Npm : 1943050001
FAKULTAS FARMASI
1
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan dari desain sediaan obat adalah untuk memperoleh hasil terapeutik yang
dapat diperkirakan dari suatu obat termasuk formulasi yang dapat diproduksi dalam skala
besar dengan kualitas produk yang dapat dipertahankan dan dihasilkan terus-menerus.
Bentuk sediaan obat antara lain sediaan cair, sediaan setengah padat dan sediaan padat.
Sediaan cair sendiri ada dalam bentuk sirup, suspensi, elixir dan lain sebagainya, sediaan
setengah padat terdiri dari krim, salep, gel dan masih banyak lagi. Sedangkan untuk
sediaan padat, dikenal dalam bentuk serbuk, granul, pil, tablet dan lain sebagainya.
Salah satu bentuk sediaan cair yang sering diproduksi adalah suspensi. Sediaan
suspensi dibuat jika bahan obat padat tidak dapat larut dalam pembawanya sehingga
untuk mendispersikannya dalam pembawa diperlukan suspending agent. Sediaan
suspensi memiliki beberapa keuntungan antara lain absorpsinya lebih cepat dibandingkan
dengan sediaan padat sehingga memberikan efek terapi lebih cepat.
Sediaan yang ditujukan untuk mengobati penyakit mata telah ditemukan sejak
dahulu. Istilah “collyria” diberikan oleh bangsa Yunani dan Romawi terhadap bahan-
bahan yang dapat larut dalam air, susu atau putih telur yang dapat digunakan sebagai
tetes mata. Pada abad pertengahan, tetes mata digunakan untuk memperbesar (dilatasi)
pupil. Sebelm Perang Dunia II, sediaan obat mata sangat sedikit tersedia di pasaran. Pada
tahun 1950 hanya tiga sediaan obat mata yang masuk dalam US Pharmacopoeia (USP)
XIV.
2
Sediaan obat mata biasanya dibuat pada farmasi komunitas atau farmasi rumah
sakit dengan stabilitas yang terbatas hanya untuk beberapa hari saja. Produk-produk obat
mata steril tersedia sebelum pertengahan tahun 1950-an, namun pentingnya sterilitas
untuk obat tetes mata masih belum dikenal secara resmi sampai tahun 1955 ketika
panduan resmi pertama kali memasukkan persyaratan sterilitas. Saat ini, jenis-jenis
bentuk sediaan formulasi obat mata adalah mulai dari larutan yang sederhana sampai
dengan sistem penghantaran kompleks.
Ada berbagai macam zat aktif yang dapat dibuat ke dalam bentuk sediaan suspensi.
Namun tidak semua zat aktif dapat stabil pada air atau mudah terurai jika disimpan dalam
waktu yang lebih lama dan salah satunya adalah antibiotika Klomramfenikol. Tetes mata
kloramfenikol adalah larutan steril Kloramfenikol, mengandung Kloramfenikol tidak
kurang dari 90% dan tidak lebih dari 130% dari jumlah yang tertera pada etiket. Dalam
percobaan ini bahan obat yang digunakan sebagai zat aktif pada sediaan obat tetes mata
steril adalah Kloramfenikol yang mempunyai daya sebagai antimikroba yang kuat
melawan infeksi mata dan merupakan antibiotika spectrum luas bersifat bakteriostatik.
Berdasarkan penjelasan di atas kelompok kami ingin membuat formulasi sediaan obat
tetes mata steril dalam bentuk suspensi.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu :
A. Tujuan Umum
1. Mahasiswa dapat memahami pelaksanaan praktikum teknologi sediaan semi
solid dan liquid.
2. Mahasiswa dapat memanfaatkan dan melaksanakan pengkajian
praformulasi untuk sediaan .
3. Mahasiswa mampu melaksanakan desain sediaan suspensi untuk sediaan
tetes mata steril.
4. Mahasiswa mampu menyusun SOP dan IK pembuatan suspensi untuk
sediaan tetes mata steril.
5. Mahasiswa mampu menyiapkan dan mengoperasikan alat – alat untuk
pelaksanaan praktikum.
