Anda di halaman 1dari 10

PENOBATAN SULTAN BAYANG

MASA BELANDA ABAD 19


M. Nurdin Hamzah

Program Studi Ilmu Sejarah

Jurusan Sejarah Seni dan Arkeologi

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Jambi

Dosen pengampu : Nirwan II Yasin S.Pd., M.hum

Abstrak

Pada akhir abad 19 di daerah Jambi terdapat Kesultanan Jambi yang belum sepenuhnya berada di
bawah kekuasaan kolonial Belanda.Pemerintahan di pusat kerajaan dipimpin oleh seorang Sultan
dibantu oleh Pangeran Ratu (Putra Mahkota) yang mengepalai "Rapat Dua Belas" yang
merupakan Badan Pemerintahan kerajaan.Kajian tentang pembentukan dan perkembangan
Kerajaan Jambi termasuk bidang kajian yang terbelakang. Tulisan kali ini akan membahas
mengenai penobatan sultan bayang. Latar belakang yang membuat Belanda mengangkat sultan
bayang dikarenakan Sultan Thaha melakukan penyerangan terhadap Kolonial Belanda maka
Belanda memakzulkan Sultan Thaha dan mengangkat sultan bayang.

Kata Kunci : Sultan Bayang, Kesultanan Jambi, Abad 19.

Abstract

At the end of the 19th century there was the Sultan of Jambi in the Jambi region which was not
completely under Dutch colonialism. The government at the center of the kingdom was led by
the Sultan who was supported by the Prince Ratu for the order and development of the Malay
Kingdom, including areas that were left behind. It describes the Coronation of the Shadow
Sultan.

Keywords: Sultan Bayang, Jambi Sultanate, 19th century.


PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang kaya akan penghasilan perekonomiannya, baik berasal dari
laut maupun dari daratan. Oleh sebab itu, Indonesia cukup lama dijajah oleh Kolonial Belanda,
berkisar lebih kurang 350 Tahun atau tiga setengah abad dengan motif ekonomi dan
petualangan.Pada pertengahan abad ke-17 Belanda menanamkan dasar-dasar kekuasaannya di
Sumatera, pada tahun 1665 Belanda berhasil mendapat pangkalan dibeberapa daerah yang ada di
Sumatra.1Meskipun Indonesia dijajah oleh Kolonial Belanda sangat lama, tetapi para pejuang
Indonesia tidak pernah berhenti untuk memperjuangkan Indonesia supaya merdeka. Mereka yang
berjuang tidak mengharap dihargai atau dijuluki sebagai pahlawan karena mereka ikhlas
berjuang, baik dimedan perang maupun medan politik. Indonesia dijajah oleh Kolonial Belanda
tidak hanya di satu daerah saja tetapi hampir seluruh daerah yang terdapat di Indonesia termasuk
daerah Jambi.2

Daerah Jambi mempunyai semboyan “Sepucuk Jambi Sembilan Lurah, Batangnyo Alam Rajo”
bahwa wilayah Kesultanan Jambi dahulu meliputi 9 buah lurah yang dialiri oleh anak-anak
sungai (batang).3 Masing-masing bernama: 1. Batang Asai 2. Batang Merangin 3. Batang
Masurai 4. Batang Tabir 5. Batang Senamat 6. Batang Jujuhan 7. Batang Bungo 8. Batang Tebo
dan 9. Batang Tembesi. Suku Melayu Jambi seluruhnya beragama Islam, dan memandang
bangsa kulit putih, Belanda adalah kafir yang harus dilawan dan dihindari. Perlawanan terhadap
Kolonialisme dan Imperialisme Belanda bukan hanya terbatas pada perlawanan phisik berupa
peperangan dari peperangan, melainkan juga merupakan perlawanan non phisik antara lain
mengharamkan pakaian orang Nasrani (Belanda), menolak masuk sekolah-sekolah Pemerintah.4

