Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PERAN PENDIDIK DALAM MEMINIMALISIR


TINDAKAN KKN

Di Susun Oleh :
UMAR ISMAIL
171022032

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN SULTAN AMAI GORONTALO
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas penyertaan-Nya
lah makalah dengan judul “Persn Guru Dalam Meminimalisir KKN” ini dapat diselesaikan.

Dalam penyusunan makalah ini saya mengaku banyak sekali kesuliatan. Namun berkat
usaha yang semaksimal mungkin saya lakukan, serta bantuan dari berbagai pihak, makalah ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen
pengampu mata kuliah Pengantar Ilmu Politik karena telah membimbing saya didalam
perkuliahan.

Saya mengakui dalam penyusunan makalah ini jauh daripada sempurna. Untuk itu
diharapkan saran dan kritik dari semua pihak demi penyempurnaan makalah ini.

Gorontalo, Desember 2021


Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................2

DAFTAR ISI .....................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..............................................................................................................4


1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan ..........................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) .......................................................................5


2.2 Dampak dan Implementasi KKN di Indonesia .............................................................7
2.3 Strategi pemberantasan KKN .......................................................................................10

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................13
3.2 Saran .............................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 14


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu isu yang paling krusial untuk dipecahkan oleh bangsa dan pemerintah
Indonesia adalah masalah korupsi. Hal ini disebabkan semakin lama tindak pidana
korupsi di Indonesia semakin sulit untuk diatasi. Maraknya korupsi di Indonesia
disinyalir terjadi disemua bidang dan sektor pembangunan. Apalagi setelah ditetapkannya
pelaksanaan otonomi daerah, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32
tahun 2004, disinyalir korupsi terjadibukan hanya pada tingkat pusat tetapi juga pada
tingkat daerah dan bahkan menembus ketingkat pemerintahan yang paling kecil di
daerah.
Pemerintah Indonesia sebenarnya tidak tinggal diam dalam mengatasi praktek-
praktek korupsi. Upaya pemerintah dilaksanakan melalui berbagai kebijakan berupa
peraturan perundang-undangan dari yang tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945
sampai dengan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, pemerintah juga membentuk komisi-komisi yang berhubungan langsung
dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi seperti Komisi Pemeriksa
Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ?
2. Bagaimanakah dampak KKN di Indonesia (terutama dalam hal jabatan) ?
3. Bagaimanakah strategi-strategi pemberantasan KKN ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Menambah wawasan akan pengertian Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
2. Untuk mengetahui dampak KKN di Indonesia (terutama dalam hal jabatan).
3. Mempelajari upaya-upaya pemberantasan KKN.
4. Peran Guru dalam Meminimlisir KKN
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME


1. Korupsi
Korupsi diambil dari bahasa latin yaitu corruption dari kata kerja
corrumpere yang bermakna busuk, rusak,menggoyahkan, memutarbalik, menyogok.
Menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik politikus,
politis maupun pegawai negri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya
diri atau memperkaya mereka yang ada didekatnya, dengan menyalahgunakan
kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dalam arti luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan
resmi untuk kepentingan pribadi. Semua bentuk pemerintahan rentan korupsi di
dalamnya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk
penggunaan pengaruh dan dukungan orang untuk memberi dan menerima
pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan dan sebagainya.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele
atau berat, terorganisasi atau tidak. Walaupun korupsi sering memudahkan kegiatan
kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu
sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan
membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan
kriminalitas atau kejahatan.
Dari sudut pandang hukum, korupsi memenuhi hal-hal berikut ini;
a. Perbuatan melawan hukum,
b. Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
c. Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
d. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Di Indonesia, telah terjadi banyak sekali kasus korupsi. Di bawah ini adalah
daftar beberapa di antara sekian kasus korupsi yang telah terjadi di Indonesia yaitu :
a. Kasus dugaan korupsi Soeharto : dakwaan atas tindak korupsi ditujuh yayasan,
b. Pertamina : dalam Technical Assistance Contract dengan PT. Ustaindo Petro Gas,
c. Bapindo : pembobolan di Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) oleh Eddy
Tansil,
d. Abdullah Puteh : korupsi APBD.
e. Nunun Nurbaeti : Kasus dugaan suap Cek Pelawat pemilihan Deputi Gubernur
Senior BI.

