OLEH:
Nama Dosen : Drs E.Gaspersz M.Pd
NIP : 196012151989021003
A. PENGANTAR
Pancasila sebagai dasar Negara republik Indinesia sebelum disahkan pada tanggal 18
agustus 1945 PPKI, niali-nilainya telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala
sebelum bangsa Indonesia mendirikan Negara, yang berupa nilai-nilai adat istiadat, kebudayaan
serta niali-niali religious. Niali-nilai tersebut telah ada dan melekat serta ramalkan dalam
kehidupan sehari-hari sebagai pandangan hidup, sehingga materi pancasila yang berupa nilai-
niali tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, sehingga bangsa Indonesia sebagai
kausa materialis pancasila. Niali-nilai tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan secara formal
oleh para pendiri Negara untuk dijadikan sebagai dasar filsafat Negara Indonesia. Proses
perumusan materi pancasila secara formal tersebut dilakukan dalam siding-sidang BPUPKI
pertama, siding panitia sembilan siding BPUPKI kedua,serta akhirnya disahkan secara yuridis
sebagai dasar filsafat Negara Repuplik Indonesia.
Berdasarakan kenyataan tersebut maka untuk memahami pancasila secara lengkap dan
utuh terutama dalam kaitannya dengan jati diri bangsa Indonesia, mutlkak diperlukan
pemnahaman tentang bagaiman unsur-unsur pancasila pada tahap kebudayaan Indonesia asli,
tahap perkembangan pengaruh budaya hindu, tahap perkembangan pengaruh budaya islam, tahap
perkembangan pengaruh budaya Kristen dan barat. Kemudian dilanjutkan dengan niali-nilai
pancasila pada masa kejayaan nasional yakni masa kerajaan sriwijaya dan masa kerajaan maja
pahit. Kemudian untuk mendalami lebih lanjut tentang pengertian Pancasila dengan mendalam
perlu diadakan beberapa pendekatan dalam melihat dan menganalisa apakah Pancasila ada dalam
masyarakat di Indonesia yakni pendekatan secara sosiologis, secara psikhis, dan secara agama.
Kemudian pembahasan dilanjutan dengan pengertian pancasila sampai dirumuskan menjadi
dasar nagara Republik Indonesia yakni pengertian Pancasila secara etimologi, secara historis,
dan secara terminologis. Pada akhirnya perlu diketahui juga arti proklamasi Kemerdekaan,
fungsi dan peranan Pancasila bagi bangsa Indonesia dan hubungan pancasila dengan proklamasi.
1
B. Unsur Pancasila pada Tahap Kebudayaan Indonesia Asli
Para ahli sejarah dan antropologi dapat menjelaskan bahwa sebelum kebudayaan Hindu
masuk dan berkembang di Indonesia, berbagai suku bangsa Indonesia telah mengenal unsur-
unsur pembentuk Pancasila. Nilai-nilai kehidupan yang dapat disebut embrio nilai-nilai Pancasila
ternyata memang sudah Nampak pada kebudayaan suku bangsa Indonesia.
Pada masa sebelum kebudayaan Hindu berpengaruh, orang Indonesia telah mengenal
pengakuan dan pemujaan kepada sesuatu kekuatan yang mengatasi manusia dalam segala
aspeknya, bukan sekedar animisme. Misalnya di Kalimantan, orang mengenal sebutan Tuh
sebagai intisari kepercayaan terhadap kekuatan yang mengatasi manusia, yang kemudian
menurun menjadi Tuhan, dan kemudian menjadi Ketuhanan. Di jawa orang mengenal sebutan
Hyang Paring Gesang, sedangkan di Tapanuli mengenal sebutan Ompu Debata.
Rasa kemanusiaan ditunjukkan dengan kesediaan bangsa Indonesia untuk bergaul dengan
berbagai orang dari negeri jauh, sehingga terbuka jalan masuknya kebudayaan luar. Kebudayaan
Hindu dapat dengan mudah masuk justru karena adanya sikap terbuka dari orang-orang
Indonesia pada zaman dulu.
Pada masa awal peradaban di Indonesia manusia hidup dalam kesatuan-kesatuan kecil
yang kemudian disebut suku. Mereka hidup dalam kesatuan atau ikatan suku itu. Ikatan suku
dijiwai oleh semangat kekeluargaan yang besar.
Masyarakat suku menggunakan cara berunding, berembug atau musyawarah untuk
menghadapi sesuatu persoalan. Masyarakat Lombok mengenal istilah begundem. Semangat
kekeluargaan juga Nampak dalam pembangunan dengan istilah gotong royong atau mapalus
(Manado). Dengan ini mereka melaksanakan kesatuan karya untuk menciptakan kesejahteraan
social.
Organisasi masyarakat, betapapun kecilnya, bertujuan untuk terwujudnya kesejahteraan
bagi para warganya (Moedjanto, dkk, 1989, hal 8-9).
Hal itu menunjukkan unsure-unsur asli yang akan berkembang sejalan dengan
berkembangnya peradaban manusia Indonesia.
C. Unsur Pancasila pada Tahap Perkembangan Pengaruh Budaya Hindu
Pengaruh Hindu menyentuh berbagai aspek kehidupan. Dengan pengaruh Hindu agama
orang Indonesia mengalami perkembangan, mereka secara lebih nyata memuja kekuatan yang
2
mengatasi manusia, yang tidak lagi tanpa bentuk, melainkan sudah tercitra, seperti Brahma,
Wishnu, dan Syiwa, atau adi Budha dalam paham Budha.
Pergaulan antar bangsa yang makin intensif, diantaranya dengan orang India dan Cina,
menujukkan kemanusiaan yang makin berkembang. Orang Indonesia menerima kehadiran ornga
asing untuk berkarya. Juga kemudian terjadi perkawinan antar bangsa. Orang dari daerah bahkan
dari negeri lain dapat diterima menjadi raja. Misalnya kisah aljisaka melambangkan sikap yang
demikian itu.
Pengaruh Hindu menyebabkan timbulnya ikatan masyarakat baru yakni kerajaan. Ikatan
warga masyarakat diperluas, sedangkan ikatan dengan tanah diperkuat. Batas wilayah kerajaan
lebih nyata daripada batas wilayah kesukuan pada masa sebelumnya. Sikap mempertahankan
daerah sendiri di sebut tanah air sering diperlihatkan dalam peperangan.
Meskipun kedudukan orang yang satu di batasi oleh aturan social tertentu, yaitu kasta,
akan tetapi prinsip musyawarah masih berjalan. Raja memepunyai dewan naesahat, semenatara
di kalangan msayarakat yang jauh dari istana kebiasaan lama dalam masyarakat komunal, masih
hidup.
Meski berkembang sikap mengabdi kepada raja, yang dianggap dewa atau
keturunannya,kesejahteraan umum Nampak tetap mendapat perhatian, bahkan juga dari raja.
Semua itu menujukkan bahwa nilai-nilai yang menjadi embrio pancasila tetap.
Keberadaan orang Indonesia bersama dengan orang-orang dari luar, khususnya India dan
Cina, penganut agama Hindu dan Budha memeperlihatkan sikap persaudaraan mereka. Begitu
juga kebersamaan pemeluk agama Hindu dan Budha di daerah yang berdekatan, atau malahan
dalam suatu daerah, memperlihatakan toleransi antar penduduk. Ini terlihat dari letak bangunan
Hindu dan Budhadi Jawa yang berdekatan. Juga terlihat arah sentrikisme antar kedua
agamaseperti terlihat pada hiasan candi Borobudur dan Mendu, perkawinana raja dengan putrid
beragama lain dan menandai puncak sinkretisme adalah gambaran Empu Tantular dalam
sutasoma yang meyatakan bahwa pada zaman majapahit hiduplah suasana bhineka tunggal ika,
tan hana dharma mangrwa ( meskipun berbeda tetapi tetap satu, tiada perpecahan dalam agama),
( Moedjanto,dkk,1989,hal 10-11)
3
D. Unsure pancasila pada tahap perkembangan pengaruh budaya Islam
Perkembangan islam di Indonesia menjadi luas setelah runtuhnya majapahit pada abad
XV. Pengaruh pertama dari penyebaran islam Indonesia adalah perkembangan agama baru, yang
mengubah pemujaan dewa menjadi pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Orang-orang Indonesia yang telah menjadi islam sanggup bekerja sama dengan orang-
orang Bergama lain. Sejauh hanya menyangkut agama tidak ada halangan untuk bekerjasama
prosesnya dalam perdaganngan anatar bangsa.
Kecintaan kepada kelompok social dan daereha terus berkembang. Dsan karena pada
masa berkembang agama islam muncul juga kekuatan dari kewkuatan barat yang sering
mengancam kebebasan, maka semangat cinta kelompok dan daerah bertamabah dengan
semangat memepertahankan kebebasan. Islam mengajarkan hukwa islamiah ( persaudaran
islam ). Islam mengajarakan perbuatan amal ( kebaikan ) dan zakat.
Orang Barat mulai memasuki Indonesia pada wala abad XVI, meskipun pada abad-abad
sebelumnya sudah ada orang barat yang datang ke Indonesia, seperti Marco polo. Abad XV dan
XVI memang dikenal sebagai abad penjelajahan, karena orang-orang barat dengan keberanian
dengan kecerdikan menjelajah sebagai samudra untuk menemukan negeri-negeri baru.
Penjelajahan itu dilatarbelakangi oleh berbagai faktor seperti perdaganagan,agam maupun
sekedar petualnagan.
Sikap bersaghabat selalau diperlihatkan oleh orang Indonesia dalam menghadapi
kedatangan orang-orang asing itu. Namun karena kenmudian orang-orang asing itu melakukan
tindakan-tindakan untuk menguasai negeri, maka sikap bersahabat itu berubah menjadi sikap
memusuhi. ini terbukti dari peperangan yang terjadi melawan berbagai orang asing itu sejak
abad XVI samapai awal XX.
Situasi dan kondisi penjajahan memberi peluang juga bagi integrasi nasional, yang secara
terhadap dan pasti memeberi jalan pembentukan bangsa Indonesia dalam pengertian politik
seperti sekarang. Pembentukan bangsa Indonesia melewati tahap perjuangan. Orng Indonesia
sadar bahwa perubahan status dari orang jajahan menjadi orang merdeka hanya dapat dicapai
dengan pembentukan bangsa yang satu. Dan dengan demikian hanya dengan perjuangan pula
4
nasib ekonomi rakyat dapat diperbaiki, menuju kepembentukan masayrakat baru yang adil dan
makmur.
Pergerakan kebangsaan bukan saja bertujuan merebut kemerdekaan, tetapi juga bertujuan
untuk menciptakan suasana kehidupan baru yang demokratis. Meskipun demikian pemerintah
jajahan dan berbagai cara berusaha menindas pergerakan kebangsaan, namun pergerakan
kebangsaan tetap tumbuh dan sanggup mempersenjatai diri dengan berbagai ide ( pemikiran )
yang berasal dari barat yang masuk ke Indonesia melawan penjajahan itu pula, seperti kesamaan
dan kebebasan, demokrasi,nasionalisme dan sosialisme dalam konsepnya yang modern
( Moedjanto,dkk,1989,hal 8-15)
5
menguasai selat sunda, kemudian selat malaka. System perdagangan telah diatur dengan baik,
dimana pemerintah melaui pegawai raja membentukan suatu badan yang dapat mengumpulkan
hasil karajinan raklyat sehingga rakyat mengalami kemudahan dalam pemasarannya. Dalam
system pemerintahan sudah terdapat pagawai pengusrus pajak, harta benda kerajaan roahaniwan
yang menjadi pengawas teknis pembangunan gedung-gedung dan patung-patung suci sehingga
saat itu kerajaan dapat menjalankan system negaranya dan nilai-nilai ketuhanan. ( Syahrial
Syarbaini,2003,hal 62).
Unsure-unsur yang terdapat didalam pancasila, telah terdapat sebagai atas-atas yang
menjiwai bangsa Indonesia, yang dihayati serta dilaksanakan pada waktu itu, hanya saja belum
dirumuskan secara kongkret. Dokumen tertulis yang membuktikan terdapatnya unsure-unsure
tersebut ialah prasasti-prasasti di talaga batu, kedudukan bukit, karang brahui, talangtuo, dan
kota kapur.
Pada hakikatnya nilai-nilai budaya bangsa semasa kerajaan sriwijaya telah menujukan
nilai-nilai pnacasila, yaitu :
a. Nilai sila pertama, terwujud dengan adanya ummat agam Budha dan Hindu hidup
berdampingan secara damai. Pada kerajaan sriwijaya terdapat piusat kegiatan pembinaan
dan pengembanagn agama Budha.
b. Nilai sila kedua, terjalinnya hubungan antara sriwijaya dengan india ( dinasti Harsha ).
Penerimaan para pemuda untuk belajar di India. Telah tumbuh nilai-nilai politik luar
negeri yang bebas dan aktif
c. Nilai sila ketiga sebagai Negara maritime, sriwijaya telah menerapkan konsep Negara
kepulauan sesuai dengan kofrensi wawasan nusantara.
d. Nilai sila keempat sriwijaya telah memiliki kedaulatan yang sangan luas, meliputi
( Indonesia sekarang ) siam, dan semenanjung melayu.
e. Nilai sila ketiga sebagai Negara maritin, Striwijaya telah menerapkan, sehinga kehidupan
rakyatnya sangat makmur. (Syahrial Syarbaini, 2003,hal,63)
6
jajahannya itu membntang dari sungai semenanjung melayu ( Malaysia sekarang ) sampai Irian
Barat melalui Kalimantan Utara.
Pada waktu itu agama Hindu dan Budha hidup berdampingan dengan damai dalam satu
kerajaan, empu prapanca menulis NegaraKeragama ( 1365). Dalam kitab tersebut terdapat istilah
‘ pancasil’ Empu Tantular mengarang buku Sutasoma, didalam buku itulah dijumpai sekolah
persatuan nasional yaitu ‘ Bhinek Tunggal Ika”, yang bunyi “ Bhineka Tunggal Ika Tan Hana
Dharma mangrua” artinya walaupun berbeda, namun satu jua adanya sebab tidak ada agama
yang memiliki Tuhan yang berbeda. Hal ini menujukkan adanya realitas kehidupan agam, pada
saat itu, yitu agam Hindu dan Budha, bahkan salah satu bawahan kekuasaanya yaitu Passai justru
telah memeluk agama islam. Toleransi positif dalam bidang agama di junjung tinggi sejak masa
Bahari yang telah silam.
Sumpah Palapa yang di ucapkan oleh Mahapati Gaja Mada dalam siding ratu dan menrt-
mentri di Pasebang keprabuhan Majapahit pada tahun 1331, yang berisi cita-cita mempersatukan
seluruh nusantara raja sebagai berikut : “ Saya baru akan berhenti berkuasa Negara, jikalau
burung,seram,tanjung kuta, haru,Pahang,dempo,bali,sunda,Palembang dan sumasik. Telah
dikalahkan. Arti nama-nama tempat yang dimaksudkan burung = Nusa Penida , seram=
seram,tanjung pura=Kalimantan barat haru= Sumatra utara, Pahang= Pahang disemenanjung
melayu, dempo=sebuah daerah di pula Sumbawa, bali= bali sunda= kerajaan sunda, Palembang=
Palembang atau sriwijaya, sumasik = singapura.
Majapahit menjulang dalam arema sejarah kebangsaan Indonesia dan banyak
meninggalkan nilai-nilai yang diangkat dalam nasionalisme Negara kebangsaan Indonesia 17
agustus 1945. Kemudian disebabkan oleh faktor keadaan dalam negeri sendiri seperti
perselisihan dan perang saudara pada permulaan abad XV, maka sinar kejajahan majapahit
berangsur-angsur mulai memudar dan akhirnya mengalami keruntuhan dengan ‘sirna hilang
kertani bumi “ pada permulaan abad XVI ( 1520) ( Kaelan,2004,hal 31-32).
7
dan tempat-tampat peribadatan dan pelaksanaan peribadatan menurut petunjuk agama masing-
masing.
Dalam masyrakat juga terlihat adanya kemanusiaan yang adil dan beradap, sehingga
antara manusia yang satu dengan anggota masyrakat lainnya itu terjalin rasa kasih saying, dan
menujukkan perbuatan yang bersifat merusak hubungan dalam pergaulan atau tindas menindas
sesamanya.
Orang-orang dalam masyrakat merasa terikat dalam suatu kesatuan bersifat bulat padu,
karena mereka menyadari bahwa hanya dengan persatuan itulah segala usaha dalam masyrakat
akan berjalan dengan lancar dan hasilnya dapat diperoleh.
Dalam menjalankan segala usahanya untuk kepentingan umum dalam masyrakat itu
selalu mengadakan musyawara. Juga dalam mengadakan pemilihan-pemilihan pemimpin-
pemimpin mereka. Terjadi prinsip musyawara itu telah berurat berakar dalam masayrakat.
Mengadakan musyawara itu tidak terlihat adanya kepentingan pribadi seseorang yang menonjol
atau kepentingan golongan, tetapi yang di pentingkan adalah kepentingan masyrakat secara
keseleuruhan.
Segala usaha yang dijalankan dengan prinsip musyawara dalam masyarakat itu adalah
dimaksudkan untuk terwujudnya keadilan social yang menyel;uruh dan merata , sehingga seluruh
lapisaan masyarakat merasakan kenikmatan hidup lahiriah dan bahtainiah. Hal ini seluruhnya
terdapat dalam masyrakat desa di seluruh Indonesia. ( Sukarna.1981,hal 70-71)
8
hak-hak alamiah yang melekat pada dirinya sendiri dan pada orang lain. Demikian pada
pergaulan hidup akan teruji padanya saling menghormati satu sama lain yang akan terlahir dalam
mperikehidupan yang baik dilandasi rasa kemanusiaan yang adil dan beradab.
Secara psikis manusia itu ingin berkumpul dan bersatu sesamanya. Tak seorang anak
yang ingin dipisahkan dari pada ayah bundanya. Dan tak seoarng ibu yang mau dipisahkan dari
anaknya. Tak ada manusia yang mau diasingkan dari masyarakat. Ini menujukkan adanya rasa
kehendak bersatu pada jiwa manusia.
Pada tiap-tiap diri manusia dalam jiwanya terkandung keinginan dan harapan-harapan
untuk diperlakukan secara wajar, secara manusia yang penuh kehadiran dan peradaban, dan ingin
diharagai pemikirannya, pendapatnya agamanya serta terlepas dari pada ancaman dan ketakutan
baik yang datang dari dalam maupun datang dari luar. Penghargaan terhadap pikirannya,
pendapan dan status sesame manusia hanya ada dalam azas bahwa semua manusia itu sama
diciptakan oleh khaliqnya. Dan demikian azas karakyatan itu merupakan tuntuan jiwa manusia.
Pada tiap jiwa manusia terkandung kehendak adanya keadilan kesejahteraan, kebahagiaan
dalam masyarakat dimana dia hidup. Tak ada manusia yang ingin diperlakukan dengan tidak adil
dan tidak ada manusia yang mau ditindas dari ornga tuanya sendiri. Semua manusia itu ingin
bebas dari pada penganiayaan, perkosaan,dan perlakuan yang tidak adil dan bebas dari pada
kesengsaraan hidup. Oleh karena itu tuntuan keadilan social itu adalah meruipakan tuntuan jiwa
manusia. Jadi secara psikhis pancasila ada dalam jiwa manusia dan merupakan tuntuan atau
pengenjawatahan dari pada hati nurani manusia. ( Sukarna,1981,hal,71-73)
9
Manusia diperintah oleh Tuhan bukan untuk berselisih atau bermusuh-musuhan sesamanya,
tetapi disuruh untuk saling menghargai, saling membantu dan saling tolong menolong dalam hal
kebaikan untuk terwujudnya kehidupan yang baik dengan azas persamaan, karena pada dasarnya
manusia itu sama. Oleh karena itu semua tyrani dan kediktatoran macam apapun tidak sesuai dengan
Perintah Tuhan.
Manusia dihadapan tuhan itu adalah sama, kecuali yang membedakannya adalah amal
perbuatannya. Dengan demikian di dalam menjalankan segala pekerjaan yang berguna untuk
kepentingan umat atau bangsa harus dilaksanakan berdasarkan azas kerakyatan yang dipimpinan oleh
hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Tidak ada perintah Tuhan untuk menegakkan kejahatan, immoralitas, ketidak adilan atau
kesengsaraan. Tetapi perintah Tuhan adalah sebaliknya ialah untuk menegakkan keadilan-kebenaran,
mewujudkan moralitas, melenyapkan kesengsaraan dan menghapuskan segala perbuatan maksiat dan
terkutuk. Dengan kata lain Tuhan memerintahkan untuk menunjukkan kesejahteraan masyarakat atau
keadilan social yang merata dan mrnyeluruh. Dengan demikian pendekatan secara agama, Pancasila ada
terkandung dalam setiap agama. (Sukarna, 1981, hal. 73-74).
10
Nirwana. Ajaran moral tersebut adalah Dasayiila,Saptasyiila,dan pancasyiila.
Pancasyiila berdasarkan ajaran budha merupakan lima aturan atau larangan yang harus di taati
dan dilaksanakan oleh penganutnya. Lima larangan tersebut adalah :
- Orang dilarang membunuh
- Orang dilarang mencuri
- Orang dilarang berzina
- Orang dilarang berdusta
- Orang dilarang minuman keras ( Zainal Abidin dalam Kaelan.2002,21-22)
Pada saat masuknya kebudayaan india ke Indonesia melalui penyebaran agama hindu dan
budha, maka ajaran pancasila masuk kedalam kesusasteraan Jawa, terutama pada masa Kerajaan
Majapahit. Dalam buku Negara Kertagama karangan Empu Prapanca, sarga 53 bait ke-2
berbunyi :
“ Yatnanggegwani Pancasyiila Kertasengkarbhidekaka Krama”
Artinya : Raja menjalankan dengan setia kelima pantangan ( pancasila ), begitu pula
upacara-upacara ibadat dan penobatan-penobatan. ( Hasan,2002.22).
Perkataan pancasila yang berasal dari bahasa Sangsekerta kemudian menjadi bahasa Jawa Kuno
yang artinya tetap sama pada jaman Majapahi. Kemudian setelah kerajaan Majapahit runtuh dan
agama Islam masuk ke Indonesia , maka ajaran-ajaran moral tersebut ( pancasila ) masih
dijadikan sebagai pandangan hidup dalam masyrakat Jawa,yaitu dalam bentuk lima larangan
( pantangan,wewaler,pamali) yang sering disebut dengan MA-LIMA, yaitu :
1. MATENI ( membunuh ) maksudnya orang dilarang membunuh
2. MALING ( mancuri ), maksudnya orang dilarang mencuri
3. MADON ( berzina), maksdunya orang dilarang berzina
4. MADAT ( minuman keras,candu) maksudnya orang dilarang minum-minuman
keras,mengisap canduatau sekarang narkoba.
5. MAIN ( judi), maksudnya orang dilarang berjudi. ( Ismaun.1981.79)
Jadi istilah pancasila yang berasal dari dari bahasa sansekerta menjadi bahasa Jawa Kuno
akhirnya dijadikan istilah untuk memebri nama filsafat dasar Negara kesatuan Repuplik
Indonesia.
11
I. Pengertian pancasila secara Historis
Proses perumusan pancasila sebagai dasar Negara diawali dengan adanya janji Jepang
yang akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia pada bulan September 1944.
Realisasi dari janji tersebut, maka pada tanggal 29 April 1945 dibentuklah Badan
Peyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI) atau dokuritsu Zyunbi
Tjoosakai oleh Jepang dan dilantik pada tanggal 28 mei 1945, dengan susunan anggota sebagai
berikut :
Ketua : Dr.K.R.T Radjiman Widodoningrat
Ketua Muda : Ichibangase
Ketua Muda : R.P. soeroso
Anggota : sejumlah 60 orang,tidak termasuk ketua dan ketua muda. ( Ahmad Fauzi
dkk,1981.46)
BPUPKI telah mengadakan sidang 2 kali, yaitu sidang pertama,mulai tanggal 29 Mei – 1
Juni 1945 dan sidang kedua mulai tanggal 10 – 17 Juli 1945. Dalam sidang pertama telah
dikemukakan usul dan pendapat oleh anggota BPUPKI mengenai dasar Negara dan rancangan
Undang-Undang Dasar yang dikemukakan oleh beberapa anggota.
Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muhammad Yamin menyampaikan azas dan dasar Negara
yaitu :
1. Peri kebangsaan
2. Peri kemanusiaan
3. Peri ketuhanan
4. Peri kerakyatan
5. Kesejahteraan rakyat
Setelah selesai menyampaikan pidatonya, Muhammad Yamin menyampaikan ususlan
tertulis naskah Rancangan Undang-Undang Dasar. Di dalam pembukaan Rancangan UUD itu
tercantum rumusan lima azas dasar Negara yaitu :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab
12
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. ( Notosusanto,1981.54)
Selanjutnya dalam kaitannya dengan dasar filsafat Negara Indonesia, Soepomo menyusulkan
hal-hal sebagai berikut :
1. Negara yang kita bentuk harus berdasarkan aliran pikiran kenegaraan ( staatsidee) Negara
kesatuan yang bersifat integralistik atau Negara nasional yang bersatu dalam arti totaliter,
yaitu Negara yang tidak akan mempersatukan diri dengan golongan terbesar, akan tetapi
13
yang mengatasi semua golongan, baik golongan besar atau kecil. Dalam Negara yang
bersatu itu urusan agama diserahkan kepada golongan-golongan agamayang
bersangkutan.
2. Setiap warganya dianjurkan untuk hidup berketuhanan
3. Dalam susunan pemerintahan Negara harus dibentuk suatu badan permusyawaratan, agar
pimpinanan Negara dapat bersatu jiwa dengan wakil-wakil rakyat secara terus-menerus.
4. System ekonomi Indonesia hendaknya diatur berdasarkan asas kekeluargaan, system
tolong menolong dan system koperasi.
5. Negara Indonesia yang besar atas semngat kebudayaan Indonesia yang asli, dengan
sendirirnya akan bersifata Negara Asia Timur Raya.
Disamping itu beliau mengususlkan dasar Negara,sebagai berikut :
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan bhatin
4. Musyawara
5. Keadilan rakyat
Kemudian pada tanggal 1 Juni 1945, Ir Soekarno menyampaikan pidatonya. Setelah
menyampaikan pidatonya dengan panjang lebar, akhirnya beliau menyampaikan rumusan dasr
Negara Indonesia meredeka sebagai berikut :
1. Kebangsaan Indonesia – Nasionalisme
2. Peri kemanusiaan – Internasionalisme
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan social
5. Ketuhanan dan kebudayaan
Lima asas atau dasar tersebut atas petunjuk seorang temannya ahli bahasa diberi nama pancasila.
Konsep dasar yang diajukan Ir.Soekarno dapat diperas menjadi sila yaitu :
1. Socio-Nasionalisme, merupakan perasaan dari kebangsaan dan perikemanusiaan
2. Sicio-demokratis, merupakan perasaan dari demokrasi dan keadilan social
3. Ketuhanan, yaitu ketuhanan yang menghormati antar sesame umat beragama.
14
Ketiga sila itu dapat diperas lagi menjadi satu sila dan disebut Eka Sila,yaitu : gotong royong .
( Hasan.2002.56-57)
15
3. Cepat atau tidaknya pekerjaan panitia diserahkan sepenuhnya kepada panitia.
( Kaelan,2002.43)
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau Dokuritsu Zyunbi Iinkai terdiri atas 21
orang, termasuk ketua dan wakil ketua. Tugas panitia persiapan kemerdekaan Indonesia adalah
memepersiapkan segala hasil yang menyangkut kemerdekaan Indonesia. Rencana pemerintah
jepang, apabila tidak terjadi perubahan, maka Indonesia akan dimerdekakan pada tanggal 24
Agustus 1945. ( Hasan,2002.61)
Pada tanggal 14 agustus 1945, pemerintah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.
Ini berarti pemerintah Jepang sudah tidak mempunyai kekuasaan lagi di Indonesia. Maka janji
Jepang untuk memerdekkakan Indonesia tidak mungkin dilaksanakan lagi. Akibatnya Indonesia
terjadi kekosongan kekuasaan ( Vacum Of Power ). Keadaan inilah kemudian di manfaatkan
oleh bangsa Indonesia untuk memerdekakan dirinya.
Keadaan ini menundang perbedaan yang tajam tentang cara memeproklamasikan
kemerdekaan Indonesia antara golongan yang yang dipimpin oleh Ir. Soekarno dan Moh Hatta
dengan golongan pemuda yang dipimpin Sukarni, Chairul Saleh,Adam
Malik,Wikana,Dr.Murwadi yang tergabung dalam Angkatan Pemuda Indonesia ( API ),
golongan mahasiswa di bwaha pimpinan Dr.Tadjaluddin dan golongan St.Syahrir. ( Fauzi,
dkk,1981.61)
Golongan pemuda tersebut menghendaki proklamasi kemerdekaan dilakukan oleh Ir.
Seokarno sebagai pemimpin rakyat Indonesia tanpa melibatkan PPKI yang mereka anggap
lembaga buatan Jepang. Sedangkan golongan Ir. Sokarno tidak dapat begitu saja meninggalkan
PPKI yang telah banyak berperan kearah pencapaian kemerdekaan Indonesia.
Sebagai puncak dari perbedaan pendapat ini, bahwa sekembalinya dari Dalat pada
tanggal 17 agustus 1945 Ir, Soekarno dan Drs. Moh. Hatta dibawah ke suatu tempat yaitu
Rengas Dengklok oleh pemuda-pemuda. Tujuan para pemuda adalah Ir. Soekarno segera
memproklamasikan Negara Indonesia. Namun Ir. Soekarno tidak mau dipaksakan oleh para
pemuda dan tetap terikat dengan kesepakatan panitia persiapan.
Pada tanggal 16 Agustus 1945 setelah dibebaskan oleh Mr. achmad soebardjo dengan
jaminan akan segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
16
Perubahan peta politik telah terjadi setelah kedua tokoh kembali ke Jakarta hal yang
disebabkan terjadinya perubahan sikap politik Jepang terhadap rencana pelaksanaan
kemerdekaan Indonesia, sebagaimana dikemukakan oleh Moh. Hatta.
Apabila paginya tanggal 16 Agustus 1945 Jepang setuju dengan proklamasi Indonesia
merdeka, soerhnya sesudah jam 12 tengah hari pendiriannya adalah sudah berubah. Ada instruksi
dari atas tidak boleh mengubah status quo. Jepang menganggap dirinya sudah menjadi agen
sekutu terhadap Indonesia merdeka. ( Hatta, 1970.16)
Pada waktu kedua tokoh bertemu dengan pimpinan pemerintah Jepang di Jakarta Mayor
Jendral Nasjimura menanyakan tentang status quo, dijelaskan sebgaai berikut :
Kalu tadi pagi masih dapat dilangsungkan, mulai pukul 1 tadi siang, sejak kami tentara
Jepang di Jawa menerimah perintah dari atasan kami tidak boleh lagi mengubah status quo.
Pimpinan tentara Jepang merasa sangat sedih, bahwa apa yang dijanjikan terhadap indonesai
merdeka tidak dapat kami tolong menyelenggarakan. Dari muali tengah hari tadi tentara Jepang
di Jawa tidak mempunyai kebebasan bergerak lagi. Ia semata-mata alat sekutu dan harus menurut
segala perintah sekutu. ( Hatta,1970.54)
Dengan penjelasan dan penegasan dari Mayor Jendral Nasjimura tersebut, maka langka
selanjutnya dalam rangka proklamasi kemerdekaan indonesai sudah tidak perlu lagi disetujui
oleh pemerintah Jepang. Kemerdekaan yang semula di janjikan dan diberikan telah dicabut
kembali. Dalam hal ini tidak ada jalan lain kecuali para tokoh PPKI tetap berupaya untuk
melaksanakan proklamasi kemerdekaan Indonesia yang pasti akan mendapat tantangan dari
pemerintah Jepang dan sekutu. Dengan demikian maka kemerdekaan harus direbut dari tangan
pemerintah Jepang sebelum kedatangan sekutu.
Pada tanggal 16 Agustus 1945 malam, diadakan pertemuan anggota PPKI dan beberapa
pimpinan pemuda dirumah Admiral Mayeda, seorang opsir tentara Jepang yang bersimpati
terhadap perjuangan bangsa Indonesia dalam upaya mencapai kemerdekaan. Dalam pertemuan
tersebut dibahas mengenaio naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dibacakan tanggal
17 Agustus 1945.
Naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia disusun oleh Ir. Soekarno ,Drs. Moh. Hatta,
Mr. Sobardjo, Sukarni , dan Sajuti Malik, karena naskah yang resmi dibuat tanggal 22 juni 1945
yaitu Piagam Jakarta tidak dimiliki oleh tokoh tersebut. Naskah ditulis oleh Ir. Soekarno yang
17
didektekan oleh Drs. Moh. Hatta, dan setelah bertukar fikiran diantara kelima orang tersebut
maka naskah di setujui, dan kemudian di ketik rapi ( Fauzi,dkk,1981.63-64)
Naskah inilah yang dibacakan oleh Ir. Soekarno di damping Drs. Moh. Hatta pada
tanggal 17 Agustus 1945, jam 10.00 pagi dimuka rakyat Indonesia di halaman rumah jalan
Pegangsaan Timur 56 Jakarta . naskah proklamasi kemerdekaan selengkapnya sebagai berikut :
PROKLAMASI
Hal-hal mengenai pemindahan kekuasaan dll diselenggarakan dengan tjara saksama dan
dalam tempo yang sesingkat-singkatnja.
Soekarno/Hatta
18
c. ….” Dengan berdasar kepada Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat-syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya ……” diganti dengan “…….. dengan berdasarkan
kepada ketuhanan Yang Maha Esa …..”
d. “ Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab “ diganti dengan “ kemanusiaan
yang adil dan berdab”.
2. Menetapkan dan mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945 yang bahan-bahannya
diambil dari rancangan Undang-Undang Dasar dengan beberapa perubahan/ penggantian
yaitu :
a. Istilah “ Hukum Dasar “ diganti dengan “ Undang-Undang Dasar “.
b. Dua orang wakil presiden diganti dengan seorang wakil presiden
c. Presiden harus seorang Indonesia asli dan beragam islam dig anti dengan presiden harus
orang Indonesia asli.
Disebutkan : selama perang pimpinan perang dipegang oleh jepang denga persetujuan
pemerintah Indonesia di hapuskan.
3. Memilih ketua PPKI yaitu Ir. Soekarno dan wakil ketua PPKI yaitu Moh. Hatta menjadi
presiden dan wakil presiden Repuplik Indonesia.
4. Pekerjaan presiden untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah komite nasional. ( Hasan,
2002.66-67)
Pada tanggal 19 agustsu 1945 PPKI mengadakan sidang yang kedua dengan menghasilakn
keputuasan :
1. Pembentukan pemerintah repuplik Indonesia yang terdiri dari 12 kementrian.
2. Pembagian wilayah Indonesia kedalam 8 propinsi , dan tiap propinsi dibagi dalam
karesidenan-karesidenan.
Dari uraian tersebut dpat disimpulkan mengenai proses pengesahan pancasila sebagai dasar
Negara dan UUD 1945 sebagai berikut :
1. Pancasila dibahas dalam sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945 telah diterima secara
bulat sebagai dasar Negara repuplik Indonesia.
2. Secara yuridis formal pancasila disahkan menjadi dasar Negara oleh PPKI dalam
sidnganya pada tanggal 18 Agustus 1945, yaitu menetapkan dan mengesahkan UUD
1945 sebagai undang-undang dasra repuplik Indonesia
19
3. Undang-undang dasar 1945 terdapat pembukaan yang didalamnya membuat rumusan
pancasila. Dengan demikian sejak tanggal 18 Agustus 1945 pancasila telah syah sebgaai
dasar Negara repuplik Indonesia.
Jadi proklamasi 17 agustus 1945 bukan sekedar peristiwa sejarah saja melainkan juga
merupakan sumber semangat dan kekuatan bagi bangsa Indonesia. Semangat yang tinggi
denagan di landasi rasa bagi bangsa Indonesia. Semangat yang tinggi dengan dilandasi rasa
keberanian untuk mengambil keputusan dan membela kebenaran.
20
L. Fungsi dan Peran Pancasila bagi Bangsa Indonesia
Pancasila digali dari budaya bangsa Indonesia sendiri, maka pancasila mempunyai fungsi
dan peranan yang sangat luas bagi kehidupan bermasyrakat, berbangsa dan bernegara. Fungsi
dan peranan it uterus berkembang sesuai denagn tuntunan zaman. Itulah sebabnya, pancasila
memiliki berbagai predikat sebagai sebutan nama yang menggambarkan fungsi dan perannya.
Fungsi dan peranan pancasila oleh BP7 pusat ( 1993) diuraikan mulai dari yang abstrak
sampai yang konkrit menjadi sepuluh, yaitu :
1. Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia, ini berarti, bahwa pancasila berfungsi dan
berperan dalam memebrikan gerak atau dinamika serta membimbing kea rah tujuan untuk
mewujudkan masyarkat pancasila.
2. Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia. Ini berarti bahwa pancasila berfungsi
dan berperan dalam menujukkan adanya kepribadian bangsa Indonesia yang dapat
dibedakan dengan bangsa lain yaitu dengan berupa sikap, tingkah laku, dan perbuatannya
yang senantiasa selaras, serasi, dan seimbang, sesuai dengan penghayatan dan
pengamalan sila-sila pancasila secara bulat dan utuh.
3. Pancasila sebagai dasar begara repuplik Indonesia. Sebutan ini mengadung arti, bahwa
pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggara ketatanegraan Negara,
yang meliputi : bidang ideology, politik,ekonomi,social budaya,dan pertahan keamanan.
Pancasila sebgaai dasar Negara terdapat dalam alinea IV pembukaan UUD 1945 sebagai
landasan konstitusional.
4. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hokum di Indonesia. Untuk mengatur
penyelenggaraan pemerintahan Negara diperlukan peraturan perundang-undangan.
Semua peraturan perundang-undangan itu harus bersumber pada pancasila, karena
pancasila mengandung nilai-nilai luhur pilihan bangsa yang telah disepekati dan telah
dirumuskan secara konstitusional dalam pembukaan UUD 1945
5. Pancasila sebagai perjanjian luhur. Pancasila dikatakan sebagai perjanjian luhur seluruh
rakyat Indonesia karena telah merupakan kesepakatan nasional bangsa baik sebelum
maupaun sesudah proklamasi yakni dari BPUPKI dan PPKI. Oleh karena itu mengikat
seluruh bangsa.
21
6. Pancasila sebagai pandangan hidup yang mempersatuakan bangsa Indonesia. Sebutan ini
digunkan sebagai pengganti sebutan pancasila sebagai alat pemersatu bangsa yang pernah
disalahgunakan oleh pemimpin pemberontakan G-30 S/PKI aidit. Menurutnya pancasila
sebagai alat pemerstau sudah kehilnagan fungsinya setelah irian barat kembali ke
pangkuan repuplik Indonesia. Sehingga dengan demikian pancasila dapat diganti dengan
ideology lain, yakni komunisme. Kita tentu menolak pendapat seperti itu. Pancasila
memang telah terbukti ampuh untuk memelihara persatuan dan kesatuan bangsa, tetapi
fungsi dan perannya tidak sekedar sebagai alat, melainkan sebagai pandanmagan hidup
yang mempersatuakan bangsa Indonesia.
7. Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia. Dasar Negara pancasila yang
dirumuskan dan terkandung dalam pembukaan UUD 1945, juga memuat cita-cita dan
tujuan nasional.( alinea II dan IV ). Cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia itu kemudian
dijabarkan dalam pembangunan nasional melalui garis-garis besar haluan Negara.
8. Pancasila sebgaio satu-satunya sasa dalam kehidupan bermasyrakat, berbangsa, dan
bernegara.
9. Pancasila sebagai moral pembangunan. Sebutan ini mengadung maksud agar nilai-nilai
luhur pancasila dijadikan tolok ukur dalam melaksanakan pembangunan nasional,
pengorganisasian,pelaksanaan,pengawasan,maupun evaluasinya.
10. Pembangunan nasional sebgai pengalaman pancasila. Untuk mewujudkan nilai-nilai
luhur pancasila. Harus dilaksanakan pembangunan nasional yang berdasarkan pancasila
dan UUD 1945 yang dijabarkan dalam seluruh kegiatan pembangunan yang
diselenggarakan pemerintah dan rakyat baik di tingkat pusat maupun daerah.
Sebagai titik sentral pemahaman kita tentang fungsi dan peranan pancasila bagi bangsa
Indonesia adalah pancasila sebagai dasar Negara repuplik Indonesia. Pancasila sebgaai dasar
Negara RI unsurnya digali dari pandangan hidup bangsa Indonesia. Oleh sebab itu pancasila
mempunyai dua pengertian pokok yaitu pancasila sebagai dasar Negara RI dan pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa. Penyebutan fungsi dan peranan dari pancasila dapat di kembalikan
kepada dua pengertian pokoktersebut.
22
M. Hubungan Pancasila dengan Proklamasi
Dengan memperhatikan fungsi dan peranan bagi bangsa Indonesia maka jelas pancasila
merupakan jiwa bangsa Indonesia. Sebagai asaa kerohanian dan dasar filsafat Negara.
Merupakan unsure penentu dari ada dan berlakunya tertib hokum Indonesia dan pokok kaidah
Negara yang fundamental. Sedangkan proklamasi merupakan titik kulminasi perjuangan bangsa
Indonesia yang bertekad untuk merdeka, yang disemnagati oleh jiwa pancasila. Selain itu
pancasila merupakan sumber dari egala sumber hokum, pandangan hidup, kesadaran dan cita-
cita hokum serta cita-cita moral yang meliputi suasana kejiwaan serta watak dari bangsa
Indonesia. Yaitu cita-cita mengenai kemerdekaan. Karena itu antara pancasila dengan proklamasi
mempunyai hubungan yang erat.
Nilai-nilai proklamasi ini sebagaimana pendapat dari R. soeprapto( 2006,hal 7-8) sebagai
berikut :
1. Nilai perjuangan untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional, kebersamaan dan
kekeluargaan,kesetiakwanan dan kepedulian social, kerukunana gotong royong serta
menjujung tinggi musyawara. Tujuannya untuk mencaapai mufakat dalam setiap
penyelesaian masalah yang meliputi aspek politik,ekonomi,social budaya,dan hankam,
dengan mengacu pada jiwa semangat, nilai kebangkitan nasional 1908, sumpah pemuda
1928 dan proklamasi 1945 serta semboyan bhineka tunggal ika.
2. Nialai perjuanagn untuk mewujudkan kemandirian yang bersifat interdependen dan
kebebasan yang bertanggung jawab. Artinya kemandirian dan kebebasan dari penguasaan
dan intervensi asing, kemandirian dan kebebasan dari gangguan dan rongrongan kekuatan
internal, atau pihak-pihak yang hendak penyampingkan eksistensi, dan peran NKRI
berdasarkan pancasila.
3. Nilai perjuangan untuk mewujudkan jati diri ke-indonesia-an, cirri khas Indonesia,
keaslian warna-warni budaya nasional, keunggulan komperatif dan keunggulan
kompetitif ke-indonesia-a. juga termasuk sifat-sifat dasar ke-indonesia-an,seperti
religious,ramah-tamah, sopan-santun,hemat,sederhana,waspada,setia,peduli,legawa,serta
rela berkorban demi Tanah Air melalui perjuangan tidak kenal menyerah
4. Nilai perjuangan untuk mewujudkan kewibawaan dan martabat nasional di antara bangsa
lainyang meliputi kehormatan,martabat,kekuatan tawar,pengaruh,prestise,dan reputasi
nasionaldi arena internasional di segala bidang. Nilai perjuangan untuyk mewujudkan
23
keberhasilan dan prestasi nasional dalam upaya pengembangan dan pegarahan seluruh
nasional secara serasi,selaras, dan seimbang. Yang meliputi aspek
kemantapan,ketangguhan,keampuhan, dan keandalan di berbagai bidang
pembangunanpolitik,hokum,aparatur
Negara,ekonomi,perdagangan,industry,pertanian,perikanan,perkebunan,peternakan,hortik
ulturs,pertambangan,pariwisata,teknologi,pendidikan,social budaya,kerukunan hidup
antar ummat beragam,hankam,bela Negara,serta akhlak budi pekerti bangsa Indonesia.
24
BAB II
A. Pengantar
Pancasila adalah dasar filasafat Negara repuplik Indonesia yang secara resmi tercantum
didalam pembukaan UUD 1945 dan di tetapkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945 bersama-
sama dengan UUD 1945 diundangkan dalam berita Indonesia tahun II 7 tahun 1946.
Suatu dasar filsafat Negara harus merupakan suatu kesatuan keseluruhan,dasar filsafat
Negara boleh terdiri atas bagian-bagian ( sila-sila) tetapi bagian-bagian itu harus tidak saling
bertentangan. Semua bagian-bagian ( sila-sila) harus bersama-sama menyusun satu hal yang baru
dan utuh. Tiap-tiap bagian merupakan bagian yang mutlak,apabila dihilangkan satu bagian saja
maka hilanglah sebagai dasar filsafat Negara. Sebaliknya terlepas dari halnya, bagian-bagian
( sila-sila) yang terlepas itu menjadi kehilanagan kedudukan dan fungsinya.(Kaelan,1987)
Pancasila yang terdiri atas lima sila,tidaklah merupakan kumpulan dari sila-sila yang
boleh dipash-pisahkan satu dengan yang lainnya. Pancasila dengan kelima silanya haruslah
diartikan sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh. Pancasila merupakan kesatuan
keseluruhan,tidak satu silapun boleh ditiadakan,dihapuskan atau dilupakan.
Susunan pancasila adalah hirarki dan mempunyai bentuk pyramidal. Kalau dilihat inti-
isinya urut-urutanny lima sila menujukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya, isi tiap-tiap
sila yang di belakang sila lainnyamerupakan pengkhususan dari pada sila-sila yang dimukanya.
Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaanyang membangun,
memeliahra dan mengembangkan persatuanindonesia yang berkerakytan dan berkeadilan
social,demikian selanjutnya sehingga tiap-tiap sila di dalamnya mengandung sila-sila lainnya.
Sedangkan system filsafat menurut Louis of Kattsof adalah kumpulan ajaran yang
terkordinasi,dengan cirri-ciri tertentu yang berbeda dengan system lain,misalnya system ilmiah.
Suatu system filsafat harus komprehensif,dalam arti tidak ada sesuatu hal yang luar
jangkauannya. Kalau tidak demikian maka hanya memandang realitas dari suatu samping atau
tidak memadai. Suatu system filsafat dikatakan memadai kalau mencakup suatu penjelasan
terhadap semua gejala. ( Ali Mudhoirf,1996)
25
Dengan demikian muncul persoalan apakah pancasila telah memenuhi syarat sebagai
suatu system filsafat? Untuk membahas hal ini maka pembahasanya menyangkut
pengertian,cirri-ciri siste, filsafat sebagai proses dan hasil,system filsafat,asal mula
pancasila,kesatuan isi arti pancasila yang bersifat hirarki pyramidal,dan pancasila sebagai suatu
system filsafat serta tinjauannya secara fiolosofi.
Elia M. Awad ( 1979) memberikan definisi system adalah sehimpunana komponen atau
sub system yang terorganisasi atau berkaitan sesuai dengan rencana untuk mencapai sesuatu
tujuan tertentu. Sedangkan Shrode dan Voich dalam Tatang M. Amirin (1989) memberikan
definisi system dengan mengingat unsure-unsur penting yang ada dalam system yaitu :
26
1. Himpunan bagian-bagian
2. Bagian-bagian itu saling berkaitan
3. Masing-masing bagian bekerja secara mandiri dan bersama-sama
4. Semuanya ditunjukkan pada pencapaian tujuan bersama atau tujuan system
5. Terjadi di dalam lingkungan yang rumit atau kompleks
Menurut Murdick dan Ross (1982) yang dinamakan system itu merupakan sehimpuanan unsure,
seminal manusia, benda-benda,dan konsep,yang saling berkaitan untuk mencapai sesuatu tujuan
bersama. Secara terminology system berarti sehimpunan unsure yang melakukan sesuatu
kegiatan atau menyusun skema atau tatacara beberapa tujuan, hal ini dilakukan dengan cara
mengolah data dan /atau energy atau batang ( benda) di dalam jangka waktu tertentu guna
menghasilkan informasi dan/atau energy dan/atau barang (benda).
27
D. System Filsafat
System filsafat menurut Louis of Kattsoff adalah kumpulan ajaran yang
terkoordinasikan.Suatu sistem filsafat haruslah memiliki cirri-ciri terutama yang berbeda dengan
system lain,milsanya sistem ilmiah.Suatu sistem filsafat harus komprehesif, dalam arti tidak
sesuatu hal yang di luar jangkauannya.Kalau tidak demikian maka hanya memadang realitas dari
satu samping atau tidak memadai. Suatu sistem filsafat dikatakan memadai kalau mencakup
suatu penjelasan terhadap semua gejala.(Ali Mudhofir,1996)
Realitas yang dihadapi manusia sangat luas,mencakup segala sesuatu baik hal-hal yang
dapat di tangkap dengan indra maupu yang dapat di tangkap dengan akal. Sebagai makhluk yang
berakal, manusia dapat melampaui pengalamannya sehingga dapat menangkap kenyataan yang
diluar pengalaman. Realitas yang bersifat spiritual (kerohanian),misalnya akikat atau esensi
sesuatu hal tidak dapat di tangkap dengan indra akan tetapi hanya dapat dimengerti atau di
fahami dengan perantaraan akal.
Karna sedemikian luas jangkauan filsafat,maka sesuatu sistem filsafat dengan sendirinya
mencakup pemikiran teoritis tentang realitas baik itu tentang Tuhan,alam,maupun manusia itu
sendiri.
Sejalan dengan pengertian sistem,maka unsure-unsur atau ajaran tentang realitas
tersebut,haruslah saling berhubungan satu dengan yang lain dalam hubungan yang menyeluruh
(komprehensif). Dalam suatu sistem filsafat ada hubungan antara pemikiran teoritis tentang
Tuhan,alam dan manusia. Yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa suatu sistem filsafat
mengandung maksud atau tujuan tertentu sebagaimana yang diharapkan oleh mereka yang
mempercayainya bahwa sistem filsafat yang di anutnya itu sudah merupakan kebenaran yang
mutlak.
28
Secara kausalitas pancasila sebelum di sahkan menjadi dasar filsafat Negara nilai-nilanya
telah ada dan berasal dari bangsa Indonesia sendiri yang berupa nilai-nilai adat
istiadat,kebudayaan dan nilai-nilai religious. Kemudian para pendiri Negara Indonesia
mengangkat nilai-nilai tersebut di rumuskan secara musyawara mufakat berdasarkan moral yang
luhur,antara lain dalam sidang BPUPKI pertama,sidang panitia Sembilan yang kemudian
menghasilkan piagam Jakarta yang memuat pancasila yang pertam kali,kemudian dibahas lagi
dalam sidang BPUPKI kedua. Setelah kemerdekaan Indonesia sebelum sidang resmi PPKI
pancasila sebagai calon dasar filsafat Negara dibahas serta di sempurnakan kembali dan akhirnya
pada tanggal 18 Agustus 1945 disahkan oleh PPKI sebagai dasar filsafat Negara republic
Indonesia.
Oleh karna itu agar memiliki pengetahuan yang lengkap tentang proses terjadinya
pancasila,maka secara ilmiah harus di tinjau berdasarkan proses kausalitas. Teori kausalitas di
kembangkan oleh Aristoteles ada empat macam yakni kausa materialis,kausa formalis,kausa
efisien,dan kausa finalis. Menurut Notonagoro (1975)pamcasila kalau ditinjau asal mulanya atau
sebab terjadinya maka pancasila memenuhi syarat empat sebab (kausalitas)menurut Aristoteles
yaitu:
1. Kausa materialis (asal mula bahan)
Bangsa Indonesia adalah sebagai asal dari nilai-nilai pancasila sehingga pancasila itu
pada hakikatnya nilai-nilai yang merupakan unsure-unsur pancasila digali dari bangsa
Indonesia yang berupa nilai-nilai adat istiadat kebudayaan serta nilai-nilai religius yang
terdapat dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia. Dengan demikianasal bahan
pancasila adalah pada bangsa Indonesia sendiri yang terdapat dalam kepribadian dan
pandangan hidup.
2. Kausa formalis ( asal mula bentuk)
Hal ini dimaksudkan bagaimana asal mula bentuk atau bagaimana bentuk pancasila itu
dirumuskan sebagaimana termuat dalam pembukaan UUD 1945. Maka asal mula bentuk
pancasila adalah Ir. Soekarno bersama-sama Moh. Hatta serta anggota BPUPKI lainnya
merumuskan dan membahas pancasila terutama dalam bentuk, rumusan serta nama
pancasila.
29
3. Kausa effisien ( asal mula karya)
Kausa effisien atau asal mula karya yaitu asal mula yang menjadikan pancasila dari calon
dasar Negara menjadi dasar Negara yang sah. Adapun asal mula karya adalah PPKI
sebagai pembentuk Negara dan atas kausa pembentuk Negara yang mengesahkan
pancasila menjadi dasar Negara yang sah, setelah dilakukan pembahasan baik dalam
sidang-sidang BPUPKI, panitia Sembilan.