3
6. Mahasiswa mampu menyusun laporan pembuatan sediaan suspensi untuk
sediaan tetes mata steril.
B. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat mengikuti dan melaksanakan ketentuan praktikum.
2. Mahasiswa dapat menyusun hasil pengkajian praformulasi bahan aktif
untuk sediaan suspensi untuk sediaan tetes mata steril.
3. Mahasiswa dapat membuat rekomendasi untuk desain komponen, mutu dan
proses pembuatan sediaan suspensi untuk sediaan tetes mata steril.
4. Mahasiswa dapat menyusun desain formula pembuatan dan evaluasi sediaan
suspensi untuk sediaan tetes mata steril dari hasil pengkajian praformulasi.
5. Mahasiswa dapat menyusun Prosedur Tetap untuk setiap bahan, pembuatan
dan evaluasi sediaan suspensi untuk sediaan tetes mata steril.
6. Mahasiswa dapat menjalankan alat untuk setiap tahap pembuatan dan
evaluasi sediaan suspensi untuk sediaan tetes mata steril.
7. Mahasiswa dapat menyusun laporan praktikum mengenai pembuatan
sediaan suspensi untuk sediaan tetes mata steril.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
2.1.3 Syarat sediaan tetes mata
1. Steril.
2. Isotonis dengan air mata, bila mungkin isohidris dengan pH air mata. Isotonis
= 0,9% b/v NaCl, rentang yang diterima = 0,7 – 1,4% b/v atau 0,7 – 1,5%
b/v.
3. Larutan jernih, bebas partikel asing dan serat halus.
4. Tidak iritan terhadap mata.
2.1.5 Formulasi
Formula umum
R/ Zat aktif
Bahan pembantu :
- Pengawet
- Pengisotonis
- Antioksidan
- Pendapar
- Peningkat viskositas
- Pensuspensi
- Surfaktan
6
2.1.6 Teori Bahan Pembantu
a. Pengawet
Pengawet yang dipilih seharusnya mencegah dan membunuh pertumbuhan
mikroorganisme selama penggunaan. Pengawet yang sesuai untuk larutan
obat tetes mata hendaknya memiliki sifat sebagai berikut :
- Bersifat bakteriostatikdan fungistatik. Sifat ini harus dimiliki terutama
terhadap Pseudomonasa aeruginosa.
- Non iritan terhadap mata.
- Kompatibel terhadap bahan aktif dan zat tambahan lain yang dipakai.
- Tidak memiliki sifat alergen dan mensensitisasi.
- Dapat mempertahankan aktivitasnya pada kondisi normal penggunaan
sediaan.
b. Pengisotonis
Pengisotonis yang dapat digunakan adalah NaCl, KCl, glukosa, gliserol
dan dapar. Rentang tonisitas yang masih dapat diterima oleh mata
berdasarkan FI IV yaitu 0,6 – 2,0%.
c. Pendapar
Secara ideal, larutan obat tetes mata mempunyai pH dan isotonisitas yang
sama dengan air mata. Hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena pada pH
7,4 banyak obat yang tidak cukup larut dalam air, sebagian besar garam
alkaloid mengendap sebagai alkaloid bebas pada pH ini. Selain itu banyak
obat tidak stabil secara kimia pada pH mendekati 7,4. Tetapi larutan tanpa
dapar antara pH 3,5 – 10,5 masih dapat ditoleransi walaupun terasa kurang
nyaman. Rentang pH yang masih dapat ditoleransi oleh mata menurut FI IV
yaitu 3,5 – 8,5.
Syarat dapar yaitu :
- Dapat menstabilkan pH selama penyimpanan.
- Konsentrasinya tidak cukup tinggi sehingga secara signifikan dapat
mengubah pH air mata.
d. Peningkat Viskositas
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemilihan bahan peningkat
viskositas untuk sediaan tetes mata yaitu:
7
1. Sifat bahan peningkat viskositas itu sendiri.
2. Perubahan pH yang dapat mempengaruhi aktivitas bahan peningkat
viskositas.
3. Penggunaan produk dengan viskositas tinggi kadang tidak ditoleransi baik
oleh mata dan menyebabkan terbentuknya deposit pada kelompok mat,
sulit bercampur dengan air mata atau menganggu difusi obat.