2. Kolusi
Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat
kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan atau perjanjian yang
diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala
urusannya menjadi lancar. Seringkali kolusi ini dimaksudkan untuk menjatuhkan
atau setidaknya merugikan lawan pihak-pihak yang berkolusi.
Dalam bidang studi ekonomi, kolusi terjadi dalam satu bidang industri di
saat beberapa perusahaan saingan bekerja sama untuk kepentingan mereka bersama.
Kolusi paling sering terjadi dalam satu jenis pasar oligopoli, dimana keputusan
beberapa perusahaan untuk bekerja sama dapat secara signifikan mempengaruhi
pasar secara keseluruhan.
Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat
kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang
diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala
urusannya menjadi lancar.

3. Nepotisme
Nepotisme (berasal dari kata Latin nepos, yang berarti keponakan atau cucu)
berarti lebih memilih (mengedepankan) saudara atau teman akrab berdasarkan
hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Kata ini biasanya digunakan
dalam konteks derogatori. Nepotisme biasanya dilakukan oleh para pejabat atau
pemegang kekuasaan pemerintah lokal sampai nasional, pemimpin perusahaan
negara, pemimpin militer maupun sipil, serta tokoh-tokoh politik. Mereka
menempatkan para anggota atau kaum keluarganya tanpa mempertimbangkan
kapasitas dan kualitasnya.
Walaupun praktek nepotisme ini sudah berlangsung sejak lama, istilah
nepotisme mulai di gunakan secara luas di Indonesia sejak tahun 1998. Fakta yang
terjadi sampai sekarang, praktek nepotisme masih kerap dilakukan di Indonesia,
bahkan sudah menjadi rahasia umum dalam proses perekrutan pengawal baru, baik di
instansi-instansi pemerintah dan perusahaan-perusahaan BUMN maupun swasta.
Masyarakat masih menganggap bahwa tindakan nepotisme tidak melanggar hukum
seperti halnya korupsi. Padahal, pengesahan Undang-Undang No 28 tahun 1999,
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, itu sudah merupakan dasar hukum
sah yang melarang praktek nepotisme, bersama dengan korupsi dan kolusi.

2.2 DAMPAK DAN IMPLEMENTASI KKN DI INDONESIA ( TERUTAMA


DALAM HAL JABATAN )

