Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH MANAJEMEN PERBANKAN

FRAUD
Makalah ini disusun Untuk Memenuhi Tugas Manajemen Perbankan

Dosen Pengampu: Ita Athia S.Sos.,M.M.

Disusun Oleh :

Ferlian ramadhan 21801081519

Imam sanusi 21801081404

Mawaddah 21801081397

Fitriyah izzatul Jannah 21801081396

Irfan Saputra 21801081393

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PRODI MANAJEMEN

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat-Nya, penulisan
makalah tugas Auditing yang berjudul “FRAUD” dapat terselesaikan dengan baik.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas manajemn perbankan oleh dosen
pengampu matakuliah Ita Atia, S.Sos.,M.M. Makalah ini di tulis dari hasil penyusunan
data-data yang diperoleh dari buku-buku, artikel-artikel, serta informasi media sosial
yang berhubungan dengan tema di atas. Saya mengharapkan kritik dan saran demi
perbaikan dan penyempurnaan makalah ini, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pihak yang membutuhkan dan bermanfaat bagi semua pembaca amin.

Malang, 21 Desember 2020

penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang …………………………………………………….1


1.2. Rumusan Masalah………………………………………………….1
1.3. Tujuan……………………………………………………………...1

BAB II PEMBAHASAN

2.1..................................................................................Pengertian faraud 2
2.2....................................................................................Pengertian audit 9
2.3...............................................................System pengendalian internal 10
2.4...............................Hubungan pengendalian internal dan kecurangan 11

BAB III PENUTUP

3.1..........................................................................................Kesimpulan 12

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………...13

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Kecurangan(Fraud) telah ada sejak dulu hingga saat ini. Di Indonesia
sendiri mendengar kata fraud di sektor publik maupun sektor swasta telah menjadi
hal yang sangat umum. Fraud merupakan sebuah kejahatan karena meliputi
berbagai tindakan yang melawan hukum. Terdapat istilah yang digunakan untuk
menggambarkan fraud, yaitu kejahatan kerah putih (White- Collar Crime) yang
dipopulerkan oleh Edwin H. Sutherland seorang penulis pada tahun 1939.
Menurut Black‟s Law Dictionary, quoted in Wells (1992;247) dalam Rio dan
Mahmud (2003:2) mendefinisikan fraud sebagai:
“Embracing all multifarious means which human ingenuity can devise and
which are resorted to by one individual to get an advantage over another
by false suggestions or suppression of truth, and includes all surprise,
trick, cunning or dissembling and any unfair way by which another is
cheated”
Dari kutipan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa fraud merupakan keuntungan
yang diambil seseorang dari orang lain dengan berbagai cara yang tidak adil.
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) menggambarkan secara skematis
jenis – jenis fraud dalam bentuk fraud tree. Secara skematis fraud terbagi kedalam
tiga jenis utama, yaitu korupsi (Corruption), pengambilan aset secara ilegal (Asset
Misappropriation), dan kecurangan dalam penyajian laporan keuangan (Fraudulent
Statement). Menurut Bhasin (2013:12) dalam European Journal of Accounting
Auditing and Finance Research menyebutkan bahwa :
“According to the Association of Certified Fraud Examiners (ACFE, 2010), there
are three main categories of fraud that affect oganizations: asset misappropriations,
fraudulent financial statements, and corruption. Surveys in the past have shown that
“asset misappropriation is the most widely reported type of fraud in India, although
corruption and bribery are growing the most rapidly. The risks of fraud may only be
increasing, as we see growing globalization, more competitive markets, rapid
developments in technology, and periods of economic difficulty.”
Sisi lain dari fraud adalah kelemahan dalam corporate governance. Kelemahan
dalam bidang penegakan hukum, standar akuntansi, dan lain-lain konsisten dengan tingkat
korupsi dan kelemahan dalam penyelenggaraan negara (Tuanakotta, 2007:23).
Korupsi merupakan bagian dari fraud. Indonesia merupakan negara yang tak
luput dari praktek korupsi maupun praktek kecurangan lainnya seperti penyalahgunaan
aset, penyuapan, maupun pencucian uang (money loundering). Strategi yang telah dibuat
oleh berbagai pihak dalam memerangi praktek korupsi sepertinya belum mampu
menciptakan sistem yang jujur dan bersih dari tindak kecurangan dan penyelewengan.
Korupsi di negara-negara yang dipimpin oleh penguasa yang diktatorial cenderung
merupakan mega korupsi yang melibatkan
keluarga dan kroni mereka. Karena itu tatanan kelembagaan yang menjamin check and
balance, termasuk pemantauan pers, sangat penting dalam memerangi korupsi.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud fraud?
2. Sebutkan jenis-jenis fraud?
3. Apa pengertian audit ?
4. Apa yang dimaksud sistem pengendalian internal?
5. Macam-macam Komponen pengendalian intenal?
6. Hubungan pengendalian internal dan kecurangan?