Viskositas untuk larutan tetes mata dipandang optimal jika berkisar antara 15
– 25 cps. Pemilihan bahan pengental dalam obat tetes mata didasarkan pada,
yaitu:
- Ketahanan pada saat sterilisasi.
- Kemungkinan dapat disaring.
- Stabilitas.
- Ketidakcanpuran dengan bahan-bahan lain.
e. Antioksidan
Zat aktif untuk sediaan tetes mata ada yang dapat teroksidasi oleh udara.
Untuk itu kadang dibutuhkan antioksidan. Antioksidan yang sering
digunakan adalah Na metabisulfit atau Na sulfit dengan konsentrasi sampai
0,3%.
f. Surfaktan
Pemakaian surfaktan dalam obat tetes mata harus memenuhi berbagai aspek:
1. Sebagai antimikroba (surfaktan golongan kationik).
2. Menurunkan tegangan permukaan antara obat tetes mata dan kornea
sehingga meningkatkan aktif terapeutik zat aktif.
3. Meningkatkan ketercampuran antara obat tetes mata dengan cairan
lakrimal, meningkatkan kontak zat aktif dengan kornea dan konjungtiva
sehingga meningkatkan penembusan dan penyerapan obat.
4. Tidak boleh meningkatkan pengeluaran air mata, tidak boleh iritan dan
merusak kornea. Surfaktan golongan non ionik lebih dapat diterima
dibandingkan dengan surfaktan golongan lainnya.
8
2.1.7 Metode Sterilisasi
Metode sterilisasi terutama ditentukan oleh sifat sediaan. Jika memungkinkan,
penyaringan dengan penyaring membran steril merupakan metode yang baik
jika dapat ditunjukkan bahwa pemanasan mempengaruhi stabilitas sediaan,
sterilisasi obat dalam wadah akhir dengan autoklaf juga merupakan pilihan baik.
Pendaparan obat tertentu disekitar pH fisiologis dapat menyebabkan obat tidak
stabil pada suhu tinggi. Penyaringan dengan menggunakan penyaring bakteri
adalah suatu cara yang baik untuk menghindari pemanasan, namun perlu
perhatian khusus dalam pemilihan, perakitan, dan pengunaan alat-alat. Sedapat
I mungkin gunakan penyaring steril satu kali pakai. (FI IV Hal. 13)
Menurut FI III, kecuali dinyatakan lain tetes mata dibuat dengan salah satu cara
berikut:
1. Obat dilarutkan ke dalam cairan pembawa yang mengandung salah satu zat
pengawet tersebut atau zat pengawet lain yang cocok dan larutan dijernihkan
dengan penyaringan, masukkan ke dalam wadah. Tutup wadah dan sterilkan
dengan autoklaf pada suhu 115 – 116°C selama minimal 30 menit,
tergantung volume cairan yang akan disterilkan (cara sterilisasi A).
2. Obat dilarutkan ke dalam pembawa berair yang mengandung salah satu zat
pengawet tersebut atau zat pengawet lain yang cocok dan larutan disterilkan
dengan cara filtrasi (cara sterilisasi C) ke dalam wadah yang sudah steril
secara aseptik dan ke tutup rapat.
3. Obat dilarutkan ke dalam cairan pembawa berair yang mengandung salah
satu zat pengawet tersebut atau zat pengawet lain yang cocok dan larutan
dijernihkan dengan penyaringan, masukkan ke dalam wadah, tutup rapat,
sterilkan dengan uap air mengalir pada suhu 98 - 100°C selama minimal 30
menit tergantung volume cairan yang akan disterilkan (cara sterilisasi B).
9
5. Penentuan volume terpindahkan
6. Penentuan viskositas dan aliran
7. Volume sedimentasi
8. Kemampuan redispersi
9. Penentuan homogenitas
10. Penentuan distribusi ukuran partikel
• Evaluasi Kimia
1. Identifikasi
2. Penetapan kadar
3. Penetapan potensi
• Evaluasi Biologi
1. Uji sterilitas
10
ke dalam bahan wadah atau karena wadah melepaskan zat asing ke dalam
sediaan.