Dalam implementasinya, korupsi, kolusi, dan nepotisme menimbulkan


banyak sekali dampak negatif baik pada pelaku maupun orang lain. Ada pula dampak
positif bagi pelaku dan beberapa orang bersangkutan jika ditinjau secara duniawi.
Namun dampak positif atau keuntungan itu didapat hanya jika kejahatan mereka tidak
diketahui atau berhasil lolos dari mata hukum. Sedangkan jika ditinjau secara religius,
setiap perbuatan buruk akan mendapat balasan setimpal. Tidak ada lagi kata “tidak
ketahuan” maupun “lolos dari mata hukum”.
Dibawah ini merupakan beberapa di antara sekian banyak implementasi dan
dampak KKN :
1. Terjadi wrong person in the wrong place. Yaitu orang yang tidak seharusnya dan
tidak cocok untuk mengisi suatu jabatan atau kedudukan ditempatkan pada
kedudukan tersebut. Sedang orang yang memiliki kemampuan untuk mengisi suatu
kedudukan malah tidak bisa mengisi jabatan tersebut karena tidak menyogok, tidak
menggunakan uang pelicin, tidak memiliki koneks (hubungan persaudaraan,
persahabatan, atau lainnya) dengan orang yang bersangkutan, tidak ahli membuat
koneksi (bekerja sama atau membangun hubungan kolusi) dengan orang yang
bersangkutan, maupun alasan lainnya yang biasanya tidak ada hubungannya sama
sekali dengan kedudukan tersebut dan harusnya tidak diterapkan dalam
profesionalitas.
2. Terjadi pembagian dana yang tidak semestinya. Misal dana yang harusnya diberikan
semuanya pada penerima sebagian besar malah diterima pihak lain. Mekanismenya
yaitu dana mengalir dari sumber pada pihak satu. Pihak satu mengkorupsi sebagian
dana dan memberikan sisanya pada pihak dua. Pihak dua mengkorupsi sebagian dana
dan memberikan sisanya pada pihak tiga. Dan terus begitu hingga akhirnya penerima
menerima dana dalam jumlah yang tidak sesuai dengan seharusnya. Dalam peristiwa
ini, terjadi penggembungan dana milik pihak-pihak yang berkedudukan di atas.
Semakin atas kedudukannya, semakin gembung dompetnya. Apabila hal semacam
ini terjadi, maka akan terjadi kekurangan dana pada penerima.
3. Terjadi kemacetan dalam proses tertentu sebab tidak ada uang pelicin. Misal pada
proses pembuatan SIM (Surat Izin Mengemudi). Mereka yang menggunakan uang
pelicin dapat menyelesaikan tahap-tahap pembuatan SIM denga mudah dan cepat.
Bahkan dapat pula mereka mengikuti tahap-tahap hanya sebagai formalitas. Sedang
hasilnya sudah pasti mereka lulus. Sebaliknya bagi yang mengikuti tahap-tahap ujian
dengan bersih, jujur, dan tanpa uang pelicin. Seleksi mereka akan terjadi secara ketat.
Bahkan terkadang sengaja dibuat lebih sulit, berbelit-belit, panjang, dan lama. Dan
nampaknya petugas pun merasa enggan untuk melayani.
4. Terjadi saling menjatuhkan antara pihak bersih-jujur dengan pihak tidak jujur. Tapi
seringkali yang terjadi adalah pihak tidak jujur menjatuhkan yang bersih-jujur
disebabkan oleh rasa khawatir dan kurang aman akan keberadaan si bersih-jujur atau
hanya sekedar kecemburuan. Misalkan si A menjadi pegawai daerah tingkat II
karena murni usaha dan kemampuannya. Sedang si B dan si C menghalalkan
berbagai cara. Karena merasa harus mengeluarkan banyak dana untuk mendapat
posisinya sedang si A tidak perlu melakukan itu, si B dan C merasa cemburu.
Mereka melakukan kolusi untuk menjebak si A dalam suatu insiden agar minimal
nama baiknya tercoreng.
5. Mengutamakan memilih saudara, relatif, sahabat, atau lainnya untuk mengisi suatu
jabatan. Misal A adalah seseorang yang diberi amanat menyeleksi pegawai baru
suatu koperasi. Dan di antara para pelamar pekerjaan adalah B, saudara si A, dan si
C, bukan siapa-siapa si A. Setelah melalui beberapa tahap, ternyata si C lebih cocok
mengisi jabatan kosong tersebut. Namun karena mempertimbangkan si B sebagai
saudaranya, si A lebih memilih si B untuk mengisi jabatan.