1.3. Tujuan
1. Memahami apa yang di maksud fraud
2. Untuk mengetahui jenis-jenis fraud
3. Mengetahui tentang audit
4. Untuk memahami sistem pengendalian internal
5. Untuk mengethaui komponen-komponen pengendalian internal
6. Mengetahui hubungan pengendalian internal dan keurangan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. kecurangan
2.1.1 pengertian fraud (kecurangan)
Kecurangan atau fraud didefinisikan oleh G.Jack Bologna, Robert
J.Lindquist dan Joseph T.Wells (1993:3) sebagai berikut:
“ Fraud is criminal deception intended to financially benefit the deceiver”

Kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi


manfaat keuangan kepada si penipu. Kriminal disini berarti setiap tindakan
kesalahan serius yang dilakukan dengan maksud jahat. Dan dari tindakan jahat
tersebut ia memperoleh manfaat dan merugikan korbannya secara financial.
Albrecht (2012:6) mengemukakan dalam bukunya “Fraud examination”
menyatakan bahwa:
“fraud is a generic term, and embraces all the multifarious means
which human ingenuity can devise, which are resorted to by one individual,
to get an advantage over another by false representations. No definite and
invariable rule can be laid down as general proportion in defining fraud, as
it includes surprise, trickery, cunning and unfair ways by which another is
cheated. The only boundaries defining it are those which limit human
knavery”.
Dari pengertian kecurangan (fraud) menurut Albrecht, kecurangan adalah
istilah umum, dan mencakup semua cara dimana kecerdasan manusia dipaksakan
dilakukan oleh satu individu untuk dapat menciptakan cara untuk mendapatkan
suatu manfaat dari orang lain dari representasi yang salah. Tidak ada kepastian dan
invariabel aturan dapat ditetapkan sebagai proporsi yang umum dalam
mendefinisikan penipuan, karena mencakup kejutan, tipu daya, cara-cara licik dan
tidak adil oleh yang lain adalah curang. Hanya batas-batas yang mendefinisikan itu
adalah orang-orang yang membatasi kejujuran manusia.
Sedangkan definisi fraud menurut Black Law Dictionary ialah:“1. A
knowing misrepresentation of the truth or concealment of a material fact to
induce another to act to his or her detriment; is usual a tort, but in some cases
(esp. when the conduct is willful) it may be a crime, 2. A misrepresentation made
recklessly without belief in its truth to induce another person to act, 3. A tort
arising from knowing misrepresentation, concealment of material fact, or
reckless misrepresentation made to induce another to act to his or her
detriment.”
Yang diterjemahkan (tidak resmi), kecurangan adalah : 1. Kesengajaan
atas salah pernyataan terhadap suatu kebenaran atau keadaan yang
disembunyikan dari sebuah fakta material yang dapat mempengaruhi orang lain
untuk melakukan perbuatan atau tindakan yang merugikannya, biasanya
merupakan kesalahan namun dalam beberapa kasus (khususnya dilakukan
secara disengaja) memungkinkan merupakan suatu kejahatan; 2. penyajian
yang salah/keliru (salah pernyataan) yang secara ceroboh/tanpa perhitungan dan
tanpa dapat dipercaya kebenarannya berakibat dapat mempengaruhi atau
menyebabkan orang lain bertindak atau berbuat; 3. Suatu kerugian yang timbul
sebagai akibat diketahui keterangan atau penyajian yang salah (salah
pernyataan), penyembunyian fakta material, atau penyajian yang ceroboh/tanpa
perhitungan yang mempengaruhi orang lain untuk berbuat atau bertindak yang
merugikannya.
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) merupakan
organisasi anti-fraud terbesar di dunia dan sebagai penyedia utama pendidikan
dan pelatihan anti-fraud. ACFE mendefinisikan kecurangan (fraud) sebagai
tindakan penipuan atau kekeliruan yang dibuat oleh seseorang atau badan yang
mengetahui bahwa kekeliruan tersebut dapat mengakibatkan beberapa manfaat
yang tidak baik kepada individu atau entitas atau pihak lain.
2.1.2 Jenis-jenis Fraud