- Wadah terbuat dari bahan gelas atau bahan lain yang cocok.
- Wadah sediaan dosis tunggal harus mampu menjaga sterilitas sediaan dan
aplikator sampai waktu penggunaan.
- Wadah untuk tetes mata dosis ganaplikator sampai waktu penggunaan.
- Wadah untuk tetes mata dosis ganda harus dilengkapi dengan penetes
langsung atau dengan penetes dengan penutup berulir yang steril yang
dilengkapi pipet karet.
- Penyimpanan dalam wadah kaca atau plastik tertutup kedap, volume10
ml, dilengkapi dengan penetes.
❖ Penyimpanan
- Tetes mata disimpan dalam wadah “tamper-evident”. Kompatibilitas dari
komponen plastik atau karet harus dicek sebelum digunakan.
- Wadah untuk tetes mata dosis ganda dilengkapi dengan dropper yang
bersatu dengan wadah atau dengan suatu tutup yang dibuat dan
disterilisasi secara terpisah.
2.1.10 Penandaan
Farmakope eropa mengkhususkan persyaratan berikut pada pelabelan sediaan
tetes mata.
• Label harus mencantumkan nama dan konsentrasi pengawet antimikroba
atau senyawa lain yang ditambahkan dalam pembuatan. Untuk wadah dosis
ganda harus mencantumkan batas waktu sediaan tersebut tidak boleh
digunakan lagi terhitung mulai wadah pertama kali dibuka.
• Kecuali dinyatakan lain lama waktunya tidak boleh lebih dari 4 minggu.
• Label harus mencantumkan nama dan konsentrasi zat aktif, kadaluarsa dan
kondisi penyimpanan.
• Untuk wadah dosis tunggal, karena ukurannya kecil hanya memuat satu
indikasi bahan aktif dan kekuatan atau potensi sediaan dengan menggunakan
kode yang dianjurkan, bersama dengan persentasenya. Jika digunakan kode
pada wadah, maka pada kemasan juga harus diberi kode.
11
• Untuk wadah sediaan dosis ganda, label harus ntuk wadah sediaan dosis
ganda, label harus menyatakan perlakuan yang harus d perlakuan yang harus
dilakukan untuk menghindarilakukan untuk menghindari kontaminasi isi
selama penggunaan.
❖ Labelling
Label harus mencantumkan :
- Nama dan persentase zat aktif.
- Tanggal dimana sediaan tetes mata tidak layak untuk digunakan lagi.
- Kondisi penyimpanan sediaan tetes mata.
Untuk wadah dosis ganda, label harus menyatakan bahwa harus dilakukan
perwatan tertentu untuk mencegah kontaminasi isi sediaan selama
penggunaan.
2.2 Suspensi
12
- Dapat menutup rasa dan bau yang tidak enak dari obat
- Mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air
Kerugian Suspensi :
- Kestabilan rendah
- Jika membentuk ‘caking’ akan sulit didispersi kembali sehingga
homogenitasnya turun
- Alirannya menyebabkan sukar dituang
- Ketepatan dosis lebih rendah dibandingkan bentuk sediaan larutan
- Pada saat penyimpanan, kemungkinan terjadi perubahan sistem disperse
13
- Magma, suspensi zat padat anorganik dalam air seperti lumpur
- Lotio, untuk golongan suspensi topikal dan emulsi untuk topikal
3. Berdasarkan Sifat
- Suspensi Deflokulasi
- Suspensi Flokulasi
2.2.5 Persyaratan
Menurut FI IV, syarat suspensi :
1. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara intravena dan intratekal
2. Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan dengan cara tertentu harus
mengandung zat antimikroba
3. Suspensi harus dikocok sebelum digunakan
4. Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat
Menurut FI III, syarat suspensi :
1. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap
2. Jika dikocok harus segera terdispersi kembali
3. Dapat mengandung bahan tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi
4. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar mudah dikocok dan
dituang
5. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari
suspensoid tetap agak konstan untuk waktu yang lama dalam penyimpanan
14
2. Evaluasi Kimia
• Keseragaman sediaan
• Penetapan kadar
• Identifikasi
• Penetapan kapasitas penetralan asam (untuk suspensi antasida)
3. Evaluasi Biologi
• Uji potensi (untuk antibiotic)
• Uji batas mikroba (untuk suspensi antasida)