Tindak korupsi sangatlah merugikan berbagai pihak, korupsi juga semakin


menambah kesenjangan akibat memburuknya distribusi kekayaan. Bila sekarang
kesenjangan kaya dan miskin sudah sedemikian menganga, maka korupsi makin
melebarkan kesenjangan itu karena uang terdistribusi secara tidak sehat (tidak
mengikuti kaidah-kaidah ekonomi sebagaimana mestinya). Koruptor makin kaya, yang
miskin makin miskin. Akibat lainnya, karena uang gampang diperoleh, sikap konsumtif
jadi terangsang. Tidak ada dorongan ke pola produktif, sehingga timbul inefisieansi
dalam pemanfaatan sumber daya ekonomi.
2.3 STARTEGI PEMBERANTASAN KKN
Cara paling efektif dan efisien untuk menghapus KKN adalah dengan
kesadaran masing-masing individu. Hanya saja sekiranya hal itu sulit diwujudkan
dengan kondisi moral, mental, dan kesadaran bangsa Indonesia yang relatif buruk. Maka
dari itu, untuk memberantas KKN perlu diupayakan banyak hal dan perlu pula kerja
sama dari setiap stake holder dengan perannya masing-masing. Di bawah ini adalah
stake holder dengan peranannya masing-masing :
1. Pemerintah dan Perangkat Kenegaraan
a. Membuat dan menegakkan peraturan perundangan yang melarang korupsi, kolusi,
dan nepotisme.
b. Membuat maupun mendukung lembaga-lembaga pemberantasan KKN.
c. Mengadakan maupun mensponsori event-event yang mendukung pemberantasan
KKN, misalnya penyuluhan, workshop, dan sebagainya.
d. Sebisa mungkin menjauhi praktik KKN sekalipun dalam porsi kecil.
e. Menumbuhkan jiwa anti-KKN dalam diri dan menularkan semangat itu baik pada
sesama aparatur kenegaraan maupun pada orang lain.
2. Guru, Dosen, dan Keluarga, dan Lainnya
a. Mengajarkan pada generasi muda tentang seberapa negatif KKN.
b. Memberi pendidikan yang mengarah pada kesadaran diri agar sebisa mungkin
selalu jujur dan adil di setiap tindakan.
c. Sebisa mungkin menjauhi praktik KKN sekalipun dalam porsi kecil.
d. Menumbuhkan jiwa anti-KKN dalam diri dan menularkan semangat itu baik pada
sesama guru maupun pada lainnya.
3. Siswa dan Mahasiswa
a. Mempelajari KKN dan seluk-beluknya untuk mengetahui seberapa negatif KKN
itu.
b. Sebisa mungkin menjauhi praktik KKN sekalipun dalam porsi kecil.
c. Membiasakan diri jujur dalam setiap tindakan.
d. Mempersiapkan masa depan Indonesia bersih dari KKN dimulai dari penerapan
gerakan anti-KKN pada diri sendiri dan dilanjutkan dengan mengalirkan semangat
anti-KKN pada orang di sekitar terutama teman, sesama generasi muda.

4. Pegawai pemerintah
a. Sebisa mungkin menjauhi praktik KKN sekalipun dalam porsi kecil.
b. Menumbuhkan jiwa anti-KKN dalam diri dan menularkan semangat itu pada
masyarakat.
c. Mengadakan maupun mensponsori kegiatan-kegiatan yang mendukung anti-KKN
seperti penyuluhan, workshop, dan sebagainya di tingkat masing-masing (desa,
kecamatan, kabupaten, dan lain-lain).