Sultan Thaha Saifuddin merupakan Sultan Kerajaan Melayu Jambi yang juga merupakan
keturunan bangsawan. Saat Sultan Thaha Saifuddin naik tahta, ia membatalkan dengan spontan
semua perjanjian dengan Belanda yang hanya menguntungkan pihak Belanda. Hal tersebut
membuat pihak Belanda sendiri menyatakan bahwa peperangan dengan Sultan Thaha Saifuddin
adalah peperangan yang tidak mengenal kata damai.Sultan Thaha Saifuddin selama beliau
1
Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan 3 (Kanisuis, Yogyakarta:1973), Hal.71
2
Ona Yulita, Doni Nofra,Perjuangan Sultan Thaha Saifuddin Menentang Kolonial di Jambi.
3
Warsito Adnan, dkk, Selayang Pandang Indonesia (PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Solo:2005), hal. 19-25
4
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek-Proyek dan
Dokumentasu Sejarah Nasional, Sejarah Perlawanan Terhadap Kolonialisme dan Imperialis di Jambi, hal.1
menjadi Sultan dari tahun 1855-1904 dan mulai dari tahun 1585 atau dalam kurun waktu selama
lebih kurang 46 tahun beliau terus menerus bertempur melawan Belanda tanpa kompromi, begitu
gencarnya beliau bertempur melawan Belanda Sampai pihak Belanda sendiri menyatakan bahwa
peperangan dengan Sultan Thaha Saifuddin adalah peperangan yang tidak mengenal kata
damai.Karena Sultan Thaha terus melakukan perlawanan terhadap Belanda maka Belanda pun
mengangkat sultan baru untuk menggantikan posisi Sultan Thaha.Sultan-sultan yang diangkat
oleh Belanda disebut sebagai sultan bayang.

LATAR BELAKANG TERJADINYA PERLAWANAN

Pada tahun 1855 Sultan Abdurahman meninggal, dan Pangeran Ratu menggantikannya dengan
gelar Sultan Thaha Syaifuddin dengan pusat pemerintahnya di Tanah Pilih (sekarang Mesjid
Agung Al-Falah Jambi).5 Langkah pertama yang diambil ialah : a. Mengenal kembali perjanjian
Kesultanan Jambi dengan Belanda yaitu Perjanjian Sungai Baung 1833. b. Memperkuat
keimanan dan pendidikan keagamaan dengan mendatangkan guru-guru agama baik dari Melayu
maupun dari Minangkabau. Perjanjian Kerajaan Jam bi dan Belanda itu tidak diakui oleh Sultan
Thaha Saifuddin, ia malah tidak akan mengadakan perjanjian apapun. Belanda mencoba
membujuknya dengan manawarkan kenaikan gaji ganti rugi untuk Sultan dan Put era Mahkota,
tetapi Sultan Thaha tetap menolaknya, bahkan mempersiapkan tentara Kerajaan dengan
mendatangkan senjata dari Melayu dan membuat mesiu sendiri. Karena itu Belanda mengancam
akan memecat Sultan Thaha dari jabatannya dan akan membuang serta mengasingkan. 6 Ternyata
ancaman tinggal ancaman, bahkan semangat jihad rakyat Jambi makin bertambah yang
berpegang pada "Hubbu/wathon minal iman", yaitu mencintai tanah air adalah separoh dari Iman
.

Gubernur Jenderal Belanda di Batavia mengutus Residen Palembang dan Asisten Residen
beserta Jaksa Palembang Pangeran Kartowijoyo dan Kepala Kampung Said Alike Jambi untuk
mengadakan perundingan dengan Sultan Thaha Saifudin. Sultan Thaha dan kakanya yaitu
Pangeran Diponegoro telah bersumpah : "Selama gagak hitam, selama burung kuntul putih, dan
air sungai Batang Hari mengalir, tidak mau berunding dengan Belanda si Kafir". Di samping itu

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek-Proyek dan
5

Dokumentasu Sejarah Nasional, Sejarah Perlawanan Terhadap Kolonialisme dan Imperialis di Jambi, hal.19

6
Ibid
Belanda bertambah khawatir, karena terbetik berita, bahwa Sultan Thaha sedang berusaha
menjalin hubungan dengan Amerika Serikat dan lnggris. Hal ini terbukti dari peristiwa
penangkapan seorang Amerika Walter Gibson oleh Belanda, ia dianggap bekerja sama dengan
Sultan Jambi. Peristiwa Walter Gibson mengakibatkan Amerika Serikat mempunyai rencana
untuk menyelidiki dasar-dasar kekuasaan Nederland. Karena sikap keras Sultan Thaha utusan
kembali dengan sia-sia, dalam kesempatan itu utusan Belanda hanya diterima oleh Pangeran
Penembahan Prabu karena itu Belanda mengeluarkan ultimatum7:

1 ). Sultan Thaha SYaifuddin diberi waktu 2 x 24 jam untuk mengadakan persiapan baru.