• Uji efektivitas pengawet
BAB III
15
METODE PRAKTIKUM
16
7 pengawet Tidak menganggu
bahan aktif dan
sediaan
8 Bau Tidak berbau Tidak berbau (FI III hal.
143)
9 Rasa Pahit Sangat pahit (FI III hal.
143)
10 Warna Jernih tidak Putih, putih kelabu, putih
berwarna kekuningan (FI III hal. 143)
11 pH Sesuai denagn pH Antara 7,0-7,5 (FI IV hal.
mata 192)
12 Cara pemakaian Teteskan pada mata Teteskan pada mata yang
yang sakit sakit
13 Wadah&penyi Sesuai Farmakope Dalam wadah tertutup rapat
mpanan dan disimpan dalam lemari
pendingin. Wadah atau
karton disegel untuk
menjamin sterilitas pada
pemakaian pertama (FI IV
hal. 192)
Mutu
17
kloramfenikol • Emulsi tidak larut
tetes mata? dalam air
18
dalam tubuh. dengan
Dibuat sediaan menambahkan
yang bersifat NaCl
dan apa yang
digunakan
19
8. Penandaan Karena
berdasarkan penggunaan
golongan obat sediaan tetes
bermacam- mata harus
macam. dengan resep
Penandaan dokter dan
golongan yang perlu dilakkan
sesuai sebagai oleh tenaga
petunjuk ahli medis.
penggunaan
konsumen
20
agar larutan atau bahan
jernih yang tidak
larut.
4 OTT -
7 Dosis lazim Sekali 250 mg-500 mg. Sehari 1 g-2 g ( FI III hal. 963). 0.5 %
(larutan) dan 1 % (salep); tiap 10 ml mengandung 50 mg
kloramfenikoluntuksediaantetesmata
8 Cara pemakaian Oral dan pemakaian luar
9 Sediaan lazim dan Kapsul, tetes mata, tetes telinga, salep mata
kadar
10 Wadah dan Dalam wadah tertutup rapat ( FI IV hal.190)
penyimpanan
21
NO PARAMETER DATA
3 pH -
4 OTT -
7 Dosis lazim -
NO PARAMETER DATA
4 OTT -
22
6 Indikasi Sebagai pengawet atau antiseptikum ekstern ( FI III hal.
50)
10 Wadah Simpan dalam wadah tertutup baik (FI III hal. 50)
penyimpanan
NO PARAMETER DATA
4 OTT -
8 Cara pemakaian -
NO PARAMETER DATA
23
1 Pemerian Hablur tidak berwarna , tidak berbau, rasa asin. Dalam
udara kering merapuh (FI III hal, 227)
4 OTT -
8 Cara pemakaian -
NO PARAMETER DATA
2 Kelarutan Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air
mendidih dan dalam lbh kurang bagian gliserol P, sukar
larut dalam etanol 95% P ( FI III hal. 403)
4 OTT -
5 Cara sterilisasi -
24
7 Dosis lazim 0,6% - 2,0% (FI IV)
NO PARAMETER DATA
3 pH -
4 OTT -
25
7 Dosis lazim 1% - 2%
Perhitungan
• Chloramfenicol 0,5%
5 mL →0,5/100 x 5 mL = 0.025 gram
26
3 botol → 3 x 0,025 gr = 0,075 gram
• Acid boric 0,125%
5mL→ 0,125/100 x 5mL = 0,00625 gram
3 botol→ 3 x 0,00625gr = 0.01875 gram
• Natrium dihidrogenfosfat 0,8 % dibuat 6 mL untuk 15 mL sediaan tetes mata
5mL → 0,048/3 = 0,016gram
3 botol →→ 0,8/100 x 6mL = 0,048 gram
• Dinatrium hidrogenfosfat 0,947% dibuat 9 mL untuk 15 mL sediaan tetes mata
5ml → 0,08523/ 3 = 0,028 gr/mL
3 botol→ = 0,947/100 x 9 mL = 0,08523 gr/mL
• NaCl 0,9 %
5 mL→0,9/100 x 5 mL = 0,04 5gram
3 botol → 3 x 0,045 gram = 0,135 gram
• Metil selulosa 1%
5 mL → 1/100 x 5 mL = 0,05 gram
3 botol → 3 x 0,05 gr = 0,15 gram
27
1. Organoleptis - IK uji organoleptis
2. PH - IK pengukuran pH
3. Bobot Jenis - IK bobot jenis
4. Uji kejernihan - IK uji kejernihan
5. Uji volume - IK uji volume terpindahkan
6. terpindahkan - IK uji sterilitas
7. Sterilitas - IK uji efektivitas pengawet
Efektivitas pengawet
I.Persiapan
a. Ruangan, peralatan dan wadah dibersihkan
b. Peralatan dan wadah dibersihkan
c. Kebersihan diperiksa
d. Pakai pelindung pernapasan dan jalankan exhauter.