The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau Asosiasi


Pemeriksa Kecurangan Bersertifikat, merupakan organisasi profesional bergerak di
bidang pemeriksaan atas kecurangan yang berkedudukan di Amerika Serikat dan
mempunyai tujuan untuk memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud
(kecurangan) dalam beberapa klasifikasi dan dikenal dengan istilah “Fraud Tree”
yaitu Sistem klasifikasi mengenai hal-hal yang ditimbulkan oleh kecurangan
1. Penyimpangan atas asset (Asset Misappropriation)

Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta

perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah

dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined

value).

2. Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent Statement)

Fraudulent statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau

eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi

kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan

(financial engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk

memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah

window dressing.

3. Korupsi (Corruption)

Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama

dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis

yang terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan

hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik

sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan.


Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak

yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis mutualisme).

Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik

kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan

yang tidak sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara

ekonomi (economic extortion) ( Albrech, 2009).

Fraud meliputi berbagai tindakan melawan hukum, dan audit investigatif

biasanya melakukan pemetaan terhadap occupational fraud (fraud dalam

hubungan kerja) dalam proses investigasinya. Ada juga istilah lain yang sering

kali digunakan untuk menggambarkan suatu jenis fraud yakni kejahatan kelar

putih atau white colla rcrime. Secara skematis The Association of Certified Fraud

Examiners (ACFE) menggambarkan occupational fraud dalam bentuk fraud tree.

Pohon ini menggambarkan cabang-cabang dari fraud dalam hubungan kerja,

beserta ranting dan anak rantingnya, berikut adalah gambar fraud.


Di dalam tindakan korupsi terdapat contoh-contoh kecurangan yang berkaitan
dengan konflik kepentingan, yaitu:

1 Bribery atau penyuapan merupakan tindakan pemberian atau penerimaan


sesuatu yang bernilai dengan tujuan untuk mempengaruhi tindakan orang yang
menerima
2 Kickback merupakan salah satu bentuk penyuapan dimana penjual dengan
ikhlas memberikan sebagain hasil penjualanya kembali ke pembeli.
3 Bid rigging adalah skema dimana karyawan membantu sebuah vendor
untuk
memenangkan suatu kontrak dengan perusahaan.
4 Illegal gratuities adalah pemberian atau hadiah yang merupakan bentuk
terselubung dari penyuapan.