Cara-cara yang telah disebutkan di atas dapat benar-benar menghapuskan


KKN jika seluruh pihak dapat bekerja sama dengan baik dan pihak-pihak tersebut sudah
memiliki kesadaran akan kenegatifan KKN sejak awal. Fakta menunjukkan bahwa
budaya dan stigma akan KKN terlanjur mengakar kuat. Sedang semangat anti-KKN
sulit sekali bahkan hampir tidak mungkin dimunculkan karena para generasi tua yang
berpemikiran semi-tradisional bahkan tradisional. Mereka ingin mempertahankan nilai-
nilai yang sudah ada dan sangat sulit bahkan tidak mau menerima hal baru. Sekalipun
hal-hal yang mereka pertahankan itu belum tentu benarnya seperti stigma akan KKN.
Cara lain untuk memberantas KKN adalah melalui jalur hukum. Yaitu
dengan membuat dan mempertegas peraturan perundangan tentang pelarangan KKN.
Serta mempraktikkan pemberian sanksi pada mereka yang melanggar sesuai peraturan
tersebut seadil-adilnya. Hanya saja faktanya petugas peradilan dan perangkatnya pun
sudah terjerat KKN dan sulit untuk melepaskan diri. Hanya ada beberapa di antara
mereka yang masih jujur-bersih.
Banyak sekali kendala untuk mengubah generasi tua. Tidak sampai 25%
kemungkinan keberhasilan memperbaharui generasi tua. Maka dari itu, ya sudah biar
saja generasi tua begitu. Setelah semua pilihan seakan tidak mungkin, tinggal satu
pilihan tersisa. Yaitu memperbaharui generasi muda agar nantinya dapat membawa
Indonesia yang baru yang bersih dari KKN. Permbaharuan tersebut adalah melalui
revolusi pendidikan. Yaitu perubahan mekanisme pendidikan untuk menghasilkan siswa
bermoral dan bermental baik dengan jiwa anti-KKN. Untuk membuat hal tersebut
terwujud, diperlukan pula banyak tenaga pengajar yang profesional, dapat diandalkan,
dan merupakan suri tauladan yang baik. Ironinya, tidak semua guru memenuhi
persyaratan tersebut.
Sebagian besar dari mereka hanya mengajarkan pada siswanya mengenai
ilmu pengetahuan tanpa mengajarkan moral dan mental yang baik.Untuk meningkatkan
produktifitas tenaga pengajar agar memenuhi syarat, maka dapat diadakan workshop,
pelatihan kerja, dan sebagainya. Dan untuk melakukan itu diperlukan banyak dana,
berhubung jumlah guru di Indonesia tidaklah sedikit. Itu pun belum tentu menghasilkan
tenaga pengajar sesuai standar untuk pelaksanaan revolusi pendidikan.
Dari semua pilihan yang mungkin ditempuh, presentasi keberhasilan paling
besar adalah melakukan revolusi pendidikan. Itu pun presentasenya tidak sampai 50%.
Namun, sekalipun seakan hampir tidak mungkin untuk menghapus KKN, bangsa
Indonesia harus tetap optimis dalam memberantas KKN. Sekalipun tidak dapat
menggunakan cara efektif dan efisien, setidaknya masih bisa merangkak sedikit demi
sedikit menuju negara bebas KKN. Yaitu dengan memulai dari diri sendiri. Caranya :
1. Perbaiki moral dan mental diri.
2. Tumbuhkan semangat anti-KKN dalam diri.
3. Praktikkan anti-KKN dalam setiap perbuatan.
4. Pengaruhi orang lain agar semangat anti-KKN tumbuh dalam kepribadiannya.
5. Buat atau ikuti komunitas anti-KKN untuk mengumpulkan maupun berkumpul
dengan orang-orang yang memiliki ideologi serupa.
6. Bersama, adakan kegiatan seperti penyuluhan, workshop, pembelajaran, atau lainnya
sebagai upaya mengurangi KKN di Indonesia.
7. Teruslah aktif dalam mengurangi KKN.
2.4 PERAN GURU DALAM MEMINIMALISIR KKN

1. Peran berarti tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa
(Depdiknas, 2007:854). Peran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah identik
dengan andil, partisipasi, tugas dan konstribusi sebagai guru pendidikan
2. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam Guru adalah seseorang yang memiliki tugas
sebagai fasilitator sehingga siswa dapat belajar dan atau mengembangkan potensi
dasar dan kemampuannya secara optimal, melalui lembaga pendidikan sekolah, baik
yang didirikan oleh pemerintah ataupun oleh masyarakat atau swasta (Suparlan,
2005:12-13). Sedangkan pengertian guru menurut Uno merupakan suatu profesi, yang
berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat
dilakukan oleh sembarang orang di luar pendidikan (Uno, 2011:15). Menurut dua
pengertian di atas dapat dikatakan bahwa guru sebagai pendamping peserta didik
dalam belajar dan seorang guru dalam menjalankan profesinya sebagai pengajar dan
pendidik haruslah mempunyai keahlian khusus sesuai dengan mata pelajaran yang
diajarkan. Jadi seorang guru lulusan Pendidikan Agama Islam sebaiknya mengajar
mata pelajaran agama Islam, bukan mata pelajaran lain, begitu pula dengan mata
pelajaran yang lain.

