2-3 menit. Perendaman
bisa SEBAGIAN atau SEMUA tergantung motif yang dikehendaki.
4 Kain diangkat dari larutan kemudian ditiriskan di atas bak pencelup agar
tetesannya tertampung,
5 Setelah berhenti menetes kain dikering langsung dibawah sinar matahari
secara langsung sampai kering. Permukaan kain yang telah diwarnai dan
terkena sinar matahari langsung menghasilkan warna lebih tua (gosong)
ini akan memberikan motif yang baik. Karena pada dasarnya ketidak
rataan warna pada jumputan merupakan bagian dari motif produk ini.
6 Langkah 2, 3, dan 4 diulang-ulang. Jumlah ulangan tergantung warna
yang diinginkan (sekitar 2 s.d. 4 kali).
7 Setelah kain kering atau tiga perempat kering, selanjutnya dilakukan
proses penguncian warna atau fiksasi. Pencelupan pada proses fiksasi
seperti pada saat pewarnaan yaitu sebagian atau seluruhnya tergantung
motif yang diinginkan. Warna berbeda juga dapat dibuat dengan variasi
jenis fiksator. Proses fiksasi ini dimaksudkan agar warna yang terbentuk
kuat dan tidak luntur. Poses fiksasi dilakukan sebagai berikut: Kain
direndam larutan fiksator selama 5-10 menit. timbul warna kuat dan tidak
luntur.
8 Masih dalam kondisi terikat kain dikeringkan sampai kering atau
setengah kering.
Setelah itu ikatan dan lipatan dibuka pelan-pelan, (jangan sampai kain
sobek). dan dilanjutkan proses pengeringan dengan dijepit agar kain
terbuka.
7 Setelah kering kain dibilas dengan air bersih, selanjutnya direndam
dalam softener selama 10 menit. Kemudian dibilas dengan air bersih dan
dikeringkan.
9 Larutan fiksator dapat berupa:
Larutan tawas
INDI-UNESCO 23
Cara membuat larutan tawas : tawas 100 gram dilarutkan dalam 5 Liter
air panas sambil diaduk sampai terlarut kemudian didinginkan atau
minimum dibiarkan semalam (membuat hari ini untuk digunakan
besoknya) tuangkan beningan bagian atas.
Warna yang dihasilkan : warna muda (asli)
10 Larutan kapur
Cara membuat larutan kapur : kapur 100 gram dilarutkan dalam 5 Liter
air dingin, diaduk sampai homogen kemudian diendapkan dan dibiarkan
sampai 1 malam, beningan atas diambil dan siap digunakan
Warna yang dihasilkan : warna kemerahan
11 Larutan tunjung
Cara membuat larutan tunjung : tunjung 100 gram dilarutkan dalam 5
Liter air dingin, diaduk kemudian diendapkan, minimum dibiarkan 1
malam. Beningan atas diambil dan siap dipakai
Warna yang dihasilkan : warna kebiruan/ kehitaman
Penggunaan dan pembuatan larutan tunjung harus extra hati-hati,
pengrajin harus menggunakan sarung tangan plastic atau latex, karena
warna hitam melekat di tangan.
INDI-UNESCO 24
ECOPRINT BAB
6
Tujuan Umum
Menghasilkan kain ecoprint dengan pewarna alami, sebagai bahan pembuat
masker.
INDI-UNESCO 25
Tujuan Khusus
1. Memahami teknik praktis untuk bahan masker dari persiapan kain, persiapan
daun, mewarna kain dan menata daun sampai dengan fiksasi hasil ecoprint.
2 Memahami jenis jenis daun yang bisa dipakai untuk ecoprint sehingga bisa
meninggalkan jejak yang bagus
Pengantar
Hal hal yang perlu diperhatikan dalam teknik praktis pembuatan ecoprint dengan
pewarna alami.
2. Pewarna jenis Mordan misalnya Tingi, Jolawe, Tegeran, Merbau, dan jambal,
secara alamiah merupakan senyawa yang larut dalam air. Untuk itu bisa
langsung digunakan untuk mewarnai kain. Agar tidak luntur pada saat dipakai
atau dicuci, maka diperlukan fiksator (unsur kation) yang terdiri dari tawas
(Al3+), kapur (Ca2+ ), dan tunjung (Fe2+). Jenis pewarna mordan tertentu, misal
Tingi, bila digunakan fiksator yang berbeda akan menghasilkan 3 warna yang
berbeda.
INDI-UNESCO 26
Pencampuran warna langsung, sebagai contoh warna Sogan merupakan
campuran warna Jolawe, Tingi, Tegeran. 2). Cara “menimpali dengan warna
lain”, misal diwarnai dulu dengan Jolawe (kuning) sampai dengan difiksasi
(sampai selesai), baru diwarnai dengan Tingi (merah bata). Dengan kedua
cara kominasi warna ini dan penggunaan jenis fiksator yang berbeda dapat
dihasilkan produk yang kaya warna.