Dalam tindakan asset misappropriation atau pengambilan aset secara illegal

terdapat berbagai 3 bentuk skema modus operandinya seperti yang digambarkan

dalam fraud tree. Skema tersebut adalah:

1 Skimming, yaitu pencurian atau penjarahan uang sebelum uang tersebut


secara fisik masuk ke perusahaan atau dicatat didalam pembukuan.
2 Larceny, yaitu pencurian atau penjarahan uang dimana uang tersebut secara
fisik telah masuk ke perusahaan, hal ini berkaitan erat dengan lemahnya
pengendalian internal suatu perusahaan.
3 Fraudulent disbursement, yaitu pencurian melalui pengeluaran yang tidak
sah. Dan terbagi lagi dalam berbagai bentuk yaitu:
a Billing scheme, yaitu skema dengan menggunakan proses billing atau
pembebanan tagihan sebagai sarananya. Pelaku mendirikan
“perusahaan bayangan” (shell company) yang seolah-olah sebagai
vendor perusahaan.
b Payroll scheme, yaitu skema permainan melalui pembayaran gaji.
Dengan cara membuat karyawan fiktif (ghost employee) atau dalam
pemalsuan jumlah gaji atau jumlah jam kerja.
c Expense reimbursement schemes, yaitu skema dengan pembayaran
kembali biaya- biaya. Yaitu dengan cara menyamarkan jenis
pengeluaran sehingga perusahaan mau mengganti biaya tersebut atas
pengeluaran yang tidak diganti dan pengeluaran yang fiktif.

d Check tampering, yaitu skema permainan melalui pelmasuan cek. Hal


yang dipalsukan bisa tanda tangan yang memiliki otoritas, atau
endorsement-nya, atau nama kepada siapa cek dibayarkan.
e Register disibursement adalah pengeluaran yang sudah masuk dalam
cash register. Yaitu dengan false refund yaitu, penggelapan dengan
seolah-olah ada pelanggan yang mengembalikan barang dan perusahaan
memberikan refund. Yang kedua adalah false void, hampir sama dengan
false refund namun yang dipalsukan adalah pembatalan penjualan.
f Pass-through vendors, yaitu skema yang hampir sama dengan shell
company, tetapi dalam skema ini vendor mengirimkan barang yang
dipesan, tetapi harga yang dibayar terlalu tinggi. Pelaku membuat
perusahaan semu untuk menipu karyawan agar membayar sejumlah
barang atau jasa yang dipesan dan kelebihannya diambil untuk pelaku
Jenis kecurangan fraudulent Statement berkenaan dengan penyajian laporan
keuangan sangat menjadi perhatian auditor, masyarakat, atau para LSM, namun tidak
menjadi perhatian akuntan forensik. Fraud dalam menyusun laporan keuangan dapat
berupa salah saji ( misstatement baik overstatement maupun understatement).

Albrecht (2012:400) mengungkapkan jenis-jenis kecurangan yang berkaitan


dengan penerimaan dan persediaan, sebagai berikut:
1 Related – party transaction, yaitu perjanjian bisnis yang dilakukan oleh kedua
belah pihak yang telah memiliki hubungan sebelumnya, sehingga timbul konflik
kepentingan.
2 Sham sales, yaitu berbagai jenis penjualan palsu.
3 Bill and hold sales, yaitu pemesanan atas barang yang masih disimpan oleh
pemasok, kecurangan ini terjadi karena pembeli belum siap membeli barang
tersebut.
4 Side agreements, adalah syarat dan perjanjian penjualan yang dibuat diluar dari
ketentuan yang biasanya, hal ini menjadi kecurangan, ketika perjanjian tersebut
merusak syarat dan ketentuan atas kontrak yang berjalan sehingga melanggar
kriteria pengakuan pendapatan.
5 Consignment sales, transaksi dimana salah satu perusahaan menahan dan
menjual barang yang dimiliki oleh perusahaan lain.

6 Channel stuffing, suatu praktik dimana pemasok membujuk konsumen untuk


membeli ekstra peersediaan dan tidak melakukan pengungkapan.
7 Lapping or kiting, praktik dimana penerimaan kas disalah gunakan untuk
menyembunyikan penerimaan fiksi.
8 Redating or refreshing transaction, yaitu tindakan yang berhubungan dengan
mengubah tanggal penjualan.
9 Liberal return policies, yaitu indakan memperbolehkan customer untuk
mengembalikan dan membatalkan penjualan di masa datang.
10 Partial shipment, adalah kecurangan yang melibatkan pencatatan penuh atas
penjualan ketikan barang yang diterima hanya sebagian.
11 Improper cutoff, terjadi ketika suatu transaksi dicatat di periode yang salah.
12 Round – tipping, kecurangan yang melibatkan penjualan aset yang tidak
digunakan dan menjanjikan akan membeli aset yang sama atau sejenis dengan
harga yang sama.