2). Jika Sultan Thaha Syaifuddin menolaknya, maka akan di turunkan dari tahta dan digantikan
oleh seorang Sultan yang bersedia menyetujui perjanjian dengan Belanda.

3). Jika Sultan Thaha Syaifuddin tetap tidak berkehendak mengadakan perjanjian dengan
Belanda akan diasingkan ke Batavia.

4). Sultan Jambi diwajibkan mengirimkan utusan ke Batavia untuk memberikan tanda
kehormatan kepada Gubernur Jendral di Batavia.

Faktor pemicu perlawanan Sultan Thaha Saifuddin adalah adanya tekanan penguasaan Belanda
melalui perjanjian Sungai Baung (Rawas) tanggal 14 November 1833 M dengan Letkol Michiels
yang ditandantangani oleh Sultan Muhammad Fachruddin begitu menyakitkan hati Sultan
Thaha.8Dampak dari perjanjian tersebut, berdirilah markas patroli Belanda di Muara Kumpeh
yang sejak semula dipandang strategis sebagai pintu keluar masuknya pelayaran Dataran Aliran
Sungai (DAS) Batanghari.Tempat yang sangat bagus untuk pengawasan pusat Pemerintahan
Kesultanan Jambi baik pertahanan maupun ekonomi melalui perdagangan hasil bumi, hasil
perkebunan dan hasil hutan Jambi. Selain itu, karena berdirinya markas Belanda di Muara
Kumpeh, kemudian Belanda menambah pasukannya dari Batavia ke Muara Kumpeh di bawah
pimpinan Mayor Van Langen dengan 30 buah kapal perang dan 800 personil serdadu Belanda
pada tanggal 25 September 1858 M. Pada masa Sultan Thaha Saifuddin menjabat sebagai
Perdana Menteri tahun 1841 M, agama Islam sudah meluas. Akan tetapi, rakyat Jambi masih
banyak yang belum tahu tentang tulisan dan bacaan huruf Arab.Oleh karena itu, terlebih dahulu
7
Ibid hal.20
8
Usman Meng. Napak Tilas Liku-liku Provinsi Jambi (Kerajaan Melayu Kuno sampai dengan Terbentuknya
Provinsi Jambi). (Jambi: Pemerintah Provinsi Jambi, 2006), hal. 11
sultan mempersatukan seluruh rakyat Jambi dengan semangat keislaman gunamengusir Kolonial
Belanda yang dikatakannya sebagai orang kafir dari seluruh wilayah Jambi.

PENOBATAN SULTAN BAYANG

Ketika Sultan Thaha mulai diangkat menjadi Sultan Jambi, perlawanan rakyat terhadap Belanda
tengah berlangsung dengan sengit. Dalam situasi seperti ini Sultan Thaha dengan tegas
menyatakan bahwa9 :

1. Sultan Thaha Syaifuddin yang sudah dinobatkan sebagai Sultan Jambi tidak mau mengakui
kekuasaan Belanda di Jam bi.

2. Sultan Thaha Syaifuddin bersama rakyat Iambi tidak mau mengakui dan mentaati segala
perjanjian antara Sultan Iambi dengan pemerintah Belanda.

3. Sultan Thaha Syaifuddin bcrsama rakyat Jambi tidak akan mengadakan perjanjian apa pun
dengan .penjajah Belanda (10, p. 22 dan 23). Setelah mendengar pernyataan tersebut di atas
Belandamengancam akan memecat Sultan Thaha Syaifuddin dari jabatanny a dan akan
menangkap dan mengasingkannya ke Batavia. Ancaman tersebut sama sekali tidak dihiraukan
oleh Sultan Thaha. Beliau bahkan menyiapkan pasukan untuk menyerang Belanda.Pasukan
Sultan ini dipersenjatai dengan pedang, lembing dan senapan-senapan hasil rampasan dari tentara
Belanda.