4. Kausa finalis ( asal mula tujuan )
Pancasila dirumuskan dan dibahas dalam sidang-sidang para pendiri Negara, tujuannya
adalah untuk dijadikan sebagai dasar Negara. Oleh karena itu asal mula tujuan tersebut
adalah para anggota BPUPKI dan panitia Sembilan termasuk Soekarno dan Hatta
menetukan tujuan di rumuskannya pancasila sebelum ditetapkan oleh PPKI sebagai dasar
Negara yang sah. Demikian pula para pendiri Negara tersebut juga berfungsi sebagai
kausa sambungan karena yang merumuskan dasar filsafat Negara.
Pancasila dalam arti unsure-unsurnya telah hidup dan terpelihara serta diamalkan di
kalangan masyarakat bangsa Indonesia sudah sejak berabad-abad lamanya. Dengan demikian
dapat dikatakan bagaikan akar-akar yang membentuk pola budaya atau kepribadian yang khas
bagi rakyat, bangsa Indonesia. Dengan perkataan lain, unsure-unsur pancasila sudah merupakan
tata nilai atau sistem nilai yang oleh rakyat, bangsa Indonesia dianggap benar dan luhur serta
sudah terintegrasi dan berlaku serta diamalkan di dalam hidup dan perikehidupan sehari-hari.
Menurut Notonagoro (1980) filsafat hidup rakyat, bangsa Indonesia adalah merupakan
jawaban dari rakyat, bangsa Indonesia di dalam menhadapi rahasia hidup yaitu :
1. Diri sendiri
2. Tuhan
3. Sesame warga ( keluarga,suku,bangsa,rakyat,masyrakat)
4. Benda ( alam semesta)
5. Seluruh umat manusia( Notonagoro, 1980)
Tentang filsafat hidup rakyat, bangsa Indonesia ini pernah dirumuskan oleh Depernas
adalah 1. Komunal,2. Kekeluargaan, 3. Kerja sama, 4. Sabar, 5. Percaya kepada dzat mutlak
30
sebagai pangkal dan tempat kembali segala yang ada, yang terjadi di dunia ini. ( Miftahuddin
Zuhri,1985)
Rumusan dari Dapernas tersebut kemudian berkembang menjadi cirri khas kepribadian
rakyat Indonesia yaitu : 1. Semangat gotong royong, 2. Kekeluargaan, 3. Ketuhanan, 4.
Kerakyatan, 4. Kemanusiaan, 6. Keadilan, 7. Ramah tamah, 8. Sifat bhineka tunggal ika.
Akhirnya menjelang kemerdekaan Negara Indonesia oleh BPUPKI dirumuskan dan kemudian
ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dengan rumusan seperti yang tercantum
pada pembukaan UUD 1945 alinea keempat.
31
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan adalah diliputi dan
menjiwai oleh sila-sila Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, meliputi dan menjiwai keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila
kelima : keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia adalah dijiwai dan diliputi oleh sila-sila
Ketuhana yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
32
silanya tersusun secara harmonis. Pancasila itulah benar-benar suatu sistem filsafat(Umi
Nastiti,1981).
Di dalam pancasila mencakup tiga masalah hidup manusia yang merupakan nilai-nilai
hidup kemanusiaan yang meliputi prinsip bagimana seharusnya manusia itu terhadap
Tuhan,terhadap diri sendiri,dan terhadap segala sesuatau yang diluar dirinya,(termasuk terhadap
sesama manusia, sesama makhluk hidup terhadap benda mati,alam dan buatan manusia). Dalam
hal ini Ruslan Abdulgani menyatakan bahwa pancasila itu di dalam tercakup filsafat hidup dan
cita-cita luhur bangsa Indonesia tentang hubungan manusia dengan Tuhan,hubungan manusia
dengan sesama manusia,hubungan manusia dengan sesam bangsa, hubungan manusia dengan
sesama tanah airnya,dan hubungan manusia dengan harta benda. Semua itu satu sama lain terkait
dan termpa dalam satu kesatuan dasar filsafat.(Umi Nastiti,1981).
Dengan demikian lima sila dalam pancasila itu semuanya merupakan bagian atau unsur-
unsur yang harus ada untuk adanya pancasila. Oleh karena itu, kelima sila,kelima dasar,kelima
unsure itu merupakan unsure-unsur yang mutlak adanya untuk pancasila,sebab apabila salah satu
satu sila itu ditiadakan, maka sudah bukan pancasila lagi.
Berdasarkan pada uraian diatas, pancasila pancasila sudah memenuhi syaraat untuk dapat
disebut sistem kefilsafatan. Sebagai suatau sistem kefilsafatan,pancasila merupakan hasil
pemikiran manusia Indonesia, secara mendalam,sistematik dan secara menyeluruh tentang
kenyataan. Setiap sistem kefilsafatan dan hakikatnya mencerminkan pandangan sesuatau
kelompok atau sesuatau bangsa. Pancasila merupakan pencerminan pandangan bangsa Indonesia
dalam menghadapi realitas. Secara tegas dalam pancasila tercermin pandangan bangsa Indonesia
mengenai “ Tuhan” “manusia”, satu”, “rakyat”, adil”.
33
1. Landasan Ontologis Pancasila
Istilah ontologism berasal dari kata Yunani “ ta onta “ yang berarti sesuatu yang sungguh-
sungguh ada, kenyataan yang sesungguhnya, dan logos yang berarti teori atau ilmu. Ontologism
mempelajari dalam bentuknya yang paling abstrak, dan pertanyaan yang diajukan adalah “
Apakah keberadaan ( ada) itu?. Ontology merupakan cabang filsafat yang membicarakan tatanan
dan struktur kenyataan dalam arti yang luas. Kategori-kategori yang dipakai adalah meng-ada
atau menjadi, aktualitas atau potensionalitas, nyata atau Nampak,perubahan,eksistensi atau non-
eksistensi,hakikat,kemutlakan yang terdalam.
Atas dasar pengertian dari ontology tersebut maka pandangan ontology dari pancasila
adalah Tuhan,satu,rakyat,dan adil ( Darmandjati Supadjar,dkk,1996). Tuhan adalah sebab
pertama dari segala sesuatu, yang esa dan segala sesuatu tergantung kepadanya. Tuhan adalah
sempurna dan Maha Kuasa, merupakan dzat yang mutlak,ada secara mutlak. Zat yang mulia dan
sempurna.
Manusia memiliki susunan hakikat pribadi yang monopluralis yakni bertubuh-berjiwa,
bersifat individu-individu makhluk social, berkedudukan sebagai pribadi berdiri sendiri-makhlik
Tuhan yang menimbulkan kebutuhan kejiwaan,dan religius, yang seharusnya secara bersama-
sama dipelihara dengan baik dalam kesatuan yang seimbang,harmonis,dan dinamis.
Satu, secara mutlak, tidak dapat terbagi. Merupakan diri pribadi yang mempunyai bentuk,
susunan, sifat-sifat dan keadaan tersendiri sehingga kesemuanya itu menjadikan yang
bersangkutan suatu keutuhan ( keseluruhan ) yang mempunyai tempat tersendiri ( utuh,terpisah
dari yang lain,mempunyai bentuk dan wujud).
Rakyat adalah keseluruhan jumlah semua orang, warga dalam lingkungan daerah atau
Negara tertentu, yang dalam segala sesuatunya meliputi semua warga, dan untuk semua
keperluan seluruh warga, termasuk hak dan kewajiban asasi kemanusiaan setiap warga, sebagai
perseoranagan dan sebagai penjelmaan hakikat manusia. Hakikat rakyat adalah pilar Negara dan
berdaulat.
Adil ialah dipenuhinya sebagai wajib segala sesuatu yang merupakan hak dalam
hubungan hidup kemanusiaan. Sebagai penjelmaan hakikat manusia ( wajib lebih diutamakan
daripada hak), pemenuhan hak sebagai kewajiban tersebut mencakup hubungan antara Negara
( pendukung wajib) dengan warga negaranya, ( disebut keadilan distribusif), hubungan antara
warga Negara ( pendukung wajib) dengan Negara ( disebut keadilan legal ) dan hubungan antara
34
sesame warga Negara. ( disebut keadilan komutatif). Keadilan mengadung inti adil yang pada
hakikatnya adalah kerelaan ( aspek jiwa) dan kesebandingan( aspek raga).
Berdasrakan ontology pancasila dan pancasila sebagai dasar filsafat Negara, maka segala
hal yang berkaitan dengan sifat dan hakikatnya Negara harus sesuai dengan landasan sila-sila
pancasila. Hal itu berarti hakikat dan inti sila-sila pancasila adalah sebagai berikut : sila pertama
ketuhanan yang maha esa, adalah sifat-sifat dan keadaan Negara harus sesuai dengan hakikat
Tuhan, sila kedua adalah kemanusiaan adalah sifat-sifat dan keadaan Negara harus sesuai dengan
hakikat manusia, sila ketiga persatuan adalah sifat-sifat dan keadaan Negara harus sesuai dengan
hakikat satu, sila keempat kerakyatan sifat-sifat dan dan keadaan Negara harus sesuai dengan
hakikat rakyat, sila kelima keadilan adalah sifat-sifat dan keadaan Negara harus sesuai dengan
hakikat adil. ( Notonagoro, 1975 hal, 50)
Untuk memahami kesesuaian antara landasan sila-sila pancasila dengan hakikat sifat serta
keadaan Negara, maka menurut Notonagoro terdapat tiga teori asas hubungan diantara dua hal
yang diperbandingkan yaitu :
a. Asas hubungan yang breupa sifat ( kualitas)
b. Asas hubungan yang berupa bentuk,luas dan berat ( kuantitas)
c. Asas hubungan yang berupa sebab akibat ( kausalitas) ( Notonagoro,1975, hal 53)
Hubungan kesesuaian antara Negara dengan landasan sila-sila pancasila adalah hubungan
sebab-akibat, yaitu Negara sebagai pendukung hubungan dan Tuhan, manusia,satu,rakyat,dan
adil sebagai pokok pangkal hubungan landasan sila-sila pancasila yaitu
Tuhan,manusia,satu,rakyat,dan adil adalah sebab,adapun Negara adalah akibat.
2. Landasan Epistemologi Pancasila
Epistemology berasal dari kata Yunani “ episteme” dan “ logos”. Epstemologi biasa diartikan
sebagai pengetahuan dan kebenaran dan logos diartikan pikiran atau teori. Epistemology dapat
diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar dan lazimnya hanya disebut ‘ teori pengetahuan’
( theory of knowledge)
Epistemelogi adalah cabag filsafat yang menyelidiki secara kritis hakekat,landasan,batas-
batas. Dan patokan kesahihan pengetahuan. Secara sederhana pengetahuan adalah hasil aktivitas
kejiwaan karena ada hubungan antara subyek yang sadar dengan objekl nyang ingin dekenal atau
dengan kata lain hasil aktivitas kesadaran karena adanya hubungan antara subjek dan obyek yang
ingin dikenal.
35
Epistemelogi pancasila dimaksudkan mencari sumber-sumber pengetahuan dan
kebenaran dari pancasila. Sumber pengetahuan dalam epistemelogi ada dua aliran epirisme dan
rasionalisme.
Pengetahuan emprik pancasila bahwa pancasila merupakan cerminan dari maysarakat
indonesi pada saat kelahirannya digali dari budaya bangsa Indonesia sendiri. Bangsa Indonesia
yang terdiri atas pelbagai susku sejak dahulu sampai sekarang selalu menyeimbangkan semua
unsure kodrat manusia yang dalam perwujudannya adalah berketuhanan, berkemanusiaan,
berpersatuan,berkekeluargaan, dan berkeadilan, yang kemudian menjadi dasar rumusan pancasila
sebagai dasar Negara. Berkekeluargaan dalam kenegaraan disebut dengan berkerakyatan.
Dalam kehidupan bagsa Indonesia yang beraneka ragam adat budayanya,secara kodrati
mengamalkan kelima unsure pancasila tersebut, sehingga dapat dinyatakan berpancasila dalam
adat budaya. Dalam kehidupan beragama pun mengamalkan juga kelima unsure pancasila dalam
kehidupan sehari-hari,antar umat beragama antara satu dengan yang lainnya ada rasa persatuan
sebagai sesame warga masyrakat dan saling hormat menghormati dalam hal beragama,sehingga
dinyatakan berpancasila dalam religius. Setelah bernegara kelima unsure pancasila tersebut
menjadi dasar Negara dengan rumusan yang bersifat kolektif, sehingga asas-asas kenegaraan
Indonesia berpangkal pada pancasila. Dengan adanya ketiga hal tersebut menurut Notonagoro
dapat diditilahkan bahwa bangsa Indonesia berpancasila dalam Tri-Prakara yaitu berpancasila
dalam adat budaya atau dalam kebudayaan,berpancasila dalam keagamaan atau dalam bidang
religius dan berpancasila dalam kenegraan.( Kaelan,2004,hal 105-106)
Pengetahuan rasionalisme bahwa pancasila merupakan hasil perenungan yang mendalam
dari tokoh-tokoh kenegraan Indonesia untuk mengarahkan kehidupan bangsa Indonesia dalam
bernegara. Inti kehidupan bangsa Indonesia yang juga sebagai titik kehidupan manusia pada
umumnya merupakan sifat hakikat manusia, yaitu
berketuhanan,berkemanusiaan,berpersatuan,berkekeluargaan, dan berkeadilan. Kelima hal
tersebut merupkan sebagai sifat dan juga sebagai hakikat manusia,Karen jika tidak ada lima hal
tersebut bukanlah manusia. Hal ini direnungkan dan dinalar oleh bangsa Indonesia sebagai dasar
hidup bersama dalam bernegara.
Dengan dasar perenungan dan pertimbangan akal, lima intii kehidupan manusia yakni
ketuhanan,berkemanusiaan,berpersatuan,berkerakyatan, dan berkeadilan dengan tambahan cirri
khas bangsa Indonesia menjadi sifat kolektif, dasar hidup bangsa Indonesia dalam mencapai
36
kehidupan yang dicita-citakan,sehingga pancasila menjadi aksoima kehidupan bangsa Indonesia
dalam bermasyarakat,berbangsa dan bernegara yang pelaksanaan dalam kenegaraan dipancarkan
ke empat pokok pikiran pancasila yang sila-silanya merupakan satu kesatuan adalah bersifat
organis dan bentuk susunannya hirarki pyramidal serta sila-silanya saling mengkualifikasi
merupakan refleksi filsafati, hasil pertimbangan akal untuk menjadi dasar tindakan. Pancasila
bersifat organis berfungsi dalam hal ini ideologis Negara, susunan hiorarkoi pyramidal berfungsi
dalam pengamalan pancasila,sila-sila saling mengkualifikasi berfungsi dalam hal landasan politik
Negara.
Dasar-dasar rasional logis pancasila juga menyangkut isi arti sila-silanya. Susunan isi arti
pancasila menurut Notonagoro ( 1975) meliputi tiga hal. Pertama, isi arti tiap sila yang umum
universal. Isi arti sila-sila yang umum universal ini merupakan inti sari atau esensi pancasila, dan
menjadi pangkal tolak derivasi baik dalam bidang kenegaraan dan tertib hokum Indonesia,
maupun dalam realisasi praktis kehidupan kongkrit. Kedua, isi arti pancasila yang umum
kolektif, yaitu isis arti pancasila sebagai pedoman kolektif Negara dan bangsa Indonesia
terutama dalam tertib hokum Indonesia. Ketiga, isi arti pancasila yang bersifat khusus dan
kongkrit, yaitu realisasi praksis pancasila dalam berbagai bidang kehidupan, maka itu memiliki
sifat yang khusus-kongkrit dan dinamis.
Kebenaran pancasila dapat dilihat dalam teori-teori kebenaran dalam pengetahuan yakni
teori koherensi,teori korespondensi dan teori prakmatis. (Darmajati,dkk,1996)
Teori koherensi yang diterapkan dalam pancasila sebagai ideology dan dasar Negara
dapat dinyatakan bahwa suatu pernyataan atau penjabaran itu bersifat konsisten dengan
pernyataan-pernyataan sebelumnya yang diangap benar.
Pancasila sebagai ideology Negara,pernyataan-pernyataan yang merupakan penjabaranya
juga konsisten tidak ada kontradiksi dengan nilai-nilai luhur yang diyakini kebenaranya.hal ini
telah terbukti juga hubungan antara bagian atau antara sila dalam pancasila,maupun pancasila
sebagai aksioma kehidupan dalam sistem kenegaraan dipancarkan dari keempat pokok pikiran
yang selanjutnya dijelmakan dalam pasal-pasal UUD 1945. Jadi pancasila semacam aksioma
kehidupan diturunkan keempat pokok pikiran dan selanjutnya diturunkan kepasal-pasal UUD
1945 sebagai kaidah-kaidah atau hukum-hukum,yang kemudian dijabarkan dalam rancangan
pembangunan nasyonal.
37
Teori korespondensi yang diterapkan dalam pancasila sebagai ideology dan dasar Negara
dapat dinyatakan bahwa suatu pernyataan dalam ideology diakui benar jika materin pengetahuan
yang terkandung pernyataan itu berhubungan dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut.
Pancasila dinyatakan sebagai jiwa bansga Indonesia, sebagai kepribadian bangsa
Indonesia, sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, dan sebagai pedoman hidup bangsa
Indonesia. Nilai-nilai dalam pancasila digali dari bangsa Indonesia sendiri yakni dalam nilai adat
istiadat, kebudayaan dan religi dari kehidupan bangsa Indonesia.
Teori pragmatisme yang diterapkan dalam pancasila sebagai ediologi dan dasar Negara
dapat dinyatakan bahwa suatu pertanyaan dalam ediologi diakui besar jika konsekuensi dari
pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Pancasila merupakan
pemersatu bangsa Indonesia. Hal ini memang dapat digunakan secara praktik, dan fakta sejarah
telah membuktikan, baik sejak proses penetapan Pancasila sebagai dasar Negara maupun dalam
menghadapi pemberontakan-pemberontakan yang pernah terjadi, dengan jiwa Pancasila untuk
mempersatukan bangsa, semua dapat teratasi dan semua mempunyai semangat persatuan demi
kesatuan bangsa Indonesia. Semangat persatuan yang terkandung dalam ajaran Pancasila dapat
digunakan juga dengan istilah tepa-selira merupakan dasar yang paling utama dalam hubungan
antar beragama, dan sekaligus juga menjadi landasan toleransi umat beragama, tanpa adanya
tenggang rasa sulit terwujud adanya toleransi umat beragama. Dengan dasra uraian tersebut
maka konsep tenggang rasa merupakan hal yang bersifat praktis sebagai dasar kerukunan umat
beragama.
38
kehidupannya, baik dalam hidup bermasyarakat, beragama, maupun bernegara. Namun
disamping itu prinsip-prinsip dasar tersebut telah menjelma dalam tertib sosial, tertib
masyarakat, dan tertib kehidupan bangsa Indonesia yang dapat ditemukan dalam adat-istiadat,
kebudayaan, serta kehidupan keagamaan bangsa Indonesia.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila termasuk nilai kerokhanian yang tertinggi.
Adapun nilai-nilai tersebut berturut-turut nilai ketuhanan termasuk nilai yang karena nilai
ketuhanan adalah bersifat mutlak. Berikutnya sila kemanusiaan sebagai pengkhususan nilai
ketuhanan karena manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Nilai ketuhanan dan nilai
kemanusiaan dilihat dari tingkatannya adalah lebih tinggi daripada nilai-nilai kenegaraan yang
terkandung dalam ketiga sila lainnya, yaitu sila persatuan, sila kerakyatan, dan sila keadilan,
karena ketiga nilai tersebut berkaitan dengan kehidupan kenegaraan.
Adapun nilai-nilai kenegaraan yang terkandung dalam ketiga sila tersebut berturut-turut
memiliki tingkatan sebagai berikut. Nilai persatuan dipandang dari tingkatnya memiliki
tingkatan yang lebih tinggi daripada nilai kerakyatan dan nilai keadilan social, karena persatuan
adalah syarat mutlak adanya rakyat dan terwujudnya keadilan. Berikutnya nilai kerakyatan yang
didasari nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan nilai persatuan lebih tinggi dan mendasari nilai
keadilan sosial, karena kerakyatan adalah sebagai sarana terwujudnya suatu keadilan sosial
barulah kemudian nilai keadilan sosial adalah tujuan dari keempat sila lainnya.
Landasan aksiologis Pancasila merunjuk kepada nila-nilai dasar yang terdapat di dalam
Pembukaan UUD 1945. Nilai-nilai dasar itu harus menjiwai, menghayati nilai instrumental yang
terdapat di dalam Peraturan Perundang-undangan berupa Undang-Undang Dasar 1945,
Ketetapan MPR, Undang-Undang, peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Daerah. Jadi aktualisasi nilai-nilai dasar tersebut
konstektual dan konsisten dengan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.
39
mencakup sifat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Kedudukan kodrat
manusia mencakup kedudukan manusia sebagai makhluk berdiri-sendiri dan makhluk Tuhan.
Dari susunan kodrat, sifat kodrat dan kedudukan kodrat manusia tersebut, manusia dapat
memelihara hubungannya dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesame menusia, dan
dengan alam sekitarnya secara serasi, selaras, dan seimbang. Aktualisasi nilai filsafat
antropologis Pancasila dalam pembangunan diformulasikan dalam konsep ”pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya”.
40
segenap manusia yang ada di dunia ini. Oleh karena itu terhadap sila kedua, tidaklah dapat
menerapkan tinjauan secara metafisik di dalam arti yang murni, melainkan sudah dalam
tingkatan potivisitik. Berarati meninjauanya sudah berdasarkan atas ukuran-ukuran yang terdapat
dalam filsafat manusia, yang dalam hal ini merupakan hasil penjabaran dari metafisika ( yang
murni) ( Soejono Soemargono,1981).
Apakah yang dinamakan manusia itu? Ditinjau dari segi statistikanya manusia merupkan
sesuatau yang berupa raga, badan atau tubuhnya. Sedangkan ditinjau dari segi dinamikanya,
manusia merupakan sesuatau yang berjiwa dan yang berdasarkan atas jiwa tersebut dapat
melakukan tindakan-tindakan atau tingkah laku secara sadar. Dengan demikian kemanusiaan
ialah segenap sifat-sifat serta keadaan-keadaan yang melekat pada manusia yang terdiri dari raga
dan jiwanya.
Sila ketiga dalam pancasila adalah persatuan Indonesia. Dalam penafsirannya yang
bersifat umum dan bersifat filsafat praktik sila ketiga relevan dengan “ kebangsaan Indonesia “
Tinjauan secara ideologik terhadap pengertian “ kebangsaan Indonesia “ menujukkan
sebagai kata pokok “ kebangsaan “’ sedangkan kebangsaan sendiri mempunyai kata “ bangsa “.
Ditinjau dari segi statiknya yang dinamakan bangsa ialah suatu kesatuan dari kelompok manusia
tertentu yang ditinjau secara geopolitik merupakan suatu kebulatan. Artinya secara statis bangsa
itu merupakan sekelompok manusia tertentu yang mendiami suatu wilayah tertentu yang
merupakan suatu kesatuan yang bulat ditinjau dari segi geopolitik.
Sedangkan kalau dari segi dinamikanya bangsa merupakan :
1. Suatau kesatuan hasrat yang menghendaki untuk hidup bersama seterusnya.
2. Suatu kesatuan peranggai atau watak yang disebabkan karena adanya kesamaan nasib di
dalam sejarah.
3. Kesatuan pandangan hidup yang dipunyai oleh sekelompok manusia tertentu . ( Soejono
Soemargono, 1983).
Dengan demikian kebangsaan merupakan segenap sifat-sifat atau keadaan-keadaan yang
menunjuk kepada adanya suatu kelompok manusia tertentu yang mendiami suatu wilayah yang
secara geopolitik merupakan suatu kebulatan, dan di samping itu menujukan pula kepada
kesatuan dalam hal-hal yang bersifat kerohanian, yaitu : 1. Adanya hasrat untuk hidup bersama
seterusnya. 2. Adanya kesamaan pandangan hidup yang dipunyai oleh sekelompok manusia
tertentu.
41
Sila keempat berbunyi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan. Yang merupakan kata pokok adalah kerakyatan. Kerakyatan kata
dasarnya adalah rakyat. Ditinjau dari segi statiknya, yang dinamakan rakyat ialah segenap warga
Negara yang menjadi lapisan dasar, landasan atau substratum dari suatu organisasi politik yang
dinamakan Negara.
Ditinjau dari segi dinamikanya rakyat ada;ah kesatuan kejiwaan yang merasapi serta
menghidupi suatu organisasi politik yang dinamakan Negara. Jadi ditinjau dari segi ini rakyat
merupakan sesuatu yang menghidupi atau menjiwai organisasi kekuasaan tertentu yang
dinamakan Negara. ( Soejono Soemargono, 1983).
Denagan demikian kerakyatan merupakan segenap sifat-sifat serta keadaan-keadaan yang
menujukkan kepada sekelompok manusia yang merupakan pendukung-pendukung Negara, dan
menujuk pula pada kesatuan kejiwaan yang menghidupi atau menyebabkan adanya gairah hidup
didalam lingkungan Negara yang bersangkutan.
Sila kelima berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila kelima ini
mempunyai makna yang dalam, yakni segenap sifat-sifat serta keadaan-keadaan yang menunjuk
kepada sekelompok manusia tertentu yang serba dibatasi dalam tingkah lakunya, dan juga
menujukkan kepada suasana kejiwaan yang mendasari tingkah laku sekelompok manusia
tertentu, demi tegaknya kelompok manusia tersebut adil dan makmur.
Dengan uraian sila demi sila tersebut berarti bahwa sila kebutuhan yang Maha Esa
merupakan sila yang paling sedikit isis pengertiannya, namun yang paling luas lingkipnya
menyusul keumdian sila-sila yang lain yang dalaam hal ini senantiasa berbanding terbalik
anatara isis pengertiannya dengan lingkup pengertiannya. Sehingga sila yang terakhir merupakan
sila yang paling banyak isi pengertiannya, namun lingkupnya paling sempit. Dengan kata lain
sila-sila pancasila itu semakin kebawah semakin menujuk kepada pengertian yang lebih
khusus/konkrit. Sebaliknya bila ditinjau secara berurutan keatas, akan semakin menunjuk kepada
pengertian yang lebih umum atau abstrak.
42
BAB III
A. Pengantar
Pancasila sebagai Dasar Negara pada hakikatnya nilai-nilai dalam pancasila merupakan
sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma
kenegaraan lainnya. Norma hukum adalah suatu sistem peraturan perundang-undanganyang
berlaku di Indonesia. Dalam pengertian inilah maka Pancasila berkedudukan sebagai sebagai
sumber dari segala sumber hukum di Negara Indonesia. Norma moral yaitu yang berkaitan
dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk. Sopan ataupun
tidak sopan, susila atau tidak susila. Dalam kapasitas inilah nilia-nilai Pancasila telah terjabarkan
dalam suatu norma-norma moralitas atau norma-norma etika sehingga Pancasila merupakan
sistem etika dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Jadi sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah merupakan suatu pedoman yang
langsung bersifat normatif ataupun praktis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika
yang merupakan sumber norma baik meliputi norma moral, maupun norma hukum, yang pada
gilirannya haruus dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma etika, moral maupun norma hukum
dalam kehidupan kenegaraan maupun kebangsaan.
Permasalahan yang muncul adalah sejauhmana Pancasila sebagai sistem etika politik di
Indonesia? Untuk menjawab masalah ini maka pembahasan diawali dari pengertian etika, nilai,
moral, norma dan kesusilaan. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan pengertian etika
politik, Pancasila sebagai nilai dasar fundamental bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia,
dan diakhiri dengan nilai-nilai Pancasila sebagai sumber etika.
43
sebagainya. Sedangkan motif, watak, suara hati, sulit untuk dinilai. Perbuatan atau tingkah laku
yang dikerjakan dengan kesadaran sajalah yang dapat dinilai, sedangkan yang dikerjakan dengan
tak sadar, tidak dapat dinilai baik buruk.
Menurut Sunoto (1982) etika dapat dibagi menjadi etika deskriptif dan etika normatif.
Etika deskriptif hanya melukiskan, menggambarkan, menceritakan apa adanya, tidak
memberikan penilaian, tidak mengajarkan bagaimana seharusnya berbuat. Contohnya sejarah
etika. Sedangkan etika normative sudah memberikan penilaian yang baik dan yang buruk, yang
harus dikerjakan dan yang tidak. Etika normative dapat dibagi menjadi etika umun dan etika
khusus. Etika umum membicarakan prinsip-prinsip umum, seperti apakah nilai, motivasi suatu
perbuatan, suara hati, dan sebagainya. Etika khusus adalah pelaksanaan prinsip-prinsip umum,
seperti etika pergaulan, etika dalam pekerjaan, dan sebagainya.
Pembagian etika yang lain adalah etika individual dan etika sosial. Etika individual
membicarakan perbuatan atau tingkah laku manusia sebagai individu. Misalnya tujuan hidup
manusia. Etika sosial membicarakan tingkah laku atau perbuatan manusia dan hubungannya
dengan orang lain. Misalnya: bai/buruk dalam keluarga,masyrakat,Negara. ( Sunoto, 1982 hal5-
6)
Etika pada hakekatnya mengamatti realitas moral secara kritis. Etika tidak memberikan
ajaran melainkan memeriksa kebiasaan-kebiasaan nilai-nilai,norma-norma dan pandangan-
pandanagn moral secara kritis. Etika menurut pertanggungjawaban dan mau menyingkirkan
karancauan ( kekacauan). Etika tidak membiarkan pendapat-pendapat moral yang dikemukakan
dipertanggungjawabkan. Etika berusaha untuk menjernihkan permasalahan moral. Sedangkan
kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia. Bidang moral adalah
bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral
adalah tolok ukur untuk menentukan betul-salahnya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku
peran tertentu dan terbatas. ( franz Magnis Suseno, 1987, hal. 18)
Obyek etika menurut Franz Magnis Suseno ( 1987) adalah pernyataan moral. Apabila
diperiksa segala macam moral, pada dasarnya hanya dua macam : pernyataan tentang tindakan
manusia dan persyaratan tentang manusia sendiri atau tentang unsure-unsur kepribadian manusia
seperti motif-motif, maksud, dan watak. Ada himpunan pernyataan ketiga yang tidak bersifat
moral, tetapi penting dalam rangka pernyataan tentang tindakan. Skemanya adalah sebagai
berikut :
44
Pandanagan
moral
Etika Pernyataan
moral
Persoalan
moral
Pernyataan tentang
tindakan manusia,
Pernytataan tentang
manusia sendiri
Pernyataan bukan
moral
Dalam melihat skema tersebut Ahmad Charis Zubair (1987) dalam perinciannya adalah :
1. Dalam beberapa pernyataan kita mengatakan bahwa suatu tindakan tertentu sesuai atau
tidak sesuai dengan norma-norma moral dan oleh karena itu adalah betul, salah, atau
wajib. Contoh : “engkau jahat tidak boleh ditaati”, disebut pernyataan kewajiban.
2. Orang, kelompok orang dan unsure-unsur kepribadian (motif, watak, maksud, dan
sebagainya) kita nilai sebagai baik, buruk, jahat, mengagumkan, suci, memalukan,
bertanggung jawab, pantas ditegur, disebut: pernyataan penilaian moral.
3. Himpunan pernyataan ketiga yang harus diperhatikan adalah penilaian bukan moral.
Contoh : Mangga itu enak, Anak itu sehat, Mobil itu baik, kertas ini jelek, dan
sebagainya.
Perbedaan penting pernyataan di atas:
45
- Pernyataan kewajiban tidak mengenal tingkatan. Wajib atau tidak wajib, betul atau salah,
tidak ada tengahnya.
- Penilaian moral dan bukan moral mengenal tingkatan. Mangga dapat agak enak, enak
sekali. Watak dapat amat jahat atau agak jahat; dan sebagainya.
2. Nilai
Di dalam Dictionary of Sociologi and Related Science dikemukakan bahwa nilai adalah
kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari
suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau sekelompok. Jadi nilai itu pada
hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri.
Sesuatu itu mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu.
Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan-harapan, dambaan-dambaan dan
keharusan. Maka apabila kita berbicara tentang nilai, sebenarnya kita berbicara tentang hal yang
ideal, tentang hal yang merupakan cita-cita, harapan dambaan dan keharusan. Berbicara tentang
nilai berarti berbicara tentang das Sollen, bukan das Sein, kita masuk kerokhanian bidang makna
normative, bukan kognitif, kita masuk ke dunia ideal dan bukan dunia riel. Meskipun demikian,
di antara keduanya, antara das Sollen dan das Sein, antara yang makna normative dan kognitif,
antara dunia ideal dan dunia irel itu saling berhubungan atau saling berkait secara erat. Artinya
bahwa dan Sollen itu harus menjelma menjadi das Sein, yang ideal harus menjadi real, yang
bermakna normative harus direalisasikan dalam perbuatan sehari-hari yang merupakan fakta.
(Kaelan, 2004, 87-88)
3. Moral
Moral berasal dari kata latin “mos”jamaknya berarti adat atau cara hidup. Etika dan
moral sama artinya, tetapi dalam penilaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral dan atau
moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai. Sedangkan etika dipakai untuk
pengkajian sistem nilai yang ada.
Frans Magnis Suseno (1987) membedakan ajaran moral dan etika. Ajaran moral adalah
ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah, peraturan-peraturan lisan atau tulisan
tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik.
Sumber langsung ajaran moral adalah pelbagai orang dalam kedudukan yang berwenang, seperti
46
orang tua dan guru, para pemuka masyarakat dan agama, dan tulisan para bijak. Etika bukan
sumber tambahan bagi ajaran moral tetapi filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang
ajaran dan pandangan moral. Etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran. Jadi etika dan
ajaran moral tidak berada di tingkat yang sama. Yang mengatakan bagaimana kita hidup, bukan
etika melainkan ajaran moral. Etika mau mengerti ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita
dapat mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral.
4. Norma
Pada mulanya berarti alat tukang batu atau tukang kayu yang berupa segitiga. Pada
perkembangannya norma berarti ukuran, garis pengarah, atau aturan, kaidah bagi pertimbangan
dan penilaian. Nilai yang menjadi milik bersama di dalam satu masyarakat dan telah bertanam
dengan emosi yang mendalam akan menjadi norma yang disepakati bersama.
Segala hal yang kita beri nilai baik, vantik atau berguna akan kita usahakan supaya
diwujudkan kembali di dalam perbuatan kita. Sebagai hasil usaha itu timbulnya ukuran
perbuatan atau norma tindakan. Norma itu kalau telah diterima oleh anggota masyarakat selalu
mengandung sanksi dan pahala.
- Tidak dilakukan sesuai norma – hukuman; celaan dan sebagainya.
- Dilakukan sesuai dengan norma – pujian; balas jasa sebagainya.
Penilaian Nilai
Norma
Ada banyak macam norma. Ada norma-norma khusus,yaitu norma yang hanya berlaku dalam
bidang dan situasi yang khusus, misalnya bola tidak boleh di sentuh oleh tangan, hanaya berlaku
kalau dan sewaktu kita main sepak bola dan kita bukan kipper. Disamping norma khusus ada
47
juga norma umum. Norma umum menururt Frans Magnis Suesono ( 1987, hal, 19) ada tiga
macam yaitu :
- Norma sopan santun
Norma ini menyangkut sikap lahiriah manusia. Meskipun lahirlah dapat
mengungkapakan sikap hati dank arena itu mempunyai kualitas moral, namun sikap
lahiriah sendiri tidak mempunyai sikap moral. Orang yang melanggar norma kesopanan
karena tidak mengetahui tatakrama di daerah itu, atau dituntut oleh situasi, tidak
melanggar norma moral.
- Norma hukum
Norma hukum adalah norma yang dituntut denagn tegas oleh masyarakat karena
dianggap perlu demi keselamatan dan kesejahteraan umum. Norma hukum adalah norma
yang tidak dibiarkan dilanggar. Hukum tidak dipakai untuk mengukur baik buruknya
seseorang sebagai manusia, melainkan untuk menjamin tertib umum. Jadi yang
melanggar norma hukum pasti dikenai sanksi. Tetapi norma hukum tidak sama dengan
norma moral.
- Norma moral
Norama moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan
sesorang. Maka dengan norma moral, kita benar-benar dinilai. Ityulah sebabnya penilaian
moral selalu berbobot. Manusia tidak dilihat dari salah satu segi melainkan manusia.
Apakah sesorang sebagai warga Negara yang selalu taat, atau seseorang munafik. Apakah
kita ini baik atau buruk, itulah yang menjadi permasalahan moral.
Ketiga macam norma kelakuan itu, manakah yang mengalah apabila ada tabrakan
diantara keduanya? Bahwa norma sopan santun mengalah baik terhadap norma-norma hukum
mapun norma moral. Bagaimana kalau norma hukum bertabrakan dengan norma moral ?
misalnya sesorang ayah yang sama sekali tidak mempunyai uang lagi, disatu pihak ia berwajib
( moral ) untuk memberi makan pada anak dan istri, dilain pihak satu-satunya jalan untuk
membuat ia melanggar norma hukum, yaitu dengan mengambil uang orang lain secara diam-
diam. Thomas Aquinas berpendapat, bahwa suatu hukum bertentangan dengaan hukum moral
( hukumkodrat dalam istilah Thomas Aquinas ) kehilangan kekuatannya. Kesimpulannya, bahwa
terhadap norma-norma moral muncul sebagai kekuatan yang amat besar dalam hidup manusia.
48
Norma-norma itu lebih besar pengaruhnya dari pada pendapat-pendapat masyarakat pada
umumnya dan bahkan juga dari pada segala macam penguasa.
5. Kesusilaan
George Leibniz seorang filsuf pada jaman Moderen berpendapat bwaha kesusilaan adalah
hasil suatu “ menjadi” yang terjadi didalam jiwa. Perkembanagan dari nafsu alamiah yang gelap
sampai kepada kehendak yang sadar, yang berarti sampai kepada kesadaran kesusilaan yang
berperbuatan kehendak kita sejak manusia telah tumbuh lengkap, disebabkan karena aktivitas
jiwa sendiri. Segala perbuatan kehendak kita sejak mila telah ada. Apa yang benar-benar kita
kehendaki telah terkandung sebagai benih daidalam nafsu alamiah yang gelap. ( Harun
Hadiwijono, 1990). Oleh karena itu tugas kesusilaan pertama ialah meningkatkan perkembangan
itu dalm diri manusia sendiri. Kesusilaan hanya berkaitan dengan batin kita.
Akibat pandangan itu ialah bahwa orang hanya dapat berbicara tentang kehendak yang
baik dan jahat. Kehendak baik ialah jika perbuatan kehendak itu mewujudkan suatu bagian dari
perkembangan yang sesuai dengan gagasan yang jelas dan actual. Kehendak jahat ialah jika
perbuatan kehendak diikat oleh gagasan yang tidak jelas.
Menurut filosof Herbert Spencer, pengertian kesusilaan dapat berubah, diantara bangsa-
bangsa yang bermacam-macam itu pengertian kesusilaan sama sekali berbeda-beda. Pada zaman
Negara militer, kebijakan keprajuritanlah yang dihormati. Sedang pada zaman Negara industry
hal itu diangaap hina. Hal ini disebabkan karena kemakmuran yang dialami pada zaman industry
itu bukan didasarkan atas perampasan dan penaklukan, melainkan atas kekuatan berproduksi.
(Harun Hadiwijono, 1990)
.
Sedangkan Prof. Dr. N. Drijarkara S.J. memberikan perumusan kesusilaan adalah nilai
yang sebernanya bagi manusia sebagai manusia. Dengan kata lain moral kesusilaan adalah
kesempurnaan manusia sebagai manusia atau kesusilaan adalah tuntutan kodrat manusia.
Fudyartanta memberi arti kesusilaan adalah keseluruhan nilai atau norma yang mengatur
atau merupakan pedoman tingkah laku manusia di dalam masyarakat untuk menyelenggarakan
tujuan hidupnya. Tegasnya moral atau kesusilaan adalah keseluruhan norma atau nilai sosial
49
yang mengatur tingkah laku manusia di dalam masyarakat untuk selalu melakukan atau
melaksanakannya perbuatan-perbuatan atau tingkah laku yang secara obyektif dan hakiki baik.
Dari beberapa pengertian kesusilaan tersebut dapat dirumuskan bahwa kesusilaan yang
berasal dari kata susila mendapat awalan ked an akhiran an yang berarti membentuk kata benda
yang abstrak. Kesusilaan adalah sifatnya dari dalam bukan dari luar, artinya kesusilaan ini dekat
dengan keakuan.
50
Etika politik berkaitan dengan obyek forma etika, dan obyek material politik yang
meliputi legitimasi Negara, hukum, kekuasaan, serta penilaian kritis terhadap legitimasi-
legitimasi tersebut.
Secara substansif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subyek sebagai
pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan
moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian ‘moral’ senantiasa menunjuk kepada
manusia sebagai subyek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-
kewajiban lainnya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia.
Walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat bangsa maupun Negara, etika politik tetap
meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika
politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk yang
beradab dan berbudaya.
Berdasarkan suatu kenyataan bahwa masyarakat, bangsa maupun Negara biasa
berkembang kea rah keadaan yang tidak baik dalam arti moral. Misalnya suatu Negara yang
berkuasa oleh penguasa atau rezim yang otoriter, yang memaksakan kehendak kepada manusia
tanpa memperhitungkan dan mendasarkan kepada hak-hak dasar kemanusiaan. Dalam suatu
masyarakat Negara yang demikian itu maka seseorang yang baik secara moral kemanuisaan akan
dipandang tidak baik menururt Negara serta masyarakat otoriter, karena tidak dapat hidup sesuai
dengan aturan yang brurk dalam suatu masayrakat Negara. Oleh karena itu aktulisasi etika politik
harus senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat manusia sebagai manusia.
( Frans magnis Suseno,1987.hal 14-15 ).
Prinsip-prinsip etika politik yang menjadi titik acuan orientasi moral bagi suatu Negara
adalah adanya cita-cita The Rule Of Law, partisipasi demokratis masyarakat, jaminan hak-hak
asasi manusia menurut kekhasan paham kemanusiaan dan struktur sosial budaya masyarakat
masing-masing dan keadilan sosial. ( syahrian syahbraini, 2003, hal 29 ).
D. Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bngsa dan Negara Repuplik Indonesia
Dalam dectiniory of Sosiology and Related sciences, nilai secara sederhana dapat diartikan
kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari
suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. Jadi, nilai pada
hakekatnya sifat atau kualitas yang melekat pada suatu obyek, bukan obyek itu sendiri. Sesuatu
51
itu mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu.
( Kaelan,2004,hal 87).
Notonagoro ( Dalam Kaelan,2004 hal 89-90) membagi nilai menjadi tiga macam yaitu:
1. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia, atau
kebutuhan material ragawai manusia.
2. Nilai vital, yaitu segala sesautu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan
kegiatan atau aktivitas
3. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai
kerohanian ini dapat dibedakan atas 4 macam :
- Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal ( ratio,budi,cipta) manusia
- Nilai keindahan atau nilai estetis, yang bersumber pada unsure perasaan( estetis,rasa)
manusia
- Nialai kebaikan, atau nilai moral, yang bersumber pada unsure kehendak ( karsa )
manusia
- Nilai religius, yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini
bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.
Notonagoro berpendapat bahwa nilai-nilai pancasila tergolong nilai-nilai kerohanian,
tetapi nilai-nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai material dan nilai vital. ( Kaelan,2004
hal 90).
Dalam kaitannya dengan derivasi atau penjabarannya maka niali dapat dikelompokkan
menjadi 3 macam :
a. Niali dasar
Nilai dasar bersifat universal karena menyangkut hakikat kenyataan obyektif segala sesuatu
misalnya hakikat Tuhan, manusia atau segala sesuatu lainnya. Nilai dasar dapat juga disebut
sebagai sumber norma yang pada gilirannya dijabarkan atau direalisasikan dalam suatu
kehidupan yang bersifat praksis. Konsekuensinya walaupun dalam aspek praksis dapat berbeda-
beda namun secara sistematis tidak dapat bertentangn dengan niali dasar yang merupakan
sumber penjabarab norma serta realisasi praksis tersebut.
b. Nilai instrumental
Untuk dapat direalisasikan dalam suatu kehidupan praksia maka nilai dasar untuk memiliki
formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas. Nilai instrumental inilah yang merupakan suatu
52
pedoman yang dapat diukur dan dapat diarahkan. Nilai instrumental merupakan suatu eksplisitasi
dari nilai dasar.
c. Nilai praksis
Nilai praksis pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam
suatu kehidupan yang nyata. Sehingga nilai praksis ini merupakan pewujudan dari nilai
instrumental.
Pancasila sebagai nilai dasar yang fundamental adalah seperangkat nilai yang terpadu
berkenaan dengan hidup masyarakat, berbangsa dan bernegara. Apabila kita memahami pokok-
pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945, pada hakikatnya adalah nilai-nilai
pancasila yaitu sebagai berikut:
Pokok pikiran pertama, Negara Indonesia adalah Negara persatuan yaitu Negara yang
melindungi segenab bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Negara mengaasi
segala paham golongan dan perseoranagn. Hal ini merupakan penjabaran dari sila ketiga.
Pokokmpikiran kedua, menyatakan bahwa Negara hendak mewujudkan keadilan bagi
seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini Negara berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum
bagi seluruh rakyat Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pokok pikiran pikiran
penjabaran dari sila kelima.
Pokok pikiran ketiga, menyatakan Megara berdaulat rakyat berdasarkan atas kerakyatan
permusyawaratn/ perwakilan. Poko pikiran ini menujukkan Negara Indonesia demokrasi, yaitu
kedaulatan tangan rakyat sesuai sila keempat.
Pokok pikiran keempat, menyatakan bahwa Negara berdasarkan atau ketuhanan Yang
Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Pokok pikiran ini sebagai
penjabaran dari sila pertama dan kedua.
Berdasarkan hal tersebut menujukkan bahwa pancasila dan pembukaan UUD 1945 dapat
dinyatakan sebagai pokok-pokok kaidah Negara yang fundamental, karena didalamnya
terkandung pula konsep-konsep sebagai berikut:
1. Dasar-dasar pembukaan Negara, yaitu tujuan Negara,asas politik Negara ( Negara
Repuplik Indonesia yang berdaulat rakyat ). Dan asas kerohanian Negara ( pancasila).
2. Ketentuan diadakannya UUD, yaitu, ….” Maka sdisusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia …..”. hal ini menujukkan adanya sumber hukum.
53
Nilai dasar yang fundamental suatu Negara dalam hukum mempunyai hakikat dan kedudukan
yang tetap kaut dan berubah, dalam arti dengan jalan hukum apapun tidak mungkin lagi untuk
diubah. Berhubung pembukaan UUD 1945 itu memuat nilai-nilai dasar yang fundamental, maka
pembukaan UUD 1945 yang didalamnya terdapat pancasila tidak dapat diubah secara hukum.
Apabila terjadi perubahan berarti pembubaran Negara proklamasi 17 Agustus 1945. ( Syahrial
Syahbraini, 2003. Hal 37-38 )
54
F. Etika Politik Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Dalam ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, dinyatakan
pengertian etika politik dalam kehidupan berbangsa adalah merupaan rumusan bersumber dari
ajaran agama, khususnya yang bersifat universal, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang
tercermin dalam pancasiula sebagai acuan dasar dalam berpikir,bersikap,dan bertingkah
laku,dalammkehidupan berbangsa.
Pola berfikir untuk membangun kehidupan politk secara jernih mutlak diperlukan.
Pembangunan moral politik yang berbudaya adalah untuk melahirkan kultur politik yang
bersdasarkan kepada iman dan taqwa terhadap Tuhan Ynag Maha Esa, menggalang suasana
kasih sayang sesame manusia Indonesia, yang berbudi kemanusiaan luhu, yang yang
mengindahkan kaidah-kaidah musyawarah secara kekeluargaan yang bersih dan jujur, dan
menjalin asas pemerataan keadilan didalam menikmati dan menggunakan kekayaan Negara.
Membangun etik politik berdasrkan pancasila akan diterima baik oleh segenap golongan dalam
masyarakat.
Pembinaan etika politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegra sangatlah urgent.
Langkah permulaan dimulai dengan membangun konstruksi berpikir dalam rangka menata
kembali culture politik berbangsa Indonesia. Kita sebagai warga Negara telah memiliki hak-hak
politik, pelaksanaan hak-hak politik dalam kehidupan bernegara akan saling bersosialisasi,
berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesame warga Negara dalam berbagai wadah, yaitu
dalam eadah infra-kultur dan suprstruktur. ( syahrial Syabraini,2003, hal 44)
Poko-pokok etika dalam kehidupan berbangsa mengedepankan
kejujuran,keteladanan,sportivitas,displin,etos kerja,kemandirian,sikap toleransi,rasa
malu,tanggung jawab,menjaga kehormatan sera martabat diri sebagai warga bangsa.
Pada hakikatnya etikampolitik tidak diatur dalam hukum tertulis secara lengkap, tetapi
melalui moralitas yang bersumber dari hati nurani, rasa malu kepada masyarakat, dan rasa takut
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Adanya kemauan dan memiliki itikad baik dalam hidup
bernegara dapat mengukur secara seimbang antara hak yang telah dimiliki dengan kewajiban
yang telah ditunaikan, tidak memiliki ambisisus yang berlebihan dalam merebut jabatan, namun
membekali diri dengan kemampuan secara kompetetif yang terbuka untuk mendududki suatu
jabatan, tidak melakukan cara-cara yang terlarang, seperti penipuan untuk memenagkan
55
persainagn politik. Denagan kata lain, tidak menghasilakan segala macam cara untuk mencapai
suatu tujuan politik. ( Syahrial Syahbraini, 2003,hal 46)
Dalam tap MPR No. VI/MPR/2001 diuraikan enam etika kehidupan berbangsa, yakni
tentang tentang : etika sosial dan budaya, atika politik dan pemerintah, etika ekonomi dan bisnis,
etika penegakan hukum yang berkeadilan,etika keilmuan dan etika lingkungan.
1. Etika sosial dan budaya
Etika sosial dan budaya bertolak dari rasa kemanuisaan yang mendalam dengan
menampilkan sikap jujur,saling peduli,saling memahami,saling menghargai,saling mencintai,dan
saling menolong diantara sesame manusia dan warga bangsa. Sejalan dengan itu, perlu
menumbuhkembangkan kembali budaya malu, yakni : malu berbuat kesalahan dan semua yang
bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Untuk itu juga perlu
ditumbuhkembangkan kembali budaya keteladanan yang harus diwujudkan dalam perilaku para
pemimpin baik formal maupun informal pada setiap lapisan masyrakat.
Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kembali berbangsa dan
berbudaya tinggi dengan mengguggah menghargai, dan mengmebangkan budaya nasional yang
bersumber dan budaya daerah agar mampu melaksanakan adaptasi, interaksi dengan bangsa lain,
dan tindakan produktif sejalan dengan tuntuan globalisasi. Untuk itu, diperlukan penghayatan
dan poengalaman agama yang benar, kemampuan adaptasi, ketahanan,dan kreativitas budaya
dari masyarakat.
2. Etika politik dan pemerintah
Etika politik dan pemerintah dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang
bersih,efisien,dan afektif serta menumbuhkan Susana pemerintah politik yan demokratis yang
bercirikan keterbukaan, rasa bertanggung jawab,tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai
perbedaan,jujur dan persaingan,kesedihanuntuk menerima pendapat yang lebih benar, serta
menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan
berbangsa.
Etika pemerintahan mengamanatkan agar penyelenggara Negara memiliki rasa
kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada public siap mundur apabial merasa
dirinya telah melanggar kaidah dan sistem nilai atapun anggapan tidak mampu memenuhi
amanah masyrakat, berbangsa dan bernegara. Masalah potensial yang dapat menimbulkan
permusuhan, pertentangan diselesaikan secara musyawarah dengan penuh kearifan, kebijakan
56
sesuai denagn nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya, dengan tetap menjunjung tinggi
perbedaan sebagai sesuatu yang manusiawi dan alamiah.
Etika politik dan pemerintahan diharapkan mampu menciptakan menciptakan suasana
harmonis antar pelaku dan kekuatan sosial politik serta antar kelompok kepentingan lainnya
untuk mencapai sebesar-besar kemajuan bangsa dan Negara dengan mendahulukan kepentingan
bersama daripada kepentingan pribadi lainnya.
Etika politik dan pemerintahan mengadung misi kepada stiap pejabat dan elit politik dan
bersikap jujur,amanah, sportif ,siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah
hati,dan siap untuk mundur dari jabatan politik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara
moral kebijakan bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Atika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata karma dalam perilaku politik yang
toleran, tidak berpura-pura,tidak arogan,jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan
kebohongan public,tidak manipulative dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya.
3. Etika Ekonomi dan Bisnis
Etika ekonomi dan bisnis di maksudkan agar prinsip dan perilaku ekonomi dan bisnis,
baik oleh persoerangan, institusi, maupun pengambil keputusan dalam bidang ekonomi dapat
melahirkan kondisi dan realitas ekonomi yang bercirikan persaingan yang jujur, berkeadilan,
mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan kemampuan saing, dan
terciptanya suasana kondusif untuk pemberdayaan ekonomi yang berpihak kepada rakyat kecil
melalui kebijakan secara kesinambungan. Etika ini mencegah terjadinya praktek-praktek
monopoli, oligopoly, kebijakan ekonomi yang mengarah kepada perbuatan korupsi, kolusi, dan
nepotisme, diskriminasi yang berdampak negative terhadap efisiensi, persaingan sehat, dan
keadilan, serta menghindarkan perilaku menghalalkan segala cara dalam memperoleh
keuntungan.