e. Beri label identitas tiap wadah.
f. Pakai masker dan sarung tangan
28
Semua anggota kelompok membuat jadwal harian produksi
berdasarkan rencana produksi untuk periode yang datang,
mempertimbangkan.
1. sisa jadwal yang lalu
2. kapasitas masing – masing mesin setiap tahap
3. jumlah tenaga kerja
4. jumlah bahan baku dan kemasan dan kemungkinan adanya
keterlambatan kedatangannya
5. urgensi masing – masing produk.
VI. Pengemasan.
29
Anggota kelompok melaksanakan pengemasan dan mencatat
semua kegiatan dan hasil pengemasan sesuai IK. Pengemasan
Hal. Dari
No.
DisusunOleh: Diperiksa Oleh: Disetujui Oleh: Pengganti
KELOMPOK No.
VII
Febriana
Indra Aditya
Atika Jaya
Rani Tgl.
Tujuan: Memperoleh bahan baku sesuai jenis dan jumlah yang
Ritta
diinginkan
Tgl.
30
Bahan: 1. Chloramfenicol Alat: 1. Timbangan
2. WadahBahan
5. Balp
4. Natrium Dihidrogenfosfat
5.Nacl
6.Metil selulosa
7.API
Cara Kerja:
31
No. Bahan: Penimbangan Seharusnya:
Chloramfenicol
Acid Boric
Natrium
Dihidrogenfosfat
Dinatrium
hidrogenfosfat
Nacl
Metil selulosa
Hal. Dari
INSTRUKSI KERJA
TanggalBerlaku:
PELARUTAN BAHAN AKTIF
KELOMPOK
VII
Tgl. Tgl.
32
ya Tgl.
2. Spatel
4. Label
3. Acid Boric
4. Natrium Dihidrogenfosfat
5. Dinatrium hidrogenfosfat
6. Nacl
7. Metil selulosa
Pembuatan API
30’ ad dingin.
Pengenceran Bahan
Pembuatan Dapar
33
Pembuatan Suspending Agent
Pencampuran I
Pencampuran II
Pengukuran volume
ml.
TETES MATA
34
KELOMPOK Diperiks Disetujui
aoleh : oleh :
Indah
Diantika
Febriana
Indra aditya
Atika Jaya
Tgl : Tgl :
Rani
Ritta
Tujuan Memastikan bahwa suspensi tetes mata yang telah dihasilkan memenuhi
kriteria dan syarat yang telah ditetapkan
1. Organoleptis
Dengan menggunakan panca indra kita dapat
mengevaluasi rasa, bau, dan warna
Bau - -
Rasa - -
2. Uji Kejernihan
35
• Bandingkan selama 5 menit dengan latar belakang
hitam lalu amati tegak lurus kearah bawah tabung.