Setelah mengetahi bahwa ancamannya terhadp Sultan Thaha itu tidak berhasil, maka Belanda
mulai mengubah sikapnya. . Mereka mulai menghubungi Sultan Thaha secara lunak, menempuh
jalan damai. Untuk keperluan tersebut Gubemur Jenderal Belanda di Batavia mengirim utusan
yang terdiri dari Residen Palembang Coupemts d~n Asisten Residen Strom van's Gravensande
untuk menemui Sultan Thaha Syaifuddin guna diajak berunding. Sebelum utusan itu tiba di
Jambi, sudah ada dua orang Indonesia yang diutus fihak Belanda, yaitu Jaksa Palembang,
Pangeran Kartowijoyo dan seorang kepala kampung yang bemama Said Ali untuk datang ke J

9
Masjkuri, 1979. Sultan Thaha Syaifuddin, hal.29
ambi guna menyelidiki siapa-siapa di antara keluarga Sultan yang setuju dan yang tidak setuju
terhadap perjanjian dengan Belanda. Dengan demikian Belanda telah bersiap-siap untuk
mengangkat keluarga Sultan yang lain andaikata perundingan dengan Sultan Thaha mengalami
kegagalan . . Semua usaha Belanda untuk membujuk Sultan Thaha agar bersedia mengadakan
perjanjian dengan mereka mengalami kegagalan . . Sultan Thaha tetap pada pendiriannya, tidak
mau mengadakan perjanjian apa pun dengan penjajah Belanda. Sementara itu Belanda bertambah
khawatir karena Sultan Thaha Syaifuddin berusaha mengadakan hubungan dan meminta bantuan
dunia luar, seperti dengan Turki, lnggris dan Amerika Serika yang pada waktu itu selalu
mengancam kedudukan Belanda (11, p. 14). Kekhawatiran terhadap kemungkinan adanya
bantuan Inggris dan Amerika Serikat terhadap Sultan Thaha itu telah menyebabkan Belanda
mencari penyelesaian sepihak sebagai berikut :

1. Sebuah pasukan Belanda dikirim ke Jambi.


2. Sultan Thaha Syaifuddin masih diberi kesempatan berpikir selama 2 x 24 jam untuk
mengadakan perjanjian baru.
3. Jika Sultan Thaha Syaifuddin tidak mau mengadakan perjanjian baru, maka beliau akan
diturunkan dari takhta kesultanan dan akan digantikan dengan Sultan baru yang mau
mengadakan perjanjian dengan 8elanda.
4. Jika Sultan Thaha benar-benar tidak mau menyetujui diadakannya perjanjian baru, beliau
akan diasingkan ke Batavia..
5. Sultan Jambi diharuskan mengirimkan utusan ke Batavia untuk memberi tanda kehormatan
kepada Gubemur Jenderal di Batavia .

Setelah usaha-usaha yang dijalankan oleh Belanda pada tahun 1857 dan 1858 agar Thaha mau
mengakui kekuasaan Belanda ini, maka dikirimkan ke Jambi satu pasukan dengan kapal dan
pada tanggal 25 September 1858. Setibanya pasukan ini di Muara Kurnpeh terjadilah
pertempuran. Pihak Belanda dipimpin oleh Mayor Van Longen berikut 800 tentaranya, sedang
rakyat Jam bi dipimpin langsung oleh Sultan Thaha Saifudd in sendiri. Selama pertempuran dua
hari dua malarn , rakya t Jam bi berhasil menenggelamkan kapal " Houtman". Sebaliknya rakyat
Jambi kehilangan tiga orang panglimanya, di antaranya Pangeran Mayang Sarduto dimakamkan
bersama meriamnya di Kedaton Kecamatan Sekernan Kabupaten Batang Hari. Bagaimanapun
kuatnya semangat jihad menentang penjajahan Belanda, namun Sultan Thaha sadar bahwa
peralatan dan persiapan team perang Belanda jauh lebih lengkap clan modern, maka secara
diam-diam dirubahlah siasat perang dari perang terbuka menjadi perang gerilya. Sultan Thaha
dan Pangeran Diponegoro bersarna para bangsawan menyingkir ke Muara Tembesi dengan
rnembawa keris Siginjai.10