4. Etika Penegakan Hukum Berkeadilan
Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran
bahwa tertib sosial, ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan
ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang berpihak kepada keadilan. Keseluruhan
aturan hukum yang menjamin tegaknya supremasi dan kepastian hukum sejalan dengan upaya
pemenuhan rasa keadilan yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat.
57
Etika ini meniscayakan penegakan hukum secara adil, perlakuan yang sama dan tidak
diskriminatif terhadap setiap warga Negara di hadapan hukum, dan menghindarkan penggunaan
hukum secara salah sebagai alat kekuasaan dan bentuk-bentuk manipulasi hukum lainnya.
5. Etika Keilmuan
Etika keilmuan dimaksudkan untuk menjunjung tinggi nalai-nilai kemanusiaan, ilmu
pengetahuan dan teknologi agar warga bangsa mampu menjaga harkat dan martabatnya, berpihak
kapada kebenaran untuk mencapai kemaslahatan dan kemajuan sesuai denagan nilia-nilai agama
dan budaya. Etika ini diwujudkan secara pribadi ataupun kolektif dalam karsa, cipta, dan karya,
yang tercermin dalam perilaku kreatif, inovatif, dan komunikatif, dalam kegiatan membaca,
belajar, meneliti, menulis berkarya, serta menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Etika Keilmuan menegaskan pentingnya budaya kerja keras dengan menghargai dan
memanfaatkan waktu, disiplin dalam berfikir dan berbuat, serta menepati janji dan komitmen diri
untuk mencapai hasil yang terbaik. Disamping itu, etika ini mendorong tumbuhnya kemampuan
menghadapi hambatan, rintangan, dan tantangan dalam kehidupan, mampu mengubah tantangan
menjadi peluang, mampu menumbuhkan kreativitas untuk penciptaan kesempatan baru, dan
tahan uji serta pantang menyerah.
6. Etika Lingkungan
Etika Lingkungan menegaskan pentingnya kesadaran menghargai dan melestarikan
lingkungan hidup serta penataan tata ruang secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Dalam kehidupan politik Indonesia banyak suara masyarakat untuk menuntut agar
dibentuknya dewan kehormatan dalam berbagai institusi kenegaraan dan kemasyarakatan,
dengan harapan etika politik dapat terwujud dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Dalam Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2002 tentang Rekomendasi Atas Laporan
Pelaksanaan Putusan MPR oleh Presiden, DPR, DP, MA, dan BPK, ditegaskan DPR perlu
meningkatkan kinerja anggotanya dengan landasan moral, etika, dan rasa tanggung jawab yang
tinggi. Dalam pasal 6 Tata Tertib DPR mengenai kode etika DPR, diungkapkan dalam ayat (1)
anggota DPR harus mengutamakan tugasnya dengan cara menghadiri secara fisik setiap rapat
yang menjadi kewajibannya. Ayat (2) menegaskan, ketidak hadiran anggota secara fisik
sebanyak tiga kali berturut-turut dalam rapat sejenis, tanpa izin dari pimpinan fraksi merupakan
suatu pelanggaran kode etik.
58
BAB IV
B. Filsafat
1. Pengertian Filsafat
Pengertian filsafat, dalam sejarah perkembangan pemikiran kefilsafatan antara satu ahli filsafat
dan ahli filsafat lainnya selalu berbeda. Dan hamper sama banyaknya dengan ahli filsafat itu
sendiri. Pengertian filsafat dapat ditinjau dari dua segi yakni secara etimologi dan secara
terminology.
59
Arti secara Etimologi
Kata filsafat yang dalam bahasa Arab ‘falsafah’ yang dalam bahasa inggris dikenal dengan
istilah ‘philosophy’, adalah berasal dari bahasa Yunani ‘philosophia’. Kata philosophia terdiri
dari kata philein yang berarti cinta (love) dan Sophia yang berarti cinta kebijaksanaan (love of
wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya. Seorang filsuf adalah pecinta atau pencari
kebijaksanaan. Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Pythagoras (582-496 SM). Arti filsafat
pada saat itu belum begitu jelas, kemudian pengertian filsafat itu diperjelas seperti halnya yang
banyak dipakai sekarang ini digunakan oleh para kaum sophist dan juga oleh Socrates (470-399
SM). (Lasiyo dan Yuwono, 1985, hal.1).
Arti Terminologi
Dalam arti terminology maksudnya arti yang dikandung oleh istila ‘filsafat’. Lantaran batasan
filsafat itu banyak, maka sebagai gambaran dikenalkan beberapa batasan.
a. Plato.
Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli.
b. Aristoteles.
Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang terkandung di
dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika
(filsafat keindahan).
c. Al Farabi.
Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang alam maujud bagaimana hakekat yang
sebenarnya.
d. Rene Descartes.
Filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan dimana Tuhan, alam dan manusia manjadi
pokok penyelidikan.
e. Immanuel Kant.
Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang menjadi pokok pangkal dari segala pengetahuan,
yang didalamnya tercakup masalah epistemology (filsafat pengetahuan) yang menjawab
persoalan apa yang dapat kita katahui?
f. Langeveld.
60
Filsafat adalah berfikir tentang masalah-masalah yang akhir dan yang menentukan, yaitu
masalah-masalah yang mengenai makna keadaan, Tuhan, keabadian dan kebebasan.
g. Hasbullah Bakry.
Ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai
ketuhanan, alam sementara dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan
tentang bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
(Abbas Hamami M., 1976, hal. 2-3)
h. N. Driyarkara.
Filsafat adalah permenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebab ‘ada’ dan
‘berbuat’ permenungan tentang kenyataan (reality) yang sedalam-dalamnya, sampai ke
‘mengapa’ yang penghabisan.
i. Notonagoro.
Filsafat itu menelaah hal-hal yang menjadi obyeknya dari sudut intinya yang mutlak dan
yang terdalam, yang tetap dan tidak berubah, yang disebut hakekat.
j. IR> Poejawijatna.
Filsafat ialah ilmu yang berusaha untuk mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi
segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka. (Lasiyo dan Yuwono, 1985, hal. 11)
Sedangkan Ali Mudhfoir (1996) memberikan arti filsafat sangat beragam yaitu :
- Filsafat sebagai suatu sikap
Filsafat sebagai suatu sikap terhadap kehidupan dan alam semesta. Sikap secara filsafat adalah
sikap menyelidiki secara kritis, terbuka, toleran dan selalu bersedia meninjau suatu problem dari
semua sudut pandangan.
- Filsafat sebagai suatu metode
Filsafat sebagai suatu metode artinya berbagai cara berfikir secara reflektif ( mendalam ),
penyelidikan yang menggunakan alasan, berfikir secara hati-hati dan teliti. Filsafat berusahaa
untuk memikirkan seluruh pengalaman manusia secara mendalam dan jelas.
- Filsafat sebagai kelompok persoalan
Banyak pesroalan abadi yang dihadapi manusia dan para filsuf berusaha memikirkan dan
menjawabnya. Beberapa pertanyaan yang diajukan kepada masa lampau telah dijawab secara
memuaskan. Misalnya pertanyaan tentang ide-ide bawaan telah dijawab oleh Jhon Lpcke pada
abad ke 17. Namun masih banyak pertanyaan lain yang dijawab sementara. Disamping itu juga
61
masih banyak problem-problem yang jawabanya masih diperdebatkan atau pun diseminarkan
sampai hari ini, bahkan ada yang belum terpecahkan
- Filsafat sebagai sekelompok teori batau sistem pemikiran
Sejarah filsafat ditandai dengan pemunculan teori-teori atau sistem-sistem pemikiran yang
terlekat pada nama-nama filsuf besar seperti Socrates,Plato,Aristoteles,Thomas
Aquines,Spinoza,Hegel,Kari Marx,August Comte, dan lain-lain.
- Filsafat sebagai analisa l;ogis tentang bahasa dan penjelasan makna istilah
Kebanyakan filsuf memakai metode analisa untuk menjelaskan arti suatu istilah dan pemakaian
bahasa. Beberapa filsuf mengatakan bahwa analisia tentang arti bahasa merupakan tugas pokok
filsafat dan tugas analisa konsep sebagai satu-satunya fungsi filsafat. Para filsuf anatika seperti
G.E. Moore, B. Russel, L. Wittgenstain, G. Ryle, J.L.Austin dan yang lainnya berpendapat
bahwa tujuan filsafat adalah menyingkirkan kekaburan-kekaburan dengan cara menjelaskan arti
sitilah atau ungkapan yang dipakai dalam ilmu pengetahuan dan dipakai dalam kehidupan sehari-
hari. Mereka berpendirian bahwa bahasa merupakan laboraturium para filsuf, yaitu tempat
menyamai dan mengembangkan ide-ide.
- Filsafat merupakan usaha untuk memperoleh pandanagn yang yang menyeluruh
Filsafat mencoba menggabungkan kesimpulan-kesimpulan dari berbagai ilmu dan pengetahuan
manusia menjadi suatu pandangan dunia yang konsisten. Para filsuf berhasrat meninjau
kehidupan tidak dengan sudut pandangan yang khusus sebagaimana dilakukan oleh seorang
ilmuan. Para fislsuf memakai pandanagan yang menyeluruh terhadap kehidupan sebagai suatu
totalitas. Menurut para ahli filsafat spekulatif ( yang dibedakan dengan filsafat kritis), dengan
tokohnya C.D. Broad, tujuan filsafata adalah mengambil alih hasil-hasil pengalaman manusia
dalam bidang keagamaan,etika,dan ilmu pengetahuan, kemudian hasil-hasil tersebut direnungkan
secra menyeluruh. Dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh beberapa kesimpulan umum
tentang sifat-sifat dasar alam semesta, kedudukan manusia didalamnya serta pandangan-
pandangan ke depan. Para filsuf seperti Plato,Aristoteles,Thomas Aquines, Hegel,Bregson,Jhon
Dewey dan A.N. Whitehead termasuk filsuf yang berusaha untuk memperoleh pandangan
tentang hal-hal secara komprehensif. ( Ali Mudhofir,1996,hal2-6).
Dengan memperhatikan batsan-batasan yang tentunya masih banyak yang belum
dicantumkan, maka dapat ditarik benang merahnya sebagai kesimpul;an bahwa filsafat adalah
ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala seuatu yang ada secara mendalam dengan
62
mempergunakan akal sampai pada hakikatnya. Filsafat bukannya mempersoalkan gejala-gejala
atau fenomena, tetapi yang dicari adalah hakikat dari suatu fenomena.
Hakikat adalah suatu prinsip yang menyatakan sesuatu adalah sesuatu itu. Filsafat adalah
usaha untuk mengetahui segala sesuatu. Ada/ Being merupakan implikasi dasar. Jadi segala
sesautu yang memounyai kualitas pasti dia adalah Being. Filsafata mempunyai tujuan untuk
membicarakan keberadaan. Jadi filsafat membahas lapisan yang terakhir dari segala sesuatu atau
memabahas masalah-masalah yang paling dasar.
Tujaun filsafat adalah mencari hakikat dari suatu objek/gejala secara mendalam.
Sedangkan pada ilmu pengetahuan empiris hanya membicarakan gejala-gejala. Membicarakan
gejala untuk masuk ke hakikat itulah dalam filsafat. Untuk sampai ke hakikat harus melalui suatu
metode-metode yang khas atau filsafat. Kalau digambarkan dalam suatu bagan perbedaan antara
filsafat dengan ilmu pengetahuan empiris adalah :
Subyek
Gejala Hakikat
( Filsafat )
Ilmu pengetahuan
Jadi dalam filsafata itu harus refleksi, radikal,dan integral. Refleksi disini berarti manusia
menangkap objeknya secara internasioanl dan sebagai hasil dari proses tersebut yakni
keseluruhan nialai dan makna yang diungkapkan manusia dari obyek-obyek yang dihadapinya.
Radikal adalah berasal dari kata radix ( berarti akar). Jadi filsafat itu radikal berarti
filsafat harus mencari pengetahuan sedalam-dalamnya ( ampai keakar-akarnya). Radikalitas
disini berarti dalam pengertian membicarakan yang jelas berada diluar jangkauan akal budi yang
sehat. Filsafat tidak membatasi objekya seperti ilmi-ilmu pengetahuan. Disamping itu filsafat
radikal karena berusaha mencari hakikat dari objek yang dibahas. Filsafat tidak berhenti pada
pengetahuan perifer ( kulit atau penampakannya) tetapi filsafat ingin menembus hingga inti
63
masalah dengan mencari manakah faktor-faktor yang fundamental yang memebntuk adanya
sesuatu.
Filsafat itu integral berarti mempunyai kecenderungan untuk memperoleh pengetahuan
yang utuh sebagai suatu keseliuruhan untuk memperoleh pengetahuan yang utuh suatau
keseluruhan filsafat ingin memandang obyeknya secara integral.
2. Obyek filsafat
Obyek adalah sesuatu yang merupakan bahan dari suatu penelitian atau pembentukan
pengetahuan. Setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai obyek, yang dibedakan menjadi dua
yaitu : obyek Material dan obyek formal.
64
3. Dr. Oemar Amir Hoesein berpendapat masalah lapnagan penyelidikan filsafat adalah :
oleh karena mansi mempunyai kecenderungan hendak berfikir tentang segala seustau
dalam alam semesta, terhadap segala yang ada dan yang mungkin ada. Obyek sebagai
tersebut diatas itu adalah menjadi objek material filsafat’.
4. Louis O Kattsof berpendapat,’ lapangan kerja filsafat itu bukan main luasnya, yaitu
meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu apa saja yang ingin diketahuia
manusia’. ( Burhanuddin Salam,1988,hal 39).
5. Drs. H.A. Dardiri berpendapat,’ obyek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada,
baik yang ada dalam pikiran,ada dalam kenyataan maupun ada dalam kemungkinan’.
Kemudian apakah gerangan segala sesuatu yang ada itu?
Segala sesuatu yang ada di bagi dua yaitu :
- Ada yang bersiifat umum, dan
- Ada yang bersifat khusus
Ilmu yang menyelidiki tentang hal ada pada umumnya disebut ontology. Sedangkan ada yang
bersifat khusus dibagi dua yaitu : ada yang mutlak,dan ada yang tidak mutlak. Ilmu yang
menyelididki tentang ada yang bersifat mmutlak disebut theodica. Dan ada yang tidak murtlak
dibagi lagi menjadi dua yaitu alam dan manusia. Ilmu yang menyelidiki alam disebut kosmologi
dan ilmu yang menyelidiki manusia disebut antropoogi metafisik. ( H.A. Dardiri, 1986,hal, 13-
14).
6. Abbas Hamami M. berpendapat,’ sehingga dalam filsafat obyek material itu adalah ada
yang mengatakan, alam semesta, semua keberadaan,masalah hidup,masalah
manusia,masalah Tuhan dan lainnya. Karena itulah maka untuk menjadikan satu
pendapat tentang tumpuan yang berbeda itu akhirnya dikatakan bahwa segala sesuatu
yang ‘ada’ lah yang merupakan obyek material” ( Abbas Mamami M,1976 hal 6-6).
Setelah meneropong berbagai pendapat dari para ahli tersebut dapat ditarik suatau
kesimpulan bahwa obyek material dari filsafat adalah sanagat luas yang mencakup segala sesuatu
yang ada
Sedangkan persoalan-persoalan dalam kefilsafatan mengandung cirri-ciri seperti yang
dikemukakan Ali Mudhfoir ( 1996) yaitu :
- Bersifat sangat umum. Artinya persolalan kefilsafatan tidak bersangkutan dengan obyek-
obyek khusus. Dengan kata lain sebagian besar masalah kefilsafatan berkaitan ide-ide
65
besar. Misalnya, filsafat tidak menyakinkan “ beberapa harta yang ada sedehkahkan
dalam satu bulan?’ akan tetapi filsafat menyatakan “ apa keadilan itu?’.
- Tidak menyangkut fakta. Dengan kata lain persoalan filsafat lebih bersifat spekulatif.
Persoalan-persoalan yang dihadapi dapat melampaui pengetahuan ilmiah.
- Bersangkutan dengan nilai-nilai ( value). Artinya pesoalan-persoalan kefilsafatan
bertalian dengan penilaian baik nilai moral, estetis, agama dan sosial. Nilai dala
pengertian ini adalah suatu kualitas abstrak yang ada pada suatu hal.
- Bersifat kritis. Artinya filsafat merupakan analisis secraa kritis terhadap konsep-konsep
dan artinya yang biasanya diterima dengan begitu saja oleh suatu ilmu tanpa pemeriksaan
secara kritis.
- Bersifat sinoptik. Artinya persoalan filsafat mencakup struktur kenyataan secara
keseluruhan. Filsafat merupakan ilmu yang membuat susunan kenyataan sebagai
keseluruhan.
- Bersifat implikatif. Artinya kalau sesuatu persoalan kesfilsafatan sudah dijawab, maak
dari jawaban tersebut akan memunculkan persoalan baru yang saling berhubungan.
Jawaban yang dikemukakan mengandung akibat-akibta lebih jauh yang menyentuh
kepentingan-kepentingan manusia.
66
pada obyek formalnya membahas obyek materialnya itu sampai ke hakekat atau etensi dari yang
dihadapinya.
Dalam filsafat walaupun hal yang dituju berupa kenyataan kodrati,sifat dasar filsafat atau
hakekat telah tercapai, tetapi para ahli filsafat dan filusuf. Kemudian belum tentu mengikutinya.
Malahan sama sekali menentangnya. Hal ini tidak berpandangan sempit dan ‘obsurd’, melainkan
kebenarannya diakui, hanya perbedaan penglihatannya atau tinjauan saja artinya titik tumpu yang
berupa dasar tinjauan dan alat untuk melihat dan meninjauanya serta meresapi dan
memutskannyajuga berbeda.
C. Ideologi
1. Pengertian ideology
Ideology berasal dari bahasa Greek terdiri dari kata ‘ idea’ dan ‘ logia’. Idea berasal dari
kata ‘ idein’ yang berarti melihat atau suatu rencana yang dibentuk /di rumuskan di dalam
pemikiran. Jadi ideolgi menurut arti kata adalah pengucapan dari yang terlihat atau pengutaraan
apa yang terumus di dalam peimikiran sebagai hasil dari pemikiran.
Secara definitive, ideology banyak ragamnya. Ideology menurut The Advences
L:earner’s Dictiniorry adalah suatu sisstem dari pada idea-idea atau hasil pemikiran yang telah
dirumuskan untuk teori politik atau ekonomi. Ideology menurut The Wbster’s New Collegiate
Dictinniory adalah : 1. Cara hidup ( tingkah laku) atau hasil pemikiran yang menujukkan sifat-
sifat tertentu dari pada seorang individu atau suatu kelas; 2. Pola pikiran mengenai
perkembangan pergerakan atau kebudayaan ( Sukarna,1981).
Soejono Soemargono ( 1986) dalam Slamet sutrisno (1986) secara umum mengartikan
ideology adalah sekumpulan keyakinan-keyakinan, kepercayaan-kepercayaan, gagasan-gagasan
yang menyangkut serta mengatur tingkah laku sekelompok manusia tertentu dalam pelbagai
bidang kehidupan. Bidang kehidupan itu secara garis besar ada lima hal yaitu bidang
politik( termasuk didalamnya bidang pertahanan /keamanan,sosial,ekonomi,kebudayaan,dan
keagamaan.
Namun berbagai hal varisasi definisi ideology itu, yang jelas ideology adalah hasil dari
suatu kegiatan pemikiran. Dalam kegiatan pemikiran itu selalu menggunakan ratio. Immanue
Kant ( 1724-1804) seorang filsof Jerman mengemukakakn bahwa ratio manusia itu dalam
67
kegiatan pemkirannya terbagi du yaitu: Reinen Vernunft atau pure Reasetoin atau pemikiran
murnidan, practice vernunft atau particial reasonatau pemikiran praktis.
Pure Reason dalam kegiatannya bersifat metaphysisi yaitu keluar jagat raya sehingga
sampai kepada Lex Devina yaitu Tuhan yang menciptakan alam semesta dan manusia.
Sedangkan practical reason adalah kegiatan pertalian dengan experience atau pengalaman
dimana pengalaman itu tidak terlepas dari pada indera manusia.
Dengan menggunakan teori Immanuel Kant itu maka dalam ideology sebagai hasil
pemikiran manusia dalam bidang kehidupannya, tidak akan dapat lepas terhadap kepercayaan
adanya yang Maha Ghaib, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan terlepas dari pengalaman-
pengalaman yang telah dialami manusia pada masa silam dan masa sekarang.
Sebenarnya sesuatu ideology itu walaupun berasal dari pada hasil pemikiran seseoarng
atau lebih, pada kenyataannya tidak terlepas dari pada kenyataan yang hidup dalam masyarakat.
Jadi sesuatau pemikiran itu menujukkan kenyataan hidupdalam masyarakat. Tetapi masyarakat
itu sendiri dipengaruhi oelh hasil pemikiran itu sendiri. Jadi tidak benar seperti yang
dikemukakan oleh oleh suatu ideology ( Marxisme-Leninisme) yang menyatakan bahwa
pemikiran manusia itu hanya ditentukan oleh keadaan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari suatu
kenyataan dimana ideology Marxisme-Leninisme berasal dari pengaruh masyarakat, yang pada
akhirnyamempengaruhi bahkan mengubah masyarakat itu sendiri. Yang benar adalah pengaruh
mempenagruhi antara masyarakat denagn pikiran dan antara pikiran itu idea-idea dengan
masyarakat. ( Sukarna,1981).
2. Unsure-unsur ideology
Terlepas dari berbagai ragam definisi ideology, menurut Koento Wibisono( 1989) apakah
diteliti dengan cermat ada kesamaan undur ideology yaitu : keyakinan, mitos,dan loyalitas.
Keyakinanan, dalam arti bahwa setiap ideology selalu memuat gagasanb-gagasan vital, konsep-
konsep dasariahyang menggambarkan sepangkat keyakinan yang diorientasikan kepada tingkah
laku atau perbuatan manusia sebagai subyek pendukungnya untuk mencapai suatu tujuan yang
dicita-citakn. Mitos, dalam arti bhawa setiap ideology selalu memitoskan sesautau ajaran, dan
secara optimaliskan deterministic mengajarkan, bvagaiman suatu ideology pasti akan dapat
dicapai. Loyalitas, dalam arti bahwa dalam setiap ideology selalu menuntut adanya loyalitas serta
keterlibatan opimal kepada para pendukungnya.
68
Karena itulah agar suatu ideology mampu mampu menarik keterlibatan optimal para
pendukungnya, yang berarti bahwa ideology tersebut mendapatkan ‘derajat penerimaan optimal’
dari para pendukungnya, maka dalam ideology tersbut harus terkandung unsure-unsur :
rasionalisme ( logos), penghaayatan ( pathos), dan susilanya( ethos),swedemikian rupa dengan
unsure-unsur tersebut dalam perilaku konkrit.( Koento Wibisono,(1989).
69
satu dengan bagian yang lainnya. Jadi secara konkrit bagan diatas memperlihatkan filsafat
pancasila dijabarkan kedalam ilmu pancasila dan ilmu pancasila dijabarkan ke dalam ideology
Negara pancasila. Sehingga bisa ditarik bahwa ideology terletak dalam tahapan berfikir secara
oprasional-pragmatik. Sedangkan filsafat pancasila terletak dalam tahapan berfikir sera esensial
kefilsafatan.
70
Selanjutnya dinyatakan ‘ yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hidupnya
bernegara ialah semangat, semnagt para menyelenggrakan negara, semangat para pemimpin
pemerintahan “. ( Syahrial Syabraini, 2003,hal,57).
Suatu ideology yang wajar ialah bersumnber atau berakar pada pandangan hidup bangsa
dan falsafah hidup bangsa. Dengan demikian , ideology tersebut akan dapat berkembang sesuai
dengan prkembangan masyrakat dan kecerdasan kehidupan bangsa. Hal ini adalah suatu
persyaratan bagi suatu ideology. Berbeda halnya dengan ideology yang diimpor, yang akan
bersifat tidak wajar dan sedikit banyak memerlukan pemaksaan oleh kelompok kecil manusia
( yang menimpor ideology tersebut ). Dengan demikian, ideology disebut bersifat tertutup.
Pancasila berakar pada pandangan hidup bangsa dan falsafah bangsa, sehingga memenuhi
persyratan suatu ideology terbuka. Sekalipun suatu ideology bersifat terbuka, tidak berarti bahwa
keterbukaannya adalah sebegitu rupa sehingga dapat memusnakan atau meniadakan ideology itu
sendiri, hal mana yang merupakan suatu yang tidak nalar. Suatu ideology sebagai suatu
rangkuman, gagasan dasar yang terpadu dan bulat tanpa kontraindikasi atau saling bertentangan
dalam aspek-aspeknya, pada hakikatnya berupa suatu tata nilai, dimana nilai kita dapat rumuskan
sebagai hal ihwal buruk baiknya sesuatu, yang dalam hal ini ialah apa yang di cita-citakan.
( Padmo Wahyono, 1991)
71
- Kenytaan bangkrutnya ideology tertutup seperti marxixme leninisme / komunisme. Jika
dengan ideology terbuka pada dasarnya kita maksudkan ideology yang berinteraksi
secara dinamis dengan perkembangan lingkungan sekitrnya, maka dengan istilah
ideology tertutup kita maksdukan ideology yang merasa sudah mempunyai seluruh
jawaban terhadap kehidupan ini, sehingga yang perlu dilakukan adalah melaksanakannya
bhkan secra dogmatic. Uni Soviet mulai dibawah kepemimpinan Mikhail Gorbachev
memilih langakh radikal menuju ideology terbuka.
- Pengalaman sejarah politik kita sendiri di masa lampau sewaktu pengaruh komunisme
sangat besar. Karna pengaruh ideology komunisme pada dasarnya bersifat tertutup,
pancasila pernah merosot menjadi semacam dogma yang kaku. Tidak lagi di bedakan
antara aturan-aturan pokok memang yang harus dihargai sebagai aksima yang kita
sepakati bersama, dengan aturan-aturan pelaksanaan yang seyongyanya bisa disesuaikan
dengan perkambangan. Dalam suasana kekakuan tersebut pancasila tidak lagi tampil
sebagai ideology yang menjadi acuan bersama, tetapi senjata konseptual untuk
menyerang lawan-lawan politi. Kebijaksanaan pemerintahan di saat itu menjadi bersifat
absolute,dengan konsekuensi perbedaan pendapat menjadi alasan untuk secara langsung
dicap sebagai anti-pancasila. Hal itu jelas tidak benar, dan perlu dikoreksi secara
mendasar.
- Tekad kita untk menjadikan pancasila sebagai satu-satunya asas dalam hidup
bermasyarakat,berbangsa dan bernegara. Kualifikasi dalam hidup “ bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara” menujukan bahwa ada kawasan kehidupan yang bersifat
otonom dan karna itu tidak secara langsung mengacu kepada nilai pancasila. Salah satu di
antaranya adalah nilai-nilai religi. Peranan pancasila dalam religi adalah mengayomi,
melindungi dan mendukungnya dari luar. Agama serta kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa itu bahkan diharapkan menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi
pembangunan nasional yang merupakan pengamalan pancasila itu
72
Dengan menegaskan pancasila sebagai ideology yang terbuka, disatu pihak kita
diharuskan mempertajam kesadaran akan nilai-nilai dasarnya yang sifat abadi, dilain pihak
didorong untuk mengembangkanya secara kreatif dan dinamis untuk menjawab kebutuhan
zaman.
Berdasarkan pengertian tentang ideology terbuka tersebut nilai-nilai yang terkandung
dalam ideology pancasila sebagai ideology terbuka (Kaelan, 2004) adalah sebagai berikut:
- Nilai dasar, yaitu hakikat sila pancasila yaitu Ketuhanan,Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan dan keadilan. Nilai dasar tersebut adalah merupakan esensi dari nilai-nilai
pancasila yang bersifat universal, sehingga dalam nilai dasar tersebut terkandung cita-
cita, tujuan serta nilai-nilai yang baik dan benar. Nilai dasar ideology tersebut tertuang
dalam pembukaan UUD 1945,sehingga oleh karna pembukaan memuat nilai-nilai dasar
yang merupakan tertip hukum tertinggi, sebagai sumber hukum positif sehingga Negara
memiliki kedudukan” staatsfundamental norm” atau pokok kaidah Negara yang
fundamental. Sebagai ideology terbuka nilai dasar inilah yang bersifat tetap dan terlekat
pada kelangsungan hidup Negara, sehingga mengubah pembukaan UUD 1945 yang
memuat nilai dasar ideology pancasila tersebut sama halnya dengan pembubaran Negara.
Adapun nilai dasar tersebut kemudian dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945 yang di
dalamnya terkandung lembaga-lembaga penyelenggaraan Negara, hubungan antara
lembaga penyelenggara Negara bserta tugas dan wewenangnya.
- Nilai instrumental, yang merupakan arahan,kebijakan,strategi, sasaran serta lembaga
pelaksanaanya. Nilai instrumental ini merupakan eksplisitasi,penjabaran lebih lanjut dari
nila-nilai dasar ideology pancasila. Misalnya garis-garis besar haluan Negara yang lima
tahun senantiasa disesauikan dengan perkembangan zaman serta aspirasi masyrakat,
unmdang-undang,departemen-departemen sebagai lembaga pelaksanaan dan lain-lain.
Pada aspek ini senantiasa dapat dilakukan perubahan ( reformatif).
- Nilai praksis yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam kehidupan sehari-
hari dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam realisasi praksisi inilah maka
penjabaran nilai-nilai pancasila senantiasa berkembang dan selalu dapat dilakukan
perubahan dan perbaikan ( reformasi) sesuai dengan perkembangan zaman ilmu
pengetahuan dan teknologi serta aspirasi masyarakat.
73
Jadi pancasila sebagai ideology terbuka di kenla ada tingkat nilai, yitu nilai dasar yang
tidak berubah, nilai instrumental sebagai sasaran mewujudkan nilai dasar yang dapat berubah
sesuai dengan keadaan, dan nilai-nilai praksis berupah pelaksanaan secara nyata yang
sesungguhnya. Perwujudan atau pelaksanaan nilai-nilai instrumental dan nilai-nilai praksis harus
tetap memngandung jiwa dan semngat yang sama dengan nilai dasarnya.
4. Sufat ideology
Kebenaran pola piker seperti terurai diatas adalah sesuai sifat ideolopgi yang memiliki tiga
dimensi panjang ( BP-7 Pusat,1993). Sebagai berikut:
- Dimensi realitas, ialah nilai-nilai yang terkandung di dalam dirinya bersumber dari nilai-
nilai riil yang hidup dalam masyrakat sehingga tertanam dan berakar dalam masyarakat,
terutama pada waktu ideology itu lahir, sehingga mereka betul-betul merasakan dan
menghayati bahwa nilai-nilai dasar itu adalah milik mereka bersama. Dengan begitu
nilai-nilai dasar ideology itu tertanam dan berakar didlaam masyarakat. Menurut
pandangan Alfian ( 1991), pancsila mengandung dimensi realita ini dalam dirinya.
- Dimensi idealism, mengandung cita-cita yang ingin di capai dan berbagai bidang
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Cita-cita tersebut berisi harapan
yang masuk akal. Oleh karena itu, dalam suatu ideology yang tangguh biasanya terjalin
berkaitan yang saling mengisi dan saling memperkuasai antara dimensi realita dan
dimensi idealism yang terkandung di dalamnya. Logikanya, Pancasila bukan saja
memenuhi dimensi kedua dari suatu ideology, tetapi sekaligus juga memenuhi sifat
berkaitan yang saling mengisi dan saling memperkuat antara dimensi pertama ( dimensi
realita) dengan dimensi kedua ( dimensi idealism).
- Dimensi Fleksibilitas, yaitu melalui pemikiran baru tentang dirinya, ideology itu
memeprgeser dirinya, memelihara, dan memperkuat bahwa suatu ideology terbuka,
karena bersifat demokratis memiliki apa yang mungkin didapat kita sebut sebagai
dinamika internal yang mengadung dan merangsang mereka yang menyakininya untuk
mengembangkan pemikiran-pemikiran yang baru tentang dirinya tanpa khwatir atau
menaruh curiga akan kehilangan hakikat dirinya. Melalui itu kita yakin bahwa relevensi
ideology kita akan makin kuat, jati dirinya akan akan makin mantap dan berkembang.
74
Sejalan dengan itu kita yakin bahwa pancasila memiliki dimensi ketiga, yaitu dimensi
fleksibel atau dimensi pengembangan, yang juga memerlukan oleh suatu ideology guna
memelihara dan memperkuat relevansinya dari masa ke masa. ( Syahrial Syhabraini ,
2003 hal,58-59)
-
1. Batas-batas Keterbukaan Pancasila
Sungguhpun demikian, keterbukaan ideology pancasila ada bats-batasnya yang tidak boleh
dilanggar ( BP-7 Pusat,1993) , yaitu sebagai berikut :
1. Stabilisasi nasional yang dinamis
2. Larangan terhadap ideology marxisme,leninisme.komunisme
3. Mencegah berkembangnya paham liberal
4. Larangan terhadap pandangan ekstrim yang menggelisahkan kehidupan masyrakat
5. Penciptaan norma yang harus melalui konsesus
75
fascis,Komunis,Liberal,Pancasila, dan Islam. Berikut ini pengertian dan ajaran dari ideology
selain ideology pancasila.
2. Ideology Fascis
Menurut Prof. Dr. William Eberstein ( dalam Sukarna,1981 ) fascisme ialah pengorganisasian
pemerintah dan masyrakat secara totaliter oleh kediktatoran suatu partai, yang berwatak atau
bercorak nasionalisme,racialist,militarist,dan imperialist. Selanjutntya Prof. Dr. William
Eberstein mengemukakan unsure-unsur ajaran Fascisme sebagai berikut :
a. Tidak mempercaayi pikiran ( the distrust of reason)
Ajaran fascism menyanggah atau memungkiri hasil-hasil pikiran manusia. Ia menolak suatu
tradisi rasional dlam kebudayaan Yunani, ajaran Monothoisme Yahudi dan jaran risten. Secar
phisicologi fascism meletakkan dasar kefanatikan,dogmatis. Oleh karena itu dalam ideology
fascis terutama ditanaman suatu kepercayaan (taboo) yang tidak bisa dibantah atau didskusikan
tentang kebenaran dari pada ras, kerajaan dan pemimpin. Sebagai contoh Itali waktu Fascis
berkuasa,gambar musolini terpancang dimana-mana dengan tulisan “ Mussolini is always right”.
b. Menyanggah persamaan dasar manusia( the denial of basic human ecualyty)
Dalam pandngan fascisme laki-laki lebih tinggi derajatnya dari pada wanita,serdadu lebih tinggi
dari pada sipil,anggota partai lebih tinggi dari pada bukan anggota partai, bahkan yang menag
dalam peprangan lebih mulya dar pada yang dikalahkan. Jadi prinsip inequality (ketidaksamaan)
dalam ajaran fascism didasarkan atas kekuaatan.
c. Etika tingkah laku didasarkan atas kebohongan dan kekrasan ( code of behavior on lies
violence)
Dalam pandangan fascis, politik ditandai dengan friend-enemy realation ( hubungan sahabt dan
manusia). Dalalm pandangan fascis, politik dimulai dan diakhiiri dengan kemungkinan musuh
mendapat kemenagan atau kebiasaan secara total.
d. Pemerintah dilakukan oleh golongan elite ( Government by elite)
Fascisme dimanapunjuga akan menetang ajaran demokrasi bahwa rakyat bisa mengurus atau
memerintah dirinya-sendiri. Fascism berpendapat bahwa yang berhak dan dapat memerintah
ialah segolongan kecil dari pada penduduk (rakyat) yang mempunyai keturunan yang baik
berpendidikan dan mempunyai status sosial. Mereka inilah yang mempunyai pengertian dan
pandangan apa yang baik bagi masyarakat keseluruhannya dan memperaktekan.
e. Totalitarisme
76
Totalitarisme didalam fascism, bukan saja didlam sistemmpemerintahan, tetapi segala sector
kehidupan dalam masyrakat baik politik maupun non politik
f. Rasialisme dan imperealisme
Dalam ideology fascism, imperealisme merupakan ajaran atau doktrin yang harus dilakukan
sebagai perwujudan dari pada prinsip inequality ( ketidaksamaan)
g. Oposisi terhadap hukum dan ketertiban internasional. ( Oppossition to international law
and order)
Penentangan trehadap hukum dan ketertiban internasional ini merupakan konsekuensi logis pada
ajarna fasxisme tentang inequality,racialisme,dan impereaslisme dan peperangan. Bagi kaum
fascme perang dijadikan suatu ideal,seperti yang dikemukakan oleh Mussolini: ‘perang itu
sendiri mmembawa ketegangan yang tertinggi dalam kekuatan manusia, dan memberi
kehormaraan bagi bangsa yang sanggup memulainya’.
3. Ideology komunis
Yang dimaksud ideology komunis ialah sistem politik sosial ekonomi dan kebudayaan
berdasarkan ajaran Marxisme-Leninisme. Sumber pokok doktrin komunis adalah Manifesto
Komunis yang tertulis oleh Karl Marx dan F. Eagles. Ajaran Lenin merupakan penerapan
oprasional dan penambahan terhadap jaran-ajaran Marx dan Eagle. Dengan demikian Marxisme
– Leninisme merupakan sumber pokok teoritis bagi pelaksanaan tujuan Negara dan partai
komunis di dunia. Ajaran-ajaran Stalin,mao Tsetung dan Tito adalah pelaksanaan ajaran-ajaran
Marxisme-Leninisme dan mempunyai pengaruh yang besar pula. ( Herquatanto Sosoronegoro
,Dkk,1984,hal 90)
77
Dalam mewujudkan masyrakat komunis , menurut Herquantantoo Sosronegoro ( 1984)
digunakan beberapa prinsip pelaksanaan yang merupakan cirri-ciri pokok yaitu :
a. Sistem totaliter
- Semua bidang kegiatan manusia sperti politik,ekonomi,sosial,agama,kebudayaan,dan
pendidikan didominasi oleh Negara.
- Sistem komunis menolak konsep Kristen,yahudi,islam,dan agama-agama lain bahwa
manusia itu diciptakan oleh Tuhan. Kepercayaan agama dinilai tidak ilmuah dan Tuhan
sebenarnya tidak ada.
- Semua masalah dan bentuk penyelesainnya disederhanakan dan dipersempit sesuai
dengan prinsip tunggal yaitu kelas.
- Sistem komunis merupakan sistempemerintahan kediktatoranproletariet demokratis
karena mayoritas rakyat ( ploretariat) berpartisipasi secara aktif dalam bentuk politik atau
memperoleh kebebasan.
b. Sistem pemerintahan kediktatoran satu partai
- Sistem komunis hanya mengenal satu partai yaitu partai komunis
- Sistem komunis tidak menegnal adanya kelompok-kelompok kecuali satu kelompok yang
mendukung pemerintahan
- Propaganda dan kekerasan digunakan untuk mencapai tujuan
- Massa media dikuasai oleh pemerintah
- Sistem pemerintahan komunis adalah kediktatoran satu partai yaitu semua organ
pemerintah ( eksekutif,administrtif,legislative dan Yudikatif) berfungsi untuk
kepentingan pemerintah yang telah dirumuskan oleh partai komunis
c. Sistem ekonomi Negara
- Kegiaatan ekonomi ditentukan dan dikuasai oleh Negara
- Negara mengahpus hak-hak perseoranagan atas alat-alat produksi dan ekonomi pasar
- Ekonomi komunis adalah ekonomi pemerintah yang bersifat totaliter dan putus-putusan
ekonomi dibuat oelh Negara
- Semua harta kekayaan ( tanah,kekayaan,mineral,air,hutan,
paprika,transportasi,bank,komunikasi,perusahaan,pertanian,rumah-rumah kediaman dan
lain-lain sebagainya) merupakan milik Negara)
78
- Semua penduduk (kota dan desa) harus bekerja untuk Negara atas pemerintah Negara
atau partai komunis
- Warga Negara / individu merupakan alat untuk mencapai tujuan Negara.
d. Sistem sedntralisme demokratis
- Negara yang demokratis adalah Negara yang mencampuri masalah-masalah ekonomi
ndan sosial supaya menguntungkan rakyat
- Formulasi lenin tentang konsep sentralisme demokrtais menyatakan bahwa pimpinan-
pimpinan dipilih oleh rakyat. Suatu usaha menentang keputusan-keputusan pemimpin
dipandang sebagai penghianatan
- Breznhev menanamkan sentralisme demokratis sebagai pendapat bebas dalam
memutuskan persoalan-persoalan dan didplin besi setelah kepuitusan diambil.
4. Ideology liberal
Secara estimologis liberal berasal dari kata liber bahasa latin yang berartu free.
Selanjutnya liberal berarti tidak dibatasi atau tidka terikat oleh ajaran-ajaran yang telah ada
dalam filsafat politik atau agama atau bebas dalam pendapat.
Liberalism menurut Huszar and Stevenson ( dalam Sukarna ,1981) bersumber dalam
politik kepada teori Jhon Locke (1632-1704) yang mengemukakan bahwa manusia itu diberi oleh
laam hak-hak tertentu. Hak-hak ini harus dijamin oleh manusia suatu konstitusi dan dilindungi
oleh pemerintah.
Pemerintah harus memakai sistem perwakilan jadi harus demokrati. Mengingat bilamana
rakyat tidak ikut serta dalam pemerintahan atau turut serta dalam kekuasaan politik, maka
munkin memahami kepada suatu kediktatoran atau tirani atau dalam bentuk yang lain.
Pada akhir abad ke 18 di Eropa terutama di Inggris terjadilah suatau revolusi dibidang
ilmu pengetahuan, kemudian berkembang kearah revolusi teknologi dan industry. Perubahan
tersebut membawa perubahan orientasi kehidupan masyarakat baik dibidang sosial
,ekonomi,maupunpolitik. Paham liberalism berkembang dari akar-akar rasionalisme yaitu paham
yang meletakkan rasio sebagai sumber kebenaran tertinggi,empirismeyang meletakkan materi
sebagai nilai tertinggi,sepirismeyang mendasarkan dan kebebasan individu sebagai nilai tertinggi
dalam kehidupan masyraakat dan Negara.
Berpangakal dasar ontologism bahwa manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk
individu yang bebas. Manusia menurut paham liberalism memandng bahwa manusia sebagai
79
manusia pribadi yang utuh dan lengkap dan terlepas dari manusia lainnya. Manusia sebagai
individu memiliki potensi dan senantiasa berjuang untuk dirinya-sendiri. Dalam pengertian
ilmiah maka dalam hidup masyarakat bersama akan menyimpan potensi konflik, manusia akan
menjadi ancaman bagi manusia lainnyayang menurut istilah Thimas Hobbes diesbut “ Homo
homini Lupus” sehingga mnusia harus membuat suatu perlindungan bersama. Atas dasar
kepentingan bersama, Negara menurut liberalism harus tetap menjamin kebebasan individu, dan
untuk itu maka manusia harus bersama-sama mengarut Negara . ( Kaelan,2004,hal 142)
Jadi bisa dikatakan bawha liberaslisme adalah suatu ideology atau ajaran tentang Negara,
ekonomi dan masyarakat yang mengaharapkan kemajuan di bidang budaya, hukum,ekonomi,
dan tata kemasyrakatan atas dasar kebebasan individu yang dapat mengembangkan bakat dan
kemapuanannya sebebas mungkin. Liberalism ekonomi mengajarkan kemakmuran orang
perorangan dan masyrakat seluruhnya diusahakan dengan memberi kesempatan untuk mengajar
kepentingan masing-masing dengan sebeas-bebasnya.
Neo-Liberalisme yang timbul setelah perang dunia I berpegang pada persaingan bebas
dibidang politik ekonomi dengan syrat memperhatikan/membantu Negara-negra lemah/
berkembang. Dibandingkan dengan ideology pancasila,apabila ideology liberalism lebih
menekan kepada kepentingan individu dan persaingan bebas,sedang ideology pancasila
mengutamakan kebersamaan,kekeluargaan dan kegotong royongan. Demokrasi liberal lebih
bersifat formalitas,demokratis pancasila mengutamakan musyawarah untuk mencapai mufakat. (
Modul MPK Terintegrasi ,2004,hal 118).
80
5. Ideology Islam
Ideology adalah suatu sistem politik, ekonomi dan kebudayaan berdasarkan kepada pemikiran
manusia sndiri, maka dapat dikatakan bahwa islam itu bukan ideology karena agama islam
berdasarkan AL-Qyran yakni Wahyu Allah SWT. Hanya dpat dikatakan bahwa dalam islam
terkandung adanya unsure-unsur untuk dijadikan bahan dalam ideology.
81
Al Quran surat Almaidah ayat 8 “ hendaklah kamu itu berlaku adil, karena adil itu lebih dekat
kepada taqwa. Takutlah kepada Allah karena Allah itu mengetahuinapa-apa yang kamu kerjakan.
g. Menjujung tinggi kemerdekaan bangsa dan individu
Al-Qur’an surat Al-radu ayat11 “ sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib pada sesuatu
kaum (bangsa). Hingga mereka itu sendiri merubah nasibnya”.
h. Sistem perekonomian
Kehidupan perekonomian tidak dititikberatkan kepada kepentingan idividu belaka tetapi pula
diletakkan kepada kepentingan umum. Setiap orang boleh memiliki kekayaan atau alat-alat
produksi tetapi milik itu bersifat sosial.
i. Masyarakat yang penuh kasih sayang bukan sebaliknya yang penuh kebencian
Umat islam didalam pergaulan hidup dalam masyarakat seharusnya diliputi perasaan kasih
sayang sesamanya. Tidak benci-memebnci atau musuh memusuhi atau saling memburukkan dan
menimbulkan keaiban sesame,sehingga dalam masyarakat timbul ketegangan-ketegangan dan
kerusuhan-kerusuhan.
j. Menujung tinggi hak-hak asai manusia
Hak hidup, kemerdekaan dan mengejar kebahagiaan dan hak milik merupakan hak-hak manusia
yang fundamental. Mengenai hak hidup diantaranya terdapat dalam surat Al-Isra ayat 31 “
janganlah kamu bunuh anak-anakmu, karena takut kemiskina, kami memeberi rizkinya dan
rizkimu. Sungguh, membunuhnya itu suatu dosa besar”
k. Hukum Tuhan
Surat Almaidah ayat 49 “ hendaklah engkau menghukum antara mereka, menurut peraturan yang
diturunkan Allah. Janganlah engkau turut hawa nafsu mereka”. Al Maidah ayat 50 “ hukuman
siapakah yang lebih baik lagi dari pada hukuman Allah bagi orang yang berkeyakinan”.
l. Pemerintah dan yang diperintah mempunyai persaamaan derajat
Antara pemerintah dengan yang diperintah mempunyai persamaan karena semuanya itu adalah
hamba Allah, yang membedakan derajatnya dihadapan ilahi hanyal;ah amalan mereka.
m. Pemerintah dengan persetujuan yang diperintah
Al-Qur’an surat Al Imran ayat 59 “ bermusyawaralah dengan mereka dalam semua urusan
masyarakat, dan apabila sudah mengambil keputusan mengenai suatu perkara, taqwalah kepada
Tuhan.
n. Membangun kebudayaan
82
Kebudayaan itu adalah berupa kreasi manusia dalam bidang ideal dan bidang material. Maju
mundurnya sesuatu kebudayaan tergantung kepada ilmu. Sesuatu bangsa yang berilmu tinggi
akan mempunyai kebudayaan yang tinggi. Al-Qur’an Surat Az-Zumar ayat 9” apakah mereka
yang berilmu sama dengan mereka yang tidak bberilmu? Cuma orang-orang yang berfikir
( berpengetahuan) itulah yang mempunyai perhatian.
BAB V
A. Pengantar
Pancasila digali dari budaya bangsa Indonesia sendiri. Maka pancasila mempunyai fungsi dan
peranan yang sangat luas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Fungsi dan
peranan it uterus berkembang sesuai dengan tutunan zaman. Itulah sebabnya, Pancasila memiliki
berbagai predilat sebagai sebutan nama yang mengambarkan fungsi dan perannya.
Fungsi dan peranan pancasila oelh BP7 Pusat ( 1993) diuraikan mulai dari yang abstrak
sampai yang konkrit menjadi 10 yakni : Pancasila sebagai jiwa bangsa, pancasila sebagai
kepribadian bangsa Indonesia, pancasila sebagai dasar Negara repuplik Indonesia, pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia,pancasila sebagai perjanjian
luhur,pancasila sebagai pandangan hidup yang mempersatukan bangsa Indonesia, pancasila
sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia, pancasila sebagai satu-satunya asas dalam
kehidupan bermasyarakatberbangsa dan bernegara, pancasila sebagai moral pembangunan dan
pembangunan nasional sebagai pengalaman pancasila. Untuk mewujudkan nilai-nilai luhur
pancasila, harus dilaksanakan pembangunan nasional yang berdasarkan pancasila .
Muncul persoalan sejauh mana paradigm pancasila dapat dijabarkan dalam berbagai
bidang pembangunan nasional? Untuk menjawab persoalan tersebut ini maka kajianya berawal
dari pengertian paradigm kemudian mengenai masalah paradigm pancasila sebagai
pemabngunana nasionaldi berbagai bidang yakni, politik,ekonomi,hukum,sosial budaya,ilmu
pengetahuan dan teknologi serta bidang kehidupan agama,pancasila sebagai paradigm reformasi,
serta aktualisasi pelaksanaan pancasila baik yang obyektif maupun yang subyektif,dan diakhiri
dengan budaya akademik.
83
B. Pengertian Paradigma
Paradigm menurut Thomas S. Khun adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoritis
yang umum ( merupakan suatu sumber nilai). Sehingga merupakan suatu sumber hukum0-
hukum,metode,serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat mentukan sifat,cirri
serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri. ( Kaelan 2004 hal 226)
Thomas S. Khun berpendapat bahwa perkembangan atau kemajuan ilmiah bersifat
revolusioner, bukan kumulatif sebagaimana anggapan sebelumnya. Revolusi ilmiah itu pertama-
tama menyentuh wilayah paradigm, yaitu cara pandang terhadap dunia dan contoh-contoh
prestasi atau praktek ilmiah konkret. Menurut Khun cara kerja paradigm dan terjadinya revolusi
ilmiah dapat digambarkan ke dalam tahap-tahap sebagai berikut :
Tahap pertama paradigm inoi membimbing dan menagarahakan aktivitas ilmiah dalam
masa ilmu normal ( normal sciences). Disini para ilmuan berkesempatan menjabarkan dan
mengemaabangkan paradigm sebagai model ilmiah yang digeluti secara rinci dan mendlam.
Dalam tahap ini para ilmuan tidak bersikap kritis terhadap paradigm yang membimbing aktivitas
ilmiahnya. Selama menjalankan aktivitas ilmihnya itu para ilmua menjumpai berbagai fenomena
yang tidak dapat diterangkan dengan paradigm yang digunakan sebagai bimbingan atau arahan
aktivitas ilmiahnya, ini dinamakan anomaly. Anomaly adalah suatau keadaan yang
memperlihatkan adanya ketidak cocokan antara kenyataan ( fenomena) dengan paradigm yang
dipakai.
Tahap kedua, menumpuknya anomaly menimbulkan krisis kepercayaan dari para ilmuan
terhadap paradigm. Paradigma mulai diperiksa dan dipertanyakan. Para ilmuan mulai keluar dari
jalur ilmu normal.
Tahap ketiga, para ilmuan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang sama dengan
memperluas dan menegmbangkan suatu paradigm tandingan yang dipandang bisa memecahkan
masalah dan bimbingan aktivitas ilmiah berikutnya. proses peralihan dari paradigm lama ke
paradigm baru ilmiah yang dinamakan revolusi ilmiah, ( Rizal Muntashir, dkk, 2001)
Gambaran ketiga tahap tersebut dapat diskematisasikan sebagai berikut:
Paradigma
Dalam masa normal sciences
84
ANOMALI
Paradigm baru
Revolusi ilmiah
Istilah ilmiah paradigm berkembang dalam berbagai bidang kehidupan manusia serta
ilmu pengetahuan lain misalnya politik,hukum,ekonomi,budaya,serta bidang-bidang lainnya.