Guru bukan hanya sebagai pengajar atau pemberi materi pelajaran dalam kelas, tetapi
juga mampu mendidik dan menjadikan peserta didik mempunyai moral yang mulia.
Pengetian guru sebagai pendidik moral peserta didik sesuai dengan pengertian guru
menurut Djamarah, guru adalah spiritual father atau bapak rohani bagi seorang anak didik
yaitu memberikan santapam jiwa dengan ilmu, pendidikan akhlak, dan membenarkannya,
maka menghormati guru adalah menghormati anak didik kita, menghargai guru berarti
memberikan penghargaan terhadap anak-anak kita, dengan guru itulah mereka hidup dan
berkembang, sekiranya guru itu melakukan tugasnya dengan sebaik-baiknya (Djamarah,
1997:42). Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses untuk menciptakan kedewasaan
pada manusia. Proses yang dilalui untuk menciptakan kedewasaan tersebut membutuhkan
waktu yang lama, karena aspek yang ingin dikembangkan bukanlah hanya kognitif
semata-mata melainkan mencakup semua aspek kehidupan, termasuk didalamnya nilai-
nilai ketuhanan (Muslich, 2010:23). Pendidikan dalam buku falsafah pendidikan Islam
secara khusus diartikan sebagai rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi
hidup manusia yang berupa kemampuan-kemampuan dasar dan belajar, sehingga
terjadilah perubahan dalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk individu, sosial dan
dalam hubungannya dengan alam sekitar berada dalam nilai Islam, yakni normanorma
syari’at dan akhlak yang mulia.(al-Syaibani, 1979:399).

3. Peran Guru Pendidikan Agama Islam Pada dasarnya peran guru pendidikan
agama Islam dan guru pada mata pelajaran lain tidak ada perbedaan. Seorang guru
dapat berperan sebagai pembimbing, pengajar, dan sekaligus pelatih dengan kadar
profesional tertentu (Samana,1994:79). Sebagai seorang pengajar sekaligus
pendidik seorang guru tidak hanya pandai menguasai materi pelajaran, tetapi
mampu menyampaikan dan menerapkan dalam keseharian peserta didik. Guru
dalam mendidik dan membimbing para siswanya tidak hanya dengan bahan yang
disampaikan atau metode-metode penyampaian yang sesungguhnya, tetapi dengan
seluruh kepribadiannya (Isjoni, 2006:78). Penyampaian materi tidak selamanya
menggunakan metodemetode pengajaran yang ada dalam dunia pendidikan, tetapi
juga memerlukan kepribadian baik dari seorang guru sebagai teladan dalam
menanamkan akhlaq terpuji pada peserta didik. Kepribadian guru sangat
mempengaruhi perannya sebagai pembimbing dan pendidik. Guru merupakan
mitra anak didik dalam kebaikan, sehingga guru berperan dalam memberi contoh
teladan terhadap peserta didiknya

Peran guru dalam peraturan Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang tugas


utama guru yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Redaksi Sinar Grafika,2006: 2)

Salah satu tugas guru yaitu memberikan materi dalam ruang kelas. Dalam
ruang kelas, suatu pendekatan komprehensif menuntut guru untuk:
a. Bertindak sebagai model, mentor, memperlakukan para siswa dengan cinta
dan penghargaan, menjadi contoh baik, mendukung perilaku prososial, dan
mengkoreksi tindakan-tindakan yang menyakiti.
b. Menciptakan sebuah komunitas moral di kelas, membantu para sisiwa
untuk saling kenal, menghargai dan peduli antara siswa yang satu dengan
lainnya, dan merasakan keanggotaan yang berharga dalam kelompok.
c. Mempraktikkan disiplin moral, menggunakan penciptaan dan penegakan
aturan-aturan sebagai peluang untuk menumbuhkan penalaran moral,
kontrol diri, dan penghargaan terhadap orang lain.
d. Menciptakan sebuah lingkungan ruang kelas yang demokratis, melibatkan
para siswa dalam putusan-putusan dan berbagi tanggungjawab untuk
membuat ruang kelas menajdi tempat yang baik untuk berada dan belajar.
e. Mengajarkan nilai-nilai melalui kurikulum, menggunakan mata pelajaran
sebagai wahana untuk mengkaji isu-isu etis.
f. Menggunakan pembelajaran kooperatif untuk mengajari anak-anak dengan
watak dan ketrampilan tolong menolong dan berkerja sama.
g. Mendorong refleksi moral melalui kegiatan membaca, menulis, diskusi,
pembuatan-putusan dan debat.
h. Ajarkan pemecahan konflik agar para siswa memiliki kapasitas dan
komitmen untuk memecahkan konflik dengan cara yang tidak memihak
dan tanpa kekerasaan (Kesuma, 2011:81).