5. Penentuan pH
Masukkan tetes mata kedalam beker glass, ukur pH
dengan pH indikator
36
Sampel pH
6. Uji Sterilisasi
Pindahkan cairan dari wadah menggunakan pipet atau
37
Tetes mata Ke-4 4,9 ml
kloramfenikol
Tetes mata Ke-5 4,8 ml
kloramfenikol
Tetes mata Ke-6 4,8 ml
kloramfenikol
Tetes mata Ke-7 4,8 ml
kloramfenikol
38
g. Amati wadah pada hari ke-7, 14, 21 dan ke-28
sesudah inokulasi.
h. Catat tiap perubahan yang dilihat dan tetapkan
jumlah mikroba variabel pada tiap selang waktu
tersebut dengan metode lempeng.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada praktikum ini kami membuat suatu sediaan steril yaitu Tetes Mata Kloramfenikol.
Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspense yang digunakan dengan cara
meneteskan obat pada selaput lender mata di sekitar kelopak mata dan bola mata. Tetes mata
39
disebut juga Guttae Opthalmitae. Tetes mata berair umumnya dibuat menggunakan cairan
pembawa berair yang mengandung zat pengawet yang pemilihannya didasarkan atas
ketercampuran zat pengawet terhadap obat yang terkandung di dalamnya selama waktu tetes
mata itu dimungkinkan untuk digunakan. (FI III, 1979). Obat tetes mata yang digunakan harus
diserap masuk ke dalam mata untuk dapat memberi efek. Larutan obat tetes mata segera campur
dengan cairan lakrimal dan meluas di permukaan kornea dan konjungtiva, dan obatnya harus
masuk melalui kornea menembus mata.
Untuk pembuatan obat mata ini perlu diperhatikan mengenai kebersihannya, pH yang
stabil, dan mempunyai tekanan osmose yang sama dengan tekanan osmose darah. Pada
pembuatan obat cuci mata tak perlu disterilkan, sedangkan pada pembuatan obat tetes mata
harus disterilkan.
Sediaan ini diteteskan ke dalam mata sebagai antibacterial, anestetik, diagnose,
midratik, miotik, dan antiinflamasi. Obat tetes mata sering digunakan pada mata yang luka
karena habis dioperasi atau karena kecelakaan. Syarat-syarat untuk tetes mata dikehendaki
syarat-syaratnya yaitu obatnya harus stabil secara kimia, harus mempunyai aktivitas terpeutik
yang optimal, harus tidak mengiritasi dan tidak menimbulkan rasa sakit pada mata, harus teliti
dan tepat secara jernih, harus bebas dari mikroorganismeyg hidup dan tetap tinggal demikian
selama penyimpanan yang diperlukan. Jadi pada prinsipnya obat tetes mata harus steril, jernih,
dan bebas partikel asing.
Obat biasanya dipakai pada mata untuk maksud efek local pada pengobatan bagian
permukaan, mata, atau bagian dalamnya. Yang sering dipakai adalah larutan dalam air, akan
tetapi juga biasa dipakai suspense cairan bukan air dan salep mata, karena kapasitas mata untuk
menahan atau menyimoan cairan dan salep terbatas. Pada umumnya obat mata dibiarkan dalam
volume yang kecil. Preparat cairan sering diberikan dalam bentuk sediaan
tetes mata dan salep mata dengan mengoleskan salep yang tipis pada pelupuk mata. Volume
sediaan cairan yang lebih besar dapat digunakan untuk menyegarkan dan mencuci mata.
Dalam praktikum ini bahan obat yang kami gunakan sebagai zat aktif adalah
Kloramfenikol yang mempunyai daya sebagai antimikroba yang kuat melawan infeksi mata
dan merupakan antibiotika spectrum luas bersifat bakteriostatik. Kloramfenikol juga
mengandung tidak lebih 103,0% dan tidak kurang dari 97,0% C11H12Cl2N2O5, dihitung dari zat
yang telah dikeringkan. Adapun formula yang kami gunakan untuk membuat sediaan steril ini
yaitu:
40
R/ Kloramfenikol 0,025 g
Asam Borat 0,00625 g
Natrium Dihidrogenfosfat 0,016 g
Dinatrium hidrogenfosfat 0,028 g
Natrium Klorida 0,045 g
API Ad 5 ml
Selain kloramfenikol digunakan asam borat sebagai pengawet, Natrium
dihidrogenfosfat dan Dinatrium hidrogenfosfat sebagai pendapar, Natrium klorida sebagai
pengisotonis dan aqua pro injeksi sebagai pelarut.