Dalam masalah yang popular ialah paradigm berkembang menjadi terminology yang
mengandung konotasi pengertian sumber nilai,kerangka piker, orientasi dasar,sumber asas serta
arah dan tujuan dari sautu perkembangan, perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu
termasuk dalam bidang pembangunan,reformasi maupun dalam pendidikan ( Kaelan,2000)
C. Pancasila sebagai paradigma pembangunan dalam berbagai bidang
Secara filosofi hakikat kedudukan pancasila sebagai paradigm pembangunan nasional
mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus
mendasarkan pada hakikat nilai-nilai dan silai-sila pancasila. Negara dalam rangka mewujudkan
tujuannya melalui pembangunan nasional untuk mewujudkan tujuan seluruh warganya harus
dikembalikan pada dasr-dasar hakikat manusia “ monopluralis”. Oleh karena itu pembangunan
nasional harus meliputi aspek jiwa yang mencakup akal.rasa,dan kehendak,aspek raga,aspek
individu,aspek makhluk sosial,aspek pribadi,dn juga aspek kehidupan ketuhanannya. Pada
gilirannya dijabarkan dalam berbagai bidang pembangunan antara
lain,politik,ekonomi,hukum,pendidikan,sosial budaya,ilmu pengetahuan dan teknologi serta
bidang kehidupan agama. ( Kaelan,2000)
85
teknologi tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan,dibuktikan dan diciptakan tetapi juga
dipertimbangkan maksud dan akibatnya apakah merigikan manusia dengan sekitarnya. Sila ini
menempatkan di alam semesta bukan sebagai pusatnya bagian yang sistematik dari alam yang
diolahnya.
Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar-dasar moralitas bahwa
manusia mengembangkan iptek haruslah bersifat beradab. Iptek adalah sebagai hasil budaya
manusia yang beradab dan bermoral. Oleh karena itu pengembangan iptek harus didasarkan pada
hakikat demi kesejahtraan umat manusia. Iptek bukan untuk kesombongan, kecongkaan dan
keserakahan manusia namun harus diabdikan demi peningkatan harkat dan martabat manusia.
Sila Persatuan Indonesia mengkomplementasikan bahwa pengembangan rasa
nasionalisme, kebesaran bangsa serta keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia di
dunia.
Sila Kerakyatan yang dipin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
mendasari pengembangan iptek demokratis.Artinya setiap ilmuwan haruslah memiliki kebebasan
untuk mengembangkan iptek, menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan harus
memiliki sikap yang terbuka artinya terbuka untuk dikritik,dikaji ulang maupun dibandingkan
dengan penemuan teori lainnya.
2. Pancasila Sebagai Paragdima Pengembangan Bidang Politik
Dalam sila-sila pancasila tersusun atas urut-urutan sistematis,bahwa dalam politik Negara harus
mendasarkan pada kerakyatan,adapun pengembangan dan aktualisasi politik Negara berdasarkan
pada moralitas berturut-turut moral kebutuhan,moral kemanusiaan, dan moral persatuan yaitu
ikatan moralitas sebagai suatu bangsa. Adapun aktualisasi dan pengembangan politik Negara
demi tercapainya keadilan dalam hidup bersama. Dengan demikian bahwa pengembangan politik
Negara terutama dalam proses reformasi dewasa ini harus mendasarkan pada moralitas
sebagaimana tertuang dalam sila-sila pancasila sehingga peraktek-peraktek menghalalkan segala
cara dengan memftnah,mempovokasi menghasut rakyat yang tidak berdosa untuk diadu domba
harus segere diakhiri.
Menurut Syahrial Syarbaini(2003)dalam usaha membangun kehidupan politik, mak
beberapa unsure yang perlu dikembangkan dan ditingkatkan adalah sebagai berikut:
1. Sistem politik nasional yang berkedaulatan rakyat, demokratis, dan terbuka.
2. Kemandirian partai politik dalam memperjuangkan kepentingan rakyat.
86
3. Pendidikan politik kepada masyarakat untuk mengembangkan budaya politik yang
demokratis.
4. Pemilian umum yang lebih berkualitas dengan pertisipasi rakyat yang seluas-luasnya.
Sedangkan aspek demokrasi Menurut Syahrial Syarbaini(2003)yang harus dikembangkan
adalah sebagai berikut:
- Demokrasi sebagai sistem pemeritahan,meliputi rakyat sebagai pendukung kekuasaan
dan pemeritah sebagai membuat kebijakan. Dukungan rakyat kepada pemeritah dapat
menjadikan pemerintah membuat kebiajakan yang dapat dipercayai rakyat untuk
membawah kesejahtraan kepadanya.
- Demokrasi sebagai kebudayaan politik,dalam masyarakat yang sedang membangun harus
melakukan perubahan melalui proses dari budaya tradisional patrimordial kepada cara
berpikir rasional obyektif yang dapat memperkuat kemandirian bagi setiap warga Negara.
Kesetaraan dan persamaan hak yang disadari oleh setiap warga negar merupakan
keberhasilan proses demokratis.
- Demokrasi sebagai struktur organisasi, badan-badan dalam pemerintah demokrasi harus
dapat melaksanakan fungsi dan peranannya, seperti organisasi masyarakat, partai politik,
Dewan Perwakilan Rakyat, pemerintah(eksekutif) , birokrasi, dan peradilan. Keberhasilan
proses demokratisasi sangat ditentukan oleh keseimbangan dari peranan dan kedudukdn
badan-badan tersebut. Dalam posisi yang seimbang setiap badan tersebut dapat saling
mengontrol satu badan dengan badan yang lainnya.
Demokrasi sistem sebagai pemerintahan hanya akan berhasil kalau didukung oleh demokrasi
sebagai budaya politik yang rasional obyektif. Hak asasi manusia harus dilaksanakan kontekstual
sesaui dengan kebuadayaan Indonesia yang tercermin dalam kesetaranan dan keseimbangan
peranan lembaga-lembaga.
3.Pancasila Sebagai Paradigma Pengembangan Ekonomi
Mubyarto (dalam kaelan, 2004, hal 231) mengembangkan ekonomi kerakyatan ,yaitu
ekonomi yang humanistik yang mendasarkan pada tujuan demi kesejahtraan rakyat secara luas.
Pengembangan ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan saja melainkan demi kemanusiaan,
demi kesejahtraan seluruh bangsa. Maka sistem ekonomi Indonesia mendasarkan atas
kekeluargaan seluruh bangsa. Pengembangan ekonomi tidak bisa dipisahkan dengan nilai-nilai
moral kemanusiaan.
87
Hal itu didasarkan pada kenyataan bahwa tujuan ekonomi itu sendiri adalah untuk
mmemenuhi kebutuhan manusia,agar manusia menjadi lebih sejahtera. Oleh karena itu ekonomi
harus mendasarkan pada kemanusiaan yaitu demi kesejahtraan kemanusiaan, sehingga harus
menghindarkan diri dari pengembangan ekonomi yang hanya mendasarkan pada persaingan
bebas,monopoli dan yang lainnya yang menimbulkan penderita pada manusia, menimbulkan
penindasan atas manusia satu dengan yang lainnya.
Untuk mencapai sistem ekonomi kerakyatan maka peningkatan mutu sumber daya
manusia(SDM) perlu ditingkatkan. Kriteria kualitas SDM yang dibutuhkan adalah sebagai
berikut:
1. Memiliki kemampuan dasar untuk berkembang.
2. Mampu menggunakan ilmu dan teknologi untuk mengolah sumber daya alam secara
efektif, efisien, lestari, dan berkesinambungan.
3. Memiliki etos professional, tanggung jawab atas pengembangan keahliannya, kejujuran
dalam pelaksanaan tugas,ketelitian pelayanan kepada masyarakat, penghargaan terhadap
waktu dan ketetapan waktu. (Syahrial Syarrbaini 2003 hal 170)
Penciptaan kesejahteraan yang merata berakses pada sumber ekonomi, dunia kerja,
pendidikan, kesehatan dan informasi. Peningkatan kesejahteraan selalu dihadapkan kepada
permasalahan, bagimanan kita memadukan nilai-nilai ekonomi yang akan berkembang menjadi
etos ekonomis dengan nilai-nilai etis pancasila.
88
4. Memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik.
5. Merasakan kesejahteraan yang layak sebagai manusia.
89
dasar-dasar nilai yang fundamental bagi umat bangsa Indonesia untuk hidup secara damai dalam
kehidupan beragama di Negara Indonesia tercinta ini. Manusia adalah makhluk Tuhan Yang
Maha Esa, oleh karena itu manusia wajib untuk beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam
wilayah Negara di mana mereka hidup.( Kaelan,2004 hal 234)
Dalam pokok pikiran pembukaan ke empat bahwa “ Negara berdasar atas Ketuhanan
Yang Maha Esa, atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab Ketuhanan Yang Maha Esa, atas
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”. Hal ini berarati bahwa kehidupan dalam bernegara
berdasar pada nilai-nilai ketuhanan. Negara memberikan kebebasan kepada warganya untuk
memeluk agama serta menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-
masing.
Oleh karena itu kehiudpan beragama dalam Negara Indonesia dewasa ini dikembangkan
kea rah terciptannya kehidupan bersama yang penuh toleransi, saling menghargai berdasarkan
nilai kemanusiaan yang beradab.
90
tatanan structural yang ada karena adanya suatu penyimpangan. Maka reformasi akan
mengembalikan pada dasar serta sistem Negara demokrasi, bahwa kedaulatan adalah di
tanagan rakyat sebagimana terkandung dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945.
4. Reformasi dilakukan kearah suatu perubahan kondisis serta keadaan yang lebih baik.
Perubahan yang dilakukan dalam reformasi harus mengarah apada suatu kondisi
kehidupan rakyat yang lebih baik dalam segala aspeknya antara lain bidang politik
ekonomi,sosial budaya, serta kehidupan keagamaan. Dengan lain perkatan reformasi
harus dilakukan kearah peningkatan harkat dan martabat rakyat Indonesia sebagai
manusia.
5. Reformasi dilakukan dengan suatu dasr moral dan etika sebagai manusia yang
berkletuhanan yang maha esa serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.
( Kaelan,2004 hal 239-240)
Oleh karena itu maka gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam kerangka perspektif
pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideology sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas
maka suatu reformasi akan mengarah pada suatu diintegrasi,anarkisme,brutalisme,serta pada
akhirnya menuju pada kehancuran bangsa dan Negara Indonesia. Rincian reformasi dalam
perspektif pancasila menurut Hamengkubono X ( dalam Kaelan,2004 hal 241-243) dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Reformasi yang berketuhanan Yang Maha Esa, yang berate bahwa suatu gerakan kea rah
perubahan harus mengaarh pada suatu kondisi yang lebih baik kehidupan manusia
sebagai mahkluk Tuhan. Karena hakikatnya manusia adalah sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa sebagai makhlik yang sempurna yang berakal budi sehingga senantiasa
bersifat dinamis, sehingga selalu melakukan suatu perubahan kearah suatu kehidupan
kemanusiaan yang lebih baik. Maka reformasi harus berlandaskan moral religius dan
hasil reformasi harus dijiwai nilai-0nilai religius tidak membenrkan perusakan,
penganiayayaan,merugikan orang lain serta bentuk-bentuk kekerasan lainnya.
2. Reformasi yang berkemanusiaan yang adil dab beradab yang berarti bahwa reformasi
harus dilakukan denagn dasar-dasar nilai martabat manusia yang beradab. Oleh karena
itu, reformasi harus dilandaskan oleh moral kemnuisaan tinggi nilai-nilai kemanusiaan
bahkan reformasi mentargetkan kea rah penataan kembali suatu kehidupan Negara yang
91
menghargai hak-hak asasi manusia. Reformasi menentang segala praktek eksploitasi,
penindasan oleh manusia terhadap manusia lain,oleh golongan satu terhadap golongan
lain, bahkan oleh pneguasa terhadap rakyatnya. Untuk bangsa yang majemuk seperti
bangsa Indonesia maka semangat reformasi yang berdasar pada kemanusiaan menetang
praktek-praktek yang mengarah pada deskriminasi dan dominsai sosial, baik alasan
perbedaan suku,ras,asal-usul maupun agama. Reformasi yang dijiwai nilai-nilai
kemanuisaan tidak membenarkan perilaku yang biadab
membakar,menganiaya,menjarah,memperkosa dan bentuk-bentuk kebrutalan lainnya
yang mengarah pada praktek anarkisme. Sekaligus reformasi yang berkemanusiaan harus
memberantas sampai tuntas Korupsi,Kolusi, dan Nepotisme yang telah sedemikian
mengakar pada kehidupan bernegara pemerintahan orba.
3. Semangat reformasi harus berdasarkan pada nilai persatuan, sehingga reformasi harus
menjamin tetap tegaknya Negara dan bangsa Indonesia. Reformasi harus menghindarkan
diri dari praktek-praktek yang mengarah pada disintegrasi bangsa, upaya sparatisme baik
atas dasar kedaerahan,suku maupun agama. Reformasi memiliki makna menata kembali
kehidupan bangsa dalam bernegara, sehingga reformasi justru harus mengarah pada lebuh
kuatnya persatuan dan kesatuan bangsa. Demikian juga reformasi harus senantiasa
dijiwai asas kebersamaan sebagai suatu bangsa Indonesia.
4. Semangat dan jiwa reformasi harus berakar pada asas kerakyatan sebab justru
permasalahan dasar gerakan reformasi adalah pada prinsip kerakyatan. Penataan
keambali secara menyeluruh dalam segala aspek pelaksanaan pemerintahan Negara harus
meletakkan kerakyatan sebagai paradigm. Rakyat adalah sebagai asal mula kekuasaan
Negara dan sekaligus sebagai tujuan kekuasaan Negara , dalam pengertian inilah maka
reformasi harus mengembalikan pada tatanan pmerintahan Negara yang benar-benar
bersifat demokratis, artinya rakyatlah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi ndalam
Negara. Maka semangat reformasi menetang segala bentuk penyimpangan demokratis
seperti kediktatoran baik bersifat langsung maupun tidak langsung. Feodalisme maupun
totalisme. Asas kebijakan dalam permusyawaratan perwakilan menghendaki perwakilan
terwujudnya masyrakat demokratis. Kecenderungan munculnya dictator mayoritas
melalui aksi masaaa harus diarahakan pada asas kebersamaan hidup rakyat agar tidak
mengarah pada anarkisme. Oleh karena itu penataaan kembali mekanisme demokrasi
92
seperti pemilihan anggota DPR . MPR, pelaksanaan pemilu serta perangkat perundang-
undangan pada hakikatnya untuk mengembalikan tatanan Negara pada asaa demokrasi
yang bersumber pada kerakyatan sebagaimana terkandung dalam sila keempat pancasila.
5. Visi dasar reformasi harus jelas, yakin demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Gerakan reformasi yang melakukan perubahan dan penataan kembali
dalam berbagai bidang kehidupan Negara harus memiliki tujuan yang jelas yaitu,
terwujudnya tujuan bersama berbagai Negara hukum yaitu “keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia“. Oleh karena itu hendaklah disadari bahwa gerakan reformasi yang
melakukan perubahan dan penataan kembali, pada hakikatnya bukan hanya bertujuan
demi perubahan itu sendiri, namun perubahan dan penataan demi kehidupan bersama
yang berkeadilan. Perlindungan terhadap hak asasi, peradilan yang benar-benar bebas
dari kekuasaan, serta legalitas dalam arti hukum harus benar-benar dapat terwujudkan.
Sehingga rakyat benar-benar menikmati hak serta kewajibannya berdasarkan prinsip-
prinsip keadilan sosial. Oleh karena itu reformasi hukum baik yang menyangkut materi
hukum terutama aparat pelaksana dan penegak hukum adalah merupakan target reformasi
yang mendesak untuk terciptanya suatu keadilan dalam kehidupan rakyat.
Pancasila sebagai sumber nilai memiliki sifat yang reformatif artinya memiliki aspek
pelaksanaan yang senantiasa mampu menyesuaikan dengan dinamika aspirasi rakyat, dalam
mengantisipasi perkembangan zaman, yaitu dengan jalan menata kembali kebijaksanaan-
kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan rakyat, akan tetapi nilai-nilai esensialnya bersifat tetap
yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan hukum, reformasi politik, dan
reformasi ekonomi.
93
tercermin dalam sikap dan perilaku dari seluruh warga Negara, mulai dari aparatur dan pimpinan
nasional sampai kepada rakyat biasa.
Aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara memerlukan kondisi dan iklim yang memungkinkan segenap lukisan masyarakat yang
dapat mencerminkan nilai-nilai Pancasila itu dan dapat terlihat dalam perilaku yang
sesungguhnya, bukan hanya sekedar lips service untuk mencapai keinginan pribadi dengan
mengajak orang lain mengamalkan nilai-nilai Pancasila sedangkan perilaku sendiri jauh dari
nilai-nilai Pancasila yang sesungguhnya.
Oleh sebab itu, merealisasikan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara secara sesungguhnya dapat dibedakan atas dua macam, yaitu aktualisasi obyektif dan
aktualisasi subyektif. Aktualisasi Pancasila yang obyektif adalah pelaksanaan Pancasila dalam
bentuk realisasi dalam setiap aspek penyelenggaraan Negara, baik di bidang legislative,
eksekutif, yudikatif maupun semua semua bidang kenegaraan lainnya. Aktualisasi obyektif ini
terutama berkaitan dengan realisasi dalam bentuk peraturan perundang-undangan Negara
Indonesia.
Aktualisasi Pancasila yang subyektif adalah pelaksanaan Pancasila dalam setiap pribadi,
perseorangan, setiap warga Negara, setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa dan setiap
orang Indonesia. Dengan demikian pelaksanaan Pancasila yang subyektif sangat berkaitan
dengan kesadaran, ketaatan serta kesiapan individu untuk mengamalkan Pancasila. Aktualisasi
Pancasila yang subyektif ini justru lebih penting dari aktualisasi yang obyektif, karena aktualisasi
yang subyektif ini merupakan persyaratan keberhasilan aktualisasi yang obyektif.
Realisasi pelaksanaan Pancasila yang subyektif dilakukan secara berangsur-angsur
dengan jalan pendidikan di sekolah, dalam masyarakat dalam keluarga, sehingga dapat diperoleh
berturut-turut:
a. Pengetahuan, sedapat mungkin yang lengkap (pengetahuan biasa, pengetahuan ilmiah
dan dan kefilsafatan) dari pancasila.
b. Kesadaran ialah selalu dalam keadaan mengetahui keadaan dalam diri sendiri, selalu
ingat dan setia kepada Pancasila.
c. Ketaatan ialah selalu dalam keadaan bersedia melaksanakan Pancasila lahir batin.
d. Kemampuan, ialah mampu untuk melaksanakan Pancasila.
94
e. Mentalitas, watak dan hati nurani, sehingga orang selalu melaksanakan seperti dengan
sendirinya. (Hartati Soemasdi, 1992, hal. 62).
Hakikat manusia yang berwatak, berhati nurani Pancasila ialah berhasrat mutlak untuk
memenuhi moral Pancasila yang selalu memenuhi kebutuhan hidup raga dan jiwanya, kebutuhan
hidup individu dan sosialnya, keburuhan hidup religiusnya dalam keseimbangan yang harmonis,
dinamis, dan kebahagianan yang sempurna.
Di dalam memenuhi segala kebutuhan hidup tersebut selalu bersedia dan mampu
melakukan perbuatan :
1. Atas dasar keputusan akal yang tertuju kapada kenyataan, termasuk kebenaran, sesuai
dengan rasa yang tertuju kepada keindahan kejiwaan, didorong oleh kehendak yang
tertuju kepada kebaikan serta atas dasar kesatuan akal, rasa, kehendak berupa
kepercayaan yang tertuju pada kenyataan mutlak dengan selalu memelihara nilai-nilai
hidup kemanusiaan dan nilai hidup religius sehingga memiliki tabiat soleh kebijaksanaan.
2. Membatasi diri dalam hal kenikmatan, sehingga dimiliki tabiat soleh kesederhanaan.
3. Membatasi diri dalam hal menghindari penderitaan, sehingga dimiliki tabiat saleh
keteguhan.
4. Memberika sebagai wajibnya kapada orang lain apa yang menjadi hak, juga terhadap
Tuhan sehingga dimiliki tabiat saleh keadilan. Khusus di dalam memenuhi kebutuhan
religiusnya, sebagai makhluk Tuhan selalu bersedia dan mampu hidup taklim dan taat
kapada Tuhan menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab (Hartati Soemasdi,
1992, hal. 63).
F. Budaya Akademik
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 1999 bahwa Perguruan Tinggi
memiliki tiga tugas pokok yang disebut Tridharma Perguruan Tinggi yang meliputi pendidikan
tinggi, penilitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Perguruan Tinggi sebagai suatu institusi dalam masyarakat memiliki cirri khas tersendiri
di samping lapisan-lapisan masyarakat lainnya. Warga dari suatu perguruan tinggi adalah insane-
insan yang memiliki wawasan dan integritas ilmiah. Oleh karena itu masyarakat akademik harus
senantiasa mengembangkan budaya ilmiah yang merupakan esensi pokok dari aktivitas
perguruan tinggi. Menurut Kaelan (2004) terdapat sejumlah cirri masyarakat ilmiah sebagai
95
budaya akademik yakni kritis, kreatif, obyektif, analitis, konstruktif, dinamis, dialogis, menerima
kritis, menghargai prestasi ilmiah/akademik, bebas dari prasangka, menghargai waktu, memiliki
dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah, berorientasi ke masa depan, kesejawatan/kemitraan. Cirri-
ciri masyarakat ilmiah itulah yang harus dikembangkan dan merupakan budaya dari suatu
masyarakat akademik.
Sedangkan akademik berasal dari academia, yaitu sekolah yang diadakan Plato.
Kemudian berubah menjadi istilah akademiyang berkaitan dengan belajar mengajar, sebagai
tempat dilakukan kegiatan mengembangkan intelektual. Istilah akademi selanjutnya mencakup
pengertian kegiatan intelektual yang bersifat reflaktif, kritis, dan sistematis.
Dalam kaitannya dengan nilai-nilai Pancasila ruang lingkup pemikiran akademik menurut
Pranarka (dalam Syahrial Syarbaini, 2003, hal. 174-175) adalah sebagai berikut :
1. Pengolahan ilmiah mengenai Pancasila, adanya atau eksistensi obyektif Pancasila,
Pancasila sebagai data empiris, yaitu sebagai ideology dasar Negara, dan sumber dari
segala sumber hukum. Sasaran ini dilakukan dengan penelusuran ilmiah terutama dengan
menggunakan disiplin sejarah.
2. Mengungkapkan ajaran yang terkandung dalam pancasila, yaitu mempelajari faktor-
faktor objektif yang membentuk adanya pancasila itu. Penelususran dilakukan dengan
pendekatan disiplin ilmu kebudayaan, termasuk didalamya
tehnologi,antrophologi,sosiologi,hukum,bahasa,dan ilmu kenegaraan. Dengan menggali
faktor-faktor yang ikut membentuk perkembangan pemikiran mengenai pancasila,dapat
pula diungkapkan isi maupun fungsi pancasila secara analitis. Dengan demikian, dapat
diungkapkan ajarn-ajaran terkandung di dalam pancasila.
3. Renungan reflekstif dan sistematis mengenai pancasila yang sifatnya diolah dengan
keyakinan-keyakinan pribadi mengenai kebenaran-kebenaran yang bersifat mendasar.
Jenis pendekatan ketiga ini adalah kegiatan intelektual yang dilakukan dalam rangka
filsafat atau teologi. Perbedaannya adalah teologi renungan fundamental mengenai
pancasila dilaksanakan berdasarkan kepada wahyu yang diimani, sedangakan dalam
filsafat renungan mendasar mengenai pancasila dilaksanakan atas dasar keyakinan
pemikiran dan pengalaman manusiawi.
96
4. Studi perbandingan ajaran pancasila dengan ajaran lain. Kegiatan ini dapat dilakukan
dalam rangka pemikiran filosofi,teologi, atau kegiatan ilmiah. Namun masing-masing
mempunyai metodologinya sendiri-sendiri.
5. Pengolahan ilmiah mengenai pelaksanaan pancasila, yaitu masalah pelaksanaan atau
oprasionalisasinya. Pemikiran akademik itu dapat bergerak dalam ruang lingkup Das Sain
maupun Das Sollen. Dalam kaitan dengan pemikiran akademis itu, baik ilmu filsafat
ataupun teologi dapat mempunyai focus kepada ruang lingkup kenyataan seperti adanya
ataupun kepada ruang lingkup pelaksanaan praktis.
97
BAB VI
A. Pengantar
Sebagai dasar Negara, pancasila merupakan suatu asas kerohanianyang dalam ilmunya
kenegaraan popular disebut sebgaai dasar filsafat Negara ( Philosofische Gronslag). Dalam
kedudukan ini pancasila merupakan sumber nialai dan sumber norma dalam setiap aspek
penyelenggaraan Negara, termasuk sebagai sumber tertib hukum di Negara Republik Indonesia.
Konsekuensinya seluruh peraturan perundangan-undangan serta perjabarannya senantiasa
berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila.
Peraturan Perundangan-undangan di Indonesia sesuai dengan Ketetapan MPR RI No.
III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Pasal 2 Ketetapan MPR RI No.
III/MPR/2000 menyebutkan bahwa tata urutan Peraturan Perundangan-undangan merupakan
pedoman dalam pembuatan hukum di bawahnya. Tata urutan peraturan perundangan-undangan
Republik Indonesia adalah :
1. Undang-Undang Dasar 1945.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
3. Undang-Undang.
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu).`
5. Peraturan Pemerintah.
6. Keputusan Presiden.
7. Peraturan Daerah.
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar tertulis nagara Republik Indonesia,
memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan Negara. Ketetapan MPR RI
merupakan putusan MPR sebagai pengemban kadaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang-
sidang MPR. Undang-Undang dibuat oleh DPR bersama Presiden untuk melaksanakan UUD
1945 serta ketetapan MPR RI. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) dibuat
oleh Presiden dalam hal ihwal kepentingan yang memaksa, dengan ketentuan sebagai berikut. 1.
Perpu harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut. 2. DPR dapat menerima atau atau
98
menolak Perpu dengan tidak mengadakan perubahan. 3. Jika ditolak DPR, Perpu tersebut harus
dicabut.
Peraturan Pemerintah (PP) dibuat oleh Pemerintah untuk melaksanakan perintah undang-
undang. Keputusan Presiden yang bersifat mengatur dibuat oleh Presiden untuk menjalankan
fungsi dan tugasnya berupa pengaturan pelaksanaan administrasi nagara dan administrasi
pemerintah.
Peraturan Daerah (Perda) merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan hukum di
atasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan. Peraturan daerah
propinsi dibuat oleh DPRD propinsi bersama dengan Gubernur. Peraturan daerah kabupaten/kota
dibuat oleh DPRD Kabupaten/kota bersama Bupati/walikota. Peraturan desa atau yang setingkat,
dibuat oleh badan perwakilan desa atau yang setingkat diatur oleh peraturan daerah
kabupaten/kota yang bersangkutan. (pasal 3 Ketetapan MPR No. III/MPR/2000).
Pasal 4 Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 menyebutkan bahwa sesuai dengan tata urutan
peraturan perundangan-undangan ini, maka setiap aturan hukum yang lebih rendah tidak boleh
bertentangan dengan aturan hukum yang lebih tinggi. Peraturan atau keputusan Mahkamah
Agung, Badan Pemeriksaan Keuangan, Menteri, Bank Indonesia, Badan, Lembaga, atau komisi
yang setingkat yang dibentuk oleh Pemerintah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang
termuat dalam tata urutan peraturan perundangan-undangan.
Dalam konteks inilah maka Pancasila merupakan suatu asas kerokhanian Negara,
sehingga merupakan suatu sumber nilai, norma dan kaidah baik moral maupun hukum dalam
Negara republic Indonesia. Kedudukan Pancasila yang demikian ini justru mewujudkan
fungsinya yang pokok sebagai dasar Negara repuplik Indonesia yang manifestasi dikabarkan
dalam suatu peraturan perundangan-undangan. Oleh karena itu pancasila merupakan sumber
hukum dasar Negara baik yang tertulis yaitu Undang-Undang Dasar Negara maupun hukum
dasar tidak tertulis atau converse. (Kaelan,2004).
Negara Indonesia adalah Negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum, oleh karena itu
segala aspek dalam pelaksanaan penyelenggaraan Negara diatur dalam suatu sistem peraturan
perundang-undangan. Dalam penegrtian inilah maka Negara dilaksanakan berdasarkan pada
suatu konstitusi atau Undang-Undang Dasar Negara. Pembagian kekuasaan, lembaga-lembaga
Negara, hak dan kewajiban warga Negara, keadilan sosial dan lainnya di atur dalam suatu
99
Undang-Undang Dasar Negara. Hal inilah yang dimaksud dengan pengertian pancasila dalam
konteks ketatanegraan repuplik Indonesia.
Dalam pembahasan diawali dengan pengertian secara umum pada yang dimaksud dengan
Undang-Undang Dasar ( UUD) atau konstitusi Negara, cara timbulnya UUD, alasan-alasan
timbulnya UUD, sifat-sifat dan kedudukan UUD. Kemudian menyagkut sejarah penyususnan
UUD 1945 dan dilanjutkan dengan makna dan esensi pembukaan UUD 1945, masalah sistem
pemerintahan Negara republik Indonesia danm kelembagaan Negara. Masalah hak asasi Manusia
dalam UUD 1945, dan kemudian tinjauan amandemen UUD 1945.
100
Undang-Undang Dasar dari suatu Negara hanyalah merupakan sebagian saja dari hukum dasar
Negara itu dan bukanlah merupakan satu-satunya sumber hukum. Undang-Undang Dasar ialah
hukum dasar tertulis. Sedang di samping Undang-Undang Dasar berlaku juga hukum dasar yang
tidak tertulis yang merupakan sumber hukum lain, misalnya kebiasan-kebiasan traktat-traktat dan
sebagainya.
Oleh karena itu didalam ketatanegaraan dikenal dua macam Hukum Dasar yaitu :
a. Hukum Dasar tertulis yaitu UUD
b. Hukum Dasar yang tidak tertulis (umumnya disebut Konvensi)
Hukum Dasar tertulis (UUD) adalah piagam-piagam tertulis yang sengaja diadakan dan
memuat segala apa yang dianggap oleh pembuatnya menjadi asas fundamental dari pada Negara
pada waktu itu. Hukum Dasar yang tidak tertulis ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara, meskipun tidak tertulis.
Konvensi mempunyai sifat-sifat :
1. Merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan
Negara.
2. Tidak bertentangan dengan UUD dan berjalan sejajar.
3. Diterima oleh seluruh rakyat.
4. Bersifat sebagai pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai aturan-aturan dasar yang
tidak terdapat dalam UUD.
Jika dibandingkan antara Hukum Dasar tertulis dan Hukum Dasar yang tidak tertulis akan
terlihat kelebihan dan kekurangannya, yaitu :
Hk. Dasar yang tertulis (UUD) Hk. Dasar yang tidak tertulis (Konvensi)
- Lebih terang dan tegas. - Kurang terang dan kurang tegas.
- Lebih menjamin kepastian hukum. - Kurang menjamin kepastian hukum.
- Sulit untuk mengadakan perubahan - Lebih liwes (soepel) dan mudah
- Bersifat lebih kaku (rigid) menyesuaikan diri dengan keadaan.
Contoh hukum dasar yang tidak tertulis: Pidato kenegaraan Presiden RI setiap tanggal 16
Agustus di dalam sidang anggota DPR.
Pada waktu sekarang hampir semua Negara di dunia mempunyai Undang-Undang
Dasara. Suatu pengecualaian nagara inggris yang tidak mempunyai Undang-Undang Dasar.
101
Pemerintah Negara Inggris di dasarkan kepada Hukum Dasar tak tertulis yang disebut
“konvensi”,yaitu kebiasaan ketatanegaraan yang pada umumnya sudah tua sekali, misalnya:
a. Magna Charta (1215):
Terjadi dalam pemerintahan Jhon Lackland ( 1199-1216) ialah :
1. Raja tidak boleh memungut atau mengadakan pajak kalau tidak dengan izin
( persetujuan) dari “Great Council” ( dewan penasehat raja atas kepala-kepala daerah atau
“baron”
2. Orang (kecuali budak) tidak boleh ditangkap,dipenjara,disiksa,diasingkan atau disita
milikinya tanpa cukup alasan menurut hukum Negara.
Charta ini belum merupakan demokrasi sesungguhnya, karena” Great Council” belum
merupakan dewan perwakilan rakyat yang sungguh-sungguh, tetapi baru merupakan dewan
perwakilan baron-baron yang mewakili daerahnya masing-masing. Tetapi Magna Charta ini
merupakan benih demokrasi dan dasar pertama dari UUD inggris di kelak kemudian hari karena
didalam Magna Charta itu raja ditempatkan dibawah hukum.
b. Potition of Raight (1928)
Terjadi dalam pemerinthahan raja Charles I (1625-1549) yang ingin memerintah secara mutlak
dan meniadakan parlemen. Dalam perang antara raja dan parlemen, parlemen keluar sebagai
pemenang. Raja Charles I dihukum mati.
1. Pajak dan hak-hak istimewa harus dengan izin parleman
2. Tentara tidak boleh diberi penginapan( billet,inkwartiering) di rumah-rumah penduduk
3. Dalam keadaan damai, tentara tidak boleh menjalankan hukumperang
4. Ornag tidak boleh ditangkap tanpa tududhan yang syah.
c. Habeas Corpus Act ( 1678) :
Terjadi dalam pemerintahan raja Charles II ( 1660-1685), penting artinya terutama bagi
perkembanagan pengertian tentang hak-hak manusia ( Human Rhaigt). Isisnya ialah :
1. Jika diminta, hakim harus dapat menujukkan orang yang ditangkapnya lengkap dengan
alasan dari penagnkapan itu.
2. Orang yang ditangkap harus diperiksa selambat-lambatnya dalam dua hari sesudah ia
ditangkap.
3. Jika orang telah dibebaskan dari suatu periksa, maka ia tidak boleh ditangkap lagi atas
dasar perkara semacam itu.
102
d. Bill of raights
Ketika William ke III ( wali Negara Belanda 1672-1702, dan raja Inggris 1689-1702) di angkat
menjadi raja inggris pada tahun 1689, ia mengeluarkan “ Declaration of Raights” ( 13 Februari
1689) menyatakan :
1. Membuat Undang-Undang harus dengan izin Parlemen
2. Pajak harus dengan izin parlemen
3. Mempunyai tentara tetap harus dengan iazin parlemen
4. Kebebsasan berbicara dan mengeluarkan pendapat bagi parlemen
5. Parlemen berhak merubah keputusan raja
6. Pemilihan parlemen harus bebas
“ declaration of Ragihts” ini disyahkan dan diresmikan sebagai Undang-Undang oleh parlemen
dan disebut “ Bill of Raights” ( 16 Desember 1689). Dengan ini kekuasaan berpindah dari raja ke
parlemen, suatu perubahan atau refolusi yang besar sekali artinya bagi perkembangan demokrasi
inggris dan yang terjadi tanpa pertupahan darah sama sekali. Karena itu disebut The Glorius
Revolution (1689). ( Soebantradjo 1961).
Walaupun induk Negara Commonwealth Inggris tidak mempunyai konstitusi tertulis , namun
tidak berarti bahwa Negara-negara anggota Commonwealth jiga tidak mempunyai Undang-
Undang Dasar. Negara India bahkan mempunyai Undang-Undang Dasar yang amat panjang
isisnya ( 395 pasal)
103
undang dasar yang diberikan raja itu disebut undang-undang dasar Oktori. Misalnya UUD
kerajaan Jepang.
104
Secara teoritis, Undang-Undang Dasar harus memilikin dua syarat, yaitu syarat mengenai
bentuknya dan syaratnya mengenai sisinya. Bentuk sebagai naskah tertulis yang merupakan
peraturan perundangan yang tertinggi yang berlaku dalam suatu Negara. Isinya merupakan
peraturan yang yang bersifat fundamental, artinya bahwa tidak semua masalah yang penting
harus dimuat dalam undang-undang dasar, melainkan hal-hal yang pokok, dasar atau asas saja.
Penampilan hukum itu sendiri berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga isis
dari undang-undang dasar itu hanya meliputi hal-hal yang bersfiat dasar saja.
Oleh karena itu undang-undang dasar mempunyai dua fungsi, yaitu untuk menjamin hak-
hak dan sebagai landasan penyelenggara Negara.
1. Untuk menajmin hak-hak dan kewajiban-kewajiban serta kepentingan rakyat, dari
tindakan sewenag-wenagnya, penyelenggaraan, kekuasaan dan tidakan-tindaakan
menungtungkan diri sendiri dari pada penguasa Negara.
2. Sebagai landasan penyelnggara Negara menurut suatu sistem ketatanegraan yang tertentu
dan dapat diterima dan dimengerti oleh rakyatnya. Dengan kata lain dapat pula disebut :
landasan structural dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara.
105
garis besar sebagai instruksi kepada pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggaraan Negara,
meyelenggarakan kehidupan Negara dan meyelenggarakan kesejahteraan sosial.
Penyelenggaraan aturan pokok itu dengan hukum dalam tingkat yang lebih rendah yakni
Undang-undang dasar karena lebih mudah cara membuat,mengubahnya, dan mencabutnya,
UUD 1945 bersifat singkat dan supel yang berarti UUD 1945 selalu dapat mengikuti
dinamika kehidupan masyarakat dan tidak lekas ketinggian zaman. UUD 1945 menekankan
perlunya semanagat kepada para pemimpin pemerintahan, dan para penyelenggara Negara.
Dikatakan singkat artinya bahwa UUD 1945 hanya memuat aturan pokok saja, memuat garis-
garis besar sebagai instruksional kepada pemerintah dan lain-lain penyelenggaraan Negara dalam
meyelenggarakantugasnya. Dapat dikatakan singkat juga karena UUD 1945 hanya terdiri 37
pasal saja. Jika dibandingkan dengan konstitusi-konstitusi Indonesia lainnya adalah benar-benar
merupakansuatu konstitusi singkat. Yakni konstitusi RIS 1949 terdiri dari 197 pasal dan undang-
undang dasar sementara 1950 terdirir dari 146 pasal. Apalagi jika dibandingkan dengan
konstitusi-konstitusi Negara-negara lainnya yaitu:
a. Konstitusi Negara Birma terdiri dari 234 pasal
b. Konstitusi Negara Panama terdiri dari 291 pasal
c. Konstitusi Negara India bahkan terdiri dari 395 pasal
Dikatak supel artinya walaupun UUD 1945 hanya memuat aturan-aturan pokok saja,
senantiasa dapat mengikuti perkembangan yang ada sehingga tidak mudah ketinggalan zaman
sehingga UUD 1945 lebih luwes. Bagi suatu Negara yang baru merdeka memang lebih baik jika.
Hukum Dasar yang tertulis
Itu hanyalah memuat aturan-aturan pokok saja, sedang aturan-aturan yang menyelenggarakan
terlaksananya aturan-aturan pokok itu diserahkan kepada undnag-undang atau peraturan
pemerintah yang lebih mudah cara pembuatannya,mengubah dan mencabutnya.
106
BAB VII
SEJARAH PENYUSUSNAN
UNDANG-UNDANG DASAR 1945
A. Pengantar
Negara republic Indonesia masih tergolong muda dalam barisan Negara-negara di dunia. Tetapi
bangsa Indonesia lahir dari sejarah dan kebudayaan yang tua, melalui gemilangnya kerajaan
Sriwijaya,Majapahit, dan mataram. Kemudian mengaalami masa penderitaam penajajahan yang
panjang. Wujud penderitaan yang diakibtakan oleh penindasan kaum penjajah, anatra lain adalah
:
1. Dominasi di bidang politik,dalam arti kekuasaan pemerintahan berada di tangan kaum
penjajah yang dapat memerintah dengan sekehendak hati.
2. Ekploitasi atau penghisapan di dabang ekonomi, dengan mengangkut jauh lebih banyak
kekayaan dari bumi Indonesia ke negeri penjajah untuk kemakmuran mereka
dibandingkan dengan apa yang diberikan kepada negeri jajahannya.
3. Masuknya kebudayaan penjajah dalam kebudayaan bangsa Indonesia, dengan berbagai
cara halus dan paksaan.
4. Diskriminasi dalam sosial yang menempatkan bangsa penjajah kpada kedudukan jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan bangsa Indonesia yang hanya dianggap sebagai bangsa
kelas terendah.
Penderitaan itu kemudian dilahirkan amanat penderintaan rakyat atau AMPERA,amanat
untuk melanjutkan perlawanan terhadap penjajah demi mencapai:
- Negara Indonesia yang merdeka dangan kedaulatan ditangan rakyat.
- Masyarakat adil dan makmur.
- Kesamaan derajat dengan bangsa-bangsa lain. (BP7Pusat, 1993, hal 85-86 )
Perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajah dilakukan sejak penjajah itu menginjakkan
kakinya di bumi Indonesia, namun perlawanan melalui suatu pergerakan nasional secara teratur
barulah ditempuh pada awal abad keduapuluh, degana berdirinya “Budi Utomo” pada tanggal 20
mei 1908, kemudian dikukuhkan sebagai “Hari kebangkitan Nasional”.
107
Pada tahun 1928 tampil golongan pemuda yang secara lebih tegas merumuskan mutlak
perlunya persatuan bangsa Indonesia dengan semboyan satu Nusa, satu Bangsa, satu Bahasa
Kesatuan, Bahasa Indonesia, yang dikenal dengan “Sumpah Pemuda”. Setelah ”Sumpah
Pemuda”lahirlah angkatan yang lebih tegas memperjuangkan cita-cita Indonesia merdeka. Ini
berkenbang pada tahun tiga puluhan hingga robohnya pemeritah penjajah Hindia Belanda dan
digantikan oleh masa penjajahan jepang selama kurang lebih tiga setegah tahun, dengan
penderitaan yang lebih berat lagi bagi bangsa kita.
Adapu penyusunan Udang-Udang Dasar 1945 berlangsung pada waktu menjelang akhir
perang Dunia II dan setelah berakhirnya perang Dunia tersebut. Sebelum itu perlu kiranya
diketahui, bahwa pemerintah Hindia Belanda yang menduduki Indonesia selang beratus-ratus
tahun lamanya pada tanggal 8 maret 1942 telah menyerah kepada Tentara Jepang yang
menyerebu ke Indonesia. Semenjak tanggal itu seluruh daerah Hindia Belanda berada dibawah
kekuasaan Tentara Jepang sebagai ‘Terra Bellica” (Daerah perang) dan sejak itu pula habislah
masa penjajahan Belanda di Tanah Air, namun dimulai pada masa penjajahan pemerintah
Milieter Jepang d Indonesia.
Pendataran Tentara Jepang di Indonesia pada mulanya diterima Rakyat Indonesia dengan
gembira, bukanlah karena ‘terunnya Belanda dan naiknya Jepang’, melainkawaktu itu dapat
disarankan bahwa perjuangan kemerdekaan Indonesia akan mempergunakan kesempatan untuk
menyusun Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat sempurnah Pendatara. Akan tetapi
kemudian ternyata, bahwa kegembiraan itu segera bertukar menjadi rasa kecewa dan
tertindas,oleh karena janji-janji Jepang harapan Indonesia akan merdekan hanyalah ditebus
dengan larangan pemerintah Militer Jepang mengibarkan bendera Sang Merah Putih dan
menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Rakyat, serta larangan membentuk pemerintah
Nasional Indonesia. Rasa penindasan penjajah Belanda bertukar menjadi rasa penindasan
penjajahan Jepang.
Mulai sejak itulah perjuangan pergerakan kemerdekaan dibawah tanah ditingkatkan,
disamping perjuangan kemerdekaan yang secara terbuka namun dapat ditutup dengan kata-kata
yang menyesuaikan diri dengan istilah perang. Adapun kemajuan bangsa Indonesia sewaktu
pendudukan Jepang dalam bidang penanaman rasa Indonesia merdeka di dalam negeri, adalah
sejaajr dengan majunya Tentara Sekutu di daratan Benua Eropa dan Samudera Pasifik. Makin
terdesak tentara Jepang makin bertambah pula janji-janji yang diberikan dan makin banyaklah
108
tindaka yang memperolehkan apa yang mula-mula dilarang. Semenjak bulan September 1944
bangsa Indonesia diperbolehkan lagi mengibarkan Bendera Nasional dan menyanyikan lagu
kebangsaan Indonesia Rakya dimuka umum.
Menjelang akhir tahun 1944 itulah Bala Tentara Jepang menderita kekalahan yang terus –
menerus, tehadap serangan-serangan pihak Tentara Sekutu di pasifik. Keadaan ini sangatlah
menggembirakan para pemimpinya Bangsa Indonesia yang telah bertahun-tahun lamanya
memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan Tanah Airnya. Oleh karena itu pada saat-saat yang
kritis itu, mereka mendesak pemerintah penduduk Jepang di Indonesia agar segere memerdekaan
Indonesia atau setidak-tidaknya mengambil tindakan-tindakan,langkah-langkah dan usaha-usaha
konkrit untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Dalam sejarah penyususnan UUD 1945 menurut Suhadi (1982) dibagi dalam tiga tahap
yakni tahap persiapan, tahap perencanaan,dan tahap penetapan.
B. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan dimulai dari janji politik Jepang pada tahun 1944 dan pembentukan dua
Badan Resmi BPUPKI. Dan PPKI.
1. Janji Politik Jepang
Menjelang tahun 1944 Jepang mulai menderita kelelahan dimana-mana. Oleh sebab itu Jepang
sangat memerlukan bantuan dari rakyat di daerah-daerah yang didudukinya. Termasuk
Indonesia. Untuk menarik simpati rakyat agar lebih meningkatkan partisispasinya kepaada
jepang pada tanggal 7 September 1944. Pemerintah Jepang memebrikan janji “ janji Politik”,
yang apabila perang dunia ke II berakhir dan kemenangan ada pada pihak Jepang beserta sekutu-
sekutunya, maka Indonesia akan dimerdekakan dalam lingkungan kemerdekaan bersama Asia
Timur Raya dibawai pimpinana Jepang.
109
2. Pembentukan BPUPKI dan PPKi
Menjelang kemerdekaan Indonesia, pemerintah Jepang di Indonesia membentuk dua badan
resmi, yaitu Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesai ( BPUPKI) dan
panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
a. BPUPKI
Dilantik tanggal 28-5-1945 dengan jumlah anggota 62 orang. Mereka berasal dari dan mewakili
berbagai golongan masyarakat. Ketuanya Dr. Radjiman Wyidyadiningrat, wakil ketua RP
Suroso. Tugasnya menyelidiki segala sesuatu mengenai persiapan kemerdekaan Indonesia dan
merancang dasar Negara.
b. PPKI
Dibentuk tanggal 7 Agustus 1945 dengan jumlah anggota 21 orang, kemudian pada tanggal 18
Agustus 1945 ditambah 6 orang lagi sehingga seluruhnya berjumlah 27 orang. Meeka terdiri dari
wakil-wakil segala aliran dan golongan masyarakat Indonesia serta utusan dari daerah-daerah di
seluruh Indonesia,sehingga badan ini sudah merupakan perwakilan seluruh rakyat indonesias.
Tugasnya mempersiapkan segala sesuatu mengenai kerdekaan Indonesia.
C. Tahap Perencanaan
Perencanaan UUd 1945 beserta pembukaannya dilakukan oleh BPUPKI dari tanggal 29 Mei s/d
Juli 1945. Untuk itu BPUPKI telah :
1. Menyelenggarakan :
a. Sidang I, tanggal 29/5-1/6 1945
Dalam sidang pertama BPUPKI beberapa anggota mengucapkan pidatonya yakni :
- Pidaotnya Mr. Muhammad Yamin, yang berjudul : asas dan Dasar Negara kebangsaan
republic Indonesia ( pada tanggal 19 Mei 1945)
- Pidatonya prof. Dr. Soepomo (pada tanggal 31 Mei 1945).
- Pidatonya Ir. Soekarno pada 1 Juni 1945.
b. Sidang II tanggal 10-17 Juli 1945
2. Membentuk beberapa panitia kerja, antara lain:
a. Panitia perumus yang menyususn rancangan pembukaan UUD 1945 ( piagam Jakarta)
pada tanggal 22 Juni 1945, yang terdiri dari 9 orang yakni : Ir. Soekarno,Drs. Mohammad
110
Hatta, Mr. AA Agus Salim, Mr. Achamd Soebardjo,K.H.A. Wachid Hasjim dan Mr.
Muhammad Yamin. Panitia 9 orang ini diketahui oleh Ir. Soekarno.
b. Pantia perancang UUD, yang telah menyusun Rancangan UUD 1945 pada tanggal 10-16
Juli 1945.panitia perancang UUD ini juga diketahui oleh Ir. Soekarno. Panitia perancang
UUD kemudian membentuk panitia kecil perancang UUD yang diketahui oelh
prof.Mr.Dr. Soepomo. Tugas panitia ini ialah merancang undang-undang dasar denagan
memeperhatikan pendapat-pendapat yang diajukan di raapat panitia perancang UUD
menyerahkan Rancanagan UUD republic Indonesia. Ketua panitia kecil perancnagan
UUd Soepomo menguraikan perancangaan UUD tersebut utama mengenai kedaulaatan,
Badan Pemrmusyawaratan Rakyat,Presiden, Mentri-mentri, Dewan Pertimbangan Agung
dan Dewan Perwakilan Rakyat Rancangan UUD hasil panitia Soepomo ini terdiri atas 15
bab dan 42 pasal.
c. Guna memperbaiaki redaksi dari pada rancangan UUD tersebut telah dibentuk panitia
pengahlus Bahasa yang terdiri dari Husein Djajadiningrat,Agus Salim,dan soepomo.
Rancangan UUD beserta rancangan pembukaan UUD oleh Ir. Soekarno selaku ketua
panitia perancangan UUD telah diserahkan kepaada rapat besar BPUPKI pada tanggal 14
Juli 1945 akhirnya setelah mengalami beberapa perubahan yang disetujui bersama,
rancangan UUD republic Indonesia seluruhnya oleh BPUPKI pada tanggal 16 Juli 1945.
Kalau dubaut dalam bagan panitia-panitia yang merumuskan UUD 1945 termasuk pancasila
dasar negra adalah sebagai berikut:
111
Dalam melaksanakan tugasnya kedua panitia telah berhasil, yakni :
a. Panitia perumus ( panitia Sembilan) berhasil menyususn suatu naskah rancangan
pembukaan UUD pada tanggal 22 Juni 1945. Rancangan pembukaan UUD yang terdiri
dari 4 alinea ini kemudia hari dikenal orang dengan nama” Piagam Jakarta “dalam
rancangaan pembukaan UUD inilah untuk pertama kali pancasila dicantumkan sebagai
Dasar Negara Indonesia. Seperti diketahui pancasila sebagagi dasar Negara telah
disuslkan oleh seorang anggota BPUPKI ( Ir. Seokarno) dalam disang tanggal 1 Juni
1945, yang kemudian diterima baik oleh sidang pleno BPUPKI pada tanggal 16 Juli
1945.
b. Panitia rancangan UUD berhasil menyusun suatu rancangan UUD Indonesia pada tanggal
16 Juli 1945.
D. Tahap Penetapan
Sehari setelah proklamasi 17 agustus 1945, keesokan harinya pada tanggal 18 agustus 1945 PPKI
mengadakan sidangnya tang pertama. Sebelum sidang resmi dimulai, kira-kira 20 20 menit
dilakukan pertemuan untuk membahas bebrapa perubahan yang berakitan dengan rancangan
naskah panitia pembukaan UUD 1945 yang ada pada saat itu dikenal dengan nama Piagam
Jakarta, terutama yang menyangkut perubahan sila pertama pancasila. Dalam pertemuan tersebut
syukuralhamdulillah para pendiri segera kita bermusyawara dengan moral yang luhur sehingga
mencapai suatu kesepkatan, dan akhirnya disempurnakan sebagaimana naskah pembukaan UUD
1945 sekarang ini.
Penetapan UUD 1945 beserta pembukaan UUD 1945 dilakukan oleh PPKI pada tanggal
18 agustus 1945. Dalam hal ini PPKI bertindak atas prakarsa sendiri tanpa campur tangan
112
Jepang. Sebab paada waktu tanggal 15 agustus 1945 telah menyerah tanpa syarat kepada sekutu
Amerika serikat dan kawan-kawannya.
1. Hasil sidang PPKI pertama tanggal 18-8-1945
Hasil sidang PPKI yang pertama adalah :
1. Mengesahkan undang-undang dasar 1945 yang meliputi:
a. Setelah melakukan beberapa perubahan pada piagam Jakarta yang kemudian berfungsi
sebagai pembukaan UUD 1945
b. Menetapkan rancangan hukum dasar yang telah diterima dari badan peyelidik pada
tanggal 17 Juli 1945, setelah menagalami berbagai perubahan karena berkaitan dengan
perubahan piagam Jakarta, kemudian berfungsi sebagai undang-undang dasar 1945.
2. Memilih presiden dan wakil presiden yang pertama
3. Presiden dalam menjalankan tugasnya akan dibantu oleh suatu Badan yaitu Komite
nasonal Indonesia.
Rancangan UUD ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18-8-1945 tersebut dengan beberapa
perubahan. Perubahan itu bisa dilihat sebagai berikut :
Piagam jakarta UUD 1945
1. Kata muhammadyah 1. pembukaan
2. dalam suatu hukum dasar 2.dalam suatu UUD negara
3. dengan berdasarkan kepada keutuhan 4. dengan berdasar kepada ketuhanan
dan kewajiban menjalankan syarat Yang Maha Esa
islam bagi pemeluk-pemeluknya…
4. menurut dasar Negara yang adil dan 4.kemanuisaan yang adil dan beradab
beradab
Rancangan hukum dasar 5. UUD 1945
5.istilah hukum dasar 6. UUD
6.dalam rancangan dua orang wakil 7. seorang wakil presiden
presiden
7.presiden harus orang Indonesia Asli 8. presiden harus orng Indonesia asli
yang beragama islam
8.Negara berdasar atas ketuhanan dengan 9. Negara berdasarkan atas ketuhanan yang
kewajiban menjalankan syariat islam bagi maha esa
pemeluk-pemeluknya
9. Dalam rancangan disebutkan ‘ 10. dihapus
113
selama pegang pimpinan
perang,dipegang oleh jepang dengan
persetujuan pemerintah Indonesia
Kedudukan UUD 1945 yang telah ditetapkan dan disahkan oleh PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945, adalah sesuai dengan ayat 2 aturan pembukaan UUD 1945 sebelum diamandemen
disebut bahwa dalam enam bulan sesudah majelis permusyawaratn rakyat ( MPR) dibentuk.