Guru mempunyai peran dan fungsi yang menjadi tanggung jawabnya sebagai
seorang pengajar dan pendidik. Guru memiliki satu kesatuan peran dan fungsi yang
tidak terpisahkan, antara kemampuan mendidik, membimbing, mengajar dan melatih.
Berdasarkan tanggung jawab yang diembannya, pengertian guru dapat dibedakan
menjadi beberapa macam, seperti: guru kelas, guru mata pelajaran, guru bimbingan
dan konseling, guru pustakawan, dan guru ekstrakurikuler. Semua guru tersebut
mempunyai peran sebagai berikut:

a. Sebagai pendidik, guru lebih banyak menjadi sosok panutan yang memiliki
nilai moral dan agama yang patut ditiru dan diteladani oleh siswa. Contoh
dan keteladanan itu lebih merupakan aspek-aspek sikap dan perilaku, budi
pekerti luhur, akhlaq mulia seperti jujur, tekun, amanah dan sopan santun.
Dalam konteks ini makna sikap dan perilaku guru menjadi semacam bahan
ajar secara tidak langsung yang dikenal dengan hidden curriculum.
b. Sebagai pengajar, guru diharapkan memiliki pengetahuan yang luas tentang
displin ilmu yang harus diampu untuk ditransfer kepada siswa.
c. Sebagai pembimbing, guru juga perlu memiliki kemampuan untuk dapat
membimbing siswa, memberikan dorongan psikologi agar siswa dapat
mengesampingkan faktor-faktor internal dan eksternal yang akan
mengganggu proses pembelajaran, baik di dalam maupun di luar.
d. Sebagai pelatih, guru perlu memberikan sebanyak mungkin kesempatan
kepada siswa untuk dapat menerapkan konsepsi atau teori ke dalam
praktik, yang akan digunakan langsung dalam kehidupan (Suparlan,
2005:25-29)

Sebenarnya, peran guru dalam memberantas korupsi itu dimulai dari


penanaman nilai budi pekerti kepada siswa sejak dini. Kalau semua guru sejak SD
sampai SLTA bahkan dosen mempunyai keseragaman budi pekerti dalam mendidik
anti korupsi maka negara akan bebas dari korupsi. Sedangkan kalau memberantas
secara langsung itu telah menjadi tugas pemerintah serta perangkat hukumnya. Tugas
guru di sekolah memberikan pemahaman bahwa korupsi itu merugikan diri sendiri dan
orang lain (Kusumah, 2012:225).

Pemahaman ini seperti yang dijelaskan dalam UU No 14 Tahun 2005 terkait


tugas utama guru dan membenarkan teori psikologi bahwa sekolah sebagai salah satu
faktor lingkungan dalam pembentukan karakter. Peraturan Undang-Undang No 14
Tahun 2005 tentang tugas utama guru yaitu mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah
(Redaksi Sinar Grafika,2006: 2).