Pada tanggal 2 Nopember 1858 Belan da rnengangkat Penambahan Prabu menjadi Sultan
dengan gelar Sultan Ahmad Nazaruddin, dan Pangeran Martoningrat diangkat sebagai Putera
Mahkota. Jambi pecah menjadi dua kerajaan yaitu : Daerah Jam bi Ilir dengan Sultan Ahmad
Nazaruddin dan Daerah Jam bi Ulu dengan Sultan Thaha Syaifuddin , apalagi setelah
Keratonnya di bawah tanah di born, karena ia tidak mau mengakui kekuasaan Gubernement
sewaktu ia dinobatkan. Dengan Sultan yang baru, Belanda menyadarkan perjanjian yang baru
yaitu11 :

1 ). Kerajaan Jambi adalah sebagian dari jajahan Belanda di Hindia Timur dan Jambi berada
dibawah kekuasaan negeri Belanda.

2). Negeri Jambi hanya dipinjamkan kepada Sultan Jambi yang harus bersikap menurut dan setia
serta menghormati Pemerintahan Belanda.

3). Pemerintah Belanda berhak memungut cukai pengangkatan barang masuk dan barang keluar
dari Jambi.

4 ). Kepada Sultan dan Pangeran Ratu diberikan uang tahunan sejumlah 10.000,- jumlah mana
mungkin diperbesar jika penghasilan cukai pengangkutan bertambah.

5). Segala perjanjian tahun 1834 tetap berlaku apabila tidak digugurkan atau berlawanan dengan
surat perjanjian ini.

6). Sultan dan Pangeran Ratu harus mengirmkan utusan untuk menghormati Gubernur Jendral di
Batavia bila dianggap perlu oleh Pemerintah Belanda.

7). Batas-batas negeri Jam bi akan ditentukan oleh Pemerintah Belanda dalam piagam lain.
Keadaan tersebut mengakibatkan perpecahan keluarga Sultan Jambi, sesuatu yang memang
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek-Proyek dan
10

Dokumentasu Sejarah Nasional, Sejarah Perlawanan Terhadap Kolonialisme dan Imperialis di Jambi, hal.21

11
Ibid hal.22
dikehendaki Belanda, sehingga nantinya seluruh daerah Jambi dapt dikuasainya. Diterima
Sultan Thaha Syaifuddin, menyebabkan baik rakyat Jambi ,Ilir maupun Jambi Ulu tetap
berpihak pada Sultan Thaha Syaifuddin yang diberi gelar dengan Ridha Allah (bij de
cratiecods). Pada tahun 1859, Belanda mengalihkan perhatiannya kepada perang Bone di
Sulawesi Selatan dan penaklukan Gorontalo di Sulawesi Utara tahun 1862 dan karena
menganggap bahwa untuk daerah Jambi cukup dengan pos di beberapatempat.

Maka sampai tahun 1875 Pemerintah Hindia Belanda membiarkan saja keadaan Jambi lebih-
lebih setelah para penyelidik (mata-mata) melaporkan bahwa hubungan keluarga yang dekat,
maka diam-diam kedua Sultan itu bekerja sama, dan kabarnya Sultan Ahmad Nazaruddin
memberikan sebagian ganti ruginya pada Sultan Thaha Syaifuddin Rakyat menggelari Sultan
Ahmad Nazaruddin Sultan Baring yaitu Raja yang tiduran saja, sebab para kepala dusun dan
para pangeran tetap mempunyai kebebasan penuh memerintah dan memungut pajak. Sementara
itu Putera Mahkota Pangeran Martaningrat le bih patuh kepada Sultan Thaha Syaifuddin, ini
sangat memusingkan Belanda sebab berakibat sering terjadinya percobaanpercobaan
pembunuhan terhadap orang-orang militer di Jambi, yang menunjukkan bahwa rakyat banyak
membenci Belanda .