Majelis itu bersidang untuk menetapkan UUD. Dari aturan ini dapatlah disimpulkan bahwa
status UUD 1945 adalah “ sementara”. Sesungguhnya menurut rencana pembuatan UUD 1945,
sebelum tanggal 1 agustus 1945 kiranya diharapkan MPR hasil akan tersusun status UUD yang
tetap disusun oleh badan diharapkan aakan tersusun suatu UUD yang tetap yang disusun oleh
badan yang berwenag, yaitu pemilhan umum sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945 itu
sendiri. Namun disayangkan bahwa suasana politik pada waktu itu tidak memungkinkan
pelaksanaan rencana tersebut.
Pada tanggal 5 Juli 1959 dengan dekrit presiden, UUD 1945 telah dinyatakan berlaku
kembali dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950 di Indonesia. Ketentuan ayat 2 aturan tambahan
UUD 1945 tidak juga dapat dilaksanakan dengan segera, Karen aMPR belum dapat dibentuk.
MPRS yang dibentuk berdasarakan dekrit presiden tanggal 5 Juli 1959, kemudian dengan
ketetapannya No. XX/MPRS/1966 telah menyatakan dekrit presiden tersebut sebagai sumber
tertib hukum bagi berlakunya kembali UUD 1945.
Akhirnya pada 1 oktober 1972 MPR hasil pemilihan umum 3 Juli 1971 baru dapat
dibentuk setelah pelantikan anggota-anggotanya oleh presiden republic Indonesia. Dalam sidang
umum tanggal 22 Maret 1973, MPR telah memutuskan dan menetapkan ketetapan MPR No.
V/MPR/1973,pasal 3 keteatapan MPR No. V/MPR/1973 telah menyatakan tetap berlaku
ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966. Dengan demikian, MPR hasil pemilihan umum dengan
ketetapan No. V/MPR/1973 telah menetapkan UUD 1945 menjadi undang-undang dasar Negara
republic Indonesia, melalui ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 dan dekrit presiden 5 juli
1959.
Tindakan penetapan MPR tersebut berdasarkan wewenag hukumannya yang tercantum
dalampasal 3 UUD 1945 dan sesuai pula dengan tugas konstitusinya dalam ayat 2 aturan
114
tambahan UUD 1945, yakni dalam waktu 6 bulan semenjak pembentukaan, majelis bersdiang
menetapkan undang-undang dasar. Dengan demikian pula terhitung mulai tanggal 22 Maret 1973
undang-undang 1945 telah kehilangan sifat sementara.
Tentang pembentukan komite nasional Indonesia pusat, dalam amsa transisi dari
pemerintah jajahan kepada pemerintah nasional, hal itu telah ditentukan dalam pasal IV aturan
peralihan, adapun keanggotaan komite nasional adalah PPKI sebagai intinya ditambah dengan
pemimpin-pemimpin rakyat dari semua golongan,aliran dan lapisan masyarakat, seperti :
Pamong Praja,Alim Ulam,kaum pergerakan,pemuda ,pengusaha/pedangan,cendiakwan,wartawan
dan golongan lainnya. Komite nasional tersebut dilantik pada tanggal 29 agustus 1945 dan
diketuai oleh Mr.Kasman Singgodimedjo. Komite nasional ini kemudian dinamakan dengan
komite nasional Indonesia pusat ( KNIP).
Hasil sidang PPKI kedua tanggal 19-8-1945 adalah :
- pemerintahan RI terdiri dari 12 kementrian, yaitu: 1. Mentri dalam negeri,2. Mentri luar
negeri,3. Mentri kehakiman,4. Mentri keuangan,5 . Mentri kemakmuran,6. Mentri
kesehatan,7. Mentri pengajaran,8.mentri sosial, 9. Mentri pertahanan,10. Mentri
penerangan,11. Mentri perhubungan,12. Mentri pekerjaan umum.
- Wilayah republic Indonesia dibagi ke dalam 8 propinsi yaitu : 1. Sumatra,2. Jawa barat,3.
Jawa tengah,4. Jawa timur,5. Sunda kecil,6. Maluku,7. Sulawesi,8. Borneo.
2. Hasil sidang ketiga ( 20 Agustus 1945)
Pada sidang ketiga PPKI dilakukan pembahasan terhadap agenda tentang badan penolong
keluarga korban perang. Adapun keputusan yang dihasilkan adalah terdiri atas 8 pasal. Salah satu
dari pasal tersebut yaitu : pasal 2 dibentuklah suatu badan yang disebut badan keamanan rakayat(
BKR).
Jadi sistematika UUD 1945 adalah dirancang oleh BPUPKI, dan ditetapkan oleh PPKI
tanggal 18 agustus 1945, kemudian disiarkan dalam berita. Republic Indonesia No.7 tanggal 15
Februari 1946 hal .45-48, terdiri dari :
- Pembukaan yang meliputi 4 alinea
- Batang tubuh terdiri dari 16 bab,37 pasal,4 pasal aturan peralihan,2 ayat aturan tambahan
- Penjelasan.
115
Pada tahun 1999 sampai dengan 2002 diamandemenkan susuai dengan aturan tambahan pasal II
UUD 1945 setelah diamandemenkan berbunyi “ dengan ditetapkannya perubahan UUD ini,
UUD Negara RI th. 1945 terdiri atas pembukaan dan pasal-pasal”.
BAB VIII
116
MAKNA DAN HAKIKAT PEMBUKAAN UUD 1945
Udang-Udang Dasar merupakan sumber hukum tertinggi dari hukum yang terlaku di
Indonesia, sedangkan Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber dari motivasi dan aspirasi
perjuagan serta tekad bangsa Indonesia untuk mencapai tujuan nasionl. Pembukaan juga
merupakan sumber dari cita hukum dan cita moral yang ingin ditegakkan hak dalam lingkungan
nasional maupun dalam hubungan pergaulan bangsa-banga didunia. Pembukaan yang
dirumuskan secara padat dan khidnat dalam empat alinea itu setiap alinea dan kata-katanya
mengadung arti dan makna yang sangat dalam,mempunyai nilai-nilai yang universal dan lestari.
Universal,karena mengadung nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa beradab di
seluruh muka bumi. Lestari,karena mampu menampung dinamika masyarakat,dan akan tetap
menjadi landasan perjuangan bangsa dan Negara selama bangsa Indonesia tetap setiap kepada
Negara proklamasi 17 Agustus 1945.
Pembukaan UUD 1945 bersama-samadengan UUD 1945 disahkan oleh PPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945 dan diudangkan termuat dalam Berita Negara Republik Indonesia Th.II
No.7 tanggal 1945.
Menurut Prof. Notonagoro (1945), pembukaan UUD 1945 menurut isinya dapat dibagi
atas 4 bagian, yaitu:
Bagian I : pernyataan segala bangsa akan kemerdekaan.
Bagian II :Mengadung pernyataan tentang berhasilnya perjuangan kemerdekaan Republik
Indonesia.
Bagian III :pernyataan kemerdekaan Republik Indonesia.
Bagian IV : mengikrarkan pernyataan pembentukan pemerintah Negara dengan dasar
kerokhanian Negara yang lazimnya disebut Pancasila.
Di antara keempat bagian tersebut di atas dapat diadakan “garis pemisah” mengenai adanya
rangkaian peristiwa dan keadaan,berkenaan dengan berdirinya Negara Indonesia melalui
pernyataan kemerdekaan kebangsaan Indonesia yaitu:
117
a. Rangkaian peristiwa dan keadaan yang mendahului terbentuknya Negara yang
merupakan rumusan dasar-dasar pemikiran Kebangsaan Indonesia dalam wujud
terbentuknya Negara Indonesia (Alinea I, II, III pembukaan).
b. Yang merupakan ekpresi peristiwa dan keadaan setelah Negara Indonesia
terwujud(Alinea IV pembukaan)
Garis pemisah antara kedua macam peristiwa dan keadaan tersebut,dengan jelas ditandai oleh
pengertian yang terkandung dalam istilah “Kemudian dari pada itu” pada alinea IV Pembukaan,
sehingga dapatlah ditentukan sifat hubungan antara masing-masing bagian pembukaan dengan
batang tubuh UUD 1945.
Pembukaan UUD 1945 terdiri dari empat alinea,dan setiap alinea memiliki spesifikasi jika
ditinjau berdasarkan isinya. Alinea I, II ,III memuat segolongan pernyataan yang tidak memiliki
hubungan kausal organis dengan pasal-pasalnya.Bagian tersebut memuat serangkaian pernyataan
yang menjelaskan peristiwa yang mendahului terbentuknya Negara Indonesia. Bagian alinea ke
IV memuat dasar-dasar fundamental Negara.Oleh karena itu alinea IV memiliki hubungan
‘kausal arganis’ dengan pasal-pasal UUD 1945 yang mencakup beberapa segi :
1. UUD dtentukan aka nada.
2. Yang diatur dalam UUD ialah tentang pembentukan pemerintah Negara yang memenuhi
pelbagai persyatan.
3. Negara Indonesia berbentuk Republik yang berkedaulatan rakyat.
4. Ditetapkannya dasar Kerokhanian (filsafat Negara pancasila)
Pada alinea I, II, III dikatakan tidak mempunyai hubungan kausal organis dengan UUD 1945
sebab:
1. Alinea I, II, III itu pernyataan keadaan sebelum terbentuknya Negara.
2. Alinea I, II, III memuat segolongan pernyataan ysang materinya tidak ada yang
memungkinkan untuk bisa terbentuknya UUD.
Pada alinea IV dikatakan mempunyai hubungan kausal organis dengan UUD, sebab:
1. Alinea IV pernyataan mengenai keadaan setelah Negara Indonesia.
2. Alinea IV memuat pokok-pokok pikiran, dimana pokok-pokok pikiran itu harus
diwujudkan di dalam UUD melalui pasal-pasalnya.
3. Alinea IV merupakan ‘sebab adanya’dari adanya UUD Negara ,hal ini diwujudkan di
dalam suatu bentuk kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam kalimat:’’…. Maka
118
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Udan-Udang Dasar
Negara Indonesia …’. Kalimat tersebut merupaka/mengandung “perintah” untuk segera
dibentuk adanyaUUD sebagai Hukum Dasar.
B. Hakekat dan Kedudukan Pembukaan UUD1945.
Dalam alinea keempat pembukaanUUD 1945 ditemukan unsure-unsur yang menurut ilmu
hukum disyaratkan bagi adanya suatu tertib hukum yaitu kekuatan dari keturunan dari
keseluruhan peraturan-peraturan.
Menurut Notonegoro (1980), syarat-syarat yang dimaksud meliputih empat hal:
1. Adanya kesatuan subyek (penguasa) yang mengadakan peraturan-peraturan hukum.
Terpenuhi oleh adanya suatu pemerintah republic Indonesia.
2. Adanya suatu asa kerohanian yang menjadi dasar dari keseluruhan peraturan hukum.
Terpenuhinya oleh adanya pancasila.
3. Adanya kesatuan daerah waktu dimana keseluruhan peraturan humum yang berlaku,
terpenuhi oleh penyebutan seluruh tumpah darah Indonesia.
4. Adanya kesatuan waktu dimana keseluruhan peraturan hukum itu berlaku. Terpenuhi
oleh penyebutan disusnlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia yang menyangkut saat
mulai timbulnya Negara sampai saat seterusnya.
Dengan demikian maka peraturan-peraturan hukum yang ada dalam Negara RI mulai saat
berdirinya pada tanggal 17 agustus 1945, merupakan suatu tertib hukum, yaitu tertib hukum
Indonesia.
Pembukaan UUD 1945 baik mengenai segi terjadinya, maupunisisnyatelah dapat
memenuhi unsure-unsur yang diisyaratkan sebagai pokok kidah Negara yang fundamental ( Staat
Fundamental Norm), yaitu :
1. Menurut segi terjadinya, pembukaan UUD 1945 ditentukan oleh pembentukan Negara
dan hakekatnya dipisahkan dengan Batbg Tubuh UUD 1945 ditentukan oleh pembentuk
Negara dapat dikemukakan sebagai berikut : PPKI merupakan wakil-wakil bangsa
Indonesia yang berjuang menegakkan kemerdekaan. Yang cukup mempunyai sifat
representative. Soekarno-Hatta yang atas nama bangsa Indonesia, masing-masing adalah
ketua dan wakil ketua dari PPKI. Jadi pada saat PPKI menetapkan pembukaan
mempunyai kualitas sebagai pembentuk Negara, oleh karena itu melakukan tugas itu atas
kuasa dan bersama-sama membentuk Negara.
119
2. Isi dari pembukaan UUD 1945 terutama alinea keempat memuat :
a. Asas bentuk Negara ( republic yang berkedaulatan Rakyat )
b. Tujuan Negara ( melindungi segenab bangsa Indonesia dan seluruh tumpah dara
Indonesia dan untuk memajukkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,perdamaian
abadi dan keadilan sosial).
c. Perintah diadakan UUD Negara Indonesia ( maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu UUD Negara Indonesia)
d. Azas kerohanian Negara. ( pancasila). ( Darji Darmodiharjo, 1985)
Sebagai pokok kaidah Negara yang fundamental, dalam hukum mempunyai hakekat dan
kedudukan yang tetap, kuat, dan tak berubah, terlekat pada kelangsungan hidup Negara yang
telah dibentuk.
Dalam hierachis tertib hukum, pembukaan adalah yang tertinggi dan UUD terpisah dari
padanya dan berada dibawahnya. Terpisah bukan dalam arti tidak mempunyai hubungan denga
Batang Tubuh UUD 1945 terdapat hubungan Kausal-Organis, dimana UUD harus menciptakan
poko-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan. Jadi terpisah, adalah arti mempunyai
hakekat dan kedududkan tersendiiri dalam pembukaan lebih tertinggi derajatnya dari pada UUD
bahkan yang tertinggi dalam urutan hierarchis tertib hukkum.( Kaelan 1987)
C. Hubungan antra pokok-pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945 denag pasal-pasal
UUD 1945
1. Pokok-pokok pikiran UUD 1945
Menurut penjelasan resmi dari pembukaan UUD 1945 yang termuat dalam berita republic
Indonesia tahun II No. 7, dijelaskan bahwa pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok
pikiran yang meliputi suasana kebatinan dari UUD Negara Indonesia. Poko-pokok pikiran ini
mewujudkan cita-cita hukum( Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar Negara baik hum dasar
tertulis (UUD) maupun hukum dasar tidak tertulis( convensi)
Berdasarkan penjelasan UUD 1945, pembukaan UUD mempunyai fungsi atau hubungan
langsung denagn Batang Tubuh UUD 1945 dengan menyatakan bahwa pembukaan UUD 1945
itu mengandung pokok-pokok pikiran yang diciptakan dan dijelmakan dalam Batang Tubuh
UUD 1945 yaitu dalam pasal-pasalnya.
120
Ada empat pokok pikiran yang terkandung daalm pembukaan UUD 1945 yang meiliki
makna yang sangat dalam, yaitu sebagai berikut :
1. “ Negara” – begitu bunyinya – “ melindungi segenab bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia denagn berdasar atas persatuan dan seluruh tumpah darah
Indonesia denga berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
Rakyat Indonesia”. Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian Negara Persatuan,
Negara yang melindungi dan meliputi sgenap bangsa seluruhnya. Jadi Negara menagatasi
segala paham golongan,menagatsi segala paham peseorangan. Negara, menurut
pengertian “ pembukaan” itu menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia
seluruhnya. Inilah suatu dasar Negara yang tidak boleh dilipakan.
2. Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
3. Pokok ketiga yang terkandung dalam “ pembukaan” ialah Negara yang berkedaulatan
rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratn perwakilan. Oleh karena itu sistem
Negara yang terbentuk dalam UUD harus berdasar atas kedaulatan rakayat dan berdaasr
atas permusyawaratan perwakilan. Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat
Indonesia.
4. Pokok pikira keempat yang terkandung dalam “ pembukaan” ialah Negara berdasar atas
ketuhanan Ynag Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh
karena itu, UUD harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain
penyelenggaraan Negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan
memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
Apabila diperhatikan keempat pokok pikiran itu tampaklah bahwa pokok pikiran tidak lain
adal;ah pancaran dari falsafah Negara yakni pancasila.
2. Hubungan pokok pikiran pembukaan UUD 1945 dengan pasal-pasal UUD 1945
Pokok-pokok pikiran pembukaan UUD 1945 menurut penjelasan UUD 1945 meliputi suasana
kebatinan dari UUD Negara Indonesia serta mewujudkan cita-cita hukum yang mengusai dasar
Negara, baik yang tertulis meupun yang tidak tertulis, sedangkan pokok-pokok pikiran
inindijelmakan dalam pasal-pasal UUD 1945. Dapatlah disimpulkan bahwa Susana kebatinan
UUD 1945 serta cita-cita hukum UUD 1945 bersumber atau dijiwai oleh dasar falsafah
pancasila. Disinlah arti dan fungsi pancasila sebgaai dasar Negara.
121
Berdasarkan penjelasan tersebut adapat disimpulkan bahwa pembukaan UUD 1945
mempunyai fungsi hubungan langsung yang bersifat kausal organis denag batang tubuh UUD
1945, karena isi dalam pembukaan dijabarkan kedalam pasal-pasal UUD 1945. Maka
pembukaan UUD 1945 yang memuat dasar filsafat Negara dan UUD merupakan suatu kesatuan
yang tak dapat dipisahkan, bahkan merupakan rangkaina kesatuan nilai norma yang terpadu.
Batabg Tubuh UUD 1945 terdiri atas rangkaian pasal-pasal yang merupakan perwujudan dari
pokok-pokokm pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945, yang tidak lain adalah
poko-pokok pikiran : persatuan indonesai, keadilan sosial, kedaulatan rakyat berdasar atas
kerakyatan dan permusyawaratan/ perwakilan, ketuhanan Ynag Maha Esa menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradb. Pokok-pokok pikiran tersebut tidak lain adalah pancaran
dasar Negara republic Indonesia. Adapun pancasila itu sendiri memancarkan nilai-nuilai luhur
yang telah mampu memberikan semnagat kepada UUD 1945.
Semanagat dari UUD 1945 serta yang disemnagati yakni pasal-pasal UUD 1945 yang
pada hakekatnya merupakan suatu rangkain kesatuan yang bersifat kausal organis. Ketentuan
serta semnagat yang demikian inilah yang harus diketahui, dipahami serta dihayati oelh segegnap
bangsa indoensia yang mencintai negaranya.
Pokok-pokok pikiran yang terkandung daam pembukaan UUD 1945 dalam kaitannya
denag batang tubuh UUD 1945 adalah sebagai berikut :
1. Pokok pikiran pertama “ Negara- bgeitu bunyinya- melindungi segenab bangsa indoensia
dan selyuruh tumpahg darah Indonesia denga berdasar atas persatuan dengan
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Dalam pokok pikiran ini dijabarkan makna sebagai berikut:
a. Dalam pembukaan UUD 1945 diterima lairan oengertian Negara kesatuan, Negara yang
melindungi dan meliputi segenbap bangsa indoneia seluruhnya. Jadi Negara mengatasi
paham segala golongan dan menagatasi paham perseorangan.
b. Negara berdasar atas aliran pikiran Negara integrilitas ( staatsidee) yanitu menyatu denga
seluruh rakyat dalam segalla lapangan
c. Pokok pikiran pertaama diciptakan dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 1, pasal 35 dan pasal
36
2. Pokok pikiran kedua “ Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi nseluruh rakyat”.
Pokok pokoran ini mnegadung arti sebagai beikut:
122
a. Adanya kesadaran manusia Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untu
mencipatakan keadilan sisoal dalam kehidupan masyarakat.
b. Negara berkewajiban mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
c. Pokok pikirankedua ini diciptakan dalam UUD 1945 pada pasal-pasal :
27,28,29,30,31,32,33 dan 34.
3. Pokok pikiran ketiga “ negra yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan
permusyawaratan/perwakilan”.
Pokok pikiran ini mengadung arti sebagai berikut :
a. Sistem Indonesia harus berdasarkan kedaulatan rakyat dan permusyawaratn/perwakilan
b. Pokok pikiran kedaulatan rakayat ini berarti kedaulatan adalah di tangan rakyat dan
dilakukan menurut UUD
c. Pokok pikiran ketiga ini diciptakan dalam UUD 1945 pada pasal : 1 ayat (2),2,3, dan 37.
4. Pokok pikiran keempat : Negara berdasarkan atas Ketuhanan Ynag Maha Esa menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”.
Pokok pikiran ini mengadung arti sebgaai berikut:
a. Pemerintah dan lain-lain penyelenggara Negara berkewajiban untuk memelihara budi
pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat luhur
b. Pokok pikirsn keempat ini diciptakan dala UUD 1945 pada pasal 27 sampai dengan 34
D. Hubungan Antara Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila
Pembukaan UUD 1945 bersama-sama dengan UUD 1945 diundangkan dalam berita repuplik
Indonesia tahun II No. 7 ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 agustus 1945. Inti dari pembukaan
UUD 1945, pada hakikatnya terdapat dalam alinea IV. Sebab segala aspek penyelenggara
pemerintah Negara yang berdasarkan pancasila terdapat dalam pembukaan alinea IV. Oleh
karean itu justru dalam pembukaan itulah secraa formal yuridids pancasila ditetapkan sebagai
dasar filsafat Negara repuplik Indonesia. Dengan demikian hubungan antara pembukaan UUD
1945 dengan pancasila terdapat dua hal yakni hubungan yang bersifat formal dan material.
1. Hubungan secara formal
Segala aspek penyelenggara pemerintah Negara yang berdasarkan pancasila terdapat dalam
alinea keempat dalam pembukaan UUD 1945. Dengan terdapatnya pancasila dalam pancasila
dalam pembukaan maka secara formal yuridis pancasila ditetapkan sebagai dasar filsafat Negara
republic Indonesia, dan mengandung makna sebagai berikut:
123
1. Bahwa rumusan pancasila sebagai dasar Negara republic Indonesia adalah seperti yang
tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV
2. Bahwa pembukaan UUD 1945, berdasarkan pengertian ilmiah, merupakan pokok kaidah
Negara yang fundamental dan terhadap tertib hukum Indonesia mempunyai dua macam
kedududkan: 1. Sebagai dasarnya, karena pembukaan itulah yang memberi faktor-faktor
mutlak bagi adanya tertib hukum Indonesia, dan 2. Memasukkan dirinya di dalam tertib
hukum sebagai tertib hukum tertinggi.
3. Bahwa dengan demikian pembukaan UUD 1945 berkedudukan dan berfungsi, selain
sebagai mukaddima dari UUD 1945 dalam kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, juga
berkedudukan sebagai suatu yang beresksistensi sendiri, yang hakikat keduduklan
hukumnya berbeda dengan pasal-pasalnya. Karena pembukaan UUD 1945 yang intinya
adalah pancasila adalah tidak tergantung pada batang tubuh UUD 1945, bahkan sebagai
sumbernya.
4. Bahwa pancasila dengan demikian dapat disimpulkan mempunyai hakekat sifat,
kedudukan da fungsi sebagai pokok kaidah Negara yang fundamental, yang menjelmakan
dirinya sebagai Negara republic Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus
1945
5. Bahwa pancasila sebagai inti pembukaan UUD 1945 dengan demikian mempunyai
kedudukan yang kuat, tetap tidak dapat diubah dan terlekat pada kelangsungan hidup
Negara republic Indonesia. ( Kaelan, 2004,hal 173)
Dengan demikian pancasila sebagai substansi esensial dari pembukaan, rumusan tidak
boleh lain selain yang terdapat dalam pembukaan. Perumusan yang menyimpang dari ketentuan
di dalam pembukaan adalah mengubah secara tidak sah pembukaan UUD 1945, baik secara
ilmiah maupun atas dasar hukum positif dan bertentangan dengan ketetapan MPRS No.
XX/MPRS/1996 dan juga ketetapan MPR No. V/MPR/1973.
124
membicarakan dasar Negara, pancasila maka selanjutnya tersusunlah Piagam Jakarta yang
disusun oleh panitia Sembilan
Jadi berdasarkan urut-urutan tertib hukum Indonesia pembukaan UUD 1945 adalah
sebagai tertib hukum yang tertinmggi, adapun tertib hukum Indonesia bersumberkan pada
pancasila, atau dengan kata lain pancasila sebagai sumber tertib hukum Indonesia. Hal ini berarti
secara material tertib hukum Indonesia dijabarkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam
pancasila. Pancasila sebagai sumber tertib hukum Indonesia meliputi sumber nilai,sumber
materi,sumber bentuk dan sifat.( Kaelan,2004, hal 174)
125
harus dilaksanakan setelah adanya Negara, maka dapatlah ditentukan letak dan sifat hubungan
antara proklamasi dan pembukaan UUD 1945 yaitu:
a. Disebutkan kembali npernyataan kemerdekaan dalam alinea ketiga pembukaan UUD
1945 menujukkan bahwa antra proklamasi dan pembukaan UUD 1945 merupakan suatu
rangkaian yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
b. Ditetapkan pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 nagustus 1945 bersama-sama
ditetapkannya UUD, presiden, dan wakil presiden merupakan realisasi bagian kedua
proklamasi.
c. Pembukaan UUD 1945 hakekatnya merupakan pernyataan kemerdekaan yang lebih
terperinci dengan memuat pokok-pokok pikiran adanya cita-cita luhur yang menajdi
semanagt pendorong ditegakknya kemerdekaan dalam bentuk Negara Indonesia yang
merdeka,bedaulat,bersatu,adil dan makmur dengan berdasarkan asa kerohanian pancasila.
d. Denaga demikain sifat hubungan antara pembukaan UUD 1945 dan proklamasi adalah :
- Memberikan penjelasan terhadap dilaksanakan proklamasi pada tanggal 17 aguitus 1945,
yaitu menegakkan hak setiap bangsa akan kemerdekaan dan demi ini pulahlah bangsa
Indonesia berjuang terus-menerus sampai pada akhirnya menagntarkan bangsa Indonesia
ke depan pintu gerbang kemerdekannya. ( alinea I dan II)
- Memeberikan penegasan terhadap dilaksanakannya proklamaasi 17 agustus 1945 yaitu
bawha perjuanagan gigih menegakkan hak kodrat dan hak moral atas kemerdekaan itu
adalah penjajahan atas bangsa Indonesia yang tidak sesuai dengan prikeadilan itu telah
diridohi oleh Tuhan Yang Maha Esa sehingga pada akhirnya berhasil memproklamasikan
kemerdekaannya( alinea I,II,dan III)
- Memeberikan pertanggung jawaban terhadap dilaksanakannya proklamasi 17 agustus
1945 , yaitu, bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia yang idperoleh melalui perjuangan
luhur, disusndlaam suatu UUD negra Indonesia yang berkedaulatan rakayat berdasarkan
kepada pancasila ( alinea IV) ( Darji Darmiodihardjo,1985)
Khususnya memperhatikan isi pengertian bagian kedua proklamasi yang menetapkan tindakan-
tindakan segera yang harus diselenggarakan berhubungan dengan pernyataan kemerdekaan maka
dapat ditarik eksimpulan sebagai berikut:
1. Bagian pertama prolamasi, meperoleh penjelasan ,penegasan,dan pertanggung jawaban
pada alinea I ampai dengan alinea III pembukaan UUD 1945
126
2. Bagian kedua proklamasi meperoleh penjelasan fdan penegasaan pada alinea ke IV
pembukaan UUD 1945 yaitu:
a. Hal tujan Negara
b. Hal UUD Negara yang akan disusun sebgaai landasan pembentukan pemerintah Negara
c. Hal membentuk Negara republic yang berkedaulatan rakyat
d. Hal atas kerohanian ( filsafat) Negara pancasila
Berpegang pada sifat hubungan antara proklamasi 17 agustsu 1945 dan pembukaan UUD
1945 yang tidak hanya menjelaskan dan menegaskan tetapi juga mempertanggung jawabkan
proklamasi sehingga hubungan itu tidak hanya bersifat fungsional-organis, tetapi tegas bersifat
monitis-organis, artinya bahwa antara proklamasi dan pembukaan UUD 1945 merupakan amanat
kesatuan yang bulat. Apa yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 merupakan amanat
keramat proklamasi 17 agustus 1945.
Jadi kalau proklamasi memberitahukan kepada dunia, bahwa rakyat Indonesia telah
menajdi satu bangsa merdeka, dan merupakan sumber kekuatan dan tekad perjuanagan kita, serta
telah melahirkan dan emmbangkitkan kembali pedoman-pedoman untuk mengisi kemerdekaan
nasional kita, untuk melaksanakan usaha-usaha kenegaraan kita, untuk mengisayfi usaha
menegmabngakn kebangsaan kita.
Proklamasi kemerdekaan yang bersisi pernyataan kemerdekaan adalah sumber hukum
pemerintahan Negara kesatuan RI, karena tanpa proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945 tidak
ada Negara RI. P;roklamasi kemerdekaan itu kemudian diwujudkan dalam ebntuk pernyataan
kemerdekaan yang berbentuk pembukaan UUD 1945 khususnya alinea ketiga.
127
BAB IX
128
- Golongan peenekanan
- Alat komunikasi politik
- Tokoh-tokoh politik
Baik supra struktur politik yang terdapat dalam sistem ketatanegraan masing-masing
saling mempengaruhi serta mempunyai kemampuan untuk mengendalikan pihak lain. Dalam
sistem demokrasi, mekanisme interaksi didalam proses penetuan kebijaksanan atau keputusan
politik, maka kebijaksanaan atau keputusan politik itu merupakan masukan ( input) dari infra
struktur kemudian dijabarkan sedemikian rupa oleh pembuatan kebijaksanaan atau keputusan
politik merupakan keseimbangan dinamis antara prakarsa pemerintah dan partisispasi aktif
rakyat atau warga Negara.
Berdasarkan cirri-ciri sistem demokrasi maka penjabaran demokrasi dalam
ketatanegaraan Indonesia dapat ditemukan dalam konsep demokrasi sebagaimana terdapat dalam
pembukaan UUD 1945 yaitu” …. Suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakayat ….” Dan kemudian dilanjutkan dalam pasal 1 yang berbunyi “ Negara Indonesia ialah
Negara kesatuan yang berbentuk Republik “ (ayat 1) , “ kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilakukan menurut Undang-undang dasar” ( ayat 2).
Rumusan kedaulatan di tanagn rakyat menujukkan bahwa kedudukan rakyatlah yang
tertinggi dan paling sentral. Rakyat adalah sebagai asal mula kekuasaan Negara dan sebagai
tujuan kekuasaan Negara. Oleh karena itu “ rakyat” adalah merupakan paradigm sentral
kekuasaan Negara. Adapun menurut UUD 1945 adalah sebagai berikut:
1. Kensep kekuasaan
Konsep keuasaan Negara menurut demokrasi sebagai terdapat dalam UUD 1945 adalah :
1. Kekuasaan di tangan rakyat
Pembukaan UUD 1945 alinea IV
“…… maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang
dasar Negara Indonesia,yang terbentuk dalam suatu sususnan Negara republic Indonesia yang
berkedaulatan r
Rakyat……”
Pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945 “ Negara yang berkedaulatan rakyat,
berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan “ ( pokok pikiran III).
129
UUD 1945 Ps 1 ( 1 ) “ Negara Indonesia Indonesia ialah Negara kesatuan yang
berbentuk republic “ UUD 1945 Ps 1 ( 2) “ kedaulatan berada di tangan rakayat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang dasar Negara.
2. Pembagian kekuasaan
Sebagaimana dijelaskan bahwa kekuasaan tertinggi adalah ditanganrakayt, dan dilakukan
menurut Undang-Undang Dasar ( pasal 1 ayat 2 ), oleh karena itu pembagian kekuasaan menurut
demokrasi sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 hasil amandemen dapat dibuat dalam
struktur sebagai berikut:
UUD 1945
Catatan :
BPK = Badan Pemeriksaan Kekuasaan
MPR = Majelis Permusyawaratan Rakyat
DPR = Dewan Perwakilan Rakyat
DPD = Dewan Perwakilan Daerah
MA = Mahkamah Agung
MK = Mahkamah Konstitusi
KY = Komisi Yudisial
a. Kekuatan eksekutif, didelegasikan kepada presiden ( Ps 4 ayat 1)
b. Kekuasaan legislative , didelegasikan kepada DPR ( Ps 20)
c. Kekuasaan Yudikatif, didelegasikan kepada MA dan MK ( Ps 24 ayat 1)
d. Kekuasaan inspektif, atau pengawasan didelegasikan kepada BPK dan DPR ( Ps 20 A
ayat 1)
130
e. Tidak ada kekuasaan konsultatif. DPA dihapus dan digantikan oleh Dewan
Pertimabangan Presiden yang bukan lembaga Negara ( Ps 16)
3. Pembatasan kekuasaan
Pembatasan kekuasaanmenurut konsep UUD 1945 melalui proses atau mekanisme 5 tahunan,
meliputi periode,pengawasan dan pertanggung jawaban kekuasaan. Pasal 20 A 1 memuat “
DPR” meiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran,dan fungsi pengawasan ini berarti melakukan
pengawasan terhadap jalannya pemerintahan yang dijalankan oleh presiden dalam jangka waktu
5 tahun.
2. Konsep pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan menurut UUD 1945 dapat dirinci sebagai berikut ;
- Keputusan didasarkan pada suatu musyawara sebagai asasnya, artinya segala keputusan
yang diambil sejauh mungkin diusahakan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat.
- Namun demikian mufakat tidak tercapai, maka dimungkinkan pengambilan keputusan itu
melalui suara terbanyak.
Hal itu didasarkan pada ketentuan pokok pikiran pembukaan “ ….. oleh karena itu sistem
Negara yang terbentuk dalam UUD 1945, harus berdasar atas permusyawaratan perwakilan.
Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia “. ( Pokok Pikiran III). Contoh
putusan MPR ditetapkan dengan suara terbanyak, pasal 7B ayat 7 UUD 1945 “ keputusan MPR
atas ususl pemberhentian presiden dan/au wakil presiden harus diambil dalam rapat paripurna
MPR yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota dan disetujui oleh
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah presiden dan/atau wakil
presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna MPR”.
3. Konsep Pengawasan
Konsep pengawasan menurut UUD 1945 ditentukan sebagai berikut:
1. Pasal 1 ayat 2 “ kedaulatan adalah ditanagn rakyat dan dilakukan menurut Undang-
Undang Dasar”
2. Pasal 2 ayat 1” majelis permusyawaratan rakyat terdiri atas anggota dewan perwakilan
rakayat dan anggota dewan perwakilan daerah”
131
3. Penjelasan UUD 1945 tentang kedudukan DPR disebut” …. Kecuali itu anggota-anggota
DPR semuanya merangkap mejadi anggota MPR. Oleh karena itu DPR dapat senantiasa
mengawasi tindakan-tindakan presiden……”
Berdasarkan ketentuan tersebut maka konsep pengawasan menurut demokrasi Indonesia sebagai
tercantum dalam UUD 1945 pada dasarnya adalah sebagai berikut:
- Dilakukan oleh seluruh warga Negara, karena kekuasaan di dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia adalah di tanagn rakyat
- Secara formal ketatanegaraan pengawasan berada pada DPR.
132
Dengan landasan dan semangat Negara hukum dalam arti material itu. Setiap tindakan
Negara haruslah mempertimbangkan dua kepentingan, yaitu kegunaannya (doelmatigheid) dan
dasar hukumnya (rechtmatigheid). Oleh sebab itu perlu kiranya dipahami cirri-ciri Negara
hukum yang sudah berlaku umum bagi Negara yang berdasarkan kepada hukum. Cirri-ciri
negara hukum tersebut antara lain :
a. Pengakuan akan hak asasi manusia.
b. Adanya asas legalitas, dan
c. Adanya suatu peradilan yang bebas dan tidak memihak.
2. Sistem Konstitusional
Pemerintah berdasarkan atas sisrem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolute (kekuasaan
yang tidak terbatas). Sistem KOnstitusional memberikan penegasan bahwa cara pengendalian
pemerintah dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi, yang dengan sendirinya juga oleh
Ketetapan MPR, Undang-Undang, dan lain-lain. Dengan demikian sistem ini memperkuat dan
menegaskan lagi sistem Negara hukum.
Dengan landasan kedua sistem Negara hukum dan sistem konstitusional diciptakan
sistem mekanisme hubungan dan hukum antar lembaga Negara, yang sekiranya dapat menjamin
terlaksananya sistem itu sendiri dan dengan sendirinya juga dapat memperlancar pelaksanaan
pencapaian cita-cita nasional.
3. Kekuasaan Negara yang Tertinggi di Tangan rakyat
Menurut UUD 1945 hasil amademen 2002 kekuasaan tertinggi di tangan rakyat, dan
dilaksanakan menurut UUD (Pasal 1 ayat 2). Hal ini berarti terjadi suatu reformasi kekuasaan
tertinggi dalam Negara secara kelembagaan tinggi Negara, walaipun esensinya tetap rakyat yang
memiliki kekuasaan. MPR menurut UUD 1945 hasil amademen 2002, hanya memiliki
kekuasaan melakukan perubahan UUD, melntik Presiden dan Wakil Presiden, serta
memberhentikan Presiden/Wakil Presiden sesuai masa jabatan, atau jikalau melanggar suatu
konstitusi. Oleh sebab itu sekarang Presiden bersifat ‘Neben’ bukan ‘Undergeodnet’ karena
Presiden dipilih langsung oleh rakyat (Pasal 6A ayat 1 UUd 1945 hasil amademen 2002).
4. Presiden ialah Penyelenggara Pemerintah Negara yang Tertinggi di samping MPR dan
DPR
Kekuasaan Presiden menurut UUD 1945 sebelum dilakukan amademen, dinyatakan dalam
Penjelasan UUD 1945, sebagai berikut: “Di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat, Presiden
133
ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi. Dalam menjalankan Pemerintaha Negara,
kekuasaan dan tanggung jawab adalah di tangan Presiden”.
Berdasarkan UUd 1945 hasil amademen 2002, Presiden merupakan penyelenggara pemerintahan
tertinggi. Dalam menjalankan pemerintahan Negara kekuasaan dan tanggung jawab adalah di
tangan presiden”.
Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen 2002, presiden merupakan penyelenggara
pemerintahan tertinggi disamping MPR dan DPR, karena presiden dipilih langsung oleh rakyat
( pasal 6A ayat 1 UUD 1945). Jadi menurut UUD 1945 ini presiden tidak lagi merupakan
mandataris MPR, melainkan dipilih langsung oleh rakyat.
134
7. Kekuasaan Negara Tidak tak Terbatas
Menurut UUD 1945 hasil amandemen 2002, presiden dan wakil presiden dipilih oleh rakyat
secara lansung ( pasal 6A ayat 1 UUD 1945). Dengan demikian dalam sistem kekuasaan
kelembagaan Negara presiden tidak lagi merupakan mandataris MPR bahkan sejajar dengan
DPR dan MPR. Hanya jikalau presiden melanggar UUD maupun Undang-Undang maka MPR
dapat melakukan impheachment.
Meskipun kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, ia bukan dictator, artinya
kekuasaan tidak tak terbatas. Meskipun presiden setelah UUD 1945 diamandemen bukan lagi
mandataris MPR, namun demikian presidentidak dapat membubarkan DPR ataupun MPR.
Disamping itu presiden harus memeperhatikan sungguh-sungguh suara DPR.
Jadi sesuai, dengan sistem ini kebijakan atau tindakan presiden dibatasi pula oleh adanya
pengawasan yang efektif oleh DPR. Sistem atau mekanisme ini merupakan sarana preventif
untuk mencegah pemerosotan sistem konstitusional menjadi absolutism.
135
1. MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum
2. Keanggotaan MPR diresmikan sekaligus dengan peresmian anggota DPR dan DPD yang
ditetapkan satu naskah dalam keputusan presiden. Nama-nama anggota DPR dan DPD
berdasarkan hasil pemilih umum dilaporkan oleh KPU kepada presiden
3. Masa jabatan anggota MPR adalah lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota
MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji
4. Sebelum memangku jabatannya, anggota MPR mengucapkan sumpah/janji bersama-sama
yang dipandu oleh ketua mahkamah Agung dalam sidang paripurna MPR. Sumpah/janji
sebagaimana dimaksud sesuai dengan pasal 5 ayat 1 dan 2 UU No. 22 tahun 2003
136
Hak dan Kewajiban
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang MPR, maka anggota MPR mempunyai hak:
1. Mengajukan usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar.
2. Menentukan sikap dalam pilihan dalam pengambilan keputusan.
3. Memilih dan dipilih.
4. Membela diri
5. Imunitas.
Hak imunitas atau hak kekebalan hukum anggota MPR adalah hak untuk dapat dituntut di
muka pengadilan karena pernyataan dan pendapat yang disampaikan dalam rapat-rapat
MPR denga pemerintah dan rapat-rapat MPR lainnya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
6. Protokoler
Yang dimaksud dengan hak protokoler adalah hak anggota MPR untuk memperoleh
penghormatan berkenaan dengan jabatannya dalam acara-acra kenegaraan atau arara
resmi maupun dalam melaksanakan tugasnya.
7. Keuangan dan dan Administratif
Anggota MPR mempunyai kewajiban:
1. Mengamalkan Pancasila
2. Melaksanakan Undang-Undang Dasar 1045 dan peraturan perundang-undangan.
3. Menjaga keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia dan kerukunan nasional.
4. Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.
5. Melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah.
MPR Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945
Perbedaan MPR sebelum dan sesudah Amandemen UUD 1945 dapat dilihat dalam bagan
sebagai berikut:
Peerbedaan Sebelum Amandemen UUD 1945 Sesudah Amandemen UUD 1945
Komposisi DPR, Utusan Daerah, dan golongan Anggota DPR dan DPD
Rekrutmen DPR (lewat Pemilu dan diangkat) Seluruh anggota DPR dan DPD
dipilih lewat Pemilu
Legislasi Oleh MPR Kekuasaan legislasi ada di DPR, DPD
juga dapat mengajukan dan membahsa
RUU berkaitan dengan ekonomi
137
daerah.
Kewenangan Menetapkan UUD dan garis-garis Mengubah dan menetapkan UUD,
besar dari pada haluan negara melantik Presiden dan/atau Wakil
Presiden, dan dapat memberhentikan
Presiden dan/atau Wakil Presiden
dalam masa jabatannya menurut
UUD.
2. Presiden
Kekuasaan Kepala Pemerintahan
Menurut Pasal 4 UUD 1945, Presiden Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
UUD, artinya Presiden adalah kepala pemerintahyan eksekutif dalam negara. Di dalam
menjalankan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang wakil Presiden. Dalam hal ini
UUD tidak menetapkan pembagian tugas yang rinci. Dalam hal Presiden berhalangan tetap,
maka ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.
Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR (Pasal 5 ayat 1
UUD 1945) Dalam kepentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan
pemerintah sebagai pengganti undang-undang walaupun tanpa mendapat persetujuan DPR
sebelumnya (Pasal 22 ayat 1 UUD 1945). Sekalipun kekuatan hukumnya sama dengan undang-
undang, namun kedudukannya sebagai sumber hukum berdasarkan Tap MPR No.
III/MPR/2000, berada setingkat di bawah undang-undang. Hal ini berarti peraturan pemerintah
pengganti undang-undang (Perpu) tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Perpu bisa
diadakan supaya keselamatan negara dapat dijamin oleh pemerintah dalam keadaan yang
genting, yang memaksa pemerintah untuk bertindak lekas dan cepat. Meskipun demikian,
pemerintah tidak akan terlepas dari pengasan DPR. Oleh karena itu, Perpu harus disahkan pula
oleh DPR. Apabila ternyata dikemudian DPR tidak memberikan persetujuan, maka Presiden
harus mencabut Perpu tersebut (Pasal 22 ayat 3).
138
Menurut sistem pemerintahan negara berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen 2002,
bahwa Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Berdasarkan ketentuan tersebut maka
Presiden memilki legitimasi yang lebih kuat dibandingkan dengan sistem UUD 1945 sebelum
amandemen, karena didukung secara langsung oleh rakyat. Demikian pula terjadi pergeseran
kekuasaan pemerintahan sengara dalam arti, kekuasaan Presiden ini tidak lagi di bawah MPR
melainkan setingkat dengan MPR. Namun demikian hal ini tidak menjadi dictator, sebab jika
Presiden dalam melaksanakan tugasnya melanggar konstitusi maka MPR dapat melakukan
impeachment, yaitu memberhentikan Presiden dalam masa jabatnnya (pasal 3 ayat 3), dan
ditegaskan dalam pasal 7A sebagai berikut “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat
diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusayawaratan Rakyat atas usul Dewan
Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa
penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan
tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden .” Namun demikian untuk menjaga prses impeachment terhadap Presiden itu benar-
benar bersifat adil dan obyektif, maka harus diselesaikan melalui Mahkama Konstitusi (Pasal 7B
ayat 4, dan ayat 5). Jika Mahkamah Konstitusi, telah memutuskan bahwa Presiden/atau Wakil
Presiden benar-benar melanggar hukum, maka MPR harus melaksanakan siding dan keputusan
harus didukung oleh sekurang-kurangnya ¾ dari jumlah anggota dan didukung oleh 2/3 dari
jumlah anggota yang hadir (Pasal 7B ayat 7).
139
Kekuasaan Presiden Sebagai Kepala Negara
Pasal 10 samapai dengan pasal 15 mengatur kekuasaan Presiden selaku Kepala Negara.
Penjelasan pasal demi pasala adalah:
1. Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas angkatan darat, angkatan laut, dan angkata
udara (Pasal 10). Dalam pasal ini tidak disebutkan kepolisian negara. Namun, dalam
Ketetapan MPR No. VII/MPR/2000 menyatakan bahwa TNI (AD, AL, AU) dan
Kepolisian Negara RI berada di bawah Presiden. Pemimpin TNI seorang Panglima TNI,
sedangkan pemimpin Polri adalah Kepala Kepolisian RI. Keduanya diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR.
2. Hak menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan
persetujuan DPR (Pasal 11).
3. Menyatakan negara dalam keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang (Pasal 12).
4. Mengangkat duta dan konsul dan menerima penempatan duta negara lain (Pasal 13).
Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen dalam hal mengangkat duta, Presiden
memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13 ayat 2). Presiden menerima penempatan
duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13 ayat 3).
5. Memberi grasi, amnesty, abolisi, dan rehabilitasi (Pasal 14). Pasal ini mengalami
perubahan pada Perubahan Pertama UUD 1945, dimana dalam hal memberi grasi dan
rehabilitasi, Presiden harus memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Sedangkan
dalam memberikan amnesty dan abolisi, Presiden harus memperhatikan pertibangan
DPR.
6. Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan (Pasal 15). Dalam perubahan
pertama UUD 1945, kekuasaan Presiden sesuai dengan pasa 15 ini diatur dengan
Undang-Undang.
140
- Keanggotaan DPR diresmikan dengan Keputusan Presiden.
- Masa jabatan anggota DPR adalah lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota
DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.
- Anggota DPR sebelum memngku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara
bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam Sidang Pripurna
DPR.
141
- Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas petanggungjawaban keuangan
negara yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
- Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian
anggota Komisi Yudisial.
- Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk
ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
- Memilih tiga orang calon anggota hakim konstitusi dan mengajukannya kepada
Presiden ntuk ditetapkan.
- Memberikan pertimbangan kepada presiden untuk mengangkat duta, menerima
penempatan duta negara lain, dan memberikan pertimbangan dalam pemberian amnesty
dan abolisi.
- Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat
perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain, serta membuat perjanjian internasional
lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang
terkait dengan beban keuangan negara dan/atau pembentukan undang-undang.
- Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti asoirasi masyarakat.
- Melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang ditentukan dalam undang-undang.
1. Interpelasi
Yang dimaksud dengan hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan
kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta
berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
2. Angket
Yang dimaksud dengan hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan
terhadap kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada
kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
3. Menyatakan pendapat
142
Yang dimaksdu dengan hak menyatakan pendapat adalah hak DPR sebagai lembaga
untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar
biasa yang terjadi di tanah air atau situasi dunia internasional disertai dengan
rekomendasi penyelesainnya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan
hak angket atau terhadap dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan
pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, penyuapan, tindak pidana
berat lainnya atau perbuatan tercela maupun tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden.
b. Mengajukan pertanyaan. Hak anggota DPR untuk menyampaikan pertanyaan baik secara
lisan maupun tertulis kepada pemerintah bertalian dengan tugas dan wewenang DPR.
c. Menyampaikan usul dan pendapat. Hak anggota DPR untuk menyampaikan usul dan
pendapat secara leluasa baik kepada pemerintah maupun kepada DPR sendiri shinga ada
jaminan pendirian sesuai dengan panggilan hati nurani serta kredibilitasnya.
e. Membela diri.
f. Imunitas. Hak imunitas atau hak kekebalan hukum anggota DPR adalah hak untuk dapat
dituntut di muka pengadilan karena pernyataan dan pendapat yang disampaikan dalam
rapat-rapat DPR dengan pemerintah dan rapat-rapat DPR lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
g. Protokoler. Yang dimaksud dengan hak protokoler adalah hak anggota DPR untuk
memperoleh penghormatan berkenaan dengan jabatannya dalam acara-acara kenegaraan
secara resmi maupun dalam melaksanakan tugasnya.
143
Anggota DPR mempunyai kewajiban:
a. Mengamalkan Pancasila
b. Melaksanakan UUD 1945 dan mentaati peraturan perundang-undangan.
c. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
d. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan negara kesatuan
Republik Indonesia.
e. Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat.
f. Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
g. Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.
h. Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah
pemilihannya.
i. Mentaati kode etik dan Peraturan Tata Tertib DPR.
j. Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait.
4. Dewan Perwakilan Daerah
Susunan dan Keanggotaan
- DPD terdiri atas wakil-wakil daerah provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum.
- Anggota DPD dari setiap provinsi ditetapkan sebanyak empat orang.
- Jumlah seluruh anggota DPD tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR.
- Keanggotaan DPD diresmikan dengan Keputusan Presiden.
- Anggota DPD berdomisili di daerah pemilihannya dan selama bersidang bertempat
tinggal di Ibukota negara Republik Indonesia.
- Masa jabatan anggota DPD adalah lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat
anggota DPD yang baru mengucapkan sumpah/janji.
144
a. Mengajukan usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan pertibanan yang
berkaitan dengan bidang legislasi tertentu. Yang dimaksud dengan legislasi
tertentu dalam hal pengajuan fungsi pengajuan usul dan ikut membahas
rancangan undang-undang adalah menyangkut rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran serta penggabunan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Sedangkan dalam hal fungsi pemberian pertimbangan atau rancangan undang-
undang adalah menyangkut rancangan undang-undang anggaran endapatan dan
belanja negara, dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan, dan agama.
145
- DPA memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang APBN
dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.
Pertimbangan dimaksud diberikan dalam bentuk tertulis sebelum memasuki tahapan
pembahasan antara DPR dan pemerintah.
- DPD memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota Badan
Pemeriksa Keuangan.
- DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai
otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan
pusat dan daerah, pengelolaan suber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya,
pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan dan agama.
- DPD menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari Badan Pemeriksa Keuangan
untuk dijadikan bahan membuat pertibangan bagi DPR tentang rancangan undang-
undang yang berkaitan dengan APBN.
5. Mahkamah Agung
Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen kekuasaan kehakiman diatur dalam pasal 24, 24A,
24B, 24C dan pasal 25. Kekuasaaan kehakiman dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dan
Mahkamah Konstitusi serta Komisi Yudisial, yang masing-masing memunyai kedudukan dan
kewenangan yang berbeda.
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara adalah pemegang kekuasaan kehakiman yang merdeka, artinya
terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Salah satu jaminan bagi kebebasan kekuasaan
kehakiman itu antara lain terletak pada jaminan kedudukan hakim yang harus diatur dengan
undang-undang (Pasal 25). Undang-undang yang mengatur kekuasaan kehakiman adalah UU No.
14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang telah diganti
dengan UUU No. 35 Th. 1999. Dalam undang-undang itu disebutkan, bahwa kekuasaan
kehakiman merupakan kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara hukum
RI. Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan peradilan yang ditetapkan
146
dengan undang-undang dengan tugas pokok menerima, memeriksa, mengadili, dan
menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya.
Mahkamah Agung merupakan badan peradilan tertinggi, artinya terhadap putusan yang
diberikan tingkat akhir oleh badan peradilan lain dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah
Agung. MA juga melakukan pengawasan tertinggi atas tindakan badan-badan peradilan. Calon
Hakim Agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada DPR dan ditetapkan oleh Presiden. Jadi
Hakim Agung diangkat oleh Presiden selaku kepala negara dari daftar nama yang diusulkan oleh
DPR. Susunan MA terdiri dari pimpinan, hakim anggota, panitra, dan sekretaris jenderal.