Berdasarkan UU tersebut tugas guru tidak hanya mengajar, mengevaluasi dan


menilai hasil belajar pesrta didik, namun juga mendidik, membimbing dan
mengarahkan peserta didik. Salah satunya yaitu mendidik 40 dan membimbing dalam
menumbuhkan karakter anti korupsi melalui penanaman budi pekerti.
Pembentukan karakter dipengaruhi oleh dua hal yaitu, bawaan dan lingkungan.
Sesuai dengan teori kepribadian dalam psikologi bahwa pementukan karakter dapat
dilakukan melalui kondisi lingkungan. Sekolah sebagai salah satu faktor lingkungan
yang mempengaruhi terbentuknya karakter kepribadian seseorang. Dalam
menumbuhkan karakter anti korupsi pada peserta didik sekolah dapat menerapkan
teori kepribadian dalam psikologi yaitu dengan role model, hukuman, reward dan
pengetahuan yang diterapkan dalam keseharian peserta didik. Pada hakikatnya peran
semua guru itu sama dalam hal mendidik akhlak peserta didik, apalagi dalam hal
menumbuhkan karakter anti korupsi sebagai upaya mencegah korupsi.

Namun, seringkali guru pendidikan agama Islam dianggap gagal menjalankan


perannya karena adanya kasus-kasus kriminal. Hal itu sesuai buku yang ditulis Irfan
(2009: 46-47), yaitu gagalnya pendidikan agama dan etika, berasal dari pemikiran
Franz Magnis Suseno yang mengatakan bahwa agama telah gagal menjadi
pembendung moral bangsa dalam mencegah korupsi karena perilaku masyarakat yang
memeluk agama itu sendiri. Pemeluk agama menganggap bahwa agama hanya berkuat
pada masalah bagaimana cara beribadah saja, sehingga agama nyaris berfungsi dalam
memainkan peran sosial. Menurut Franz, sebenarnya agama bisa memainkan peran
yang lebih besar dalam konteks kehidupan sosial dibandingkan institusi lainnya.
Sebab, agama memiliki relasi atau hubungan emosional dengan para pemeluknya.

Jika diterapkan dengan benar kekuatan relasi emosional yang memiliki agama
bisa menyadarkan umat bahwa korupsi bisa membawa dampak yang sangat buruk.
Moral keagamaan sebagai salah satu dimensi dalam menanamkan karakter anti
korupsi. Seseorang akan menghindar atau menolak melakukan tindak kejahatan,
termasuk korupsi, karena didalam hatinya mempunyai rasa takut berdosa melanggar
larangan Tuhan lantaran karena mengambil sesuatu yang bukan miliknya. Moral
keagamaan yang dimiliki secara efektif dapat mencegah dirinya melakukan perbuatan
korupsi. Keimanan dan kepercayaan kepada Tuhan mendorong dirinya untuk
melaksanakan perintah agama dan menghindar dari pelanggaran syari’atnya.
(Poernomo, 2013:171-172).
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Sebuah strategi pemberantasan memerlukan prinsip transparan dan bebas
konflik kepentingan. Transparansi membuka akses publik terhadap sistem yang berlaku,
sehingga terjadi mekanisme penyeimbang. Warga masyarakat mempunyai hak dasar
untuk turut serta menjadi bagian dari strategi pemberantasan korupsi. Saat ini
optimalisasi penggunaan teknologi informasi di sektor pemerintah dapat membantu
untuk memfasilitasinya. Strategi pemberantasan juga harus bebas kepentingan golongan
maupun individu, sehingga pada prosesnya tidak ada keberpihakan yang tidak
seimbang. Sehingga semua strategi berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku dan
objektif.

3.2 SARAN
1. Seharusnya pemerintah lebih tegas terhadap terpidana korupsi. Undang-undang
yang ada pun dapat dipergunakan sebaik-baiknya agar korupsi tidak lagi menjadi
budaya di negara ini.
2. Perlu kerja sama dari seluruh lapisan masyarakat untuk mewujudkan proyek
penghapusan KKN di Indonesia. Karenanya, perlu dilakukan upaya untuk menarik
minat masyarakat agar mau berpartisipasi.
DAFTAR PUSTAKA

http://desti48.blogstudent.mb.ipb.ac.id/2014/01/29
http://6serigalamalam9.blogspot.com/2013/04
http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi
http://id.wikipedia.org/wiki/Kolusi
http://id.wikipedia.org/wiki/Nepotisme

Anda mungkin juga menyukai