Dari hasil evaluasi diperoleh didapatkan hasil pH 7,4 yaitu pH netral diukur
menggunakan lakmus pH. Maka dapat disimpulkan tetes mata kloramfenikol ini layak pakai
karena memenuhi syarat sesuai di Farmakope Indonesia.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Sediaan suspensi yang kami buat adalah tetes mata Kloramfenikol, dimana
formula yang kami gunakan untuk membuat sediaan steril ini yaitu:
R/ Kloramfenikol 0,025 g
Asam Borat 0,00625 g
Natrium Dihidrogenfosfat 0,016 g
Dinatrium hidrogenfosfat 0,028 g
Natrium Klorida 0,045 g
API Ad 5 ml
• Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi yang digunakan
dengan cara meneteskan obat pada selaput lender mata di sekitar kelopak mata dan
bola mata
• Tetes mata kloramfenikol ini layak pakai karena memenuhi syarat karena
memenuhi syarat yaitu pH 7,4 dan larutan jernih.
41
Karena sifat dari zat aktif yang tidak tahan pemanasan dan juga bentuk sediaan
yang dibuat yaitu suspensi maka dalam pembuatan tetes mata kloramfenikol ini tidak
dilakukan sterilisasi akhir autoklaf tetapi sterilisasi yang dilakukan yaitu dengan teknik
aseptis. Alat - alat disterilisasikan dengan sterilisasi dengan menggunakan autoklaf
121°C selama 30 menit dan oven 150°C selama 1 jam.
5.2 Saran
Semoga praktek selanjutnya dapat lebih baik lagi, untuk itu diharapkan lebih
diperhatikan lagi dalam hal :
42
DAFTAR PUSTAKA
43
RANGKUMAN
Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspense yang digunakan dengan
cara meneteskan obat pada selaput lender mata di sekitar kelopak mata dan bola mata. Tetes
mata disebut juga Guttae Opthalmitae. Tetes mata berair umumnya dibuat menggunakan cairan
pembawa berair yang mengandung zat pengawet yang pemilihannya didasarkan atas
ketercampuran zat pengawet terhadap obat yang terkandung di dalamnya selama waktu tetes
mata itu dimungkinkan untuk digunakan. (FI III, 1979). Obat tetes mata yang digunakan harus
diserap masuk ke dalam mata untuk dapat memberi efek. Larutan obat tetes mata segera campur
dengan cairan lakrimal dan meluas di permukaan kornea dan konjungtiva, dan obatnya harus
masuk melalui kornea menembus mata.
Untuk pembuatan obat mata ini perlu diperhatikan mengenai kebersihannya, pH yang
stabil, dan mempunyai tekanan osmose yang sama dengan tekanan osmose darah. Pada
pembuatan obat cuci mata tak perlu disterilkan, sedangkan pada pembuatan obat tetes mata
harus disterilkan.
Sediaan ini diteteskan ke dalam mata sebagai antibacterial, anestetik, diagnose,
midratik, miotik, dan antiinflamasi. Obat tetes mata sering digunakan pada mata yang luka
karena habis dioperasi atau karena kecelakaan. Syarat-syarat untuk tetes mata dikehendaki
syarat-syaratnya yaitu obatnya harus stabil secara kimia, harus mempunyai aktivitas terpeutik
yang optimal, harus tidak mengiritasi dan tidak menimbulkan rasa sakit pada mata, harus teliti
dan tepat secara jernih, harus bebas dari mikroorganismeyg hidup dan tetap tinggal demikian
selama penyimpanan yang diperlukan. Jadi pada prinsipnya obat tetes mata harus steril, jernih,
dan bebas partikel asing.
Obat biasanya dipakai pada mata untuk maksud efek local pada pengobatan bagian
permukaan, mata, atau bagian dalamnya. Yang sering dipakai adalah larutan dalam air, akan
tetapi juga biasa dipakai suspense cairan bukan air dan salep mata, karena kapasitas mata untuk
menahan atau menyimoan cairan dan salep terbatas. Pada umumnya obat mata dibiarkan dalam
volume yang kecil. Preparat cairan sering diberikan dalam bentuk sediaan
44