Sultan Thaha di mata rakyat Jambi merupakan Sultan yang sah, Sultan-sultan lain yang ada pada
masa Sultan Thaha masih hidup merupakan Sultan yang diangkat Belanda dan dianggap Sultan
Bayang (tidur). Terdapat 3 sultan bayang yang diangkat oleh Belanda, yaitu :

a. Sultan Ahmad Nazaruddin ( 1855 - 1881) Sultan ini adalah Sultan Bayang pertama, ia
sebenarnya adalah paman Sultan Taha Saifuddin, dan adik dari Sultan Abdurrahman. 26 )
b. Sultan Mahmud Mahiddin ( 1881 - 1866) Sultan Bayang yang kedua, menggantikan
Sultan Ahmad Nazaruddin. 27 )
c. Sultan Ahmad Zainuddin (1866 - 1901) Sultan ini merupakan sultan bayang yang ketiga
dan terakhir, karena sesudah sultan ini mengundurkan diri, tidak terdapat kesepakatan di
antara para pembesar untuk calon penggantinya yang akan diangkat oleh Belanda. Pada
masa pemerintahan Sultan Ahmad Zainuddin ia mengangkat putra ketiga Sultan Taha yang
bemama Raden Anom Kesumoyudo yang berumur empat tahun sebagai Pangeran Ratu , dan
sebagai kuasa Pangeran Ratu diangkat Raden Abdurrachman putra Sultan Mahmud
Mahiddin dan Pangeran Ario Jayakusumo diganti dengan Pangeran Marto Jayakusumo putra
Sultan Abdurrahman Nazaruddin. Di lain pihak yakni dari sudut administrasi pemerintahan
Belanda sebagaimana telah dikemukakan pada bagian terdahulu, bahwa Gewest Jam bi baru
dibentuk pada tahun 1906 dengan O.L. Helfrich sebagai Residen Jambi yang pertama.
Sebelum tahun 1906 politik kolonial pemerintahan Belanda mengenai Jambi dilancarkan
dari daerah Keresidenan Palembang.12

KESIMPULAN

Sultan Thaha Saifuddin merupakan Sultan Kerajaan Melayu Jambi yang juga merupakan
keturunan bangsawan. Saat Sultan Thaha Saifuddin naik tahta, ia membatalkan dengan spontan
semua perjanjian dengan Belanda yang hanya menguntungkan pihak Belanda. Hal tersebut
membuat pihak Belanda sendiri menyatakan bahwa peperangan dengan Sultan Thaha Saifuddin
adalah peperangan yang tidak mengenal kata damai. Sultan Thaha Saifuddin selama beliau
menjadi Sultan dari tahun 1855-1904 dan mulai dari tahun 1585 atau dalam kurun waktu selama
lebih kurang 46 tahun beliau terus menerus bertempur melawan Belanda tanpa kompromi, begitu
gencarnya beliau bertempur melawan Belanda Sampai pihak Belanda sendiri menyatakan bahwa
peperangan dengan Sultan Thaha Saifuddin adalah peperangan yang tidak mengenal kata
damai.Karena Sultan Thaha terus melakukan perlawanan terhadap Belanda maka Belanda pun
mengangkat sultan baru untukmenggantikan posisi Sultan Thaha.Sultan-sultan yang diangkat
oleh Belanda disebut sebagai sultan bayang.

DAFTAR PUSTAKA

E-Book :

Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan 3 (Kanisuis, Yogyakarta:1973)

Warsito Adnan, dkk, Selayang Pandang Indonesia (PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,
Solo:2005)

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek-
Proyek dan Dokumentasi Sejarah Nasional, Sejarah Perlawanan Terhadap Kolonialisme dan
Imperialis di Jambi.

Masjkuri,Sultan Thaha Syaifuddin,1979.

12
Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Sejarah Kebangkitan Nasional Jambi hal.30
Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Sejarah Kebangkitan Nasional Jambi.

Usman Meng. Napak Tilas Liku-liku Provinsi Jambi (Kerajaan Melayu Kuno sampai dengan
Terbentuknya Provinsi Jambi). (Jambi: Pemerintah Provinsi Jambi, 2006)

E-Jurnal :

Ona Yulita, Doni Nofra, Perjuangan Sultan Thaha Saifuddin Menentang Kolonial di Jambi :
(Volume 13, No. 2, Desember 2019)

Anda mungkin juga menyukai