Pimpinan MA terdiri atas seorang ketua dan wakil ketua dan beberapa orang ketua muda.
Mahkamah Agung berhak mengadili tingkat kasasi dan menguji peraturan perundang-undangan
di bawah undang-undang.
Sesuai dengan Undang-ndang No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi bahwa
Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud
UUD Negara RI tahun 1945. Permohonan yang bisa diajukan ke Mahkamah Konstitusi adalah
diajukan secara tertulis mengenai:
a. Pengujian undang-undang terhadap UUD 1945
b. Sengketa kewenangan lembaga negara yang kewarganegaraannya diberikan UUD 1945.
c. Pembubaran partai politik.
d. Perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
e. Pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan
pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak
pidana berat lainnya atau perbuata tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
147
Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen, kekuasaan kehakiman menganut sistem
bifurkasi (bifurcatin system) yang mana kekuasaan kehakiman terbagi kedalam dua cabang, yaitu
cabang peradilan biasa (ordinatory court) yang berpuncak kepada MA dan cabang peradilan
konstitusi yang mempunyai wewenang untuk melakukan constitutional review atas produk
perundang-undangan yang dijalankan oleh MK. Sistem bifurkasi kekuasaan kehakiman ini
dianut oleh beberapa negara Eropa, seperti Jerman, Prancis dan Rusia sebagai negara yang
mengalami transisi demokrasi. Beberapa alasan mengapa Indonesia menurut Abdul Hakim
Garuda Nusantara menganut sistem bifurkasi ini adalah:
1. Indonesia berada masa transisi yang sedang mereformasi sistem politik dan hukum
yang akan mempengaruhi legitimasi rezim yang berkuasa, karena tidak mungkin
constitutional review dilakukan oleh hakim yang sudah begitu lama mengabdi kepada
rezim orde baru.
2. Perrradilan konstitusi sesungguhnya merupakan suatu proses yang disebut sebagai
judicialization of politics, suatu proses untuk menguji bagaimana tindakan-tindakan
badan legislative dan eksekutif sesuai dengan konstitusi (Syahria Syarbani, 2003.
hal.135).
148
Pengangkatan dan Pemberhentian Hakim Konstitusi
- Hakim konstitusi harus memenuhi syarat sebagai berikut: memiliki integritas dan
kepribadian yang tidak tercela, adil dan negarawan, yang menguasai konstitusi dan
ketatanegaraan.
- Untuk dapat diangkat menjadi hakim konstitusi seorang calon harus memenuhi
syarat:
a. Warga negara Indonesia
b. Berpendidikan sarjana hukum
c. Berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun pada awal pengangkatan
d. Tidak pernah dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
e. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan, dan
f. Mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum sekurang-kurangnya 10
(sepuluh) tahun.
- Calon hakim konstitusi yang bersangkutan wajib membuat surat pewrnyataan
tentang kesediannya untuk menjadi hakim konstitusi.
- Hakim konstitusi dilarang merangkap menjadi: pejabat negara lainnya, anggota
partai politik, advokat, atau pegawai negeri.
- Hakim konstitusi masing-masing diajukan 3 (tiga) orang oleh Mahkamah Agung, 3
(tiga) orang oleh DPR, dan 3 (tiga) orang oleh Presiden, untuk ditetapkan dengan
keputusan Presiden.
- Masa jabatan hakim konstitusi selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya
untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Hakim konstitusi diberhentikan dengan hormat apabila:
a. Meninggal dunia.
b. Mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada Ketua
Mahkamah Konstitusi.
c. Telah berusia 67 (enam puluh tujuh) tahun.
d. Telah berakhir masa jabatannya, atau
149
e. Sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus yang dibuktikan dengan surat
keterangan dokter.
7. Komisi Yudisial
Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen pasal 24B mengatur mengenai Komisi Yudisial (KY)
sebagai ketentuan dan lembaga baru, yang dibagi menjadi empat ayat yang memuat hal-hal
berikut:
a. Komisi Yudisial adalah badan mandiri.
b. Komisi Yudisial mengusulkan calon Hakim Agung (ke DPR) dan wewenang lain untuk
menjaga dan menegakkan kehormatan keluhuran martabat, dan perilaku hakim.
c. Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan Presiden dengan persetujuan DPR.
d. Susunan, kedudukan, keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bertugas memeriksa langsung tanggung jawab tentang
keuangan negara dan hasil pemeriksaannya itu diberitahukan kepada DPR, DPD dan DPRD
(Pasal 23E ayat 2) untuk mengikuti dan menilai kebijaksanaan ekonomis financial pemerintah
yang dijalankan oleh aparatur administrasi negara yang dipmpin oleh pemerintah.
BPK bertugas untuk memeriksa tanggung jawab pemerintah tentang keuangan negara dan
memeriksa semua pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sehubungan
dengan tugasnya BPK berwenang meminta keterangan yang wajib diberikan oleh setiap orang,
badan instansi pemerintah atau badan swasta, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-
undang. Selain pelaksanaan APBN, diperiksa pula Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah,
Anggaran Perusahaan-Perusahaan milik negara dan lain-lain.
150
Hasil pemeriksaan BPK ini disertai sangsi pidana, apabila hasil pemeriksaan
mengungkapkan sangkaan terjadinya tindakan-tindakan pidana, atau perbuatan yang merugikan
negara, maka masalahnya diberitahukan kepada kepolisian atau kejaksaan. Ditinjau dari segi ini
maka hasil pemeriksaan BPK merupakan upaya yang menjamin terbinanya aparatur
pemerintahan dan aparatur perekonomian negara yang bersih dan sehat (Kaelan, 2004, hal. 217-
218).
Ketentuan tentang BPK diatur dalam pasal 23E, 23F, dan 23G UUD 1945 hasil
amandemen. Pada intinya BPK adalah badan yang bebas dan mandiri. Keanggotaannya dipilih
oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh Presiden. Ketuanya
dipilih oleh anggota BPK berkedudukan di Ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap
propinsi.
151
BAB X
HAK ASASI MANUSIA DALAM
UNDANG-UNDANG DASAR 1945
A. Pengantar
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan sesuatu yang penting di dalam kehidupan manusia,
dalam bernegara dan bermasyarakat karena setiap individu adalah anggota suatu masyarakat dan
sekaligus warga negara dari suatu negara. Agar dalam hidup bermasyarakat yakni hubungan
antara sesame individu tidak terjadi pertentangan dan supaya yang berkuasa tidak sewenang-
wenang bertindak, sehingga dapat merugikan rakyat, maka HAM itu perlu dijamin dan
dilindungi, bahkan keberadaannya mutak diperlukan.
a. Menurut susnan kodratnya, maka manusia itu merupakan kesatuan jiwa dan
raga/tubuh. Jiwa terdiri atas akal, rasa, kehendak. Sedangkan tubuh terdiri atass
unsur-unsur benda mati, tumbuh-tumbuhan dan binatang.
b. Menurut sifat kodratnya, maka manusia itu merupakan kesauan individu dan mahluk
sosial.
c. Menurut kedudukan kodratnya, maka manusia itu merupakan kesatuan yang berdiri
sendiri dan sebagai mahluk Tuhan.
Manusia sebagai mahluk yang wajar senantiasa ingin mencapai harkat yang wajar dan
martabatnya sebagai mansuia. Untuk mencapai perkembangan pribadinya yang wajar dan
mewujudkan kesejahteraan insane sepenuhnya, maka manusia harus meningkatkan
152
kemampuannya lewat pendidikan. Hal ini berdasarkan kodratnya bahwa manusia itu mula-mula
lebih merupakan potensi, yang harus berkembang secara terus menerus untuk mencapai tujuan
eksistensinya. Oleh karena itu hak untuk mengembangkan diri, terutama lewat pendidikan adalah
merupakan Hak Asasi Manusia.
Manusia adalah sebagai mahluk jasmaniah yang merupakan bagian dari alam semestaa
sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu manusia juga harus senantiasa
dipelihara, dibina dan ditingkatkan. Oleh karena itu manusia memerlukan makanan yang cukup
untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Dalam pengertian inilah maka manusia harus bekerja
sehingga kesempatan kerja adalah hak asasinya. Dengan pekerjaannya maka manusia akan
mendapatkan sesuatu sebagai hak miliknya. Oleh karena itu hak milik adalah merupakan HAM.
Sifat kodrat manusia sebagai mahluk individu dan mahluk sosial merupakan sumber nilai
dan norma dalam rangka pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, misalnya tentang bentuk
negara, tujuan negara, kekuasaan negara, sistem demokrasi , serta segala aspek penyelenggaraan
negara termasuk pelaksanaan HAM.
Dari sisi mahluk hidup, manusia memiliki hak-hak sebagai kodrat manusia dan
merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak tersebut perlu untuk direalisasikan serta
dimanifestasikan untuk peningkatan harkat dan martabat manusia sebagai manusia. Namun
dalam kenyataannya untuk mengembangkan potensi serta menjamin HAM tersebut ridaklah
mungkin dilakukan oleh dirinya sendiri. Apabila jaminan HAM dilaksanakan oleh dirinya sendiri
maka tidak mustahil akan terjadi perbenturan kepentingan, sehingga akan Nampak seperti apa
yang dikatakan Thomas Hobbes manusia itu”homo hominilupus”. Oleh karena itu manusia
membentuk suatu persekutuan hukum yang mampu melindungi dan menjamin HAM, dan dalam
pengertian inilah manusia membentuk negara.
Dengan mendapatkan pengertian Hak asasi yang bertolak dari hakekat manusia, maka
HAM itu sangat penting dan perlu sekali dimasukkan kedalam konstitusi serta setiap negara
harus menghormatinya. Sejarah menunjukkan bahwa sejak Magna Charta (1215) orang telah
153
berusaha untuk menempatkan jaminan atas HAM dalam berbagai piagam, sampai pada
Universal Declaration of Human Rights (1948). Sejarah ketatanegaraan Indonesia juga mencatat
penyusunan pasal-pasal mengenai Hak asasi di dalam UUD 1945. UUD 1945 sebelum di
amandemen memang tidak ada istilah tentang Hak Asasi Manusia, namun pasal-pasal tentang
pernyataan HAM terdapat di dalam UUD 1945.setelah di amandemen pernyataan tentang Hak
Asasi Manusia secara eksplisit terdapat dalam Bab XA pasal 28A sampai dengan pasal 28J.
Tulisan ini berusaha membandingkan Hak Asasi Manusia yang terdapat dalam UUD 1945
sesudah diamandemen dengan Universal Declaration of Human Rights.
Paham hak mengimplikasikan kewajiban pada pihak alamat tuntutan hak untuk menghormatinya.
Walaupun tidak semua kewajiban menimbulkan suatu hak yang sebanding, namun sebaliknya
setiap hak dengan sendirinya merupakan kewajiban bagi pihak lawan. Paham hak dikembangkan
sebagai sarana perlindungan manusia dalam keutuhannya.
Bicara tentang hak tidak hanya dalam konteks hukum melainkan juga dalam konteks
moral. Sifat hak tergantung dari sifat hukum yang mendasarinya. Apabila suatu hak berdasarkan
hukum negara seperti hak atas sebidang tanah, disini berarti bicara tentang hak hukum. Tetapi
apabila orang berkata bahwa “atasan” itu mempunyai hak untuk dipercayai, disini berarti
berbicara hak moral. Franz Magnis Suseno (1988) berpendapat bahwa HAM adalah hak-hak
yang dimiiki manusia berdasarkan martabatnya sebagai manusia dan bukan pemberian
masyarakat atau negara.
HAM adalah sejumlah hak yang berakar dalam kodrat setiap pribadi manusia yag justru
karena kemanusiaannya yang tidak dapat dicabut oleh sipapun juga, karena kalau dicabut hilang
pula kemanusiannya. Pengertian HAM juga ditinjau dari segi hakekatnya, sejarah
pemunculannya dan dari segi gfungsinya (Ali Mudhofir, 1982).
154
adalah hak sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang melekat pada diri manusia, bersifat
kodrati, universal dan abadi, berkaitan dengan harkat dan marabat manusia. Dalam naskah HAM
yang terdapat dalam Ketetapan MPR RI No.XVII/MPR/1998 tersebut terdapat dua landasan
yakni: 1. Bangsa Indonesia mempunyai pandangan dan sikap mengenai hak asasi manusia yang
bersumber dari ajaran agama, nilai moral universal, dan nilai luhur budaya bangsa, serta
berdasarkan kepada Pancasila dan UUD 1945. 2. Bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) mempunyai tanggung jawab untuk menghormati Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) dan berbagai instrumen internasional
lainnya mengenai hak asasi manusia.
Ditinjau dari segi hakekatnya, HAM adalah hak-hak yang melekat secara kodrati pada
manusia karena martabatnya, dan bukan karena pemberian oleh masyarakat atau negara. Dalam
hak-hak tersebut terkandung unsur-unsur kehidupan seorang manusia yang tidak boleh dilanggar.
Dalam hubungan dengan bidang hukum, hormat terhadap HAM merupakan usaha hukum
untuk menjamin bahwa bagaimanapun dan apapun kebijaksanaan yang diambil, harus tidak
pernah mengorbankan manusia secara konkrit. Dengan demikian pengakuan terhadap HAM
merupakan jaminan bahwa tidak diterima segala usaha yang bersifat totaliter. Dapat dikatakan
bahwa pembangunan mempertahankan martabat kemanusiaan.
155
b. Hak asasi politik (Political rights)
Hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (hak memilih dan dipilih dalam
Pemilu), hak mendirikan partai politik.
c. Hak asasi ekonomi (Property rights)
Hak untuk memiliki sesuatu, membeli, menjual dan memanfaatkan.
d. Hak asasi sosial dan kebudayaan (Sosial and cultural rights)
Hak untuk memilih pendidikan, mengembangkan kebudayaan dan lain-lain.
e. Hak asasi kesamaan dalam hukum (Rights of legal equality)
Hak untuk dapat perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
f. Hak asasi tata cara peradilan (Procedural rights)
Hak untuk mendapat perlakuan tata cara peradilan dan perlindngan hukum misalnya
penangkapan, penggeledahan, peradilan, dan lain-lain.
Menurut Sergius Hessen dalam negara-negara sosialis diakui juga adanya HAM itu, yakni
tiga hak manusia yang dianggap pokok, yaitu:
a. Hak untuk memperoleh pekerjaan (Right to job)
b. Hak untuk memperoleh pendidikan (Right to education)
c. Hak untuk hidup sebagai manusia (right to human existence),
(KuntjoroPurbopranoto, 1985).
156
Inggris memiliki tradisi perlawanan lama terhadap segala usaha raja untuk mengambil
kekuasaan mutlak. Pada tahun 1215 para bangsawan sudah memaksa raja untuk memberikan
Magna Charta Libertatum yang melarang penahanan, penghukuman dan perampasan benda
dengan sewenang-wenang. Tahun 1679 menghasilkan pernyataan Habeas Corpus, suatu
dokumen keberadaa hukum bersejarah yang menetapkan bahwa orang yang ditahan harus
dihadapkan dalam waktu tiga hari kepada seorang hakim dan diberitahu atas tuduhan apa ia
ditahan. Pernyataan ini menjadi dasar prinsip hukum bahwa seorang hanya boleh ditahan atas
perintah hakim.
Sesudah the glorious revolution menggantkan raja James II dengan Willian dari Oranye,
Willian dalam Bill of Rights (1689) harus mengakui hak-hak parlemen, sehingga inggris menjadi
negara pertama di dunia yang memiliki sebuah konstitusi dalam arti modern. Perkembangan itu
dipengaruhi oleh filsafat John Locke (1632-1704) yang disamping menuntut toleransi religious
mengemukakan bahwa semua orang diciptakan sama dan memiliki hak-hak alamiah (natural
rights) yang tidak dapat dilepaskan, diantaranya termasuk hak atas hidup, kemerdekaan dan hak
milik, tetapi juga hak untuk mengusahakan kebahagiaan (Franz Magnis Suseno, 1988).
Gagasan-gagasan John Locke amat berpengaruh dalam abad ke 18 di daerah jajahan
Inggris di Amerika dan Prancis, dan menjadi dasar filosofis liberalisme. Kalimat-kalimat
permulaan dari Bill of Rights of Virginia (1776), daftar hak-hak asasi manusia agak lengkap
pertama, hampir secara harafiah mengumandangkan John Locke. Revolusi Prancis (17890
menghasilkan suatu “pernyataan tentang hak-hak manusia dan warga negara’ (Declaration des
droits des hommnes et des citoyens) yang kemudian menjadi pedoman bagi banyak pernyataan.
Di dalamnya dibedakan antara hak-hak yang dimiliki manusia sebagai manusia, yang dibawanya
kedalam masyarakat, dan hak-hak yang diperoleh manusia sebagai warga masyarakat dan
negara. Disebutkan bahwa semua orang lahir dengan bebas dan sama haknya. Disebutkan hak
atas kebebasan, hak milik, hak atas keamanan dan perlawanan terhadap penindasan. Sebagai
warga negara yang berhak untuk ikut dalam pembuatan undang-undang. (Frnaz Magnis Suseno,
1988).
Rakyat Amerika Serikat menyatakan kemerdekaannya (Declaration of Independence)
pada tanggal 4 Juli 1776. Deklarasi ini tidak hanya mengumumkan kelahiran sebuah negara baru,
tetapi juga mencetuskan suatu falsafah kemerdekaan manusia. Ia tidak bersandar kepada
keluhan-keluhan khusus, melainkan berpijak pada landasan kebebasan perseorangan.
157
Perang Dunia I dan II telah menimbulkan kesengsaraan di kalangan masyarakat seluruh
dunia. Ketakutan dan merasa tidak aman melanda manusia. Kekejaman fasisme Jerman,
menginjak-injak hak-hak serta martabat manusia, karena itu pada tahun 1948 Presiden Amerika
serikat. Franklin D. Rppsevelt, menyatakan the four freedoms (empat kebebasan) di depan
Kongres Amerika Serikat. Isinya berbunyi sebagai berikut:
Pada tahun 1946 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membentuk komisi HAM, dimana
soal-soal hak sosial dan ekonomi diberi tempat disamping hak-hak politik. Setelah bersidang
dengan pembahasan matang, pada tanggal 10 Desember 1948 PBB menerima seca bulat hasil
pekerjaan komisi berupa pernyataan sedunia tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration
of Human Rights/UHDR). Hanya beberapa negara termasuk Uni Soviet tidak memberikan suara.
Kalau dirinci UDHR dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu mukadimah, proklamasi dan
batang tubuhnya. Dalam mukadimah diungkapkan tujuh alinea pertimbangan mengenai alasan-
alasan penyusunan deklarasi tersebut. Sedangkan pada bagian proklamasi memuat harapan-
harapan agar pernyataan HAM bisa menjadi dasar pelaksanaan umum bagi semua bangsa dan
negara. Ditambahkan pula bahwa setiap orang dan setiap badan kemasyarakatan bisa terus
mempertinggi penghargaan terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan manusia. Batang Tubuh
pernyataan HAM terdiri dari 30 pasal, diantaranya ada yang terbagi beberapa ayat. Penyusunan
kalimat dalam deklarasi ini tampak jelas pengungkapan segi-segi hak dan kedudukan individu,
serta larangan-larangan terhadap seseorang. Kalimat-kalimat “Setiap orang berhak atas…..” dan
“Tiada seorang jua pun boleh di ….” Bisa dipandang sebagai usaha mendudukkan manusia
sebagai manusia seutuhnya. (Ridwan Indra Ahadian, 1991).
158
Sejak proklamasi Indonesia 17 Agustus 1945 sampai sekarang ini di Indonesia telah berlaku tiga
UUD dalam empat periode, yaitu:
1. Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949, berlaku UUD 1945.
2. Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950, berlaku Konstitusi RIS.
3. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959, berlaku UUDS 1950.
4. Periode 5 Juli 1959 – sekarang, berlaku kembali UUD 1945 dan sejak tahun 1999 sampai
sekarang UUD 1945 telah diamandemen dengan empat kali amandemen.
UUD 1945 sebelum diamandemen hanya memuat 16 Bab dengan 37 pasal. Konstitusi
RIS mempunyai 6 Bab dengan s97 pasal, sedangkan UUDS 2950 mempunyai 6 Bab dan 146
pasal. Dari ketiga UUD itutampak jelas UUD 1945 bersifat singkat dan supel. UUD 1945 yang
telah diamandemen sesuai dengan pasal II Aturan Tambahan hanya terdiri atas Pembukaan dan
pasal-pasal. Namun banyak pasal diperbaharui dengan cara merinci dan menyusun ketentuannya
menjadi lebih jelas, tegas dan sistematis.disamping ada juga yang diubah atas sebagian redaksi
dan atau isi dari UUD yang sudah tidak sesuai dengan tuntutan reformasi.
Dengan sendrinya pencantuman pasal-pasal tentang HAM kedalam ketiga UUD juga
berbeda satu dengan lainnya. UUD 1945 sebelum diamandemen misalnya, juga mencantumkan
beberapa pasal saja tentang HAM. Lain halnya dengan konstitusi RIS dan UUDS 1950, yang
seolah-olah memasukkan bulat-bulat pasal-pasal Universal Declaration of Human Rights
(UDHR).
Sejarah ummat manusia telah mencapai titik kulminasi dengan tercapainya persetujuan sebagian
besar umat manusia se dunia dalam suatu Deklaras Hak-Hak Asasi Manusia PBB (UDHR) pada
tahun 1948. Hal yang terpenting adalah bagaimana nilai-nilai esensial dari hak-hak asasi manusia
tersebut dapat dijabarkan dalam setiap peraturan perundang-undangan di bergabagai negara di
dunia, walaupun dengan berbagai macam modifikasinya masing-masing. Hal ini menurut
Budiardjo (1981) berdasarkan pada suatu kenyataan bahwa pernyaaan pada umumnya tidak
mengikat secara yuridis, dan oleh karena itu sering dinamakan sebagai suatu pernyataan
keinginan-keinginan manusia. Pernyataan ini dianggap sebagai suatu standar minimum yang
dicita-citakan oleh umat manusia yang dalam pelaksanaannya dibina oleh negaara-negara yang
159
tergabung dalam PBB. Akan tetapi walaupun tidak mengikat secara yuridis, namun memilki
pengaruh moral, poitik dan edukatif yang sangat besar (Kaelan, 1992).
Dilihat dari saat kelahirannya, kenyataan secara resmi bahwa deklarasi bangsa Indonesia
lebih dulu dibandingkan dengan Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia PBB (UDHR), karena UUD
1945 secara resmi ditetapkan 18 Agustus 1945, sedangkan UDHR pada tahun 1948. Hal ini
merupakan fakta yang menunjukkan pada dunia bahwa bangsa Indonesia sebelum tercapainya
pernyataan HAM PBB tersebut dalam kenyataannya memang mengangkat HAM dalam
negaranya. Disamping itu bangsa Indonesia sejak awal telah memiliki suatu prinsip dasar yang
telah berakar pada budaya bangsa Indonesia.
Deklarasi bangsa Indonesia pada prinsipnya termuat dalam naskah Pembukaan UUD
1945, dan Pembukaan UUD 1945 inilah yang merupakan sumber normative bagi hukum positif
Indonesia terutama dalam penjabaran pasal-pasal UUD 1945.
Dalam alinea III Pembukan UUD 1945 disebutkan: “Atas berkat rahmat Allah Yang
Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya”. Pernyataan ini
mengandung arti bahwa deklarasi bangsa Indonesia terkandung pengakuan manusia yang
Berketuhanan Yang Maha Esa dan diteruskan dengan kata supaya berkehidupan kebangsaan
160
yang bebas. Maka pengertian bangsa Berketuhanan Yang Maha kuasa sebagai suatu bangsa yang
bebas maka negara indoensia mengakui tentang HAM untuk memeluk agama sebagaimana
tercantum dalam UDHR pasal 18. Hal ini secara eksplisit dijabarkan dalam pasal 29 UUD 1945
terutama ayat 2.
Dalam alinea IV terkandung ini pengertian tentang tujuan negara yang tersimpul dalam
kalimat “Kemudia dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial….” Tujuan ini merupakan
suatu ciri negara hukum yang bersifat material, artinya negara Indonesia sebagai suatu negara
juga berkewajiban untuk menjamin dan meningkatkan kesekahteraan seluruh warga serta
mencerdaskannya. Jadi dalam kaitannya dengan hak-hak asasi manusia, maka negara Indonesia
menjamin dan melindungi hak-hak asasi para warganya terutama yang berkaitan dengan
kesejahteraan hidupnya, baik secara jasmaniah maupun rohaniahnya, antara lain berkaitan
dengan hak-hak asasi di bidang sosial, ekonomi, kebudayaan serta di bidang pendidikan.
Sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam ketetapan No. XX/MPRS/1966 bahwa
pembukaan UUD 1945 adalah tertib hukum yang tertinggi, oleh karena itu secar yuridis bahwa
Pembukaan UUD 1945 adalah merupakan sumber hukum positif di Indonesia. Dengan lain
perkataan bahwa isi yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 kemudian dijabarkan dalam
pasal-pasal UUD 1945. Adapun rincian pasal-pasal UUD 1945 yang memuat tentang HAM ada
tujuh pasal, yaitu: 26, 27, 28, 29, 31, 32, 33 dan 34.
Berikut ini merupakan perbandingan pasal-pasal tersebut di atas dengan UDHR. Dengan
mengadakan perbandingan tersebut, maka akan terlihat sampai berapa jauh para perancang UUD
sudah melihat kedepan.
1. Hak atas kewarganegaraan termasuk pada pasal 26, pasal 28D ayat 4 dalam UUD
1945 dan pasal 15 dan pasal 29 dalam UDHR. UUD 1945 pasal 26 ayat 1: “Yang
menjadi warga negara adalah orang-orang Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain
yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara”. Ayat 2 “Penduduk
ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia”.
161
Pasal 26 ayat 3: “Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan
undang-undang”. Pasal 28D ayat 4 “Setiap orang berhak atas status
kewarganegaraan”. Pasal 15 UDHR ayat 1:”Setiap orang berhak atas sesuatu
kewarganegaraan”. Pasal 29 UDHR ayat 1: “Setiap orang mempunyai kewajiban
terhadap sesuatu masyarakat dimana ia mendapat kemunginan untuk mengembangkan
pribadinya dengan penuh dan bebas”.
2. Hak atas kedudukan yang sama di dalam hukum termuat pada pasal 27 ayat 1, pasal
28D ayat 1 UUD 1945 dan pasal 7 dalam UDHR. UUD 1945 pasal 7 ayat 1: “Segala
warga negara bersama kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.Pasal 28D
ayat 1: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan huku”. UDHR pasal 7:
“Sekalian orang adalah sama terhadap undang-undang dan berhak atas perlindungan
hukum yang sama dengan tidak ada perbedaan. Sekalian orang berhak atas
perlindungan hukum yang sama dengan tidak ada perbedaan. Sekalian orang berhak
atas perlindungan yang sama terhadap setiap perbedaan yang memperkosa pernyataan
ini dan terhadap segala hasutan yang ditujukan kepada perbedaan semacam itu”.
3. Hak atas penghidupan yang layak sesuai dengan kemanusiaan tertera dalam pasal 27
ayat 2 dan pemeliharaan fakir miskin terdapat pada pasal 34, pasal 28A, pasal 28H
ayat 1 UUD 1945 hampir sama dengan pasal 25 UDHR. Secara lengkap
perbandingannya sebagai berikut: UUD 1945 pasal 27 ayat 2: “Tiap-tiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan’. UUD
1945 pasal 34 ayat 1: “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”. Pasal
34 ayat 2: “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusian”. Pasal 34 ayat 3: “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”. UUD 1945 pasal
28A: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya”. Pasal 28H ayat 1: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
162
serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. UDHR pasal 25 ayat 1: “Setiap
orang berhak atas tingkat hidup yang menajmin kesehatan dan keadaan baik untuk
dirinya dan keluarganya, termasuk soal makanan, pakaian, perumahan dan perawatan
kesehatannya, serta usaha-usaha sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan
diwaktu mengalami pengangguran, janda, lanjut usia atau mengalami kekurangan
nafkah lain-lain, karena keadaan yang di luar kekuasaannya”. UDHR pasal 25 ayat 2:
“Ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa. Semua anak-
anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan harus mendapat
perlindungan sosial yang sama.
4. Hak atas kebebasan mengeluarkan pendapat, hak atas kebebasan berkumpul dan hak
atas kebebasan berserikat terdapat pada pasal 28, pasal 28E ayat 3 UUD 1945, dan
pasal 19 dan pasal 20 serta 23 ayat 4 dalam UDHR. Perbandingannyta adalah sebagai
berikut: UUD 1945 pasal 28: “Kemerdekaan berserikat, berkumpul mengeluarkan
pikiran dengan lisan atau tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.
UUD 1945 pasal 28E ayat 3: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pendapat”, dalam hal ini termasuk kebebasan
mempunyai pendapat-pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari,
menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat-pendapat dengan
cara apapun juga dan tidak memandang batas-batas”. UDHR pasal 20: “(1) Tiada
seorang jua pun dipaksakan memasuki salah satu perkumpulan”. UDHR pasal 23 ayat
4: “Setiap orang berhak mendirikan dan mematuhi serikat-serikat sekerja untuk
melindungi kepentingannya”.
5. Hak atas kebebasan memeluk agama terdapat pada pasal 29 ayat 1 dan 2, pasal 28E
ayat 1 dalam UUD 1945 dan sejiwa dengan pasal 18 dalam UDHR. UUD 1945 pasal
29 ayat 1: “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. UUD 1945 pasal 29
ayat 2: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya
itu”. Pasal 28E ayat 1: “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya,
163
serta berhak kembali”. UDHR pasal 18: “Setiap orang berhak atas kebebasan berfikir,
keinsafan batin dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau
kepercayaan dan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaannya dengan
cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan mematuhi baik sendiri maupun
bersama-sama dengan orang lain, dan baik di tempat umum maupun tersendiri”.
6. Hak untuk mendapat pengajaran dan pendidikan terdapat dalam pasal 31 ayat 1 dan 2,
pasal 28E ayat 1 dalam uud 1945 dan sejiwa dengan pasal 26 UDHR. UUD 1945
pasal 31: “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan” (ayat 1). “Setiap warga
negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya’ (ayat
2). “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang” (ayat 3).
“negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen
dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional” (ayat 40. UDHR pasala 26: “Setiap orang
berhak mendapat pengajaran. Pengajaran harus dengan Cuma-Cuma, setidak-tidaknya
dalam tingkatan sekolah rendah dan tingkatan dasar. Pengajaran sekolah rendah harus
diwajibkan. Pengajaran teknik dan jurusan harus terbuka dabgi semua orang dan
perguruan tinggi harus dapat dimasuki dengan cara sama oleh semua orang,
berdasarkan kecerdasan”. (ayat 1). “Pengajaran harus ditujukan kepada
perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta memperkokoh rasa penghargaan
terhadap hak-hak manusia dan kebebasan asasi. Pengajaran harus mempertinggi
saling pengertian, rasa saling menerima serta rasa persahabatan antara semua bangsa,
golongan-golongan kebangsaan atau golongan penganut agama, serta harus
memajukan kegiatan-kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan memelihara
perdamaian”. (ayat 2). “Ibu bapak mempunyai hak utama untuk memilih pengajaran
yang akan diberikan kepada anak-anak mereka” (ayat 3).
Dari perbandingan tersebut tampaklah bahwa para perancang UUD 1945 cukup
berpandangan jauh pada waktu memasukkan beberapa pasal yang mencakup prinsip-prinsip
pokok HAM. Ini adalah dokumen sejarah yang tidak ternilai besarnya bagi masyarakat dan
164
bangsa Indonesia di forum Internasional. Dengan demikian dapatlah diinsafi, bahwa secara
yuridis formal Republik Indonesia sejalan dengan cita-cita msyarakat duni lainnya dalam
memberi penghormatan dan pengakuan terhadap martabat kemanusiaan yang sangat penting.
Akan tetapi kita perlu sama-sama menyadari bahwa suatu hak yang diakui dalam UUD baru akan
menjadi berarti dan bermakna apabila hak itu dijabarkan dalam suatu aturan pelaksanaan dan
dilaksnakan dalam praktek kehidupan sehari-hari.
Dalam proses reformasi dewasa ini terutama akan perlindungan hak-hak asasi manusia
semakin kuat, bahkan merupakan tema sentral. Oleh karena itu jaminan hak-hak asasi manusia
sebagaimana terkandung dalam UUD 1945, menjadi semakin efektif terutama dengan
diwujudkannya Undang-Undang RI No. 39 tahun 1999, tentang Hak Asasi Manusia. Dalam
konsiderans dan ketentuan umum pasal 1 dijelaskan, bahwa hak Asasi Manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan
Yang Maha Esa, dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tingi dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia. Selain hak asasi juga dalam UU No. 39 tahun 1999, terkandung
kewajiban dasar manusia, yaitu seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak
mungkin terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia.
UU No. 39 tahun 1999 tersebut terdiri atas 105 pasal yang meliputi macam hukum asasi,
perlindungan hak asasi, pembatasan terhadap kewenangan pemerintah serta Komnas HAM yang
merupakan lembaga pelaksana atas perlindungan hak-hak asasi manusia. Hak-hak asasi tersebut
meliputi, hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan
diri, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita, dan hak anak. Demi
tegaknya asasi setiap orang maka diatur pula kewajiban dasar manusia, antara lain kewajiban
untuk menghormati hak asasi orang lain, dan konsekwensinya setiap orang harus tunduk kepada
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu juga diatur kewajiban dan tanggung
jawab pemerintah untuk menghormati, melindungi, menegakkan serta memajukan hak-hak asasi
manusia tersebut yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan hukum internasional
yang diterima oleh negara Republik Indonesia.
165
BAB XI
ANALIS FORMAT, SUBSTANSI DAN YURIDIS
A. Latar belakang
Undang-Undang Dasar 1945 dirancang oleh BPUPKI dan ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945 dan dinyatakan beraku di seluruh wilayah Indonesia. Kemudian pada tanggal 27
Desember 1949 berubahlah status negara kesatuan yang diprolamasikan menjadi negara serikat
(Republik Indonesia Serikat), disini negara kesatuan republic Indonesia menjadi salah atu negara
bagian dari RIS.
Pada masa Republik Indonesia Serikat UUD 1945 menjadi turun derajadnya dan
berkurang wilayah berlakunya, oleh karena UUD 1945 hanya berlaku di negara bagian Republik
Indonesia, sedang di seluruh negara RIS berlaku Konstitusi RIS. Kemudian pada tanggal 17
Agustus 1950 negara Indonesia kembali menjadi negara kesatuan Republik Indonesia dan
dinyatakan berlaku UUD Sementara 1950 di seluruh wilayah Indonesia, sehingga lenyaplah
UUD 1945 dari arena politik ketatanegaraan Indonesia. Akhirnya pada tanggal 5 juli 1959
dengan sebuah Dekrit Presiden, UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali bagi seluruh Tumpah
Darah dab Bangsa Indonesia, dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950 (Kansil, 2000, hal. 58-59).
Dekrit Presiden ini diperkuat oleh MPRS dalam Ketetapannya No. XX/MPRS/1966
sebagai sumber tertib hukum bagi berlakunya kembali UUD 1945.
Selanjutnya dengan Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 tanggal 22 Maret 1973, Ketetapan
MPRS No. XX/MPRS/1966 telah dinyatakan tetap berlaku. Sehubungan dengan itulah MPR
166
telah berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak dan tidak akan
melakukan perubahan terhadapnya serta akan melaksanakan secara murni dan konsekuen
(Kansil, 2000, hal. 60).
Semangat perubahan terwujud dalam gelora reformasi yang ditandai dengan runtuhnya
kekuasaan lama dan tuntutan terwujudnya demokrasi, perlindungan Hak Asasi Manusia,
supermasi hukum, serta kebenaran dan keadilan di bumi Indonesia yang diilustrasikan dengan
terwujudnya masyarakat madani atau sering disebuit Indonesia Baru. (Tim Kajian Amandemen
Universitas Hukum Brawijaya, Amandemen UUD 1945 Antara Teks dan Konteks dalam Negara
yang sedang berubah, 200, hal. 64-65).
Proses perubahan menggelinding pada tahun 1999 hasi Pemilu 1999 dan sampai tahun
2002 sudah perubahan keempat, tentu perubahan keempat UUD 1945 ini terkait dengan
perubahan pertama, kedua dan ketiga. Hasil perubahan pertama sampai dengan keempat itu tentu
167
saja mengalami perubahan dari sisi format dan sbstansinya dengan UUD 19454 sebelum
dilakukan perubahan.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang tersebut muncul masalah-masalah yang bisa diidentifikasi yakni:
4. Bagaimana analisis format, substansi dan yuridis dari Amandemen UUD 1945?
C. Metode Penelitian
Kata Amandemen adalah turunan dari istilah bahasa Inggris amandement artinya perubahan atau
mengubah. Dalam konteks perubahan konstitusi yang dimaksud adalah to change the
contruction atau constitutional amandement atau to revise the contruction atau constitusional
revision atau to alter the constitusion atau constitusional alteration. (Tim Kajian Amandemen
Universitas Hukum Brawijaya, Amandemen UUD 1945 Antara Teks dan Konteks dalam Negara
yang sedang berubah, 200, hal. 3).
168
“pembaruan” yaitu memerbarui Undang-Undang Dasar dengan cara menambah, merinci, dan
menyusun ketentuan yang lebih tegas. Kata pembaruan disini termasuk pula memperkukuh
bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik. (Tim Kajian Amandemen Universitas
Hukum Brawijaya, Amandemen UUD 1945 Antara Teks dan Konteks dalam Negara yang
sedang berubah, 200, hal. 3-4).
Dari beberapa pengertian amandemen tersebut maka khusus untuk amandemen UUD
1945 bisa diartikan perubahan atas batang tubuh UUD 2945 (tanpa mengubah bagian
Pembukaan) oleh lembaga yang berwenang yaitu MPR berdasarkan ketentuan UUD ini.
Perubahan dimaksud meliputi: 1) menambah atau mengurangi redaksi dan/atau isi UUD menjadi
lain dari yang semula, 2) mengubah atas sebagian redaksi dan/atau isi dari UUD yang sudah
tidak sesuai dengan tuntutan reformasi, 3) memperbarui UUD dengan cara merinci dan
menyusun ketentuannya menjadi lebih jelas, tegas, dan sistematis. (Tim Kajian Amandemen
Universitas Hukum Brawijaya, Amandemen UUD 1945 Antara Teks dan Konteks dalam Negara
yang sedang berubah, 200, hal. 15-16).
Konstitusi atau UUD sebagai produk politik sekaligus produk hukum oleh suatu generasi,
kadangkala substansinya sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan tntutan reformasi
generasi berikutnya. Oleh karena itu tiada lain UUD itu harus dilakukan amandemen.
2. Menjadikan UUD sebagai norma dasar perjuangan demokratisasi bangsa yang terus
bergulir untuk mengembalikan paham konstitusionalisme, sehingga jaminan dan
perlindungan HAM dapat ditegakkan, anatomi kekuasaan tunduk pada hukum atau
tampilnya supermasi hukum, dan terciptanya peradilan yang bebas.
3. Untuk menghindari terjadinya pembaruan hukum atau reformasi hukum yang tambal
sulam, sehingga proses dan mekanisme perubahan atau penciptaan peraturan
169
perundang-undangan yang baru sejalan dengan hukum dasarnya yaitu konstitusi.
(Tim Kajian Amandemen Universitas Hukum Brawijaya, Amandemen UUD 1945
Antara Teks dan Konteks dalam Negara yang sedang berubah, 200, hal. 5).
Dengan demikian khusu Amandemen UUD 1945 dilakukan dengan tujuan untuk
mengembalikan posisi UUD berderajat tinggi, menjiwai konstitusionalisme, menjaga prinsip-
prinsip demokrasi, serta negara berdasar atas hukum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
g. Perubahan struktur UUD 1945 dan menghapus Penjelasan sebagai bagian dari UUD
1945 (Perubahan Keempat).
170
E. Alasan-Alasan terjadinya Amandemen UUD 1945
Menurut Moh. Mahfud MD telaah akademis atas UUD 1945 yang asli menyimpulkan bahwa
UUD 1945 sebagai wadah sistem ketatanegaraan mempunyai kelemahan-kelemahan yang
membuka jalan bagi tampilnya pemerintahan yang tidak demokratis yaitu:
1. UUD 1945 membangun sistem politik yang memberi kekuasaan sangat besar kepada
Presiden sehingga Presiden menjadi steril dari kontrol dan penyeimbangan kekuasaan
dari luarnya karena tidak ada mekanisme checks and balance yang ketat.
2. Lembaga legislatif (yang secara praktis didominasi oleh Presiden) memiliki atribusi dan
delegasi kewenangan yang sangat besar untuk menafsirkan lagi hal-hal penting yang ada
di dalam UUD 1945 dengan peraturan pelaksanaan atau UU organic. Oleh karena
kekuasaan Presiden sangat besar maka implementasi atribusi dan delegasi kewenangan
itu sangat ditentukan oleh kehendak-kehendak Presiden yang cenderung menimbun
kekuasaan secara terus-menerus.
3. UUD 1945 memuat pasal-pasal tentang kekuasaan yang ambigu (multitafsir) yang dalam
prakteknya tafsir yang dibuat oleh Presiden sajalah yang harus diterima sebagai tafsir
yang benar dan mengikat.
4. UUD 1945 terlalu menggantungkan pada semangat orang denga pernyataan bahwa
semangat penyelenggara negaralah yang akan menentukan baik atau buruknya negara ini.
(Moh. Mahfud MD), Dimensi Akademis dan Politis tentang Amandemen UUD 1945”.
(Tim Kajian Amandemen Universitas Hukum Brawijaya, Amandemen UUD 1945 Antara
Teks dan Konteks dalam Negara yang sedang berubah, 200, hal. xi-xii).
a. Alasan historis, sejak semula dalam sejarahnya UUD 1945 memang didesain oleh
para pendiri negara kita (BPUPKI, PPKI) sebagai UUD yang bersifat sementara,
karena dibuat dan ditetapkan daam suasana tergesa-gesa.
171
b. Alasan filosofis, adalah UUD 1945 terdapat pencapuradukan berbagai gagasan yang
saling bertentangan, seperti antara paham kedeaulatan rakyat dengan paham
integralistik, antara negara hukum dengan paham negara kekuasaan.
c. Alasan teoritis, dari pandangan teori konstitusi keberadaan konstitusi bagi suatu
negara pada hakekatnya adalah untuk membatasi kekuasaan negara agar tidak
bertindak sewenang-wenang, tetapi justuru UUD 1945 kurang menonjolkan
pembatasan kekuasaan tersebut, melainkan lebih menonjolkan prinsip totaliterisme.
d. Alasan yuridiws, sebagaimana lazimnya setiap konstitusi, UUD 1945 juga telah
mencantmkan klausal seperti tersebut pasal 37.
e. Alasan praktis-politis, bahwa secara sadar atau tidak, secara langsung atau tidak
langsung, dalam praktek UUD 1945 sudah sering mengalami perubahan dan/atau
penambahan yang menyimpang dari teks aslinya, baik masa 1945-1949, maupun
masa 1959-1998. Bahkan praktek politik sejak 1959-1998 kelemahan UUD 1945
yang kurang membatasi kekuasaan eksekutif dan pasal-pasalnya yang bisa
menimbulkan multiinterpretasi, yang telah dimanipulasi oleh Prosiden yang sangat
berkuasa Soekarno dan Soeharto. (Tim Kajian Amandemen Universitas Hukum
Brawijaya, Amandemen UUD 1945 Antara Teks dan Konteks dalam Negara yang
sedang berubah, 200, hal. 23-24).
Sebelum dilakukan amandemen terhadap UUD 1945, semua fraksi di MPR menyepakati enam
hal yaitu:
172
Perubahan pertama UUD Negara RI tahun 1945 mengubah pasal 5 ayat (1), pasal 7, pasal
9, pasal 12 ayat (2), pasal 14, pasal 15, pasal 17 ayat (2) dan ayat (3), pasal 20, dan pasal 21
UUD 1945.
Perubahan Kedua dilakukan perubahan terhadap beberapa pasal seperti pasal 18, pasal
19, pasal 20, pasal 25, pasal 26, pasal 27, pasal 28, pasal 30 dan pasal 36 UUD 1945.
Pengubahan itu diantaranya dilakukan dengan mengubah rumusan pasal-pasal yang
bersangkutan dan atau menambah beberapa ayat dari pasal yang bersangkutan.
Perubahan ketiga MPR RI mengubah dan/atau menambah Pasal 1 ayat (2) dan (3), pasal
3 ayat 1, 3, 4; pasal 6 ayat 1 dan 2: pasal 6A ayat 1, 2, 3, dan 5; pasal 7A; pasal 7B ayat 1, 2, 3, 4,
5, 6, dan 7; pasal 7C; Pasal 8 ayat 1, dan 2; Pasal 11 ayat 2 dan 3; Pasal 17 ayat 4; Bab VIIA;
Pasal 22C ayat 1,2,3, dan 4; Pasal 22D ayat 1, 2, 3, dan 4; Bab VIIB Pasal 22E ayat 1, 2, 3, 4, 5,
dan 6; Pasal 23 ayat 1, 2, dan 3; Pasal 23A; Pasal 23C; Bab VIIIA, Pasal 23E ayat 1, 2, dan 3;
Pasal 23F ayat 1 dan 2; Pasal 23G ayat 1 dan 2; Pasal 24 ayat 1 dan 2; Pasal 24A ayat 1, 2, 3, 4,
dan 5; Pasal 24B ayat 1, 2, 3, dan 4; Pasal 24C ayat 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Penambahan bagian akhir pada Perubahan Kedua UUD Negara Ri Tahun 1945
dengan kalimat “Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna MPR RI ke-9
tanggal 13 Agustus 2000 Sidang Tahunan MPR RI dan mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan”.
173
c. Pengubahan penomoran Pasal 3 ayat (3) dan ayat (4) Perubahan Ketiga UUD Negara
RI tahun 1945 menjadi Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 25E Perubahan Kedua
UUD Negara RI Tahun 1945 menjadi Pasal 25A;
Disamping berhasil melakukan perubahan UUD 1945 pertama, kedua, ketiga dan
keempat tersebut MPR RI dalam Sidang Tahunan Tahun 2002 juga menghasilkan 6 Ketetapan
MPR RI yang salah satunya Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2002 tentang Pembentukan
Komisi Konstitusi. Dalam Pasal 1 disebutkan bahwa Komisi KOnstitusi inilah yang akan
bertugas melakukan pengkajian secara komprehensif tentang perubahan UUD Negara RI Tahun
1945.
1. UUD 1945 yang baru merupakan konstitusi yang bersifat menyeluruh karena telah
mencakup semua aspek penyelenggaraan negara.
2. Batang Tubuh UUD 1945 yang baru dapat dikatakan mencakup rujukan perilaku dari
pada cita-cita, walaupun sebenarnya masih dapat ditambah sejumlah ketentuan lain
sehingga UUD dapat menjawab segala kemungkinan krisis tfsif=r konstitusi yang dapat
dibayangkan. Cita-cita penyelenggaraan negara dirmuskan dalam Pembukaan UUD
1945 yang tidak mengalami perubahan.
174
3. Format perubahan yang dilakukan terhadap UUD 1945 dalam prakteknya bukan
amandemen biasa karena mencakup pasal yang sangat banyak tetapi bukan pembuatan
UUD baru karena baik pembukaan maupun ada banyak pasal yang masih tetap.
2. Substansi UUD
1. UUDF 1945 yang baru dengan tegas memilih negara Kesatuan rpublik Indonesia (NKRI)
dengan menerapkan asas pemerintahan desentralisasi.
2. Sistem perwakilan rakyat yang diadopsi UUD 1945 yang baru bukan unicameral karena
keberadaan DPD sebagai wadah keterwakilan daerah disamping DPR sebagai wadah
keterwakilan penduduk, tetapi juga bukan bicameral karena RUU hanya memerlukan
persetujuan DPR bersama Presiden.
3. UUD 1945 yang baru mengikuti pemerintahan presidensial secara lebih konsisten, karena
(a) presiden/wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat baik pada putaran pertama
maupun putaran kedua, (b) masa jabatannya sudah jelas waktunya, yaitu lima tahun dan
hanya dapat dipilih satu masa jabatan lagi, dan (c) memegang kekuasaan pemerintahan
(eksekutif) dan mengangkat dan memberhentikan menteri.
4. UUD 1945 yang baru menganut prinsip dasar demokrasi yang konstitusional dan
konstitusi yang demokratis. Menurut Pasal 1 ayat 2 perubahan ketiga UUD 1945,
kedaulatan rakyat tidak lagi dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR melainkan dilaksanakan
menurut UUD. Artinya pelaksanaan kedaulatan rakyat diatur dalam UUD.
5. UUD 1945 yang baru tidak saja menjamin hak asasi yang bersifat alamiah tetapi juga hak
yang bersifat konvensional yang mencakup hak sipil, politik, ekonomi dan budaya.
6. UUD 1945 tidak mengatur sistem pemilihan umum yang harus diterapkan melainkan
hanya mengatur asas pemilihan umum, kapan diselenggarakan, diselenggarakan untuk
memilih siapa saja, siapa peserta Pemilu, dan siapa penyelenggara pemilu (Pasal 22E
Perubahan ketiga UUD 1945). Pasal 23E juga tidak secara jelas mengatur apakah
175
pemilihan penyelenggara lima jabatan public yaitu DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden,
DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, dilakukan secara serentak ataukah terpisah.
7. UUD 1945 juga tidak memerintahkan pembuatan UU untuk mengatur partai politik
kecuali perintah untuk mengatur kemerdekaan berserikat. Akan tetapi telah menjadi
konvensi selama ini bahwa partai politik juga diatur dengan UU disamping uu pemilu dan
uu Susduk Lembaga Perwakilan rakyat.
Disamping melihat format dan sbstansi konstitusi juga terlihat bergesernya kekuasaan
Lembaga DPR lebih kuat dari pada UUD 1945 yang asli. Hal ini Nampak bahwa DPR sebagai
lembaga penentu dalam bentuk memberi “persetujuan” terhadap beberapa agenda kenegaraan
antara lain: 1) Presiden dalam membuat perjanjian internasional yang menimbulkan akibat luas
dan mendasar bagi kehidupan rakyat (Pasal 11 ayat 1 dan 2); 2) Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang (Pasal 22 ayat 2); 3) Pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial
(Pasal 24B ayat 3). Disamping itu DPR juga sebagai lembaga penentu dalam bentuk
“pertimbangan” yakni pengangkatan Duta dan Konsul (Pasal 13 ayat 2), menerima penempatan
duta negara lain (Pasal 13 ayat 3), pemberian amnesty dan abolisi (Pasal 14 ayat 2), jabatan
Panglima TNI, Kepala Kepolisian Negara RI. DPR juga punya wewenang untuk mengisi:
menentukan 3 dari 9 hakim Mahkamah Konstitusi (Pasal 24C ayat 3), memiih anggota BPK
(Pasal 23F ayat 1). DPR juga menentukan dalam proses pengisian lembaga KOmnas HAM, dan
Komisi Pemilihan Umum.
Dengan Ketetapan MPR No. I/MPR/2002, Badan Pekerja MPR RI ditugaskan untuk
merumuskan susnan, kedudukan, kewenangan dan keanggotaan Komisi Konstitusi untuk
mengkaji UUD 1945 yang baru. Pada Sidang Tahunan 2003, MPR akan menetapkan Komisi
Konstitusi tersebut berdasarkan usul Badan Pekerja MPR.
Perubahan ketiga UUD 1945 disahkan dalam Sidang Tahunan MPR kedua yang diselenggarakan
pada tanggal 9 November 2001. Dalam perubahan ketiga ini antara lain diatur tentang hal-hal
yang bersifat mendasar, seperti adanya penegasan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut UUD. Juga penarikan ketentuan mengenai Indonesia sebagai negara
hukum dan penjelasan UUD 1945 di dalam Batang Tubuh UUD 1945. Disamping itu ditetapkan
176
pula tentang kewenangan-kewenangan MPR, mekanisme putaran pertama sistem pemilihan
presiden secara langsung, mekanisme Impeachment presiden, tentang Dewan Perwakilan
Daerah, tentang Pemilihan Umum dan Badan Pemeriksa Keuangan. (Satya Arinanto, “Tinjaun
Kritis Terhadap Perubahan Keempat UUD 1945 dalam Perspektif Yuridis”, disampaikan pada
Seminar Nasional tanggal 15 Agustus 2002 di Bagian Hukum Tata Negara, Fak, Hukum
Universitas Trisakti, Jakarta, hal 17-18).
Secara hukum (yuridis) sangat oenting membedakan pengertian UUD 1945 yang
ditetapkan PPKI tanggal 15 Agustus 1945 dan UUD 1945 yang ditetapkan beraku kembali
melalui Dektrit Presdien 5 Juli 1959 yakni UUD 1945 yang berlaku sejak 5 Juli 1959
dimaksudkan sebagai pengganti UUD Sementara 1950. Dektrit merupakan jalan pintas
membentuk UUD tetap yang semestinya ditetapkan Konstituante. Sejak tahun 1999 ada
pengertian lain lagi terhadap UUD 1945, yaitu termasuk perubahan-perubahannya. Dengan
demikian, ada tiga pengertian UUD 1945, yaitu: UUD 1945 yang ditetapkan PPKI tanggal 18
Agustus 1945, UUD 1945 berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dan UUD 1945 termasuk
perubahan-perubahannya.