Albrecht (2012:447) juga mengungkapkan cara-cara untuk memanipulasi


liabilities, sebagai berikut:
1 Understating account payable, yang dapat dilakukan dengan kombinasi dari
tidak mencatat pembelian atau mencatat pembelian setelah akhir tahun,
melebihkan retur pembelian atau diskon pembelian, dan membuat liabities
seolah-olah telah dibayar atau dihapus.
2 Understating accrued liabilities, tidak melakukan pencatatan atas accrued
liabitie yang seharusnya dilakukan di akhir tahun.
3 Recognizing unearned revenue (liability) as earned revenue, perusahaan yang
menerima pembayaran dimuka akan melakukan pencatatan atas penerimaan dan
mengakui pendapatan daripada mengakui sebagai kewajiban.
4 Underrecording future obligation, tindakan menurunkan pencatatan kewajiban
berupa garansi atau service.
5 Not recording or underrecording various type of debt, dapat berupa tindakan
tidak mencatat atau merendahkan hutang kepada pihak ketiga, melakukan
peminjaman tapi tidak dilakukan pengungkapan, tidak mencatat pinjaman yang
terjadi, dan mengakui bahwa hutang yang ada telah dilupakan dan dihapus oleh
kreditor.

2.1.3 Fraud Triangle

Donald R. Cressey yang dikutip oleh Tuanakotta (2010) membuat suatu


model klasik untuk menjelaskan occupational offender atau pelaku fraud dalam
hubungan kerja, dan penelitian tersebut diterbitkan dengan judul People’s Money: A
Study in the Social Physicology of Emblezzment dengan hipotesis terakhir:

“Trusted person become trust violators when they conceive of


themselves as having a financial problems can be secretly resolved by
violation of the position of financial trust, and are able to apply to their own
conduct in that situation verbalizations which enable them to adjust their
conception of themselves as trusted person with their concenptions of
themselves as users of the entrusted funds or property.”

yang berarti bahwa orang yang dipercaya menjadi pelanggar kepercayaan


ketika ia melihat dirinya sendiri sebagai orang yang mempunyai masalah keuangan
yang tidak dapat diceritakannya kepada orang lain, sadar bahwa masalah ini secara
diam-diam dapat diatasi dengan menyalahgunakan wewenangnya sebagai pemegang
kepercayaan di bidang keuangan, dan tindak tanduk sehari-hari memungkinkan
menyesuaikan pandangan mengenai dirinya sebagai seseorang yang bisa dipercaya
dalam menggunakan dana atau kekayaan yang dipercayakan.
Dalam perkembangan selanjutnya hipotesis ini dikenal sebagai fraud
triangle atau segitiga kecurangan seperti dalam gambar dibawah ini:
Gambar II.2 Fraud Triangle

Fraud Triangle tersebut menunjukkan bahwa seseorang melakukan kecurangan

didasarkan atas 3 faktor tersebut, yaitu:

1 Pressure (tekanan). Cressey mempercayai bahwa pelaku kecurangan bermula


dari suatu tekanan yang menghimpitnya. Pelaku mempunyai kebutuhan
keuangan yang mendesak, yang tidak diceritakan kepada orang lain. Konsep
yang penting disini adalah tekanan yang menghimpit hidupnya (kebutuhan
akan uang), padahal ia tidak bisa berbagi dengan orang lain.
2 Opportunity (Kesempatan). Pelaku kecurangan memiliki persepsi bahwa ada
peluang baginya untuk melakukan kejahatan tanpa diketahui orang lain. Cressey
berpendapat bahwa ada dua komponen dari persepsi tentang peuang. Yang
pertama, general information, yang merupakan pengetahuan bahwa kedudukan
yang mengandung trust atau kepercayaan, dapat dilanggar tanpa konsekuensi.
Pengetahuan ini dapat diperoleh dari apa yang ia dengar atau yang ia lihat.
Kedua adalah technical skill atau keahlian/keterampilan yang dibutuhkan untuk
melaksanakan kecurangan tersebut.
3 Razionalization atau mencari pembenaran sebelum melakukan kecurangan
bukan sesudah. Pembenaran merupakan bagian yang harus ada di dalam
tindakan kejahatan itu sendir, bahkan merupakan bagian dari motivasi pelaku.

2.2. Audit
2.2.1 Pengertian Audit
Menurut William C.Boynton, Raymond N.Johnson dan Welter G.Kell
yang diterjemahkan oleh Budi. S.I (2003:5) definisi dari audit adalah:
“Auditing sebagai suatu proses sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi
bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan, peristiwa ekonomi, dengan
tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan
kriteris yang telah ditetapkan serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak
yang berkepentingan”.
Sedangkan Arens et al. (2003:11) melihat dari sudut pandang pelaksanan
audit, yaitu bahwa audit harus dilakukan oleh seseorang yang memiliki
kompetensi dan seseorang yang independen

2.2.2 Audit Kecurangan

Association of Certified Fraud Examiner seperti yang dikutip oleh Amin


Widjaya (2008), mendefinisikan audit kecurangan sebagai berikut:

“ Fraud Auditing is an intial approach (proactive) to detecting financial fraud,


using accounting records and information, analytical relationship, and an
awareness of fraud perpetration and concealment efforts”.

Yang diartikan audit kecurangan merupakan suatu pendekatan awal


(proaktif) untuk mendeteksi penipuan keuangan, dengan menggunakan catatan
akuntansi dan infromasi, hubungan analistis dan kesadaran perbuatan penipuan
dan upaya penyembunyian.

2.3. Sistem Pengendalian Internal

2.3.1 Pengertian Pengendalian Internal


Mulyadi (2002:181) mendefinisikan sistem pengendalian internal
sebagai berikut: Sistem Pengendalian Internal adalah suatu proses yang
dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personil lain, yang didesain
untuk memeberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan
tujuan yakni keandalan pelaporan keuangan, kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan yang berlaku, efektivitas dan efesiensi operasi.

2.3.2 Komponen Pengendalian Internal


Menurut Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway
Commission (COSO) terdapat 5 komponen di dalam pengendalian internal yang
saling terkait, yaitu:
1. Lingkungan pengendalian (control environment)
Faktor-faktor lingkungan pengendalian mencakup integritas, nilai etis,
dan kompetensi dari orang dan entitas, filosofi manajemen dan gaya
operasi, cara manajemen memberikan otoritas dan tanggung jawab serta
mengorganisasikan dan mengembangkan orangnya, perhatian dan
pengarahan yang diberikan oleh board.
2. Penilaian risiko (risk assessment)
Mekanisme yang ditetapkan untuk mengindentifikasi, menganalisis, dan
mengelola risiko-risiko yang berkaitan dengan berbagai aktivitas di
mana organisasi beroperasi.
3. Aktivitas pengendalian (control activities)
Pelaksanaan dari kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang
ditetapkan oleh manajemen untuk membantu memastikan bahwa tujuan
dapat tercapai.
4. Informasi dan komunikasi (informasi and communication)
Sistem yang memungkinkan orang atau entitas, memperoleh dan
menukar informasi yang diperlukan untuk melaksanakan, mengelola,
dan mengendalikan operasinya.
5. Pemantauan (monitoring)
Sistem pengendalian internal perlu dipantau, proses ini bertujuan untuk
menilai mutu kinerja sistem sepanjang waktu. Ini dijalankan melalui
aktivitas pemantauan yang terus-menerus, evaluasi yang terpisah atau
kombinasi dari keduanya.