3. Cara kerja
b. Mordanting
Panaskan 5 liter air sampai mendidih tambahkan 70 gram tawas aduk
INDI-UNESCO 27
sampai larut, dan tambahkan 4 sendok teh (sdt) soda abu. Masukkan kain
sampai semua kain terendam air. Panaskan dengan api sedang selama
45 menit. Matikan kompor pindahkan kain dan seluruh larutan mordan ke
ember. Diamkan rendaman tersebut selama 2-3 hari. Bila jumlah kain yang
dimordan lebih banyak buat kelipatan resep tersebut, sehingga seluruh
kain terendam air.
Pewarnaan kain
a. Pewarnaan kain pertama dan disebut sebagai Kain Utama.
Kain diwarnai dengan pewarna alami jenis mordan (Tingi, Jolawe,
Merbau, Tegeran, atau Jambal) sampai warna yang diinginkan. Peras dan
angin-anginkan sampai keadaan lembab atau air tidak menetes lagi
(BELUM KERING BENAR)
Persiapan Daun
Jenis daun yang bisa dipakai untuk membuat ecoprint adalah daun yang
mempunyai tanin tinggi. Daun daun tersebut antara lain :
Daun Jati muda (kemerahan), daun jarak kepyar, daun jarak wulung, daun
jambu biji, daun mangga muda, daun matoa muda, daun kersen, daun bodi,
daun lanang, ketepeng kebo, daun tebebuya, daun kelengkeng, daun
alpukat, daun kalpataru dll
Langkah langkah mempersiapkan daun
a. Pilih daun yang akan dipakai
b. Potong tangkai atau daun sesuai dengan rencana pola atau motif, proses
ini perlu dilakukan di awal agar getah daun tidak mengotori kain.
c. Daun dicuci bersih dengan air.
d. Daun direndam selama 10 menit, dengan air hangat (sekitar 40-50 oC)
yang ditambah dengan cuka dapur (1 sdm cuka dalam 1 Liter air)
e. Setelah itu, daun direndam selama 1 jam dalam larutan tunjung atau
tawas tergantung fiksator yang dipilih. Dosis larutan tunjung atau tawas,
4 gram dalam 1 liter air. Bila jumlah daun lebih banyak, agar daun
terendam sempurna buat larutan tunjung atau tawas lebih banyak
dengan dosis sama.
f. Daun dilap pelan-pelan dengan lap kain, jangan sampai robek
INDI-UNESCO 28
Catatan:
daun daun dengan kadar tanin yang sangat tinggi seperti daun jati dan
daun lanang tidak perlu direndam di larutan tunjung/tawas.
Menata Daun
a. Bentangkan plastik
b. Bentangkan kain utama diatas plastik
c. Tata daun sesuai pola yang diharapkan dengan posisi daun menghadap ke
atas
d. Tutup dengan kain blanket
e. Tutup dengan plastik kedua, tekan pelan-pelan atau digilas dengan rol, agar
tidak ada rongga antara kain dan daun.
f. Gulung dan ikat
Mengukus kain
Setelah digulung dan diikat , kain dikukus selama 1,5- 2 jam dengan api
sedang, perhatikan agar panic pengukus tidak kehabisan air.
Fiksasi
a. Membuat larutan fiksator
Larutan fiksator dapat berupa: Larutan tawas, larutan kapur, larutan
tunjung.
• Cara membuat larutan fiksator tawas: tawas 100 gram dilarutkan
dalam 5 Liter air panas sambil diaduk sampai terlarut kemudian
didinginkan atau minimum dibiarkan semalam (membuat hari ini
untuk digunakan besoknya) tuangkan beningan bagian atas. Warna
yang dihasilkan : warna muda ( asli)
• Cara membuat larutan kapur: kapur 100 gram dilarutkan dalam 5 Liter
air dingin, diaduk sampai homogen kemudian diendapkan dan
dibiarkan sampai 1 malam, beningan atas diambil dan siap digunakan.
Warna alami yang dihasilkan lebih tua dari fiksator tawas
INDI-UNESCO 30
PENUTUP DAN
BAB
LINK MODUL
7
Orientasi modul ini lebih ditekankan pada aplikasi pewarnaan alami, untuk
pembuatan produk masker, untuk pendampingan Peserta “Kampanye Kenakan
Masker Tradisional” UNESCO. Diharapkan pendampingan ini tidak hanya sekedar
peserta dampingan dapat membuat produk pewarna alami berkualitas semata.
Akan tetapi lebih dari itu, para peserta diharapkan dapat memahami urgensi usaha
menghidupkan kembali (revival) penggunaan pewarna alami, yakni: keselamatan
(safety), kesehatan (health), dan ramah lingkungan (environment) yang pada
akhirnya akan membawa pada kesejahteraan (welfare) bersama lahir dan batin.
Selain itu diharapkan kegiatan ini dapat mendorong peserta binaan UNESCO
sebagai agen perubahan pelestarian budaya dan tradisi untuk memperkuat
identitas bangsa melalui penggunaan pewarna alami.
Kegiatan ini terselenggara atas kerjasama yang baik antara UNESCO dan INDI,
serta Gamaindigo sebagai pelaksana teknis. Bila ada hal-hal yang ingin
didiskusikan lebih lanjut dapat disampikan pada kepada pihak terkait.
Modul ini delengkapi dengan video, diharapkan dengan adanya video ini dapat
membantu tersampaikannya informasi ini.
INDI-UNESCO 31