177
BAB XII
PEMBUKAAN
(Preambule)
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan
peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
178
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan
ini kemerdekaannya.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/ Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
UNDANG-UNDANG DASAR
BAB I
Bentuk Dan Kedaulatan
Pasal 1
(1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.
(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.***)
(3) Negara Indonesia adalah negara hukum. ***)
BAB II
Majelis Permusayawaratan Rakyat
Pasal 2
179
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota
Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut
dengan undang-undang. ****)
(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota
negara. Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang
terbanyak.
(3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.
Pasal 3
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang
Dasar. ***)
(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)
(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil
Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar. ***)
BAB III
Kekuasaan Pemerintahan Negara
Pasal 4
(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang
Dasar.
(2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
Pasal 5
(1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.*)
(2) Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana
mestinya.
Pasal 6
(1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak
kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri,
tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden. ***)
(2) Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-
undang. ***)
Pasal 6A
180
(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. ***)
(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan
partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. ***)
(3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh
persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara
di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik
menjadi Presiden dan Wakil Presiden. ***)
(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih, dua pasangan
calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan pasangan yang memperoleh, suara terbanyak
dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. ****)
(5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam
undang-undang. ***)
Pasal 7
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih
kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.*)
Pasal 7A
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)
Pasal 7B
(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu
mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan
memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden. ***)
181
(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah
melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan
Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat
dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan
Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-
kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya
terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari
setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi. ***)
(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan
usul pemberhentian Presiden dan/atau WakilPresiden kepada Majelis Permusyawaratan
Rakyat. ***)
(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul
Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis
Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut. ***)
(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau
Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang
dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-
kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden
diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis
Permusyawaratan Rakyat. ***)
Pasal 7C
Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.***)
Pasal 8
182
(1) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya
dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.
***)
(2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh
hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil
Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden. ***)
(3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat
melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas
kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan
secara bersama-sama. Selambat-jambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis
Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil
Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh Partai
politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya
meraih suara terbanyak pertama dan ke dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai habis
masa jabatannya. ****)
Pasal 9
(1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama,
atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau
Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut :
Sumpah Presiden (Wakil Presiden):
“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil
Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-balknya dan seadil-adilnya, memegang teguh
Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan
selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”.
Janji Presiden (Wakil Presiden):
“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia
(Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-balknya dan seadil-adllnya, memegang
teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan
selurus lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”.*)
(2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat
mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji
183
dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan
disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.*)
Pasal 10
Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan
Angkatan Udara.
Pasal 11
(1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. ****)
(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang
luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara,
dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang. ***)
Pasal 12
Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan
dengan undang-undang.
Pasal 13
(1) Presiden mengangkat duta dan konsul.
(2) Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan
Rakyat.*)
(3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Rakyat.*)
Pasal 14
(1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah
Agung.*)
(2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat.*)
Pasal 15
Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-
undang.*)
184
Pasal 16
Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan
pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang. ****)
BAB V
Kementerian Negara
Pasal 17
(1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.*)
(3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.*)
(4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-
undang. ***)
BAB VI
PEMERINTAH DAERAH
Pasal 18
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi
itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. **)
(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. **)
(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. **)
(4) Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi,
Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis. **)
(5) Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang
oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. **)
(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. **)
(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
**)
Pasal 18A
185
(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten,
dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan Undang-undang dengan
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. **)
(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara
adil dan selaras berdasarkan undang-undang. **)
Pasal 18B
(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus
atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang. **)
(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak
tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. **)
BAB VII
Dewan Perwakilan Rakyat
Pasal 19
(1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum. **)
(2) Susunan Dewan Perwakilan rakyat diatur dengan undang-undang. **)
(3) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun **)
Pasal 20
(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang undang. *)
(2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk
mendapat persetujuan bersama. *)
(3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-
undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
*)
(4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk
menjadi undang-undang. *)
(5) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan
oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut
186
disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib
diundangkan. **)
Pasal 20A
(1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.
**)
(2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-
Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan
hak menyatakan pendapat. **)
(3) Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan
Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta
hak imunitas. **)
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan
Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang. **)
Pasal 21
(1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang-undang. *)
(2) Jika rancangan itu, meskipun disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tidak disahkan oleh
Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan
Perwakilan Rakyat masa itu..
Pasal 22
(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan
pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam
persidangan yang berikut.
(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut
Pasal 22A
Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-
undang. **)
Pasal 22B
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan
tata caranya diatur dalam undang-undang. **)
BAB VII A
187
Dewan Perwakilan Daerah
Pasal 22C
(1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.
***)
(2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh
anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan
Perwakilan Rakyat. ***)
(3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. ***)
(4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang. ***)
Pasal 22D
(1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan
pusat dan daerah. ***)
(2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan
daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara
dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. ***)
(3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang
mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan
pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta
menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan
pertimbangan untuk ditindaklanjuti. ***)
(4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat
dan tata caranya diatur dalam undang-undang. ***)
BAB VIIB
Pemilihan Umum
188
Pasal 22E
(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap
lima tahun sekali. ***)
(2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
***)
(3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik. ***)
(4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah
perseorangan. ***)
(5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional,
tetap, dan mandiri. ***)
(6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang. ***)
BAB VIII
Hal Keuangan
Pasal 23
(1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara
ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan
bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. ***)
(2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden
untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Daerah. ***)
(3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan
belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.***)
Pasal 23A
Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-
undang. ***)
Pasal 23B
Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang. ****)
189
Pasal 23C
Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang. ***)
Pasal 23D
Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab,
dan independensinya diatur dengan undang-undang. ****)
BAB VIII A
Badan Pemeriksa Keuangan
Pasal 23E
(1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu
Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. ***)
(2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.
***)
(3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai
dengan undang-undang. ***)
Pasal 23F
(1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.
***)
(2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota. ***)
Pasal 23G
(1) Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara, dan memiliki perwakilan di
setiap provinsi. ***)
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan undang-undang.
***)
BAB IX
Kekuasaan Kehakiman
Pasal 24
(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. ***)
190
(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi. ***)
(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam
undang-undang. ****)
Pasal 24A
(1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-
undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang
lainnya yang diberikan oleh undang-undang. ***)
(2) Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional,
dan berpengalaman di bidang hukum. ***)
(3) Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk
mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
(4) Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung. ***)
(5) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan
peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang. ***)
Pasal 24B
(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung
dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran martabat, serta perilaku hakim. ***)
(2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum
serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela. ***)
(3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang. ***)
Pasal 24C
(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar,
memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
191
Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum. ***)
(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat
mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-
Undang Dasar. ***)
(3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan
oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang
oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden. ***)
(4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi. ***)
(5) Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil,
negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai
pejabat negara. ***)
(6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta lainnya tentang
Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang. ***)
Pasal 25
Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-
undang.
BAB IXA
Wilayah Negara
Pasal 25 A
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara
dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang. **)
BAB X
WARGA NEGARA DAN PENDUDUK
Pasal 26
(1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa
lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
(2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
**)
(3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang. **)
Pasal 27
192
(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.
(3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. **)
Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
sebaganya ditetapkan dengan undang-undang.
BAB XA
HAK ASASI MANUSIA
Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. **)
Pasal 28B
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan
yang sah. **)
(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. **)
Pasal 28C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni
dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
**)
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara
kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya. **)
Pasal 28D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. **)
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak
dalam hubungan kerja. **)
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. **)
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. **)
193
Pasal 28E
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan
dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di
wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. **)
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap,
sesuai dengan hati nuraninya. **)
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. **)
Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran
yang tersedia. **)
Pasal 28G
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta
benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari
ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. **)
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat
martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. **)
Pasal 28H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan
lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. **)
(2) Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan
manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. **)
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara
utuh sebagai manusia yang bermartabat. **)
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil
alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun. **)
Pasal 28I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum,
194
dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia
yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. **)
(2) Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan
berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. **)
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan
zaman dan peradaban. **)
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung
jawab negara, terutama pemerintah. **)
(5) Untuk menegakan dan melindungi hak assi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum
yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan
dalam peraturan perundangan-undangan. **)
Pasal 28J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. **)
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan
yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan
yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban
umum dalam suatu masyarakat demokratis. **)
BAB XI
Agama
Pasal 29
(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-
masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
BAB XII
Pertahanan dan Keamanan Negara
Pasal 30
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan
negara. **)
195
(2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Indonesia
Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung. **)
(3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara
sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan
kedaulatan negara. **)
(4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga kemanan dan
ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta
menegakkan hukum. **)
(5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia ,
hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam
usaha pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang. **)
BAB XIII
Pendidikan
Pasal 31
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. ****)
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
****)
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. ****)
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari
anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. ****)
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan manusia. ****)
Pasal 32
196
(1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan
menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai
budayanya. ****)
(2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.
****)
BAB XIV
Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial
Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
keadilan, kebersamaan efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. ****)
Pasal 34
(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. ****)
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan ticlak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. ****)
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
pelayanan umum yang layak. ****)
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. ****)
BAB XV
Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara , Serta Lagu Kebangsaan
Pasal 35
Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.
Pasal 36
Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.
197
Pasal 36A
Lambang negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. **)
Pasal 36B
Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya. **)
Pasal 36C
Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
diatur dengan undang-undang. **)
BAB XVI
Perubahan Undang-Undang Dasar
Pasal 37
(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis
Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****)
(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertuiis dan
ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya. ****)
(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis Permusyawaratan
Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat. ****)
(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan
sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu dari seluruh anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat. ****)
(5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan
perubahan. ****)
ATURAN PERALIHAN
Pasal I
Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan
yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. ****)
Pasal II
Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan
Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. ****)
Pasal III
198
Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum
dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung. ****)
ATURAN TAMBAHA
Pasal I
Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan
status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat
2003. ****)
Pasal II
Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal. ****)
*) Perubahan Pertama disahkan 19 oktober 1999
**) Perubahan Kedua disahkan 18 Agustus 2000
***) Perubahan Ketiga disahkan 10 November 2001
****) Perubahan Keempat disahkan 10 Agustus 2002
BAB XIII
199
b. Nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan individu harus
diserahkan kepada Negara kebangsaan ( Hans Kohn dalam PPKn untuk SMU, 2000).
c. Nasionalisme adalah suatu iktikat, suatu keinsyafan rakyat bahwa rakyat itu ada suatu
golongan suatu bangsa ( Soekarno, 1959)
d. Nasionalisme adalah perasaan cinta terhadap bangsa dan tanah air yang ditimbulkan
oleh perasaan tradisi yang berkaitan dengan sejarah, agama, bahasa, kebudayaan,
Pemerintahan, tempat tinggal, dan keinginan untuk mempertahankan dan
memperkembangkan tradisinya sebagai milik bersama dari anggota-anggota bangsa
itu sebagai satu kesatuan bangsa.(Tim sejarah SMU-Yudistira, 2000)
Menyimak pengertian Nasionalisme seperti diatas dapatlah dikatakan bahwa
pembentukan nasionalisme membutuhkan pengorbanan pribadi dan kelompok untuk bersatu
sebagai suatu bangsa. Pada kenyataan selama ini Nasionalisme memainkan tiga fungsi yakni :
mengikat semua kelas, menyatukan mentalitas, dan membangun serta memperkokoh pengaruh
terhadap kebijakan yang ada. Nasionalisme itu ada dan sangat dibutuhkan oleh negara manapun
didunia. Namun setiap negara memiliki kekhasan dalam Nasionalisme yang dikembangkan.
Adapun ciri khas dari Nasionalisme Indonesia menurut Lanur (1995:47) dalam Arnie Fadjar
adalah sebagai berikut :
a. Etis, berarti harus dijelaskan, dipahami, dan bahkan diamalkan dalam kaitannya
yang utuh dengan tak terpisahkan dari seluruh asas-asas politik Indonesia.
b. Terbuka, baik secara kultural dan religius, dalam arti tidak menutup dirinya dan
seluruh sejarahnya terhadap pelbagai pengaruh yang datang dari luar yang lama kelamaan
akan membentuk jati diri nasionalnya.
c. Serasi dan seimbang, dalam arti menghargai dirinya sendiri sebagai negara dan bangsa
yang tertentu sebagaimana adanya, tetapi serentak pula menghargai negara dan bangsa
lain, dalam kesadarannya akan ketergantungannya yang tak terelakan pada bangsa dan
negara lain, Indonesia membangun dirinya dengan kepercayaan pada kemampuan sendiri.
d. Berlandaskan hakekat dan kodrat manusia, itulah sebabnya merupakan sesuatu
yang berlaku secara universal
Menumbuhkan nasionalisme bukan persoalan yang gampang, karena Nasionalisme itu harus
dibangun dari idialisme yang melekat pada diri seseorang. Selama orang itu tidak memiliki
idialisme sebagai bangsa yang bersatu dalam realitas kebihnekaannya, maka kesadaran akan
Nasionalisme itu masih perlu terus dibentuk.
2. KONSEP WAWASAN KEBANGSAAN
200
Wawasan kebangsaan adalah sudut pandang atau cara memandang yang mengandung
kemampuan seseorang atau kelompok orang untuk memahami keberadaan jati dirinya sebagai
satu bangsa, juga dalam memandang dirinya dan bertingkah laku sesuai falsafah hidup
bangsanya dalam lingkungan internal dan lingkungan eksternalnya. Wawasan ini menentukan
cara suatu bangsa mendayagunakan kondisi geografis negaranya, sejarah, sosial budaya,
ekonomi dan politik, serta pertahanan keamanan dalam mencapai cita-cita dan menjamin
kepentingan nasionalnya.
Agar wawasan kebangsaan masyarakat tepat dalam proses pembentukannya, dan tetap
relevan dengan perkembangan mutakhir dimana tujuan PKN adalah partisipasi yang bermutu dan
bertanggung jawab dari warga negara dalam kehidupan politik dan masyarakat baik pada tingkat
Lokal maupun Nasional maka partisipasi semacam itu memerlukan penguasaan sejumlah
Kompetensi Kewarganegaraan. Dari sejumlah Kompetensi yang diperlukan, yang terpenting
adalah : 1) Penguasaan terhadap pengetahuan dan pemahaman tertentu, 2) Pengembangan
kemampuan Intelektual dan partisipatoris, 3) Pengembangan karakter dan sikap mental tertentu,
4) Komitmen yang benar terhadap Nilai dan prinsip dasar demokrasi Konstitusional.( Bransen
Dalam Budimansyah dan Udin Hal 186)
Pengetahuan Kewarganegaraan : membantu warga negara memberikan pertmbangan-
pertimbangan yang matang mengenai hakekat kehidupan kewarganegaraan, politik, dan
Pemerintahan serta mengapa politik dan Pmemerintahan itu penting, tujuan-tujuan Pemerintahan,
hakekat dan tujuan Konstitusi, menneorganisassikan Pemerintahan Konstitusional, sistim politik
Indonesia, karakter khas masyarakat dan kultur Indonesia, dan prinsip-prinsip demokrasi. Selain
itu pengetahuan membantu masyarakat mengevaluasi Pemerintahan terbatas dan menjaga
Pemerintahan di tingkat Lokal maupun Nasional, bagaimana hubungan Indonesia dengan Negara
lain karena sebagai negara Indonesia tidak dapat hidup sendiri. Yang terakhir dalam konteks
pengetahuan adalah kewaarganegaraan dalam Demokrasi Konstitusional berarti setiap warga
negara merupakan anggota yang setara dalam komunitas otonom dan memiliki hak-hak
fundamental dan tanggung jawab.
Kecakapan kewarganegaraan, Selain pengetahuan diatas, warga negara memerlukan
kecakapan Intelektual dan partisipatoris yang relevan. Kecakapan itu walaupun berbeda satu
dengan yang lain, namun tidak dapat dipisahkan. Misalnya dalam konteks Isu Politik, seseorang
201
harus memahami terlebih dahulu Isu itu akan sejarahnya, relevansinya dimasa kini. Demikian
halnya dengan Isu-Isu dibidang lain yang membutuhkan kecakapan menganalisa permasalahan.
Watak Kewarganegaraan, watak kewarganegaraan sebagaimana kecakapan
kewarganegaraan berkembang secara perlahan sebagai akibat dari apa yang telah dipelajari dan
dialami oleh seseorang di rumah, disekolah, komunitas dan organisasi-organisasi Civil Society.
Pengalaman-pengalaman demikian hendaknya membangkitkan pemahaman bahwasanya
demokrasi mensyaratkan adanya Pemerintahan mandiri yang bertanggung jawab dari tiap
Individu. Karakter privat seperti tanggung jawab Moral, disipin diri dan penghargaan terhadap
harkat dan martabat manusia dari setiap individu adalah wajib.
Secara singkat karakter Privat dan Publik diuraikan sebagai berikut :
a. Menjadi anggota masyarakat yang Independen
Karakter ini merupakan kesadaran secara pribadi untuk bertanggung jawab sesuai
ketentuan, bukan karena keterpaksaan atau pengawasan dari luar menerima tanggung
jawab akan konsekuensi dari tindakan yang diperbuat dan memenuhi kewajiban moral
dan egal sebagai anggota masyarakat demokratis.
b. Memenuhi tanggung jawab personal kewarganegaraan dibidang ekonomi dan
politik
Tanggung jawab ini meliputi memelihara/menjaga diri, memberi nafkah dan merawat
keluarga, mengasuh dan mendidik anak. Termasuk pula mengikuti informasi tentang isu-
isu publik, menggunakan hak pilih dalam pemilu, membayar pajak menjadi saksi
dipengadilan, kegiatan pelayanan masyarakat, melakukan tugas kepemimpinan sesuai
bakat masing-masing.
c. Menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap Individu
Menghormati orang lain berarti mendengar pendapat mereka, bersikap sopan,
menghargai hak-hak dan kepentingan – kepentingan sesama warga negara, dan mengikuti
aturan musyawarah mufakat dan prinsip mayoritas namun tetap menghargai hak-hak
minoritas untuk berbeda pendapat.
d. Berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan secara efektif dan
bijaksana
Karakter ini merupakan bentuk sadar informasi sebelum menentukan pilihan atau
berpartisipasi dalam debat publik,terlibat dalam diskusi yang santun dan serius, serta
202
memegang kendali dalam kepemimpinan bilaq diperlukan.Juga membuat evaluasi
tentang kapan saatnya kepentingan pribadi seseorang sebagai warga negara harus
dikesampingkan demi memenuhi kepentingan publik dan mengevaluasi kapan seseorang
karena kewajibannya atau prinsip-prinsip konstitusional diharuskan menolak tuntutan-
tuntutan kewarganegaraan tertentu.
e. Mengembangkan berfungsinya demokrasi konstitusional secara sehat.
Karakter ini merupakan sadar informasi dan kepekaan terhadap urusan-urusan publik,
melakukan penelahan terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip konstitusional, memonitor
keputusan para pemimpin politik dan lembaga - lembaga publik pada nilai-nilai dan
prinsip - prinsip tadi serta mengambil langkah - langkah yang diperlukan bila ada
kekurangannya. Karakter ini mengarahkan warga negara agar bekerja dengan cara-cara
yang damai dan legal dalam rangka mengubah undang-undang yang dianggap tidak adil
dan tidak bijaksana.
Wawasan ini juga menentukan bagaimana bangsa itu menempatkan dirinya dalam tata
berhubungan dengan sesama bangsanya dan dalam pergaulan dengan bangsa-bangsa lain didunia
internasional. Dalam wawasan kebangsaan juga terkandung komitmen dan semangat persatuan
untuk menjamin keberadaan dan peningkatan kualitas kehidupan bangsanya. Selain itu wawasan
kebangsaan menhendaki pengetahuan yang memadai tentang tantangan masa kini dan mendatang
serta potensi bangsanya.
Manifestasi wawasan kebangsaan manusia Indonesia menurut Soeprapto (dalam prayogi :
1997: 29) adalah sebagai berikut :
a. Kesadaran seseorang bahwa dirinya adalah merupakan anggota atau warga negara
bangsanya
b. Kebanggan seseorang akan negara bangsanya
c. Kecintaan seseorang akan Negara bangsanya
d. Kesetiaan dan ketaatan seseorang terhadap negara bangsanya
e. Perjuangan seseorang bagi Negara Bangsanya
f. Kerelaan seseorang bagi negara bangsanya
Pembentukan karakter yang baik akan menumbuhkan wawasan kebangsaan yang baik
pula, kemudian keberhasilan membentuk wawasan kebangsaan akan membentuk Nasionalisme.
Nasionalisme begitu penting bagi suatu negara, Karim dalam analisis CSIS tahun XXV No.2
(1996:101) menyatakan Nasionalisme merupakan salah satu alat perekat kohesi sosial, dan
semua negara memerlukannya.
203
3. WAWASAN KEBANGSAAN INDONESIA
1.1.Wawasan Kebangsaan Dalam Cita-cita menurut UUD 1945
Negara Indonesia yang diproklamasikan pada tangga117 Agustus 1945 adalah negara
kesatuan yang berbentuk republik. Para pejuang bangsa kita (the founding fathers) yang telah
melahirkan dan membentuk negara ini dengan pemikiran yang arif dan bijaksana, dan dengan pan-
dangan yang jauh ke depan telah meletakkan dasar-dasar yang kuat dan teguh di atas nama
negara ini dapat tumbuh dan berkembang dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Salah satu prinsip dasar yang diletakkan adalah prinsip negara kesatuan yang
bersifat integralistik dengan menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa.
Salah satu pertimbangan yang melatarbelakangi pemikiran dari para pembentuk negara (the
founding fathers) pada waktu itu adalah bahwa negara yang akan dikelola nanti, memiliki
wilayah yang sangat luas, terdiri dari ribuan pulau, dengan jumlah penduduk yang cukup besar,
yang terdiri dari berbagai suku, bahasa, agama, adat istiadat dan sebagainya. Kondisi objektif
seperti itu pada satu sisi mengandung kekuatan tetapi pada sisi yang lain sekaligus mengandung
kelemahan. Ia mengandung kekuatan apabila perbedaan-perbedaan dari keanekaragaman itu dapat
hidup bersama dalam satu kesatuan yang harmonis.
Sebaliknya ia mengandung kelemahan apabila perbedaan-perbedaan yang ada dalam
keanekaragaman itu hidup dalam suasana penuh kecurigaan, pertentangan dan bahkan saling
menghancurkan antara satu dengan yang lainnya. Itu sebabnya, sistem kenegaraan dan sistem
pemerintahan yang ingin dikembangkan adalah sistem pemerintahan yang bersifat demokratis
dan desentralistis dalam negara kesatuan yang utuh dan menyeluruh. Dengan prinsip negara
kesatuan memang menghendaki adanya pemerintahan pusat yang kuat dan berwibawa untuk
menjamin terpeliharanya stabilitas nasional dan kesatuan bangsa sedangkan prinsip
desentralisasi menghendaki adanya pemerintahan daerah yang semakin dewasa, mandiri, dan
demokratis.
Dengan demikian harmonisasi hubungan pusat dan daerah menurut adanya wawasan
kebangsaan yang memahami keberadaan wawasan kewilayahan/kedaerahan yang memiliki
karakteristik tertentu untuk dikembangkan dengan penuh prakarsa, kreasi, dewasa, dan
mandiri. Demikian juga sebaliknya, wawasan kewilayahan/kedaerahan yang semakin dewasa dan
mandiri hendaknya senantiasa ditempatkan secara proporsional untuk memperkuat pembinaan
wawasan kebangsaan.
204
Wawasan kebangsaan yang di dalamnya memberikan ruang dan kesempatan untuk
berkembangnya wawasan kewilayahan/kedaerahan yang semakin dewasa dan mandiri itu pada
hakikatnya bertolak dari fakta bahwa memang wilayah negara ini sangat luas, yang di dalamnya
hidup masyarakat bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa, agama, adat istiadat,
dan sebagainya. Keanekaragaman itu justru dapat dimanfaatkan sebagai kekuatan untuk
mempersatukan dan membangun bangsa yang besar itu.
4.. Wwasan Kebangsaan dalam aspek Sejarah
Wawasan kebangsaan dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia berkembang
dan mengkristal tidak lepas dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia dalam membentuk negara
ini. Konsep wawasan kebangsaan Indonesia tercetus pada waktu diikrarkan sumpah pemuda 28
oktober 1928 sebagai tekat perjuangan yang merupakan konvensi nasional tentang pernyataan
eksistensi bangsa Indonesia yaitu : satu nusa, satu bangsa dan menjunjung tinggi bahasa
persatuan Indonesia. Wawasan seperti itu pada hakekatnya tidak membedakan asal suku,
keturunan, ataupun perbedaan warna kulit. Dengan perkataan lain wawasan tersebut
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa atau yang dapat disebut sebagai wawasan
kebangsaan Indonesia. Wawasan kebangsaan didukung oleh idiologi (gerakan pemikiran) yang
timbul diabad ke 18 yakni Nasionalisme.
Kejayaan Sriwijaya dan Majapahait mencatat bahwa bangsa Indonesia pernah mengalami
masa kejayaan yang luar biasa mencapai puncak kemegahannya sebagai bangsa yang mereka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur, serta berperan sangat penting dikawasan Asia tenggara.
Namun karena kedatangan bangsa asing dengan menggunakan politik memecah belah, maka
berakhirlah periode kejayaan kerajaan nusantara itu. Bangsa Indonesia berjuang untuk merebut
kejayaan tersebut kembali, namun selalu gagal karena perjuangan hanya bersifat kedaerahan.
Dalam perkembangan berikutnya muncul kesadaran bahwa perjuangan yang bersifat
Nasional yakni perjuangan yang berlandaskan persatuan dan kesatuan dari seluruh bangsa
Indonesia akan mempunyai kekuatan yang nyata. Karena itulah muncul pergerakan Budi Oetomo
28 Mei 1928, yang merupakan tonggak awal sejarah perjuangan yang bersifat Nasional,
sekaligus menandai pula kebangkitan Nasional untuk menentang penjajah secara terorganisasi
dan terbuka untuk semua golongan bangsa Indonesia. Disamping itu bangkit pula gerakan-
gerakan dibidang politik ekonomi/perdagangan, pendidikan, kesenian, pers dan kewanitaan.
Dalam perjalanan sejarah itu timbul pula gagasan sikap,dan tekad yang bersumber dari nilai-nilai
205
budaya bangsa serta disemangati oleh cita-cita Moral rakyat yang luhur. Sikap dan tekat itu
adalah pengejewantahan dari satu wawasan kebangsaan.
Paham kebangsaan dapat berwawasan luas dan sempit. Fasisme dan Nazisme sebagai
Nasionalisme sempit jelas ditolak olah bangsa Indonesia. Dengan demikian esensi Nasionalisme
sebagai suatu tekad bersama yang tumbuh dari bawah untuk bersedia hidup sebagai suatu bangsa
dalam negara merdeka. Kebangsaan/Nasionalisme adalah paham kebersamaan, persatuan dan
kesatuan, selalu berkaitan erat dengan demokrasi karena tanpa demokrasi kebangsaan akan mati
bahkan merosot menjadi fasisme atau nazisme, yang bukan saja berbahaya bagi bangsa yang
bersangkutan, tapi juga berbahaya bagi bangsa lain
Selain itu Wawasan kebangsaan Indonesia mengamanatkan kepada seluruh masyarakat
bangsa dan negara agar menempatkan persatuan, kesatuan, serta keselamatan bangsa dan negara
diatas kepentingan pribadi dan golongan. Diharapkan manusia Indonesia sanggup dan rela
berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara. Sehubungan dengan itu hendaknya dipupuk
penghargaan terhadap martabat manusia, cinta tanah air dan bangsa, demokrasi dan
kesetiakawanan sosial. Wawasan kebangsaan mengembangkan persatuan Indonesia sedemikian
rupa sehingga asas Bihneka Tunggal Ika tetap dipertahankan. Persatuan tidak boleh mematikan
keanekaan dan kemajemukan. Sebaliknya keanekaan dan kemajemukan tidak boleh menjadi
pemecah belah, namun harus menjadi kekuatan yang memperkaya persatuan.
Wawasan kebangsaan tidak memberikan tempat kepada Patriotisme yang picik. Missi
yang diamanatkan adalah agar warga negara Indonesia membina dengan jiwa besar dengan setia
kepada Tanah Air dan Bangsa, sekaligus diarahkan kepada kepentingan seluruh umat manusia
yang saling berhubungan dengan berbagai jaringan antar ras, antar bangsa dan antar
negara.Wawasan kebangsaan Indonesia dalam pelaksanaannya harus dilandasi oleh Pancasila
sebagai falsafah dan pandangan hidup bangsa karena Pancasila telah membuktikan
keampuhannya merintis jalan menyelenggarakan misinya ditengah tata kehidupan dunia.
Keberhasilan pembinaan wawasan kebangsaan akan menghasilkan Nasionalisme Keindonesiaan
yang kuat.
5. Hal-hal yang harus dipelihara, dikembangkan dan yang dicegah dalam
pengembangan wawasan Kebangsaan
Agar bangsa Indonesia tidak terpecah belah seperti negara lainnya dibelahan dunia,
dibutuhan kerja keras dengan mempertaruhkan eksistensi bangsa Indonesia. Sebagian orang
206
menjawab perpecahan mungkin saja terjadi tapi sebagaian lainnya yakin bahwa hal tersebut tidak
akan terjadi. Jika kita ingin bangsa Indonesia tetap berdiri ditengah-tengah bangsa lain didunia,
maka kita harus melakukan sesuatu sebagai jaminan. Jaminan yang kita berikan harus konkrit
dengan sejumlah langkah-langkah yang secara sadar dilakukan oleh seluruh bangsa Indonesia
untuk memelihara dan mengembangkan langkah atau upaya-upaya yang dapat memperkokoh
persatuan dan kesatuan bangsa serta upaya-upaya mencegah hal-hal yang dapat mencegah
bahkan menghambat bahkan memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa, yang oleh
suebu( 1993: 45) diuraikan ha-hal yang harus dipelihara, dikembangkan dan yang dicegah
sebagai berikut :
1.3.1 Hal-hal yang harus dipelihara.
a Keutuhan dan kedaulatan wilayah Negara dari Sabang sampai Merauke
b Pancasila dan UUD45 sebagai acuan dasar dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
c Konsep wawasan Nusantara dan ketahanan Nasional sebagai acuan operasional.
d Kekayaan budaya bangsa Indonesia termasuk hasil-hasil pembangunan Nasional
sebagai perwujudan cipta, karsa, rasa, dan karsa bangsa Indonesia.
6. Hal- hal yang harus dikembangkan
Dalam proses rekayasa sosial untuk membina wawasankebangsaan, dalam rangka
memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa harus ditumbuhkembangkan dari nilai-nilai
moral Pancasila yang diaktualisasikan dengan perkembangan Zaman. Proses kearah itu
dilaksanakan melalui pelaksanaan pembangunan Nasional yang bercirikan wawasan
Nusantara sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan
keamanan untuk memperkuat ketahanan Nasional. Perkembangan pembangunan itu harus
membawa perubahan kearah yang diinginkan. Agar perubahan perubahan itu bergerak
secara teratur, maka perubahan itu harus direncanakan dan dikendalikan oleh mereka
yang merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan perubahan itu yakni Manusia.
Perubahan itu sendiri harus memberikan makna yang lebih baik kepada masyarakat
yakni, kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan sebagai upaya mengangkat harkat dan
martabat masyarakat bangsa dan Negara. Inilah pentingnya sebuah rekayasa sosial yang
dilaksanakan dengan baik dengan memperhatikan berbagai aspirasi dan kepentingan
masyarakat.
207
Bangsa Indonesia dalamproses sejarahnya telah mengalami berbagai kontak
budaya antar bangsa, antar suku bangsa, dan kelompok etnis. Kontak-kontak budaya yang
berlangsung sepanjang masa itu dimungkinkan oleh letak silang kepulauan Nusantara
yang terletak diantara dua buah benua dan dua samudra.Dalam kontak-kontak budaya
yang diartikan sebagai interaksi kebudayaan telah terjadi integrasi kebudayaan antara
unsur-unsur luar dan unsur-unsur yang berasal dari kebudayaan daerah yang diangkat
untuk memperkaya khasanah kebudayaan Nasional. Dalam hubungan ini semua
kebudayaan daerah baik yang besar, kuat, maupun yang kecil, lemah dan belum mapan
harus diberi ruang gerak dan kesempatan yang sama untuk hidup da bertumbuh kembang
sebagai bagian dari budaya bangsa kita yang ikut memperkaya dan memperindah taman
sari kebudayaan Nasional.
Dalam hubungan ini pula beberapa gagasan strategis yang harus dikembangkan
sebagai berikut :
a Menggali, menghimpun, mengientifikasi, mendiskripsikan berbagai aspek
budaya, menyususun peta bahasa dn peta etnografi melalui suatu pusat studi
Nasional yang juga mmiliki sistim informasi budaya secara Nasional.
b Mengadakan kontak lintas budaya dan media apresiasi antar budaya dengan
prinsip saling mengakui,saling menghargai, saling melengkapi untuk
memperkaya khasana budaya Nasional
c Pengarahan pendidikan anak sejak dini untuk memahami dan menghargai
budaya lokal dan juga memahami dan menghargai budaya dan kelompok suku
bangsa lain.
d Terus mengembangkan dan mengimplementasikan Nilai-nilai Moral Pancasila
agar secara aktual dapat menjawab tuntutan dan kebutuhan yang sesuai dengan
perkembangan zaman sebagai upaya sadar dalam mewariskan nilai-nilai luhur
budaya bangsa yang berwawasan kebangsaan.
e Meningkatkan daya adaptasi masyarakat terhadap ilmu pengetahuan dan
teknologi. Dengan meningkatnya Nasionalitas bangsa dan wawasan kebangsaan,
mudah-mudahan hal yang menyangkut fanatisme golongan yang bersumber pada
primordialisme dapat terkikis secara berangsur-angsur.
7. Hal-hal yang harus dicegah
208
a Pikiran-pikiran dan perasaan antar suku bangsa, agam, bahasa, adat istiadat, golongan
masyarakat dimana yang satu merasa lebih daripada yang lainnya ikut mempengaruhi
pengembangan wawasan kebangsaan Indonesia. Pikiran dan perasaan seperti itu bertolak
dari fanatisme kelompok atau golongan yang sempit dan bertentangan dengan
pembentukan wawasan kebangsaan yang ingin memberikan ruang gerak dan kesempatan
yang sama untuk bertumbuh atas dasar saling mengakui, menghargai, melengkapi dan
memperkaya. Pikiran dan perasaan seperti itu dapat menumbuhkan kecemburuan sosial
yang mengarah pada pertentangan/konflik sosial dan pada gilirannya dapat
membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.
b Kesenjangan pembangunan antar wilaya harus dicegah karena kemajuan pembangunan
yang terlalu pesat disatu daerah sementara didaerah lain yang sanat tertinggal dapat
menimbulkan kecemburuan sosial, yang secara umum terjadi antara wilaya barat dan
timur kususnya di Papua.
c Kesenjangan sosial dan ekonomi antar golongan penduduk harus dicegah melalui upaya
yang sungguh-sungguh untuk mengentaskan kemiskinan. Harapan kita adalah penduduk
miskin yang berpenghasilan rendah akan berkurang dan mencegah golongan elit yang
sangat kaya tidak bertambah kaya.
d Upaya untuk mengekang proses demokratisasi dan desentralisasi dengan alasan stabilitas
dan kesatuan bangsa yang berlebih-lebihan harus dicegah. Agar emokrasi dapat tumbuh
secara wajar dan desentralisasi dapat dikembangkan secara proporsional kepada daerah-
daerah perlu diberikan ruang gerak dan peluang yang cukup memadai untuk
mengembangkan aspirasi, prakarsa dan kreatifitasnya.
8. . Tantangan dan ancaman potensial dalam pengembangnan wawasan kebangsaan
Kalau dikaji secara mendalam, mendasar dan hati-hati, (Yudhoyono 42) sesungguhnya
banyak sekali tantangan dan ancaman potensial yang terhadap kelangsungan kelangsungan
perkembangan wawasan kebangsaan dan kehidupan kebangsaan kita. Hal-hal tersebut adalah :
1.4.1. Aspek negatif dari proses globalisasi
Harus diakui bahwa selain memiliki aspek positif, proses globalisasi dalam
banyak hal juga bisa membawa pengaruh negatif terhadap perkembangan wawasan
kebangsaan kita. Sedangkan bagi kita proses globalisasi itu adalah suatu proses yang
tidak dapat dihindari keberadaannya, atau dengan kata lain kita tidak bisa melarikan diri
209
dari globalisasi karena kita memang hidup dalam dunia yang sedang dan terus berubah.
Dunia yang bisa kita sebut sebangai dunia yang sedang mengalami globalisasi dan
universialisasi.
1.4.2. Perkembangan pandangan tentang sub Nasionalisme.
Dalam konteks pandangan wawasan kebangsaan kita sekarang ini, harus diakui
masih ada suatu komunitas tatau ras yang berpandangan bahwa mereka bisa dan
membentuk suatu negara dan bangsa sendiri, terlepas dari naungan negara dan bangsa
selama ini. Pandangan yang terlalu mengedepankan sub nasionalisme ini jelas bisa
menjadi ancaman bagi perkembangan wawasan kebangsaan, sekaligus juga bagi
keutuhan dan kelanjutan masa depan negara kebangsaan. Oleh karena itu dalam
perkembangan negara kebangsaan Indonesia kedepan, perlu ditegaskan kembali bahwa
persoalan nasionalisme sesungguhnya telah selesai sejak terbangun dan ditetapkannya
konsensus dasar kebangsaan dan kenegaraan pada saat Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.
1.4.3.Gagasan Nasionalisme sempit (Chauvinisme)
Nasionalisme sempit adalah suatu gagasan atau paham yanga amat
mengagungkan bangsanya sendiri dan menganggap bangsa lain rendah. Paham seperti
nini dalam prakteknya seringkali bersifat konfrontatif terhadap segala hal yang bersifat”
dari luar” ia bahkan bisa amat curiga terhadap hal-hal yang berbau asing meskipun hal-
hal yang dicurigai itu bersifat positif, atau mampu memberikan dan mengandung unsur-
unsur yang bermanfaat. Dalam zaman globalisasi ini kecendrungan nasionalisme
sempit itu banyak dinilai sebagai suatu gejala pemikiran yang tidak sehat. Selain itu
juga bisa dinilai sebagai salah satu faktor tantangan dan ancaman potensial bagi masa
depan negara kebangsaan Indonesia.
1.4.4. Pandangan yang berusaha memonopoli kebenaran.
Pandangan yang berusaha memonopoli kebenaran ini dalam prakteknya seringkali
secara tidak sadar muncul dan tercermin dari sikap-sikap yang kelewat memandang
hitam dan putih perkembangan zaman.Di Zaman reformasi misalnya, hal seperti ini
diwakili oleh mereka yang sangat percaya terhadap pandangan yang melihat bahwa
segala hal yang terjadi dimasa lalu semuanya tidak benar bahkan salah semua, kecuali
keadaan sekarang. Pandangan yang seperti ini jelas merupakan tantangan dan ancaman
210
bagi perkembangan wawasann kebangsaan. Untuk itu masalah seperti ini harus dilihat
secara lebih bijaksana sehingga tidak muncul suatu kelompok, golongan, kekuatan yang
mampu memonopoli kebenaran.Yang jelas tidak ada satu pihak manapun, siapapun itu,
dan generasi kapanpun yang bisa dan boleh merasa benar sendiri. Sebaliknya dalam
keberagaman dan kemajemukan di Indonesia ini, kita dapat mendorong berlangsungnya
dialog tentang berbagai hal yang menyangkut permasalahan antar kelompok, golongan
dan bahkan antar generasi.
B. TANTANGAN DAN ANCAMAN TERHADAP NEGARA KEBANGSAAN
Beberapa tantangan dan ancaman terhadap Negara kebangsaan Indonesia ( Yudhoyono :
54 )adalah sebagai berikut :
1.5.1. Situasi disintegrasi Nasional
Perkembangan keadaan yang mengarah pada situasi disintegrasi Nasional dengan
sendirinya merupakan tantangan dan ancaman bagi kelangsungan negara
kebangsaan.Oleh karena itu upaya untuk memelihara dan menjaga integrasi Nasional
perlu mendapat tempat yang utama dalam perjalanan membangun wawasan kebangsaan
dan negara kebangsaan.Dalam hubungan dengan ini, perlu dicatat bahwa suatu negara
dapat dikatakan terintegrasi dengan baik ( well integratet ) apabila : Pertama, negara
yang bersangkutan secara ideologis tidak mengalami gangguan atau masalah. Oleh
karena itu kalau Pancasila tetap kokoh menjadi falsafah, landasan, dasar, dan ideologi
negara, maka secara ideologis negara Indonesiadianggap tidak sedang menghadapi
ancaman ideologis. Dan begitupula sebaliknya bila keberadaan Pancasila terus
dipermasalahkan atau telah menjadi masalah. Kedua, Negara yang bersangkutan
memiliki integrasi sosial yang cukup kuat. Dalam prakteknya hal ini terwujud dari
perkembangan situasi yang menunjukkan tidak terjadinya suatu gangguan atau konflik
sosial dan terdapat suatu harmoni dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Oleh karena
itu berbagai kejadian konflik yang telah memporakporandakan harmoni masyarakat di
Maluku utara, posso dan Kalimantan tengah misalnya, bisa dikategorikan ancaman
terhadap integrasi Nasional. Ketiga, Negara yang bersangkutan mampu memelihara dan
mempertahankan keutuhan wilayahnya. Berkaitan dengan keutuhan wilayah ini, maka
bagi negara kebangsaan Indonesia masalah yang berkembang di Aceh dan Papua dengan
tepat, arif dan tegas (decisive) mampu diselesaikan dengan baik.
211
1.5.2. Proses marginalisasi peran negara bangsa
Dewasa ini berbagai pemikiran provokatif yang pada intinya menantang peran
negara bangsa semakin membanjir. Negara bangsa dinilai sebagai suatu konsepsi yang
sudah usang, dan dalam era fglobalisasi diyakini akan melemah dan surut peranannya.
Sebaliknya dalam zaman globalisasi yang keberadaannya ditopang oleh perkembangan
kemajuan teknologi informasi, pasar mendapat tempat penting dalam hubungan bangsa-
bangsa. Lebih dari itu pemikiran yang provokatif meramalkan bahwa negara bangsa
sudah sampai pada akhir perjalanannya. Pemikiran provokatif ini misalnya tercermin
dalam gagasan-gagasan yang ditulis oleh beberapa penulis futurolog seperti Alfian
Toffler dalam bukunya the future Shock, Power Shift dan War and anti war, John Naisbitt
dan Patricia Aburdene dalam bukunya global Paradox, dan Konichi Ohmae dalam the
End of Nation State.Membanjir dan menguatnya pemikiran-pemikiran seperti ini pada
gilirannya bisa menjadi tantangan dan ancaman yang potensial terhadap negara
kebangsaan.
1.5.3. Perkembangan konsep kedaulatan global
Pada dasarnya inti dari konsepsi kedaulatan global hampir sejalan dengan
pemikiran provokatif yang melihat semakin melemahnya peran negara bangsa di era
globalisasi. Konsepsi negara bangsa dalam perkembangannya sudah dianggap tidak
relefan, kuno, Hal ini didasarkan pada suatu kenyataan bahwa dunia telah bergerak maju
dalam tataran hukum, logika dan aturan main, yang semuanya serba baru. Sejalan dengan
gerak maju maka dalam pandangan kedaulatan global, yang menentukan kehidupan
bangsa-bangsa bukan lagi negara kebangsaan ( nation state ) atau Pemerintah tetapi
adalah hukum pasar.
Dengan mengacu pada pandangan seperti itu, maka ide-ide atau gagasan-gagasan
ataupun pemikiran-pemikiran tentang sesuatu hal pada dewasa ini menjadi mampu
bergerak bebeas tanpa batas.Ide- ide pemikiran itu mampu meramba kemana-mana dari
suatu tempat ketempat lain dan dari suatu negara ke negara lain. Bebas tanpa batas
menyebabkan dunia menjadi dunia yang tanpa batas ( borderless world ). Tidak hanya
ide gagasan dan pemikiran, yang mampu bergerak bebas tanpa batas.Investasi atau modal
juga mampu bergerak secara leluasa kemana-mana melintasi batas-batas negara tanpa ada
hambatan yang berarti.Begitu juga dengan individu, orang atau manusia bisa bermigrasi
212
kemana-mana mengikuti dorongan hukum pasar.
Tentang implikasi global terhadap pembangunan ekonomi nasional, dijelaskn
bahwa kalau cerdas, melalui globalisasi bangsa kita bisa mengambil, memanfaatkan dan
mengalirkan sumber-sumber kemakmuran dari bangsa-bangsa dan negara-negara lain.
Bukan sebaliknya globalisasi malah menjadi ajang bagi pihak lain untuk mengeksploitasi
bangsa kita. Melalui globalisasi kita harus bisa meraih keuntungan dengan memanfaatkan
kerjasama perdagangan, investasi dan lain-lain. Memang ada kajian yang mengatakan
bahwa kerjasama ekonomi tidak selamanya menguntungkan apalagi bagi negara yang
belum maju, malah memberikan kesenjangan cukup jauh antara negara maju dan negara
berkembang.
Disisi lain pengaruh globalisasi juga membawa pengaruh yang besar terhadap
pelestarian nilai, jati diri dan budaya bangsa. Bagaimanapun pengaruh seperti ini sulit
untuk dielakkan karena gaya hidup yang kita alami dan kembangkan sekarang ini,
sebagian besar berinteraksi dengan proses-proses dengan globalisasi itu sendiri. Pada
aspek tertentu hal seperti ini tak terelakkan telah menimbulkan suatu situasi yang
membuat sebagian dari kita merasa cemas dan kuatir. Cemas dan kuatir terhadap
kemungkinan bahwa diantara interaksi dengan globalisasi itu sebagian hasilnya ternyata
bisa mempengaruhi dan menggilas sistim nilai, budaya, jati diri, dan tradisi yang kita
anggap luhur, termasuk kedaulatan dan keamanan nasional, yang artinya apabila ada
negara yang tidak mampu dalam berbagai aspek, maka atas nama kemanusiaan bisa
dibantu oleh negara lain.contohnya pasukan koalisi yang datang ke kosovo tanpa mandat
PBB. Kedatangan ini dianggap sah karena di Kosovo terjadi tragedi kemanusiaan.
Globalisasi juga bisa membawa pengaruh dan memicu timbulnya benturan
konflik kesetiaan. Hal seperti ini seringkali terlihat pada fenomena ketika sebagian
diantara kita, apakah perorangan atau kelompok merasa lebih setia kepada masyarakat
global ketimbang kepada bangsanya sendiri. Karena kesetiaannya kepada masyarakat
global maka diantara mereka terkadang tidak segan-segan menjual kehormatannya demi
popularitas, demi uang, demi status, dan lain sebagainya. Keadaan ini harus dikritisi, dan
dalam menghadapi masalah seperti ini tidak ada cara lain kecuai harus membangun
wawasan kebangsaan yang tepat.
2. PENTINGNYA PENGKAJIAN TEN TANG WAWASAN KEBANGSAAN
213
2.1. Situasi Global
Abad ke-19 yang dikenal sebagai Abad Ideologi telah lewat dengan janji dan harapan besar
akan perbaikan nasib bagi umat manusia. Ideologiideologi besar itu telah gagal dalam memenuhi
janji janji mereka. Karenanya kita kini hidup dalam suatu babak sejarah dunia yang mem-
perlihatkan kita dalam masa ketidakpastian, yang juga semakin menghebat sebagai akibat
dari kegagalan yang dialami oleh tata dunia yang berlaku. Lembaga-lembaga internasional tidak
berhasil mengatasi proses penghancuran lingkungan alam, serta penyelesaian hutang negara-
negara sedang berkembang . Akibatnya, orang tertarik untuk kembali dan mundur kepada, dan
lebih mengakrabkan diri lagi dengan aneka komunitas sosial-anthropologis yang lebih sempit
seperti komunitas kekerabatan, kedaerahan, agama, atau kelas sosial, sebagaimana yang telah
ditampilkan dalam sejarah dan bermanifestasi sebagai komunalisme. Komunalisme etnik
cenderung mendesak negara untuk memihak pada kaum mayoritas yang pada tingkat ekstrem
dapat mengambil bentuk sebagai usaha purifikasi etnik. Pelajaran yang dapat ditarik dari
komunalisme agama adalah, bahwa hubungan antara negara dan agama adalah selalu problematis,
karena negara lalu cenderung didesak untuk bertopang pada agama kalangan mayoritas.
Masalah dunia dengan dimensi sosio-antropologis itu juga dibebani dengan kepincangan
ekonomi. Sistem ekonomi pasar bebas yang didukung oleh media komunikasi dan teknologi canggih
dan yang menjadi dominan di dunia serta cenderung untuk berlangsung menurut hukum efisiensi
dan berorientasi pada profit, di satu sisi semakin meningkatkan kemakmuran di sebagian negara
yang maju tetapi di lain pihak juga memperparah kemiskinan di banyak negara sedang
berkembang. Secara global keadaan itu tercermin dalam kesenjangan antara Utara dan Selatan
serta juga secara lokal sebagai kesenjangan antara kaum kaya dan miskin. Kesenjangan itu
mendorong terjadinya iklim persaingan yang semakin tajam dan terbuka. Bagi bangsa-bangsa
lemah yang tidak mampu melayani persaingan itu secara seimbang, penetrasi tersebut
mengakibatkan semakin besarnya ketergantungan mereka dari bangsa-bangsa yang kuat.
Ketimpangan itu mengakibatkan frustrasi yang mendorong pecahnya konflik-konflik sosial dan
kultural dan yang pada gilirannya mengimbas perilaku primordial, seperti yang dapat diamati di
berbagai negara di Eropa dan Asia. Bahayanya adalah bahwa dalam masyarakat-masyarakat yang
heterogen, primordialisme itu menumbuhkan benih-benih permusuhan dan menghasilkan
disintegrasi nasional. Harus kita akui, bahwa masyarakat dan bangsa Indonesia yang heterogen
rawan terhadap bahaya tersebut sehingga usaha untuk mengatasi sebab-sebab yang melatarbe-
214
lakangi tidak dapat digampangi. Bagian penting dalam usaha itu adalah pemaknaan baru yang
relevan, serta untuk mensosialisasikan wawasan kebangsaan itu ke seluruh lapisan masyarakat.
2.2. Relevansi Wawasan Kebangsaan dalam menyadarkan warga negara.
Berkembangnya kecenderungan primordial yang seringkali bermanifestasi sebagai
sektarianisme itu justru ketika terjadi keruntuhan dari aneka sistem makro seperti komunisme dan
totalitarianisme serta bocornya konsep integritas teritorial sebagai bagian dari konsep negara
kebangsaan, memberi kita suatu korelasi fenomenal yang tidak niscaya logis. Selagi kita
diharuskan untuk melakukan konsolidasi diri secara nasional, dalam kenyataannya kita
malahan sedang berada dalam proses sektarianisasi untuk pada akhirnya terjebak dalam dis-
integrasi politik dengan akibat fatal dalam bentuk segregasi dan separatisme, jika dibiarkan
berlanjut.
Mengingat kecenderungan itu lalu pantas untuk dipertanyakan: Masih relevankah
pemikiran tentang wawasan kebangsaan? Bukankah di Eropa orang sudah berpikir dalam kerangka
kontinental sedangkan di kalangan bisnis internasional orang berbicara jelas jelas dalam konteks
transnasional? Wawasan kebangsaan justru akan menyadarkan warga negara akan pentingnya
arti hidup bersama atas dasar persamaan hak dan kewajiban di hadapan hukum, serta sebagai
pembentukan tata pandang yang sehat dan wajar mengenai masa depan justru dalam menghadapi
krisis itu wawasan kebangsaan mempunyai misi ganda:
a mendukung suatu unikum dalam arti suatu pengelolaan berbagai sub-unikum dalam
suatu rangkaian kerangka kebangsaan. Fenomena usaha itu dapat dilihat pada Uni Soviet
yang menjelma menjadi CIS yang longgar, yang meniadakan suatu wawasan
kebangsaan dalam bentuk yang mirip dengan suatu oikumene;
b wawasan kebangsaan dapat efektif untuk mengelola suatu bangsa yang besar, dalam
mana setiap unikum dapat mempertahankan keunikannya. Di India dibuktikan bahwa
perlakuan terhadap hak dan kewajiban.
Kedua misi itulah yang membuat wawasan kebangsaan tetap relevan, lebih-lebih karena
tatanan dunia modern ternyata juga terseok-seok. Dapat kita mengamati adanya suatu proses
rusaknya wawasan kebangsaan yang tidak disebabkan oleh kaburnya wawasan ke bangsaan di
kalangan masyarakat di daerah-daerah atau di desa-desa, yang secara tradisional memang tidak
memiliki pemahaman yang analitis mengenai konsep kebangsaan. Proses kerusakan itu lebih
merupakan hasil dari perilaku masyarakat di kota-kota besar dan kalangan-kalangan tertentu
215
kelas menengah dan kelas atas masyarakat kita yang note bene mampu mempengaruhi proses
politik, dan dengan demikian ikut membentuk kebijakan-kebijakan politik yang dirumuskan oleh
lembaga-lembaga negara. Mudah dipahami jika kebijakan-kebijakan itu kemudian memang akan
menggapai masyarakat di daerah dan di desa, dengan akibat bahwa pada akhirnya perapuhan
dalam wawasan kebangsaan di kota atau di kalangan elit itu akan merambat ke desa-desa juga.