2.4 Hubungan Pengendalian Internal dan Kecurangan


Audit internal sangat erat berkaitan dengan masalah pencegahan tindak
kecurangan (fraud) di dalam perusahaan. Adanya audit internal dalam suatu
perusahaan diyakini bermanfaat dalam membantu mencegah terjadinya
kecurangan. Namun demikian, audit internal tidak bertanggung jawab atas
terjadinya kecurangan, meskipun audit internal merupakan pihak yang memiliki
kewajiban yang paling besar dalam masalah pencegahan kecurangan
kecurangan (fraud) dapat dikurangi bahkan dicegah dengan menciptakan iklim
budaya jujur, keterbukaan, dan saling membantu satu sama lain. Selain itu
pencegahan kecurangan dapat dihilangkan dengan menghilangkan peluang
untuk melakukan kecurangan, misalnya dengan menanamkan kesan bahwa
setiap tindakan kecurangan akan mendapat sanksi setimpal.
Audit internal harus dapat memastikan apakah kecurangan itu memang
ada atau tidak. Untuk memastikannya, audit internal akan melakukan evaluasi
terhadap sistem pengendalian internal yang dibuat manajemen dan aktivitas
karyawan perusahaan berdasarkan kriteria yang tepat untuk merekomendasikan
suatu rangkaian tindakan kepada pihak manajemen. Disamping itu, audit
internal harus mempunyai alat pengendalian yang efektif sehinga sehingga
kecurangan dapat cegah sedini mungkin.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Pendeteksian kecurangan bukan merupakan tugas yang mudah


dilaksanakan oleh auditor. Terjadinya kecurangan atau fraudsebenarnya berbeda
dengan kekeliruan. Fraud merupakan problem yang serius, maka akuntan public
harus mengambil langkah-langkah komprehensif dalam pencegahan dan
pendeteksian kecurangan tersebut. Pemahaman tentang fraud sangat penting,
agarlebih dini biasa dilakukan pencegahan. Langkah awal dalam mendeteksi
fraud adalah berasal dari informasi atau petunjuk dari berbagai pihak seperti
karyawan, rekanan dan konsumen. Selain itu, mendeteksi fraud atau kecurangan
tentunya dengan adanya pengendalian internal yang diimplementasikan dalam
organisasi (entitas), namun semua pihak bertanggung jawab dalam mendeteksi
adanya fraud dalam entitas tersebut, apakah dia seorang dewan komisaris, internal
auditor, eksternal auditor, pihak manajemen dan karyawan sekalipun. Tanggung
jawab profesi akuntan umumnya dan akuntan publik khususnya sebagai the last
regiments standingdi dalam menciptakan iklim bisnis yang kondusif di Indonesia
yang menganut pilar-pilar good corporate governance seperti kejujuran,
transparansi dan tanggung jawab serta adanya akuntabilitas akan semakin berat.
Selain itu, dalam profesi akuntan publik, sikap mental yang jujur, independen dan
skeptik secara professional lebih ditekankan di dalam kode etik profesi akuntan
public. Akuntan public bertanggung jawab untuk merencanakan dan
melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan yang memadai tentang apakah
laporan keuangan bebas dari salah saji yang material, baik yang disebabkan oleh
kekeliruan maupun kecurangan.
DAFTAR PUSTAKA

Normah Omar, Ridzuan Kunji Koya, Zuraidah Mohd Sanusi, and Nur Aima Shafie. 2014.

Prasastie, Agung. 2015. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kecurangan laporan

Robinson, N Shani. Robertson, C Jesse. Curtis, B Mary. 2012. The Effects of Contextual

Sihombing, Kennedy Samuel. 2014. Analisis Fraud Diamond Dalam Mendeteksi

Financial Statement Fraud : The Effectiveness of The Fraud Triangel And SAS

No.99. hhtp://ssm.com/abstract=1295494

Wolfe, David T. Dana R. Hermanson. 2004. The Fraud Diamond: Considering The Four

Anda mungkin juga menyukai