C. TINJAUAN HISTORIS WAWASAN KEBANGSAAN DALAM PENDIDIKAN
31. Wawasan Kebangsaan dalam Pergerakan Nasional
Secara dokumenter rumusan dan pengertian itu tumbuh pada berbagai golongan yang
menjadi dasar politik dengan berimajinasi akan terbentuknya Nasion Indonesia sebagai hasil akhir
perjuangan menuju tercapainya Indonesia merdeka.
Pada awal pemikiran para pelajar STOVIA ketika mereka berusaha untuk meraih
kemajuan bersama melalui persatuan sebagai bentuk organisasi antara, maka dinyatakan
bahwa tujuan lebih lanjut.ialah terbentuknya suatu persaudaraan nasional (nationale broeder-
schap), tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, maupun kepercayaan dalam suatu Perserikatan
Umum di Jawa. "Dengan cara itu perserikatan akan sungguh-sungguh mampu mewujudkan cita-
citanya dan ikut serta ke arah pertumbuhan yang kuat dan perkembangan yang lebih indah, ke
suatu evolusi yang tidak hanya mementingkan diri sendiri tetapi juga kepentingan berbagai
ras dan bangsa di Hindia Belanda (Surat Edaran Kedua, tertanggal Weltevreden, 5 September
1908).
Ketika Sarekat Islam didirikan pada 11 November 1911(Deliar Noer: 102) dan
perkembangannya pada tahun-tahun pertama "Islam dapat dipergunakan dengan berhasil sebagai
alat pengikat bagi penduduk Hindia yang heterogen itu" (Suryaningrat 1917; Surjomihardjo
1978). Sifat Sarekat Islam yang nasionalis Hindia tampak dari ketentuan anggaran dasarnya
yang menentukan "orang Islam berkebangsaan asing tidak boleh menduduki jabatan jabatan
yang penting dalam pimpinan partai" (Suryaningrat 1917; Surjomihardjo 1978). Kata
"nasional" ketika diadakan Kongres Nasional Pertama Sarekat Islam di Bandung (1916) diartikan
oleh Tjokroaminoto sebagai "cita-cita pergerakan rakyat membentuk persatuan bersama dan
bersama seluruh suku bangsa naik menuju sebuah bangsa (natie)". (Blumberger 1931:63; van der
Wal 1964: 160 dst.)
Tujuan untuk memupuk Nasionalisme Hindia atau Indisch Nasionalism.e mencakup
tidak saja seluruh penduduk bumi putera, tetapi juga golongan keturunan Belanda, Tionghoa,
216
dll, yang menganggap Hindia sebagai national home. Dibandingkan dengan kedua organisasi
sebelumnya Indische Partij lebih terinci dalam merumuskan tujuan dan daftar kegiatannya. Ia
berimajinasi tentang bentuk negara Hindia dengan Kaum Hindia (Indiers) sebagai warganegara
baru. Dokumen Indische Partij menjadi bersejarah, dan walaupun usianya sangat pendek, tetapi
pengaruh pemikirannya sampai kepada perkumpulan mahasiswa di Belanda yang
mengembangkan gagasan nasionalisme berdasarkan pengetahuan mereka tentang gerakan
kebangsaan di Eropa, dan tentang bangsa-bangsa dalam khasanah kepustakaan etnologi ketika
itu.
Pemikiran dengan rumusan awal pada ketiga organisasi tersebut diolah dengan lebih
tajam setelah diterimanya kata Indonesia yang berasal dari kepustakaan etnologi menjadi
pengertian ketatanegaraan sebagai identitas Bangsa Baru yang mampu mandiri di tengah-tengah
bangsa lain. Pengaruh perkumpulan mahasiswa di Nederland itu menjadi kuat setelah Partai
Nasional Indonesia didirikan di Indonesia. Sebelumnya para pemuda pelajar di Indonesia juga
sudah memahami konsep Indonesia sebagai pengertian ketatanegaraan, maupun Bangsa Baru yang
lahir dari kemauan bersama, ketidaksetiakawanan karena mengalami nasib yang sama, dan cita-
cita tentang keadilan dan kemakmuran yang merata. Pembicaraan dan hasil-hasil Kongres
Pemuda I dan II menunjukkan arus pemikiran semacam itu.
Walaupun gagasan kebangsaan sampai saat ini dalam praktek politik praktis menunjukkan
jalan yang ditempuh berbeda, akan tetapi terdapat arus pemikiran yang kuat tentang
persatuan dan kesatuan. Pengelompokkan dalam federasi maupun peleburan beberapa orga-
nisasi politik silih berganti terjadi, suatu proses yang tidak dapat dilewat begitu saja menuju
kedewasaan pemikiran politik dan peran yang ingin mencapainya.
3..2. Wawasan kebangsaan dalam pendidikan Nasional
Di samping organisasi dan partai politik, lembaga pendidikan ekstra kolonial di masa
Hindia Belanda merupakan tempat penyebaran wawasan kebangsaan dengan alasan dasar yang
beragam. Menarik barangkali untuk dicatat bahwa pendidikan yang dicita-citakan oleh kaum wanita
menitikberatkan usahanya kepada tercapainya persamaan derajat sehingga masyarakat menjadi
sejahtera.
Lembaga pendidikan lain bertujuan untuk "mendidiki murid-murid agar mempunyai rasa
kewajiban terhadap berjuta juta kaum kromo". Para murid berpakaian seragam putih-putih
dengan selempang kain merah bertuliskan "Rasa Kemerdekaan". Pendidikan yang mendatangkan
217
faedah bagi rakyat menjadi "haluan pendidikan" yang dengan sadar dilakukan pada sekolah-
sekolah Sarekat Islam yang dipimpin oleh Tan Malaka.
Pendidikan yang mencoba untuk menghasilkan manusia "yang merdeka pemikirannya,
merdeka batinnya, dan merdeka tenaganya" berdasarkan keyakinan pada hakikat pendidikan yang
hendak melepaskan ikatan-ikatan yang sangat menyempitkan budi manusia serta menurunkan
derajat kemanusiaan. Pendidikan ke arah itu mau tidak mau harus berdasarkan kebangsaan
karena yang dididik adalah rakyat Indonesia yang sedang menuju kemerdekaannya. Pada lembaga
pendidikan itu konsep nasionalisme sesuai konsep Guiseppe Mazzini dan Rabindranath Tagore
menjadi bahan kajian, seperti terungkap dalam karangan-karangan Ki Hadjar Dewantara dan
Sarmidi Mangunsarkoro.
Suatu lembaga pendidikan yang mengarahkan perhatiannya kepada terbentuknya
golongan menengah yang mempunyai harga diri, cinta kepada masyarakatnya, dan sadar akan
kewajiban untuk ikut serta dalam upaya meninggikan peradaban bangsa dan kemanusiaan
ialah Ksatriaan Instituut, yang dipimpin oleh E.F.E. Douwes Dekker, mantan pemimpin Indische
Partij. Apa yang tertera di muka ini adalah intisari dari pernyataan institut itu pada tahun 1924,
yang ingin mewujudkan golongan menengah yang berjiwa ksatria, pembela si lemah dalam
kedudukan ekonomisnya. Sebagai latar belakang pengetahuan para murid diperkenalkan buku
baru yang ditulis oleh Douwes Dekker sendiri tentang "perkembangan lalu lintas manusia di dunia",
"pandangan ringkas sejarah Indonesia" dan "sejarah dunia".
Lembaga pendidikan yang dipengaruhi oleh semboyan Abraham Lincoln, dengan
melaksanakan praktek yang berasal dari dan untuk rakyat dengan "cara kesadaran berpikir
Barat" dalam mendidik, namun anak didik diarahkan untuk tidak menjadi "cendekiawan setengah
matang yang angkuh, akan tetapi menjadi pekerja yang cekatan yang. rendah hati" menjadi arah
perkembangan lain. Murid yang ideal adalah mereka yang telah memiliki cinta akan kebenaran
dan pengetahuan kegembiraan kerja dalam suasana kesehatan rohani dan jas mani, mencintai
tanah airnya tetapi sadar sebagai bagian dunia, demikian pernah diucapkan oleh pemimpin sekolah di
Kayu Tanam (Sumatera Barat), atau Indonesich Nederlandsche School (INS) pada 1926.
Sebuah lembaga pendidikan di Jakarta, yang sekitar 1928 telah memberikan iklim sosial
kultural dan politik telah membuka peluang usaha bersama mewujudkan pengertian keindonesiaan.
"Perguruan Rakyat" yang didirikan oleh sekelompok kaum nasionalis (antara lain Dr. Muh. Nazif,
Arnold Monohutu, dan Mr. Sunario) dalam rencana pendidikan jelas jelas mengatasi asal-usul mereka,
218
baik karena keturunan, kesukuan maupun agama. Para pendirinya memiliki latar belakang
pendidikan akademis yang telah terpanggil untuk berpartisipasi aktif di dalam pergerakan
nasional di Indonesia, khususnya mereka yang pernah menjadi anggota Perhimpunan Indonesia
dan PNI. Pembantu-pembantu pelaksananya ialah para mahasiswa di Jakarta (antara lain Sugondo,
Ketua Kongres Pemuda Indonesia II) yang sengaja diikutsertakan sebagai latihan tanggung
jawab.sosial dan sebagai calon-calon pemimpin yang akan datang.
Rangkaian intisari pendidikan berdasarkan wawasan kebangsaan dalam masa kolonial itu
direkam dalam bahan dokumenter (Albert de la Court 1945, Dahler 1936, Kenji Tsuchiya 1987,
Medeclingen 1930, Poeze 1972, Sjafei 1953, Surjomihardjo 1978a, van der Plas 1931, van der Wal
1963, Vastenhouw 1949). Paham kebangsaan yang diketahui dari dalam kepustakaan asing,
menjadi persepsi dan aspirasi para pemimpin muda, kemudian dirumuskan dalam usaha
mereka yang lebih bermakna mewujudkan pengertian ke-Indonesia-an yang lebih luas dan dalam
dari sekedar pengertian geografis atau batas daerah jajahan Hindia Belanda.
Di dalam rangkaian proses pembentukan bangsa, tidak dapat diabaikan pengaruh dari
sekolah-sekolah yang berdasarkan agama yang di dalam jumlah maupun dasar agama yang
dipakai lebih berakar dalam sejarah Indonesia sebagai unsur pemersatu (Alfian 1989; Debar Noer
1973). Demikian juga kerangka dasar pendidikan Belanda yang tersebar di seluruh Hindia
Belanda dan tarikan bagi para lulusannya untuk mengisi pendidikan akademis di kota-kota besar
bahkan ke luar negeri, membuat jalur itu penting sekali dalam menyatukan elite
berpendidikan dalam proses pembentukan bangsa (nation formation). Proses pembentukan bangsa
itu menyatukan para pemimpinnya untuk aktif dalam pembinaan bangsa (nation building).
Bangsa Indonesia, seperti dibayangkan di masa kolonial, unsur-unsur pembinaannya melalui
pengertian-pengertian awal, diuraikan sebelumnya.
3.3 Wawasan Kebangsaan sesudah Proklamasi Kemerdekaan
Ideologi kebangsaan yang tumbuh melalui proses sejarah dalam kesadaran antar-subjektif
kaum terpelajar Indonesia, pada akhirnya menjadi bagian integral dari dasar negara Pancasila,
dan Pembukaan UUD 45 yang berarti menjadi sumber hukum yang tertinggi di dalam negara
kesatuan Indonesia. Namun di dalam perkembangannya, penghayatan terhadap "wawasan
kebangsaan" tadi mengalami pasang surutnya, yang kadang-kadang terkait dengan upaya-
upaya mendemistifikasi proses sejarah yang telah melahirkan Pancasila sebagai ideologi
nasional.
219
Pada awal dasawarsa kedua keberadaan Negara Kesatuan Indonesia, misalnya konflik
ideologi secara eksplisit dan terbuka terjadi di dalam Konstituante, baik ideologi yang ingin
mengajukan ideologi alternatif maupun ideologi yang ingin memodifikasi Pancasila yang dengan
sendirinya akan menggeser posisi sentral wawasan kebangsaan. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 secara
formal mengakhiri konflik-konflik terbuka tersebut, akan tetapi friksi-friksi masih berlangsung. Di
antara tahun 1958-1961 bermunculan kekuatan-kekuatan sentrifugal atau dissident dalam bentuk
daerahisme atau regionalisme. Sementara itu konflik-konflik yang bersumber pada perbedaan
interpretasi ideologi negara masih berlanjut yang mencapai puncaknya pada Gerakan 30 September
1965.
Pemerintah Orde Baru yang lahir pada paska abortive coup tadi mewarisi sejumlah
patologi politik yang pada hakikatnya merefleksikan menurunnya kadar penghayatan terhadap
wawasan kebangsaan tadi. Konstelasi politik yang mendominasi era menjelang kelahiran Orde
Baru tadi dapat disimpulkan sebagai berikut:
a Kegagalan berfungsinya sistem multi partai, yang bersumber pada maklumat Wakil
Presiden 3 November 1945 dalam konteks demokrasi parlementer-liberalistis, masih
berlanjut dalam sistem multi partai yang bersumber pada prinsip Demokrasi
Terpimpin.
b Percaturan politik yang bertumpu pada platform ideologi berlangsung di dalam situasi
belum terkristalisasikannya aturan percaturan politik.
c Fragmentasi birokrasi sebagai akibat dari penetrasi partai dalam birokrasi menjadikan
birokrasi sebagai political basenya.
d Kecenderungan partai-partai politik mengadopsi sosok partai totaliter yang menuntut
loyalitas penuh bukan saja kehidupan seseorang di dalam segala dimensi
kehidupannya, tetapi juga kehidupan keluarganya melalui komitmen mereka terhadap aux
iliary organizations.
e Penetrasi Partai Komunis secara sistematis dan metodis ke dalam tubuh ABRI
menimbulkan disharmoni dalam hubungan antara angkatan atau kesatuan.
f Interaksi politik di tingkat desa yang amat diwarnai oleh nilainilai primordial, orientasi
parokial, serta hubungan patron-klien mengakibatkan erosi solidaritas pedesaan dan
menimbulkan konflik interpersonal.
220
Kesemua patologi politik tadi sedikit banyak merefleksikan erosi wawasan kebangsaan
overshadowed oleh political interest yang sempit.
Pembangunan politik jangka panjang yang digariskan pemerintah Orde Baru secara
implisit nampak merefleksikan upaya-upaya untuk mengeliminasi kecenderungan sentrifugal dan
mengatasi destabilizing forces tadi yang diletakkan untuk menegakkan sistem politik berda-
sarkan Pancasila dan UUD 45. Pembangunan politik tadi secara sistematis menyentuh, mulai
dari dimensi kultural, dimensi fungsional, sampai kepada dimensi ideologis dan kultur politik.
Dalam dimensi struktural telah dilakukan berbagai tindakan yang mencakup: (1)
penyederhanaan sistem kepartaian melalui proses fusi; (2) melepas keterkaitan organisasi massa dari
organisasi politik sebagaimana diatur dalam W No. 8 tahun 1985, dan Peraturan Pemerintah No. 18
tahun 1986, yang membatasi kecenderungan timbulnya partai totaliter; (3) restrukturisasi
lembaga-lembaga politik berdasarkan Pancasila dan UUD 45
Dalam dimensi fungsional, upaya-upaya tadi mencakup: (1) refungsionalisasi lembaga-
lembaga politik berdasar ketentuan-ketentuan dalam Pancasila dan UUD 45; (2) refungsionalisasi
proses politik pemilihan umum berdasarkan ketentuan formal yang diletakkan oleh lembaga
perwakilan tertinggi negara. Dalam dimensi ideologis dan kultur politik dilakukan langkah-
langkah:
(1) mengeliminasi ideologi yang incompatible, dan karenanya tidak mempunyai dasar
eksistensi dalam ideologi negara Pancasila, yaitu dengan pembubaran PKI;
(2) mewujudkan konsensus nasional, menempatkan Pancasila sebagai satu-satunya asas
kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat sebagaimana diatur dalam UU
No. 3 tahun 1985;
(3) penggarapan kultur politik Pancasila melalui mekanisme sosialisasi politik Pancasila
(P4) sebagaimana diatur dalam Tap MPR II/MPR/1978;
(4) menegakkan prinsip monoloyalitas di kalangan aparat pemerintah;
(5) sosialisasi konsep wawasan nusantara dan sebagainya.
Melalui penggarapan dimensi struktural, fungsional, ideologi, dan kultur politik tadi
diharapkan tercapai platform bagi aktualisasi kekuatan sentrifugal.
Kebijakan pembangunan nasional dalam bidang politik melalui pendekatan inkremental ini telah
dapat meletakkan berbagai landasan kehidupan politik nasional melalui upaya-upaya
mengeliminasi destabilizing forces, restrukturisasi, dan refungsionalisasi lembaga-lembaga politik,
221
pelembagaan Pancasila sebagai ideologi negara dan satu-satunya asas kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara maupun pengembangan kultur politik melalui proses sosialisasi politik.
Kebijakan pembangunan politik yang demikian telah dapat menciptakan tertib politik yang stabil
yang mendukung proses pembangunan nasional, khususnya di bidang ekonomi.
Kita dapat mengkonstansir bahwa sikap ambivalen pemerintah dalam mengambil posisi
antara dua kutub, yaitu antara kehendak untuk menciptakan sistem politik yang stabil dan dinamis
melalui pemberian kesempatan pada rakyat untuk mengartikulasikan kepentingannya melalui
sistem perwakilan kepentingan yang demokratis di satu pihak, dan tertib politik yang
meminimalkan konflik demi kelangsungan pembangunan di lain pihak, nampaknya mulai
bergeser ke kutub yang pertama._Hal ini mungkin karena diterimanya Pancasila sebagai asas
tunggal dipandang dapat berfungsi sebagai security belt, yang memberi kemungkinan bagi
perluasan margin of tolerance. Suatu proses unleasing kekuatan politik yang selama ini under-
articulate mulai dilakukan. Toleransi yang lebih besar mulai diberikan kepada adanya
perbedaan-perbedaan pendapat. Fenomena tadi dapat merupakan indikator yang positif bagi
proses demokratisasi. Langkahlangkah kebijakan politik yang masih embrional ini mempunyai
potensi untuk berkembang secara positif yang menimbulkan optimisme.
Namun harus diakui bahwa demokratisasi yang menimbulkan optimisme tadi, terutama pada
Pembangunan sekarang ini, disertai oleh potensi-potensi kerawanan yang merupakan akibat
dari tipisnya penghayatan terhadap kaidah-kaidah aturan permainan politik seharusnya
menjadi tumpuan berfungsinya suatu sistem politik demokratis berdasarkan Pancasila.
Kerawanan--kerawanan tadi antara lain (Moeljarto 1jokrowinoto, 1991, p. 16-17):
a adanya pandangan-pandangan miopia egosentrisme dan elitisme kelompok (Pabottinggi,
1991) yang cenderung menerapkan kaidah-kaidah parokial untuk menilai sikap dan
perilaku orang lain.
b kecenderungan bergesernya pluralisme menuju ke polarisasi yang disertai dengan
pergeseran hakikat cleavages (perpecahan) dari cross-cutting (saling silang) menjadi
overlapping (tumpang tindih) di mana pertentangan antar kelompok dalam polarisasi
tadi hampir menjangkau semua dimensi kehidupan;
c timbulnya kembali fenomena organisasi totaliter yang mengungkung kehidupan
seseorang dan keluarganya di dalam berbagai dimensinya yang amat membatasi
interaksi lintas kelompok;
222
d proses kooptasi reversal tengah berlangsung yang membalik kecenderungan kooptasi
yang selama ini sering dilakukan. Kalau pada masa-masa lalu penyelenggara pemerintah
cenderung melakukan kooptasi terhadap informal leaders ke dalam inner circlenya
dewasa ini justru organisasi-organisasi masyarakat melakukan kooptasi pada pejabat-
pejabat teras negara dan anggota inner circle sehingga timbul solidaritas mekanik baru
yang memotong solidaritas organik yang sebenarnya mulai mengkristal. Hal ini dapat
menimbulkan fragmentasi birokrasi dan distorsi dalam alokasi sumber serta kesenjangan
dalam pemilikan akses terhadap sumber-sumber kekuasaan yang membahayakan;
e masih sangat mudahnya timbul prasangka-prasangka primordial;
f akhirnya, timbulnya potensi ideological displacement mengambil Pancasila sebagai
sosok ideologi formal, namun hal ini menggeser nilai fundamentalnya. Fenomena ini
cenderung melampaui batas toleransi terhadap konsep Pancasila sebagai ideologi terbuka.
Sejumlah kecenderungan fenomenologis tadi justru menimbulkan tanda tanya besar,
apakah "wawasan kebangsaan" justru mengalami political decay, suatu set back dari posisi
pada waktu "wawasan kebangsaan" menjadi titik konvergensi politik pada waktu Ikrar Sumpah
Pemuda 28 Oktober 1928.
D. PEMAKNAAN WAWASAN YANG SESUAI NILAI-NILAI PANCASILA
"Political decay" ini tidak berarti bahwa secara kultural generasi sekarang dan mendatang
kalah dalam sikap berkorban diri demi nilai-nilai dan pemaknaan kebangsaan. Namun tentulah
sudah dan akan berbentuk lain. Di mana harus kita cari? Tanpa ragu kita akan menunjuk kepada
ideal atau pencapaian tujuan yang diterima dengan konsensus secara luas semua golongan dan
kelompok, yakni Pancasila. Pancasila yang historis berkembang dan terbuka seperti dalam proses
metamorfosa dari ulat sampai kupu-kupu, dapat berubah bentuknya, menyeseuaikan diri dengan
kebutuhan jaman dan persoalan generasi, namun tetap sama dengan esensinya.
Pertama: Ketuhanan yang Mahaesa. Kini dan di tahun-tahun mendatang generasi baru Indonesia,
yang sedikit-banyak sudah mulai meninggalkan paradigma budaya agraris dan masuk ke dalam
galaksi budaya industri dan pasca-industri, sudah lain pertanyaaan perihal Sila pertama ini.
Mereka sudah belajar dan merefleksi banyak tentang sejarah dunia perihal berbagai agama
maupun kepercayaan dari berbagai orijin serta konteks sosialnya, dan itu dengan studi maupun
pengalaman spontan secara komparatip (berkat media massa dan sumber-sumber informasi yang
223
sangat luas), sehingga dapat diperkirakan, bahwa mereka akan mengambil sendiri beberapa
kesimpulan praktis mereka.
Antara lain, generasi Indonesia masa kini dan mendatang yang sudah modern dan belajar
terbuka secara bertahap akan menghayati Sila pertama ini dengan lebih dewasa. Dalam
penghayatan yang lebih dewasa itu iman dan takwa diberi bobot yang lebih tinggi. Agama bukan
Tuhan dan bukan juga Wahyu, tetapi hanya aspek atau wadah/sarana/jalan hukum tertentu yang
dipilih demi pelaksanaan Firman Allah, yakni peraturan, ritus resmi, organisasi, ajaran formal,
ciri-ciri khas yang memberi bentuk spesial tertentu dari suatu agama tertentu yang tidak dimiliki
agama lain serta ekspresi lahiriahnya. Agama adalah sebentuk Gesellschaft dalam bahasa
Jerman, masyarakat, kolektivitas dengan titik-berat lahiriahnya.
Sedangkan iman dan takwa atau religiositas mengandung isi kedalamannya, hakekat
esensialnya, seperti misalnya sikap konsisten kepada kata lubuk hati, nurani, keakraban intim
dengan Tuhan, Manusia dan Alam, sisi batin dan sikap-tindakan nyata berbaik hati, berkorban,
menolong sesama, menciptakan persaudaraan, toleransi, menghargai orang lain, fair play,
percaya, berharap, bercinta dan segala sikap esensial manusia yang berpredikat berhati baik dan
berjiwa mulia dsb; Gemeinschaft dalam bahasa Jerman, keguyuban, keintiman dengan titik
berat rohani, esensi, hakekat dalam.
Agama dan iman-takwa/religiositas mestinya saling berkaitan, tetapi tidak sama dan demi
kesuburan dan benarnya penghayatan Sila Ketuhanan Yang Mahaesa perlu dipilahkan
(distinguished) kendati tidak dapat dipisahkan (separated), juga agar kita lebih tajam dan
mendalam menerangi duduk perkara, mengapa agama selalu menjadi unsur perpecahan,
sedangkan iman-takwa atau religiositas unsur pemersatu dan pembuat persaudaraan.
Kedua: Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab juga akan mengalami proses pendewasaan di
kalangan generasi berikut, khususnya dalam pemahaman, penghayatan serta pengamalan
kewajiban-kewajiban serta hak-hak asasi manusia Indonesia di dalam konteks seluruh
kemanusiaan universal. Tidak ada orang yang berakal sehat akan berkata bahwa situasi dan
kondisi budaya serta perkembangan historis dari semua bangsa itu sama. Akan tetapi dalam
pengakuan perbedaan kultural dan historis itu generasi manusia Indonesia yang sedang tumbuh
dan memasuki abad ke-21 ini akan paham bahwa pelanggaran hak-hak asasi pribadi-pribadi
warganegara akhirnya akan merugikan kepentingan nasional juga. Orang boleh setuju atau tidak
setuju dengan konsep dan perumusan hak-hak asasi manusia yang dicetuskan di Wiena bulan lalu,
224
akan tetapi manusia Indonesia tidak boleh melepaskan diri dari tugas dan kewajiban untuk
merealisasikan sikap namun terutama struktur-struktur poleksosbudhankamling yang semakin
manusiawi, tepo-seliro, fair play; dengan langkah-langkah politis yang tidak machiavelian.
Dengan pengakuan keuniversalan Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia di Wiena 1993 baru-baru ini
sebenarnya bangsa Indonesia mengukuhkan kembali niatnya memberi kenyataan kepada Sila
ke-dua ini. Mengukuhkan dan merinci lebih mendetil apa isi Sila Kemanusiaan yang adil dan
beradab itu, dalam forum serta konteks global sekarang. Sumbangan RI dalam upaya perumusan
tersebut lebih rinci, lagi membanggakan. Kini tinggal konsekuen mengerjakannya konkret.
Ketiga: Pemaknaan dalam wawasan kebangsaan sangat mencolok dalam Sila Persatuan Indonesia
dalam arti politik, ideologi, ekonomi dan sosial. Namun tetaplah bhinneka tunggal ika. Perlu
diingatkan kembali bahwa kebangsaan yang kita pilih bukanlah nasionalisme model Nazi Hitler
yang berasas kecongkakan yang eksklusif. Atau Inggris punya yang berpedoman right or wrong
my country, seperti yang sayang sering didengungkan tanpa pikir oleh sekian pejabat kita.
Nasionalisme dan patriotisme hanyalah bermakna bila didasarkan pada nilai-nilai yang
terkandung dalam sila-sila lain, khususnya pada moral dan etika yang bersumber pada religiositas
ke- Tuhanan yang Mahaesa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia dan demokrasi yang sejati. Semboyan right or wrong my country, yang
dikibarkan oleh Perdana Menteri Disraeli di abad-abad kolonialisme imperialisme yang telah
lampau, dan yang sepatutnya tidak kita imitasi dalam ucapan maupun tindakan.
Dari yang telah ditekankan di atas tentang hubungan makna dan keikhlasan berkorban, dalam
wawasan kebangsaan ini kita dapat bertanya ulang, sampai di mana manusia Indonesia,
khususnya para pemuda-pemudi rela "berkorban demi tanah air". Ini sangat tergantung kepada isi
yang telah kita praksiskan dalam bermasyarakat dan kepada ada tidaknya solidaritas sosial.
Keempat: Semua yang telah kami sajikan di atas berlaku terutama dalam struktur-struktur yang
telah dicantumkan dalam Sila ke-4, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan. Generasi muda sekarang sudah muak apabila mereka
hanya mendapat keterangan, bahwa demokrasi kita bukan demokrasi liberal atau komunis,
bukan Barat dan tidak mengimpor dari luar negeri dan sebagainya. Sebab mereka pun tahu
bahwa Indonesia itu bukan Barat dan bukan RRC. Tetapi bukan di situ soalnya. Yang mereka cari
pada hakekatnya adalah konsisten dan konsekuensi struktur-struktur poleksosbud yang benar-
benar pancasilais. Sudahkah keadilan, fair play sudah terasa sebagai iklim dan suasana umum
225
sehari-hari? Ataukah hanya rekayasa yang urik, nakal dan tidak adil yang mereka alami?
Mereka tahu betul siapa dalam suatu struktur poleksosbud diuntungkan dan siapa yang di-
rugikan terus-menerus. Mereka pertanyakan apa arti kebijaksanaan di sini. Apakah
kebijaksanaan dalam arti aslinya yang arif, bermoral, beretika, ataukah euphemisme
"kebijaksanaan" yang berarti korupsi, berkonotasi uang semir dan macam-macam bentuk tipu-
tipuan? Demikianlah juga dalam soal perwakilan di atas perlulah fair play terjamin dan terjaga.
Orang sering mengatakan bahwa politik itu kotor dan mustahil fair play. Pasti manipulasi
terjadi. Harus dibedakan antara kotor yang melawan aturan permainan dan "kotor di dalam
aturan permainan". Jikalau Maradona dengan pintar membuat gol dengan hands tetapi tidak
dapat dilihat oleh wasit, sehingga gol itu disahkan oleh wasit, maka dia main "kotor di dalam
aturan permainan". Perbuatan ini masuk kategori pelanggaran poenalis (pantas dihukum),
tetapi tidak melawan moral, karena tugas dari wasitlah yang berkewajiban untuk mencatat
kesalahan. Seperti jaksa yang bertugas membuktikan kesalahan terdakwa, bukan si terdakwa
sendiri yang dibebankan dengan tuduhan. Tetapi jika pemain memukul wasit karena tidak
mengakui keputusan wasit, meski wasit salah melihat dan salah menilai, ini namanya main kotor
melawan aturan permainan. Dalam politik pun main kotor melawan aturan permainan adalah tabu,
tetapi "kotor" di dalam kerangka rule of the game memang diperbolehkan. Namun untuk itu
perlulah wasit. Siapa wasit di dunia ketatanegaraan? Dalam masyarakat wasit adalah hakim.
Dalam dunia politik hal-hal yang menyangkut konstitusi mestinya Mahkamah Agung.
Kelima: Bagaimana makna dalam wawasan kebangsaan perihal sila Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia? Teranglah ini sangat erat hubungan dengan keempat sila di atas, dan
merupakan sesuatu yang masih memerlukan perjuangan panjang dan berat. Jika dalam
dasawarsa-dasawarsa yang lampau sila Persatuan Indonesia-lah yang menghadapi ujian berat dan
kritis, boleh jadi sekarang sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ini, bersama dengan
sila Kemanusiaan yang adil dan beradab pada saat ini dan dasawarsadasawarsa yang akan datang
masih akan merupakan tantangan yang tergolong paling berat.
Pengertian adil pun bukan sesuatu barang konfeksi yang sudah jadi begitu saja, akan tetapi
basil proses cara pikir, citarasa dan rasa menghayati kehidupan. Khususnya hubungan antara hak-
hak serta kewajiban pribadi perorangan dan hak-hak serta kewajiban kolektif konkret. Jadi sesuatu
yang tumbuh serta historis.
226
Begitu juga ada derajat tertentu samalah soalnya dengan penafsiran apa yang disebut seluruh
rakyat. Dalam iklim feodal "seluruh rakyat" sudah dihitung makmur apabila seluruh golongan
atasan atau para ksatria (jadi sebagian kecil sebetulnya) sudah makmur.Untuk sekarang dan masa
mendatang seyogyanya kita menafsirkan semua itu dengan tolok ukur manusia Indonesia yang
tetap berPancasila, namun yang moderen kontemporer dan yang berbudaya Indonesia yang
berwawasan kebangsaan maupun berwawasan global bumi secara relevan. Dengan kata lain:
pasca-nasional. Istilah pasca tidak sama dengan post dalam bahasa Inggris. Istilah pasca,
misalnya pasca sarjana bukan bukan-saijana-lagi, melainkan tetap sarjana, akan tetapi sudah
lebih luas lebih mendalam cara menghayati kesarjanaannya. Demikianlah generasi kini sudah
masuk dalam era pasca-nasional, akan tetapi sudah bermetamorfosa dengan pandangan lebih
luas dari batas-batas nasional, lebih multidimensional, dengan kata lain berkembang relevan.
Maka penafsiran, penghayatan dan pengamalan sila kelima sila tadi dalam
wawasankebangsaanyangrelevan mestinya dan seyogyanya dilihat dalam suasana jiwa generasi
kebangsaan yang sudah pasca-nasional dan pasca-Indonesia juga.
227
dikutip kembali semboyan yang perlu direnung ulang dan dikaji ulang karena berasal dari masa
sebelum 1940:"Goeroe tidak bisa main koemidi, goeroe tidak bisa mendurhakai ia punja djiwa
sendiri. Goeroe hanjalah dapat mengasihkan apa dia itu sebenarnja... Soeatu bangsa
mengadjar sendiri" (Men kan niet onderwijzen wat men wil, men kan niet onderwijzen wat
men weet, men kan alleen onderwijzen wat men is. ... De Natieonderwijst zichzelfi.
Penampilan seseorang secara utuh dapt digambarkan denan suatu simbol yang berisi tiga
lapis. Lapisan yang paling luar menampilkan kepribadian yang ditampilkan keseharian ( yang
juga berisi identitas dan tempramen), Lapisan kedua adalah karakter dan lapisan paling dalam
adalah jati diri. Kepribdian yang kita tampilkan keseharian sering belum menampilkan karakter
kita yang sesungguhnya. Dalam mengenal karakter seseorang diperlukan waktu yang cukup lama
untuk dapat mengetahuinya. Keterkaitan antara jati diri, karakter, jati diri bangsa, dan wawasan
kebangsaan dapat digambarkan sebagai berikut
1. JATI DIRI
Untuk memahami jati diri kita berpegang pada konsep jati diri yang yang berdasarkan pada
kesadaran tentang esensi keberadaan kita sebagai manusia. Jati diri berasal dari bahasa Jawa
Sejatining diri yang berarti siapa diri kita sesungguhnya, hakekat atau fitra manusia, juga disebut
Nur ilahi yang berisikan sifat-sifat dasar manusia yang murni dari Tuhan yang berisikan
percikan-percikan sifat ilahia dalam batas kemampuan insani yang dibawa sejak lahir.Hal ini
tentunya merupakan potensi yang dapat memancar dan ditumbuhkembangkan selama
persyaratannya dipenuhi. Persyaratan tersebut adalah hati yang bersih dan sehat. Jika hati kotor
228
dan penuh penyakit, akan terjadi sumbatan sehingga jati diri tidak dapat memancar. Aapalagi
ditumbuh kembangkan ( yang menampilkan penampilan tidak tulus ikhlas, tidak sungguh-
sungguh, senang semu.).
Pada pengembangan, jati diri merupakan totalitas penampilan atau kepribadian seseorang
yang akan mencerminkan secara utuh pemikiran, sikap dan perlakunya.Seorang yang berjati diri
bisa menampilkan siapa dirinya yang sesungguhnya tanpa menggunakan kedok/topeng dan
mampu secara segar dan tegar tampil dengan keadaan yang sebenarnya sebagai sinergi antara
jatidiri, karakter, dan kepribadiannya. Dengan kata lain orang yang berjati diri akan mampu
memadukan antara cipta ( olah pikir/the head), karsa (kehendak dan karya/ the hand) dan rasa
( olah hati ( the heart) sementara orang Indonesia sekarang baru mampu menampilkan cipta dan
karsanya, sedangkan unsur rasa belum ditampilkan padahal didalamnya justru terdapat karakter
maupun jati diri seseorang.
2. .KARAKTER.
Karakter memang sulit didefinisikan, tetapi lebih mudah dipahami melalui uraian-uraian
berisikan pengertian. Beberapa pengertian karakter yang saling isi mengisi dan memperjelas arti
pemahaman kita tentang karakter sebagai berikut :
1. Sigmund Freud, karakter dapat diartikan sebagai kumpulan tata nilai yang mewujud
dalam suatu sistim daya juang yang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku.
2. Drs.Hanna Djumhana Bastaman,M.Psi, karakter merupakan aktualisasi potensi dari
dalam dan internalisasi nilai-nilai moral dari luar menjadi bagian kepribadiannya.
3. H.Soemarno Soedarsono, karakter merupakan nilai-nilai yang terpatri dalam diri kita
melalui pendidikan, pengalaman, percobaan, pengorbanan, pengaruh lingkungan,
dipadukan dengan nilai-nilai dalam diri manusia menjadi semacam nilai intrinsik
yang mewujud dalam sisitim daya juang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku
manusia.
4. Dr.HM. Quraish Sihab, himpunan pengalaman, pendidikan, dan lain-lain yang dapat
menumbuhkan kemampuan dalam diri kita, sebagai alat ukir sisi paling dalam hati
nurani yang mewujudkan, baik pemikiran sikap dan perilaku, termasuk akhlak mulia
dan budi pekerti.
5. Kamus besar bahasa Indonesia, watak (karakter) sifat batin manusia yang
mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku, budi pekerti dan tabiat.
229
Dari beberapa pengertian diatas, kita pahami bahwa karakter harus diwujudkan melalui
nilai-nilai moral yang dipatrikan untuk menjadi semacam nilai intrinsik dalam diri kita dan
mewujud dalam suatu sisitim daya juang yang akan melandasi pemikiran, sikap dan perilaku
kita. Karakter tentu tidak datang dengan sendirinya tetapi harus dibentuk, kita tumbuh
kembangkan, dan kita bangun secara sadar dan sengaja.
3.JATI DIRI BANGSA
Berbeda dengan jati diri manusia , jati diri suatu bangsa yang merupakan tampilan dari
adanya suatu bangsa walaupun suatu bangsa lahir dari pilihan sekumpulan individu yang
megelompok dan bersepaham untuk mendirikan suatu bangsa. Kelahiran bangsa Indonesia
bertolak dari ketika the Founthing Fathers kita mencanagkan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928,
dengan mengubah identitas ke KAMI an menjadi ke KITA an sebagai suatu bangsa Indonesia.
Jati diri bangsa adalah suatu pilihan, dan jati diri bangsa Indonesia merupakan pencerminan atau
tampilan dari karakter bangsa Indonesia. Karakter bangsa merupakan akumulasi atau sinergi dari
karakter individu anak bangsa yang berproses secara terus menerus yang mengelompok menjadi
bangsa Indonesia. Karakter bangsa akan ditampilkan sebagai nilai-nilai luhur yang digali dari
khasana ibu pertiwi dan mencerminkan tata nilai kehidupan nyata anak bangsa oleh Faunthing
Fathers dan dirumuskan dalam suatu tata nilai yang kita kenal sebagai Pancasila.
Disampaing itu, jati diri bangsa tampil dalam tiga fungsi yaitu :
1. Penanda keberadaan atau eksistensinya ( bangsa yang tidak mempunyai jati diri tidak
akan eksis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara)
2. Pencerminan kondisi bangsa yang menampilkan kematangan jiwa, daya juang,
dan kekuatan bangsa ( Ini akan tercermin dalam kondisi bangsa pada umumnya dan
kondisi ketahanan bangsa pada khususnya)
3. Pembeda dengan bangsa lain didunia ( disinilah harus tampak makna Pancasila sebagai
Dasar negara, pandangan hidup yang harus kita banggakan dan unggulkan, yang
merupakan pembeda dengan bangsa-bangsa lain didunia ( Yudhoyono 2008 : 21)
4. WAWASAN KEBANGSAAN
BA Wawasan kebangsaan adalah cara pandang kita terhadap diri sendiri sebagai bangsa yang
harus mencerminkan rasa dan semangat kebangsaan( karakter bangsa) dan mampu
mempertahankan jati dirinya sebagai bangsa, yaitu Pancasila. Dalam kaitan bernegara kita
230
memiliki UUD 45,NKRI, Bihneka tunggal Ika dan pemahaman tentang Geografi negaranya yang
adalah negara kepulauan.
Dari uraian keterkaitan jati diri, karakter, jati diri bangsa dan wawasan kebangsaan dapat
disimpulkan bahwa pencanagan wawasan kebangsaan memosisikan bangsa secara Futurologis,
yakni pada jangka waktu yang jauh ke depan yang harus realistic, credible, dan workable. Untuk
itu pencanangan wawasan kebangsaan seperti ini hanya bisa dilaskuksn oleh suatu bangsa yang
tahu siapa dirinya atau bangsanya dan harus dapat menampilkan jati dirinya yang mantap.Jika
wawasan kebangsaan dicanagkan oleh suatu bangsa yang belum mantap jati dirinya sebagai
bangsa, maka wawasan kebangsaan hanya akan merupakan wacana belaka atau suatu intelectual
exersice yang tentunya kurang bermanfaat.Sebaliknya jati diri bangsa harus mencerminkan atau
merupakan pancaran karakter bangsa yang berasal segenap potensi anak bangsa yang memiliki
jati diri dan mau serta mampu membangun jati dirinya yang berarti membangun karakternya
untuk secara bersama dengan anak bangsa lain membangun bangsanya.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas Hamami M., Epistemologi Bagian I Teori Pengetahuan, Fakultas Filsafat UGM,
Yogyakarta, 1982, (Diktat).
_____________, Filsafat, Yayasan PembinaanFakultas Filsafat UGM, Yogyakarta, 1976.
Ali Mudhofir, ‘Nilai Martabat dan Hak-hak Asasi Manusia’, dalam Majalah Jurnal Filsafat, Fak.
Filsafat UGM, Yogyakarta, 1982.
____________, ‘Pancasila Sebagai Sistem Kefilsafatan’, dalam Jurnal Filsafat, Fakultas Filsafat
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Seri 26 Desember 1996.
Ali Emran, H dan Encep Syarief Nurdin, Penuntun Kuliah Pancasila (untuk Perguruan Tinggi),
CV Alfabeta, Bandung 1984.
Anonimous UUD 1945, P4 dan GBHN, ketetapan MPR, No. II/MPR/1983. Sekretariat Negara
RI, Jakarta 1983.
Anonimous, Ketetapan-ketetapan MPR RI Hasdil Sidang Istimewa Tahun 1998, PT Pabelan
Jayakarta, Jakarta.
Anonimous, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dalam satu naskah,
Kompas, 2 September 2002.
231
Anton Bakker, Metode-metode Filsafat, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984.
Bagir Manan, DPR, DPD dan MPR Dalam UUD 1945 Baru, Fak. Hukum UII Press, Yogyakarta,
2005, Cetakan III.
__________, Perkembangan UUD 1945, Fak. Hukum UII Press, Yogyakarta 2004.
Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, Jakarta, PT Bina Aksara, 1988, Cetakan kedua.
Damardjati Supadjar, Dkk., “Landasan Pengembangan Filsafat Pancasila” dalam Majalah Jurnal
Filsafat, Fakultas Filsafat UGM Yoyakarta, Desember 1996.
Dardiri, H.A., Humaniora, Filsafat dan Logika, Jakarta, CV Rajawali, 1986.
Darmodiharjo, Darji, dkk., Santiaji Pancasila, Kurnia Esa, Cetakan Ketiga, Jakarta, 1985.
Elly M. Setiadi, dkk, Pancasila Ditinjau dari Segi Historis, Segi Yuridis Konstitusional dan Segi
Filosofis, Lembaga Penerbit Universitas brawijaya, Malang, 1981.
Frans Magnis Suseno, 1987. Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral, Kanisisus
Yogyakarta.
_________________, Etika Politik (Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern), PT
Gramedia, Jakarta 1988.
_________________, Kuasa dan Moral, PT Gramedia, Jakarta 1988.
Fudyartanto, 1974, Etika, Warawidyani, Yogyakarta, Cetakan keempat.
Hartati Soemadi, Pemikiran Tentang Filsafast Pancasila, Andi Offset, Yogyakarta, 1992.
Harun Hadiwijono, 1990, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Kanisius Yogyakarta, Cetakan keempat.
Hasan Iqbal M., Pokok-pokok Materi Pendidikan Pancasila, PT raja Grafindo Persada, 2002.
Hatta Muhammad, Sekitar Proklamasi, Cetakan kedua, Penerbit Tinta Mas, Jakarta 1970.
Herqutanto Sosronegoro, dkk, Beberapa Idiologi dan Implementasinya Dalam kehidupan
Kenegaraan, Liberty, Yogyakarta, 1984.
Irmayanti Meliono, dkk, ‘Modul I Logika, Filsafat Ilmu, dan Pancasila’, dalam Modul IPK
Terintegrasi, Program Dasar Pendidikan Tinggi Universitas Indonesia, Agustus 2004.
Ismaun, Pembahasan Pancasila Sebagai Keperibadian Bangsa Indonesia, CV Yulianti, Bandung
1981.
Kaelan, Pendidikan Pancasila Edisi Reformasi, Penerbit Paradigma Yogyakarta, 2004.
______, ‘Kesatuan Sila-sila Pancasila’, dalam Jurnal Filsafat, Seri 26 Desember 1996, Fakultas
Filsafat UGM Yogyakarta, 1992
______, Pancasila Yuridis Kenegaraan, Liberty, Yogyakarta, 1987
232
Kansil, Pancasila & UUD 1945 Bagian Kedua, PT Pradnya Paramita, Cetakan kedelapan,
Jakarta, 1986.
______,Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Bagian II: Pancasila dan PSPB, Cetakan
kesebelas (edisi revisi), PT Pradnya Paramita, 2000.
Kansil, dkk, Sekita UUD 1945 Dewasa Ini, Perum Percetakan Negara Republik Indonesia,
Jakarta, 2004.
Ketetapan MPR Pada Sidang Tahunan MPR 2001, Sinar Grafika, Jakarta, 2001.
Ketetapan MPR Pada Sidang Tahunan MPR 2002, Sinar Grafika, Jakarta, 2002.
Ketetapan-Ketetapan MPR RI Hasil Sidang MPR RI Tahun 1999, Bina Pustaka Tama, Surabaya
1999.
Koento Wibisono, Peran Kelompok Ilmiah Dalam Ikut Mengembangkan Pancasila Sebagai
Idiologi Terbuka, Makalah dalam Forum Pertemuan Para Anggota KomisariatFak.
Filsafat Keluarga Alumni UGM, Jakarta, 1989.
Kuntjoro Purbopranoto, ‘Hak-hak Asasi Manusia dalam Pancasila’, dalam Darji Darmodiharjo
dkk, Santiaji Pancasila, Kurnia Esa, Jakarta. 1985.
Lasiyo dan Yuwono, Pengantar Ilmu Filsafat, Liberty, Yogyakarta 1986
Miftahudi Zuhri, Pancasila Tinjauan: Historis, Yuridis Konstitusional dan Pelaksanaannya,
Liberty, Yogyakarta, 1986.
Moedjanto, dkk, Pancasila Buku Panduan Mahasiswa, diterbitkan bekerja sama dengan Aptik
Penerbit PT Gramedia, Jakarta, 1989.
Moh. Mahfud MD, “Dimensi Akademis dan Politis tentang Amandemen UUD1945” dalam Tim
Kajian Amandemen DFakultas Hukum Universitas Brawijaya, Amandemen UUD 1945
Antara Teks dan Konteks dalam Negara yang sedang Berubah, Sinar Grafika, Jakarta,
2000.
Mulder, D.C., Pembimbing ke dalam Ilmu Filsafat, Badan Penerbit Kristen, Jakarta, 1966.
Notonagoro, Beberapa Hal Mengenai falsafah Pancasila, Cetakan 9, Patjuran Tujuh, Jakarta,
1980
_________, Pancasila Secara Ilmiah Populer, PT. Bina Aksara, Jakarta 1987.
_________, Pengantar ke Alam Pemikiran Kefilsafatan, Yayasan Pembinaan Fak. Filsafat UGM,
Yogyakarta, 1981.
_________, Pancasila Dasar Falsafah Negara, Cet. 7, Pancuran Tujuh, Jakarta, 1974.
Notosusanto, Nugroho, Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara, PN Balai Pustaka, Jakarta,
1981.
233
Oetojo Oesman, dkk., Pancasila sebagai Ideologi dalam Berbagai Bidang Kehidupan
Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara, BP7 Pusat, Jakarta, 1991.
POutusan Majelis Permusayawaratan Rakyat Republik Indonesia, Sidang Tahunan MPR RI 7-18
Agustus 2000, Sekretariat Jenderal MPR RI, 2000.
Ramlan Surbakti, “Tinjauan Kritis Terhadap Perbahan Keempat UUD 1945 dalam Perspektif
Sosial-Politik “disampaikan pada Seminar Nasional tanggal 15-8-2002 di Bagian Hukum
Tata Negara, Fak. Hukum Universitas Trisakti, Jakarta.
Ridhwan Indra Ahadian, Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945, CV Haji Masagung, Jakarta
1991.
Rizql Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001.
Satya Arinanto, “Tinjauan Kritis Terhadap Perubahan Keempat UUD 1945 dalam Perspektif
Yuridis” “disampaikan pada Seminar Nasional tanggal 15-8-2002 di Bagian Hukum Tata
Negara, Fak. Hukum Universitas Trisakti, Jakarta.
Sekretariat Jenderal MPR RI, persandingan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, 2002.
Slamet Sutrisno (pnyunting), Pancasila Sebagai Metode, Liberty, Yogyakarta, 1986.
Soebantardjo, Sari Sedjarah, Jilid II: Eropa – Amerika, Penerbit Bopkri, Jogyakarta, 1961.
Soejono Soemargono, ‘Pancasila Sebagai Suatu Ideologi’ dalam Slamet Sutrisno (Penyunting),
Pancasila Sebagai metode, Liberty, Yogyakarta, 1986.
Soejono Soemargono, Filsafat Pengetahuan, Nur Cahaya, Yogyakarta, 1983.
Soeprapto, R., Kritisi Reformasi Kembali ke UUD 1945, Yayasan Taman Pustaka, Jakarta, 2006.
Suhadi, Seri: Pancasila Yuridis Kenegaraan Undang-Undang Dasar RI 1945, Liberty,
Yogyakarta, 1982.
Sukarna, Ideologi Suatu Studi Imu Politik, Penerbit Alumni, Bandung, 1981.
Sunoto, 1982, Bunga rampai Filsafat, Yayasan Pembinaan Fakutas Filsafat UGM, Yogyakarta.
Suntjojo, UUD 1945 dalam Bagan, BP-7 Pusat, Jakarta, Tanpa Tahun.
Surajiyo, Imu Filsafat Suatu Pengantar, Bumi Aksara, Jakarta, 2005.
Syahrial Syarbaini, Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003.
Tatang M. Amirin, Pokok-pokok Teori Sistem, Cetakan Keempat, CV Rajawali, Jakarta, 1989.
Tim Pembinaan Penatar dan Penataran Pegawai RI, Bahan Penataran P-4, UUD 1945, GBHN,
BP-7 Pusat, Jakarta, 1993.
234
Thomas S. Khun., Peran Paradigma dalam Revolusi Sains, Terjemahan Tjun Surjama, Judul Asli
“The Structure of Scientific Revolutions”. Remadja Karya, Bandung, 1989.
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fak. Filsafat UGM, Yogyakarta, 1996.
Tim Kajian Amandemen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Amandemen UUD 1945
Antarra teks dan Konteks dalam Negara yang sedang berubah, Sinar Grafika, Jakarta,
2000. (Tim penulis, A. Mukti Arsyad, dkk).
Umi Nastiti, “Filsafat Pancasila dan Fungsinya”, dalam Slamet Sutrisno (Editor), Pancasila
Pendidikan Nasional dan Pragmatisme (Bunga Rampai), Fakultas Filsafat UGM
Yogyakarta, Tanpa Tahun.
UUD 1945 Hasil Amandemen dan Proses Amandemen UUD 1945 secara Lengkap (Pertama
1999-Keempat 2002), Sinar Grafika, Jakarta, 2002.
Yamin, M. Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Siguntang, Jakarta, 1971.
235
Padmo Wahjono, 1990. Pancasila sebagai Ideologi dalam Kehidupan Ketatanegaraan: Materi
Seminar Pancasila sebagai Ideologi. Penyunting: Oetojo Oesman dan Alfian. Jakarta: BP7
Pusat.
Satya Arinanto dalam Harian Kompas tanggal 20 Maret 2006).
Sumitro Djojohadikusumo, 1982. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: UI Press
Suparlan Al Hakim, 2007. Bangsa, Negara dan Nasionalisme: Materi Diklat Guru PKn SLTP.
Malang: PPPPTK PKn dan IPS.
Tim Sosialisai ”Penyemai Jati Diri Bangsa”, 2003. Membangun Kembali Karakter Bangsa: Hari Depan
Bangsa Ada di Tangan Anda yang Memiliki Jati Diri. Jakarta: Elex Media Komputindo Gramedia.
Taufiq Ismail, 2004. Katastrofi Mendunia: Marxisma Leninisma Stalinisma Maoisma Narkoba.
Jakarta: Yayasan Titik Infinitum.
W. Poespoprodjo, 1986. Filsafat Moral: Kesusilaan dalam Teori dan Praktek. Bandung: Remadja
Karya.
236
237